Majalah Teknokra 218

Page 1

MAJALAH BERITA

ISSN 0215-8116 Desember 2016


2

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218


Jendela

26 Ekspresi

48 Komunitas 32 Nusantara

42 Sejarah

4

Salam Kami

24 Sebaiknya Anda Tahu 56 Teka-Teki 60 Bidik Lensa

5

Kampus Ikam

28

Wansus

57 Apresiasi 62 Pojok PKM

8

Inovasi

30

Esai Foto

58 Resensi

12 Kesehatan

36

Obrolan

14 Komitmen

38 Seni

15 Laporan Utama

42 Konservasi

20 Kyay Jamo Adien 46

Lifestyle

21 Apa Kata Mereka 48 Cerpen 22 Pendidikan

54 Opini

Desain : Retnoningayu J.U Ide : Retno Wulandari Judul : Suara yang Sia-Sia

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

3


Salam Kami

Mahasiswa Harus Punya Sikap

M

ahasiswa merupakan sosial of control, mahasiswa harus berpikir kritis dalam menyikapi permasalahan di lingkungan kampus maupun sekitar. Oleh karena itu, diperlukan organisasi sebagai tempat untuk saling bertukar pikiran. Disaat mahasiswa sudah menjadi bagian dari salah satu organisasi kampus, mahasiswa akan menyibukan dirinya diberbagai kegiatan organisasi yang diikuti, sehingga sering terjadi benturan antara aktivitas organisasi dan jadwal perkuliahan. Akibatnya, mahasiswa mengalami dilema antara memilih berkecimpung di organisasi atau fokus kuliah. Keputusan sikap diperlukan di sini, sialnya ketika izin ke dosen untuk ikut kegiatan organisasi, dosen bereaksi “Itu sih terserah kamu, yang jelasnya kamu tetap dihitung alpa pada mata kuliah saya” jawa-

ban telak yang membuat mahasiswa tak berkutik. Pada akhirnya, mahasiswa seolah tidak diberikan kebebasan dari kekangan untuk menyampaikan sebuah pikiran, sehingga berdampak pada hilangnya kepekaan sosial yang tinggi terhadap permasalahan dan tak kreatif menyusun gagasan untuk menyuarakan nurani. Tak ayal kru Teknokra juga mengalami hal serupa, selain melakukan kerja redaksi, kami pun rutin menggelar kegiatan sebagai wujud berorganisasi. Seperti beberapa minggu lalu, Teknokra baru saja menggelar kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Nasional. Sikap loyalitas dan pantang menyerah diperlukan untuk menjalankan amanah progam kerja yang telah disusun dan akan dipertanggung jawab di akhir pengurusan. Berdasarkan sikap itulah kami hadirkan majalah edisi 218 yang mengangkat fonemena di kampus dan luar kampus.

Penyusunan dilakukan secara kreatif dan sistematis sebagai wujud kepekaan terhadap masalah-masalah yang harus secepatnya ditemukan titik terangnya. Walaupun banyak cobaan intervensi dari berbagai pihak, Teknokra tetap berpendirian. Lewat majalah tribulan ini, kami mengajak pembaca untuk menyibak permasalahan di Unila, salah satunya menyoroti persoalan transparansi yang diminta Aliansi Lentera Pendidikan saat aksi 28 Oktober lalu. Adapula sejarah masjid Jami Al-Anwar, masjid tertua di Lampung, bahkan liputan Nusantara dimana terdapat sebuah desa yang melakukan kanibalisme, dan masih banyak lagi. Dari pojok PKM untuk mengajak pembaca selalu punya sikap untuk menyikapi permasalahan yang terus-menerus terjadi di Unila.= Tetap Berpikir Merdeka!

MAJALAH TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung. Alamat Grha Kemahasiswaan Lt 1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No 1 Bandarlampung 35145 Telp.(0721) 788717 Website www.teknokraunila@yahoo.co.id PELINDUNG Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. PENASEHAT Prof. Dr. Karomani, M. Si. DEWAN PEMBINA Dr. M. Thoha B.sampurna Jaya, M.S. ANGGOTA DEWAN PEMBINA Prof. Dr. Muhajir Utomo, M.Sc., Asep Unik SE., ME., Dr. Eddy Riva’i SH., M.H., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Prof. Dr. Yuswanto, SH., M.Hum, Hendi Caya, SE., ME., Dr. Yoke Moelgini, M.Si,Irsan Dalimunte, SE., M.Si., MA.,Dr. Dedy Hermawan, S. Sos., M.Si., Dr. Nanang Trenggono, M.Si., Dr. H. Sulton Djasmi, M.Si.,Syafaruddin, S. Sos., MA.,Toni Wijaya, S.Sos., MA., Faris Yursanto,Fitri Wahyuningsih, Hayatunnisa Fahmiyati PEMIMPIN UMUM Kurnia Mahardika PEMIMPIN REDAKSI Ayu Yuni Antika, REDAKTUR PELAKSANA CETAK Retno Wulandari, REDAKTUR PELAKSANA DALAM JARINGAN Wawan Tarianto, REDAKTUR BERITA Rika Andriani, REDAKTUR FOTO Riska Martina, REDAKTUR ARTISTIK Defika PN (Non Aktif ), REDAKTUR DALAM JARINGAN Yola Septika, PRODUSER Fajar Nurrohmah, KAMERAMEN Luvita W, Silviana FOTOGRAFER Arif Sabarudin, STAF ARTISTIK Retnoning Ayu Janji U. , REPORTER Faiza Ukhti Annisa, Ariz Nisrina, Kalista Setiawan, Alfani P PEMIMPIN USAHA Fitria Wulandari, MANAJER USAHA Fajar Nurrohmah, MANAJER KEUANGAN Yola Savitri, STAFF UNIT KREATIF Arif Sabarudin, Trias SPN, STAF KEUANGAN Ariz Nisrina KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Imam Gunawan, STAFF ANALISIS DAN PERPUSTAKAAN Riska Martina, STAF PENGADERAN DAN SDM Retnoningayu J U, KEPALA KESEKRETARIATAN Khorik Istiana, STAF KESEKRETARIATAN Tuti Nur Khomariah MAGANG : Ayesha A, Getri, Hendri M, Reni R, Rohimatus S, Rahmad H,Virgina S, Widya M, Andi S, Erik L, Abdul A R, Fahimah, Ardah M, Irfanuris K, M. G Aji S, Denni S.

4

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218


Kampus Ikam

Para pemain sedang memperbutkan bola dalam pertandingan futsal yang diadakan BEM-F Ekonomi dan Bisnis, di lapangan belakang dekanat FEB, Selasa (29/11). Futsal Cup 2016 ini diikuti oleh perwakilan seluruh jurusan. Agenda tersebut berlangsung pada 28 hingga 30 November lalu.

Foto Arif Sabarudin

Apa Kabar RSPTN Unila?

Oleh Kalista Setiawan

Unila-Tek: Sempat terhenti pada tahun 2011 karena mandeknya kucuran dana, perencanaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Tinggi Negeri (RSPTN) Unila digadang-gadang positif mendapatkan kucuran dana di tahun 2017. “Sudah ada sinyal yang kuat dari pemerintah pusat, namun masih belum dipastikan. Kami tetap optimis di tahun 2017, akan terealisasi,” ungkap Kepala Humas Unila, Badrul Huda saat ditemui di Rektorat, Selasa (8/11). “Tidak ada jalan lain, selain meminta ke Jakarta. Kalau ke pemerintah daerah, RSP Unila dinaikkan itu tidak mungkin,” ujar Ir. Hasriadi Mat Akin (Rektor Unila) saat memberi sambutan pada kuliah umum Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, di Aula Fak. Pertanian, Sabtu (5/11). Senada dengan Prof. Hasriadi, Badrul menjelaskan bahwa sebenarnya untuk mengajukan dana pembangunan RSPTN lebih baik ke pemerintah pusat. Hal ini dikuatkan dengan adanya UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 93 Tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan. “Setiap universitas yang memiliki

Fakultas Kedokteran, maka harus memiliki rumah sakit pendidikan,” jelas Badrul. Pengajuan dana RSPTN bersifat multiyears. Artinya, setiap tahun akan dikucurkan separuh demi separuh, hingga dana terpenuhi sesuai dengan yang diajukan. Masih belum bisa dipastikan dana yang akan diterima Unila di tahun 2017. Namun, berdasarkan keterangan Badrul, pemerintah akan menggelontorkan dana berkisar Rp 6-Rp 700 miliar. Pada proposal yang telah diajukan ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), luas bangunan RSPTN mencapai 36.880 m2. Total tanah yang direncanakan seluas 4.8 Ha, namun masih bisa dikembangkan hingga 8 Ha. Menurut Dekan Fakultas Kedokteran, DR. Dr. Muhartono yang juga ketua pembangunan, RSPTN Unila akan memiliki 7 gedung, 6 diantaranya akan dibangun hingga 4 lantai. Ia juga menuturkan bahwa rumah sakit ini akan menghabiskan dana kurang lebih 992 miliar. Selain untuk biaya operasional pembangunan RSPTN, Muhartono menuturkan biaya tersebut sudah termasuk biaya peralatan maupun perabotan yang dibutuh-

kan. “Bagus kok, rancangan bangunanannya itu. Jumlah gedungnya mencapai 7 gedung,” jelas Muhartono sambil menunjukkan proposal pengajuan pembangunan RSPTN. “RSPTN ini rencananya bukan hanya sebagai tempat pelayanan, namun kita akan menghasilkan mahasiswa yang professional,” ungkap Muhartono. RSPTN rencananya akan dilengkapi ruang peneltian, laboratorium, perpustakaan, tempat diskusi, masjid dan ruang jaga. RSPTN dinilai sangat penting sebagai sarana untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa Fak. Kedokteran. “RSPTN harus segera terealisasi. Dengan adanya RSPTN untuk pengelolaan Coass akan lebih mudah terkontrol,” terang Muhartono. Karena sampai saat ini, untuk melakukan Coass (Coaching Assitent), sebanyak 250 mahasiswa angkatan 2012 ditempatkan di beberapa rumah sakit yang sudah mendapatkan SK Kemendagri seperti, Rumah Sakit Abdoel Moeloek (RSP Utama), Rumah Sakit Ahmad Yani (RSP Satelit), Rumah Sakit Dadi Tjokrodipo (RSP Satelit) dan Rumah Sakit Bhayangkara (RSP Afiliasi). M. Izzuddin Adha (Kedokteran ’14) selaku Gubernur BEM FK Unila mengaku, beberapa waktu lalu diadakan diskusi publik yang diselenggarakan oleh pihak rektorat tentang perencanaan pembangunan RSPTN. Diskusi itu juga dihadiri perwakilan BEM FK beserta mahasiswa yang ingin melaksanakan Coass. “Saya berharap, apa yang direncanakan bisa segera direalisasikan, karena tugas mahasiswa juga sebagai pengontrol,” tutur Zudin mengakhiri =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

5


Kampus Ikam

Mahasiswa yang akan keluar dari kawasan FKIP sedang memencet tombol untuk membuka portal otomatis. Portal ini terpasang di jalan masuk dan jalan keluar, serta dua portal lagi terdapat di depan Dekanat untuk pengamanan parkir dosen serta pejabat FKIP, selasa (01/11). Foto Arif Sabarudin

BEM-U Gelar Festival Budaya

Oleh Silviana

Unila Tek: Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) mengadakan Festival Budaya di LapanganBelakang Rektorat Unila, 22-26 November. Acara bertema “Cintai Budaya Lestarikan dengan Karya” ini, dibuka oleh Herman HN (Walikota Bandarlampung) dan Hasriadi Mat Akin (Rektor Unila). Berbagai kegiatan digelar dalam acara ini, diantaranya bazar, pameran budaya, karnaval budaya, Lampung mencari bakat, lomba inovasi produk kreatif, lomba videogram, lomba esai nasional, kuliah umum, serta malam seni budaya. Menteri koordinator eksternal BEM U,

Khoirul Anwar mengungkapkan kurangnya pemahaman bahasa daerah lampung menjadi dasar diadakannya kegiatan tersebut. “Sebenernya kita mau lebih fokus ke budaya lampungnya, tapi karena sudah sampai deadline teman-teman dari lampung sendiri agak susah diajak, dan ini menjadi kendala juga bagi panitia, jadi kita rubah menjadi budaya nusantara,” terang mahasiswa FMIPA Kimia 2012 itu. Hanura Yuliaputry (Pend. Bahasa Indonesia’16) mengaku senang dengan adanya festival budaya ini, menurutnya acara ini merupakan acara yang bergengsi, tetapi dia juga menyayangkan karena acara ini lebih

menonjolkan budaya jepang dibandingkan budaya daerah sendiri. “Acaranya seru, asik dan nggak ecek-ecek, tapi sayangnya kenapa malah kebudayaan jepang yang menjadi sorotan utama. Sebenernya sih lebih bagus lagi kalau ada satu stand yang kusus mengeksplor budaya lampung,” katanya. Salah satu peserta lomba aransemen musik tradisional, Adzan, dari SMAN 10 Bandar lampung merasa bangga dengan adanya acara ini, terlebih ia bisa membawa nama sekolahnya dalam perlombaan. “Acaranya bagus juga dapat menambah pengalaman juga. Semoga acara ini terus berlanjut ke depannya,” harapnya =

Persiapkan Diri Masuki Dunia Kerja

Oleh Andi Saputra

FEB-Tek : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM FEB) Unila menggelar workshop bertema “Terwujudnya Mahasiswa FEB Unila yang Berkompeten dan Berdaya Saing Guna Menghadapi Dunia Kerja” di Gedung A101 FEB, Rabu (5/11). Workshop tersebut menghadirkan Dr. Ayi Ahadiat (Dosen Manajemen FEB), Mayasari (Dosen FKIP) dan Moch Jonan Pratama (Kepala Divisi Pembinaan Konsultasi Karir) sebagai pemateri. Ayi Ahadiat menuturkan bahwa Indonesia mengalami penurunan kualitas persaingan. Dibuktikan dengan peringkat Indonesia yang berada di posisi 37 dari 150 negara. Dia memperkirakan di tahun 2020, Indonesia akan mengalami defisit pekerja

6

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

kelas menengah. “Indonesia harus bangkit!. Terutama mahasiswa, harus lebih aktif dan gencar meningkatkan softskil. Mahasiswa Unila harus mempersiapkan diri untuk bersaing di masa depan,” ujarnya. Berbeda dengan materi sebelumnya, Mayasari dengan materinya “Career Planing Steps” menjelaskan cara mengeksplor kemampuan diri. “Pengalaman, pengetahuan, dan eksplorasi diri adalah kuncinya,” tutur Mayasari. Mengunjungi situs-situs online seperti Center For Career and Enterpreneurship Development (CCED), Online Career Explore, dan Investigate Career Alternative ataupun berkonsultasi dengan ahlinya menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan. Beberapa pakem-pakem dalam membuat

Curriculum Vitae (CV) turut disampaikan Moch Jonan Pratama. Menurutnya CV haruslah ditulis dengan sebenar-benarnya, tidak dilebih-lebihkan. “Gak usah show off, dan gak usah sok nyantumin gelar,” terang Jonan. Nur Wulan Safitri (D3 Akuntansi ’13) sebagai peserta mengaku, materi yang disampaikan sangat membangun. “Ternyata interview kerja itu tidak semenakutkan seperti yang sering diceritakan orang-orang, bisa banyak belajar nih buat persiapan dunia kerja,” ujarnya. Ketua pelaksana, M. Derry Prasetya (Manajemen ’16) berharap, peserta tidak bingung dan canggung lagi dalam mempersiapkan diri menuju dunia kerja =


Kampus Ikam

Foto Arif Sabarudin Ratusan Mahasiswa Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan angkatan 2013 hingga 2016 mengikuti diklat bela negara, di Wira Garden, Bandarlampung, Sabtu (26/11). Diklat ini bertujuan untuk mewujudkan Generasi Bangsa yang berjiwa Nasionalisme dan Patriotisme guna Keutuhan NKRI.

Begawi Karier Untuk Tekan Pengangguran

Oleh Fahimah Andini

Unila-Tek: Event tahunan Begawi Karier kembali digelar pada 12-13 November lalu. Berpusat di GSG Unila, gelaran pesta karier terbesar di Unila ini dibagi dalam tiga kegiatan yaitu, Career Days, Scholarship Days, dan Entrepreneurship Days.

Kegiatan ‘Begawi Karier 2016’ ini menjadi salah satu upaya Center For Career and Entrepreneurship Development (CCED) Unila guna menekan angka pengangguran lulusan Unila. “Tujuannya untuk mempertemukan

pencari kerja dan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dan memberi kesempatan kepada pencari kerja baik itu mahasiswa fresh graduate, alumni Unila, dan masyaraat umum untuk mengikuti assesment psikologis atau konsultasi karier untuk mengetahui minat dan karier kerja yang baik sesuai dengan kualitasnya,” ujar Kepala UPT Pengembangan Karier dan Kewirausahaan, Dr. Ayi Ahadiat Persaingan dunia kerja semakin lama semakin sulit. Hal ini pun dirasakan Desis Kurniyati, alumni Unila Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi 2010 ini, bahkan suadah dua kali interview di PT. Sampoerna dan PT. Nestle. Pesaingnya pun ribuan orang. “Terus persiapan mengahadapi itu perlu banget yang namanya kemampuan,” ucap Desis. Tak hanya dari Unila, Dinda Larasati, alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Jurusan Akutansi 2012 pun turut hadir. “Mau menambah pengalaman kerja di perusahaan yang lebih besar, karena sebelumnya saya juga pernah bekerja di perusahaan accounting selama enam bulan. Sekarang saya tertarik untuk melamar di PT Paragon,” ungkapnya. Mafudin, perwakilan PT. CJ Cheiljedang Feed And Livestock Indonesia, memberikan dua tips jika hendak melamar di perusahaan besar dan multinasional. Pertama, bertanya kepada diri sendiri, apa motivasi utama untuk kerja?. Harus benar-benar niat dulu. Kedua, mempunyai jiwa kerja keras, dapat mampu bekerjasama dengan tim dan siap ditempatkan di mana pun dan dalam kondisi apapun. Menurutnya jika sasarannya adalah perusahaan besar dan multinasional, mental untuk kerja di mana saja haruslah dimiliki =

Harapan di Usia 14 Tahun Oleh Ardah Mahadasari

FK-Tek: Fakultas Kedokteran (FK) Unila sudah berusia 14 tahun, sebagai fakultas termuda di Unila harapan untuk membangun FK menjadi lebih baik pun banyak diutarakan. Seperti ditemui saat acara tabligh akbar, Sabtu (5/11), dekan FK, dr. Muhartono mengungkapkan FK menginginkan adanya program studi pendidikan dokter spesialis, program S2 sains geomedic dan kesehatan masyarakat, serta program S3. Kepercayaan diri ingin membuka beberapa program tersebut, lantaran FK Unila telah masuk ke dalam jajaran elite FK se-Indonesia. FK Unila juga berada pada urutan ke 10 dari 12 FK Perguruan Tinggi Negeri yang telah mendapatkan akreditasi A. Akreditasi A FK Unila tersebut, diper-

oleh dari mahasiswa yang mengikuti ujian kompetensi mahasiswa program profesi dokter, “FK saat ini sedang mencanangkan empat usulan yaitu obgyn (obstetri ginekologi/kandungan), penyakit dalam, paru, dan dokter layanan primer. Kami juga sedang mengusulkan adanya penambahan gedung baru,” tambah dekan FK itu. Berbagai kegiatan digelar untuk mengisi perayaan sejak 21 Oktober-29 November ini, diantaranya futsal, tabligh akbar, basofil, basket, medical’s family day out, med and move, medical expo internal dan umum, bulu tangkis, medical gathering, medullary on air, dan talk show kontroversi vaksin oleh dr. Piprim Basarah Yanuarso. Selaku ketua pelaksana, dr. Aditya Wi-

bowo berharap dengan bertambahnya usia, kedepannya FK semakin banyak meraih prestasi, semakin banyak mengadakan kegiatan, dan semakin banyak program studi yang berada di bawah fakultas kedokteran. Sebagai mahasiswa kedokteran, Annisa Putri Perdani, masih menanti kelanjutan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) yang sempat mandek beberapa tahun ini. “Selama ini RSP kami di RS Abdul Moeloek, RS Metro dan Rumah Sakit Jiwa. Akses ke sana itu ‘kan jauh. Belum lagi kalau kita butuh beberapa referensi yang harus bolak-balik ke kampus nyari buku, itu cukup memakan waktu yang lama. Kalau RSP di sini (red. Unila) ‘kan lebih memudahkan kita,” harap mahasiswa amgkatan 2015 itu =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

7


Inovasi

DRONE

UNTUK EFISIENSI PUPUK PERKEBUNAN Oleh Riska Martina Foto-Foto Arif Sabarudin

S

elama ini penggunaan pupuk di lahan perkebunan masih tidak sesuai dengan porsinya. Setiap lahan diberikan pupuk dengan porsi yang sama tanpa melihat perbedaan kebutuhan pupuk masing-masing lahan. Pemberian pupuk yang tak merata inilah yang kemudian memberikan perbedaan hasil pertanian meski sudah menggunakan bibit, waktu tanam, dan sistem pengairan yang sama. Selain perbedaan hasil panen, penggunaan pupuk yang tidak sesuai pun membuat cost (biaya) pupuk meningkat. Hal tersebutlah yang mendasari Mona Arif Muda Batubara menciptakan alat automasi yang dapat memetakan lahan menjadi tiga bagian, lahan subur, kurang subur dan tidak subur. Alat automasi ini berwujud robot terbang atau biasa disebut drone. Dengan adanya drone ini, pupuk akan diaplikasikan ke lahan pertanian sesuai hasil pemetaan. Drone yang dibuat Mona bersama timnya (20 mahasiswa dan 8 dosen Teknik Elektro) ini dikenal sebagai precision agriculture, yaitu sebuah teknik mengelola pertanian dengan mengutamakan presisi atau ketepatan. Pemetaan pada lahan perkebunan menjadi lahan subur, kurang

8

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

subur dan sangat tidak subur didasarkan pada jumlah zat hijau daun (klorofil) yang terdapat pada daun tanaman yang didapat dengan sensor multispektral (penangkap data gambar pada frekuensi tertentu di seluruh spektrum elektromagnetik) pada drone. Komponen yang dibutuhkan untuk membuat drone ini seperti sterofoam yang berfungsi sebagai bahan utama bodi pesawat (bagian sayap, badan, dan juga ekor), motor servo (perangkat putar dengan sistem kontrol umpan balik loop tertutup) yang berfungsi sebagai penggerak mekanik pesawat. Autopilot (otak drone) sebagai penentu ketinggian, arah, juga perintah menggerakkan motor servo dan dinamo saat pesawat diterbangkan. Yang tak kalah penting adalah sensor multispektral, sensor inilah yang dapat mendeteksi jumlah klorofil pada daun. Pembuatan drone diawali dengan membuat tubuh pesawat (air frame) yang terdiri dari sayap, badan dan ekor pesawat. Sterofoam dibentuk menjadi sayap dengan hot bayer yang menerapkan prinsip bernouli dan selanjutnya diletakkan di atas triplek. Cara yang sama juga digunakan untuk membuat badan dan ekor pesawat. Bedanya pada bagian ekor dipasang motor atau

dinamo yang dilengkapi baling- baling. Tahap kedua membuat sistem mekanik yang merupakan sistem penggerak pesawat. Motor servo dipasang dibagian belakang sayap, sedangkan dinamo dipasang pada bagian ekor serta baling-balingnya. Tahap ketiga, memasang sistem elektronik (autopilot) dalam badan pesawat. Setelah semua terangkai, drone dihubungkan dengan sistem komunikasi berupa laptop atau komputer melalui gelombang radio telemetrik. Pada jaringan laptop atau komputer dipasang transmiter resistor sebagai penerima gelombang. Sedangkan pada drone dipasang Gron Control System (GCS) untuk mengirimkan hasil pemetaan dalam bentuk video. Cara kerja drone ini diawali dari pemetaan lahan perkebunan dengan memanfaatkan sensor multispektral. Kamera sensor multispektral akan menerima sinyal dari klorofil daun. Daun yang memiliki jumlah klorofil lebih banyak akan memancarkan sinar inframerah lebih banyak dari pada daun yang mempunyai klorofil lebih sedikit. Setelah mendapatkan indeks klorofil, sensor ini juga mampu mengukur tingkat kekritingan daun dari udara. Dari hasil pemetaan, didapatlah kelompok tanaman yang subur, kurang subur, dan sangat ti-


Inovasi

dak subur. Dengan pemetaan ini pemilik perkebunan akan dapat mengaplikasikan pupuk sesuai kebutuhan tanaman. Pembutan drone ini dilakukan selama satu bulan dan menghabiskan dana sebesar 20 juta rupiah. Budget yang pantas, mengingat komponen yang digunakan memiliki harga yang cukup mahal. Dengan dana sebesar itu, Mona sadar bahwa

dirinya tak bisa bergantung dengan dana kemahasiswaan saja, Arif bersama mahasiswa bimbingannya pun mengumpulkan dana dengan mengisi pelatihan-pelatihan dan juga menerima pemesanan beberapa alat. Selain dana, sumber daya manusia juga menjadi kendala yang harus dihadapi. Hal ini dikarenakan masa studi mahasiswa

yang membuat anggota tim tidak tetap. Perguliran tim terjadi tiap tahun dan dikelompokan menjadi kelompok junior (anggkatan 2015), tim bertanding (angkatan 2014) dan tim senior 2013. Meski sempat mengalami kendala dalam prosesnya, Mona berharap temuannya ini dapat diproduksi secara massal dan dapat dimanfaatkan oleh industri pertanian indonesia. Meskipun untuk saat ini belum siap melayani produksi masal, beberapa strategi yang dirancang untuk mewujudkan harapannya yaitu dengan melakukan investasi beberapa peralatan, memiliki market sendiri, dan akan bekerja sama dengan perusahaan perkebunan di Indonesia pada tahun 2017. Meski masih ada kekurangan karena teknologinya yang masih terbilang baru, drone ini sudah diikutsertakan dalam Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) tahun 2013 di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan berhasil mendapatkan juara umum. Tahun ini Unila dipercaya sebagai tuan rumah KRTI, Mona mengaku bangga dan akan terus memberikan yang terbaik. “Semoga apa yang dipelajari bisa bermanfaat untuk orang lain dan masyarakat luas bisa juga memanfaatkan apa yang kita miliki di sini,� ujar Mona.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

9


Inovasi

MESIN PEMILAH KOPI

JAGA KUALITAS DAN CITA RASA KOPI LAMPUNG Oleh Riska Martina

Pengolahan kopi di Lampung Barat masih diproses secara tradisional. Salah satunya, proses sangrai pada kopi yang bahkan terkesan asal. Hanya berdasarkan intuisi pembuat dan warna kopi saat disangrai. Yanuar dan dua mahasiswanya berhasil membuat mesin pemilah kopi untuk menjaga kualitas dan cita rasa kopi.

