Majalah Teknokra 217

Page 1

MAJALAH BERITA

JERATAN HUTANG Koperasi Unila

ISSN 0215-8116 MARET 2016

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

|1


2 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Jendela 4 5-7

SALAM KAMI

LAPORAN UTAMA

15-20

KAMPUS IKAM

- Curanmor Marak, Forkom Tawarkan Solusi

- 3.500 Mangrove Untuk Peringati Hari Air

- Festival Kewirausahaan - Pembenahan Perpus Hambat Mahasiswa

8-9

- FKIP Unila Siap Buka Prodi 3 Baru SISI LAIN

Implementasi Toleransi Beragama

10-13

INOVASI

14 21 26-27

KOMITMEN

28-30

PARIWISATA

- Password Untuk Kendaraan - Sulap Sampah Jadi Bahan Bakar

KYAY JAMO ADIEN OPINI Pesona Batu Karang Kelumbayan

32-33 34-35

APRESIASI KULINER

36-37

ESAI FOTO

38-40

LINGKUNGAN

Kerinduan Makanan Khas Lampung

41-42

ZONA AKTIVIS

44-45

KESEHATAN

46-47

LIFE STYLE

48 49

TUTORIAL

Pesona Batu Karang Kelumbayan

JAPANILA, Tempatnya Pecinta Seni dan Budaya Jepang Bintitan, Tak Sekedar Benjolan Mandi Malam Bahaya Bukan Mitos!

WANSUS Melirik 100 Hari Kerja Rektor

50-51 52-53 54-55

56

PENDIDIKAN

Mandi Malam Bahaya Bukan Mitos!

KOMUNITAS

Janis, Inovasi Untuk Sosial

RESENSI

-

Menggugat Mahkamah Agung dari

-

Sosok Di Balik Gelar Profesor

Balik Jeruji

TTS

57-59

SENI

60

APA KATA MEREKA?

62-63

SEJARAH

64

KARIKATUR

65-67

GMT

Empat Elemen Seni, Dalam Gebyar Wajah Baru

Pesona Batu Karang Kelumbayan

Gerhana Matahari, Fenomena Langka nan Memesona

BIDIK LENSA

Ide & Desain : Retno Wulandari Judul: Jeratan Hutang Koperasi Unila

70

POJOK PKM

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

|3


Salam Kami

Bergerak dan Berkarya

K

apan Teknokra terbit?” Pertanyaan tersebut sem­ pat terlontar dari beberapa mahasiswa Unila kepada salah satu kru Teknokra. Libur telah lama usai, menandakan semester genap mulai berlangsung. Sebagai seorang maha­ siswa dan kru Teknokra, kami memi­ liki peranan yang lebih. Mahasiswa sebagai agent of change dan Teknokra sebagai pers mahasiswa di Unila. Dua bulan tak menyapa pem­ baca, Teknokra kini hadir dalam bentuk majalah. Sesuai keputusan Musyawarah Besar (Mubes) tahun lalu, Teknokra beralih dari t­abloid trimingguan menjadi majalah tri­ bulanan. Dikepengurusan tahun

ini, kami tak bermaksud santai dan mengurangi intensitas terbitan, kami tetap bergulat sebagai se­orang aktivis dan mahasiswa yang disi­ bukkan dengan tugas ­perku­li­ah­­­an. Tetap bergerak de­ngan peran yang tak mudah. Tentu tidak mudah proses majalah edisi 217 sampai ke tangan pembaca, banyak rintangan yang kami hadapi dalam proses penggarapannya, na­ mun hal tersebut bukanlah sebuah alasan untuk tidak berkarya. Selain itu, kami ingin tetap mengeksisten­ sikan website Teknokra.com dengan up date isu Unila dan peristiwa seputar Lampung. Teknokra.com juga sudah tampil dalam bentuk aplikasi dan

MAJALAH TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung Alamat : Grha Kemahasiswaan Lt.1 Jl. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 3541 PELINDUNG Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. PENASEHAT Prof. Dr. Sunarto, S.H, M.H. DEWAN PEMBINA Dr. M. Thoha B.sampurna Jaya, M.S. ANGGOTA DEWAN PEMBINA Prof. Dr. Muhajir Utomo, M.Sc., Asep Unik SE., ME., Dr. Eddy Riva’i SH., M.H., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Prof. Dr. Yuswanto, SH., M.Hum Asrian Hendi Caya, SE., ME., Dr. Yoke Moelgini, M.Si, Irsan Dalimunte, SE., M.Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S. Sos., M.Si., Dr. Nanang Trenggono, M.Si., Dr. H. Sulton Djasmi, M.Si., Syafaruddin, S. Sos., MA., Toni Wijaya, S.Sos., MA.,

Faris Yursanto Fitri Wahyuningsih Hayatunnisa Fahmiyati PEMIMPIN UMUM Kurnia Mahardika PEMIMPIN REDAKSI Ayu Yuni Antika REDAKTUR PELAKSANA CETAK Retno Wulandari REDAKTUR PELAKSANA DARING Wawan Tarianto REDAKTUR BERITA Rika Andriani REDAKTUR FOTO Riska Martina REDAKTUR ARTISTIK Defika Putri Nastiti REDAKTUR DALAM JARINGAN Yola Septika Yola Savitri

4 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

PRODUSER Fajar Nurrohmah KAMERAMEN Trias Suci Puspa Ningrum FOTOGRAFER Luvita Willya H. STAF ARTISTIK Retnoningayu Janji U. REPORTER Fitri Ardiani (Non Aktif) Faiza Ukhti Annisa PEMIMPIN USAHA Fitria Wulandari MANAJER USAHA Lia Vivi Farida MANAJER KEUANGAN Yola Savitri STAF UNIT KREATIF Wawan Tariyanto Enindita P. (Non Aktif)

dapat diunduh di play store. Hal ini sebagai bentuk keseriusan kami un­ tuk mempermudah pembaca dalam mengakses berita. Dibarengi dengan kegiatan open recruitment angkatan 57, kami tetap menghidupkan Teknokra dengan mencari generasi penerus yang memiliki komitmen. Kami sebagai kru Teknokra selalu ingin memper­ tahankan eksistensi dengan terus bergerak, berkarya dan berkegiatan. Maka dari itu, kritik dari pembaca sebagai bahan evaluasi sangat kami butuhkan. Tak hanya kritik, kami juga membutuhkan saran sebagai masukan juga bahan pertimbangan untuk Teknokra yang lebih baik. Lewat majalah tribulanan ini, kami mengajak pembaca untuk menyoroti sistem Koperasi Unila yang dianggap tidak terbuka kepada anggota. Selain itu, kami juga menyajikan informasi seputar pendidikan anak-anak di Ba­ kung, sosok inspirasi dalam rubrik ekspresi, inovasi dari sampah men­ jadi minyak, sejarah Vihara Thai Hin Bio, wisata gigi hiu dan masih ban­ yak lagi yang lainnya seputar Unila, Lampung dan Bali. Dari pojok PKM kami tak pernah bosan mengajak pembaca untuk terus membuka wa­ wasan dan, Tetap Berpikir Merdeka! n

E-mail : ukpmteknokraunila@yahoo.co.id Website : www.teknokra.com Telp : (0721) 788717 STAF KEUANGAN Ariz Nisrina KEPALA PUSAT DAN PENGEBANGAN Imam Gunawan STAF ANALISIS DAN PERPUSTAKAAN Yola Septika STAFF PENGKADERAN DAN SDM Fajar Nurrohmah KEPALA KESEKRETARIATAN Khorik Istiana STAF KESEKRETARITAN Faiza Ukhti Annisa MAGANG Ari A, Arif S, Ade S, Andre P, Arham A, Dela S, Dewi S, Evita Y, Ginanjar, Maryadi B, Milsa SD, Rachmawati R, Ruri SMS, Sonny K, Sopian A, Abdullah M, Alfanny PF, Atsila H, Dinda P, Elliyen S, Hendi NP, Kalista S, Khusnul A, Putri L MNG, Rian M, Rocky I, Silviana, Tuti NK, Yayu I, Zachra Q


Foto Ayu Yuni Antika

Kampus Ikam

Drainase Buruk. diduga menjadi penyebab meluapnya air hujan hingga menyebabkan genangan setinggi 20cm di jalur dua depan Unila (05/03).

Curanmor Marak, Forkom Tawarkan Solusi Oleh Faiza Ukhti A

Unila-Tek: Gedung Grha Kemaha­ siswaan yang dihuni mahasiswa berbagai lembaga kemahasiswaan ini, belakangan jadi tak aman. Pa­ salnya, kasus kehilangan motor sering terjadi. Meningkatnya inten­ sitas pemadaman listrik dan kondi­ si cuaca yang sering hujan mem­ buat kewaspadaan mahasiswa jadi menurun. Shohib Abdul Aziz (Ilmu Pemerin­ tahan ’14) merupakan salah satu ang­ gota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka yang menjadi korban pen­ curian sepeda motor. Ia mengingat saat itu malam Minggu, pukul 18.40 WIB sedang terjadi pemadaman lis­ trik dan gerimis. Usai menunaikan solat magrib di Masjid Al-Wasii, ia kembali ke sekretariat UKM Pramu­ ka untuk berganti pakaian. Ia merasa curiga dengan dua orang pria de­ ngan jaket hitam, masker dan helm duduk di atas motor yang terparkir di depan Graha. Selang lima menit,

Shohib langsung ke parkiran melan­ jutkan niatnya untuk pulang. Namun nahas, motornya sudah raib. Shohib langsung melaporkannya ke pos Sa­ tuan Pengaman (Satpam) Unila, tapi hanya di data. Wakil ketua Forkom, Temu Riyadi (Pend. Kimia ’13) mengaku sudah mengadakan rapat bersama per­ wakilan UKM di Graha Kemaha­ siswaan pada Jumat, (11/03) lalu. Da­ lam rapat tersebut, salah satu topik yang dibahas adalah soal keamanan. Sejak Dies Natalis Unila ke-50 hing­ ga kini, sudah ada 11 laporan kehi­ langan. Satu orang dari Teknokra, dua orang dari Pramuka, satu orang dari Kopma, dua orang dari PSM, dua orang dari UKMBS, satu orang dari UKM Kristen dan dua orang dari KSR. “Yang semakin gencar dari awal tahun ini, sudah ada 6 atau 7 motor yang hilang,” ujarnya. Ada empat solusi yang dihasilkan. Pertama, setelah pukul 18.00 WIB

semua motor akan diletakkan di satu titik parkir, yaitu di Depan Bank. Kedua, Forkom akan menghadap rektor untuk meminta penerapan sistem portal. Maksudnya, setelah magrib jika ada yang ingin masuk harus menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswanya (KTM) atau menun­ jukkan Surat Tanda Nomor Kenda­ raan (STNK). Ketiga, meminta stiker atau ID Card khusus anggota UKM, dan yang keempat, meminta jam malam untuk satpam. Karena sam­ pai saat ini, satpam hanya bekerja hingga pukul 17.00 WIB. Ia berharap nantinya parkiran di Graha Kemahasiswaan akan ter­ pusat sehingga akan lebih mudah dikontrol. Informasi ini sebelum­ nya sudah disampaikan ke pihak rektorat pada kepemimpinan Prof. ­Sugeng P. Haryanto, namun belum ada tanggapan. “Sekarang solusi ini akan diajukan kembali kepada Prof. Hasriadi Mat Akin,” ungkapnya. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

|5


Kampus Ikam

3.500 Mangrove Untuk Peringati Hari Air Oleh Arif Sabarudin

Unila-Tek: Sebanyak 3.500 bibit mangrove berumur 4 bulan, dita­ nam oleh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unila, Minggu (20/03). Kegiatan yang berpusat di Desa Ge­ bang, Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran itu dilakukan untuk me­ meringati hari air yang jatuh setiap tanggal 22 Maret. Sebelum berangkat ke lokasi pena­ naman, M. Saleh Anom (Kepala Bagi­ an Kemahasiswaan) membuka acara

secara resmi di Depan Gedung Graha Kemahasiswaan Unila. Menurutnya, kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang amat positif. “Semoga tidak hanya mangrove. Unila masih memiliki aset tanah yang bisa dikem­ bangkan. Saya berharap aset ini, bisa ditanami tanaman yang bermanfaat bagi Unila maupun masyarakat seki­ tar,” tambahnya. Ketua pelaksana, Hermawan Toni Sanjaya (Manajemen Informatika ’14) mengatakan, dipilihnya Desa Gebang sebagai lokasi penanaman, berdasarkan survei yang sudah dilakukan. Ombak laut di Desa Gebang pun tidak begitu besar dari lokasi-lokasi lainnya. “Dengan ada­ nya kegiatan ini, kesadaran maha­ siswa maupun masyarakat bisa lebih besar akan kelestarian lingkungan,

terutama ekosistem air. Soalnya, se­ karang-sekarang kesadaran mereka menurun,” ujarnya. Pihak Mapala akan mengontrol mangrove tiap satu minggu sekali. Jika tanaman man­ grove dirasa sudah cukup kuat, in­ tensitasnya akan dikurangi menjadi satu bulan sekali. Usai makan siang bersama dan air laut mulai surut, panitia bersama be­ berapa perwakilan UKM dan undan­ gan menyebar dibeberapa titik untuk mulai menanam. Digunakan dua per­ ahu untuk membawa bibit ke lokasi penanaman. “Pantai-pantai sekarang kan banyak yang kotor, jadi dengan penanaman mangrove ini, kelestari­ an habitat di air laut bisa lebih baik. Mangrove sendiri bisa jadi penahan abrasi laut,” ujar Firda Nur Islami se­ laku perwakilan UKM KSR. n

Festival Kewirausahaan Oleh Luvita Willya H

Unila-Tek: “Rebut, Kuasai, dan Menangkan Persaingan Global” menjadi tema festival kewirausahaan yang digelar Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himase­ perta) pada Maret-April tahun ini. Festival yang diadakan kedua kali­ nya itu, dibuka dengan kuliah umum kewirausahaan yang dihadiri mahasiswa pertanian, di Aula Fakul­ tas Pertanian, Minggu (20/3). Menurut ketua pelaksana, Muhamad Rifa’i (Agribisnis ’14) ­ festival ini dilaksanakan mengingat kondisi perekonomian yang di­ do­ minasi pasar luar negeri, sehingga pemuda sebagai generasi penerus bangsa, tidak bisa diam saja. “Seka­ ranglah waktunya pemuda berger­ ak karena diam tak lagi emas,” ujar­ nya. Kuliah Umum Kewirausahaan, Kamis (17/3) menjadi acara pembu­ ka festival ini.

6 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

Kuliah Umum Kewirausahaan menyajikan materi kewirausahaan yang disampaikan oleh dua nara­ sumber, Ir. I Made Donny Moena (Owner Moena Fresh Bali) dan Prof. Bustanul Arifin (Akademisi). Kedua pemateri memaparkan kiat sukses bisnis. Menurutnya, terdapat strate­ gi perubahan dalam memanfaatkan inovasi dan kreatif seperti bisnis agregatur yang menghubungkan produsen dan konsumen. I Made Donny Moena mengatakan bahwa kunci kesuksesan membangun usa­ ha terletak pada Networking, “Terus Mengikuti Jaman,” imbuhnya. Salah satu mahasiswa Agribisnis, Abdurahman Salim (Agribisnis ’15) mengatakan ketertarikannya pada wirausaha. “Tertarik banget, aku ma­ lah dari SMA sudah menginginkan punya usaha tapi belum kesampaian. Di kuliah ini alhamdulillah aku sudah

ada usaha tapi masih kecil-kecilan,” katanya. Hal yang serupa diungkapkan oleh Karina Ayesha (Agribisnis ’14), ia tertarik dan akan berwirausaha meskipun sekarang belum memi­ liki usaha. Menurutnya, sebagai mahasiswa memang harus menjadi mandiri untuk mencukupi kebutu­ han sendiri. “Gak semua bergantung sama orang tua dan tentunya punya penghasilan sendiri,” ujarnya. Selain kuliah umum kewira­ usahaan, festival kewirausahaan mempunyai rangkaian acara lain, seperti Advertisement Video Competition (AVC), Inovation of Agricultural Product (Lomba Kewirausahaan), Bazar Kreasi, dan Seminar Nasion­ al Kewirausahaan. Rangkaian acara tersebut akan ditutup pada Semi­ nar Nasional Kewirausahaan, Rabu (23/4).n


Kampus Ikam

Pembenahan Perpus Hambat Mahasiswa Unila-Tek: Penutupan sementara perpustakaan Unila membuat se­ jumlah mahasiswa semester akhir tak dapat meminjam buku sebagai referensi skripsi. Beberapa maha­ siswa mengeluh dengan penutupan yang di rasa terlalu lama. “Harusnya bisa lebih cepat. Saya harap buku-buku di Perpustakan diperbarui kembali dan tidak ter­ kesan jadul,” ujar Fahad Almafakir (Fisika ‘11). Hal serupa juga dikeluhkan Agung Ardiansah (Pend. PKn ‘12), perpus­ takaan yang seharusnya jadi pusat mencari referensi malah tak berfungsi. Menurutnya, perpustakaan yang tu­ tup pada jam kuliah, pasti akan meng­ hambat kegiatan penggarapan skripsi. “Apabila harus mencari di Perpus­ takaan Daerah, pasti akan menguras

Foto Riska Martina

Oleh Arif Sabarudin

Wisuda. Sebanyak 923 mahasiswa dari berbagai fakultas diwisuda. Ini merupakan wisuda periode ke empat, tahun ajaran 2015-2016 (23/03).

