Majalah Teknokra 218

Page 57

Apresiasi

PERGULATAN HARAPAN

Nama yang kulangitkan

Dikebisuan ini aku tak tau artinya, dikebutaan ini aku tak tau maknanya.

Kau datang dibawa oleh senja

Dibelakang batin yang berperisai tajam, kau tetap tak bisa juga menilai dukanya.

Melalui goresan yang bersenandung

Sinar jingga menyerumbat dari dahan-dahan Menyelinap masuk dijendela kehidupan

Bukan hanya sekali aku tertatih sambil membawa jiwa yang berlumur merah ini kepada gembala yang tak seperti ku.

Aku masih ingat puluhan kalimat

Ada jiwa yang hidup diantara bayang-bayang.

Digaris mata yang padam perlahan

Ada jiwa yang terus berjalan dan tertawa ditengah hati yang mati. Tidak banyak yang berani dibagi memang. Baginya kesialan hidup yang paling sial adalah berhenti mengayuh harapan. Jika masih bisa bahagia lalu mengapa harus ada drama air mata. Jika masih ada harapan lalu mengapa harus mengizinkan jasad terperangkap dalam masa lalu yang kelam. Kadang jiwa itu sangat haus dengan kepastian yang benar-benar pasti. Namun secepatnya jiwa sadar kembali, sebab tak satu iblis pun tau kemana hidup akan menuju. Karena kepastian dalam hidup seperti menuggu daun yang gugur selembar demi selembar. Atau seperti daun dan akar yang berharap awan yang kelam, atau bahkan seperti berapa banyak bintang yang bersinar dimalam ini. Nada-nada kepedihan bukan berarti itu adalah penghiatan. Mungkin itu bagian nada indah dari harapan yang tak bertemu dengan takdirnya. Mata yang kosong, jiwa yang lelah, hati yang mati. Lalu mengapa dia masih bisa berjalan dan tertawa. Sebab alasannya, hanyalah harapan.

Kecapan bibirmu sebagai azimat aku mengerti, berlalumu adalah menyakitkan Bersama denting waktu kau sebut namamu Menyandarkan hatimu selama seminggu Untukku rangkaian kata yang kau sematkan Bisikanmu di ujung pertemuan Kau tahu Melihat langit dengan tatapan kosong Lebih menyakitkan dari menangis Dan itu setiap waktu aku lakukan Seakan awan ikut berbicara Wahai hati, kau selalu memandangiku, mengapa? Lalu ia ulurkan tangannya Sekedar mengusap tetesan dari pelupuk mata Aku tidak lagi menyimpanmu dalam hati Karena aku tersadar Hati ini kadang terbolak-balik Lalu, aku menyimpanmu dalam permohonan Kau adalah satu-satunya nama yang kulangitkan Biar semua penduduk langit tahu Bahwa kau terindah dari yang terindah Dan tetap menjadi yang terindah dari yang terindah Sekelebat kata kau utarakan Segenggam janji kuungkapkan Sekarang, kau berada di alam seberang Harapku kau disana tetap dalam benderang

Citra Amalia Yulianti

Andri Agung Saputra

Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ‘13

Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan 2014

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

57


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Majalah Teknokra 218 by UKPM TEKNOKRA - Issuu