K

omoditas kopi sudah jadi salah satu produk pertanian andalan di Lampung. Kuali­ tasnya juga sudah diakui masyarakat dalam dan luar negeri. Salah satu sentra penghasil kopi di Lampung terdapat di Kabupaten Lampung Barat. Namun, berdasarkan hasil penelitian dan pengabdian salah satu dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Unila, Yanuar Burhanuddin di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat,

10

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

diketahui bahwa masih banyak industri kopi rakyat di sana yang usahanya masih dilakukan secara manual. Salah satunya tahap pengendalian kualitas kopi yang hanya dilakukan berdasarkan selera manusia semata. Melihat kondisi tersebut, akhirnya tercetuslah ide untuk membuat sebuah terobosan baru dalam bidang pengolahan kopi. Yanuar merancang sebuah mesin automasi (teknologi menggunakan me­ sin, elektronik dan sistem komputer un-

tuk mengoperasikan dan mengendalikan proses produksi, red) yang dapat memilah kopi. Melalui mesin automasi ini, kopi yang telah disangrai dapat dikelompokkan menjadi kopi matang dan tidak matang, berdasarkan suhu dan warna kopinya. Hal itu mudah diketahui karena kopi yang telah disangrai akan dideteksi oleh kamera termografi atau termocam yang terdapat pada mesin ini. Kopi yang masuk kategori matang sempurna akan menghasilkan warna kuning atau merah. Se-


Foto-Foto Arif Sabarudin

Inovasi dangkan jika kopi masih mentah, mesin ini akan memperlihatkan warna biru atau hijau. Dengan adanya mesin pemilah kopi ini, cita rasa kopi yang dihasilkan akan te­ rus konstan dari hari ke hari karena kualitasnya terjaga. Butuh satu tahun lamanya untuk menyelesaikan alat ini. Adalah dua mahasiswanya di Jurusan Teknik Mesin, yaitu Salfa Ade Nungraha dan Mas Agus Imron (Teknik Mesin’10) yang membuat alat ini di bawah bimbingan Yanuar. Pembuatan mesin pemilah kopi ini membutuhkan dana sebesar Rp 8 juta. Dana tersebut bukanlah berasal dari fakultas maupun bantuan Unila, melainkan dana pribadi Yanuar yang berasal dari sisa dana pengabdiannya dulu. “Memang tak ada dukung­ an dana dari Unila, tapi saya berharap Unila mendukung untuk dipatenkan,” harapnya. Ditambah sedikit dana dari rekannya, akhirnya dibelilah komponen-komponen yang diperlukan untuk pembuatan mesin ini. Komponen yang dibutuhkan seperti kamera termografi atau termocam untuk memantau temperatur dan warna kopi, konveyor atau sabuk untuk membantu menggerakkan nampan saat kopi sudah dideteksi, besi untuk membuat kerangka mesin, rantai, motor servo sebagai penggerak mesin pemilah kopi, gir dan rol. Sebelum membuat mesin, terlebih dahulu dilakukan perancangan dan pemodelan mesin pemilah kopi. Setelah dibuat, langkah selanjutnya dalam proses pengerjaan mesin. Ada dua tahapan, yaitu perancang­ an konveyor sabuk dan perancangan automasi. Perancangan konveyor sabuk terdiri dari tiga tahapan, yaitu merealisasikan konsep (embodiment design) keterbuatan (manufacturability) dan desain rinci atau membuat model alat menggunakan aplikasi solidwork yang pada komputer. Selanjutnya, perancangan automasi dilakukan menggunakan mikrokontroler arduino uno atau komputer berskala kecil yang

berfungsi untuk mengatur kecepatan, suhu gerak dan sensor warna. Cara mengoprasikan mesin ini mudah saja, kopi yang akan diolah harus disangrai terlebih dahulu di dalam rotaridram yang berputar dan dihubungkan dengan aduptor. Kapasitasnya mencapai 422 kilogram per jam. Mesin kemudian bisa dihidupkan dengan menekan tombol merah pada mesin dan mengatur program diinginkan. Kemudian kopi yang telah disangrai tadi dimasukan ke wadah nampan yang ada pada mesin pemilah kopi. Setelah kopi dimasukkan ke nampan, wadah akan berhenti pada kamera sensor warna dan temperatur. Komputer akan memberi perintah untuk memisahkan kopi yang matang, kurang matang dan tidak matang berdasarkan warna dan temperatur yang dihasilkan kamera sensor dan kontak. Warna merah atau kuning menunjukkan kopi matang sempurna dan warna hijau atau biru menunjukkan kopi yang kurang matang atau masih mentah. Suhu optimum untuk kopi yang sudah matang

berdasarkan percobaan mahasiswa teknik ini, yaitu antara suhu 2090C samapai suhu 2110C dengan intensitas warna merah (48-49), hijau (68-69) dan biru (56-57). Dari semua proses, kendala yang dihadapi adalah membuat sistem pengambilan citra suhu untuk menunjukan persentasi kualitas kopi, karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Mesin pemilah kopi ini belum memiliki nama paten, menurut Yanuar, mesin ini masih dalam tahap riset, “Jadi belum diberi nama,” terangnya. Dalam waktu dekat, mesin pemilah kopi tersebut akan diberikan kepada masya­ rakat. “Baru satu calon penerima, itu UKM, tapi harus dimodifikasi dulu, karena ini maih skala Lab.,” akunya. Menggunakan komponen dengan harga yang cukup mahal, akan jadi nilai tambah jika mesin tersebut dapat digunkan masyarakat luas. Dengan adanya mesin ini Yanuar berharap dapat diproduksi secara massal dan bisa membuat alat yang komersil. “Serta tidak hanya sebatas skala laboratorium,” ujarnya mengakhiri.=

ngekhibas = Hanya ada satu dokter bedah di Lampung, Harus antri dong ?!?!?

= Penyu tak punya tempat bertelur? Kalau punah siapa yang mau disalahkan ?

= Tagih janji transparansi malah dilempar sana-sini Jangan PHP dong pak..., capek!!!

= RSP akan dibangun tahun 2017? Yah liat saja..., tinggal satu bulan lagi

= Konflik SMKN 9 atau SMPN 32 ? Yah..., sekolah aja jadi rebutan, kurang aset?

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

11


Kesehatan

LAMPUNG

DEFISIT AHLI KANKER, Dinkes Fokus ke Pencegahan Oleh Yola Septika

J

umlah dokter bedah tumor dan kanker (onkologis) di Indonesia, termasuk Lampung masih sangat kurang. Dalam situs Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) atau The Indonesian Society of Surgical Oncology, tercatat ada 155 ahli bedah kanker di Indonesia. Kesemuanya menyebar di 26 provinsi di Indonesia, penyebaran terbanyak berada di Ibu Kota Jakarta dengan jumlah dokter onkologis sebanyak 37 orang atau sekitar 23.8 persen. Disusul Bandung dan Denpasar yang memiliki 14 dokter ahli kanker. dr. Bintang Abdi Siregar menjadi satu-satunya dokter bedah kanker di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. A ­bdul Moeloek Lampung. Akibat minimnya jumlah dokter bedah onkologi tersebut, dalam sehari ia dapat menangani tindakan bedah sedikitnya lima orang pasien, de­ngan perhitungan lama operasi satu sampai lima jam per pasien, tergantung stadium. Dalam sebulan, dr. Bintang bahkan dapat menangani 50 – 100 pasien. Tindakan bedah tersebut belum termasuk jadwal poliklinik atau konsultasi yang ia lakukan bergantian hari. Melihat hal tersebut sudah sepatutnya ada penambahan jumlah dokter onkologi. Hal ini akan memengaruhi pelayanan dan kenyamanan pasien. “Jika ingin pelayanannya baik, butuh empat sampai lima orang dokter,” ungkapnya. Jumlah dokter, menurut dr. Bintang, jadi salah satu faktor

12

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

utama selain alat penunjang medis dalam menentukan tingkat kenyamanan pasien. Dengan jumlah dokter yang memadai, pelayanan akan lebih efektif dan efisien. Kenyamanan pasien juga mencakup persoalan biaya yang harus dikeluarkan selama pengobatan. ­Kanker merupakan penyakit berbahaya yang penanganannya membutuhkan biaya yang tak sedikit. Biaya yang harus dikeluarkan pasien meliputi sewa kamar bedah, listrik, obat-obatan dan bahan habis pakai selama operasi hingga pasca ope­ rasi. Hal ini baru dapat ditekan hanya jika pengobatan dilakukan di Lampung. Tapi kenyataannya, terbatasnya jumlah onko­ logis yang ada membuat banyak penderita kanker kemudian memilih berobat ke luar Lampung, seperti Jakarta. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk meningkatkan jumlah onkologis, memang banyak hal yang harus dipersiapkan pemerintah. Menurut dr. Bintang untuk mencapai gelar dokter spesialis kanker bedah, diperlukan dana dan waktu yang tak sedikit. Namun, hal tersebut seharusnya tidak menjadikan pemerintah pesimis untuk memberantas angka kematian akibat kanker yang cukup tinggi di Indo-

nesia. Hal ini ber­ alasan, menurutnya, ketika sebuah provinsi telah mumpuni dalam spesialis penyakit yang membutuhkan keahlian bedah dalam penyembuhannya, provinsi tersebut bisa jadi cerminan bahwa pemerintah daerahnya serius memberantas penyakit. Menurut dr. Bintang, selain jam kerja yang tinggi, perhatian pemerintah akan insentif tenaga kesehatan dirasa perlu diperhatikan. Melihat APBN untuk dana kesehatan dan pendidikan ahli onkologi termasuk minim. Dr. Bintang mengatakan untuk biaya pendidikan kedokter-


an bedah sampai onkologi sangat jarang yang memberi beasiswa. Selain itu, dibutuhan waktu yang lama untuk menempuh pendidikan onkologis. Ditambah tidak meratanya penyebaran tenaga medis di setiap provinsi, termasuk Lampung. Menurutnya saat ini bahkan ada beberapa provinsi yang belum memiliki onkologis. Selain itu, beberapa fasilitas juga dibutuhkan demi menunjang pengobatan. Pasca operasi, pasien kanker melakukan pemulihan melalui kemoterapi dan atau radiasi. Menurutnya lagi, radioterapi adalah alat yang dibutuhkan untuk pengobatan di Lampung. Jika alat dan fasilitas ini ada, akan sangat menghemat berbagai lini, khususnya pasien tidak perlu ke Jakarta. Penataan tenaga kesehatan yang lebih serius dan memberikan insentif yang cukup. Tergantung pemerintah daerah. Menurut dr. Bintang, insentif perbulan yang diterima petugas kesehatan lebih kecil dari petugas pajak. Bahkan petugas BPJS lebih besar dari dokter pegawai negeri sipil.

Ketika ditemui di ruang kerjanya pada Jumat (28/10), Humas Dinkes Provinsi Lampung dr. Asih Hendrastuti mengatakan merujuk pada Menteri Kesehatan, Prof. dr. Nila Djuwita F. Moeloek fokus dinkes saat ini pada penyakit menular karena tingkat penderita dan urgensinya yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit tidak menular seperti kanker serviks. Selain itu, ketimbang pada proses pengobatan, dikes gencar pada pencegahan. Hal tersebut menurut dr. Asih, yang pa­ ling dibutuhkan karena pencegahan sejak dini lebih baik ketimbang pengobatan. pembiayaan untuk seorang dokter umum hingga mendapat gelar onkologis tidaklah murah. Menurut dr. Asih dana tersebut lebih baik dialokasikan untuk sosilisasi pola hidup sehat sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit kanker dan mengadakan alat deteksi kanker sejak dini. “Jika yang ditanya dari sudut pandang seorang dokter bedah, tentulah berbeda dengan kami yang birokrat. Fokus kami tentu

­lebih ke pencegahan,” tutur­ nya. Menurut dr. Asih, dari total 290 Puskesmas yang ada di Lampung, 80% atau sebanyak 232 Puskesmas sudah memiliki alat deteksi dini kanker serviks. Ia mengatakan fokus terhadap pencegahan serviks sendiri berlatar belakang angka penderita kanker serviks yang cukup tinggi. “Serviks jadi prioritas yang cukup dipikirkan Dinkes dalam hal pencegahan hingga pengobatan,” katanya. Menurutnya hal tersebut sejalan dengan arahan menteri kesehatan yang memprio­ritaskan serviks dan penyakit menular se­perti Tuberkulosis (TBC) yang harus diatasi sedini mungkin. Melihat negara lain seperti Amerika yang telah memiliki alat deteksi dini kanker serviks akibat tingginya penderita kanker serviks di negara Paman Sam tersebut. Bahkan, di Amerika sudah sampai pemberian imunisasi kanker serviks. Di Indonesia memang belum tersedia imunisasi kan­ ker serviks. Dr. Asih berujar, setiap negara memiliki prioritas masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan negaranya. “Indonesia lebih banyak penyakit menular seperti TBC karena negara berkembang,” tuturnya.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

Infografis Kalista Setiawan

Kesehatan

13


Komitmen

SUARA yang SIA-SIA

P

ermasalahan UKT masih menjadi bayang-bayang Perguruan Tinggi Negeri (PTN), tak terkecuali Universitas Lampung. Surat Dirjen Pendidikan Tinggi nomor 97/E/KU/2013 tentang UKT, berisi titah untuk dilaksanakannya sistem UKT dan peniadaan uang pangkal mulai dari tahun akademik 2013/2014. Titah yang tak bisa ditolak Unila ini membawa protes mahasiswa dari tahun ke tahun. Empat tahun diterapkan, aksi tolak UKT pun tak berkesudahan. Bak agenda tahunan, mahasiswa acap turun ke jalan beramai-ramai meminta penghapusan UKT dan SPI di Unila. Sederhana, alasannya hanya menolak adanya komersialisasi pendidikan. Seperti yang terjadi pada 10 November 2014 lalu, mahasiswa melakukan aksi tolak UKT di depan gedung rektorat Unila. Kala itu, ratusan mahasiswa dengan berbagai atribut bertuliskan “Tolak UKT” memenuhi halaman depan gedung rektorat Unila. Aksi ini yang diklaim sebagai aksi terbesar di Unila. Mereka menuntut diturunkannya nominal UKT dan perbaikan sistem penggolongan UKT. Lagi-lagi aksi hanya sebatas tuntutan tak bersolusi. Pergantian rektor belum mampu menghentikan karut-marut UKT. Mahasiswa kembali turun ke jalan menuntut transparansi BKT, UKT, BOPTN dan SPI kepada pejabat kampus, Jumat 28 Okteber lalu. Sudah sedari pagi mereka berkeliling Unila, hingga berhenti di depan gedung rektorat. Mereka yang menamakan diri Aliansi Lentera Pendidikan ini bersikukuh akan bertahan di depan gedung rektorat hingga tuntutan mereka diberikan. Transparansi UKT dan SPI yang diminta hanya menghasilkan sebuah buku yang berisi Laporan Akuntabilitas Ki­ nerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun

14

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

2015. Tanpa diperiksa terlebih dahulu, mahasiswa sudah kegirangan. Mereka lupa LAKIP hanya sebuah wujud pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah atas rencana strategis dan rencana tahunan yang telah disusun dan dijalankan. Tak ada rincian transparansi UKT dan SPI di dalamnya. Pejabat rektorat terus coba meredam suara mahasiswa dengan janji memberikan data transparansi 4 hari setelah aksi. Saat hari yang dijanjikan tiba, Gubernur BEM dari empat fakultas yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Fakultas Hukum itu menyambangi ruang kerja WR Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, tetapi mereka harus menelan pil pahit, karena Prof. M. Kamal menolak untuk bertemu. Mereka ditolak, alasannya klasik saja, karena tak membuat janji bertemu dengan mahasiswa mengenai transparansi. Mereka akhirnya dioper ke WR Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Karomani. Di luar dugaan, Prof. Karomani mengaku tak tahu apa-apa. Dia tak memiliki data yang dimaksud dan kembali memerintahkan mahasiswa untuk meminta langsung ke bagian keuangan. Kecewa tergambar jelas di wajah para gubernur BEM itu. Kenyataan memang tak semanis janji yang diberikan. Mahasiswa rupanya hanya ditakuti saat aksi beramai-ramai. Terbukti, empat orang gubernur BEM F malah dilempar ke sana ke sini saat menagih janji data transparansi. Padahal di depan puluhan massa, pejabat rektorat sudah berjanji. Bahkan rektor pun ikut menegaskan Unila pasti transparan kepada yang membutuhkan, meski tak harus telanjang. Tetapi kenya­taannya tak begitu, data yang dijanjikan pun fiktif. Aliansi Lentera Pendidikan akhirnya tak mampu berbuat banyak. Sampai saat ini, transparansi UKT, BKT, BOPTN, dan SPI yang mereka minta tak juga di tangan. Mereka melakukan aksi dan hasilnya terasa sia-sia. Nyatanya birokrat sangat sulit ditembus. Terlalu kaku bagi mahasiswa yang hanya ingin sekadar diskusi bersama pejabatnya. Apalagi hendak meminta data transparansi keuangan. Ketika mahasiswa satu suara menolak UKT. Beberapa pimpinan fakultas malah

tak setuju dengan tuntutan untuk meng­ ubah sistem UKT menjadi sistem SPP. Beberapa pejabat merasa sistem UKT masih sangat relevan untuk mahasiswa Unila. Subsidi silang ini dirasa tepat untuk menopang mahasiswa yang kesulitan ekonomi tetapi ingin menempuh pendidikan di Unila. Benar adanya, pendidikan bisa dibilang investasi masa depan seseorang. Tetapi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dari tahun ke tahun yang dirasa semakin naik menjadi beban bagi mahasiswa. Penambahan penggolongan UKT pun dilakukan hingga mencapai delapan golo­ ngan. Ketika dikonfirmasi, inflasi menjadi alasan mencari pembenaran. Masih de­ ngan alasan Unila hanya menerima titah dari kementerian. Penggolongan yang bertujuan meringankan malah berujung peningkatan beban keuangan mahasiswa. Dengan bertambahnya golongan, Unila berdalih ingin menekan jarak dari setiap golongan. Sesuai dengan prinsip perumusan UKT, akumulasi biaya pendidikan yang harus dibayar oleh masing-masing mahasiswa seharusnya lebih murah daripada akumulasi biaya yang berlaku pada sistem penggunaan Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA). Penentuan komponen BKT sejak awal merupakan kebijakan Kemenristekdikti. Beberapa hal yang ternyata memengaruhi besaran UKT yaitu akreditasi universitas dan program studi serta tingkat kemahalan wilayah masing-masing. Beban UKT mahasiswa dapat diringankan de­ ngan mengalokasikan dana yang diberikan pemerintah pusat dalam bentuk BOPTN. Semakin tinggi BOPTN yang diterima dan dikelola, diduga UKT mahasiswa dapat diturunkan. Unila memang tidak akan pernah bisa menghapus sistem UKT. Namun Unila masih bisa memilih jalan lain untuk membantu meringankan biaya kuliah. Menurut Sariman, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mene­ rima pemasukan Unila lewat kerjasama luar maupun dalam negeri. Pejabat rektorat harus peka terhadap gerakan sekecil apapun dari mahasiswa. Jika mereka tak paham akan sesuatu, sudah jadi kewajiban pejabat rektorat untuk membuatnya sederhana dan mudah dimengerti. Mulai dari tak melanggar janji agar setiap aksi tak sia-sia.=


Laporan Utama

ketika

AKSI DIBAYAR JANJI Oleh Rika Andriani Foto-Foto Retnoningayu J.U

P

anas terik matahari tak menghalangi semangat ratusan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian (FP), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), serta Fakultas Hukum (FH) untuk melakukan aksi keli­ ling Unila hingga berhenti di depan Gedung Rektorat Unila, Jumat 28 Oktober lalu. Aliansi Lentera Pendidikan, begitulah mereka disebut. Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas ini, melakukan aksi seraya membawa replika keranda mayat dari bambu yang dilapisi karton putih bertuliskan “Almarhum Pendidikan”. Tuntutan pun beragam, mulai dari menghapuskan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengem­ bangan Institusi (SPI) di Unila, menuntut rektor membuat tim khusus untuk merekomendasikan kepada Kemenristekdikti agar sistem UKT dikembalikan ke SPP, meminta transparansi dan akuntabilitas UKT, Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan SPI dari tahun 2013

sampai 2016 hingga pukul 18.00 WIB, dan meminta Unila untuk menerapkan e-governance dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Massa yang berasal dari empat fakultas yang ada di Unila ini, bertekad tidak akan meninggalkan gedung rektorat sampai tuntutan terpenuhi. Beberapa petugas ke­amanan ikut menyaksikan orasi mahasiswa. Replika keranda dibiarkan terpampang di depan pintu masuk rektorat Unila. Jargon hidup mahasiswa terus menjadi pembuka satu suara mahasiswa. Tak lama, terlihat rektor, Prof. Hasriadi Mat Akin beserta Prof. Bujang Rahman (WR Bidang Akademik), Prof. M. Kamal (WR Bidang Administrasi Umum dan Keuangan), Prof. Karomani (WR Bidang Kemahasiswaan dan Alumni), dan Prof. Mahatma Kufepaksi (WR Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi) menyambut aksi mahasiswa siang itu. Satu persatu gubernur BEM fakultas naik ke mobil petugas keamanan untuk orasi dan membacakan tuntutan. Senyum simpul sesekali tergambar di wajah para petinggi kampus Unila. “…Ada payung hukum atau kesempatan

dari kemenristekdikti untuk melakukan sumbangan pengembangan institusi 2030 persen dari total yang ada. Dan di dalam SPI tidak ada paksaan…,” “Bohong!!!” serempak peserta aksi memotong pernyataan Prof. M. Kamal. Peserta aksi merasa tak puas dan tak percaya dengan pernyataan klasik pejabat-pejabat rektorat. Hari makin siang, bertepatan dengan waktu salat jumat, akhirnya rektor dan wakil-wakilnya angkat kaki dari kerumunan aksi untuk salat. Peserta aksi tak bergeming. Bahkan ketika suara azan salat jumat berkumandang. Puluhan mahasiswa lebih memilih untuk salat jumat di depan gedung rektorat dengan beralas spanduk dan almamater. Peserta aksi itu sudah bulat dengan suaranya, akan tetap bertahan hingga transparansi BKT, UKT, BOPTN dan SPI dari tahun 2013-2016 diberikan. Mahasiswa terus mendesak, lagu-lagu penebar sema­ ngat terus dinyanyikan. Hari makin sore, tapi tak juga nampak rektor dan wakilnya melenggang keluar. Kesal, mereka ingin merangsek masuk ke dalam gedung dan mencari rektor. Situasi agak tak terkendali, hingga Prof. Karomani datang bersa-

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

15


Laporan Utama

ma Prof. Bujang Rahman, Prof. Mahatma Kufepaksi, dan Prof. M. Kamal menemui kerumunan mahasiswa yang sudah berdiri di lobi gedung rektorat. Beberapa perwakilan mahasiswa diajak berdialog bersama petinggi rektorat itu. Seketika, ruang tunggu di lobi jadi ramai, menarik perhatian beberapa pegawai rektorat dan awak media lokal. Bergantian, gubernur BEM dan beberapa perwakilan mengemukakan tuntutannya. Sebagai mahasiswa yang ikut memperjuangkan penghapusan sistem UKT, Yoga Pratama, Gubernur BEM FP ini mengaku heran, jumlah mahasiswa yang mengajukan banding UKT setiap tahun betambah. Menurutnya ada sistem yang salah dalam menentukan besaran UKT di Unila. “Miris mendengar kronologis mahasiswa tidak bisa membayar UKT dan harus hutang sana-sini,” kata mahasiswa Agroteknologi 2012 itu. Ia berharap sistem UKT dapat dikembalikan ke sistem SPP. Seandainya pun UKT tidak dapat dihapuskan, setidaknya SPI untuk tahun 2017 ditiadakan. “Agar tidak terjadi miskomunikasi dan kecurigaan dari mahasiswa terkait kemana uang UKT dan SPI selama ini,” ­tambah­nya. Hadir pula Gubernur BEM FISIP, Juwanda, ia mengajak mahasiswa untuk ikut andil memperjuangkan hak mahasiswa dalam hal transparansi. Mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2012 ini tidak setuju de­ ngan adanya sistem penggolongan UKT. Baginya UKT menyebabkan adanya ketidaksetaraan antara mahasiswa kaya dan

16

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

miskin. Tidak adanya transparansi dana UKT dan SPI menjadi tanda tanya besar bagi mahasiswa. Menurutnya, Unila harus mengadopsi sistem e-governance. “Dengan adanya e-governance akan memudahkan mahasiswa untuk mengakses dan melihat apa yang dilakukan pejabat-pejabat rektorat,” ujarnya. Aksi ini direncanakan cukup matang. Tak ingin dicap hanya aksi sebatas ceremony belaka. Ridwan Saleh (Gubernur BEM FH) bersama rekan lainnya telah melakukan 3 kali kajian terkait UKT dan SPI dengan ketua-ketua lembaga kemahasiswaan dan 1 kali mengundang direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan dosen Hukum Tata Negara untuk berdiskusi dan meminta masukan. Tak secara tiba-tiba aksi, surat permohonan meminta data transparansi UKT dan SPI pun sudah lebih dulu diajukan kepada WR bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Prof. M. Kamal. “Tepatnya hari senin (24/10),” ujarnya. Namun demikian, ada saja alasan menolak kehadiran mahasiswa. Menemui seorang WR sangatlah sulit dirasakan mahasiswa Unila. Apalagi jika menyangkut masalah yang sensitif. Hal itu yang dirasakan ­Ridwan dan rekannya saat hendak menemui WR Bidang Administrasi Umum dan Ke­uangan. Belum lagi berhasil menemui Prof. M. Kamal, mereka ditolak mentah-mentah oleh staf WR Bidang Admi­nis­trasi Umum dan Keuangan. “Sudah. WR II banyak kegiatan,” ujar Ridwan menirukan staf itu. Masih di lobi, hampir satu jam lebih

berdialog. Pembahasan tertuju pada permasalahan UKT yang dirasa makin memberatkan mahasiswa. Perwakilan aksi yang terdiri dari beberapa gubernur dan anggota BEM F itu tertarik pada komponen yang digunakan untuk menentukan besaran UKT di Unila. WR dan perwakilan bagian keuangan berusaha menjelaskan dan ingin dimaklumi, namun peserta aksi tetap pada pendiriannya. Tak akan hengkang hingga data yang diinginkan sampai di tangan. Azan waktu azhar pun sudah menggema sedari tadi. Mahasiswa makin mendesak, mengancam akan melibatkan massa yang lebih banyak, jika tuntutan tak segera diberi kepastian. Masih ada waktu hingga pukul 18.00 WIB, namun rupanya pertahanan pejabat-pejabat rektorat kian melemah. Prof. M. Kamal akhirnya menjanjikan untuk memberikan data transparansi UKT dan SPI meski hanya di tahun 2015 saja. Sedangkan sisanya akan diberikan empat hari setelahnya, tepatnya Selasa (1/11). Peserta aksi rupanya ikut-ikut melemah pertahanannya, mereka akhirnya setuju dengan pilihan yang dilontarkan. Meski dengan syarat, pihak rektorat harus menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) lima tuntutan Aliansi Lentera Pendidikan yang ditandata­ngani oleh Prof. Karomani (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) dan ke empat Gubernur BEM fakultas dengan beberapa kesepakatan. Selang 10 menitan, setelah perwakilan mahasiswa keluar dari gedung rektorat, Prof. Karomani keluar membawa sebuah buku yang merupakan Laporan Akun­ tabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2015. Tanpa diperiksa terlebih dahulu, mahasiswa sudah kegirangan menerimanya. Padahal LAKIP merupakan wujud pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah atas rencana strategis dan rencana tahunan yang telah disusun dan dijalankan. Tak ada rincian transparan­si UKT dan SPI yang ­dimaksud. Niat tagih janji malah dilempar sana-sini UKT masih menjadi masalah klasik di dunia pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menurut Permendikbud No. 55 tahun 2013 pasal 1 ayat (3) UKT merupakan sebagian Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurangi Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), permahasiswa persemester pada program studi sesuai kemampuan ekonominya. Surat Dirjen Pendidikan Tinggi nomor 97/E/KU/2013 tentang UKT, berisi titah untuk dilaksanakannya