waktu dan tenaga,” ungkapnya. Walaupan mahasiswa dapat men­ cari contoh di perpustakaan fakultas maupun jurusan, banyak data dan informasi yang sulit didapat. “Cuma mungkin kalau memang adanya pe­ nataan ulang dan adanya buku-buku baru, kita sih senang. Tapi kalau ke­ giatan itu hanya menghambat kita, ya sangat kecewa,” tambahnya. Menghadapi keluhan mahasiswa, Dr. Eng. Mardiana, selaku Kepala

UPT Perpustakaan Unila mengung­ kapkan bahwa memang kegiatan verifikasi dan pendataan ulang 200 ribu koleksi perpustakaan sudah di mulai sejak libur semester, 1 Febru­ ari lalu. Namun, kurangnya sumber daya manusia menyebabkan ke­ giatan ini menjadi terhambat. “Jika ada keinginan untuk mencari suatu buku, sertaka judul buku, pengarang dan penerbit pada kotak saran,” terangnya. n

FKIP UNILA Siap Buka 3 Prodi Baru Oleh Yola Savitri

FKIP-Tek: Melihat antusias masya­ rakat dari tahun ke tahun, serta permintaan kebutuhan tenaga pe­ ngajar di beberapa sekolah mene­ ngah kejuruan, Fakultas Ilmu Ke­ guruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) siap membuka tiga program studi (pro­ di) baru, yaitu Prodi Pendidikan Musik, Pendidikan Bahasa Lam­ pung dan Pendidikan Teknologi Ke­ juruan Otomotif. Tenaga dosen praktek pada Pro­ di Pendidikan Teknologi Kejuruan Otomotif akan bekerjasama dengan Fakultas Teknik, sementara kegiatan belajar mata kuliah keilmuan dan ke­ guruan tetap berada di FKIP. Dosen

pendidikan musik yang pada awal­ nya mengajar di Prodi Seni Tari, akan menjadi lebih berkembang untuk menjalankan Tri Dharma Perguru­ an Tinggi sesuai dengan bidang ke­ ilmuan yang dikuasai. Ketiga prodi memiliki peminat yang tinggi sesuai dengan observa­ si serta analisis SWOT yang telah dilakukan oleh tim penyusun pro­ posal. Tim yang bertanggung jawab atas kesiapan penyelenggaraan prodi tersebut, berasal dari masing-masing jurusan dan prodi yang didukung penuh pihak fakultas. Kriteria yang disyaratkan oleh Dikti pun telah terpenuhi, seperti sarana dan prasarana, ketersediaan

dosen, adanya calon mahasiswa serta beberapa kriteria lainnya. “Namun, keputusan akhir sepenuh­ nya ada pada Dikti apakah peng­ ajuan tersebut dikabulkan atau tidak,” ujar Dekan FKIP Unila, Dr. ­Muhammad Fuad. Ia menerangkan bahwa pengajuan ketiga prodi tersebut sudah disetujui senat universitas dan semua prop­o­ salnya telah di-upload. “Saat ini se­ dang menuggu hasil keputusan Dik­ ti,” tambahnya. Jika keputusan Dikti sudah keluar semester ini, maka pro­ di tersebut dapat menerima mahasis­ wa baru lewat ujian mandiri untuk tahun ajaran 2016/2017 yang dimulai bulan September. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

|7


Sisi Lain

Desa Tuka,

Implementasi Toleransi Beragama Oleh Fajar Nurrohmah

Keberadaan pemeluk agama Katolik di Tuka menjadi mayoritas di tengah-tengah pemeluk Hindu. Menjunjung tinggi kebebasan beragama, pemeluk agama Hindu-Katolik miliki toleransi yang tinggi.

8 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Sisi Lain

Repro

S

iapa yang akan menyangka? pagar tembok sebuah ba­ ngunan yang dipenuhi ukiran dan dilengkapi gapura khas Pulau Dewata ini ialah sebuah Gereja. Jika hanya melintas, tak ada yang akan tahu bahwa di desa tersebut mayori­ tas penduduknya beragama katolik, bukan Hindu. Tritunggal Mahakudus merupa­ kan gereja tertua yang ada di Tuka. Arsitektur gereja katolik Tritunggal Mahakudus ini, mencerminkan ke­ cintaan masyarakat katolik Tuka ter­ hadap budaya Bali. Tergambar jelas adanya inkulturasi baik fisik mau­ pun nonfisik antara nilai-nilai ka­ tolik dengan budaya Bali. Pajangan tokoh pemeluk katolik pertama di Tuka dan ukiran khas bali di dinding dan gerbang depan gereja menam­ bah khas interior gereja. Makna yang terkandung pada wujud fisik interi­ ornya juga menjadi aspek nonfisik yang tak dapat diabaikan. Desa Tuka yang terletak di Kecama­ tan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali tersebut, dipercaya sebagai desa katolik pertama di Bali. Berjarak 10 kilometer dari Kota Denpasar, desa ini memiliki 285 kepala keluarga yang 87 persen penduduknya ber­ agama katolik. Masuknya agama katolik ke Tuka melalui proses yang amat panjang. Eksistensinya sempat beberapa kali redup. Perlakuan diskriminasi pun kerap dialami pemeluk kristiani. Semua berawal sejak abad 18-an, saat seorang pendeta asal Belanda datang ke Singaraja dan berhasil membaptis pembantunya, I Gusti Nyoman Ka­ rangasem. Merasa budaya balinya dicabut saat menjadi seorang kristus, akhirnya dibunuhlah sang pendeta dan Nyoman kembali memeluk ag­ ama Hindu. Sejak kejadian itu, pengajaran aga­ ma kristen sempat hilang. Hingga pada tahun 1930, seorang penginjil dari Singapura bernama Chang Pho Hang, yang juga salah satu agen Cristian Mission Alliance (CMA),

­ atang ke Bali. Mendengar Chang d Pho Hang membawa ‘Tuhan’ ke Tuka, I Made Rigin sebagai tetua desa, meminta bantuan seorang sakti bernama I Made Getok untuk meng­ guna-guna Chang Pho Hang. Lama berselang, Rigin keheranan. Tidak terjadi perubahan apapun pada pen­ deta tersebut. Hingga akhirnya Rigin dan sebelas pengikutnya menemui Chang Pho Hang untuk menyatakan niat menjadi pengikutnya pada 11 November 1931. Menerima sambutan baik dari penduduk, pendeta Chang semakin aktif menyebarkan agama Kristiani di Bali. Belanda yang saat itu te­ ngah menduduki Bali merasa geram. Aturan 177 yang terkenal di masa kolonial, menjadi alat untuk meng­ halangi masuknya agama selain Hindu. Bali dianggap mampu men­ jadi laboratorium kehidupan yang mencerminkan kebudayaan Bangsa Indonesia dari masa sejarah Majapa­ hit. Pendeta Chang akhirnya di tang­ kap. Sebelas pengikut Chang Pho Hang mengalami perpecahan. Sembilan pengikut kembali memeluk agama Hindu, dan ada dua ornag yang tetap bertahan yaitu, I Made Brono dan I Wayan Dibyo. Nyatanya, pilihan untuk tetap menjadi kristus menjadi bumerang bagi mereka. Tidak diberi api, tidak boleh berbicara dengan orang lain, rumah dikelilingi dengan bui, sawah tidak boleh diairi, disisihkan dari masyarakat, serta dilarang untuk menguburkan mayat di pemakaman umum masyarakat beragama hindu. Hingga suatu ketika I Made Brono dan I Wayan Dibyo bertemu dengan seorang ahli budaya, Dr. Johanes Kersten. Penulis Kamus Bahasa dan Struktur Bahasa Bali tersebut akh­ irnya mengajak I Made Brono dan I Wayan Dibyo mendiskusikan kris­ ten. Singkat cerita, perdamaian dan kebebasan memilih agama di Desa Tuka terjalin karena Johanes Ker­ sten dapat menghidupkan Ki Dim­

blung, salah satu warga Tuka yang sakit keras dan divonis meninggal. ­Akhirnya banyak pemeluk hindu yang pindah haluan. Sepenggal sejarah tersebut, diung­ kap I Ngurah Irawan, salah satu pen­ jaga gereja. Banyaknya penduduk hindu yang beralih memeluk agama katolik, membuat pemeluk hindu menjadi minoritas. Meski demikian, tingkat toleransi antar penduduk mayoritas katolik dan minoritas hin­ du ini amatlah tinggi. Menjadi minoritas di Desa Tuka, tak membuat masyarakat beragama Hindu tidak mau bertoleransi de­ ngan umat beragama lain. Keruku­ nan yang muncul di masyarakat Tuka selama bertahun-tahun juga tidak begitu saja terjalin. Para Pende­ sa di Desa Tuka selalu menanamkan jiwa-jiwa toleransi kepada pemu­ da-pemuda yang ada di desa terse­ but. Dalam acara-acara peringatan agama Kristen dan Khatolik, pemu­ da-pemuda Hindu akan turut serta membantu pelaksanaannya. Tak ada lagi bentuk diskrimina­ si sekecil apapun. Masing-masing pemeluk agama dapat melakukan kegiatan beribadah tanpa ada gang­ guan. Saat ada acara adat salah satu agama, maka yang lain akan menjadi pecalang atau pengamanan adat. Da­ lam acara peringatan agama kristen dan katolik, pemuda-pemudi Hindu akan turut serta membantu. Begitu sebaliknya, dalam persiapan Hari Raya Nyepi, pada Rabu (9/3) lalu, pemuda katolik dan kristen turut membantu membuat ogoh-ogoh. Pendesa Kristen, I Ketut Daniel, mengaku perbedaan tak pernah menjadi masalah. Masyarakat kris­ ten di desa ini pun masih menggu­ nakan nama Bali. “Di Desa Tuka ini, juga banyak perbedaan agama dalam satu keluarga yang membuat mereka menjadi terbiasa dan sema­ kin meningkatkan rasa toleransi an­ tar umat beragama,” ungkap Daniel yang juga menjabat sebagai protokol di Gereja Kristen. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

|9


Inovasi

PASSWORD

UNTUK KENDARAAN Oleh Faiza Ukhti Annisa

M

Foto Faiza Ukhti Annisa

araknya kasus pencuri­ an terhadap kendaraan bermotor semakin mere­ sahkan masyarakat. Modusnya pun semakin beragam, mulai dari mencung­ kil motor, meghidupkan motor dari busi dan sebagainya. Hal ini menantang Febri Arianto dan ke­ tiga temannya, Bobi Gusmara, Ulfa Septiani, dan Dini Khanza membuat inovasi alat pengaman k ­endaraan bermotor Kegemaran Febri di bidang elek­ tronik dan mesin motor melatar belakanginya untuk membuat Remote Pengaman Yang Efisien Untuk Kendaraan (Rempeyek). Pemuda yang bergabung dalam klub motor ini ingin pengguna kendaraan dapat

10 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

merasa aman ketika berkendara dan memarkirkan kendaraannya. Rempeyek ini telah mereka ikut sertakan dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2014. Mahasiswa Ilmu Komputer angkatan 2013 ini mulai merealisasikan PKMnya sejak akhir tahun 2014 lalu. Kegiatan mu­ lai dari perakitan hingga sekarang rempe­yek ini bisa difungsikan me­ makan waktu kurang lebih tiga bu­ lan, sejak oktober hingga desember 2014. Rempeyek tidak hanya dapat di­ gunakan oleh sepeda motor, tetapi juga dapat digunakan oleh mobil. “Tapi karena saya punyanya motor jadi saya pasang untuk percobaan di motor saya,” ujarnya. Rempeyek ti­ dak berbentuk seperti remote kebanyakan yang beruku­ ran kecil, uku­ rannya masih terbilang besar karena memi­ liki sepuluh saklar yang berfungsi se­ bagai password. Satu batu bat­ erai terletak di

atas saklar dan empat tombol yang masing-masing berfungsi untuk me­ ngunci kendaraan, membuka kunci, menghidupkan alarm, dan meng­ hidupkan stater. Semua tombol ti­ dak akan bisa berfungsi jika belum memasukkan password yang benar. Password adalah bentuk pengaman yang melengkapi inovasinya. Password ini dapat direset sesuai keingin pemakainya. Rempeyek menggu­ nakan baterai khusus untuk baterai remote yang berukuran kecil. Meski kecil, baterai ini memiliki tegangan 12 volt dan 23 amphere. Febri me­yakini remote itu sejatinya berfungsi untuk menembakkan sinyal, dan itu memer­ lukan arus yang besar ­sehingga tidak bisa menggunakan baterai biasa yaitu 3 volt dan 1,5 amphere. Adanya password membuat Rem­ peyek tidak dapat digunakan oleh sembarang orang yang tidak diper­ cayai pemilik kendaraan. Sehingga yang bisa menggunakannya hanya orang yang mengetahui password tersebut. Kendaraan tidak dapat hidup apabila password tidak dima­ sukkan dengan benar. Walaupun Rempeyek ini hilang orang yang me­ nemukannya tetap tidak bisa meng­ gunakannya, sehingga kendaraan akan tetap aman. Selain itu, melihat remote peng­ aman biasa yang dapat mengunci


Inovasi dari jarak jauh, namun ketika kend­ araan disenggol akan berbuyi. Mem­ buat ia ingin Rempeyek dapat mem­ buat kendaraan terparkir aman, na­ mun tidak berbunyi ketika disenggol atau disentuh. Hanya orang yang bertindak kejahatan saja yang bisa memancing alarmnya, karena ha­ nya pelaku kejahatan yang berusaha menghidupkan motor secara paksa. Hal ini dapat terjadi karena timnya membuat sensor penerima sentuhan menjadi sangat kecil. Febri mengatakan proses mengkoneksikan Rempeyek ke ­ kendaraan mengacu pada modul standar pemasangan remote pen­ gaman seperti umumnya. Varian­ si remote motor yang umum yaitu pe­ ngaman motor biasa, tidak bisa diturunkan sensor penerima sentu­ hannya dan yang dapat diturun­kan sensor peneri­ma sentuhannya. Febri mengacu pada variansi yang ketiga yaitu de­ngan memutuskan arus aki ke mesin, memutuskan arus dari spul ke busi, dan yang terakhir memutus­ kan arus listrik

ke Capacitor Discharge Ignition (CDI). Remote ini dimatikan dalam tiga tahap, yaitu mematikan arus aki, mematikan spul dan mematikan CDI, “CDI kan dapat listrik dari aki, jadi kalau aki sudah diputus otoma­ tis CDI tidak bisa hidup, namun pen­ curi biasanya menimpa aki dengan aki lain jadi kami buat inovasi lagi ke spulnya, walaupun dia pake aki tapi spul gak bisa hidup. Kemudian spul masih bisa ditimpa kabel atau istilah elektronya jumper, jadi kita matikan CDInya,” Ujarnya menjelaskan. Meskipun memiliki banyak kelebi­ han, namun Rempeyek masih memi­ liki jarak yang terbatas, karena penembak sinyal yang dijual secara umum sekarang hanya berjarak sep­ uluh meter. Jika permasalahan jarak itu dapat diatasi maka akan me­ makan lebih banyak bahan bakar. Mahasiswa yang sedang duduk di semester enam ini mengatakan sudah banyak yang ingin membeli Rem­ peyek, namun ia belum ingin men­ jualnya lantaran masih berbentuk kerangka. Ia ingin membuat Rem­ peyek dalam desain yang lebih baik, namun itu su­ lit karena akan me­ bu­

tuhkan banyak modal. Ia berharap akan memiliki kolega pabrik untuk membuat Rempeyek dengan desain yang lebih ideal karena ukuran yang sekarang masih tergolong besar un­ tuk sebuah remote peng­aman kend­ araan. Febri mengatakan sudak mendapat­ kan dana dari Pekan Kreativitas Ma­ hasiswa (PKM) sebanyak sembilan juta rupiah. Dana itu digunakan un­ tuk melakukan percobaan dan mem­ beli alat-alat yang dibutuhkan. Febri dan tim sudah menerima banyak saran baik dari senior dan dosen untuk mempatenkan inovasi tersebut, namun febri menganggap inovasi ini belum dapat disebut ino­ vasi. Menurutnya Rempeyek hanya menambahkan sedikit dari remote pengaman sebelumnya, ia juga takut nantinya akan bermasalah jika men­ gajukan hak cipta. “nanti dibilangnya duplikat dari hak cipta yang sudah ada, ini kan mengembangkan jadi kalau ingin membuat hak cipta kita harus dapat surat izin dari yang pu­ nya sebelumnya, sedangkan kita gak tahu siapa” ujarnya. Febri berharap dapat bekerjasama dengan produsen remote pengaman kendaraan sebelumnya untuk dapat mengharumkan nama timnya dan dapat berguna untuk masyarakat se­ cara umum. Ia juga berharap dengan adanya Rempeyek dapat membuat lebih aman, dan dapat digunakan se­ bagai mana mestinya. Menurut Febri agar PKM yang dikirim dapat di setujui ialah de­ngan membuat nama yang mena­rik agar membuat penasaran dan bagaimana cara menyampaikan apa yang dib­ uat dengan cara yang berbeda, agar barang yang sederhana itu terlihat luar biasa. “Remote-remote sudah ma­ kin banyak di luar sana, kami cuma menyampaikan saja kalo Rempeyek ini lebih aman, karena ini dilengkapi password dan gak sembarang orang bisa pakai. Seperti itu,” ujarnya. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 11


Inovasi

SULAP SAMPAH

jadi bahan bakar Oleh Khorik Istiana

S

ampah selalu jadi masalah tiap daerah, tak terke足 cuali Bandarlampung. Tak kurang 600 ton sam足 pah dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, di Kecamatan Telukbetung Barat, tiap harinya. Kondisi sampah di Bakung pun semakin menumpuk karena tidak adanya pemanfaatan atau daur ulang yang efektif untuk mengurangi sampah. Hal ini membuat Indra M. Gandidi tergerak. Melihat

12 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

dampak yang diakibatkan oleh sampah, Ia pun mulai ber足 pikir untuk menjadikan Bandarlampung bebas sampah. Dosen Teknik Mesin Unila itu pun membuat e足 ksperimen dari sampah di Bakung. Melalui dana hibah 75 juta yang ia dapatkan, proyek pertamanya tersebut sudah dimulai sejak April hingga November 2015. Pada eksperimen pertamanya, Indra menggunakan satu truk sampah yang setara dengan 2 ton sampel sampah


basah. Selanjutnya, sampah dike­ ringkan untuk dijadikan sampel ke­ ring per kilogram. Dibantu sebelas mahasiswanya yang sedang melak­ sanakan tugas akhir, Indra berhasil mendapatkan kandungan selevel bensin dan solar sampai 36 persen. Minyak yang dihasilkan itu sudah bisa digunakan untuk kompor sum­ bu (kompor minyak). Tak butuh waktu lama, hanya satu jam, sampah yang diproses de­ ngan teknik penguraian (pirolisis) menggunakan alat spirolizer yang didatangkan dari Bandung mampu menghasilkan minyak. Alat tersebut adalah hasil desainnya. Konsep sederhana kimia digu­ nakan Indra untuk dapat memecah sampah menjadi minyak. Minyak, bensin dan solar sejatinya merupa­ kan ikatan karbon dengan hidrogen. Spirolizer menggunakan konsep biomassa, alat ini berfungsi untuk menghancurkan ikatan CHO, se­ hingga menghasilkan karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), se­ hingga menghasilkan CH. Dari hasil inilah akan jadi produk gas. Gas kemudian akan keluar dari spi­ rolizer untuk didinginkan, istilah up grading sering digunakan dalam lang­ kah ini. Up grading memerlukan zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi

itu sendiri atau katalis. Terakhir, gas akan masuk ke reaktor kondensasi. Barulah dapat menghasilkan produk minyak dan padatan yang nantinya dapat dijadikan pupuk. Meskipun jauh dari angka sempurna untuk menjadi minyak, setidaknya telah didapat kemiripan setara dengan 36 persen minyak di pasaran. Tahun kedua, Indra kembali mendapatkan dana hibah sebesar 75 juta yang digunakan untuk me­ ningkatan kualitas kemiripan mi­ nyak yang dihasilkan. Menurutnya, sejauh ini sudah ada peningkatan kemiripan sebesar 45 persen dengan minyak yang ada di pasaran.