Laporan Utama sistem UKT dan peniadaan uang pangkal mulai dari tahun akademik 2013/2014. Titah yang tak bisa ditolak oleh PTN manapun, termasuk Unila. Belum terhapus dalam ingatan, aksi ‘teramai’ yang pernah dilakukan mahasiswa Unila. Tepat pada 10 November 2014 silam, mahasiswa melakukan Aksi Tolak UKT. Kala itu, ratusan mahasiswa dengan berbagai atribut bertuliskan “Tolak UKT” memenuhi halaman depan gedung rektorat Unila. Mereka menuntut diturunkannya nominal UKT dan adanya perbaikan sistem penggolongan UKT. Namun, aksi hanya sebatas ceremony belaka. Karut-marut UKT masih saja terjadi. Pergantian rektor tak lantas menuntaskan permasalahan ini. Tahun ini saja, mahasiswa kembali turun ke jalan menuntut transparansi UKT kepada petinggi kampus. Suara mahasiswa coba terus diredam dengan janji manis pejabat rektorat. Seperti yang terjadi pada 28 Oktober lalu. Data yang dijanjikan hendak diberikan 4 hari setelah aksi pun tak diberikan. Tepatnya pada Selasa, 1 November lalu, Gubernur BEM FH, FEB, FISIP, dan FP hendak menagih janji kepada WR Bidang Adminis­trasi Umum dan Keuangan. Sekitar pukul 13.45 WIB, mereka mene­ mui sekertaris WR Bidang Administrasi Umum dan Keuangan di depan ruang kerjanya. Tak lama, salah satu wanita sekretaris keluar dari ruang kerja Prof. M. Kamal dan mengatakan bahwa semua berkas sudah diserahkan kepada WR Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. “Maaf Mas, Bapak bilang tidak pernah membuat janji dengan mahasiswa terkait transparansi UKT. Jadi mas bisa langsung bertemu wakil rektor tiga,” ujar sekretaris itu. Kekecewaan terlihat di wajah mereka. Tak ingin gagal, setelah ditolak oleh Prof. M. Kamal, Senin (7/11) semua gubernur BEM F itu untuk kedua kalinya bertandang ke ruang kerja Prof. Karomani, setelah Selasa (1/11) tak dapat bertemu. Ternyata hasilnya tak jauh beda, nihil. Mereka malah dilempar kembali ke WR Bidang Administrasi Umum dan Keuangan. “Tentang transparansi bisa langsung ke bagian keuangan, karena yang di saya cuma LAKIP itu,” aku Prof. Karomani sambil menunjuk LAKIP yang dibawa salah satu Gubernur BEM. Rektor nilai aksi salah sasaran Menanggapi aksi dan tuntutan mahasiswa tentang transparansi, Prof. Hasriadi Mat Akin, angkat bicara, ia menegaskan Unila pasti transparan kepada yang membutuhkan, “Namun bukan telanjang,” ujarnya. Tetapi kenyataannya tak begitu, saat me­

reka (Gubernur BEM F) kembali untuk meminta data yang dijanjikan, ternyata harapan palsu yang diberikan. Hingga berita ini diturunkan, Aliansi Lentera Pendidikan tak mendapat data transparansi UKT, BKT, BOPTN, dan SPI yang mereka minta. Salah satu tuntutan Aliansi Lentera Pendidikan juga menginginkan dikembalikannya sistem SPP di Unila. Namun demikian, tuntutan untuk menghapus sistem UKT pun dinilai rektor salah sasaran. “Aksi kemarin bagus karena itu kebutuhan bersama, cuma yang saya sayangkan gak harus begitu. Itu salah tuntut kalau ke saya, ke Jakarta saja. Itu kan kebijakan pemerintah, silahkan ke Jakarta, kalau perlu saya bayarkan ongkos,” ujar rektor. UKT yang merupakan keputusan mutlak pemerintah pusat memang sulit diganggu gugat, apalagi hanya oleh seorang rektor. Rektor merasa tak ada sangkut pautnya dengan keputusan itu. “Silahkanlah dituntut secara nasional. Kalau mau turun yang berjuanglah,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (21/11). “Kami bukan menuntut rektor menghapus atau mencabut sistem UKT karena kami paham beliau tidak ada wewenang tapi kami mengajak rektor atas nama Unila menolak dengan cara membentuk tim khusus untuk kajian ulang yang nanti diberikan ke Kemenristekdikti,” ujar Gubernur BEM FISIP, Juwanda. Sistem UKT relevan di mata pejabat fakultas Nyatanya, meski sudah berulang kali gerakan mahasiswa dilakukan untuk menuntut sistem UKT, beberapa pejabat fakultas masih menganggap UKT lebih baik dibanding sistem SPP. Hal itu dibenarkan Wakil Dekan (WD) Bidang Umum dan Keuangan, FT, Dr. Muh Sarkowi. Menurutnya, sistem penggolongan UKT yang sudah diterapkan sejak 2013 dirasa lebih baik dari sistem SPP. Ia masih setuju UKT diterapkan di Unila, karena akan memberi keadilan bagi mahasiswa yang miskin dan kaya dengan cara subsidi silang. Harapan mahasiswa yang ingin UKT dihapus adalah hal yang mustahil menurutnya. “Itu ranah menteri. Harus demo ke sana. Kalau rektornya tanda ta­ ngan, berarti rektornya yang gak tahu aturan. Tupoksinya aja tupoksi menteri kok,” terangnya saat ditemui di ruangannya, Senin (14/11). Namun demikian, dirinya tak menampik masih ada kekurangan dalam sistem UKT. Masih ada oknum-oknum yang tidak jujur saat mengisi data penggelongan UKT. “Orang yang sudah kaya itu malah justru

Itu salah tuntut kalau ke saya, ke Jakarta saja. Itu kan kebijakan pemerintah, silahkan ke Jakarta, kalau perlu saya bayarkan ongkos.” Ujar rektor. banyak yang membohongi. Sedangkan yang miskin apa adanya. Sehingga apapun sistemnya orang akan menyiasati,” kata­ nya. Salah satu tuntutan mahasiswa untuk mengembalikan sistem SPP di Unila juga tak disepakati, WD Bidang Umum dan Keuangan FP, Dr. Abdullah Aman Damai. UKT dinilai lebih akuntabel dibandingkan SPP, karena terdapat biaya minimal yang dibutuhkan dan ada kejelasan kemampuan pemerintah untuk memberikan bantuan pendidikan. “Masih banyak pihak yang menganggap UKT dan SPP itu sama. Padahal keduanya berbeda, SPP merupakan sumbangan dari mahasiswa, sedangkan UKT merupakan besarnya uang yang harus dibayarkan oleh mahasiswa atau orangtuanya untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. UKT merupakan bagian dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Uangnya langsung masuk ke rekening rektor,” akunya. Meski terus mendapat protes mahasiswa, WD Bidang Umum dan Keuangan FKIP, Drs. Buchori Asyik malah berharap ada kenaikan UKT di fakultasnya. WD Bidang Umum dan Keuangan ini menyebut FKIP adalah fakultas dengan UKT paling rendah. “Saya pernah protes ke Wakil Rektor II kenapa begini? Karena fakultas sosial seperti FEB dan FISIP kan sama kebutuhannya seperti FKIP. Saya minta UKT FKIP disamakan dengan fakultas sosial yang lain,” ujar Buchori saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/11). Hal itu dilakukan lantaran dirinya merasa perihatin melihat kondisi laboratorium di FKIP. “Jika kita bandingkan dengan laboratorium yang ada di SMA lebih bagus SMA dari pada di sini. Sedangkan di sinilah ‘pabrik guru’. Lab. yang lumayan bagus hanya Lab. geografi aja,” terangnya. Sepakat dengan pejabat fakutas lainnya, UKT merupakan sebuah bentuk keadilan bagi masyarakat untuk dapat berkuliah di perguruan tinggi negeri. Dengan adanya UKT, mereka yang tidak mampu berkuli-

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

17


Laporan Utama ah dapat merasakan menjadi mahasiswa karena adanya subsidi silang. “Kalau mahasiswa meminta UKT diturunkan nanti kita butuh keperluan kuliah darimana. Pendidikan itu tidak ada yang murah. Pendidikan itu investasi, jika investasi kita rendah maka akan memghasilkan kualitas yang rendah,� tambahnya. UKT Tak bisa dihapus, solusi pihak keuangan Unila Sebagai instansi pendidikan, ada dua macam penghasilan yang diperoleh PTN. Pertama, berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam bentuk BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri). Kedua, berasal dari Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP), salah satunya UKT mahasiswa. Sebagai universitas yang telah menerapkan Pengelolaan

Wawancara Khusus

Prof. M. Kamal

WR Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Mana yang lebih baik, sistem UKT atau SPP? Mengapa? Contoh yang kecil lah ya, kalau umpamanya kamu di suatu wilayah mau membuat suatu kebijakan, misalnya mau membangun sesuatu dan di wilayah itu pendapatannya berbeda-beda, misalnya dari Rp 2 juta sampai ke yang Rp 50 atau Rp 100 juta. Terus kamu mau membuat jalan yang di situ, mana yang kamu pilih? Mereka suruh nyumbang 300 ribu perorang atau kamu akan membuat suatu sumbangan yang bervariasi? Sekarang peserta didik kita gimana? Variasi kan? Kan bisa dianalogikan. Nah bagaimana kita berkomunikasi dengan peserta didik, kan ada banding, terus sebelum itu kan diutarakan dulu, silahkan yang bersangkutan kan suruh mengisi. Tolonglah sejujur mungkin diisi, kita juga kan gak otoriter disini. Nah itulah, tolong itu mindset itu. Terus dikelompokin, kalau kelompoknya sempit cuma jadi tiga empat pilihan. Jadi suka yang sempit atau yang lebar. Kan enak yang lebar jadi punya peluang.

18

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

Jadi sekali lagi UKT itu sangat-sangat diharapkan bisa menjamin lagi keadilan berdasarkan kemampuan ekonomi. Kalau memang empet-empet benar gak bisa. Emangnya Unila terus menolak? Kita kan menyediakan itu ya yang lain-lain. Itu mau masuk saja sudah begitu. Jadi tetap saja naik banding masih terbuka pada saat di dalam juga. Perguruan tinggi sangat-sangat alergi dengan ketidakadilan. Pendapat tentang aksi menolak UKT? Ya tidak papalah, asal dilakukan secara tertib, damai, kemudian santun. Tolonglah santun gitu ya. Yang di depan kita kan guru-guru kita. Ya gimana ya kalau kita sudah tidak menghargai. Kecuali kitanya gak mau. Terus yang berikutnya, janganlah kita itu dipaksa untuk menyelesaikan sesuatu dengan waktu yang begitu singkat. Kayak kemarin itu minta data, masak hari ini datang hari ini datanya. Mohon maaflah ya, auditor kita juga. Mengapa sulit mendapat data transpa­ ransi? Urusan data, tolong ya di Unila kan ada


Laporan Utama Keuangan Badan Layanan Umum (PKBLU), Unila langsung dapat mengelola keuangan universitas tanpa menyetor ke Kantor Pelayanan Pembendaharaan Negara (KPPN). “Sistem PKB-LU, perguruan tinggi lebih diberikan kekebasan untuk mengelola dan memanajemen keuangan. Namun tetap harus terkoridor peraturan menteri,” aku Sariman saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (25/11). Kepala Bagian Keuangan itu juga menerangkan perihal penentuan besarnya Biaya Kuliah Tunggal (BKT) Unila. Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya, pihak Unila merumuskan besarnya BKT di Wisma Unila. Pihak universitas menerima usulan dari masing-masing program studi terkait besarnya BKT yang dibutuhkan masing-masing prodi fakultas. Setelahnya, adalah ranah pihak keuangan univeristas untuk mengolah data keuangan tersebut

untuk diajukan ke kementerian. Keputusan akhir besarnya BKT di Unila saat ini adalah hasil dari proses panjang tersebut. Semua keputusan memang terletak pada kementerian dari usulan yang diajukan sebelumnya. Sariman mengaku tidak mengetahui mengapa BKT mengalami kenaikan di beberapa tahun terakhir. Padahal Unila hanya mengajukan besaran nominal UKT satu kali. “Kami tidak setiap tahun mengusulkan BKT. Kami menerima Permenristekdikti sudah seperti ini,” ujarnya sambil menunjukkan hardcopy Permenristekdikti no. 39 tahun 2016 tentang UKT. Mungkin karena inflasi ya,” tebaknya. Penentuan komponen BKT sejak awal merupakan kebijakan Kemenristekdikti. Beberapa hal yang ternyata memengaruhi besaran UKT yaitu akreditasi universitas dan program studi serta tingkat ke-

mahalan wilayah masing-masing. Beban UKT mahasiswa dapat diringankan dengan mengalokasikan dana yang diberikan pemerintah pusat dalam bentuk BOPTN. Semakin tinggi BOPTN yang diterima dan dikelola, maka UKT mahasiswa dapat diturunkan. Unila tidak akan pernah bisa menghapus sistem UKT yang sudah diperintahkan kementerian. Namun Unila masih bisa melakukan manuver lain untuk membantu meringankan biaya kuliah mahasiswa. Menurut Sariman, salah satu cara yang memang bisa dilakukan Unila untuk me­ngurangi tingginya UKT adalah dengan menerima pemasukan Unila lewat kerjasama. “Kalau biaya dari kerjasama kita tinggi, mungkin bisa mendongkrak pendanaan dari BOPTN. Jika BOPTN semakin besar, kita akan bisa mengurangi besaran UKT,” tambah Sariman.=

yang namanya SPI (Satuan Pengendali Internal). Pemeriksa yang dari luar eksternal auditor itu, kalau mau minta apa-apa dengan Unila pasti melalui SPI. Apakah itu BPK apakah itu BPKP ataukah Inspektorat itu kan. Jadi segala sesuatunya itu kami berikan kepada SPI dulu, nanti direview sama SPI. Nah mulai tahun ini jangankan itu data, perencanaannya pun sekarang kalau tidak direview SPI jangan harap bisa didanai. Oleh karena itu, siapa pun yang bermaksud untuk meminta data saya sudah bicarakan dengan SPI, silahkan tolong didiskusikan, apa yang diminta SPI akan meriviewnya kemudian akan memberikannya, termasuk yang Teknokra minta. Tadi saya sudah telfon ketua SPI. Oh silahkan Pak Kamal datang saja nanti kami diskusikan data-data mana. Yang kemarin diminta anda, sudah kami serahkan ke SPI.

biaya langsung dan biaya tidak langsung. Yang langsung itu ‘kan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan operasional. Yang tidak langsung terkait dengan kegiatan-kegiatan manajerial. Kemudian kalau secara formula itu kan berbanding lurus dengan indeks perguruan tinggi indeks program studi dan juga kemahalan suatu wilayah. Jadi kalau Anda bilang gitu ya, UKT kita mahal UKT kita mahal, BKT itu merupakan patokan untuk menyusun UKT. UKT kan tidak boleh lebih tinggi dari BKT. Nah kita kembali coba. Merasakan ‘gak kita di Lampung ini harga dari tahun ke tahun. Kita jujur aja ya objektif gitu, kita kan masyarakat ilmiah harus berdasarkan fakta, objektif, analitik, dan konklusif gitu ya. Gak boleh kita itu berdasarkan gosip. Mari kita bernalar, berlogika yang baik gitu ya, tapi jangan jadi korban logika. Kemudian lihatlah Unila, kita mulai UKT ‘kan 2013 tolonglah 2013, 2014, 2015 berapa akreditasi kita. Ya mohon maaflah 2013 2014 kan enggak. 2015 B ya kan? Artinya apa? Indeks prestasi perguruan tinggi kita gimana naik kan. Masak kita gak mau mengapresiasi perguruan tinggi sendiri. Inilah yang perlu memberikan edukasi ke adik-adik ya seneng gak kita itu. Nah sekarang kan kita sedang berupaya itu, diberikan kesempatan dapat A. Arti­ nya kementerian kan sudah secara impli­ sit menilai Unila, jadi indeks perguruan tingginya kan tinggi. Kalau komponen

itu tinggi dikalikan dengan yang tinggi gimana secara matematik itu jadi besar kan. Unila dengan UNS sama-sama BLU (Badan Layanan Umum) walaupun sekarang sudah mau PT-BH (Perguruan Tinggi Badan Hukum). Itu UKT nya jauh lebih besar di sana. Jadi kembali lagi grade institusi kita ‘kan sudah naik, jadi indeks perguruan tingginya juga naik. Apakah tahun ini naik UKT kita? Kan enggak, gak naik tahun ini.

Tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) BKT ditetapkan hampir lima tahun yang lalu. Padahal kita ‘kan tahu perubahan-perubahan ya dari segi ekonomi kita, sehingga sangat wajar gitu ya kalau sudah lima tahun kita menelaah kembali. Saya secara pribadi sudah menyampaikan itu. Mudah-mudahan insitusi pun melakukannya. Unila pun masih dalam proses untuk mengkaji itu, sedang dalam proses berkonsultasi dengan kementerian. Untuk mengkaji ulang BKT. BKT terdiri dari dua pembiayaan, ada

Apa solusi untuk menekan kenaikan UKT? Salah satu solusinya kita ingin meningkatkan BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri). Nah Unila mulai meningkatkan perannya di masya­ rakat gitu ya, sehingga kontribusi Unila akan sangat-sangat terasa di masyarakat. Dengan demikian, kerjasama institusional Unila dengan masyarakat akan semakin tinggi. Seperti penelitian-penelitian kerjasama, ya banyak itu ya cuma mekanismenya sekarang kan sedang diperbaiki. Nah mudah-mudahan dengan perbaikan mekanisme kerjasama tadi, data kerjasama tadi bisa meyakinkan kementerian. Nah ini kan bisa menjadikan pendapatan Unila semakin banyak. Kalau pendapatannya banyak, berarti kita dapat membangun bisa banyak lagi. UKT kan sebagian. Jangan dikira itu ya orang yang dari UKT ya bleg langsung diambil. Jangan dikira UKT itu gak ada subsidi sama sekali =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

19


Ilustrasi Retnoningayu Janji Utami

Kyay Jamo Adien


APA

KATA

MEREKA

Tau gak saat ini Unila sedang menunggu hasil Re-Akreditasi yang dilaksanakan beberapa pekan lalu. Berdasarkan pengamatan kamu sebagai sivitas akademika, nilai mutu apa yang pantas untuk universitas kita? Alasannya?

@nurspt A, karena program studi yang ada di UNILA merupakan program studi yang memiliki peluang di dunia kerja. Ditambah lagi yak klo nilai mutu UNILA A juga kan yang mendapatkan kemudahan mahasiswanya jika mau mendaftar kerja diperusahaan2 yang kriteria akreditas UNIVnya A yeyeye @rangerfitri Ini kan perkiraan bukan harapan, jadi mnurut saya B. Karna unila belum terlalu kondusif untuk belajar. Mungkin untuk beberapa Fakultas sudah keren, tinggal sedikit lagi Unila bisa jadi A. @iduyminang Sebagai warga unila kita mengharapkan nilai mutu yg terbaik untuk universitas yaitu A,,karena unila smakin berbenah,dari segi program studi & fasilitas kampus. @dickyalfandy Sebenarnya harapan semua civitas akademik Unila pasti A. Tapi melihat kondisi Unila yg sekarang, saya rasa predikat akreditasi B lebih pantas disandang, karena masih banyak aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Unila perlu berkaca pada universitas-universitas lain yg berakreditasi A sebagai motivasi untuk terus berkembang. Namun, melihat perkembangan signifikan yg dialami Unila sejauh ini, akreditasi A mungkin bisa didapat beberapa tahun lagi.

@nopaa_patuh_rohman Menurut saya nilai mutu untuk unila itu masih B, karena alasan nya fasilitas belum memadai contohnya kursi,ac,Lcd kurang memadai.apalagi keamanan nya masih sangat2 buruk sekali karena banyak yang kehilangan kendaraan atau curanmor.. harapan saya sebagai mahasiswa unila nilai akreditasi yang keluar nanti sesuai dengan kondisi nyata sebenarnya yang ada di universitas lampung.terimakasih. @denymarfiani.p A dong, karena menurut saya unila ini semakin maju dan untuk pendidikannya jga bertambah bagus @gunturprakasa Buat universitas mungkin masih B sebab setahu saya A itu jika di universitas sudah ada rumah sakit jika ada fakultas kedokteran jadi masih perlu pembenahan untuk rumah sakit yang tak kunjung selesai itu @dianpramudiono Suatu kebanggan besar bagi semua civitas akademik di Universitas Lampung, apabila kampus tercinta ini mendapat nilai A. Memang masih dini untuk mendapatkannya, karna masih banyak yg harus dikoreksi, dari fasilitasnya, keamanannya, dan kebersihannya yg masih harus ditinggkatkan. Namun tetap saya berharap Universitas Lampung mendapat nilai akreditasi A. Unila pasti bisa!!!

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

21


Pendidikan

potret pendidikan, polemik smkn 9 Oleh Retno Wulandari Foto Retno Wulandari

S

iang itu suara riuh rendah terdengar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 9 Bandarlampung. Beberapa siswa lalu lalang di selasar sekolah yang hanya terdiri dari satu gedung itu. Beberapa wartawan terlihat duduk-duduk berkerumun di ruang guru, terlihat beberapa kotak berisi kue, buah, dan air mineral, ba­ nyak pula guru yang memasang raut wajah lelah, wajar saja mereka telah menunggu perwakilan dari Kementrian Pendidikan yang berjanji akan datang pada pukul 8 pagi tadi, Kamis (11/07). Di sudut kiri ruang, seorang wanita duduk dengan tampang tak kalah kesal dengan lainnya. Ialah Novellia Yulistin Sanggem (Ketua Laspri Lampung), dan Hartono (perwakilan warga setempat). Saking seringnya mereka berada di sana, hingga tempat itu beralih fungsi menjadi tempat mereka duduk menunggu janji, seperti guru-guru dan siswa SMKN 9 Bandarlampung. Para guru tak keberatan dengan kehadiran mereka di ruang guru, karena mereka merupakan orang-orang yang masih mau memperjuangkan hakhak siswa dan guru SMKN 9. Angin surga ini tentu saja membuat re-

22

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

sah, begitu istilah Hartono. Hingga pukul 2 siang masih belum ada kabar tamu yang ditunggu akan datang. Bahkan siswa sudah mulai keluar kelas karena memang kegiatan belajar mengajar hari itu berakhir pukul 2 siang. Para guru pun mulai sibuk mengondisikan siswa agar tetap di dalam kelas, apapun yang terjadi. Jam di dinding menunjukkan pukul 14.20 saat beberapa mobil merayap masuk melewati jalan tanah yang diperkeras, menuju SMKN 9 Bandarlampung. Seketika wartawan mendapatkan semangatnya, mereka mulai berjalan ke depan berebut tempat untuk mengambil gambar. Bukannya langsung menuju ke ruang yang disediakan, para perwakilan ini malah menuju sebuah ruang kelas, terlihat tak sampai 30 orang di kelas itu, banyak bangku kosong. Bagaimana tidak, hampir setengah siswa kelas 10 yang bersekolah di SMKN 9, memutuskan untuk pindah sekolah setelah mendengar isu penutupan SMKN 9 Bandarlampung. Kedatangan perwakilan kementerian pendidikan ke SMKN 9 tentu membawa sebuah harapan bagi siswa dan guru. Meski akhirnya tetap tidak ada solusi yang didapat, karena memang tujuan awal

kedatangan hanyalah melakukan peme­ riksaan kembali karena isu yang beredar mengenai SMKN 9, yang tak memiliki siswa lagi. Menyikapi hal ini salah satu guru, R.R. Yatiningrum berkomentar, “Setelah dirjen melihat kenyataannya bahwa isu yang beredar salah. Mereka akan mengkaji ulang berdasarkan bukti dan berkas yang ada,â€? . Yatiningrum berharap, dirjen akan memberikan keputusan yang paling bijak, menegakkan dan menjalankan undang-undang sesuai kebijakan yang ada. Didirikan di tanah warga Kurangnya sekolah kejuruan di Bandarlampung menjadi latar belakang didirikannya SMKN 9. Walikota Herman HN sendirilah yang meresmikannya. Awalnya pendirian SMKN 9 Bandarlampung berjalan lancar, urusan terkait hibah tanah oleh warga Susunan Baru pun sudah selesai pada tahun 2014, termasuk surat-surat yang diperlukan. Penerimaan siswa baru juga sudah dimulai di tahun 2015, lebih dari empat ratus siswa tercatat menjadi siswa resmi SMKN 9 Bandarlampung yang terbagi dalam tiga jurusan yakni akuntansi, manajemen dan perkantoran.


Pendidikan Selain itu, ada sekitar 40 guru honorer serta beberapa guru PNS yang mengajar di SMK ini dan sudah memulai kegiatan belajar mengajarnya sejak dulu masih menumpang di gedung SMK N 4. Di awal tahun 2016, siswa dan guru SMKN 9 mulai resmi bersekolah di gedung baru yang berlokasi di Jl. ST Badaruddin II Gg. Bayam, Susunan Baru, Kec. Tanjung Karang Barat, Kota Bandarlampung. Hingga kabar tak sedap datang, menyusul akan disahkannya UU Nomor 29 tahun 2014. Dalam UU disebutkan pada 2017 mendatang, semua aset SMA/SMK akan beralih dari kabupaten/kota ke provinsi. Isu bahwa operasional SMK akan diambil alih Provinsi, membuat Herman HN mengeluarkan keputusan untuk mengalih fungsikan gedung SMKN 9 menjadi SMP 32 Bandarlampung. Keputusan ini tentu membuat geram warga Susunan Baru sebagai masyarakat yang telah menghibahkan tanahnya untuk dijadikan SMK, poin-poin tentang kesepakatan warga de­ ngan Walikota Bandarlampung tertuang dalam surat nomor 600/01/VI 176/2014 tentang Penyerahan Tanah Warga Untuk pembangunan SMKN. Hartono selaku perwakilan warga menuturkan, dirinya dan perwakilan warga lain beserta pihak-pihak yang menginginkan kejelasan masalah ini, telah menempuh jalan diskusi ke berbagai jajaran pemerintahan setingkat kota, provinsi, komisi IV DPRD, dan Ombudsman telah disambangi. Namun hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Bahkan jawaban Dinas Pendidikan Kota dan walikota serempak me­ nyatakan SMK 9 harus ditutup. “Semua sudah ditemuin kita pernah bertemu komisi 4, dinas kota, provinsi, Ombudsman, walikota, wakil gubernur, tapi tidak ada yang memuaskan. Jawabannya SMK harus ditutup, jawaban dari kota, dinas dari walikota. Kalo provinsi sudah mengadakan mediasi, kota tidak mengindahkan. Pernah juga di komisi 5,” ungkapnya. Dukungan tetap mengalir Sikap pantang menyerah Hartono bersama dengan LSM-LSM untuk menentang keputusan yang terbilang aneh ini tentu berdasar. Pasalnya tak ada hal yang semestinya dapat menggoyahkan berdirinya SMK 9, meskipun walikota berdalih fasi­ litas yang belum memadai menjadi satu alasan pembubaran SMK yang bahkan belum sampai dua semester ini. “Padahal digaung-gaungkan SMK bisa, tapi malah ditutup. Seharusnya jika sarana prasarana kurang, ya di dampingi, bukan ditutup,” ujar Hartono. Sebagai wujud melawan ketidakadilan,

LSM Laspri Lampung pun menggagas sebuah gerakan ‘Sejuta Koin’ yang akan diberikan kepada pemerintah kota untuk membantu dana pembangunan gedung SMPN 32. Gagasan tersebut berdasar pada keengganan pemerintah kota membuat gedung baru untuk SMPN 32. Padahal menurut Hartono, warga Kelurahan Susunan Baru sudah siap menghibahkan lagi lahan milik bersama yang lokasinya tidak jauh dari lokasi SMKN 9, bahkan dengan lahan yang lebih luas dibanding SMKN 9 yang hanya sekitar 5 hektar. SMKN 9 Kini Ditemui setelah menghadiri Rapat Senat Dies Natalis Unila ke 51, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Hery Suliyanto membawa angin segar tentang kejelasan status SMKN 9, Kamis (22/09). Berdasarkan Surat Keputusan Nomor 7699/F.F3/ RHS/WS/201 yang ditandatangani Inspektorat Jendral (Irjen) Kemendikbud, Daryanto, keputusan pemerintah kota untuk menutup SMKN 9 akhirnya dibatalkan.

“Padahal digaunggaungkan SMK bisa, tapi malah ditutup. Seharusnya jika sarana prasarana kurang, ya di dampingi, bukan ditutup,” ujar Hartono. Namun dikutip dari laman (kupastuntas.co) pemerintah kota bersikukuh untuk tidak mengakui adanya SMKN 9, dengan cara tidak menyerahkan berkas SMKN 9, dan hanya menyerahkan 17 SMA dan 8 aset SMK. Meski begitu, Pemprov akan tetap mengambil alih aset SMKN 9 dan akan melengkapi fasilitas sekolah seperti laboratorium dan lain sebagainya. Demi mewujudkannya, Hery mengaku pihak Pemprov akan meminta bantuan dana kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sudah sebulan lebih setelah SMKN 9 Bandarlampung resmi berada di bawah Dinas Pendidikan Provinsi. Suasana di sekolah terlihat tetap seperti biasa, tak banyak perbedaan. Hanya sebuah posko dengan spanduk bertuliskan “Penolakan

Penutupan SMKN 9 Bandarlampung” sudah tidak terlihat lagi di samping tangga masuk menuju sekolah. “Keadaan sekolah sekarang baik-baik saja, sekarang kita lebih lega ya, yang pasti sudah tidak merasa khawatir lagi,” tutur Destamrini, salah satu guru di SMKN 9. Kini SMKN 9 sudah kembali memiliki pelaksana tugas, Diona Katharina, yang saat ini menjabat Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Provinsi Lampung ditunjuk sebagai kepala sekolah sementara, sebelum ditetapkan kepala sekolah definitif. Terkait SMKN 9 yang tetap berdiri dan telah dipegang Disdikprov Lampung, Suhendar Zuber, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung menyampaikan komentarnya, “Ngikut aja, karena itukan program pemerintah jadi SMA/SMK sudah kita serahkan ke provinsi gitu, kan sistemik,”. Sedangkan mengenai isu SMPN 32 yang sebelumnya hendak menggunakan gedung SMKN 9, Suhendar mengatakan akan menyesuaikan dengan aturan dan fakta di lapangan, “Muridnya sudah ada 132 kalau gak salah, lihat situasi nanti, kita sesuaikan dengan aturan dengan fakta di lapangan, yang penting perlu dicatat itu anak SD, SMP, SMA/SMK semua anak bangsa yang harus difasilitasi untuk dia menempuh pendidikan,” terangnya. Kini SMKN 9 tinggal menunggu janji Dinas Pendidikan Provinsi Lampung yang akan menambah beberapa gedung dan fasilitas lainnya, diantaranya pembangunan laboratorium, kantor guru, kantor kepala sekolah, dan ruang TU. Pembangunan sarana prasarana tersebut akan direa­ lisasikan awal tahun 2017 mendatang, Siswa-siswi yang sempat pindah sekolah, menurut Destamrini sudah ada beberapa yang kembali ke SMKN 9, namun masih banyak juga yang belum, “Kita serahkan kepada dinas. Kalaupun kembali kesini apa kata dinas aja, balik kita terima kalau gak balik ya sudah gak masalah,” ­paparnya. Setelah pengalihan SMA/SMK dari Disdik kota Bandarlampung, maka tidak akan ada lagi penerimaan siswa Biling (bina lingkungan), “Tahun besok udah gak ada, karena udah dikelola provinsinya, cuma pak gubernur untuk kedepannya bilang untuk siswa gak mampu tapi berprestasi itu yang diberikan beasiswa,” ungkapnya. Destamrini mengungkapkan belum ada hal siginfikan yang berubah sejak peng­ alihan SMA/SMK ke Disdik Provinsi Lampung, baru terdapat rencana akan ada perubahan dalam penerimaan siswa baru, yakni penerimaan menggunakan sistem passing grade nilai UN menentukan SMK mana yang boleh di masuki.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

23


24

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218


Infografis Retnoningayu Janji Utami

Sebaiknya Anda Tahu

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

25


Ekspresi

Kecintaan Terhadap Tapis,

Karena Motif Bisa Bercerita Oleh Faiza Ukhti Annisa

Kediangan Gallery jadi bukti kecintaannya terhadap kain Tapis Lampung. Penelitian tentang kain tapis semasa kuliah dulu, menjadi motivasinya dalam berkarya. Tak sekadar mendesain baju, Raswan berkomitmen kenalkan tapis hingga ke mancanegara

B

angunan dua lantai itu bernama Kediangan Gallery. Terletak di Jalan Narada No. 8 Kampung Sawah, Bandarlam­ pung. Saat pertama kali masuk, kita akan disambut maneken (boneka seluruh atau setengah badan) yang dibalut baju tapis, batik lampung, kebaya dengan sulam usus, kaos dan baju bermotif tapis khas Lampung di tiap sisi ruangan lantai satu itu. Dalam etalase kacanya, kita juga akan melihat deretan dompet wanita dan kopiah yang dipercantik dengan sulaman tapis nan mewah. Pemandangan serupa juga ada di lantai dua galeri ini. Kediangan Gallery tersebut sudah berdiri sejak tahun 1998. Semua pakaiannya diciptakan oleh seorang designer kenamaan Lampung. Adalah Raswan, si empunya galeri yang juga lulusan Universitas Lampung, Jurusan Bahasa dan Seni. Bermula dari Penelitian Kecintaan terhadap kebudayaan lampung sebenarnya sudah mulai tumbuh sejak kecil. Raswan kecil sering menyaksikan acara adat di daerahnya, Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, yang kental dengan Budaya Lampung Pepadun. Ia pun juga mulai penasaran dengan kain tapis lampung. Hingga puncaknya, saat duduk di bangku kuliah, tepatnya tahun 1987, Raswan dibantu rekannya Ansori Djausal, berke-

26

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

sempatan melakukan penelitian tentang Tapis Lampung di beberapa kampung pelosok Lampung. Dalam penelitiannya, Raswan mencari tahu asal muasal tapis, fungsi kain tapis, dan aliran atau agama apa yang meme­ ngaruhi motif kain tapis di Lampung. “Tapis lahir pada masa animisme, Hindu-Budha dan Islam, tapi kekuatan karekteristik tapis ini tidak diubah karena meru­ pakan warisan. Sudah turun-temurun dan sudah ada pakemnya. Jadi tidak boleh diubah sekalipun nenek moyang kita pindah agama,” tutur Raswan. Mulanya, Raswan hanya tertarik menjadi peneliti, namun melihat sedikitnya kain tapis yang diproduksi, ia memutuskan untuk menjadi seorang designer dan menciptakan berbagai inovasi dengan kain tapis lampung. Hampir 18 tahun mendedikasikan dirinya untuk kain klasik khas lampung, terutama kain tapis, Alumni SMA Negeri 2 Bandarlampung ini sudah tak diragukan lagi hasil karyanya. Menurut Raswan, kekuatan tapis terdapat pada desain, warna dan kainnya. Kain Tapis bahkan tidak kalah dengan kain dari negara lain seperti, Mesir dan Cina. Setiap motif tapis memiliki sejarah, sehingga para designer harus bisa memaknainya. “Motif itu bisa bercerita,” ungkapnya. Sambil mengingat-ingat, Raswan mencontohkan motif keramat satu gadis

cutmailang yang dimiliki Kabupaten Pesawaran. Dalam bayangannya, motif itu menggambarkan seorang gadis dengan kipas yang bisa digunakan untuk melawan musuh dan menjadi legenda. “Jika saya tuangkan itu dalam sebuah tapis akan sa­ngat luar biasa karena ada maknanya. Setiap tapis juga pasti menggambarkan historis atau legenda masing-masing daerah di Lampung,” ujarnya lagi. Sejak kecil, anak ke lima dari tujuh bersaudara ini memang gemar menggambar. Keahliannya sangat membantu dalam mengadaptasi desain tapis untuk karyanya. Ciptakan Tapis yang Berkualitas Uniknya pakaian karya Raswan ini masih menggunakan cara tradisional. Tak hanya alat, semua bahan baku pun dibuat langsung oleh tangan dingin masyarakat Kabupaten Tanggamus dan Kota Bumi. Karena handmade, maka waktu yang di­ butuhkan untuk memproduksi sehelai kain tapis pun tak sebentar. Butuh waktu satu bulan hanya untuk proses penyusunan benang hingga menjadi sebuah kain. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk menyulam kain tapis­ nya. “Cukup lama karena merupakan perkerjaan tangan yang sulit, membutuhkan kesabaran dan ketelitian,” paparnya. Kain Tapis yang dihasilkan Raswan dibandrol mulai dari Rp 1 juta hingga ­Rp


Dok.

Ekspresi 5 juta. Selain itu, Raswan juga memproduksi Tapis Art Eksklusif. Kain tersebut memang dibuat eksklusif karena hanya diproduksi dalam edisi terbatas, hanya satu atau dua potong saja. Kain Tapis ini biasanya dibeli kolektor-kolektor dalam negeri maupun luar negeri dengan harga yang terbilang mahal. “Harganya berkisar antara Rp 10-25 juta dan bersertifikat. Ini untuk menunjukkan keasliannya,” tutur­ nya. Karya yang bagus pasti akan dicontoh orang lain. Itu juga yang dialami Raswan, tak sedikit karyanya yang dicontoh dan dijual di pasaran. Meski begitu Raswan tak ambil pusing. “Kalau kualitas jangan di­tanya yang asli dengan barang tiruan bagus yang mana,” ujarnya. Raswan juga mencoba mengembangkan kain langka khas lampung yang sudah tak diproduksi agar tidak hilang ditelan zaman. Ia amat menyadari bahwa lampung sangat kaya dengan produk tekstilnya, “Itu bisa menjadi fashion, tapi itu tergantung kecerdasan dan kepiawaian para desainernya,” ujar Raswan.

Tapis Lampung dilirik oleh target pemasaran, teknik marketing yang digunakan adalah dengan mengenalkan warna-warna yang disukai negara-negara tersebut. Tak hanya tapis, kain khas lampung yang lain seperti, Sulam Usus, Tenun Ikat, dan Tenun Sebidak Galah Napuh juga turut diperkenalkannya.

Kenalkan Tapis Hingga Mancanegara Bersama Dewan Kerajian Nasional dan Daerah (Dekranasda) Provinsi Lampung, Raswan berulang kali berpartisipasi dalam pameran nasional di Jakarta hingga pameran bertaraf internasional. Tak hanya di Asia seperti, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan, beberapa negara di Benua Eropa, seperti Belanda, Perancis, Belgia, dan Swiss pun sudah dijajakinya. Tak hanya dalam negeri, ternyata sambutan dan antusias masyarakat luar negeri pun sangat memuaskan. Mereka terkesan dengan kain tapis khas lampung itu. Agar

Tak Ingin Budaya Lampung Hilang Selain sebagai seorang designer, dan peneliti, Raswan juga seorang kolektor kain tapis Lampung. Hal inilah yang membuatnya sering berkeliling ke pelosok kampung di Lampung hingga saat ini. Hampir seluruh kabupaten di Lampung sudah ia samba­ ngi. Pria kelahiran 14 Maret 1966 ini bahkan bisa berkunjung sebanyak tiga kali di satu kabupaten. Tak hanya sekadar berburu kain tapis, dalam kunjungannya ia juga akan mengenalkan beberapa kain-kain dan motif khas lampung kepada masyarakat setempat. “Agar yang sudah ada jangan dihilang­ kan. Untuk pengembangannya, Abang menjadi instruktur untuk membantu mere­ka bagaimana membuat pola kain, supaya mereka bisa mendesain sendiri tapis daerahnya,” ujarnya. Hal itu dilakukannya karena tak ingin budaya asli masya­ rakat Lampung hilang seiring berkembangnya zaman. Bicara tapis tidak ada habisnya karena sangat kompleks dalam cara berpakaian dan adat masyarakat Lampung. Sebagai seorang yang bersuku asli lampung, Ia amat berharap anak muda lampung bisa meniru Bali. Menurutnya, meski Bali meru­ pakan kota yang modern, masya­ rakatnya sangat menjunjung tinggi kebudayaan. “Setidaknya, ketika ada acara adat,

Curiculum Vitae: Nama : Raswan Ttl : Tanjung Karang, 14 Maret 1966 SMP : MTS N 1 BandarLampung SMA : SMA N 2 BandarLampung

Pengalaman : 1.Pertukaran Pemuda Indonesia-Jepang (JICA) 2001 untuk kelompok small medium industrie 2. Seminar Tapis di Tokyo, Jepang (GBI) 2007

S1

3. Pameran wilayah Nusantara Indonesia 4. Pameran Internasioanal: Malaysia, Singapore, Korea Selatan, Belanda, Swiss, Perancis, Belgia, Turki (2014)

: Jurusan Bahasa dan Seni Unila

anak muda menggunakan kain tapis dan kebaya, bukan memakai kaos ketat dan celana. Itu merupakan apresiasi terhadap kebudayaan,” tegasnya. Sebagai langkah kecilnya, Raswan pun mengenalkan tapis sebagai warisan budaya lampung kepada kedua anaknya. Hal ini dilakukannya karena setiap masyarakat lampung harus tahu semua hal tentang kebudayaan lampung. Tak sekadar tahu tapi juga bangga mengguakannya.=

Penghargaan : 1. Dewan Kerajinan Nasional Nominasi Hendicarf tingkat Asia (2006) 2. Penghargaan Walikota sebagai UKM berprestasi (2003) 3. Penghargaan Gubernur Lampung, Batik Sembage Lampung (2011) 4. Penghargaan Museum Tekstil Indonesia (2012) 5. Penghargaan Museum Ruwa Jurai Lampung (2013)

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

27


Wawancara khusus

Meningkatkan Daya Saing Untuk buka Peluang Oleh Fajar Nurrohmah

B

erdasarkan data dari The Global Competition Report pada tahun 2014/2015, indeks daya saing Indonesia menduduki peringkat ke 38, naik 4 peringkat dari tahun 2013/2014. namun, peringkat daya saing nasional ini masih meletakkan Provinsi Lampung di posisi ke 20 dari 33 provinsi di Indonesia dengan skor -0,1956. Menurut Mardjoko, daya saing di Lampung masih rendah. Hal ini juga dikarenakan beberapa komoditi ekspor di Lampung mengalami penurunan. Berikut ini peraturan Sekretaris Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indonesia, Mardjoko, yang ditemui saat menjadi pembicara dalam diskusi “Membuka Peluang Produk Lokal di Pasar Global�, selasa (1/11), di Hotel Emersia Lampung.

Apa pendapat bapak soal posisi ekspor Lampung di posisi 20? Lampung ini memang memiliki potensi ekspor. Bicara lampung, siapa yang tidak kenal kopi, siapa yang tidak kenal dengan lada hitamnya, tetapi memang daya saing di Lampung masih rendah. Artinya masih perlu digenjot daya saingnya. Komoditi unggulan terbesar di Lampung? Komoditi unggulan di Lampung yang terbesar adalah CPO (minyak mentah kelapa sawit, red) dan olahannya, kopi, batu bara, rempah-rempah, pulp dan kertas, nanas kaleng, serta udang. Bagaimana kondisi ekspor di Lampung saat ini? Ekspor di provinsi Lampung pada tahun 2015 meningkat dibanding tahun 2014. Dari 3,44% menjadi 3,88%, tetapi tahun 2016 periode Januari-Agustus baru mencapai 1,78 miliar US$, berarti separo dari

28

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

realisasi. Sampai Agustus tadi, saya perkirakan nilai ekspor Lampung 2016 itu turun dibanding 2015. Faktor yang memengaruhi penurunan? Faktornya itu memang tidak hanya faktor internal, tetapi juga faktor eksternal. Faktor eksternalnya memang permintaan komoditas di Lampung sedang turun. Kenapa menurun? karena memang kondisi ekonomi negara importir sedang lesu, misal Amerika, Uni Eropa, dan Jepang. Artinya, jika pertumbuhan ekonomi turun maka kondisi industri juga akan turun, kalau industri turun maka permintaan impor bahan baku juga ikut turun. Faktor internalnya kemungkinan dalam negeri terjadi produksi yang menurun dan kemungkinan juga daya saing yang masih rendah. Produk-produk yang dihasilkan di ASEAN relatif sama, kalau bicara karet tidak hanya indonesia, tetapi juga Malaysia, ada Thailand, kopi selain Indonesia juga ada Vietnam, artinya produk yang sama dan supplier dari banyak negara

jadi permintaan menurun. Program yang dicanangkan pemerintah untuk peningkatan ekspor daerah? Pertama, kita merubah orientasi ekspor. Sementara ini kan negara kita memiliki orientasi ekspor ke negaranegara tradisional seperti Amerika, Jepang, Korsel, dan Singapura. Nah, ini kita coba re-orientasi, bukan berarti meninggalkan yang tradisional, tapi mulai masuk ke negara baru yang non tradisional contohya Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin. Karena ternyata negara non tradisional permintaannya relatif sama dan jarang menurun. Artinya, pasar dari negara-negara non tradisional itu kondisinya luar biasa. Apa program tersebut sudah dilaksanakan? SamSampai sejauh mana? Oh itu sudah mulai dilaksanakan. Kita sekarang sudah mulai ekspor ke negara non tradisional, sudah relatif meningkat misalnya ekspor


Wawancara khusus

Ilustrasi Retnoningayu Janji Utami

Crude Palm Oil (CPO) ke Pakistan dan India sudah tinggi, berapapun permintaannya bisa kita penuhi. Apa keuntungannya? Requirement yang tidak seketat negara eropa. Apa yang harus dilakukan pemerintah daerah? Tentu saja dengan adanya upaya untuk memperbaiki kondisi yang ada. Lebih ditingkatkan perizinan satu pintu, kebijakan daerahnya yang menimbukan persaingan kurang kompetitif, kualitas produk yang perlu ditingkatkan, dan adanya petugas lapangan. Kalau ini dilakukan oleh pemerintah daerah Lampung, saya yakin ekspor Lampung akan meningkat. Potensi terbesar yang diperkirakan terus meningkat di Lampung?

Sebenarnya penurunan di Lampung itu hanya perbandingan antara realisasi Januari-Agustus dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Tetapi secara tren komoditas ekspor di Lampung tetap memiliki tren yang positif, jadi tidak perlu dikhawatirkan. Kopi dari tahun 2011-2015 meningkat. Tapi kalau dibandingkan, memang ada penurunan. Hanya emang perubahan tahun 2015 ke 2016 ada penuruanan. Semua komoditi seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi dunia, komoditas ekspor Lampung akan meningkat. Sembari menunggu itu, kita harus berbenah mulai dari mepertahankan kualitas produk, penanganan pasca panen, serta memperbaiki cara penanaman. Apa program untuk daerah yang tertinggal nilai ekspornya? Karena masing-masing daerah memiliki hambatan yang beda-beda,

jadi intinya kalau terkait dengan kebijakan kita akan memberikan kebijakan yang bisa digunakan semua usaha. Kalau bantuan berbentuk fisik karena semua anggaran sudah dipangkas oleh Kementrian Keuangan di pemerintahan Presiden Jokowi ini untuk pembangunan infrastruktur, jadi untuk bantuan bersifat fisik udah gak ada lagi. Tapi kita jelas akan mendorong menerbitkan peraturan yang akan pro-produsen sehigga diharapakan produsen akan mendapatkan harga yang memadai. Bagaimana bentuk kontribusi mahasiswa dalam hal ini? Nah itu yang kita harapkan, peran mahasiswa menjadi peran sentral sebagai inovator sebagai dinamisator bagi produk-produk yang bersifat inovatif kreatif, sekarang jamannya produk kreatif. Indonesia baru mulai beberapa tahun yang lalu yang dimotori oleh Bu Marie Eka Pengestu. Dan ternyata produk-produk kreatif inovatif itu memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional yang cukup baik. Kalau mahasiswa sebagai generasi muda dan inovasinya bisa didaftarkan hak patennya, diaplikasikan dan ditularkan ke usaha kecil menengah atau petani, itu akan memberikan kontribusi yang luar biasa =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

29


Esai Foto Dunia fashion setiap tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari namanama perancang busana atau perancang busana yang selalu berinovasi dalam menghasilkan sebuah karya yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam membuat sebuah pakaian, seorang perancang busana juga dapat memperkenalkan khasanah budayanya, termasuk Budaya Lampung. Lampung Fashion Week 2016 hadir dengan tema “The Magic of Colour� untuk memberikan tampilan berupa keindahan budaya lampung melalui sebuah busana. Acara ini menghadirkan 24 perancang busana ternama Lampung. Melalui para model, hasil mahakarya perancang busana di perkenalkan pada acara ini. Perancang busana tersebut antara lain Ibnu, Nisa Hamzah, Mawar, Dr. Gilda, Rusdi Tapis, Yasmin Wiwid, Yusuf Batik, Taps lampung, Latifah Bu Rita Anomsari, Rahayu Galery, Laila Alkhusna, Dewi Sophie, Mirna Sjahrazad, Laila Ninda, Ida Giri, Maya, Untung Art, Marni, Raswan, Anto Koe, Aan Ibrahim dan Popon. Beberapa tema busana yang ditampilkan yaitu princes jasmin oleh popon, ammerajanalabbel oleh Maya dan nabila oleh Marni, selain itu ada gaun yang dipadukan dengan tapis, fashion hijab dan pakaian ala barat. Acara yang berlangsung selama dua hari (23-24 November 2016) di Atrium Mal Boemi Kedaton, Bandarlampung ini bekerjasama dengan pemerintah provinsi lampung dinas pariwisata dan ekonomi kreatif serta menghadirkan Anniesa Hasibuan sebagai bintang tamu . Foto-Foto Riska Martina

30

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218


Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

31


Nusantara

Huta Siallagan, Jejak Kanibalisme di Pulau Oleh Fajar Nurohmah

Pernah mendengar cerita orang Batak yang memakan manusia? Ternyata hal ini bukan sekadar isapan jempol belaka. Kebiasaan tersebut pernah terjadi di Huta Siallagan (Kampung Siallagan) ratusan tahun lalu.

32

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

P

erjalanan dimulai dari salah satu dermaga kapal penumpang di Kelurahan Parapat, sekitar pukul 6.40 pagi saat matahari mulai perlahan meninggi. Awak kapal sudah sibuk mengangkat jangkar, pertanda kapal siap berlayar. Danau Toba yang memiliki ketinggian 900 meter di atas permukaan laut itu pun disisiri. Perjalanan kali ini menuju Huta Siallagan, perkampungan legendaris di Tanah Batak. Letaknya di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir, Sumatera Utara. Butuh 45 menit menyeberangi danau Toba untuk sampai ke sana. Air berwarna biru dihiasi ombak kecil dan hijaunya pemandangan di sekeliling Danau Toba turut menemani perjalan hari itu, Kamis (10/11). Kampung yang memiliki luas 2.400 meter persegi itu dibangun oleh Raja Laga


Nusantara hingga enam kepala keluarga. Ciri khas rumah bolon terletak pada atapnya. Bentuknya menyerupai pelana kuda dengan ujung belakang lebih tinggi dibandingkan ujung bagian depan. Atap rumah bolon sudah mengalami pembaruan, dulu, atap rumah masih menggunakan ijuk, namun sekarang mulai diganti dengan kayu. Bagian depan rumah dihiasi ukiran khas batak yang dikenal dengan sebutan gorga. Ukiran khas itu hanya terdiri dari tiga warna, putih, merah, dan hitam. Beberapa ornamen khas lain seperti gaja dompak, singa-singa, pane nabolon, serta dila paung. Ornamen tersebut diyakini dapat menangkal roh jahat dan menjaga penghuni rumah dari gangguan ilmu gaib yang menyebabkan hal buruk menimpa Huta Siallagan. Selain itu, dipasang pula empat ornamen yang menyerupai payudara wanita, biasanya ditempatkan di rumah raja atau rumah orang yang dianggap dermawan. Ornamen yang disebut situngkol bulusan oleh masyarakat setempat ini melambangkan kesuburan dan kekayaan. ”Kalau orang batak dulu, cita-citanya punya anak perempuan 11 dan laki-laki 13,” ujar Bagus yang juga tour guide di Huta Siallagan. Bentuknya yang menyerupai rumah panggung, membuat pemilik rumah harus membangun tangga menuju ke pintu rumah. Jumlah anak tangganya pun tak sembarang, haruslah ganjil, biasanya lima atau tujuh. Jika ingin masuk, maka tamu harus menundukkan kepala. ”Hal ini mengajarkan kita sebagai tamu memiliki sopan santun dan hormat ke pemilik rumah,” terang Bagus.