Kendala utama yang dialami Indra yaitu kurangnya teknologi pendu­ kung di Unila. Fasilitas yang tidak dimiliki Unila yaitu, alat manufak­ tur. Alhasil, Ia harus memesan alat di Bandung. Belum lagi alat uji yang digunakan, berada di Universitas Gajah Mada (UGM). Semua ekspe­ rimen ia lakukan di Laboratorium Termodinamika, yang merupakan laboratorium khusus energi. “Nan­ ti jurusan mesin mampu menjadi produktif untuk membuat minyak dari sampah,” ujarnya berharap. Jika proses kedua selesai, di tahun ketiga mampu meningkatkan proses pro­ duksi minyak dari sampah. n

gas Ilustrasi Retno Wulandari

Foto-Foto Luvita Wilya H

Inovasi

minyak kondensasi Reaktor sampah padat

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 13


Komitmen

JERATAN HUTANG

Koperasi Unila

L

ebih dari 35 tahun berdiri, Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Bina Dharma Universitas Lampung (Unila) makin tak terdengar gaungn­ ya. Sampai saat ini, salah satu organi­ sasi berbadan hukum dengan nomor: 398/BH/8/1981 ini, memiliki lebih dari 1.800 anggota yang meru­pakan pegawai dan dosen PNS di Unila. Unit usaha koperasi Bina Dharma Unila berupa simpan pinjam dan usaha penyewaan kantin kejujuran yang berdiri di areal Fakultas Kegu­ ruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Kinerja koperasi dikepengurusah se­ belumnya sempat dirasakan melalui pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) berupa sembako kepada anggo­ ta tiap akhir tahun. Tak hanya itu, kave­ lingan perumahan Palm Per­ mai juga pernah sukses memberikan kontribusi untuk Unila. Jauh Panggang Dari Api. Adanya koperasi yang di­ gadang-gadang mampu menye­ jahterakan seluruh anggotan­ ya, belakangan malah menuai polemik serius. Anggota koperasi mulai mengeluhkan kinerja kop­ erasi yang sejak 2012 diketuai oleh ­Achdiansyah Sulaiman. Anggota mulai resah dengan kenaikan sim­

14 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

panan wajib sebesar sepuluh ribu rupiah tiap bulannya. Semua pihak mempertanyakan kemana perginya uang tersebut. SHU pun sudah beru­ bah, mulanya sembako akhirnya ha­ nya diberikan uang sejumlah 25 ribu rupiah per tahun. Tak hanya itu, Ra­ pat Anggota Tahunan (RAT) sebagai kekuasaan tertinggi pun tak pernah diselenggarakan. Manajemen koperasi yang carutmarut pun diduga sebagai penye­ babnya. Ketua yang hanya bekerja seorang diri, tunggakan dari berba­gai bank mitra koperasi, hingga lahirn­ ya surat petisi dari beberapa ang­ gota mewarnai perjalanan kope­ rasi tiga tahun terakhir ini. Kope­rasi Bina Dharma Unila sudah tak memiliki pemasukan lain kecuali potongan dana simpanan wajib ang­gota setiap bulannya. Hutang di tiga bank; Bank Dhana Sewu kurang lebih sebesar 3 miliar, Bank Mega 300 juta rupiah dan Bank Syariah Mandiri sebesar 848 juta rupiah pun satu persatu muncul ke permukaan. Koperasi defisit dan berakhir pada kata pailit. Bank tidak mau rugi. Akhirnya, salah satu bank melakukan write off (penghapusbukuan) pada koperasi di tahun 2014 lalu. Hal ini karena koperasi tak lagi mampu membayar hutang-hutangnya. Bank yang ingin

uangnya kembali lantas hanya mem­ bebankan pinjaman pokok tanpa tunggakan bagi hasil dan denda. Merasa tak tahu apa-apa, ketua koperasi pasrah dengan keadaan yang ada. Ia diwarisi hutang be­ sar oleh pendahuluya. Lebih miris lagi, ia sampai merelakan serti­ fikat rumahnya sebagai jaminan, karena dikejar-kejar pihak bank. Sistem perkoperasian Unila yang tak mengindahkan undang-undang serta regulasi yang ada pun dinilai seperti ‘bercanda’ oleh sebagian ­pengamat ekonomi dan perbankan. Koperasi yang diibaratkan seperti raksasa tidur tersebut, akan dibahas tuntas Maret ini. Rektor, pengurus, pihak bank, auditor, dan pakar per­ ekonomian akan duduk bersama guna menyelaraskan permasalahan yang ada. Rektor Hasriadi Mat Akin sempat mengumbar janji untuk mem­ benahi sistem perkoperasian Unila. Sebagai pemimpin tertinggi universi­ tas, rektor harus tegas jika dirasa ada yang tak beres di dalam koperasi. Bu­ kan hanya diam tanpa beri solusi. Re­ konstruksi perlu dilakukan, ­pengurus harus bera­sal dari orang yang bukan hanya mafhum dibidangnya, namun juga amanah. Sistem perkoperasian pun harus kredibel dan valid di mata hukum. n


LAPORAN UTAMA

JERATAN HUTANG Koperasi Unila Oleh Defika Putri Nastiti, Yola Septika

S

uasana Kantin Kejujuran Bina Dharma siang itu, Jumat (29/01) tampak ramai. Bebe­ rapa mahasiswa tampak lalu lalang di depan kantin meski masih hari libur. Di sudut lain kantin, beberapa meja dan etalase makanan ramai disingga­ hi beberapa staf dan karyawan Unila yang hendak makan siang. Di sudut tempat pembayaran, ­Abdul Manan (44) yang dibantu sang istri bergantian melayani pembeli yang hendak membayar. Terkadang, tam­ pak istrinya pergi ke dapur untuk sekadar mengecek pegawai­ nya me­ masak atau ikut membantu menya­ jikan makanan yang telah matang ke etalase makanan. Kantin kejujuran merupakan salah satu unit usaha Koperasi Pegawai Neg­ eri Republik Indonesia (KPRI) Unila selain simpan pinjam. Rutinitas seperti ini sudah dilakukan Abdul Manan se­ jak tahun 2012 silam, saat ia pertama kali ditawari Ambya, ketua koperasi sebelumnya untuk bekerjasama men­ gelola Kantin Kejujuran Bina Dharma. ­Sambil mengamati pe­lang­gannya, ia bercerita bahwa tak ada syarat khusus saat menjadi pengelola kantin.

Abdul Manan ber­­ cerita bahwa, ­angunan yang saat ini dijadikan b kantin merupakan bekas gudang be­ ras koperasi. Perlu beberapa renovasi hingga menjadi kantin. Dananya pun berasal dari koperasi. “Sekretariat koperasi sendiri sejak dulu telah ada dalam satu gedung tepat di samping bangunan kantin ini,” terangnya. Namun saat ini, tidak ada papan nama yang menunjukkan sekertari­ at koperasi dekat kantin. Saat dita­ nyakan pada ketua koperasi saat ini, Achdiansyah Soelaiman, ia menga­ ­ ku bahwa koperasi masih berada di samping kantin kejujuran. “Ia masih di sana, tapi sudah nggak ada kegi­ atan,” akunya. Pembayaran sewa gedung dan biaya renovasi yang digunakan adalah dari sistem bagi hasil. Seluruh penghasilan yang diterima oleh kantin akan diba­ gi sebanyak 30 persen dan 70 persen dengan koperasi Unila. Mengaku mengenal Achdiansyah selaku ketua koperasi saat ini, Abdul sering menceritakan kondisi kantin kepadanya. Obrolan tentang layanan dan rencana pengembangan kantin sering jadi topik pembicaraan. “Saya

ingin agar koperasi Unila dapat menambah usaha-usaha yang lain di Unila agar dapat menyokong anggota­ nya,” ungkapnya menutup pembi­ caraan siang itu. Anggota Mulai Keluhkan Kinerja Koperasi Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) Bina Dharma Uni­ versitas Lampung (Unila) merupakan organisasi berbadan hukum dengan nomor: 398/BH/8/1981. Anggota­ nya ditaksir lebih dari 1.800 pegawai sampai saat ini. KPRI awalnya berna­ ma Koperasi Pegawai Nege­ri (KPN) Unila, berubah menjadi KPRI ber­ dasarkan hasil rapat perubahan Ang­ garan Dasar pada 1996 berdasarkan Surat Keputusan (SK) nomor: 246/BH/ PADKJ/VIII/1996. Seperti yang tertuang dalam laporan tahunan KPRI Unila tahun 2011, tu­ juan koperasi tak lain untuk mengem­ bangkan kesejahteraan anggotanya. Namun apa mau dikata, beberapa anggota malah mengeluhkan kinerja koperasi yang tak dirasa. Memang sudah menjadi prosedur di Unila bahwa seluruh pegawai

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 15


LAPORAN UTAMA

Foto Yola Septika

t Gedung

Koperasi Unila, tadi­ nya terdapat plang nama “Koperasi Unila”, namun saat ini hanya menyisakan ruang saja.

Unila akan langsung bergabung dan menjadi an­ ggota KPRI Unila. Yon Rizal (Dosen Pendidikan Ekonomi) sudah menjadi anggota koperasi sejak dirinya diangkat menjadi dosen Unila. Namun su­ dah puluhan tahun menjadi anggota koperasi, ia merasa belum mendapat manfaat apa-apa. Bahkan ia mengaku tidak mengenal sama sekali pengurus-pengurus koperasi Unila. “Jadi saya bi­ ngung mau menyampaikan keluhan ke siapa, tapi ya hampir semua anggota koperasi Unila menge­ luh karena tidak mendapat manfaat apapun sela­ ma menjadi anggota koperasi Unila,” terangnya. Yon Rizal juga belum pernah meminjam uang di Koperasi Unila. Menurutnya koperasi Unila seka­ rang tidak aktif hingga para anggotanya bingung tentang kinerja simpan pinjam koperasi. Nurdin yang juga dosen pendidikan ekonomi mengatakan ketidaktahuannya tentang kope­ rasi Unila. Menurutnya, kondisi koperasi Unila saat ini sudah tidak aktif, meski terus menarik iuran uang koperasi. “Saya binggung dengan koperasi Unila saat ini, karena kurang aktif. Usaha kopera­ si Unila yang saya tahu ya cuma kantin kejujuran,” ungkapnya. Meski mendengar banyak keluhan dari ang­ gota koperasi lain, Nurdin belum pernah me­ nyampaikan keluhannya kepada pengurus koper­ asi Unila. Ia mengaku tidak tahu menahu tentang kepengurusan koperasi saat ini. “Yang saya tahu setiap bulan ditarik iuran bulanan simpanan wa­ jib, kalau yang pokok saya nggak bayar,” katanya. Kurang aktifnya koperasi sangat disa­ yangkan Nurdin, menurutnya koperasi yang memiliki lebih dari 1.800 anggota harusnya aktif, sehingga

16 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

dapat mengembangkan koper­ asi serta membantu ang­gota sesuai tujuannya. Namun selama ini tidak ada transparasi dana sehingga ku­ rang jelas. “Itukan dana dari kita dan harusnya untuk kita, semoga ada keterbukaan untuk kedepannya dan prosedur yang terpublikasikan hingga memudahkan anggotan­ ya yang ingin meminjam maupun menyimpan dananya ke koperasi,” ujarnya berharap. Rektor Unila periode 1996-2006, Prof. ­Muhajir Utomo juga merasa­ kan hal yang sama. Saat itu, ketika ia masih menjabat sebagai rektor, menurutnya ki­nerja koperasi sangat terlihat, seperti pembagian sembako kepada anggota sebagai bentuk bagi ha­sil setiap tahunnya. Tak hanya itu, kaplingan pe­ rumahan Palm Permai juga pernah sukses mem­ berikan kontribusi untuk Unila. Muhajir mengatakan seharusnya koperasi diurus oleh orang yang mafhum akan manajemen, audit dan perkoperasian. “Tapi kenapa kita yang dikelo­ la orang berintelektual malah tidak dapat men­ gelola d ­ engan baik?” kata Muhajir. Manajemen koperasi harus dirombak total, seperti merekrut ahli audit, manajemen, dan perkoperasian untuk menge­lola koperasi. “Bayar orang untuk mengeo­ la koperasi,” kata Muhajir. Simpanan Wajib Yang Terus Naik Sumardi, dosen Teknik Elektro ini mengaku bah­ wa selama ini, ia hanya tahu gajinya dipotong se­ tiap bulan untuk membayar koperasi. Awal mula ketika menjadi dosen pada tahun 2002, simpanan wajib yang ditarik dari tabu­ngan sebesar 1.000 ru­ piah, lalu pada tahun 2004 naik menjadi 2.500 ru­ piah. Selanjutnya, berturut-turut naik pada tahun 2006 menjadi 4.000 rupiah, pada tahun 2008 men­ jadi 6.500 rupiah, pada tahun 2010 naik lagi men­ jadi 8.000 rupiah dan puncaknya menjadi 10.000 rupiah sejak tahun 2013 sampai saat ini. Kenaikan simpanan wajib yang tidak dibarengi de­ ngan membaiknya kinerja koperasi, membuat anggota makin geram. Belum lagi Sisa Hasil Usaha (SHU) yang makin tak jelas. SHU sendiri merupakan pendapatan ko­ perasi dalam satu tahun ynag selanjutnya dikuran­ gi biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak. Awalnya ia meng­aku mendapat sembako dari SHU yang diterimanya saat menjelang Hari


LAPORAN UTAMA Raya Idul Fitri, namun ti­ ba-tiba sembako itu berubah menja­ di uang tunai sebesar 25 ribu rupiah yang diterimanya pada saat pemba­ gian Tunjangan Hari Raya (THR). “Selain manfaat tersebut, saya ti­ dak merasa manfaat yang lainnya dari koperasi Unila,” ungkap Su­ mardi saat ditemui di ruangannya pada Jum’at (29/1). Ia mengaku selama bekerja di Unila sejak tahun 1985, fungsi dan keberadaan koperasi sema­ kin menurun. Ketidaktahuan anggota terhadap pengurus kope­ rasi menjadi salah satu masalah yang cu­ kup pelik. “Pengurusnya siapa, tata cara simpan pinjam itu bagaimana, uang dari penarikan sim­ panan wajib yang dipotong dari gaji anggota itu kemana?, nggak ada sosialisasi sama sekali,” ujar Idharmahadi.