Samosir Siallagan yang merupakan keturunan Raja Naiambaton, garis keturunan dari Raja Isumbaon, anak kedua Raja Batak. Hanya ada satu pintu masuk ke kampung Siallagan, melalui gapura yang hanya ­ bisa dilewati dua orang saja. Kampung yang menjadi cikal-bakal lahirnya Marga ­Siallagan ini dikelilingi dinding batu setinggi 1,5 hingga 2 meter. Menurut salah satu warga Kampung Siallagan, Bagus, dinding tersebut berfungsi menjaga warga kampung dari gangguan binatang buas dan serangan suku lain. “Pada jaman dulu perang antar suku di sini masih sering terjadi,” ungkapnya. Rumah Bolon, Rumah Adat Suku Batak ketika sudah berada di dalam kampung, delapan unit rumah adat batak berumur

ratusan tahun akan menyambut mata pengunjung. Bangunan yang hingga kini masih kokoh itu disebut Rumah Bolon. Beberapa rumah memiliki fungsi yang berbeda, ada yang digunakan sebagai kediaman raja, rumah adat perempuan, rumah adat laki-laki, serta rumah pemasungan. Rumah bolon berdiri di atas tiang-tiang penyangga, sehingga terdapat areal kosong yang disebut Bara. Bara inilah yang digunakan pemilik rumah sebagai kandang hewan ternaknya. Tinggi tiang penyangga rumah disesuaikan dengan tinggi hewan ternak yang dipelihara. Tiang-tiang penyangga rumah dikelilingi papan kayu yang disebut ransang. Bedanya, bagian tengah rumah adat suku batak ini tidak memiliki kamar, ruangannya terbuka dan kerap disebut ruma soding. Dahulu, rumah tersebut dapat dihuni empat

Si Gale-gale, Boneka Roh yang Menari Selain Rumah Bolon, di Kampung Siallagan juga terdapat sebuah rumah ­ panggung berisi alat musik serta boneka kayu Si Gale-Gale. Latar belakang dibuatnya boneka kayu ini, karena dahulu kala, putra raja yang bernama Manggale meninggal dalam medan perang, sehingga membuat raja sedih dan jatuh sakit. Tak ada satu orang pun yang mampu menyembuhkan penyakit sang raja. Hingga akhirnya, masyarakat sepakat untuk membuat boneka kayu yang menyerupai wajah sang putra semata wayangnya itu. Setelah patung selesai dibuat, dukun atau yang lebih dikenal dengan sebutan datuk oleh masyarakat sekitar, komat-kamit membaca mantera untuk memanggil roh. Sambil diiringi musik tradisional khas suku batak, boneka kayu Si Gale-Gale pun menari-nari akibat roh yang masuk kedalamnya. Sesuai harapan, hal ini mampu menghibur raja hingga akhirnya kesedihannya hilang dan ia pun sembuh.

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

33


Nusantara Hingga hari ini, boneka si Gale-gale masih tersimpan rapi dan tetap dilestarikan masyarakat. Saat ada wisatawan berkunjung, mereka akan mengajak wisatawan menari mengelilingi Si Gale-gale sambil meminta sumbangan seiklasnya. Batu Persidangan Di antara Rumah Bolon dan Rumah Panggung, terdapat sebuah Pohon ­Hariari besar yang pada masanya digunakan sebagai tempat bertapa para datuk. Tepat di bawah pohon besar, beberapa batu berbentuk meja dan kursi tertata rapih. Meja dan kursi-kursi batu tersebut merupakan peninggalan sejarah yang lebih dikenal dengan sebutan batu persidangan. Tempat ini digunakan raja dan para petinggi adat Huta Siallagan untuk mengadili para pelanggar hukum adat. Terdapat dua macam kejahatan menurut masyarakat Siallagan, yaitu kejahatan ­ringan dan berat. Contoh dari kejahatan ringan adalah mencuri. Seseorang yang tertangkap tangan mencuri, akan dipasung di Rumah Bolon hingga satu bulan dan selanjutnya akan disidang di batu persidangan oleh raja dan para tetua. Jika keputusan sidang membuktikan bersalah, maka akan kembali dipasung. Lama masa hukuman, tergantung dari kemampuan keluarganya menebus denda. ”Misalkan dia mencuri satu ekor kerbau, maka ke­ luarganya harus menebus dengan empat kerbau agar dapat bebas,” ungkap Bagus. Sedangkan kejahatan yang masuk kategori berat seperti pemerkosaan, pembunuhan, serta menjadi mata-mata dari suku lain. Masyarakat Huta Siallagan tidak akan mengampuni kesalahan berat. Siapapun yang melakukan salah satu dari tiga kejahatan tersebut akan dihukum mati dengan cara dipancung. Selanjutnya, pelaku kejahatan atau pelanggar adat tersebut diadili di batu persidangan untuk menentukan hari baik dilaksanakannya eksekusi mati berdasarkan kalender batak. Saat tiba hari baiknya, pelaku kejahatan dibawa ke area eksekusi yang letaknya sekitar 20 meter dari batu persidangan. Ritual eksekusi dimulai dengan membaringkan pelaku kejahatan di atas batu. Datuk atau dukun akan menyayatkan tubuh pelaku dengan pisau. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah pelaku tersebut memiliki ilmu kebal atau tidak. Jika setelah disayat terdakwa tidak merasakan sakit dan tidak mengeluarkan darah, maka datuk menari mengelilingi orang yang akan dieksekusi dengan membawa tongkat sakti raja, sambil membaca mantera-mantera. Selesai mengelilingi terdakwa sampai tujuh kali, datuk pun

34

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

memukulkan tongkat tersebut ke kepala sampai ujung kaki terdakwa. Datuk pun kembali menyayat tubuh terdakwa, jika sudah keluar darah maka pada saat itu dianggap ilmu kebal yang dimiliki terdakwa sudah hilang. Penyiksaan tak berhenti sampai di situ, datuk membelah jeruk nipis untuk dioleskan ke luka sayat tadi. Jika menjerit kesakitan, maka sudah dipastikan tak ada lagi ilmu kebal yang tertinggal dalam tubuhnya. Proses eksekusi yang ditonton oleh raja dan seluruh masyarakat Huta Siallagan ini dilanjutkan dengan mem­ bawa terdakwa ke batu eksekusi. Di sini, terdakwa ditelungkupkan di atas batu dengan kepala diposisikan tepat di ceku­ ngan batu. Di depannya sudah disediakan ember untuk menampung darah dan kepalanya. Horas...Horas...Horas..!!! Seketika algojo memenggal leher pelaku hanya dengan sekali tebas. Tubuh pelaku yang sudah terpisah dengan kepalanya

dibelah untuk diambil jantung dan hati­ nya. Dua organ tubuh itu akan dicincang dan diaduk di dalam ember bersama darah dan kepala pelaku. Raja akan membagikan campuran tersebut untuk para p ­rajurit­ nya. Menurut kepercayaan, de­ngan ­me­ngonsumsinya kekuatan prajurit akan bertambah. Tubuh pelaku akan di­ buang ke Danau Toba, sedangkan kepalanya akan digantung di gapura masuk Huta S­iallagan, tujuannya agar siapa­pun yang melihat, akan jera dan tidak berani melakukan pelanggaran adat. “Ini yang orang sering sebut orang batak makan orang,” ujarnya. Namun, saat ini, hukuman memenggal kepala sudah tidak dilakukan lagi. Sejak pertengahan abad ke-19, siallagan kedatangan seorang pendeta asal Jerman, Dr. Ingwer Ludwig, menyebarkan agama Kristen di desa tersebut. Hingga sang raja serta seluruh masyarakatnya beragama Kristen dan hukuman bagi para pelanggar aturan dilakukan sesuai dengan hukum yang diatur di negara =

Dok.



Obrolan

CATATAN REKTOR UNILA Oleh Rika Andriani

S

atu tahun Prof. Hasriadi memimpin Unila. Masih banyak permasalahan yang dikeluhkan mahasiswa. Mulai dari keamanan dan ketertiban kampus, sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT), Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI), fasilitas kampus, sampai represitas (penekanan) birokrat kampus terhadap kegiatan kemahasiswaan. Melihat hal itu, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) berinisiatif mengadakan diskusi terbuka “Rabu Bersama Rektor” pada Rabu (26/10) lalu. Tepat pukul dua siang, Rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin, bersama Prof. Bujang Rahman (Wakil Rektor Bidang Akademik), Prof. Karomani (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni), dan Prof. Mahatma Kufepaksi (Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi) memasuki Ruang Sidang Graha Kemahasiswaan Unila. Seketika mahasiswa menyambut dengan tepuk tangan dibarengi teriakan “Hidup Mahasiswa”. Diskusi bertema “Unila Hari Ini” diawali dengan membahas banyaknya mahasiswa yang mengeluhkan keamanan kampus. Maraknya pencurian motor dua bulan terakhir jadi penyebab kegeraman mahasiswa. Dengan adanya diskusi terbuka, mereka berharap ada tindakan dari Pemimpin Kampus terkait hal tersebut.

36

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

Dok.

Namun, mahasiswa yang kehilangan malah disalahkan. “Saya kan harus menyampaikan keterangan versi tim keamanan Unila. Meraka (red. Satpam) mengatakan kehilangan motor terjadi di luar jam kerja. Kemudian sudah dibilang suruh parkir di Balai Bahasa, tapi masih saja ada yang parkir di depan sini (red. Graha),” tandasnya. Rektor menekankan, harus ada kerjasama dari mahasiswa untuk menjaga keamanan kampus. Karena menurutnya mahasiswa Unila sudah satu paket, satu mahasiswa satu motor. Teriakan tidak terima karena disalahkan pun menguat, pihak birokrat dirasa tak punya solusi dalam mengatasi masalah keamanan kampus. Akibat desakan mahasiswa, akhirnya Rektor berjanji menambah 15 Satpam dalam waktu dekat. Ia juga akan memerintahkan Satpam untuk berjaga di Parkiran Balai Bahasa hingga pukul sepuluh malam. Tak sampai di situ, Rektor juga mengatakan pihaknya sedang mengusahakan adanya penambahan lahan parkir di Unila. “Kami sedang usahakan lahan di depan halte Unila (red. deretan kantin) akan dikosongkan akhir tahun ini. Nantinya akan digunakan untuk lahan parkir. Nanti kalian parkir di situ. Rektor juga akan parkir di sana,” umbarnya di sela-sela diskusi. Bukan hanya keamanan yang menjadi

masalah di Unila, gedung Graha Kemahasiswaan pun menjadi polemik lantaran tak pernah ada perbaikan. Adanya renovasi ruang kerja rektor dan Wisma Unila baru-baru ini makin menyulut emosi mahasiswa. Mereka mengeluh mengapa menghabiskan banyak anggaran untuk perbaikan fasilitas yang tak digunakan mahasiswa. Rektor berdalih belum ada peng­ ajuan proposal perbaikan Gedung PKM. Ia mengungkapkan segala bentuk kegiatan Unila termasuk pembangunan harus masuk dalam dokumen anggaran, bukan hanya sebatas mengajukan lewat lisan. Ia yang ditemani WR Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi, mengaku proposal pembangunan gedung Graha Kemahasiswaan akan dibuat dalam perencanaan tahun ini, sehingga baru tahun depan dapat t­ erealisasi. Terkait permasalahan transparansi UKT dan SPI yang diminta oleh mahasiswa, Rektor tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Ia hanya menyarankan kepada mahasiswa yang bersangkutan untuk langsung menemui Prof. Muhammad Kamal (Wakil Rektor Bidang Admanistrasi Umum dan Keuangan) karena hal tersebut menjadi ranahnya. “Unila itu transparan. Transparan kepada orang yang membutuhkan, bukan ‘telanjang’. Semua pekerjaan Rektor kan sudah dibagi ke wakil rektor. Saya tinggal mengawasi,” katanya. =


Obrolan

Mudahnya Belajar Publik Speaking Oleh Retno Wulandari Foto Retno Wulandari

D

i zaman serba modern, hidup di dunia digital dengan segala fasilitasnya tentu menimbulkan dampak positif dan negatif. Tren vlog atau video blog, makin banyak digandrungi anak-anak muda kekinian dan menjadi sarana mengekspresikan diri. Sudah banyak yang membahas tentang dampak negatif dari narsisme yang melanda anak muda, tapi dibalik itu ada pula dampak positif yang dapat dilihat. Tanpa sadar, dengan membuat vlog, atau ngeksis di snapchat, instagram stories dan sejenisnya, dapat mengasah public speaking seseorang. Namun tentu saja jika dilakukan dengan cara yang benar dan tahu aturan. Hal yang akan berkembang dengan melakukan hal-hal tersebut seperti tumbuhnya rasa percaya diri dan tampil degan lebih baik. Public speaking umumnya wajib dimiliki oleh pembawa acara, penguasaan materi dan penyampaian yang lugas serta memiliki penampilan menarik menjadi poin utama yang harus dimiliki oleh seorang public speaker. Salah satu contoh public speaker yang cukup mumpuni yaitu, Hilbram Dunar. Penyiar radio dan MC yang sudah sering mondar-mandir di layar kaca televisi ini membagikan tips-tips untuk melatih public speaking dalam Talk Show yang diadakan Pixy Goes To Campus Universitas Lampung (7/10). Nyamankan, jelaskan, diskusikan, ceritakan, dan perhatikan, menurut Hilbram ialah kunci untuk mendapatkan self comfort atau kepercayaan diri dalam public speaking. Mengapa public speaking seolah menjadi penting saat ini? menurutnya public speaking yang baik sangat penting dimiliki oleh mahasiswa, karena begitu memasuki dunia kerja, mahasiswa akan berbicara dengan banyak orang. Mulai dari presentasi, rapat,

dan saat berbicara dengan bos di kantor. Jika seseorang dapat berkomunikasi dengan baik, percaya diri, dan nyaman dengan caranya berbicara, orang lain akan memperhatikan. Seseorang yang lebih mudah diperhatikanlah yang akan sukses dan bertahan di dunia kerja. Apalagi di tengah Masyarakat Ekonomi ASEAN, selain memiliki kepercayaan diri dan memiliki kemampuan public speaking yang baik, berlajar berbicara menggunakan Bahasa Inggris menjadi penting. Jika percaya diri tampil menggunakan bahasa inggris, maka siapapun yang dihadapi, kemanapun seseorang bekerja, maka akan merasa nyaman dan yakin. Satu hal yang menarik dari penjelasan pemuda yang namanya mulai terkenal saat menjadi penyiar radio ini, men urutnya ketika menjadi MC atau juga penyiar radio, ia masih selalu gugup, “Bahkan setiap kali tampil kita harus merasa g u g u p,� u j a r n ya. Hal ini dilakukannya agar tetap dalam kondisi berjaga dan berhati-hati, “Karena semakin kita gak ada gugupnya biasanya

kebablasan dan kita harus atur gimana caranya, gimana ngomongnya supaya tetap tenang. Tapi rasa gugup itu tetap dijaga dan bagaimana caranya gugup itu jangan dihilangkan, tapi diarahkan supaya jadi bagus,� tuturnya. Tak sulit untuk menguasai public speaking, dengan berlatih berani berbicara dan mencoba di depan kaca setiap hari, maka sebulan pun sudah dapat menguasainya. Hal substansial dari penguasaan public speaking ialah kemampuan untuk menyenangkan orang banyak. Inti dari public speaking ialah tampil. Menurutnya, ketika seseorang tampil, tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri, jika hanya memikirkan diri sendiri, maka tidak akan memikirkan hal-hal lain yang berhubungan dengan public speaking. Semakin seseorang ingin membuat orang merasa nyaman, maka semakin bisa membuat diri sendiri lebih memperhatikan orang lain. Jadi, kemampuan untuk menyenangkan orang lainlah yang semakin membuat seseorang tampil lebih sempurna sebagai public speaker =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

37


Seni

Ketika Klasik

Disajikan Lebih Asik Oleh Rika Andriani Foto-Foto Yola Septika

Musik tradisional lampung semakin hilang terbawa gelombang pergeseran zaman. Ingin musik klasik lampung dinikmati semua kalangan, sebuah pementasan musik klasik disuguhkan dalam sentuhan modern.

J

am dinding menunjuk pukul dua siang. Kursi yang semula kosong, kini mulai diisi puluhan penonton. Tepat pukul 14.15 WIB lampu dipadamkan. Perlahan tirai panggung terbuka, terdengar rampak tetabuhan 7 (tujuh) rebana dan 1(satu) tambur menjadi pengantar pertunjukan. Petikan gitar klasik menyusul irama tetabuhan dari atas bangku hitam berbentuk kotak itu. Sorot lampu kuning ikut memamerkan dekorasi pementasan. Puluhan penonton seolah terbius dengan dekorasi sederhana namun cukup memanjakan mata. Kain putih dijadikan latar belakang panggung. Dua payung bewarna merah dan biru dibiarkan tergantung begitu saja. Ada pula dua tangkai daun kelapa

38

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

ikut menambah kesan hijau di atas panggung. Di sudut kanan panggung, terlihat sepeda tergantung dengan gergaji yang berada di dalam keranjangnya. Jari-jari itu begitu lincah menari di atas dawai gitar. Permainannya yang begitu penuh perasaan mampu memikat hati siapapun yang mendengar. Melodi yang tercipta begitu harmonis mengiringi syair berbahasa lampung yang dilantunkan seorang muli dengan balutan hijab di kepalanya. Muthia Tazakka, gadis berdarah Lampung Abung ini begitu fasih melantunkan syair demi syair dengan penuh penghayatan. Raut kesedihan di paras sang pelantun tembang, seakan bercerita adanya kesedihan akan perpisahan. Pasalnya lagu pertama berjudul ‘tanggeh’ dengan tettik (petikan) gitar keroncong pandan, mengi-

sahkan tentang seorang mempelai wanita yang berpamitan kepada keluarga di hari pernikahannya. Muthia mengaku kesulitan ada pada saat membawakan lagu yang menceritakan kejadian yang belum pernah dialaminya. Bagi mahasiswa yang kini mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila ini, tantangan terbesar adalah bagaimana menyampaikan pesan dari setiap lirik lagu kepada penonton. “Awalnya pasti susah. Tapi setelah saya melihat video pernikahan kakak saya. Saya membayangkan bahwa itu saya. Jadi saya seperti akan berpisah dengan orangtua. Itulah cara saya menyampaikan apa yang saya nyanyikan,� ungkap mahasiswa Ilmu Ekonomi Pembangunan itu. Organisasi yang digawangi oleh Ayu


Seni

Kartika Sari (Administrasi Negara’13) ini menggelar pementasan bertajuk UKM BS main musik folk Lampung, Kamis (4/8). Acara yang diselenggarakan di Gedung Teater Tertutup, Taman Budaya Lampung tersebut dihadiri oleh wakil walikota Bandarlampung, Yusuf Kohar, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Lampung, Dekan FEB Unila, pengamat musik, dosen, masyarakat umum, mahasiswa, serta siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). “Target kami (red.UKM BS) adalah para pelajar yang notabene kaum muda. Supaya mereka tidak melupakan budaya daerah sendiri,” ungkap ketua umum UKM BS itu. Namun ia juga menyayangkan tidak terpenuhinya tamu undangan. Pasalnya banyak akademisi dan pejabat daerah tidak hadir mengisi kursi yang telah disediakan.

Zaman dahulu, petikan gitar klasik Lampung menjadi simbol perasaan seorang pria kepada wanita. Tidak jarang hal itu dija­ dikan sebagai sarana untuk menarik perhatian lawan jenis. Petikan melodi yang mendayu-dayu, begitu klop mengiringi syair yang bertemakan percintaan. Akan tetapi adakalanya melodi yang dihasilnya berirama kesedihan sesuai syair yang dibawakan. Sehingga selain sebagai media hiburan, gitar klasik lampung dapat juga digunakan sebagai alat komunikasi. Gitar klasik ini digunakan sama dengan gitar akustik pada umumnya, perbedaannya terletak pada cara memainkannya. Petikan gitar klasik Lampung lebih menekankan pada permainan melodi bukan permainan accord (kunci gitar), sehingga perlu ketelatenan dalam memainkannya.

Sayangnya, seiring derasnya arus pertukaran budaya, mengakibatkan petikan gitar khas Lampung ini semakin terpinggirkan. Lambat laun persaingan akan mengubur budaya yang semakin asing di kalangan masyarakat. Walaupun tidak semua ulun Lampung bersikap tak acuh, terhadap kesenian asli lampung ini. Gitar klasik lampung yang biasanya dibawakan oleh kalangan orang tua de­ngan alunan keroncong. Kali ini, UKM BS mengemasnya menjadi sesuatu yang baru, dengan banyaknya alat musik yang dimainkan secara ansamble dengan gitar klasik lampung. Kolaborasi antara gitar klasik lampung dengan bass akustik, biola, gamolan, suling recorder, saluang, rebana, jimbe, serta tamborin mampu menciptakan alunan musik sesuai selera anak zaman sekarang. Pementasan garapan anggota dan alumni UKM BS juga sukses menyajikan delapan lagu klasik lampung yang dibawakan tiga vokalis, Destri Widi Astuti (pend. Bahasa Perancis’14), Karunia Hartati (pend. Biologi’14), dan Muthia Tazakka (Ekonomi Pembangunan’13). Sebagai dosen pembina, Prof. Satria Bangsawan (Dekan FEB) merasa bangga masih ada anak muda yang memperhatikan budaya daerah Lampung. “Terimakasih kepada kita semua yang telah hadir. Mari kita dukung kebudayaan Lampung semakin baik dan semakin bisa kita jual,” papar dosen yang telah membina UKMBS selama 20 tahun itu. Anggelino Vinanti (30) merasa puas de­ ngan penampilan yang dibawakan. Baginya musik klasik lampung yang sudah mulai dilupakan oleh masyarkat, kembali dikenalkan dengan tampilan yang lebih bersemangat. “Semoga ada gerakan lanjutan untuk menyuarakan kesenian daerah Lampung. Tak berhenti di pementasan ini saja,” ungkapnya di sela-sela pementasan. Tak hanya itu, Anzanis Mardiana (Sosiologi’13) juga merasa terhibur dengan suguhan yang diberikan. Baginya musik klasik daerah Lampung yang terkesan asing di telinga kaum muda memiliki sisi yang menarik jika disajikan dalam bentuk yang berbeda. Edythia Rio Wirawan (Manajemen’12), selaku ketua pelaksana mengaku kesulitan dalam memainkan gitar klasik lampung di atas panggung. Menurutnya tantangan utama terletak dalam kemampuan komposer gitar klasik lampung menjadi sesuatu yang baru, beda, serius, dan berkelas. “Apa yang terjadi di panggung itulah bentuk usa­ha kami menampilkan bentuk lain dari gitar klasik lampung,” ujarnya =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

39


SENI

Perjalanan Panjang Mencari ‘DIA’ Oleh Kalista Setiawan Foto-Foto Kalista Setiawan

Sekelompok orang sedang melakukan perjalanan. Proses pencarian, mungkin tuhan dan dirinya. Kemudian mereka dihadapkan dengan pertanyaan dan eksistensial termasuk kerinduan terhadap sisi primordial. Beberapa fragmen hasil eksplorasi, situasi kritis, perjalanan kesadaran manusia yang entah kapan akan sampai atau tidak akan pernah sampai. Tarik ulur antara mencari dan menemukan, kehilangan dan mendapatkan, antara kembali dan melanjutkan perjalanan hingga pokok-pokoknya pada situasi absurd.

A

lunan harmonika disusul petikan merdu dari senar gitar memulai pertunjukkan malam itu. Sorot lampu perlahan mulai menerangi delapan orang berpakaian bak petualang, lengkap dengan tas punggungnya. Nampaknya mereka akan melakukan perjalanan yang sangat jauh. Tak lama, satu per satu dari mereka mulai menyanyikan lagu country dan melantunkan puisi keluhan juga doa pada tuhan. “...dan kami dihanyut perjalanan yang entah pulang atau pergi.. yang entah ingin menemui atau malah tersesat di padang garam... siapakah kau yang berjanji menemui kami? Benarkah engkau yang kami cari? Wajahmu kah yang menebar purnama pada peta perjalanan kami?..” Lampu sorot mulai meredup. Formasi mereka berubah, berjajar, ketua kelompok berada di tengah. Perjalanan panjang dan sulit difisualisasikan dengan mengangkat satu kaki kemudian bertumpu pada

40

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

kaki lainnya. Keringat mulai mengucur, ketidakseimbangan mulai terlihat jelas. Perdebatan antara ketua dan anggota rombongan ini mulai terjadi. Rupanya bebe­ rapa anggota mempertanyakan tujuan dari perjalanan panjang yang mereka lakukan. Pertanyaan-pertanyaan skeptis muncul dalam diri masing-masing anggota. Apakah perjalanan ini hanya tipu daya? Apakah hanya akal-akalan ketua untuk menjerumuskan? Apakah benar perjalanan ini bagian dari iman? Tertib dan meminta izin kepada diri masing-masing, itulah syarat yang diajukan sang ketua sebelum anggotanya ingin tahu tujuan perjalanan. Kebingungan terlihat jelas, bagaimana meminta izin kepada diri sendiri? Beberapa anggota mengeluh lebih keras. Absurd kata mereka. “Kau bertanya dan memancing jawaban, tapi kau biarkan kami tak bisa menjawabnya. Kau mengajak kami untuk menempuh jalan, tapi kau tak memberi tahu kapan kita kan sampai. Kau menuntut dari kami iman supaya mencegah kami untuk masuk


SENI

dan bertanya tentang mengapa kami harus beriman” “Kita semua memang tolol sekaligus ko­ nyol. Mencari untuk menemukan, kehilang­ an untuk mendapatkan. Menemukan apa? Mendapatkan apa? Harapan? Cita-cita? Surga? Tidakkah kita masih bisa berharap sekaligus bercita-cita dan membangun surga kita sendiri di rumah?” “Tak perlu alasan untuk pergi dan mencari. Untuk pulang dan menemukan. Untuk menanti dan kehilangan. Tapi kita tak pernah kehilangan alasan. Karena itu dulu kita kan gegas berjalan. Kita ingin memastikan harapan. Kita ingin sampaikan kepada yang terdepan. Bukan ke luar tapi ke dalam, bukan esok tapi sekarang. Dalam diri kita!! Dalam diri kita!! Sekarang!! Sekarang!! Sekarang!! Di sini!! Di sini!! Di sini!! Tidak di tempat lain, selain di badan, pembuluh darah, di antara keluar masuknya nafas” Penggalan dialog para petualang itu jelas menyiratkan makna yang dalam. Hidup

memang punya tujuan. Dalam perjalanan meraih tujuan, dunia maupun akhirat kelak, tak akan ada yang tahu kapan akan sampai. Bahkan harus bersusah-susah hingga melawan diri sendiri. Berharap juga dilarang. Harapan adalah buah pikir yang terinfeksi virus ketergesa-gesaan. Sedang tergesa-gesa adalah perbuatan setan. Mengingat kampung halaman apalagi, karena katanya masa lalu adalah waktu yang membatu. Mengabaikan waktu juga harus dilakukan. Manusia bukanlah budak, melainkan majikan sang waktu. Jerat kesedihan hanya bisa lepas jika seseorang menutup luar. Perdebatan sengit tentang menunggu sosok ‘DIA’ yang dinantikan juga terjadi. Perjalanan mencari sosok ‘Dia’ yang tak pasti, menghasilkan keraguan besar. Mereka hanya diyakinkan, ‘Dia’ itu benar-benar ada dan mereka hanya harus menunggu. Sebagian dari mereka ada yang percaya ada yang tidak. Tidak tahu apa yang sebenar­ nya sedang ditunggu. Pada suatu titik perjalanan, mereka berhenti dan bersimpuh pada langit, menge-

luarkan segala keluh-kesah dan harapan. Setelah semua keluar dari mulut, semua anggota melantunkan Asmaul Husna. Tangis mereka tidak terbendung. Mereka hanyut dalam lantunan suci itu. Pementasan ini digagas oleh anggota komunitas Berkat Yakin (Kober) yang ­ terdiri dari anggota serta alumni UKMBS Unila dan beberapa mahasiswa IAIN Raden Intan Bandarlampung. “Pilgrim ­ Project (1)” ini merupakan penyajian puisi yang dikemas dalam bentuk teater. Adalah Ari Pahala Hutabarat sang sutradaranya. ­ Tujuannya hendak menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia dituntut untuk mencari jati diri. Pertanyaan maupun pernyataan bersifat skeptisme yang muncul pada percakapan teater, menjadi wujud nyata yang dirasakan manusia selama ini. Tuhan menuntut manusia, untuk mencari jalan pulangnya sendiri. Meski terkadang masih berada pada kebingungan, Tuhan tetap memberi­ kan petunjuknya. Manusia sendiri yang akan memilih perjalanan ­seperti apa yang akan ditempuhnya.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

41


Konservasi

Penyu

Nyaris Tak Punya

Tempat Bertelur Oleh Yola Septika Infografis Retnoningayu Janji Utami

S

ejak didirikan 2005 lalu, Pusat Penangkaran Penyu di Pekon Muara Tembulih, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat masih menjadi satu-satunya tempat konservasi penyu yang ada di Lampung. Keberadaannya telah membantu ribuan telur penyu menetas menjadi tukik (penyu anakan) yang akhirnya dilepasliarkan kembali ke laut. Ketua Pengurus Pusat Penangkaran Penyu, Wardana mengatakan jumlah telur yang ditemukan tiap tahun terus berkurang. Data menunjukan total penyu yang ditemukan sejak 2014 jumlahnya mencapai 857 butir, hingga yang berhasil dilepas ke laut sebanyak 822 ekor. Di tahun 2015, jumlah telur yang ditemukannya berkurang menjadi 596 butir dan hanya 522 ekor yang berhasil dilepasliarkan. Sampai 19 April 2016, Wardana mengatakan belum menemukan sebutir pun telur penyu. Tambak Udang Pengaruhi Keberadaan Penyu Di Ngambur Setiap hari, ketika air laut tengah pasang,

42

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

Wardana dan tim, rutin menelusuri pantai hingga sejauh 20 km dari lokasi pe­ nangkaran. Dengan bantuan lampu senter sebagai penerangan, Wardana selalu berharap dapat menemukan jejak penyu yang akan membawanya ke sebuah sarang berisi telur. Namun kenyatannya, sejak Agustus 2015 hingga berita ini ditulis, ia belum menemukan sebutir pun telur penyu di pantai. Saat tengah patroli, Wardana sering melihat bayangan tubuhnya di pasir, pertanda suasana malam dalam kondisi terang. Kondisi yang terang tersebut jadi perhatian Wardana dan semua anggota timnya. Hal tersebut karena penyu memiliki sensifitas tinggi terhadap cahaya dan getaran. Oleh sebab itu, jika keadaan sekitar dirasa terlalu terang, maka penyu tak akan mau menaruh telurnya. Menurut Wardana, penerangan tersebut berasal dari lampu sorot tambak udang atau kapal nelayan yang sedang melaut menjaring ikan. “Ada juga beberapa tambak udang di Pelabuhan Singing,” terangnya. Menurut Wardana Jumlah tambak ikan dan udang yang

kian menjamur diduga menjadi penyebab tak ditemukannya telur penyu hingga kini. Kehadiran tambak udang di sekitar pantai Ngambur, ikut meme­ ngaruhi keberadaan penyu. Hal ini tak lain karena bahan kimia yang dihasilkan dari zat sisa pakan ikan ataupun udang membuat penyu tak ingin mendekat ke pantai. Sejak menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Penangkaran Penyu di tahun 2012 hingga saat ini, Wardana menyaksikan langsung empat jenis penyu yang sudah mendarat di Pantai Ngambur, diantaranya Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu Hijau (Chelonia mydas), dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Sayangnya, kesemua penyu tersebut sudah masuk dalam status riskan menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature). Penyu Lekang dan Penyu Belimbing masuk dalam kategori vulnerable atau ren­ tan. Sementara Penyu Hijau masuk dalam


Konservasi

kategori endangered atau terancam punah. Bahkan Penyu Sisik sudah masuk dalam kategori critically endangered atau terancam punah. Pentingnya Keberadaan Penyu Penyu telah lama diakui oleh pemerintah sebagai hewan yang dilindungi keberadaannya. Terdapat beberapa payung hukum yang menyatakannya, seperti UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 Tentang Pangawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa, PP No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, PP No. 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru, UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, dan ditingkat internasional ada CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang menegaskan pelarangan pemusnahan penyu dalam bentuk apapun. Sosialisasi kepada warga penting agar tak silang pendapat dengan pihak konservasi. “Kita tidak melarang (mencari ikan), hanya saja jangan saling mengganggu,” terang Wardana. National Geographic memuat artikel mengenai keberadaan penyu yang kian kritis. ‘Hari Penyu Sedunia 2016: Mengapa Penyu Terancam Punah?’ yang ditulis Lutfi Fauziah menjelaskan bahwa beberapa faktor seperti perdagangan karapas (cangkang penyu bagian atas), perubahan iklim, dan perburuan penyu menjadi penentu keberadaan penyu. Penyu memiliki kemampuan untuk kembali ke habitat pertama kali ia ditetaskan, dibantu indranya sebagai navigasi jelajah termasuk menemukan tempat bertelur. Dosen Biologi FMIPA Unila yang juga konservator penyu, Endang Linirin Widiastuti, memberikan sedikit gambaran mengenai pentingnya keberadaan penyu di Bumi. Penyu membutuhkan waktu 10 tahun sejak masih berbentuk tukik hingga mencapai masa reproduksinya. Artinya, seekor penyu memerlukan sedikitnya 10 tahun untuk memperbanyak dirinya. Masing-masing jenis penyu pun memiliki waktu berbeda untuk mencapai masa reproduksi. Penyu Belimbing misalnya, menurut Endang penyu jenis ini membutuhkan waktu 20 tahun untuk bisa menetaskan telurnya. Kemampuan ber-

tahan hidup (survive) dari tukik juga perlu diperhitungkan. Mengingat banyaknya predator penyu di alam seperti, beberapa jenis burung, ikan, hingga ular laut yang siap memangsa tukik kecil dengan karapas yang masih lemah. Dari beberapa faktor penyebab gagalnya penyu bertelur, faktor aktivitas manusia­ lah yang berpengaruh paling besar. Pertama, faktor jarak antara pantai dan lintas sumatera yang terlalu dekat (tak sampai 1 km), hal ini membuat penerangan kendaraan yang singgah di tepi pantai akan jelas terlihat. Akhirnya penyu akan merasa asing dengan keadaan tersebut. Kedua, berkurangnya pandan di tepi pantai, jala nelayan di pinggir pantai, hingga pemanfaatan telur dan bagian tubuh penyu untuk kepentingan manusia juga tak boleh dibiarkan lagi. Faktor aktivitas manusia seharusnya menjadi fokus utama pemerintah dalam menghadapi ancaman kepunahan. Endang melihat masalah sampah di laut sebagai masalah yang paling mendesak. Akibat perilaku membuang sampah tidak pada tempatnya, beberapa penyu ada yang memakan plastik dan tertinggal di paru-paru, kemudian karena tidak bisa bernafas, penyu akhirnya mati. “Banyak yang lupa meskipun penyu hewan laut, dia bernafas dengan paru-paru,” terangnya. “Yang paling susah mendidik masyarakat untuk bisa konservasi. Seperti halnya membom ikan, mereka tidak berpikir panjang. Harusnya sejak dini ditanamkan semangat konservasi,” lanjutnya. Menurut Endang, semua elemen harus serius menjaga ekosistem pantai dan laut dengan tidak mengubah morfologinya. Lampu sorot kendaraan pun tak perlu terlalu terang ketika tengah melintas di sepanjang area tempat penyu mendarat. Menghilangkan berbagai mitos yang memanfaatkan bagian tubuh penyu pun harus digencarkan. “Totally tak diambil telurnya,” tutur Endang. Makanan penyu berupa ganggang dan sea grass membuat keberadaannya begitu berpengaruh di alam. Ekosistem dan keseimbangannya amat diperlukan di dunia ini. Pendataan pun harus dilakukan bukan hanya di daratan. Endang berharap pusat konservasi juga turut andil dalam penelitian di lapangan, guna mempelajari perilaku penyu. Dengan demikian kajian yang dilakukan, berdasarkan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

43


Foto Arif Sabarudin

Sejarah

Kokohnya Masjid Jami Al-Anwar,

Masjid tertua di Lampung Oleh Silviana

Masjid bernuansa hijau itu sudah berusia 177 tahun. Berdiri di atas lahan seluas 6.500 meter persegi, masjid Jami Al-Anwar menjadi saksi sejarah perjuangan masyarakat Lampung melawan penjajah dan dahsyatnya letusan Gunung Krakatau.

S

ebuah masjid dengan pekarangan cukup luas berdiri di antara sesaknya barisan rumah dan ruko di Jl. Laksamana Malahayati No. 100, Teluk Betung Selatan, Bandarlampung. Sepi, tak terlihat kegiatan keagamaan di masjid sore itu, Senin (31/10). Hanya terlihat beberapa anak kecil bermain di pekarangan masjid. Tak banyak yang tahu, bahwa masjid ini sudah dinobatkan sebagai masjid tertua di Lampung. Masjid beratap genting hijau dengan dinding putih ber-lis kuning ini bernama masjid Jami Al-Anwar. Layaknya masjid lain, masjid berukuran 30x35 meter ini memiliki ruang salat utama yang ditaksir dapat menampung hingga 2.000 jamaah. Saat memasuki masjid, kita akan melihat enam tiang penyangga yang mencerminkan jumlah rukun iman dalam

44

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

Agama Islam setinggi 8 meter. Bagian kubahnya dihiasi ukiran ayat-ayat Al-Qur’an berwarna kuning keemasan. Selain itu, terdapat pula menara masjid setinggi 26 meter di halaman depan masjid. Sejarah Masjid Berumur 177 Tahun Fisik bangunan yang terlihat kokoh, membuat kita takkan sadar jika masjid ini sudah berumur seabad lebih, tepatnya sudah 177 tahun berdiri. Masjid ini didirikan pada tahun 1839 atas prakarsa seorang ulama keturunan Kesultanan Bone, bernama Muhammad Saleh bin Kareng. Saat pertama kali dibangun, masjid ini hanya berbentuk musala (surau) kecil yang berdiri di atas tanah wakaf seluas 6.500 meter persegi. Berkat dukungan masyarakat sekitar, musala sederhana beratap rumbia, berdinding

geribik, dan bertiang bambu kala itu berhasil dibangun. Musala bernama Al-Anwar yang berarti ‘bercahaya’ tersebut dahulunya tak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah dan pembinaan Agama Islam bagi masyarakat sekitar. Musala tersebut juga digunakan sebagai tempat berkumpul para ulama untuk mengatur strategi menghadapi penjajah. Hingga pada tahun 1983, Gunung Krakatau meletus dan menghancurkan musala hingga tak berbentuk lagi. “Musala benar-benar habis,” ungkap Kaharudin (39). Menurut pengurus masjid Jami Al-Anwar ini, setelah kejadian, tidak ada aktivitas apapun di mushola tersebut. Baru setelah lima tahun berselang, tepatnya pada tahun 1988, bersama Daeng Sawijaya dan bebe­ rapa ulama dan tokoh lampung lainnya,


Sejarah

Ilustrasi Retnoningayu Janji Utami

­ uhammad Saleh membangun masjid di M atas tanah bekas musala yang hancur. Masjid baru tersebut pun diberi nama Masjid Jami­­ Al-Anwar yang bertahan hingga sekarang. Masjid tertua di Lampung ini sudah empat kali direnovasi. Renovasi pertama di tahun 1962, dengan membangun menara masjid yang sampai saat ini masih kokoh berdiri di halaman depan masjid. Renovasi kedua terjadi pada tahun 1994, yang turut merubah tinggi menara menjadi 26 meter. Pada tahun 1997, renovasi ketiga dilakukan untuk memperluas masjid dan renovasi terakhir terjadi pada tahun 2015 oleh pemerintah daerah tingkat 1, Provinsi Lampung untuk memperbaiki atap masjid yang kerap bocor saat hujan. Meski sudah mengalami empat kali pemugaran, bangunan asli berupa enam buah tiang penyangga, kubah, dan dinding bagian depan yang sudah ada sejak awal berdiri masih tetap dipertahankan. Hal ini tentu dilakukan untuk menjaga ciri khas dan keaslian sejarahnya.

Menariknya Peninggalan Sejarah Masjid Jami Al-Anwar Seabad lebih berdiri, tentu saja masjid bersejarah ini memiliki beberapa peninggalan sejarah yang juga unik. Saat pertama memasuki halaman masjid, kita akan melihat dua buah meriam peninggalan Bangsa Portugis (tahun 1811) yang sudah tak berfungsi. Suara dentuman meriam ini pun konon dapat terdengar hingga 3 kilometer jauhnya. Dahulu, dentuman meriam tersebut tak hanya sebagai simbol menggelorakan perjuangan melawan penjajah, tetapi juga digunakan sebagai penanda waktu berbuka puasa di bulan ramadhan. Memasuki masjid, kita juga akan melihat rak-rak buku di kiri masjid. Perpustakaan kecil ini menyimpan bukti-bukti sejarah berdirinya masjid, beberapa ensiklopedia dan kisah meletusnya gunung krakatau yang ditulis dalam Bahasa Belanda. Beberapa Al-Qur’an tafsir dan kitab gundul berbahasa jawa pun tersedia. Sayangnya, perpustakaan ini tidak dibuka setiap hari,

jika kita ingin membaca koleksi buku-buku bersejarah tersebut, terlebih dahulu harus mendapat izin dari penjaga masjid. Selain dua meriam dan koleksi buku tua di perpustakaan, terdapat pula sumur tua peninggalan jaman penjajahan yang terletak di belakang masjid. Meski sudah seabad lebih, air di dalam sumur tak pernah kering dan sampai saat ini masih digunakan untuk berwudu para jamaah. Masjid Jami Al-Anwar dan Polemiknya Berbicara soal masjid tentu tak lepas dari persoalan tanah wakaf. Kaharudin menjelaskan selama ini banyak perdebatan yang terjadi, terkait dengan peninggalan tanah wakaf yang ada di belakang masjid tertua di Lampung tersebut. Konon tanah yang dipergunakan untuk membangun musala ini merupakan tanah pribadi milik Daeng Sawiji, saudara sepupu Muhammad Saleh, “Tanah ini sudah diwakafkan sejak lama,” terangnya. Puluhan tahun berlalu, tanah waqaf di belakang masjid saat ini tak lagi kosong, 30 tahun rumah-rumah itu sudah berdiri. Menurut Kaharudin, ketua yayasan dan sejumlah pengurus masjid berencana hendak membuat pesantren, akan tetapi perdebatan antara warga dan pengurus sampai saat ini belum terselesaikan. “Sebenernyakan pengen buat pesantren, nah kalau pesantren kan pasti harus ada asrama ada madrasah juga, tapi gimana ­ lagi warga disini tidak ada yang mau pindah. Kami sendiri sudah mengurusnya pada ­pihak kepolisian dan selama 3 tahun ini b­elum ada kepastiaanya kapan tanah itu akan digusur,”papar Kaharudin saat di temui di masjid Jami Al-Anwar. Ada banyak harapan pengurus masjid untuk membuat masjid Jami Al-Anwar menjadi lebih bagus lagi. Akan tetapi kendala biaya dan kurangnya SDM dalam mengurus dan melanjutkan kelestarian masjid ini jadi kendalanya =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

45


Life Style

Oleh Alfanny Pratama F

Kebiasaan tidak memakai kaus kaki terlihat seperti hal sepele. Siapa sangka, bahaya tidak memakai kaus kaki dapat mengganggu kesehatan kaki hingga menurunkan rasa percaya diri.

D

isaat tengah asyik-asyiknya mengobrol dengan temanteman, salah satu temannya tiba-tiba menceletuk “Iih,, kaki sapa sih bau, seperti terasi” sembari mencari asal bau tersebut. Kejadian tersebut pernah dialami Vijai Radar Abimanyu (Akuntansi ’15). Tak ayal, pengalaman tak menyenangkan tersebut membuatnya minder dan malu. Vijai sebenarnya sudah tahu penyebab mengapa kakinya mengeluarkan aroma tak sedap. Hal itu karena saat menjalankan aktivitas keseharian, ia memakai sepatu, tapi tidak memakai kaus kaki. “Lebih simple dan praktis aja dan biasanya setelah pakai sepatu saya siram aja dengan sabun untuk mengurangai bau,” ujarnya. Kebiasaan tidak memakai kaus kaki juga diakui Mery Elizabeth (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ’15). Sebagai mahasiswa yang aktivitasnya cukup padat dan panjang, ia mengaku tak pernah memakai kaus kaki sejak Sekolah Menengan Atas (SMA). Bukan tanpa alasan, Mery mengaku jika memakai kaus kaki, kakinya akan

46

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

terasa panas dan ribet. Sejak SMA, Mery mengalami banyak keluhan karena tidak pakai kaus kaki. Jika cuaca sedang sangat terik, warna kulit kakinya akan menghitam dan belang karena langsung terpapar sinar matahari. Ia pun sempat menunjukkan kedua tumit kakinya yang mengalami pecah-pecah. “Kalau lagi jogging aja saya gak pakai kaus kaki, karena sudah merasa nyaman dan terbiasa itu, jadi tidak perlu dikhawatirkan,” akunya. Tapi pada akhirnya, karena sadar beberapa keluhan tersebut membuatnya kurang percaya diri, Mery mengoleskan body lotion atau terkadang salep untuk tumitnya yang pecah-pecah. Ia pun memilih sepatu yang tidak terlalu sempit agar kakinya tidak lecet. Lain halnya dengan Ririn Erviana, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Negeri (STAIN) Metro ini sangat rajin memakai kaus kaki untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari. Menurut Ririn, selain berfungsi untuk menutup auratnya, kaus kaki juga dapat membuat penampilannya terlihat lebih formal dan rapi.

Ririn selalu menyiapkan dua kaus kaki warna putih dan cokelat. Kaus kaki warna putih dipakai satu hari sekali, sedang yang cokelat dikenakannya dua kali sehari. Pernah sekali ia tidak memakai kaus kaki karena terburu-buru. “Takut telat,” ujarnya. Akibatnya, selama seharian, Ririn merasa risih di bagian telapak kakinya. Ia baru mengetahui usai menyelesaikan aktivitasnya, kedua kakinya sangat kotor dan dekil, bahkan keluar bintik-bintik merah. “Iih Jijik kalau tidak pakai kaus kaki, apalagi kalau kakinya digosok dengan tangan, udah tuh daki semua nempel,” tuturnya. Keluhan pada kaki seperti, gatal-gatal, lecet pada kaki, hingga kaki memerah jika tidak memakai kaus kaki turut dirasakan Dewi Nurhalimah (Hukum ’15). Keluhan itu sering terjadi karena kulit kakinya yang cukup sensitif. Dewi pun enggan mengenakan kaus kaki yang basah. Walaupun sedikit, ia akan merasa risih karena kaus kakinya akan berbau tak sedap. “Takut tumbuh jamur kalau sudah bau dan basah, bisa-bisa gatal-gatal. Makanya cepat-cepat diganti,” ujar Dewi.


Ilustrasi Retnoningayu Janji Utami

Menanggapi bahaya tidak memakai kaus kaki dr. Khairun Nisa, M.Kes, menganjurkan siapapun untuk memakai kaus kaki saat beraktivitas. Pasalnya, pada kedua kakilah terdapat sekitar 250.000 kelenjar keringat. Hal inilah yang menyebabkan menyebabkan kaki menjadi lembab. Oleh karena itu, kaus kaki berguna untuk menyerap keringat selama menjalankan aktivitas yang padat. Selain itu, kaos kaki bermanfaat melindungi kulit agar tak menghitam, melindungi kaki dari debu, mencegah bau kaki, menghindari lecet, sehingga tidak akan terjadi infeksi pada kaki, terutama bagi penderita diabetes. “Kaki yang lembab dan sedikitnya udara dalam sepatu yang tertutup, menimbulkan bakteri kaki (Kyetococcus Sedentarius) yang bereaksi dengan kelenjar keringat, kemudian menghasilkan gas yang menyebabkan kaki dan sepatunya berbau tak sedap. Selain itu, bisa muncul infeksi jamur yang berakibat penyakit atlet (tinea pedis), pecah tumit dan kuku, panu, kurap, gatal, dermatitis peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil ‘vesikel’ pada kulit,” jelasnya. Menurut dokter yang juga mengajar di Fakultas Kedokteran (FK) Unila itu, penggunaan kaus kaki hanya bisa dipakai sehari saja. Walaupun kelihatannya tidak kotor sama sekali, tetapi di dalamnya sudah banyak bakteri dan jamur. Terlebih lagi kalau basah, kaus kaki harus diganti 2-3 kali dalam sehari. Selain itu, kualitas kaus kaki juga harus jadi perhatian. Pilihlah bahan yang menyerap air seperti kain katun. Selain kaus kaki, sepatu pun harus dipilih dengan benar, jangan terlalu sempit sehingga menimbulkan lecet pada kaki. “Disela-sela aktivitas padat, disempatkanlah membuka sepatu dan kaos kaki untuk sedikit mengangin-anginkan kaki yang lembab, agar kering karena kulit juga bu-

tuh oksigen,” sarannya. Bagi siapapun yang sering tidak pakai kaos kaki dan mengalami banyak keluhan di kaki, disarankan untuk merendam kaki dengan air hangat dan garam, semprot antibakteri, antiseptik, mengoleskan salep untuk mengobati tumit pecah-pecah, atau bila keluhan tak kunjung sembuh dianjurkan untuk segera mengunjuki dokter kulit. Tak hanya kebiasaan malas menggunakan kaos kaki yang memicu permasalahan. Menggunakan kaos kaki saat tidur pun jadi kebiasaan unik yang banyak beredar di artikel, karena dirasa dapat memberikan rasa nyaman, mencegah gigitan serangga, dan membuat kaki hangat, terutama saat malam. Kebiasaan memakai kaos kaki saat tidur bisa karena sengaja untuk membuat tidur pulas atau karena lupa melepaskan kaos kaki usai seharian beraktivitas. Dokter yang lebih akrab disapa Ibu Nisa ini, tidak membenarkan semua manfaat penggunaan kaos kaki saat tidur. Bahan karet yang ada dalam kaos kaki akan memberikan tekanan pada kulit kaki sehingga menghambat sirkulasi. “Apalagi saat tidur, kondisi tubuh metabolisme minim. Repair sel maksimal oleh growth hormone sehingga gangguan sirkulasi akibat penekanan kaos kaki kurang menguntungkan,” paparnya. Selain itu, kulit juga butuh oksigen yang cukup, bila tidak, dapat menyebabkan jamur. Menurutnya walaupun ada manfaat yang dirasakan,

tetapi lebih banyak pengaruh negatif dari kebiasaan tersebut. Munculnya kaos kaki yang unik, mulai dari warna, motif yang lucu, hingga harganya yang murah ternyata mampu menyedot perhatian konsumen. Padahal, konsumen tidak disarankan untuk buru-buru membeli tanpa melihat dengan teliti kualitas kaos kaki yang dipilih. Sebaiknya memilik kaos kaki yang dapat menyerap air , tidak mudah robek dan tidak cepat melar.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

47


Cerpen

PUNGUTAN

LIAR

T

idak ada orang baik yang benar-benar baik. Begitu pula sebaliknya, tidak ada orang jahat yang benar-benar jahat. Itu menurut Pepatah. Segelintir mulut nyinyir yang banyak bertuah. Merasa paling suci paling bak Sang Maha Dewa. *** Gapura kokoh di mulut sebuah jalan kecil menjulang, tidak terlalu tinggi—sekitar dua meter. Bernaung sebentuk siger berwarna serupa emas yang telah sempurna pudar. Beberapa huruf berderet tepat dibawahnya membentuk suku kata, ‘Pantai P…ra…n’ yang sudah tidak dapat terbaca lagi. Sebab catnya telah mengelupas dikulum waktu. Amat menyedihkan, namun selalu setia menyambut kedatangan dan melepas kepergian Badar. Seorang pria dewasa yang kini tengah mengendarai sepeda motor butut kesayangan. Sepeda motor berknalpot sumbang itu mulai memasuki jalan tanah bercampur pasir padat, meninggalkan jalanan aspal payah. Hujan deras semalam mengguyur menyisakan genangan yang lebih pantas disebut kolam ketimbang jalanan berlubang. Nyatanya jalan tanah itu tidak lebih baik dari