Tak Pernah Ada RAT Tiga tahun lebih koperasi Unila ibarat raksasa ti­ dur. Tak adanya Rapat Anggota Tahunan (RAT) sejak Nca menjabat, menambah daftar hitam kin­ erja koperasi. RAT semestinya menjadi perangkat organisasi koperasi yang m ­ emegang kekuasaan tertinggi dalam kope­ rasi. RAT wajib dilakukan satu tahun sekali dan dihadiri oleh seluruh ang­ gota koperasi. “Belum RAT, karena belum ada yang diperiksa. Saya nggak berani karena hasilnya. Malah jadi pe­ nipuan publik. Kalau saya emang ngambil uang ya tulis,” ungkap Nca. Ia mengaku mengingat kala dirinya meminjamkan uang kepada kope­ rasi. Tapi setelah diadakan peme­ riksaan, hasiln­ ya menunjukkan adanya pinjaman dari Nca kepada koperasi. “Saya nggak mau. Koperasi pinjam ke saya, ada bukti tapi tidak dicantumin,” tambahnya. Sampai saat ini, laporan keuangan koperasi periode 2013 hingga 2015 sedang dikerjakan oleh K ­ omaruddin, mantan bendahara koperasi. Kope­ rasi sempat diperiksa pihak Unila, tapi hasilnya ti­ dak sesuai perhitung­ an Nca. “Yang minjam ya minjam, pu­ nya hutang ya hutang. Ber­ syukur masih mau bantu. Saya pingin Unila ini ada perhatian lah,” pintanya. Bukan hanya itu, hal yang pal­ ing disoroti adalah aturan pem­ injaman uang yang tak jelas, serta ketidaktegasan pengurus kepada anggota yang mangkir membayar hutangnya. Seperti beberapa orang yang pernah meminjam uang ko­ perasi namun tidak membayar hutang tersebut. Akhirnya ko­

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

Ilustrasi Retno Wulandari

Internal Koperasi Bobrok Terdengar aneh memang, koperasi yang sudah hampir 35 tahun (dihitung sejak terbit badan hu­ kum) berdiri semakin tak terlihat taringnya. Sejak 2012 hingga saat ini, KPRI Bina Dharma Unila diketuai oleh Achdiasyah Soelaiman, salah satu dosen Fakultas Pertanian. Parahnya, Achdiansyah mengaku menjalan­ kan koperasi seorang diri. Perkara kepengurusan yang kocar-kacir pun menjadi salah satu penyebab ­kine­r­ja koperasi tak maksimal. “Saya nggak mau koperasi bubar, saya buat kepengurusan tapi semua ninggalin saya sendirian,” ungkap Nca, sa­ paan akrabnya. Berdasarkan penuturannya, anggota yang ditem­ patkan sebagai pengurus koperasi sudah tak bisa berkontribusi dengan beberapa alasan yang tak jelas. “Bendahara Pak Bagus (Dosen FSIP) sedang sekolah, lalu digantikan Ibu Juju (Siti Juriyah) yang sebelumnya di Bidang Organi­sasi, Pak Taryanto, sebagai sekertaris pindah tetapi tidak konfirmasi,” jelasnya. Nca mengakui kesalahannya karena tak dapat maksimal bekerjasama, sehingga akhir­ nya kop­ erasi tidak tertib administrasi. Salah satu fungsi koperasi yaitu, menyediakan dana pensiun ang­ gota. Hal itulah yang menjadi latarbelakangnya berusaha tetap menjadi ke­tua walaupun koperasi sudah kolaps. “Kalau saya tinggal aja, bubar ko­ perasi. Anggota yang pensiun nggak akan dapat apa-apa,” tambah­nya. Dirinya telah berkali-kali melaporkan ihwal ko­ perasi kepada rektor sebelumnya, bahkan mende­

sak agar kasus ini segera dibahas da­ lam audit internal Unila yang digelar tiap tahun, namun tak ada respon. Nca merasa bukan hanya dirinya yang bertanggung jawab atas kejadian ini, sudah segala macam cara dilakukan­ nya. “Saya sudah ngotot tapi saya bisa apa? Yang menghutang kebanyakan justru yang punya jabatan penting. Kalau ditagih justru lebih galak dari saya,” akunya.

| 17


Ilustrasi Retnoningayu Janji U

LAPORAN UTAMA perasi yang harus nombok. Pinjaman maksi­ mal yang ditawarkan koperasi sebesar 50 juta dengan jangka waktu pembayaran maksimal 5 tahun. “Saya tahu semua orang menuduh saya korupsi, tapi apa yang mau dikorupsi? Mau bayar hutang aja su­ sah,” keluhnya. Menurut Ahli Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan, Asrian Hendi Caya, yang juga sebagai anggota, mengaku bahwa dahulu diri­nya selalu diundang saat RAT, namun beberapa tahun terakhir RAT tak pernah lagi terdengar. “Harus­nya bisnis berjalan karena modal ada dan bertambah terus,” tuturn­ ya. Ia juga menyimpulkan bahwa mungkin hutang dengan bank itu adalah dana yang disalurkan pada anggota yang kemudian tersendat, namun tidak ada tindakan tegas oleh pe­nanggungjawab. Seharusnya tidak macet kalau pengurus aktif me­ nagih. Dewan Pengurus pun harus memberikan rekomendasi atas kondisi koperasi saat ini, sehing­ ga harusnya sejak awal sudah diketahui ada per­ masalahan. Petisi Beberapa Anggota Tak Ditanggapi Tahun 2014 menjadi puncak kejenuhan beber­ apa anggota koperasi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Ketidakaktifan koperasi Unila membuat dosen yang menjadi anggotanya merasa resah. Hal itu akhirnya membuat beberapa dosen sepakat untuk meng­ajukan sebuah petisi. Salah satu dosen yang mengajukan petisi tersebut ialah, Muhammad Thoha Sampurna Jaya. Mantan Dekan FKIP tersebut me­ngatakan bahwa masalah koperasi sudah berlangsung cukup lama, namun tidak ada tanggapan dari pihak koperasi untuk memperbaiki keadaan tersebut, hingga akhirnya dosen berinisiatif untuk membuat sebuah petisi. Banyak anggota yang bercerita dan mengeluh padanya, karena gaji setiap bulan harus dipotong untuk membayar iuran wajib kope­rasi yang ben­ tuk maupun keuntungannya sama sekali tidak dirasakan. Hal itu lantas menjadi latar belakang dise­pakatinya sebuah petisi yang berisi tuntutan dosen yang hendak keluar dari keanggotaan kop­ erasi pada tahun 2014 lalu.

18 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

“Petisi tersebut diajukan pada tahun 2014 dan ditujukan kepada Rektor Unila namun belum ada tanggapan apapun dari rektor maupun universi­ tas,” ujarnya saat ditemui di ruangannya. Thoha sempat bercerita bahwa pernah ada dosen yang ingin mengambil uangnya dari koperasi, ke­ cewa harus ditanggung rekannya tersebut, karena tidak mendapat tanggapan dari pihak koperasi. Terakhir ia berharap hal ini sampai pada pihak rektor yang baru dan mendapat tanggapan yang serius. Lilitan Hutang Buat Koperasi Kolaps Komentar beberapa anggota yang tak merasakan manfaat adanya koperasi, ditangapi dengan santai oleh Achdiansyah Soelaiman, ketua koperasi Unila saat ini. “Kalau tidak pernah berhubungan dengan kope­rasi, bagaimana dia tahu manfaatnya? kalau dia pernah ikut rapat atau terdesak ingin memin­ jam uang, baru merasakan manfaatnya,” ungkap­ nya. Koperasi Unila banyak diperta­nyakan eksisten­ sinya, sistem yang tidak jelas, pengurus yang tak aktif hingga uang simpanan pokok dan simpanan wajib yang sampai saat ini tak diketahui jumlahn­ ya dan keberadaannya. Ditambah lilitan hutang yang memperparah kondisi koperasi. Menurut pemaparannya, sejak duduk diposi­ si ketua, koperasi Unila sudah memiliki hutang sebesar 848 juta rupiah kepada Bank Syariah Mandiri (BSM). Sayangnya, menurut pemaparan salah satu dosen pertanian ini, tidak ada berkas atau bukti peminjaman dari BSM. Pihak Kopera­ si hanya diberikan surat tunggakan tanpa rincian anggota-anggota yang meminjam. Nca mengaku ada yang tak beres dari pihak BSM, ia ditawarkan untuk membayar hutangnya sebesar 500 juta saja dari total 848 juta tersebut. “Masa hal seperti itu bisa ditawar,” tuturnya. “Bank Syariah Mandiri benar-benar sudah tidak terbayar itu,” jelasnya. Akhirnya, ­ Achdiansyah merelakan sertifikat rumahnya sebagai jaminan agar tak melulu ditagih. Selain itu beberapa nama karyawan dan dosen yang telah meninggal na­ manya masih tercatat sebagai pemegang hutang. “Dua belas orang di data saya, mereka sudah meninggal tapi masih aktif sebagai penghutang,” akunya. Peng­ajuan klaim juga sudah dilakukan tapi tak ada tanggapan. Tak berhenti di situ, warisan hutang lain dari pendahulunya muncul dari Bank Mega. Hutang sebesar 300 juta rupiah menanti untuk disele­ saikannya. Sulit dipahami Achdiansyah, bagaima­


LAPORAN UTAMA ini saya ambil semua katanya. Menurut terjemah­ an mereka bisa,” jelasnya. Mendengar penjelasan pihak Bank Citra terse­ but, Achdiansyah langsung mengajak pihak bank untuk bersama-sama menemui rektor dan Wakil Rektor II untuk membicarakannya. “Besok saya mau menghadap rektor. Saya nekat ketemu rektor dan WR II bersama bank lain yang katanya sang­ gup,” katanya saat diwaancarai pada, Senin (14/3). Pertemuan Dengan Bank Citra Selasa (15/3), Rektor Unila Prof. Hasriadi Mat Akin bersama Wakil Rektor bidang Administrasi Umum dan Keuangan Prof. M ­ uhammad Kamal, Kepala Koperasi Unila ­Achdiansyah Soelaiman, dan tiga orang perwakilan Bank Citra meng­ adakan per­ temuan tertutup di ruang sidang lantai 4 rektorat. Dari keterangan Hasriadi, ketika ditemui di ruang kerjanya Selasa sore, pertemuan tersebut memba­ has kerjasama yang hendak dilakukan antara ko­ perasi Unila dan Bank Citra ihwal penyim­panan dana kope­rasi Unila. Lebih lanjut Hasriadi men­ jabarkan bahwa belum ada kesepakatan resmi. Masih akan diadakan pertemuan membahas hal yang sama. Hasriadi dalam hal ini sangat memperta­nyakan regulasi yang dijalankan oleh koperasi di kepem­ impinan sebelumnya. “Seharusnya ada regulasi dan ketegasan. Pinjam uang ya harus dikembali­ kan,” tuturnya. Saat ini ia dan timnya sedang fokus untuk meng­audit dana koperasi serta membahas lebih lanjut kerjasama dengan Bank Citra. Dalam salah satu visi misinya sebagai calon Rektor tahun lalu, H ­ asriadi berjanji akan membenahi regulasi koperasi Unila. Ditanya soal koperasi, Wakil Rektor bidang Administrasi Umum dan Keuangan Prof. Mu­ hammad Kamal tak mau banyak berkomentar. Ia berdalih masih akan ada pertemuan lanjutan yang membahas hal serupa.

t

na bisa lebih banyak hutang diban­ding simpanan koperasi. “Dana simpanan nol dari sebelum saya menjadi ketua,” ungkapnya saat diwawancara. “Kalau mereka bilang saya korupsi silahkan. Saya juga nggak tahu kenapa bisa nol,” tambahn­ ya. Memang, ia sempat diberikan beberapa penjela­ san dari pengurus sebelumnya. Hutang warisan berlipat-lipat tersebut berasal dari pinjaman ang­ gota koperasi ke bank terkait. Dikarenakan beber­ apa anggota tidak ­membayar pinjamannya, alhasil koperasi harus membayar hutang mereka ke bank menggunakan simpanan wajib koperasi per bu­ lannya. Bunga yang tinggi menambah beban kop­ erasi. Ia menyadari Koperasi Unila dalam keadaan kolaps, maka dari itu ia mecoba peruntungan dan meminta bantuan dari Bank Dhana Sewu. Sejak saat itu, mitra bank koperasi Unila beralih ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dhana Sewu atas keputusan di kepengurusan Achdiansyah. Pi­ hak koperasi mengaku mendapat­kan bunga sebe­ sar 12 persen tiap pinjaman, namun Achdiansyah mengakui menaikkannya menjadi 20 persen. Hal itu dilakukan untuk membayar hutang koperasi dan mencegah anggotanya meminjam uang ter­ lalu besar. Jumlah maksimum peminjaman uang ke bank ditentukan sebesar 50 juta rupiah, tanpa jaminan. Beberapa syarat yang diminta pihak bank pun dirasa tidak memberatkan. Jika meminjam lebih dari ketentuan, maka harus ada jaminan. Achdiansyah mengatakan bahwa kebiasaan an­ ggota yang meminjam ke koperasi hanya lancar membayar pinjaman sekitar 2-6 bulan saja. Tetapi bulan berikutnya, anggota tersebut meminjam ke bank lain tanpa konfirmasi kepada pihak koperasi. “Nggak tahu gimana caranya dia dapat pinjaman bank lain. Kenapa pinjaman di koperasi nggak ba­ yar bank lain di bayar,” akunya kesal. Seberapap­ un penjelasan diberikan, pihak bank tetap tidak mau tahu. Akhirnya simpanan wajib senilai 18 juta per bulannya harus digunakan untuk membayar hutang tiap bulan. Tak terasa tiga tahun menjabat, pinjaman anggo­ ta koperasi di BPR Dhana Sewu sudah mencapai 3 miliar. Angka yang cukup fantastis dibanding sebelumnya. Gali Lubang Tutup Lubang, menco­ ba keluar dari lilitan hutang malah terlilit hutang lebih besar. Achdiansyah mengaku menghubungi rekannya yang berada di Bank Citra untuk mem­ bantu permasalahan tersebut. “Bisa nggak kamu ngatasin ini, saya punya dana 3 miliar di Bank Dha­ na Sewu, orang pinjam, ini namanya. Dia lihat itu, oh ini bisa katanya. Asalkan dari Bank Dhana Sewu

BSM Ingin Uangnya Kembali Tanpa Harus ke Meja Hukum Rabu (23/3) selepas maghrib, ditengah hujan lebat, Redaktur Daring Teknokra Yola Septika dan Pemi­ mpin Redaksi Teknokra Ayu Yuni Antika menyam­ bangi kantor Bank Syariah Mandiri (BSM) di Jalan Pangeran Diponegro nomor 119 Gotong Royong, ­Bandarlampung. Setibanya ditempat, Agus Tomi yang menjabat sebagai Area Collection and Recovery Manager sedang melaksanakan ibadah. Setelah 15 menit menunggu, Agus mengajak kami ke ruan­ gan cukup besar di ujung kantor. “Supaya tidak

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 19


LAPORAN UTAMA

berisik,” katanya. Ruangan tersebut adalah ruang manager, memang paling hening dari yang lain. Agus sendiri merupakan perwakilan pihak BSM yang menjembatani kerjasama BSM dan KPRI Bina Dharma Unila sejak empat bulan terakhir. Kerjasa­ ma dengan KPRI Bina Dharma Unila menurut pengakuannya dimulai sejak tahun 2011. Saat itu koperasi masih diketuai Ambya, yang kini menja­ bat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila. Sambil melihat data dari notebook-nya, Agus yang merupakan alumni Teknik Sipil Unila ini, menuturkan bahwa bentuk kerjasama dengan pi­ hak koperasi berupa peminjaman dana sebesar 1 miliar. Menurut data BSM, dari pendanaan yang telah diberikan, KPRI Bina Dharma masih memili­ ki hutang sebesar 848 juta. Jumlah tersebut diluar tunggakan bagi hasil dan denda yang masing-mas­ ing bernilai 16,4 juta dan 55,6 juta. Bertahun lamanya tak juga dibayar, akhir­ nya pihak BSM melakukan write off (penghapusbuku­ an) pada Koperasi pada 2014 lalu. “Pada dasarnya bank sudah memberi keri­ nganan. Karena bank tidak mau rugi. Intinya bank ha­nya ingin uangn­ ya kembali, maka­nya kita hanya membebankan pinjaman pokok tanpa tunggakan bagi hasil dan denda,” akunya. Hutang pokok tersebut, menurut Agus dapat dicicil dalam jangka waktu yang diser­ ahkan kepada pihak koperasi. Kurun waktu dua tahun, Koperasi Bina Dharma Unila hanya mampu membayar pinjaman pokok­ nya sebesar 152 juta, dari total 1 miliar. Karena hal tersebut, Agus mengakui BSM te­lah menah­ an sertifikat rumah Ketua Koperasi Bina Dharma Unila, Achdiansyah. “Kami meng­apresiasi sebagai bentuk kese­riusan beliau dengan menggadaikan sertifikat rumah. Itikad baik ini yang kami hargai,” katanya. Jika tak mengalami pailit, kerjasama antara BSM dan koperasi seharusnya telah berakhir di tahun 2015. Agus mengakui angsuran ko­perasi memang sudah macet sejak 2013. Hingga berujung defisit di tahun yang sama. Bebera­pa upaya telah dilaku­ kan guna menye­ lesaian permasalahan. Karena ­Achdiansyah dinilai masih memiliki itikad baik, BSM beberapa kali melakukan pertemuan guna