48

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

si aspal yang tak pernah tersentuh perbaikan. Sepasang ban sepeda motor gundul yang dikemudikan Badar nyaris selip saat melalui jalan tanah yang kondisinya gembur. Laki-laki berkulit gelap itu nyaris terpelanting. Jika saja nasibnya cukup apes. Tapi rupanya laki-laki itu agak beruntung. Demi merayakan—entah kesialan atau keberuntungan—itu, mulutnya yang menahan sebatang rokok lintingan mengumpat. Semakin ke dalam kendaraan rongsoknya bergerak, aroma asin laut semakin pekat mengisi rongga paru-paru. Sedang posisi matahari seharusnya sudah meyejajari ubun-ubun. Namun apa daya, awan kelabu menghalangi. Menciptakan suasana serupa sendu di cakrawala. Badar lantas menghentikan laju besi karatnya di depan sebuah gubuk beratap asbes yang berlubang disana-sini. Kayu penyangga gubuk itu telah rapuh dimakan rayap pada beberapa tempat. Di depannya, sebuah portal tampak melintang. Menutup sempurna akses jalan yang sempat laki-laki itu lalui. Berjalan santai dirinya memasuki gubuk tak berpintu yang—jika memaksa—bisa disebut pos jaga. Kantor. Tempat bekerja. Tempatnya menanti


Ilustrasi Retnoningayu Janji Utami

Cerpen

rejeki. Atau sejenisnya. Dihempaskan pantat miliknya pada sebuah bangku kayu di dalam banguna semi permanen itu. Sebuah meja kayu tanpa cat ikut melengkapi. Pada laci meja itu terdapat sebuah pena dan sebundel kertas serupa tiket wisata, yang lebih berfungsi sebagai lintingan tembakau Badar ketimbang bukti sah pembayaran memasuki tempat wisata. Benda itu dicetak dan dijilid setidaknya lima belas tahun silam. Selain keempat benda itu, tidak ada lagi sesuatu yang mengisi bangunan. Tidak ada yang bisa Badar kerjakan, kecuali menunggui tempat yang memang seharusnya ia dan segelintir orang yang pernah menyebut dirinya karang teruna desa, tunggu. Entah apa sebenarnya yang laki-laki itu tunggu. Cuaca terlalu payah untuk sekedar mengundang orang kota berpiknik ke pantainya. Toh, semisal matahari bersinar cerah, belum tentu pula wisatawan-wisatawan lokal itu akan mampir. Dulu, lima belas tahun lalu tepatnya, tempat itu pernah ramai. Amat ramai oleh pengunjung. Pernah menjadi wisata primadona daerah itu. Pernah menjadi kebanggan warga desa setempat. Para karang teruna desa yang dipercaya mengelola—termasuk Badar tentu saja—pernah meraup untung hingga berjuta-juta. Tentu sebelum para orang kaya dari luar negeri dan luar kota membeli pantai-pantai lepas dan pulau-pulai kecil di sekitar teluk tempat tinggalnya. Sebelum orang-orang besar itu mendirikan resort, waterboom, dan wahana-wahana lain di pinggiran pantai yang sukses menarik wisatawan untuk berbondong-bondong datang. Mereka kaya, tidak akan sebanding dengan Badar dan karang terunanya. Dalam mimpi sekalipun dirinya tidak akan sanggup membangun tempat semacam itu. Terkantuk-kantuk Badar menyangga kepala di atas meja. Tidak ada kopi. Atau camilan yang menemani. Bahkan perutnya dari pagi belum sempat terisi, hanya sesapan asap rokok lintingan. Itupun jika terhitung dapat mengisi perut. Melilit di perut Badar sudah biasa. Tapi melilit di perut anak-anak dan istri, itulah yang tidak seharusnya. Kadang Badar merasa amat tidak becus menjadi seorang kepala keluarga. “Bang, beras di rumah udah habis!” Itu kalimat romantis dari mulut sang istri yang menyambut pagi harinya tadi. Membuat Badar ingin segera beringsut dari bawah selimut kumalnya, meski gerimis di luar masih terus mengguyur. Belum lagi tangisan si bungsu yang memekik inderawi. Dugaan Badar mungkin sepenuhnya benar. Hingga langit mendung keabu-abuan nyaris berganti langit pekat, tidak ada wisatawan yang datang berkunjung. Bahkan cecunguk-cecunguk yang biasanya bersama menjaga pos tidak menampakkan batang hidungnya. Laki-laki itu tidak cukup heran, sangat lumrah terjadi. Bahkan jika dirinya diberikan pilihan, sudah barang tentu Badar akan memilih mengunjungi pantai kekinian yang sedang naik pamor. Ketimbang pantai menyedihkan yang ia kelola. Laki-laki itu lantas beranjak dari gubuk reot tempatnya melamun, sedikit melakukan gerakan peregangan untuk otot-otot yang terasa kaku. Dilangkahkan kaki menuju bibir pantai. Ombak cukup besar menggelombang, berpadu dengan angin yang kencang berembus. Pepohonan nyiur yang tumbuh meliar di sepanjang pantai ikut bergoyang, seolah mengejek nasib Badar. Jika diperhatikan dengan saksama, pantai itu sebenarnya tidak benar-benar menyedihkan. Mungkin hanya nasibnya saja yang kurang mujur. Pasir putih lembut menghampar indah tanpa jejak kaki pun sampah plastik yang berserakan. Semakin sempurna tanpa ada koral-koral yang mengotori. Pantai itu, bersih terjaga bukan karena Badar dan karang teruna desa rutin menggelar acara serupa bersih pantai dan sebagainya. Itu semua disebabkan karena tidak adanya jamahan wisatawan. Sehingga tempat itu terjaga keperawanannya. Jika sedang tidak ada badai seperti saat ini, ombak akan bergulung malu-malu, menjilat kaki siapa saja yang mendekat. Pantai itu memiliki area landai yang sangat luas bahkan ketika laut sedang pasang. Menjadi saksi matahari menggelincir di kaki langit sore bukan suatu kegiatan yang mustahil. Pemandangan serupa kilauan emas di atas air akan memanjakan mata. Jika malam menjelang, bertepatan dengan langit yang kian pekat, lampu dari

ibukota provinsi tampak berkerlap-kerlip dari kejauhan. Sembari menyusuri pantai, Badar memikirkan cara agar beras di rumahnya kembali utuh seperti sedia kala. Agar wanita yang beberapa tahun belakang ini hidup bersamanya tidak kembali mengoceh. Agar anak-anaknya tidak terus-menenus menangis. Laki-laki itu melepas tatapan jauh ke tengah laut. Bahkan di tengah cuaca buruk semacam ini, kail dan jala pun tidak akan bisa menghidupi keluarga Badar. Belakangan kata-kata Bapak mertua seperti kemelut di kepala. “Kau carilah itu pekerjaan di kota. Merantaulah ke mana. Beri tunjuk usahamu sebagai kepala keluarga.” Di telinga Badar, saran itu lebih pantas dibilang sindiran keras ketimbang petuah dari seorang bapak mertua yang amat peduli. Kepalanya terasa penuh sesak. Di sisir rambut dengan jemari milik kedua tangannya. Membiarkan kaki bersandal jepitnya sesekali disapu ombak. Dugaan Badar tidak sepenuhnya benar. Dewi Fortuna sedang berpihak pada beras di rumahnya. Di jam-jam terakhir dinas, lima buah sepeda motor merapat ke portal menuju pantai. “Pucuk dicinta, ulampun tiba.” Siulnya dalam hati sembari gegas menyambut rombongan remaja dari kota itu. Kamera dan gadget bergelantungan di tangan dan leher beberapa dari anggota rombongan. Dari kode plat skuter yang mereka gunakan, Badar dapat memastikan rombongan ini dari kota provinsi. Diliriknya skuter-skuter becat mengilap itu. Sangat kontras dengan motor rongsoknya. Ah, persetan! Dirinya kini hanya butuh menyambung nyawa untuk hari ini—syukur sampai esok. “Tiga puluh lima perorangnya.” Begitu tutur Badar takzim. Melipatgandakan hingga berbilang kelipatan lima dari yang tertera pada kertas karcis yang masih teronggok di atas meja pos. “Anah! mahal sekali, Bang. Tidak ada uang sebanyak itu kitaorang. Kurangilah.” Nego salah satu dari rombongan yang berbadan tebal. “Memang sudah segitulah, tarifnya.” Entengnya sembari kembali memikirkan stok beras di rumah. Sesaat rombongan itu berkasak-kusuk. Diskusi. Salah satunya meyeletuk. “Sudah, kita pindah saja ke pantai yang lain. Sepertinya di sini juga tidak ada apa-apanya.” Suara lain ikut menimpali. “Tapi kita sudah terlanjur sampai di sini. Kita juga belum pernah foto di sini.” Seperti kecewa. “Sebentar-sebentar, saya nego lagi.” Terdengar sayup-sayup di telinga Badar yang harap-harap cemas menanti. “Dua puluh ribulah Bang, bagaimana? Tidak punya uang lagi kitaorang ini.” Si gempal kembali berbicara mewakili. Badar memperhatikan rombongan remaja dengan darah muda yang membara itu lamat-lamat. Tapi yang mendominasi benaknya justru omelan sang istri. Sindiran telak ayah mertua. Serta tangisan memekik telinga si bungsu. “Tidak bisalah! Kau pikir ini di pasar, main tawar-menawar!” Tidak sadar bahwa dirinya sendiri yang mematikan potensi wisata pantai perawannya. “Ya sudahlah, kita cari tempat lain saja teman-teman.” Si gempal kembali mengomando. Mengiringi seraut kecewa di wajah para rombongan. Seiring dengan deru skuter-skuter itu menjauh, melilit di perut Badar yang sejak pagi belum terisi kian terasa menggigit. “Ah, persetan!” Batinnya. Entah persetan dengan apa. *** Sekali lagi, tidak ada orang baik yang benar-benar baik. Begitu pula sebaliknya, tidak ada orang jahat yang benar-benar jahat. Itu menurut Pepatah. Segelintir mulut nyinyir yang banyak bertuah. Merasa paling suci bak Sang Maha Dewa.=

LD Lustikasari FMIPA Fisika

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

49


Komunitas

KPKL,

Wadah Edukasi Kopi di Lampung Oleh Kalista Setiawan

S

iapa yang tidak pernah mencicipi kopi?. Tua muda, laki-laki dan perempuan pasti sudah tak asing dengan rasanya. Espresso, cappucino, latte dan lainnya hanya segelintir varian rasa yang disajikan barista di kafe atau kedai-kedai kopi. Saat ini, kopi tak hanya sekadar minuman berkafein pencegah rasa kantuk. Ada banyak hal menarik jika kita mau melihat dunia kopi lebih dalam. Mulai dari proses penanaman, pembuatan minuman kopi, penyajian, hingga rasa kopi yang bisa terus dieksplor. Ialah Sandhi Prawira Maulana, seorang pecinta kopi di Bandarlampung. Sandhi yang sudah terlebih dahulu terjun di dunia kopi, berkeinginan menyatukan pecinta kopi dari berbagai kalangan dalam satu komunitas. Berbekal tekad yang kuat untuk mengumpulkan anggota, Sandhi rela bertandang dari pintu ke pintu kafe, coffee shop, sampai warung kopi di Bandarlampung. Rasa ragu tak lagi menjadi

50

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

penghalang. Setiap orang yang ditemui diajaknya bergabung, entah dari profesi atau letar belakang apapun. Bertempat di salah satu kedai kopi di Jl. Jendral Ryacudu No.48, Way Dadi, Sukarame, Keiko Bahabia menjadi tempat terbentuknya Komunitas Penikmat Kopi di Lampung (KPKL). Kala itu, tepatnya pada 17 Januari 2016, sekitar 20 orang hadir dalam pertemuan pertama itu. Hingga akhirnya sepakatlah mereka untuk membentuk KPKL. Tanggal 17 Januari pun dipilih sebagai hari jadinya. Meski belum genap setahun berdiri, 30 orang dari berbagai profesi seperti, pengusaha, barista andal belum bersertifikat dan yang sudah bersertifikat, penikmat kopi, karyawan, hingga perawat sudah tergabung dalam komunitas ini. KPKL Wadah Edukasi Kopi Mengumbar visi sebagai wadah edukasi kopi bagi masyarakat, KPKL mewujudkannya dengan mengadakan berbagai

kegiatan rutin seperti diskusi maupun sharing, selain itu kegiatan ‘Seduh Seru’ juga jadi andalan. Kegiatan yang sering di upload di akun instagram @KPKLampung itu diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin belajar teknik penyeduhan kopi atau sekadar ingin tahu dan mencicipi rasa dari berbagai jenis kopi nusantara. Biasanya langsung diadakan di kedai-kedai kopi atau lokasi lain dan pengunjung hanya membayar seikhlasnya untuk tiap pelatihan yang diberikan. KPKL yang berbentuk komunitas memang tidak memiliki struktur organisasi yang mutlak. Semua anggotanya pun dianggap sama, orang-orang yang ingin belajar tentang kopi. “Kita sih gak struktural, dibangun kekeluargaan saja, paling kalau ada acara-acara tertentu ditunjuk penanggung jawabnya. Dan itu selalu diputer biar semua belajar,� jelas Adi Cahyadi (28) yang juga owner Keiko Bahabia. KPKL juga sering mendapat undangan sebagai pembicara untuk mengedukasi


Komunitas masyarakat tentang kopi. Seperti yang dilakukan beberapa bulan lalu, KPKL sempat diminta mengunjungi Skala Brak (Sekala Beghak), Lampung Barat untuk mengedukasi anggota karang taruna, mulai dari teknik menanam kopi yang baik hingga proses penyajian kopi. Selama ini, Adi Cahyadi (28) dan anggota yang lain sering menemukan petani kopi yang salah dalam teknik berkebun kopi khususnya di Lampung. Seperti yang terjadi pada teknik penjemuran, petani biasa menjemur kopi di permukaan tanah hanya beralaskan terpal. Padahal hal tersebut akan merusak cita rasa kopi. Pada dasarnya kopi mudah menyerap udara di sekitarnya, hal tersebut akan mengakibatkan kopi berbau dan berasa tanah. Petani seharusnya menjemur kopi di atas para-para (tempat untuk menjemur ikan asin) yang diletakkan 1 meter di atas permukaan tanah. Selain itu, para petani juga sering melakukan kesalahan dalam pemetikan. Tak jarang buah kopi yang masih hijau sudah dipetik, padahal buah kopi yang tepat untuk dipanen adalah yang berwarna merah. Prihatin melihat hal tersebut, KPKL sudah berencana hendak mengajarkan teknik-teknik berkebun kopi yang baik ke desa-desa penghasil kopi di Lampung, agar Kopi Lampung memiliki kualitas rasa yang baik. Ngulik Kopi Tak Bisa Sendiri Bagi penikmat kopi, satu cangkir kopi yang mereka minum merupakan hasil pekerjaan seni. Bagaimana tidak, untuk menyeduh kopi sendiri saja, Anda perlu memerhatikan ukuran penggilingan kopi, suhu air dan rasio antara kopi dengan air. Tak berhenti di situ, setelah rasio ditentukan, Anda juga harus menentukan jenis kopinya. Salah satu tantangan yang diakui Adi cukup sulit adalah menghilangkan rasa pahit kopi. “Bagi para barista, hal tersulit adalah menggeser rasa kepahitan pada kopi dan menimbulkan sensasi rasa yang baru,” ungkapnya. Pada dasarnya sudah ada diagram rasa yang menjadi standar rasa kopi internasional. Rasa yang ditimbulkan dari proses penyeduhan pun bermacam-macam, mulai dari pahit, asam, manis, asin, rasa buah-buahan, sayur-sayuran, hingga rasa alkohol. Namun, Kopi Lampung sendiri merupakan jenis kopi Robusta yang cukup kuat, sehingga Kopi Lampung tidak memiliki banyak tingkatan rasa. “Emang agak susah sih merasakan kopi bagi para pemula. Yang orang awam tahu paling rasa pahit doang. Padahal kopi itu memiliki banyak tingkat rasa,” jelas Adi.

Adi menjelaskan bahwa ada dua jenis kepekatan kopi, Light dan Bold. Light merupakan jenis seduhan kopi yang lebih encer, ditandai dengan warna yang lebih pekat dari teh. Sedangkan Bold jenis seduhan kopi yang lebih kental, warnanya hitam pekat karena memiliki rasio 1:10 antara air dan kopi. Agar bisa membedakan rasa kopi yang satu dengan yang lain, memang perlu lebih intens meminum berbagai jenis kopi. Campuran gula yang sering ditambahkan pada kopi ternyata bisa merusak taste kopi itu sendiri. Cara terbaik meminum kopi adalah membiarkan kopi itu benar-benar alami tanpa dicampur gula ataupun creamer. Tidak hanya itu, bertanya pada yang ahli adalah salah satu kuncinya. “Ngulik kopi ini, gak bisa sendirian. Maka dari itu ada KPKL,” pungkas Adi. PR Besar KPKL “Sudah sejauh apa berkontribusi untuk Kopi Lampung?” Pertanyaan itu sering KPKL dengar dan sekaligus jadi PR terbesar. “Inilah PR kita untuk menemukan rasa baru pada kopi Lampung,” ungkap Adi. Beberapa kedai kopi di Lampung, memang masih jarang mengolah Kopi Lampung yang berjenis robusta kuat. Meski Kopi Lampung sudah terkenal sampai ke mancanegara, jenis kopi tersebut memang sulit dieksplor rasanya. Berbeda dengan jenis kopi Arabica yang diakui Adi memiliki banyak tingkatan rasa. Wawasan tentang kopi semakin pesat, terus mendalami kopi adalah semangat KPKL. Menyebarluaskan pengetahuan

Dok.

dan inovasi dari sumber terpercaya, serta mampu merangkul pegiat dan penikmat kopi demi membangun rantai edukasi kopi yang baik menjadi misinya. Sampai saat ini, sudah banyak bermunculan kafe dan kedai kopi di Lampung, seperti Keiko Bahabia, Hast Coffee, Coffee Paste, N8 Coffee, Kopi Pacar Hitam, IC Coffee, Amnesty, Flambojan, Mr. Caffein dan masih banyak lainnya. KPKL terus berusaha mencari dan mengajak para penggiat kopi profesional maupun orang dengan latar belakang berbeda yang mempunyai passion di dunia kopi. “Kami berharap sih, kedai-kedai kopi yang ada di Lampung bisa bergabung dengan KPKL,” ucap Adi. Semakin banyak­ nya anggota muda menjadi harapan besar KPKL agar ada generasi penerus khususnya di Lampung yang mau mendalami dunia kopi, mengingat potensi kopi yang sangat menjanjikan dan akan tumbuh pesat di masa mendatang =

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

51


Komunitas

BERSEPEDA AJARKAN KEBERSAMAAN Oleh Rika Andriani Foto-Foto Arif Sabarudin

Hidup Sehat dan Mandiri” sepenggal kalimat yang terus menjadi alarm bagi anggota Natar Cycling Club (NCC). Komunitas yang diprakarsai oleh Suryono (47) dan Guwan (42) ini, kembali hidup di tahun 2012 setelah sempat mati suri beberapa tahun lalu. Kala itu, tak banyak yang ingin bergabung, lantaran tak banyak yang memiliki sepeda. Jadilah hanya tujuh orang yang bergabung dengan NCC. Meski dengan anggota seadanya, Suryono tak mau tinggal diam, ia dan anggota lain semakin sering gowes bareng. Tak hanya di daerah natar saja, NCC sampai ke Kabupaten Tanggamus demi mengajak hidup sehat. Hingga saat ini, anggota NCC sudah

52

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

mencapai 50 orang dari berbagai latar belakang, mulai dari pelajar, pegawai, wiraswasta, sampai pensiunan. “Kami beragam anggotannya, mulai dari kelas tiga SMP sampai yang paling tua sekitar usia 70 tahun,” ungkap Suryono. Selain gowes rutin setiap akhir pekan, NCC selalu menyempatkan waktu untuk kegiatan sosial demi memupuk rasa peduli antar anggota. Mulai dari menjenguk anggota yang sedang sakit, hingga turut serta dalam gotong-royong masyarakat. Komunitas yang kini dinahkodai oleh Boner (36), terus mengumpulkan sedikit penghasilan anggotanya untuk memberikan santunan kepada orang-orang yang membutuhkan. Belum lama ini pun, NCC menyempatkan waktu untuk bertandang

ke salah satu pondok pesantren di daerah Lampung Selatan. Arloji menunjukkan pukul tujuh pagi, rombongan (NCC) sudah mulai menggowes (mengendarai) sepeda menyusuri jalan yang telah ramai lalu lalang kendaraan, Minggu (9/10). Udara pagi bercampur dengan asap kendaraan tidak menyurutkan semangat komunitas sepeda untuk berbagi kepada sesama. Satu jam berjibaku di jalanan, rombongan NCC tiba di Pondok Pesantren Khairul Hafazh yang terletak di Gg. Gemilang 1, Kelurahan Fajar Baru, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Para santri yang ditemani Ustad Nurul Huda beserta Istri menyambut hangat kedatangan rombongan NCC. Pondok pesantren yang baru


Komunitas enam bulan berdiri itu masihlah jauh dari kata layak. Bangunan yang hanya memiliki dua kamar dan satu ruang yang disekat dengan papan tulis untuk memisahkan ruang tamu dengan dapur itu, masih dalam status ‘ngontrak’ dengan biaya Rp 5 juta per tahun. Terlihat ayat-ayat suci menghiasi din­ ding batu bata. Karpet usang menjadi alas yang menutupi retakan-retakan lantai. Di sudut ruangan ada dua meja kayu yang kerap digunakan para santri untuk mengaji. Di sanalah dua belas santri biasa belajar ilmu agama dengan Ustad Nurul Huda. Niat baik dari NCC pun disambut baik para santri. Bagi mereka, bantuan yang diberikan memberikan arti penting bagi pondok pesantrennya. Mardia (16) contohnya, santri yang kini duduk di bangku kelas dua SMK itu merasa senang karena masih ada orang-orang yang peduli dengan dirinya. “Kami tidak diajarkan untuk menjadi peminta-minta. Tapi jika ada yang berniat baik dengan memberikan bantuan kami tidak akan menolak,” katanya dengan senyum simpul. Bantuan berupa beras, uang dan aneka macam kebutuhan rumah tangga mereka peroleh atas sumbangan suka rela anggota NCC. “Selama ini kami kasih bantuan selalu menggunakan dana pribadi. Karena komunitas kami masih baru kami tidak ingin meminta donasi ke manapun, takut mereka menyangka disalahgunakan nantinya. Kita juga belum tersohor, takutnya mereka berpikir negatif,” papar Boner selaku ketua NCC. Bukan hanya sekali mereka melakukan baksos kepada orang-orang yang tidak mampu. Karena baksos kali ini, merupakan baksos yang ke tiga kalinya bagi komunitas sepeda gunung itu. “Kita bakti sosialnya gak terpaku, semisal ada warga yang sedang gotong royong, atau sedang memperbaiki masjid kami pasti ikut membantu,” ujar Guwan selaku koordinator lapangan NCC. “Tak sampai di situ, ketika rombongan NCC sedang gowes ke suatu tempat, apabila menemukan atau melewati rumah yang tidak mampu kita akan buat program untuk menggalang dana,” tambahnya. Pada mulanya, tujuan dibentuknya NCC hanya untuk mengajak masyarakat untuk menerapkan hidup sehat dengan berolahraga, salah satunya dengan bersepeda. Selain itu, NCC juga ingin memberikan aksi nyata kepada masyarakat dalam mengurangi polusi yang disebabkan oleh kendaraan. Seringnya berkumpul dan touring bersama, memupuk rasa kebersamaan dan kekeluargaan di antara anggota. Tak ada

lagi batasan usia dan jabatan untuk komunitas tersebut. Yang ada hanya bagaimana mengedukasi anggota untuk hidup sehat, kompak, dan menjaga silahturahmi antar anggota. “Tujuan kami yang utama memberikan contoh ke anak-anak muda halhal yang positif. Karena pengaruh teknologi yang semakin menjadi, membuat anak muda lebih asik di rumah dengan gadget masing-masing. Mereka lupa bahwa kita hidup harus bermasyarakat,” kata salah satu anggota NCC, Ahmad Afandi (23).

Selain itu, kegiatan gowes yang dibarengi oleh baksos ini dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat pada umumnya dan anggota pada khususnya, bahwa masih ada orang-orang yang membutuhkan bantuan. “Kegiatan kita ini untuk menguji kepekaan, semakin peka semakin rendah hati. Anak muda selalu melihat ke atas, dengan adanya kegiatan ini kami berharap kepekaan dengan sesa­ ma akan muncul,” ungkap Radja Yons (40) yang juga tergabung dalam NCC.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

53


Opini

Fenomena Pungli, Saat Kebangkitan Mahasiswa Mengawal Perubahan Oleh Atika Mutiara Oktakevina, S.I.P. Asisten Ombudsman R.I. (Alumni Jurusan Ilmu Pemerintahan Unila)

Seikhlasnya saja, mas.” Kalimat ini atau kalimat-kalimat sejenis lainnya mungkin tidak asing di telinga kita. Ada saat-saat dimana kita kerap mendapatkan kalimat tersebut dari petugas berseragam. Sepintas mungkin biasa saja. “Ah, tho tidak ada paksaan”, “Kasihan, mungkin ini seseran dia”. Atau pemakluman sejenis yang sering ada dalam benak kita yang pada akhirnya membuat kita mengikuti permintaan sang petugas berseragam. Tanpa kita sadari, inilah fenomena yang tengah berkembang. Ya, fenomena pungutan liar (pungli) seolah menjadi fenomena gunung es yang semakin lama semakin menggunung. Pada mulanya terlihat sepele. Namun, pungli-pungli kecil inilah yang pada akhirnya menjadi suatu tindakan yang layak mendapat pemakluman dari masyarakat. Bermula dari pemakluman, lalu menjadi semacam habit/kebiasaan, selanjutnya menjadi terkesan “aneh” jika kita tidak memberi dan pada akhirnya akan berimbas pada kualitas pelayanan jika dilakukan tanpa adanya “seseran” dari pengguna layanan. Tanpa kita sadari, habit ini pula yang pada akhirnya membentuk pola pikir korup, tidak hanya bagi si pemungut, bahkan juga bagi si pengguna layanan. Hal ini menunjukkan betapa pungli akan menimbulkan dampak yang signifikan jika tidak serius dibenahi mulai saat ini. Besarnya perhatian pemerintah akan fenomena pungli kini dapat kita saksikan. Tidak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi, melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar kini telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang secara spesifik mengatur tentang kerja-kerja pemberantasan pungli. Pungli sendiri dapat diartikan sebagai pungutan yang dikenakan tidak pada tempatnya dan tanpa dasar pengenaan yang sah. Pungli sangat lekat dengan penyelenggaraan pelayanan

54

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

publik, dan pungli dapat dikategorikan sebagai salah satu contoh nyata maladministrasi dalam pelayanan publik. Sementara pelayanan publik menjadi hal yang sangat melekat dengan masyarakat. Dapat kita saksikan, bahwa sejak seorang warga Negara lahir, ia sudah membutuhkan pelayanan publik. Mulai dari akta kelahiran sampai surat kematian. Belum lagi jika berbicara kegiatan sehari-hari, tentu tak lepas dari pelayanan publik, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 28 tentang Ombudsman Republik Indonesia menjelaskan bahwa “Maladministasi adalah prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.” Pungli sudah jelas menimbulkan kerugian bagi pihak yang dikenakan pungli. Alih-alih mendapatkan pelayanan publik yang baik, pengguna layanan justru dikenakan tarif yang tidak berdasar, bahkan belum tentu sejalan dengan kualitas pelayanan publik yang diperoleh. Terkait penyelenggaraan pelayanan publik, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UndangUndang Pelayanan Publik) sebenarnya telah mengatur sedemikian rupa untuk mewujudkan pelayanan publik yang terukur dan berkualitas. Pada Pasal 21 Undang-Undang Pelayanan Publik tedapat ketentuan tentang 14 (empat belas) komponen standar pelayanan publik yang wajib dipenuhi oleh setiap instansi penyelenggara pelayanan publik. Dalam tulisan ini, Saya hanya membahas beberapa komponen yang paling


Opini

krusial berkaitan dengan pungli. Komponen pertama yaitu biaya/tarif pelayanan. Setiap instansi penyelenggara pelayanan publik wajib menyediakan biaya/tarif atas setiap pelayanan yang diberikan. Biaya layanan tersebut harus terinformasikan. Meskipun tidak dipampang, setidaknya pengguna layanan bisa dengan mudah mengakses informasi biaya pelayanan tersebut. Bahkan, kendatipun pelayanan tersebut dapat diakses tanpa biaya, penyelenggara layanan juga wajib memberikan informasi “GRATIS” kepada masyarakat. Perlu diperhatikan, Undang-Undang tidak mengamanatkan suatu pelayanan harus diberikan dengan gratis. Undang-Undang mengamanatkan adanya suatu kepastian hukum bagi pengguna layanan dalam mengakses pelayanan publik. Kewajiban penyelenggara pelayanan dalam menyediakan informasi mengenai biaya layanan inilah yang dapat digunakan oleh pengguna layanan untuk mengontrol proses pelayanan di suatu instansi. Melalui informasi biaya yang jelas, pengguna layanan dapat dengan mudah bertanya kepada petugas layanan jika pengguna layanan dikenakan biaya yang tidak sesuai sebagaimana yang terpampang. Bahkan, ketika tidak terlihat informasi biaya layanan, pengguna layanan memiliki hak untuk bertanya dan mendapatkan informasi tentang biaya layanan yang berlaku secara resmi. Abaikan rasa takut yang kerapkali muncul ketika berhadapan dengan petugas layanan. Hal penting yang perlu diingat adalah Pasal 18 huruf a Undang-Undang Pelayanan Publik mengatur hak masyarakat yaitu “mengetahui kebenaran isi standar pelayanan” dan “mengawasi pelaksanaan standar pelayanan”. Maka menjadi hal yang sangat wajar apabila pengguna layanan bertanya tentang biaya layanan yang berlaku secara resmi. Selain komponen biaya/tarif layanan, Pasal 21 UndangUndang Pelayanan Publik juga mengatur tentang komponen standar pelayanan publik lainnya seperti persyaratan layanan, jangka waktu layanan, dan alur/mekanisme layanan. Ketersediaan standar pelayanan yang jelas dan terukur sangat penting bagi pengguna layanan. Karena melalui informasi standar pelayanan yang jelas inilah, lagi-lagi masyarakat bisa memperoleh kepastian hukum akan pelayanan publik yang diakses. Selain itu, dapat kita bayangkan, ketika suatu instansi tidak menyediakan informasi standar pelayanan dengan jelas, hal tersebut akan menjadi celah bagi munculnya praktikpraktik pungli. Ya, ketika masyarakat pengguna layanan tidak mengetahui dengan pasti apa saja syarat untuk mengurus pengajuan beasiswa misalnya, atau tidak megetahui berapa lama jangka waktu pembuatan SIM misalnya, hal ini dapat menjadi celah bagi terjadinya penyimpanganan dalam proses pelayanan publik. Kembali, jika berbicara akan hak masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Pelayanan Publik, masyarakat berhak untuk menanyakan dan mengetahui kebenaran standar pelayanan publik dari setiap pelayanan yang akan diakses. Selanjutnya, masih tentang komponen standar pelayanan publik, berdasarkan Pasal 21 huruf j Undang-Undang Pelayanan Publik. setiap instansi penyelenggara pelayanan wajib menindaklanjuti pengaduan dan saran yang diberikan

oleh masyarakat. Hal ini berarti, masyarakat dapat mengajukan komplain/pengaduan kepada instansi penyelenggara pelayanan publik ketika masyarakat, khususnya pengguna layanan menemukan adanya praktik penyimpanganan pelayanan publik termasuk praktik pungli yang dilakukan oleh oknum tertentu di suatu instansi penyelenggara pelayanan publik. Terkait pengelolaan pengaduan ini, bahkan telah diatur sampai ke Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Maka tidak ada alasan bagi penyelenggara pelayanan untuk “risih” terhadap masyarakat yang mengajukan komplain/pengaduan atas pelayanan publik yang diberikan. Justru, komplain masyarakat adalah suatu hal yang sangat berharga yang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi instansi penyelenggara pelayanan publik dalam melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik. Kembali tentang fenomena pungli. Pungli yang kerap mendapat pemakluman dari masyarakat kini sudah saatnya mendapatkan pengawasan dari masyarakat, Biarkan Satgas Saber Pungli menjalankan tugas pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil dan satuan kerja, sementara kita selaku masyarakat, lakukanlah apa yang dapat kita lakukan sesuai kapasitas. Berbicara masyarakat, Saya percaya, bahwa sampai saat ini mahasiswa masih menjadi bagian dari mayarakat yang mampu menjalankan fungsi kontrol sosial dengan baik. Apalagi kampus adalah tempat tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan dengan berbagai karakteristik intelegensia yang ada di dalamnya. Namun, sebagai penyelenggara pelayanan publik, bisa jadi kampus juga tidak lepas dari praktek pungli. Apalagi pungli dapat dilakukan dalam sekup yang sangat kecil dan begitu samar sebagaimana saya paparkan dalam awal tulisan ini. Disinilah peran mahasiswa sangat dibutuhkan. Terlepas dari berbagai aksi turun ke jalan yang kerap dilakukan mahasiswa dalam menuntut pembenahan dari pemerintah, melakukan fungsi kontrol dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah upaya nyata mahasiswa dalam ikut melakukan pembenahan demi terciptanya tatanan pemerintahan yang bersih dan baik. Melakukan fungsi kontrol dengan berbekal ketentuan yang mengatur tentang pelayanan publik akan menjadi aksi yang tak kalah heroik yang dapat dilakukan oleh mahasiswa selaku pemegang status agent of social control. Saatnya mahasiswa kembali berperan dalam membuat suatu perubahan penting, menuju tatanan pemerintahan yang bersih dan baik. Karena, “Menjadi cerdas itu penting. Namun menjadi cerdas dan peduli, lebih dibutuhkan oleh masyarakat”. Ketika sudah mencoba menjalankan fungsi kontrol sosial yang baik, namun belum menemukan solusi, maka Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung akan hadir dengan tangan terbuka untuk menerima laporan/pengaduan masyarakat terkait penyimpangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk pengaduan tentang pungli. Laporan/pengaduan masyarakat dapat disampaikan ke Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, Jl. Way Ketibung No. 15, Pahoman Bandar Lampung, Telepon/Fax: 0721–251373, email: lampung@ombudsman.goid.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

55


Oleh Khusnul Aulia

56

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

Deadline 26 Desember 2016 Foto dan upload di Instagram tag @teknokraunila dengan tagar #TekaTekiTeknokra 3 pemenang dengan like terbanyak akan mendapatkan bingkisan menarik!


Apresiasi

PERGULATAN HARAPAN

Nama yang kulangitkan

Dikebisuan ini aku tak tau artinya, dikebutaan ini aku tak tau maknanya.

Kau datang dibawa oleh senja

Dibelakang batin yang berperisai tajam, kau tetap tak bisa juga menilai dukanya.

Melalui goresan yang bersenandung

Sinar jingga menyerumbat dari dahan-dahan Menyelinap masuk dijendela kehidupan

Bukan hanya sekali aku tertatih sambil membawa jiwa yang berlumur merah ini kepada gembala yang tak seperti ku.

Aku masih ingat puluhan kalimat

Ada jiwa yang hidup diantara bayang-bayang.

Digaris mata yang padam perlahan

Ada jiwa yang terus berjalan dan tertawa ditengah hati yang mati. Tidak banyak yang berani dibagi memang. Baginya kesialan hidup yang paling sial adalah berhenti mengayuh harapan. Jika masih bisa bahagia lalu mengapa harus ada drama air mata. Jika masih ada harapan lalu mengapa harus mengizinkan jasad terperangkap dalam masa lalu yang kelam. Kadang jiwa itu sangat haus dengan kepastian yang benar-benar pasti. Namun secepatnya jiwa sadar kembali, sebab tak satu iblis pun tau kemana hidup akan menuju. Karena kepastian dalam hidup seperti menuggu daun yang gugur selembar demi selembar. Atau seperti daun dan akar yang berharap awan yang kelam, atau bahkan seperti berapa banyak bintang yang bersinar dimalam ini. Nada-nada kepedihan bukan berarti itu adalah penghiatan. Mungkin itu bagian nada indah dari harapan yang tak bertemu dengan takdirnya. Mata yang kosong, jiwa yang lelah, hati yang mati. Lalu mengapa dia masih bisa berjalan dan tertawa. Sebab alasannya, hanyalah harapan.

Kecapan bibirmu sebagai azimat aku mengerti, berlalumu adalah menyakitkan Bersama denting waktu kau sebut namamu Menyandarkan hatimu selama seminggu Untukku rangkaian kata yang kau sematkan Bisikanmu di ujung pertemuan Kau tahu Melihat langit dengan tatapan kosong Lebih menyakitkan dari menangis Dan itu setiap waktu aku lakukan Seakan awan ikut berbicara Wahai hati, kau selalu memandangiku, mengapa? Lalu ia ulurkan tangannya Sekedar mengusap tetesan dari pelupuk mata Aku tidak lagi menyimpanmu dalam hati Karena aku tersadar Hati ini kadang terbolak-balik Lalu, aku menyimpanmu dalam permohonan Kau adalah satu-satunya nama yang kulangitkan Biar semua penduduk langit tahu Bahwa kau terindah dari yang terindah Dan tetap menjadi yang terindah dari yang terindah Sekelebat kata kau utarakan Segenggam janji kuungkapkan Sekarang, kau berada di alam seberang Harapku kau disana tetap dalam benderang

Citra Amalia Yulianti

Andri Agung Saputra

Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ‘13

Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan 2014

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

57


COMPLETE Resensi

UNKNOWN

Oleh Yola Septika

Repro

A

Pemain: Rachel Weisz, Michael Shannon, Condola Rashad, Chris Lowell, Azita Ghanizada, Michael Chernus, Zack, Frank De Julio, Omar Metwally, Kathy Bates, Danny Glover Penulis Skenario: Joshua Marston, Julian Sheppard Sutradara: Joshua Marston Tanggal Rilis: 26 Agustus 2016 (USA) Bahasa: Inggris Durasi: 90 menit

58

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

lice hadir ke pesta makan malam perayaan ulang tahun Tom di kediaman Tom dan istrinya, Ramina. Ia hadir sebagai teman Clyde, rekan sekantor Tom yang telah menahun membujang. Alice yang mengaku seorang biologist peneliti katak, dengan mudah beradaptasi dalam suasana malam itu. Wanita ini fasih bercerita pengalamannya sebagai seorang biologist, terutama saat dirinya meneliti katak. Seketika, kehadiran Alice membuat Ramina dan beberapa rekan Tom terkesan. Ekspresi serupa tak tampak di wajah Tom saat melihat Alice yang perlahan turun dari tangga. Ia malah terlihat kaget, merasa tak asing dengan wajah Alice. Seketika Tom teringat seseorang di masa lalunya. Ia yakin betul bahwa Alice adalah Jennifer, teman dekatnya 15 tahun yang lalu. Tapi bukan seorang biologist. Merasa tak percaya, pertanyaan-pertanyaan sinis dilontarkan Tom pada Alice di setiap sela-sela perbincangan. Perbincangan empat mata pun tak terhindarkan. Tom keheranan, ia menganggap Jennifer sudah lama meninggal. Tom mempertanyakan kemana saja Jennifer selama ini pergi dan Ia pun tak percaya dengan profesi Jennifer saat ini. Ia meragukannya, Tom yakin Jennifer mengarang semua kisahnya sebagai biologist. Terlepas dari itu, Tom belum benar-benar mengerti alasan ‘Alice’ kembali hadir dalam kehidupannya. Kehadiran Alice memang membuat perasaan dan pikiran Tom kacau. Perayaan ulang tahun yang berlanjut di sebuah club malam mengungkap semuanya. Setelah mampu memikat hati semua orang di perayaan kecil itu, rupanya Alice membuat semua keheranan. Ia cukup terampil saat memraktekkan bakat ilusinya


Resensi

di hadapan Tom. Semua bertanya, dari mana dan kapan ia memelajarinya?. Pengakuan Alice yang menyebut dirinya pernah menjadi asisten pesulap di Cina saat usianya 28 tahun membuat semua orang ragu dan mempertanyakan kebenaran ceritanya. Adakah hal gila lain yang bisa dilakukan Alice selain berbohong? Alice tak ubahnya lembayung ciut yang siap menyatu dengan tanah kembali. Tak tahan dituduh pembohong, Alice segera melangkah pergi sambil menunduk sedih. Tom menyusul Alice, meyakinkan untuk mengakhiri kegilaan yang diciptakan Alice. Tegas, Tom mengisyaratkan kehadirannya bukan kado terbaik. Konflik mulai terarah dalam adegan antara Tom dan Alice. Dimana Alice yang selama ini dipertanyakan keberadaannya, langsung menjelaskan apa yang terjadi selama kepergiannya. Alice banyak mengunjungi berbagai kota, negara, bahkan benua lain dengan identitas yang berbeda. Sebentar ia jadi perawat, lalu jadi asisten pesulap di Cina, pernah juga jadi pustakawan, seorang guru, hingga ahli biologi. Sebentar berubah nama menjadi Mei, Vanessa, Sasha, Consuelo, Rebecca bahkan Alice. Wanita ini bisa melakukannya lagi dan lagi. Tak hanya sekadar identitas, penampilannya pun selalu berbeda. Ia merasa dilahirkan kembali saat melakukan hal itu. Saat semua jadi terasa biasa dan tak asing lagi, maka Alice akan merubah lagi identitasnya. Alice merasa dirinya punya kemampuan dan kekuatan untuk bisa menjadi apapun yang ia inginkan. Merasa bisa menjalani seribu kehidupan berbeda. Semua penjelasan kemudian menjadi konflik yang semakin memuncak di benak Tom. Pertengkaran antara batin dan logikanya. Di masa lampau, ia melihat sosok Jennie sebagai wanita pujaannya. Sekarang, Alice hadir dengan sosok lain. Sederet pertanyaan mencuat dari bibir Tom, tak sabar menyelesaikan kegilaan di hari ulang tahunnya. Di tengah konflik, seorang nenek mengalami cidera saat berjalan bersama anjing peliharaannya. Mau tak mau Tom dan Alice mengantar nenek ini pulang ke rumahnya. Anehnya, Alice malah menciptakan kebohongan lain dengan mengaku bahwa dirinya dan Tom adalah seorang dokter. Betapa fasih Alice mengarang cerita hingga sang nenek itupun percaya. Tom hanya bisa diam melihat kebohongan Alice lainnya. Tanpa sadar, Tom terjebak dengan identitas barunya, dokter spesialis tulang. Tom sempat bingung, hingga Alice menyelamatkannya dari kesesatan caranya menikmati sandiwara. Malam itu mereka berhasil menipu lansia itu berkat cerita karangan Tom feat Alice. “Jadi apa selanjutnya?� apakah Alice akan jadi orang lain lagi setelah menemui Tom?. Tom ingin melihat cara Alice pergi. Semua bukti berbagai identitas yang pernah Alice jalani dibacanya. Alice adalah wanita yang selalu kesulitan saat semua orang merasa sangat mengenal dirinya, hingga coba mengklaim sosoknya. Cerita semakin mengajak kita kepada lautan imaji Alice yang entah akan menjadi siapa dan akan kemana selanjutnya ia pergi. Rachel Weisz memerankan Alice, Pagiue, dan Mei dengan apik. Pertama kali menonton film ini, penonton diseret ke dunia Alice yang penuh misteri. Apalagi setelah keputusannya untuk mengubah identitas menjadi beragam. Mulai dari Biologis, Perawat, Pustakawan, Asisten pesulap di China hingga Guru. Saat Alice merasa sudah tak asing dengan satu identitasnya, akan timbul pertanyaan di benaknya “Setelah dari ini, apa

selanjutnya?� Tom yang diperankan oleh Michael Shannon menjadi gambaran suami setia. Ia tetap kembali ke Ramina, meski Alice sempat mengajak Tom ikut dalam kegilaan perubahan identitas. Alice hanyalah kawan lamanya 15 tahun lalu. Perjalanan semalam hanya untuk mencari tahu alasan Alice pergi meninggalkan kehidupan dan orang tuanya dulu. Hanya itu. Film ini tak menjual kisah sedih sebagai pemikatnya. Complete Unknown berhasil menciptakan tanda tanya di relung perbatasan antara hati dan logika. Siapa kita sebenarnya? Apakah kita sekarang adalah apa yang kita pikirkan saat ini? Atau kita hanyalah bentuk kesuksesan dari opini yang terbentuk dari hasil argumen tanpa analisis? Berani menjadi layaknya apa yang terkandung dalam pikiran tak mampu ditutupi dari film ini. Seakan ingin menampar kaum pengecut yang kini menjamur, tumbuh subur, dan bersoliter. Mereka yang mengumpat dibalik setiap realitas yang ada, tanpa pernah berani mewujudkan hal konyol yang singgah di benak terdalam. Di sisi lain, film ini meniupkan pesan; orang lain hanya bisa mengklaim dirimu. Dan nahasnya, kadang kita terjebak pada klaim tak bertanggungjawab. Seperti alur drama kebanyakan, pemeran utama dibuat berputar pada masalah. Berkelana bersama, kemudian menyelesaikan masalah, meski hanya satu malam. Seperti tokoh yang telah lama pergi kemudian dipertemukan kembali dengan segala kemungkinan yang ada, namun tak dibuat nihil kemudian mencari celah untuk saling mengerti pada arena jelajah yang selama ini telah diarungi. Pertikaian adalah bumbu yang dipastikan selalu ada dalam setiap drama. Dalam film ini Tom tak tahu alasan Alice pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Pesan drama yang disampaikan pun dapat mengetuk setiap nurani yang ada. Mereka semua menggambarkan kaum urban kini yang takjub melihat wanita cantik pergi ke hutan hanya untuk mendengar suara katak di musim kawin. Dan ia memutar suara itu. Betapa sang sutradara mencoba menggambarkan kenyataan kehidupan masyarakat Amerika kini. Namun film ini tak lepas dari kekurangan. Terutama pada penjelasan alur. Joshua tak menjelaskan sedari awal, siapa tokoh laki-laki yang menemani Alice berbicara di atas tempat tidur. Tak diketahui pula darimana Alice mendapatkan uang untuk selalu mengubah identitas dan kepribadiannya itu. Apakah dengan menjual diri? tak dijelaskan pasti dalam film ini. Tak dijelaskan mengapa Alice melakukan hal seboros itu. Tak ada pula keterangan dokter yang menyatakan dirinya sedang mengidap penyakit psikologis. Segi pengambilan gambar, tak mengecewakan. Gambar dibuat jelas walau mayoritas adegan pada malam hari. Pengambilan gambar berfokus pada pemeran yang memusatkan gimmick menjadi nilai plus. Beberapa adegan yang tak perlu sedikit memberi nilai negatif. Complete Unknown tak memberi pesan untuk menjadi rasis. Tak ada hal aneh jika ditonton. Dianjurkan untuk kaum feminis kini demi menambah khazanah berpikir. Dari segi sinematografi, film ini memiliki kualitas gambar yang baik. Pengarahan pada tokoh utama sangat epik dengan berfokus pada konflik yang dihadapi tokoh utama. Perpaduan drama dan misteri. Penghargaan Sundance di awal 2016 sudah cukup membuktikan kelayakan film ini.=

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

59


Bidik Lensa Foto-Foto Arif Sabarudin

Canon EOS 1200D f/7.1 1/1000 sec ISO-200

Canon EOS 1200D f/6.3 1/640 sec ISO-200

60

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218


Bidik Lensa

Canon EOS 1200D f/3.5 1/4 sec ISO-6400

Nikon D3200 f/5 1/4000 sec ISO-450

Canon EOS 1200D f/8 1/250 sec ISO-200

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

61


Pojok PKM

PERSATUAN DAN KESATUAN

Kurnia Mahardika Pemimpin Umum

S

iapa tidak kenal Aristoteles, Plato dan Socrates. Filsuf yang dikenal dengan pemikiran-pemikiran nya di bidang sosial ini, lahir dari negara bernama Yunani. Yunani dikenal sebagai salah satu peradaban yang kuat di dunia. Yunani kuno dipuji sebagai peradaban lahirnya berbagai ilmu pengetahuan dan budaya. Namun dibalik itu semua, peradaban yunani sempat mengalami kemunduran. Kondisi geografis yunani yang saling terpisah membuat yunani terbagi dalam beberapa negara bagian atau polis. Hal ini kemudian menimbulkan persaingan-persaingan antar polis dalam berbagai hal. Sifat etnosentrisme dari masing-masing polis menyebabkan keadaan yunani tidak stabil. Dalam sejarahnya, Yunani pernah mengalami perperangan antar bangsanya pada tahun 431 SM. Perang yang dinamakan perang peloponnesos ini melibatkan dua kubu yakni, bangsa Sparta dan bangsa Athena. Bangsa sparta dan bangsa athena adalah bangsa terkuat di Yunani, keduanya pernah bekerjasama mengalahkan serangangan dari luar. Namun karena sifat ingin mendominasi kekuasaan oleh bangsa Athena, munculah gejolak dari bangsa Sparta. Sparta yang dibantu oleh sekutunya dari bangsa lain menyerang Athena. Sparta kemudian berhasil memenangkan peperangan dan menjadikan Bangsa Athena sebagai budaknya. Perang yang memakan waktu selama 27 tahun ini kemudian mengakibatkan seluruh Yunani mengalami kemiskinan dan penderitaan. Sifat etnosentrisme yang masih dipegang oleh bangsa yunani me-

62

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

buat mereka lupa, bahwa mereka adalah sebuah negara kesatuan. Walhasil, Bangsa Sparta hanya mementingkan bangsanya sendiri tanpa memikirkan bangsa lain. Dalam sebuah pidatonya, Soekarno mengatakan “kita ingin mendirikan negara “semua buat semua� bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua�. Puluhan tahun lalu bapak proklomator kita sudah mengingatkan bahwa Indonesia didirikan untuk semua golongan. Bukan untuk Sultan, orang jawa, presiden atau yang lainnya namun untuk seluruh bangsa Indonesia. Pun untuk memerdekakan bangsa ini indonesia juga tidak dilakukan oleh satu kelompok orang. Namun sayangnya kita melupakan hal ini. Kita tentu ingat bagaimana negara kita merdeka. Para pemuda yang berlainan suku berkumpul membentuk sebuah gerakan. Mengobarkan semangat masyarakat bahwa kita adalah satu. Tidak peduli apa agamamu apa sukumu. Satu yang diingat adalah kita dijajah dan kita harus mengusir penjajah. Lewat semangat persatuan indonesia berhasil mengusir penjajah. Bukan dengan senjata yang sama canggihnya, namun karena kita bersatu. Sejarah negara lain juga mencatatkan bagaimana persatuan sebuah bangsa dapat memperkuat pertahanan. Begitupun dengan Bangsa Athena dan Bangsa Sparta sebagai bangsa terkuat di Yunani berhasil mengusir serangan dari persia. Negara kita saat ini terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Sayangnya mahasiswa juga termasuk ke dalam kelompok-kelompok ini. Sebutlah kelompok Jo-

kowi, Prabowo dan SBY. Mahasiswa yang seharusnya dituntut untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat justru berbalik arah.Tidak peduli apa itu kebijakan yang dibuat. Jika yang membuat kebijakan dari tokoh yang didukung, maka dibenarkan kebijakan itu. 18 tahun lalu sebuah gerakan besar terjadi di Indonesia. Mahasiswa serentak turun kejalan menginginkan reformasi. Semua sepakat pemerintah salah. Pemerintah otoriter, mengekang kebebasan berserikat dan kebebasan berpendapat. Tak hanya kaum intelek yang turun. Rakyat pun turut mendukung kegiatan ini. sampai akhirnya revormasi terjadi. Disitulah peran mahasiswa benar-benar dirasa. Mahasiswa sebagai agen perubahan benar-benar membuat perubahan. Mahasiswa menyalurkan suara orang-orang yang tidak bersuara. Peran mahasiswa dulu dan kini tidaklah berubah. Mahasiswa masih menjadi alat penyalur suara orang-orang yang tidak bersuara. Mahasiswa sebagai kaum intelek menjadi alat pengontrol bagaimana sebuah kebijakan dibuat. Berpihaklah ke rakyat atau hanya menjadi alat memperkaya satu golongan tertentu. Mahasiswa jangan sampai seperti bangsa Athena dan Sparta. Bangsa yang kuat karena bersatu. Namun juga menghancurkan peradaban Yunani karena saling bersaing untuk menjadi penguasa. Mahasiswa jangan sampai terbelah. Mahasiswa harus tetap menjaga idealismenya, membela yang benar bukan yang tenar. Membela rakyat yang sulit bukan yang berduit. Idealisme bukanlah barang belanjaan. Jangan sampai idealisme di tawar apalagi di beli.=


Teknokra-Desember 2016 Edisi 218

63


64

Teknokra-Desember 2016 Edisi 218


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.