20 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

menghasilkan kesepakatan. Namun BSM belum pernah membahasnya bersama rektor Unila yang ketika permasalahan ini muncul masih diduduki Sugeng P. Harianto. Menanggapi ihwal 12 anggota koperasi yang tel­ ah meninggal namun masih masuk hitu­ngan ner­ aca aktif, Agus mengakui jika hal tersebut bagian dari kesalahan komunikasi antara pihak BSM dan Bina Dharma Unila. Klaim kematian yang diajukan kemudian dipertanyakan oleh Agus. Menurutnya, jika benar ada pengajuan klaim, maka klaim yang dimaksud terjadi setelah koperasi bermasalah, maka tidak akan ada klaim yang akan diberikan. “Hal tersebut terjadi setelah kondisi pembayaran yang tidak lancar atau jatuh tempo,” akunya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Kopera­ si Bina Dharma pailit. Yang paling fatal akibat miss communication antara Bina Dharma dan BSM. Agus mengibaratkan, dalam permohonan dana ada 30 anggota mengajukan peminjaman sebesar 20 juta, tetapi pada ke­nyataannya hanya 20 anggota yang melakukan pembayaran. Hal ini disebabkan karena sistem administrasi Koperasi Bina Dharma tidak tertib. “Sistem serapi bank saja masih memi­ liki peluang kesalahan, apalagi yang hanya ditulis tangan,” tuturnya. Selain itu, tak adanya ketegasan dan kerjasama tim yang solid dalam koperasi, akhir­ nya mem­ buat koperasi Unila menyebabkan kerugian pada anggotanya. “Organisasi tidak sehat. Seharusnya dari atas (Rektor) hingga anggota bersama-sama melakukan pembenahan,” tuturnya. Melihat per­ masalahan ini, Agus sangat menyayangkan sistem koperasi yang dirasa tidak serius tersebut. Ia me­ nilai potensi yang dimiliki koperasi sa­ngat besar jika dikelola dengan baik dan amanah oleh pengu­ rus dan anggotanya. Hingga wawancara ini dilakukan, BSM masih menunggu hasil audit pihak Unila yang kemudian akan dikaji ulang oleh BSM. Nantinya, hasil terse­ but akan dijadikan dasar pembuktian terbalik. “Bank tidak perlu menjelaskan apapun. Lihat saja mutasi atau rekening koran,” akunya. Beberapa solusi juga ditawarkan oleh BSM, sep­ erti membuka usaha baru yang kemudian man­ faatnya dapat menutupi piutang kope­rasi. Agus berharap masalah ini bisa dise­lesaikan secara insti­ tusional, artinya semua pihak Unila harus terlibat terkhusus rektor unila. “Intinya bank hanya ingin uangnya kembali dan bank berharap permasala­ han ini tidak perlu sampai ke meja hukum,” ujar Agus mengakhiri. n


Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

Oleh Retnoningayu Janji U

Kyay jamo Adien

| 21


Ekspresi

Admi Syarif:

Tangan Dingin LPPM Unila Oleh Yola Septika

Keseriusannya dalam upaya meningkatkan riset di Unila membuat Admi Syarief kembali duduk di posisi ketua LPPM Unila. Ia disebut-sebut pemimpin bertangan dingin dengan segala pencapaiannya

22 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

R

uang Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Lam­ pung bisa kita temukan di lantai lima gedung rektorat Unila. Tak ada yang berbeda, Layaknya ruang kerja lain. LPPM yang menjadi ujung tombak dari penilaian universitas ini, punya dua tujuan dari Tridarma Pergurun


Foto Luvita Wilya H

Ekspresi

Tinggi. Salah satu tugasnya, memfasilitasi semua jurnal yang dihasilkan dosen Unila sampai ke tingkat pendanaan. Semua itu tak bisa lepas dari peran ketua LPPM Unila, Admi Syarif. Di ruang kerjanya itu, suasana nyaman memang terasa. Sebuah televisi plasma terpampang dekat

meja kerjanya. Terlihat bufet penuh koleksi buku dan ada sebuah piala yang menyita perhatian di sana. “Itu piala dari kemenristek,� katanya. Ya, piala itu merupakan penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi yang menasbihkannya sebagai sosok peneliti terbaik nasional pada 2009 lalu. Lahir di Tanjung Karang, 3 Januari 1967, Admi menjadi anak pertama dari lima bersaudara. Sejak kecil, ia menghabiskan masa sekolah di Bandar Lampung. Admi kecil sangat menggemari matematika. Tak heran jika pada akhir Sekolah Menengah Atas (SMA), ia mendapat nilai ujian nasional terbaik se-provinsi. Dan berkat prestasinya tersebut, ia tak perlu susah payah mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri Universitas Padjajaran jurusan matematika. Selama lima tahun, Admi mengeyam studi S1 di Bandung, hingga 1990. Lulusan Matematika ini memutuskan kembali ke kampung halaman untuk mengajar di Unila. Ia pun diterima menjadi salah satu dosen di jurusan matematika yang kala itu masih di bawah fakultas pertanian. Tak hanya puas mengajar, bapak dua anak ini terus melakukan riset di bidang teknologi informasi. Namun, ia menyadari kemampuan bahasa inggrisnya masih kurang hingga akhirnya menjadi kendala untuk memublikasikan jurnalnya. Ia langsung mengikuti seleksi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang hendak memfasilitasi pembelajaran bahasa inggrisnya selama satu tahun. Oleh Bank Dunia, Admi pun akhirnya mendapat kesempatan untuk melanjutkan S2 di Jepang. Usai menjalani pendidikan masternya di Asikaga Institute of Technology, Admi memutuskan untuk melanjutkan jenjang doctor di sana. Tak langsung pulang ke Indonesia, usai mendapatnya gelar doktornya ia menjadi peneliti tamu

(visiting researcher) di Asikaga IoT selama tiga tahun. Setelah dirasa cukup berada di negeri sakura, Admi kembali ke Indonesia dan langsung ditawari menjadi sekertaris Lembaga Penelitian yang kala itu masih diketuai oleh John Hendri. Saat itu Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian adalah dua lembaga yang terpisah dan baru disatukan setelah tahun 2015. Admi terpilih menjadi ketua LP Unila tahun 2010. Menjadi ketua, menurutnya adalah hal yang susah-susah gampang. Melihat Unila masih menjadi salah satu universitas di luar jawa yang pendanaannya masih jauh lebih kecil dibandingkan universitas di pulau jawa. Tapi hal tersebut tak membuatnya pesimis, terbukti ia terpilih lagi menjadi ketua LPPM unila periode 2015-2020. Blue ocean strategy merupakan prinsip hidup seorang Admi Syarif. Tak perlu menjatuhkan, mengalahkan, atau merendahkan orang lain untuk membuatnya sukses. Yang penting, punya keunikan. “We are equal but not the same,� katanya. Memiliki kepribadian kuat menjadi ciri khas dalam dirinya. Sebagai ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unila, Admi memang dikenal bertangan dingin. Banyak penelitian dosen yang lolos dan diberikan hibah berkat dorongannya. Tren penelitian dosen Unila pun mengalami peningkatan. Berkat tangan dinginnya itu, Dikti menghibahkan dana 30 miliar untuk riset LPPM. Hibah tersebut menjadi batu loncatan dari tekad tim LPPM juga rektor Unila, hendak mencapai 100 jurnal per tahun yang terindex scopus. Scopus sendiri adalah lembaga yang menilai hasil jurnal di seluruh dunia. Sampai saat ini, sudah 150 judul per tahun yang dapat di terbitkan di index scopus. Meski sudah memenuhi target, hal ini tentu masih terbilang rendah jika dibanding jumlah doktor di Unila. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 23


Ekspresi

Hasyimkan,

Sang Promotor Gamolan Lampung Oleh Ayu Yuni Antika

Kecintaannya terhadap Gamolan membuatnya banyak berinovasi. Lagu Gamolan Lampung, Tari Kolosal Gamolan Agung Sai Bumi Ruwa Jurai, dan Batik Gamolan menjadi buktinya.

Bijing pak selinbangan Pusiban pitu tanjak Ditunggu tetabuhan Gamolan suai randak Lain lagi jak jaman sina Cerita dang kepalang Riwayat gamolan sakti Mukjizat jaman puyang Nak ninak ninak ningkung Gamolan haji ripin Ngakuk anakni gedung Kebayanni mat amin Nak niyanni mat amin

L

irik tersebut merupakan lagu ciptaan Hasyimkan, salah satu dosen musik, Program Studi Seni Tari, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila. Butuh waktu empat tahun untuknya menemu­ kan syair lagu yang ia beri judul Gamolan Lampung ini. Hasyimkan memang dikenal sebagai promotor yang menggaungkan Gamolan di Lampung. Minatnya terhadap Gamolan muncul saat dirinya menuliskan tesis tentang musik tradisional Lampung. Gamolan merupakan salah satu instrumen lampung yang menurutnya paling merepresentatifkan masyarakat Lampung. Ia sempat membuat gempar Institut Seni Indo­ nesia (ISI) Yogyakarta karena tak lulus ujian tesis. Profe­ sor pengujinya mempertanyakan banyaknya nama yang digunakan untuk menyebut Gamolan, seperti Cetik dan Kulintang Peghing. Sempat gagal, ia memperbaiki risetnya dengan bantuan salah satu profesor pembimbingnya yang memberikan

24 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


buku yang mengupas habis tentang Gamolan, seperti buku Raden Jambat dan Musical Instruments Of Indo­ nesia karya Prof. Margaret. Syair pertama dari tiga syair yang ia temukan pun merupakan hasil pencariannya dari buku Warahan Raden Jambat asal Way Kanan dan Sung­ kai. Syair kedua dikutip dari Naskah Kias Salaman salah satu karya sastra lisan Lampung Pubian dan syair t­erakh­ ir diambil dari Syair Sagata dari masyarakat Tanggamus. Sejarah Gamolan Lampung Ada yang menarik dari sejarah Gamolan. Hasyimkan mengemukakan bahwa pada awal peradaban pra sejarah, diperkirakan masyarakat Lampung menggunakan ga­ molan sebagai alat komunikasi tradisional. Keberadaan Gamolan diperkirakan telah ada ratusan tahun yang lalu. Setidaknya sampai tahun 1983 ketika Prof. Margaret J. Kartomi mengadakan penelitian mengenai instrumen tersebut, ia hanya mencantumkan istilah Gamolan untuk menyebutkan instrumen ini. Dalam bukunya, diceritakan bahwa rumah orang Lam­ pung zaman dahulu masih terdapat di tengah-tengah ke­ bun, di lereng-lereng gunung, di pinggir-pinggir sawah, ketika cara hidup bertani atau bercocok tanam masih be­ lum menetap. Di setiap rumah-rumah sudah mulai ada yang mempunyai instrumen tetabuhan yang terbuat dari bambu. Gamolan yang dibuat sekitar abad ke 4 masehi ini meng­alami puncak perkembangannya pada abad ke 5 masehi. Yang lebih menarik lagi, relief instrumen musik di Candi Borobudur pada abad ke 8 masehi terpahat di batu. Berdasarkan bukti tersebut, instrumen musik yang terbuat dari kayu atau bambu ini telah ada pada abad sebelumnya. Bukti tersebut mengisyaratkan bahwa Can­ di Borobudur tak bisa dilepaskan dari campur tangan ­masyarakat Lampung. Masyarakat Lampung dipercaya turut membangun candi Borobudur yang merupakan keajaiban Dunia. Karena hal itu bisa terjadi, Gamolan secara antropologi (kebudayaan) ada di Lampung, akan tetapi secara arkeologi Gamolan terpahat di Candi Boro­ budur pada abad ke 8 masehi. Semangat Perkenalkan Gamolan Tak hanya menciptakan lagu, ia coba menciptakan tari­ an khas Gamolan. Tari kolosal Gamolan Agung Sai Bumi Ruwa Jurai namanya. Tari kolosal ini mengisahkan per­ jalanan Gamolan sebagai sebuah alat musik yang men­ jadi warisan budaya dunia. Dimulai dari perkembangan peradaban awal manusia hingga sekarang ini. Gamolan mendapat pengaruh mulai fase prasejarah, zaman klasik hingga zaman modern. Kebudayaan batu, kayu hingga bambu, dan kepercayaan Animisme, Dinamisme, Hin­ du-Buddha, Islam dan Melayu. Dilanjutkan bangsa India, China, Arab dan Eropa. Dari sekian pengaruh tersebut

PROFIL Nama NIP TTL Status Alamat HP Email FB Istri Anak

: : : : :

Hasyimkan, S.Sn., M.A. 197102132002121001 Tegeneneng 13-02-1971 Dosen Musik FKIP Universitas Lampung Jl. Panglima Poliem No 40 Segala Mider TKB Bandar Lampung. : 081369023721 : hasyimkan@gmail.com : hasyimkangamolan

: Yenni Purnamasari, S.Pd : 1. Arwina Indira Purnama 2. Alfarabi Rahmawan 3. Annisa Sinar Alam

1. Tenaga ahli gubernur lampung bidang kebudayaan tahun 2013-2014 2. Dewan Riset Daerah Provinsi Lampung tahun 2015 sampai sekarang. Pendidikan: 1. S-1 , Jurusan Musik, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI, Yogyakarta (2000) 2. S-2 , Prodi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Jurusan Ilmu Antar Bidang, Fakultas Multi Disiplin, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (2011) Penelitian: 1. Penggarapan Aransemen lagu Pung-Pung karya Andi Achmad untuk gitar dan ansambel gesek (2000) 2. Gamolan: Instrumen Musik Tradisional Lampung, Bentuk Fungsi dan Perkembangannya (2011)

terbentuklah Gamolan hingga seperti yang sekarang ini. Untuk mempercantik karyanya ini, ia meminta bantuan rekannya dari ISI, Yogyakarta sebagai penata tari dan musik. Hasyimkan hanya membuat sinopsis tari tersebut. Ia juga melihat potensi gamolan untuk kemaslahatan masyarakat Lampung. inisiatif untuk membuat batik ga­ molan pun muncul. Saat diwawancarai dikediamannya, Senin (14/3) ia terlihat amat antusias menunjukkan be­ berapa batik koleksinya. Harapannya amat besar, ia ingin masyarakat lampung tidak memandang gamolan hanya sebelah mata. Masyarakat memang belum mendapat manfaat yang cukup saat ini. Tetapi ketekunannya untuk memperkenalkan Gamolan tak pernah pudar. Beberapa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah disambanginya. Tujuannya hanya satu, memperkenalkan Gamolan se­ bagai salah satu instrumen asli Lampung. “Lampung kaya akan budaya, budaya ini akan mampu menyejahtra­ kan masyarakat asal diolah dengan baik,” ujarnya meng­ akhiri. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 25


Opini

MENGAWAL SPIRIT

MAHASISWA DALAM BERKARYA MELALUI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

Repro

Oleh Mahrus Ali*

U

niversitas berkewajiban mengantarkan mahasiswa menggapai masa depan dan mengembangkan daya inovatif, responsif, keterampilan, dan daya saing melalui pelaksanaan Tri Dhar­ ma (UU No. 12 Tahun 2012). Dalam rangka mendorong pola pikir ilmiah, entrepreneur pemuda dan pember­ dayaan masyarakat, DIKTI menye­ lenggarakan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Program ini di­ harapkan memberikan peluang bagi mahasiswa untuk meningkatkan ac­ ademic knowledge, skill of thinking, management andcommunication skill melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni. PKM dibagi menjadi program pene­ litian eksakta (PKM-PE), penelitian sosial-hukum (PKM-PSH), teknologi terapan (PKM-T), pengabdian mas­ yarakat (PKM-M), kewirausahaan (PKM-K), karsa cipta (PKM-KC), gagasan tertulis (PKM-GT), serta bidang artikel ilmiah (PKM-AI). Seringkali mahasiswa masih meng­ alami kesulitan menemukan ide, penulisan, dan penganggaran yang berdampak pada rendahnya daya

26 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

saing proporsal yang dibuatnya. Oleh sebab itu, diperlukan pen­ dampingan dan pembinaan guna meningkatkan kualitas proposal dan peluangnya untuk dibiayai. Secara garis besar, ada lima unsur yang harus dipenuhi dalam peny­ usunan PKM, yakni: kreatif, inova­ tif, novelty, up to date, dan aplikatif. Dari ke lima unsur tersebut intinya adalah pemunculan gagasan atau konsep baru yang memiliki nilai keas­lian serta mudah diterapkan dan bisa menghasilkan nilai (ekonomis atau sosial) yang signifikan. Biasa­ nya yang berpeluang tinggi adalah teknologi tepat guna dan solusi prak­ tis terhadap permasalahan di sekitar. Seperti ide membuat tes kit forma­ lin dengan menggunakan tusuk gigi yang sebelumnya dicelupkan pada kunyit, pembuatan rompi antipeluru dari sabut kelapa pengganti kevlar, detektor telur busuk menggunakan senter yang dimodifikasi, kayu si­ wak sebagai bahan aktif pasta gigi (anti plak), anestesi dari racun bulu babi dan lain sebagainya. Memang tidak mudah mendapat­ kan ide-ide sederhana yang aplikatif seperti ini, kuncinya harus banyak iqra’, membaca, mengamati, dan merenungkan. Allah menjamin jika kita memanfaatkan daya pikir maka ide untuk berkarya tidak akan terba­ tas. “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat Rabbku (ilmu pengetahuan), sungguh habis­ lah lautan itu sebelum kalimat Rabb­ ku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula) (Al-Kahfi: 109). Setiap tahun tidak kurang dari

7.500 proposal PKM yang didanai DIKTI. Mereka terseleksi diantara 50.000 proposal yang diajukan oleh mahasiswa seluruh Indonesia. Ta­ hun 2016 ini, Unila berhasil melo­ loskan 67 proposal PKM. Capaian ini menurun dibandingkan tahun ­sebelumnya yang 89 proposal. Meski begitu tahun ini Unila menem­ bus peringkat 17 nasional dalam perolehan PKM, atau pering­ kat 3 untuk universitas di luar Jawa di bawah Universitas Andalas (120 propsal) dan Universitas Halu Oleo (77 proposal). Peringkat ini naik ta­ jam dari 2 tahun sebelumnya pada 2014-2015 dimana Unila tidak masuk 30 besar nasional dan hanya pering­ kat 9 di luar Jawa. Hal ini patut un­ tuk diapresiasi sekalipun jika dipres­ entase antara jumlah proposal PKM dengan proposal yang didanai hanya 4,5%. Rendahnya prosentase ini dikare­ nakan lebih dari 90% proposal yang diajukan mahasiswa Unila bukan berdasarkan passion melainkan ka­ rena diwajibkan oleh dosen, Wadek III, dan pengelola beasiswa. Hal lain yang harus menjadi concern bersama adalah anomali rendahnya partisipa­ si mahasiswa kedokteran dan hu­ kum, padahal input mereka sa­ngat tinggi dan selektif dalam menerima mahasiswa. Sebab di beberapa uni­ versitas biasanya mahasiswa kedok­ teran dan hukum leading dalam PKM. Sementara Pekan Ilmiah Maha­ siswa Nasional (PIMNAS) merupa­ kan ajang adu kreativitas antar ma­ hasiswa yang paling bergengsi di Indonesia. Ajang ini diperkenalkan


Ilustrasi Retnoningayu Janji U

Opini

pada tahun 1990 yang mana peser­ tanya diseleksi sekitar 400 proposal (5%) dari penerima PKM. Ketika seorang mahasiswa dari suatu universitas mampu berpresta­ si di PIMNAS, maka pride dan grade dari universitas tersebut akan meningkat di kancah nasional. Tidak mengherankan jika semua universi­ tas baik negeri maupun swasta ber­ lomba untuk andil dan berprestasi di PIMNAS, tentunya dengan cara yang fair dan bermartabat. Hingga saat ini juara umum terbanyak PIM­ NAS masih didominasi Universitas Brawijaya dan Universitas Gajah Mada. Prestasi Unila dalam event PIM­ NAS belumlah menggembirakan sekalipun setiap tahun selalu men­ girimkan delegasi, padahal kita telah dua kali menjadi tuan rumah PIM­ NAS (1991 dan 2007). Sejak tahun 2006 hingga 2016 prestasi kelompok mahasiswa Unila yang lolos ke PIM­ NAS tidak optimal dan tidak ada satu peserta Unila yang mendapat­ kan medali, kecuali tahun 2013 kita berhasil mendapatkan satu medali perak (Fakultas Pertanian). Jumlah proposal PKM sebesar 1.507 dari total mahasiswa Unila

pada tahun 2016 masih sangat se­ dikit. Rendahnya capaian ini dikare­ nakan kurangnya informasi dan motivasi bagi mahasiswa. Masih banyak mahasiswa yang kurang fa­ ham tentang PKM, esensi dan strate­ gi pemenangan­nya. Selama ini tim PKM Unila sedikit kewalahan dalam sosialisasi PKM ke fakultas-fakultas. Sehingga ke depan perlu dibentuk tim pemenangan PKM mulai dari jurusan, fakultas hingga universitas. Sosialisasi juga harusnya dilakukan sejak dini, dimulai dari mahasiswa baru, jika perlu dimasukkan dalam materi Propti. Hal ini penting guna menjaring mahasiswa baru yang me­ mang sudah aktif dalam KIR sejak masa SMA. Motivasi dapat ditingka­ kan dengan memberikan penyada­ ran mengenai manfaat PKM bagi kehidupan pasca kampus atau mem­ berikan stimulus bagi pemenang PKM dan PIMNAS sebagaimana Universitas Brawijaya yang membe­ baskan SPP dua semester bagi pe­ menang PIMNAS dan penghargaan sebesar 20 juta bagi pembimbing juara PIMNAS. Tentu akan mening­ katkan ghirah PKM di kampus ter­ cinta ini. Pendampingan perlu terus digalak­ kan. Pendampingan ini tidak hanya diserahkan pada pembimbing sema­ ta, melainkan juga tanggungjawab tim PKM. Selama ini yang cukup efektif dilakukan adalah adanya monitoring dan evaluasi (monev) in­ ternal yang dilakukan Unila sebelum pelaksanaan monev DIKTI. Ke depan monitoring ini bisa dilakukan lebih dini dimulai dari tingkat jurusan dan fakultas yang memiliki wewenang ilmiah dalam memperbaiki dan menyempurnakan konsep dan hasil PKM, sementa­ ra monev tingkat universitas lebih dititikberatkan pada teknik presen­ tasi dan strategi lolos dan menang PIMNAS. Suatu kesalahan fatal jika membiarkan mahasiswa kita bersaing dengan mahasiswa dari univeristas seperti UGM, ITS, UB

tanpa persiapan dan strategi yang matang. Sementara mereka memiliki rekam jejak dan strategi paten untuk menang. Selanjutnya, perlunya dana talan­ gan dalam kegiatan PKM. Hal ini karena dana DIKTI biasanya turun pada bulan 5, sementara monev juga dilaksanakan pada bulan 5. Be­ berapa pembimbing bahkan harus mengeluarkan dana pribadi untuk menalangi kegitan PKM. Jangan sampai saat monev DIKTI maha­ siswa belum melaksanakan kegiatan yang dijanjikan dalam proposal yang akan mengurangi kredibelitas maha­ siswa dan Unila. Integrasi PKM dengan kegiatan akademik perlu dilakukan, seperti tugas proposal PKM pada mata kuli­ ah kewirausahaan dan rancangan percobaan. Bahkan perlu juga di­ kaji kemungkinan pengakuan PKM penelitian sebagai skripsi dan PKM pengabdian sebagai pengganti Prak­ tik Umum (PU) atau Kuliah Kerja Nayata (KKN). Tentunya akan dapat mereduksi lamanya masa mukim mahasiswa. Terakhir, kompetisi PKM skala fakultas dan universitas, baik ting­ kat mahasiswa lama (mala) atau mahasiswa baru (maba). Upaya ini akan menjadi ajang latihan sebelum bertanding di ajang PIMNAS. De­ ngan upaya-upaya ini kuantitas dan kualitas PKM Unila akan meningkat dan memperbesar kesempatan lolos PIMNAS. Lebih jauh akan tercipta academic atmosphere yang positif di kampus tercinta dan cita-cita the best 5th dalam PKM bisa diraih. Amien. n

*) Dosen Fakultas Pertanian Pemerhati PKM, Pemenang medali emas PIMNAS XIX Tahun 2006, Pembimbing mahasiswa Unila pemenang medali perak PIMNAS XXVI Tahun 2013.

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 27


Pariwisata

Pesona Batu Karang Kelumbayan Oleh Retno Wulandari Foto-Foto Retno Wulandari

S

atu lagi pantai di Lampung yang belakangan ramai dibicarakan netizen di media sosial insta­ gram. Pantai dengan gugusan batu karang ta­ jam setinggi lima sampai sepuluh meter layak­ nya gigi hiu menjadi ciri khasnya. Gugusan batu karang menyerupai gigi hiu itu berasal dari proses pengikisan hempasan ombak beratus-ratus tahun yang lalu, hingga gugusan batu karang tajam akhirnya terbentuk. Hamparan pantai berbatu yang menghadap birunya Samudera ­Hindia, mengantarkan semilir angin nan se­ juk ke pantai. Suara riak ombak yang dipecah batu ka­

28 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

rang pun menambah sempurna suasana santai di pantai ini. Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam de­ ngan mobil pribadi dari Bandarlampung, sampailah kami di gerbang Pantai Kiluan. Perjalanan menuju Gigi Hiu masih sekitar 7 kilometer, kami terus melanjutkan perjalanan dengan menyewa jasa ojek dari masyarakat sekitar. Hal tersebut karena jalan yang akan ditempuh hanya dapat dilewati kendaraan roda dua. Cukup sulit mendapat jasa ojek masyarakat, jika sudah dapat pun harus pintar-pintar menawar. Pasalnya harga yang dita­


Pariwisata

warkan berkisar 150 ribu hingga 200 ribu rupiah per orang. Bersama Nisa dan Anton, kami diantar menuju gigi hiu menggunakan motornya. Layaknya tour guide, mereka fasih menjelaskan apa saja yang ada di sepanjang jalan menuju Gigi Hiu. Pemandangan selama perjalanan memang cukup menyita perhatian. Kadang terlihat ham­ paran Samudera Hindia di sisi kiri jalan setapak. Deretan perkebunan dan perbukitan karst silih berganti dilewati. Beberapa komoditi perkebunan warga seperti cokelat, kopi, dan cengkeh, terlihat di sisi kiri dan kanan jalan.

Beberapa jembatan yang menghubungkan kampung satu dengan yang lain juga tak luput dari pandangan, salah satunya Jembatan Way Bawang. Tepat di bawah jembatan ini, kita bisa melihat kincir air yang diguna­ kan masyarakat sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Maklum saja, listrik belum menyentuh seluruh perkampungan di sini. Tepat 14.20 WIB kami sampai di Pantai Gigi Hiu. Lelah pun terbayar dengan pemandangan pantai yang eksotis. Cukup dengan membayar tiket masuk seharga sepuluh ribu rupiah, mata akan langsung dimanjakan dengan gugusan batu karang tajam yang menjulang di ujung kiri pantai. Diterpa semilir angin laut dan deburan ombak siang itu, M ­ inggu 14 Februari 2016 sambil duduk di be­ batuan pantai, kami menikmati pemandangan ikan kecil warna-warni di sela-sela bebatuan. Sebelumnya, lokasi ini lebih dikenal sebagai batu layar, karena bentuknya menyerupai layar kapal yang sedang terkembang. Pantai Gigi Hiu mulai dikenal saat 60 pe­ lukis dari luar dan dalam negeri menjadikan Pantai Gigi Hiu sebagai salah satu objek lukisnya. Salah satu peser­ ta yang juga seorang fotografer, menjadi yang pertama menyebarluaskan keberadaan gugusan batu karang tersebut. Baru di tahun 2013, sebutan gigi hiu menjadi viral di media sosial. Hingga akhirnya gigi hiu menjadi destinasi wisata yang memikat para travel blogger dan fotografer dari dalam dan luar negeri. Pantai Gigi Hiu atau yang lebih dikenal warga setempat dengan nama Pantai Pegadungan, awalnya hanya digu­ nakan sebagai lokasi memancing ikan, cumi-cumi, dan hasil laut lainnya. Letaknya di Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, tak jauh dari Pantai ­Kiluan yang lebih dulu terkenal dengan lumba-lumba dan laguna se­ bagai daya tariknya. Berbeda dari destinasi pantai lainnya di pesisir Lam­ pung, pantai ini memang tidak direkomendasikan untuk berenang. Batu karang yang tajam dan ombak Samudera ­Hindia yang cukup kuat menjadi alasannya. Dibanding menjadi tempat berenang, pantai ini memang lebih me­ narik untuk dijadikan objek fotografi. Tak heran, banyak wisatawan yang hobi berfoto, tak henti mengabadikan gambar dalam jepretan kameranya. Selfie dengan latar belakang gugusan batu karang yang diterjang deburan ombak menjadi salah satu pemandan­ gan yang tak bisa dilewatkan. Waktu terbaik mengabadi­ kan pemandangan eksotis gigi hiu adalah pagi hari saat matahari terbit. Meski sedang asyik menikmati serta mengabadikan setiap momen yang disuguhkan, wisatawan harus tetap berhati-hati dan waspada. Terlebih jika ingin berfoto di atas batu karang. Sedikit lengah saja, bisa tergelincir menuju bebatuan karang yang tajam. Salah-salah kaki bisa patah, bahkan nyawa jadi taruhan.

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 29


Pariwisata

Tak cukup menikmati siang hari di Pantai Gigi Hiu, dengan menambah sepuluh ribu rupiah lagi, wisatawan dapat menginap sambil mendirikan tenda di sekitar pantai. Pemandang­ an matahari terbit dan terbenam menjadi momen terbaik yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Tiga wisatawan asal Bandar­ lampung dan Malang ini misalnya. Berbekal tenda, kompor, dan sederet perlengkapan kemah lainnya, ­Rendra, Ableh, dan Ijal sudah dua hari semalam menginap di Pantai Gigi Hiu. Tujuan mereka tak lain un­ tuk menikmati dan mengabadikan Pantai Pegadungan dan Gigi Hiu da­ lam jepretan kamera. Usah khawatir jika tidak membawa tenda, pengelola juga menyewakan perlengkapan tenda seharga tiga pu­ luh ribu rupiah per malamnya. Sa­ yangnya, wisatawan harus berusaha sendiri untuk mengadakan kebutu­ han lain seperti makanan dan MCK. Hal ini karena belum lengkapnya prasarana yang ada di pantai ini. Bagi wisatawan yang memiliki budget lebih dan tidak ingin bersu­ sah payah, bermalam beberapa hari di home stay yang disediakan pengelola dapat menjadi pilihan. Jaraknya da­ pat ditempuh selama lima belas menit dengan menggunakan sepeda motor.

30 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

Sampah Jadi Masalah Meski tak seramai pantai lain, sampah yang dihasilkan wisatawan di pantai ini cukup jadi perma­ salahan. Padahal, sebelum masuk ke lokasi wisata, penjaga selalu memperingatkan wisatawan untuk menjaga kebersihan. Sebuah kertas bertuliskan “ Jagalah Kebersihan” yang tadinya tertempel di salah satu dinding ­karang tak lagi mampu jadi pengingat, malah berkumpul de­ ngan sampah lainnya. Tumpukan sampah berupa lembaran kertas dan plastik terlihat jelas dekat pantai. Alhasil, pihak pengelola yang juga masyarakat sekitar dibuat kualahan oleh tingkah laku wisatawan. Tidak adanya tempat pembuangan sampah membuat Andi selaku pen­ gelola berupaya mengurangi sampah dengan membersihkan pantai setiap minggu sore dan membakarnya, ini dilakukannya bersama penjaga lain. “Cara itu masih efektif. Karena ba­ nyaknya sampah plastik yang nggak bisa busuk,” ujarnya. Dinding batu karang pun ikut jadi sasaran tangan jahil wisatawan. Be­ berapa coretan terlihat mengotori karang. Dinding karang bak buku dengan coretan tak bermakna. Buk­ ti nyata sisa-sisa orang kekinian de­ ngan sifat kepurbaan.

Andalkan Wisatawan Untuk Promosi Letaknya yang cukup terpencil ser­ ta akses yang sulit memang mem­ buat pantai ini belum dapat perha­ tian lebih dari pemerintah daerah. Terbukti dari akses transportasi dan jalan yang masih jauh dari layak. “Ada janji untuk memperbaiki jalan. Semoga segera terealisasi dan bisa jadi pendongkrak mata pencaharian masyarakat sekitar,” harap Andi. Dalam hal promosi, pengelola ha­ nya mengandalkan informasi yang disebarkan wisatawan yang pernah mengunjungi gigi hiu. Meski tanpa bantuan promosi dari pemerintah daerah, beberapa orang telah men­ jadi agen travel dan bekerjasama dengan pengelola pantai gigi hiu. Segala kebutuhan wisatawan sep­ erti akomodasi dan penginapan su­ dah dijamin. Bahkan menurut Andi, wisatawan juga dapat melakukan perjalanan untuk melihat lum­ ba-lumba menggunakan kapal den­ gan kapasitas 3 sampai 4 orang. n

“Ada janji untuk memperbaiki jalan. Semoga segera terealisasi dan bisa jadi pendongkrak mata pencaharian masyarakat sekitar,” harap Andi.


Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 31


Apresiasi

RINDIANI Sebelum embun membasahi rerimbunan Pucuk sebuah tinta berbicara Dibawah redupan cahaya rembulan Pikiran berhaluan pada satu nama Rindiani. Yang sering terlihat dikursi itu Entah sejak kapan terlintas di sudut pandang Yang hadir dalam dimensi-dimensi waktu Pusat duniaku dijagat raya ini Kamu begitu benderangnya Sehingga aku yang redup ini malu untuk menyentuhmu Jangan! Jangan sampai kamu tersentuh aku Aku takut nanti cahayamu perlahan sirna karena sekeping hati ini Sebuah gelas yang mulai kuisi air Dari sepasang mata yang aku awasi Malah kini kamu tumpahkan dan berpaling ke gelas lain Kau biarkan menjadi serpihan, Rindiani! Jiwa yang sempurna Dielu-elukan oleh tempat yang biasa Dalam sendauan kumelamun Untuk ribuan kata yang tertimbun Bukan! Bukan aku takut untuk mendekatimu Hanya saja aku sadar Di hidupmu bukan hanya tentang aku Dan mungkin memang bukan aku Kamu terlalu jauh untuk aku gapai Bermil-mil jauhnya dari genggamanku Mendoakanmu tak lain adalah jalan untuk menjagamu Semoga lengan-lengan tuhan melindungimu Nama : Andri Agung Saputra Angkatan : 2014 Dari : Anggota LSSP Cendekia FISIP Unila

32 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

Pulang Angin berbisik meskipun cuaca terik Menilik anak rantau yang tak kunjung balik Dalam bilik, ia merasakan hal yg sungguh pelik Di negeri antah berantah Ia mencari ilmu dan mencari petuah Mengemban amanah dari rumah Agar pulang gelarnya bertambah Dan ilmunya menjadi berkah Mengingat ibunda yang sudah tua Skripsi belum selesai juga Dengan semangat berusaha, terselip doa Ia sungguh ingin pulang, memeluk bunda. Nama : Ariz Nisrina Jurusan : Sosiologi, FISIP ‘14


Apresiasi

Hidup Miliaran Malam kala kesah menjadi hebat disela waktu gemanya bersyukurlah kau pernah berkawan dengan tawa kau tangisi hidupmu yang kau kira paling susah padahal api pun masih jauh darimu, nampaknya mulutmu tak bisa berkata selain keluh menjadikan semua hal baik semakin membeku jauh dipelupuk matamu cahayanya pun mulai keruh kala sulit bersyukur menjadi raja dihatimu lupakan hidupmu yang dipenuhi masa yang mudah hilangkan kisahmu yang diselingi tawa tawa yang cerah hanya karena satu dua derita lemah... beranjaklah waktu sepi memintamu tetap merintih berjalanlah kala kau tak mampu berlari merangkaklah saat kau tak mampu berdiri setidaknya kau tak mudah kalah oleh sepi

Menulislah! Menulis adalah cara untuk bicara, Ketika bibir mengatup terkelu. Menulis adalah cara untuk berkata, Saat lidah mengadu ia beku. Menulis adalah cara untuk menyapa, Kala hasrat temu terbias waktu. Menulis adalah cara menyentuh seseorang, Entah berada dimana, Untuk sekedar mengantarkan rindu. Nama : Dio Ferizka Jurusan : Pend. Bahasa Inggris, FKIP ‘13

hidupmu masih lama jalanmu masih terpampang didepan mata satu keluhan tak bisa menghapus sejuta impian jadilah kuat seperti kau sudah hidup milyaran malam

Nama : M. Rizky Afriyandi Jurusan : Ilmu Komunikasi, FISIP ‘13

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 33


Kuliner

KERINDUAN MAKANAN KHAS LAMPUNG Oleh Retnoningayu Janji Utami Foto-Foto Kurnia Mahardika

Kerinduan akan masa kecilnya, menginspirasi Isna untuk memperkenalkan masakan khas Lampung. Olahan laut bercita rasa asam nan segar, selalu membuat lidah ingin kembali mencicipinya.

34 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

T

ersentil dari sebuah curhatan temannya yang bingung mencari makanan khas lampung, membuat Isna mendirikan sebuah warung makan dengan cita rasa Lampung. Rumah Makan Cikwo, yang berarti kakak tertua menjadi obat bagi siapapun yang rindu masakan Lampung. Begitu memasuki rumah makan yang terletak di Jalan Nusa Indah 3 No. 1, Pakis Kawat, Teluk Betung, Bandar Lampung, nuansa Lampung begitu terasa. Dekorasi rumah makan dengan kain-kain bludru merah ditambah payet emas, mengingatkan kita dengan dekorasi rumah panggung di Krui, Pesisir Barat, Lampung. Lagu-lagu daerah Lampung yang diputar juga menjadikan suasana Lampung semakin kental. Rumah makan yang berdiri dua tahun silam ini, didirikan oleh wanita asli lampung, Isna. Ia sejak Sekolah Dasar (SD) tinggal di Krui begitu akrab dengan menumenu khas daerah tersebut. Tak heran, jika nyaris semua menu yang ada di rumah makannya bernuansa Pesisir Barat. Salah satu menu yang paling anyar adalah olahan gurita, atau dalam bahasa lampung disebut khita. ­Di


Kuliner daerah asalnya Krui, kita tidak akan kesulitan mencari hewan dengan delapan tentakel ini. Rasanya yang kenyal dan manis membuat gurita menjadi menu favorit bagi pecinta makanan laut. Salah satu olahan gurita di Rumah Makan Cikwo adalah, Pekhos Masin Khita yang dalam bahasa Indonesia artinya gurita asam asin. Masakan ini mengingatkan kita dengan pindang patin. Hanya saja bumbu yang digunakan lebih sederhana. Kuahnya tidak pekat dengan rempah-rempah. Warnanya juga tidak kuning seperti pindang patin. Bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan direbus dengan air sampai mendidih. Kemudian gurita yang sudah dipotong kecilkecil dimasukkan ke dalam panci. Untuk menambah rasa asam segar, masakan ini ditambah dengan rampai. Kuahnya yang ringan membuat masakan ini terasa segar ketika dimakan. Guritanya pun terasa kenyal. Selain Pekhos Masin Khita, rumah makan ini juga menyajikan Khita Sambol. Sambal gurita yang dimasak

di sini tidak terlalu pedas. Rasa sambalnya nyaris sama dengan sambal sarden kalengan. Namun sambal di sini dibuat saat ada pesanan saja. Jadi bumbunya masih segar. Gurita yang dimasak juga tidak over cook, sehingga rasanya tidak alot. Bagi warga Lampung, pelengkap makan adalah sambal dan lalapan. Rumah makan cikwo memberikan lalapan dan sambal gratis bagi pelanggannya. Lalapan yang di­ sediakan juga lengkap. Ada rebung rebus, kemangi, jengkol, jolangjaling, kemangi dan kol. Selain gurita, rumah makan cikwo juga menyediakan pandap. Pandap adalah pepes daun talas. Untuk membuat pandap dibutuhkan waktu sekitar enam jam. Seperti halnya pepes pada umumnya, Pandap juga dibungkus dengan daun pisang. Daun talas ditumpuk sekitar tujuh lapis dengan parutan kelapa dan ikan yang diberi bumbu ditengahnya. Kemudian direbus dalam dandang besar. Pandap baru boleh diangkat ketika air sudah mulai habis. Menurut Isna, lamanya pembuatan pandap untuk menghilangkan rasa gatal pada daun talas. Untuk satu kali pembuatan pandap, Rumah

Makan Cikwo mampu membuat sekitar 20 porsi pandap. Lamanya proses pembuatan ini membuat pandap tidak mudah basi. Bahkan mampu bertahan sampai satu bulan jika disimpan di freezer. Untuk melegakan tenggorakan sehabis makan, Rumah Makan Cikwo menyediakan Sorbet Kweni. Minuman ini dibuat dari campuran potongan mangga kweni, biji selasih dan gula anau. Mangga yang biasa digunakan untuk campuran sambal mangga ini beraroma wangi. Ra­ sanya yang dominan manis dan sedikit asam ditambah gula anau membuat minuman ini terasa begitu manis. Bagi yang ingin bernostalgia dengan makanan ringan khas Pesisir Barat. Rumah makan ini juga menyediakan kacang tujin dan buak tat yang juga bisa dijadikan buah tangan. Kebahagiaan dan kepuasan batin yang dirasakan Isna dengan rumah makan ini terlihat sekali saat dirinya bercerita tentang kehadiran pengunjung yang selalu mengidamidamkan menu masakan Rumah Makan Cikwo. Kedepannya Isna juga akan mengembangkan kedai kopi yang menyajikan kopi khas Liwa, Lampung Barat. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 35


Esai Foto

SELAMAT DATANG GMT!

36 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Esai Foto

G

erhana Matahari Total (GMT) merupakan suatu peristiwa penting yang hanya terjadi 350 tahun sekali dititik yang sama. GMT menjadi peristiwa yang menunjukkan kepada seluruh dunia sebuah kebesaran Tuhan. Tepat pada 9 Maret 2016, Kota Palembang menjadi salah satu wilayah yang dilewati GMT dari 12 wilayah lintasan GMT di Indonesia. Peristiwa GMT disaksikan puluhan ribu warga Kota Palembang dan juga menjadi pusat perhatian warga luar dan dalam negeri. Mereka sengaja datang ke Kota Palembang untuk melihat dan mengabadikan momen langka itu. Sangking antusiasnya ingin menyaksikan peristiwa ini, semua orang sudah berbondong-bontong sejak sebelum subuh ke Jembatan Ampera. Berbagai kelengkapan seperti kaca mata seharga 15-25 ribu, kertas rongsen dan kaca mata hitam untuk menghalangi paparan sinar matahari saat melihatnya secara langsun turut dibawa. Sejak pukul 03.00 WIB, daerah Benteng Kuto Besak (BKB) dan Jembatan Ampera sudah dipenuhi fotografer yang mencari posisi sempurna untuk mendapatkan gambar GMT. Beberapa reporter berbagai media juga sudah siap dengan segala perlengkapannya, karena pristiwa ini ditayangkan live dibeberapa stasiun televisi. Namun sangat disayangkan, detik-detik terjadinya GMT tak dapat dilihat akibat tertutup awan dan asap dari PT Pusri, pabrik pupuk sriwijaya. Walaupun demikian, suasana di Kota Palembang seketika menjadi gelap seperti petang, “Allahuakbar� terikan ribuan orang yang menyebut nama tuhan menunjukkan kekaguman luar biasa atas kebesaran yang nyata di depan mata. Foto-Foto Riska Martina

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 37


Lingkungan

38 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Lingkungan

KIKIS HABIS BUKIT LAMPUNG

Oleh Retnoningayu Janji U Foto-Foto Retnoningayu Janji U

S

ejak pukul 7 pagi, M ­ uhammad Nurdin (61) sudah memu­ lai aktivitasnya menambang batu di Bukit Kunyit, Teluk Betung, Bandarlampung. Palu seberat 4 kilo­ gram pun selalu ia bawa serta. Ber­ alas sepatu karet hitam, lelaki asli Cilegon ini masih terus memboboki batu di bawah terik matahari siang itu, rabu (27/01). Sambil menyulut sebatang rokok di sela-sela aktivitasnya, Nurdin mengatakan bahwa ia dan masya­ rakat sekitar, sangat bergantung pada Bukit Kunyit. “Dulu, saya sempat bekerja membecak disekitar Tajung Karang dan Kangkung. Tapi ya, balik lagi bopokin batu,” ujarnya sambil menyeka keringat. Sudah hampir lima belas tahun ia menggantungkan hidup sebagai penambang batu di Bukit Kunyit. Upah yang diterima pun tak tentu per harinya. Tergantung perminta­ an dari truk yang datang. Biasanya Nurdin mendapat upah 150 ribu ru­ piah untuk tiap truk. Sejumlah uang itu pun harus ia sisihkan lagi untuk pemilik sertifikat bukit, sebesar 35 ribu rupiah per truk. Upah yang diterima memanglah tak sebanding dengan tenaga dan resiko yang harus ditanggung. Kondisi bukit yang sudah terkikis habis dapat mengakibatkan long­ sornya batu yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan mengancam nya­ wa. “Dulu pernah sempat longsor, sudah lama banget. Tapi kalau se­ karang ini mah enggak ada longsor yang sampai ke rumah warga. Ka­

laupun jatuh, yah di sekitar sini saja,” ujar Nurdin santai. Setiap tahun, ada saja kejadiaan na­ has jatuhnya korban akibat tertimpa runtuhan Bukit Kunyit. Terakhir di tahun lalu, seorang penambang me­ ninggal dunia setelah jatuh saat be­ kerja. Walau sudah banyak memakan korban jiwa, Rudy (50) yang bekerja sebagai pengangkut batu tidak me­ medulikannya. “Kita mah nggak takut mati. Yang lebih saya takutin kalau nggak bisa nafkahin anak sama istri,” ujar bapak dua anak ini. Bukit yang seharusnya banyak memberikan manfaat bagi masya­ rakat sekitar, malah menjadi sumber bahaya. Seperti luput dari perhatian masyarakat sekitarnya. Kian hari kian memprihatinkan. Faktor ekonomi menjadi alasan utama masyarakat terus mengikis dinding bukit. Bukit ini secara langsung berdeka­ tan dengan RT 19, 20, 21 dan 22. Di dekat kaki gunung kunyit, terdapat RT 022 yang membawahi sekitar 100 kepala keluarga. Yenry Nasta (48) wanita yang dua tahun lagi mengijak usia 50 tahun ini telah menjabat se­ bagai ketua RT 022 tiga kali periode. “Warga di sini mayoritas memang sebagai penggali batu, mereka hanya sebagai pekerja” ujar wanita beram­ but pirang ini. Entah bagaimana mulanya, ke­ beradaan Bukit Kunyit, ternyata su­ dah menjadi hak dari beberapa orang yang mengaku memiliki sertifikat. “Dulu sekitar 2013, saya bersama Ke­ tua RT 19, 20, dan 21 sempat dikum­ pulkan perihal sosialisasi kepemili­

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 39


Lingkungan

kan bukit ini, ada sekitar enam orang yang punya sertifikat, diberitahukan ada milik atas nama Pak Subagyo, Amir dan milik orang beretnis cina, sisanya saya tidak ingat,“ ungkapnya. Penggunaan lereng dan bukit harus dikendalikan, melalui prespektif hu­ kum, Muhammad Hakib (Profesor Hukum dan Lingkungan Unila) me­ nerangkan bahwa segalanya harus melalui proses perizinan. “Izin itu sendiri tidak bisa dikeluarkan jika belum ada kajian dari aspek lingku­ ngan hidup, di Bandarlampung su­ dah ada Perda tentang perlindungan lereng dan bukit. Sudah ada yang mengaturnya,” tegasnya. Menurut­ nya, penggunaan lereng dan bukit tidak boleh menjadi penyebab rusak­ nya lingkungan. Konsep pengelolaan sumber­ daya alam dan lingkungan hidup pada dasarnya tidak boleh merusak lingkungan. Hal tersebut sudah dia­ tur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan UU Lingkungan Hidup (UU No. 32 Tahun 2009) tentang per­ lindungan dan pengelolaan lingku­ ngan hidup. Aturan yang berkaitan dengan sebuah usaha atau kegiatan yang

40 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

berdampak pada lingkungan dia­ tur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012, tentang per­ izinan lingkungan. Dalam aturan ini, seseorang yang meng-klaim harus melalui proses kajian lingku­ ngan. Apakah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) - Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Keputu­ san kelayakan lingkungan menjadi dasar keluarnya izin lingkungan dan izin lingkungan menjadi dasar kelu­ arnnya izin usaha. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota tahun 1996, terdapat 32 bukit di Bandarlampung. Namun, ketika identfikasi kenyataannya berbeda. Direktur Wahana Lingku­ ngan Hidup (Walhi) Lampung, Hendrawan menuturkan bahwa ­ secara umum kondisi bukit di Ban­ darlampung dapat dibagi ke dalam 3 kategori. Kategori berubah fung­ si seperti Bukit Camang dan Sahid, bukit yang rusak sedang seperti Bukit Kultum yang baru ditambang, serta bukit yang hancur seperti Kunyit dan Sukamenanti. ”Yang paling bertanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan adalah pemerintah. Seharusnya pe­ merintah membuat regulasi seperti kebijakan untuk mengatur bagaima­ na pengelolaan dan perizinan bukit, aturan bisa lewat Perda, surat kepu­ tusan walikota, atau surat edaran,” ujar Hermawan. Bukit yang dapat berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), daerah resapan, dan area mitigasi bencana ini dinilai Hendrawan sebagai aset penting yang semestinnya dilind­ ungi. “Masyarakat yang mengeruk bukit dengan alasan kebutuhan hidup merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengurusinya,” imbuhnya. Hendrawan tak menampik bah­ wa beberapa bukit di Bandarlam­ pung sudah banyak menjadi milik ­perorangan. Hanya Gunung Sulah

dan Gunung Banten yang belum ter­ jamah, selain itu bukit di Bandarla­ mpung sudah menjadi milik pribadi. “Fakta-fakta kerusakan itu mem­ perlihatkan pemerintah tidak tegas, kerugian bukan hanya kerusakan lingungan, tapi juga akan menim­ bulkan korban. Keselamatan orang juga menjadi hal yang harus diper­ hatikan,” tuturnya. Rejab (Kepala BPPLH Kota Ban­ darlampung) menyatakan pihaknya tidak pernah memberikan izin da­ lam pengerukan bukit di Bandar­ lampung, baik kepada swasta atau pemerintah. Bukit yang banyak ber­ sertifikat milik perorangan mejadi salah satu kesulitan dalam hal ini. Alasan masyarakat, pengeruk batu menjadi sumber kehidupan bagi mereka nyatanya menjadi hambatan BPPLH. “Kami bukannya tidak melakukan apa-apa, kami menga­ wasi dan membuat laporan. Selan­ jutnya untuk penindakan akan dilak­ sanakan oleh Satpol PP,” ujarnya Dirinya juga menampik mengenai tidak adanya Perda di Bandar lam­ pung. “Kita ada Perda, sebelumnya sudah ada Perda pengelolaan le­ reng bukit dan gunung di Bandar­ lampung No. 7 tahun 1988 dan ada pembaharuan menjadi No. 1 Tahun 1996,” jelasnya. Rejab menjelaskan bahwa wewenang BPPLH hanya mengawasi, sedangkan pelaksana­ nnya menjadi urusan adalah Ren­ cana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berkembang setiap tahunnya. Ditahun 2010, ketika dirinnya menjabat sebagai Kepala Dinas Ke­ bersihan Kota Bandarlmapung, Wa­ likota Herman sempat menghimbau seluruh pengeruk batu untuk beralih pekerjaan sebagai pekerja kebersihan pemerintah kota. Namun, Tawaran Pak Walikota tak direspon para pekerja batu. Mereka tetap bekerja, dan tak jarang terjadi jatuhnnya kor­ ban jiwa. “Kuncinnya dikeruk atau tidak, itu bergantung dengan RTRW yang terus berkembang setiap ta­ hunnya,” tambah Rejab. n


Zona Aktivis

JAPANILA:

Dok.

Tempatnya Pecinta Seni dan Budaya Jepang Oleh Fajar Nurrohmah

Lahir dari kecintaan beberapa mahasiswa Unila terhadap seni dan budaya Jepang, Japanila menobatkan diri sebagai organisasi eksternal kampus sejak 4 Desember tahun lalu. Meski pernah ditolak, usaha melegalkan diri menjadi salah satu UKM di Unila terus dilakukan.

J

epang dikenal dengan julukan negeri matahari terbit. Dihuni oleh masya­ rakat yang memiliki nilai kedisiplinan tinggi dan pekerja keras yang dielu-elukan banyak negara. Tak hanya soal kebiasaan hidup masyarakatnya, Jepang juga dikenal di Indonesia lewat kesenian dan ke­ budayaannya yang unik. Sejak era 90’an, demam akan ke­ senian dan kebudayaan Jepang terus meningkat hingga tahun ini. Terli­ hat dari maraknya hiburan Jepang yang masuk ke pasar hiburan Indo­ nesia. Berbagai anime, lagu, hingga kostum anime menyedot perhatian pecintanya.

Hal tersebut yang melatarbelaka­ ngi sekelompok mahasiswa mendi­ rikan komunitas Japanila. Komu­ nitas ini berisikan orang-orang yang memiliki kecintaan lebih pada kesenian dan kebudayaan Jepang. Sebelum terbentuk, awal­ nya komunitas ini merupakan dua komunitas beda, yakni Japan Stuff dan Animanga. Japan Stuff yang berdiri lebih awal, merasa leb­ ih baik membuat satu komunitas agar dapat menampung lebih ban­ yak mahasiswa. Bayu ­ Dirgantara (Ilmu Komunikasi ’14), yang kala itu masih mengetuai Japan Stuff mengutarakan maksudnya kepada Riski Firmanto (Ilmu Komunikasi

’15) yang kala itu menjabat sebagai ketua Animanga. Setelah sepakat, akhirnya baru pada 4 desember 2015 lalu, Japan Stuff resmi berg­ abung dengan Animanga memben­ tuk satu komunitas yang kemudian dikenal dengan Japanila. Sempat ada beberapa usulan nama seperti UNO (Unila Nippon Organization) dan JO (Japanese Organization). Karena niatnya untuk menjadi salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Unila, maka Japanila dirasa paling sesuai. Saat ini, sebanyak 51 mahasiswa telah tergabung menjadi anggota komu­ nitas Japanila. Mereka berasal dari beberapa fakultas di Unila. Terbentuknya Japanila bertujuan sebagai wadah bagi mahasiswa Unila yang memiliki kecintaan lebih pada seni dan budaya Jepang. Dalam ko­ munitas ini tidak ada sistem rekrut­ men khusus, siapapun bisa menjadi anggota Japanila. Selagi masih bersta­ tus mahasiswa Unila dan menyukai seni dan budaya Jepang mulai dari bahasa, manga, komik, film, dan lain­

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 41


nya dapat b ­ ergabung dalam komuni­ tas ini. “Syaratnya yang penting dia mahasiswa Unila yang suka budaya Jepang,” ungkap Bayu. Kecintaan akan budaya Jepang su­ dah barang tentu membuat ang­gotaanggota Japanila memiliki segu­ dang koleksi karya seni dan budaya Jepang. Seperti figure, komik, man­ ga, video, film, dan lagu. Bahkan, beberapa diantara mereka memiliki usaha pembuatan kostum cosplay to­ koh film Jepang. Japanila yang saat ini dinahkodai oleh Wisnu Handoko (Ilmu Komu­ nikasi ’14) terbagi menjadi dua divi­ si, yaitu divisi seni dan divisi budaya. Pembagian anggota ke divisi-divisi ini disesuaikan dengan minat dan kemampuan dari ­ masing-masing anggotanya. Meski baru terbentuk,

Japanila telah aktif mengikuti be­ berapa acara cosplay seperti ­di Mall Bumi Kedaton, (24/12) lalu. Sempat juga menjuarai beberapa lomba cosplay di Kareskrim. Mahasiswa Unila yang ingin mendaftar menjadi member Japanila cukup mengirimkan nama, jurusan dan alasan bergabung di Japanila ke Riski Firmanto. Bagi anggota baru yang sekedar menyukai budaya Jepang, nantinya akan ada pembela­ jaran tentang bahasa dan budaya-bu­ daya Jepang. “Karena belum adanya sensei (guru), jadi kami belum bisa ada pembinaan,” jelas Riski. Japanila sempat mengajukan diri agar menjadi salah satu UKM Uni­ versitas, namun lagi-lagi karena belum adanya pembina, niatan tersebut ditolak pihak rektorat. Saat

Suara

Mahasiswa Dona Mei Sandra (PGSD ’14) 089613917xxx Mohon untuk memperhatikan sarana dan pras­ arana di Kampus B PGSD Metro. Terutama un­ tuk transportasi (bus) yang bisa diperuntukkan untuk mahasiswa PGSD Metro jika ada keper­ luan yang mengharuskan ke Unila pusat. Ka­ rena kami mahasiswa di sini susah jika harus bepergian yang bolak-balik untuk urusan yang semuanya harus ke Unila, karena itu memakai biaya. Mohon ditindaklanjuti.

Ratna Ayu Muslimah (Pend. Matematika ’15) 089633109xxx Maaf sebelumnya. Masalah musholah di FKIP mohon untuk diperluas. Selain itu, terkadang sering tidak ada air. Apalagi saat hari Sabtu, akhirnya saat jam sholat sering tertunda kare­ na mengantri untuk sholat dan berwudhu. AC di beberapa ruangan di FKIP juga sering mati. Membuat ruangan panas dan pengap. Mohon untuk diperhatikan. Terima kasih.

42 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

Dok.

Zona Aktivis

ini mereka tengah gencar mencari pembina sekaligus guru yang ahli. Rencananya, Japanila akan kemba­ li mengajukan diri untuk menjadi UKM di tingkat Universitas pada Maret ini. Bayu berharap Japanila bisa segera mendapatkan guru sehingga dapat mengajukan kembali menjadi sa­ lah satu UKM tingkat Universitas. “Cepat dapat guru dan cepat jadi UKM,” ungkapnya mengakhiri wawancara. n

Sampaikan Keluhanmu dengan Suara Mahasiswa dengan format : Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar Kirim ke: 082281870900 atau 08978669233 Tanggapan oleh Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP, Drs. Supriyadi, M.Pd. Masalah tersebut adalah wewenang dari rektorat. Fakultas tidak memiliki inventaris tersebut. Kalau memang kebijakan tersebut diadakan, pihak fakultas akan mendukung penuh kebijakan tersebut. Jika memang kebijakan tersebut baik dan disetujui semua pihak kenapa tidak. Metro merupakan bagian dari FKIP dan hal yang tak terpisahkan dari Unila, baik itu pengemba­ ngan maupun perencanaan prasarana. Forum komunikasi jamaah akan mengajak jamaahnya untuk berpartisipasi dalam memperbaiki fasilitas mushola. Sampai saat ini, pengerjaan untuk memperbaiki fasilitas seperti flap on dan jendela mushola sedang berjalan. Masalah air, tower yang ada di belakang mushola akan digunakan dan dipasang otom­ atis sehingga secepatnya masalah air akan teratasi dan airnya akan lancar. Masih harapan kita bersama untuk merenovasinya, dikarenakan dana yang kurang memadai. Sampai saat ini telah dibentuk tim penggalangan dana. Semua warga FKIP diperbole­ hkan secara sukarela dan tidak dipaksakan untuk menyubang­ kan sebagian rezekinya. Forum Pengkajian dan Pembinaan Is­ lam (FPPI) juga akan membantu ala kadarnya demi tercapainya tujuan bersama.


Supported By:

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 43


Kesehatan

BINTITAN, Tak Sekedar Benjolan

Ilustrasi Retnoningayu Janji U

Oleh Wawan Taryanto

Tak bijak menganggap enteng hordiolum (bintitan), efek yang ditimbulkan ternyata tak main-main. Faktor kebersihan mata menjadi kuncinya.

B

intitan, sebuah penyak­ it yang menyerang bagian kelenjar sebasea pada kelop­ ak mata. Berbentuk benjolan kecil dan berwarna kemerahan. Banyak penyebutan dan pendapat dalam masyarakat tentang penyakit ini. Misalnya saja dalam bahasa Jawa, bintitan disebut dengan timbilen, dalam bahasa Sunda disebut den­ gan cindil. Banyak masyarakat, terutama masyarakat Sunda yang mengaitkan penyakit bintitan den­ gan kebiasaan buruk mengintip orang yang sedang mandi. Sehingga setiap orang yang ter­kena bintitan, biasanya akan digoda dengan sebu­ tan tukang intip. Padahal sebenarnya tidak ada kai­ tannya antara mengintip dengan bintitan. Dalam istilah kedokteran, bintitan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni hordeolum dan kalazi-

44 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

on. “Keduanya merupakan benjolan kecil yang terjadi pada kelopak mata (palpebra),” ujar ­­ dr. Luciana, dok­ ter spesialis mata di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Sardjito, ­Yogyakarta. Luci menyebutkan ada beberapa perbedaan antara hordeolum dan kalazion. Hordeolum pada dasar­ nya tidak berbahaya, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Hordeolum terjadi disebabkan oleh infeksi bakteri staphylococcus aureus karena adanya masalah kurangnya menja­ ga kebersihan tubuh, terutama mata (hygiene). Dilihat dari gejala penam­ pakannya, hordeolum sendiri terdi­ ri atas dua jenis, yakni hordeolum eks­ ternum dan hordeolum inter­ num. Hordeolum eksternum tak berbeda jauh dengan gejala jerawat, menonjol kemerahan di atas permukaan kulit.

Terjadi pada kelenjar zeiz dan kelen­ jar moll yang terletak pada ujung bibir kelopak mata yang berdekatan den­ gan bulu mata. Hordeolum eksternum terbilang yang paling mudah dis­ embuhkan, bahkan jika hanya didi­ amkan saja. Paling lama satu bulan maka bintitan akan sembuh dengan sendirinya. Hordeolum jenis ini biasa terjadi pada semua orang, terutama anak-anak. Biasa­nya anak-anak den­ gan asupan protein yang berlebih, seperti dengan me­ ngonsumsi telur maupun susu, akan mudah terkena. Sedangkan hordeolum internum ter­ jadi pada kelenjar meibom (kelenjar lemak) yang berada pada bagian dalam kelopak mata. Hordeolum in­ ternum cukup sulit untuk disem­ buhkan, meski tak terasa sakit atau kemerahan seperti pada eksternum, penyembuhannya minimal meng­ gunakan kompres hangat selama


Kesehatan

sebulan, empat kali lima belas menit dalam sehari. Kalazion hampir sama de­ ngan hordeolum internum, namun kalazion lebih keras dan lebih besar. Kalazion merupakan ­pera­da­ng­an granulomatosa pada kelenjar ­meibom atau kelen­ jar sebaseus zeis (kalazion superfisial) yang tersumbat. Luci me­ ngatakan bahwa kalazion bisa saja terjadi disebabkan oleh adanya sisa dari hordeolum internum yang pe­cah dan tertimbun selama bertahun-tahun. Sehingga sangat dianjurkan untuk tidak memencet sendiri bintitannya, sebab memaksakan bintitan pecah sebelum waktunya dapat berpoten­ si menimbulkan sisa nanah di mata, syaraf mata tertarik, dan beresiko membuat jaringan parut (sikatrit) yang berada dalam kelopak mata so­ bek. De­ngan sobeknya jari­ngan sikatrit yang terkontaminasi dengan pe­ cahan bintitan ini juga berpotensi tak hanya menimbulkan kalazion saja, namun mengarah kepada kanker. Beresiko Terkena Kanker Selain pandangan yang keliru, ter­ nyata penanganan bintitan pun ba­ nyak yang keliru. Seperti halnya Budi Hermawan (40) warga ­Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Ia mengatakan bahwa sering mengalami bintitan, hampir sebulan sekali. Saat ditanya mengapa ia dapat seringkali terkena bintitan, ia tidak dapat mengetahui asal-muasal bintitan tersebut. Na­ mun ia tidak khawatir setiap kali terkena bintitan. Sebab ia memiliki metode kejawen yang diyakini man­ jur mengobati bintitan. “Setiap kali saya mengalami bintitan, saya cukup oleskan kopo (kotoran telinga-red) di atas bintitannya, dalam satu hari langsung sembuh, jadi saya tidak khawatir saat terkena bintitan,” ujarnya. Tak berbeda dengan Budi, Ecin Kuraesin (39) warga Cibengang, Karangnunggal, Tasikmalaya juga memiliki cara sendiri untuk menga­ tasi bintitan. Yakni dengan menggu­

nakan kayu bakar yang dipanaskan di atas api. Setelah cukup hangat, ujung kayu bakar ditempelkan pada mata yang bintitan. Ia mengatakan bahwa cara yang ditempuhnya am­ puh menangani bintitan. “Paling lama tiga hari dengan cara ini, maka bintitan saya akan hilang, bahkan tak cuma bintitan yang merah, bintitan yang keras dibagian dalam kelo­pak matapun (kalazion-red) dapat hi­ lang”, ujarnya. Meski sembuh, namun menurut Luci sebaiknya tidak melakukan pe­ ngobatan tanpa resep dokter, sebab

Seperti kasus yang terjadi di RS dr. Sardjito, terdapat ratusan pasien selama 2015 yang berobat binti­ tan, namun se­ benar-nya telah menjadi kanker. dikhawatirkan akan terjadi infeksi lebih lanjut akibat tidak higienisnya cara yang digunakan. Seperti yang terjadi pada kasus di atas, kemung­ kinan besar hygiene-nya bermasa­ lah. Hal ini tentu akan menimbulkan resiko kambuhnya bintitan, yang dapat menimbulkan potensi baha­ ya. Terlebih pada orang tua diatas 60 tahun, bila terjadi bintitan berulang, maka sebaiknya langsung ditangani oleh dokter spesialis, sebab sangat besar kemungkinan terjadinya kan­ ker ganas. Seperti kasus yang terjadi di RS dr. Sardjito, terdapat ratusan pasien selama 2015 yang berobat bintitan, namun sebenarnya telah menjadi kanker, bahkan sampai ada yang berukuran besar, karena tidak cepat ditangani dan salah pengoba­ tan sebelumnya. Kanker yang terjadi pada mata, mulanya memang sangat mirip de­

ngan kalazion, baik bentuk maupun gejalanya. Namun kanker dapat menyebar secara luas keseluruh ba­ gian kelopak mata, bahkan ke dalam mata, dan menimbulkan kerusakan permanen pada mata. Oleh sebab itu, kita harus mengenali gejala yang terjadi dan melakukan tindakan yang tepat, baik untuk pencegahan maupun pengobatannya. Diawal gejala perubahan bintitan menjadi kanker ialah terserangnya kelenjar lemak yang sama dari 20 hingga 30 kelenjar lemak pada mata secara berulang. Pengulangan terse­ but terjadi karena masih adanya si­ sa-sisa bintitan sebelumnya. Dalam periode bintitan, kanker dapat mun­ cul setelah tiga bulan terkena binti­ tan. “Bila bintitan dibiarkan, dalam waktu tiga bulan maka dapat dipas­ tikan bahwa bintitan tersebut telah menjadi kanker,” ujar Luciana. Cara Mengobati Setidaknya ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengobati bintitan dengan bijak, yakni secara konserva­ tif, dan secara kooperatif. Secara kon­ servatif, penderita cukup melakukan kompres hangat selama 15 menit, 2-4 kali sehari; menggunakan obat tetes antibiotik atau salep antibiotik yang didampingi resep dokter. Yang terpenting ialah rajin membersih­ kan bulu mata dan kelopak mata. Sedangkan secara kooperatif berarti melalui proses operasi oleh dokter spesialis mata. Secara garis besar, bintitan dapat terjadi baik pada anak-anak mau­ pun pada orang dewasa, paling lama selama satu bulan. Dalam selang waktu tersebut, dokter mata umum masih dapat menanganinya dengan memberikan pengobatan konserva­ tif. Namun apabila bintitan melebihi dari satu bulan atau seringkali mun­ cul, terutama pada orang dewasa, maka wajib dilakukan pengobatan kooperatif, yakni dengan operasi pengangkatan (insisi) yang dilaku­ kan dokter spesialis mata. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 45


Life Style

Bahaya Mandi Malam BUKAN MITOS! Oleh Ariz Nisrina

Padatnya aktivitas terkadang membuat seseorang harus memilih untuk mandi di malam hari. Larangan mandi malam pun tak dihiraukan, bahkan ada yang menganggapnya sekedar mitos.

46 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

J

angan mandi malam. Nanti bisa terkena reumatik! ” Kalimat tersebut sangat ak­ rab di telinga masyarakat. Lazimnya, mandi memang dilakukan dua kali dalam sehari, pagi saat hendak me­ mulai aktivitas dan sore hari usai ber­ aktivitas. Tujuannya tak lain untuk membersihkan tubuh dari keringat, debu dan kotoran yang menempel di tubuh. Tak tahu benar tidaknya, reumatik memang kerap kali disan­ dingkan dengan kebiasaan sebagian orang yang mandi di malam hari, entah karena sengaja menunda wak­ tu mandi atau memang kehilangan waktu mandi karena kesibukan kerja dan aktivitas lainnya. Desi (19) contohnya, sejak setahun lalu, ia menjadi lebih sering man­ di di malam hari. Alih-alih menja­ di pelayan kafe salah satu Mall di Bandarlampung, membuatnya harus kehilangan kesempatan untuk me­ lakukan ritual mandi di sore hari. Hal ini lantaran jam kerjanya yang dimu­ lai pukul 9 pagi hingga 10 malam. Selama tiga belas jam bekerja, su­ dah barang tentu membuat Desi berkeringat dan tidak nyaman. Al­ hasil, Desi tetap mandi meskipun jam sudah menunjukkan pukul 11 atau 12 malam. Hampir empat kali dalam seminggu, Desi pasti mandi di malam hari. “Ya karena kan berk­ eringat, terus lesu jadi ya mau nggak mau saya mesti mandi,” ungkapnya saat diwawancara Kamis, (21/1). Menanggapi larangan mandi malam yang beredar di masya­ rakat, Ia mengaku sadar akan efek negatifnya dan merasa takut akan resiko mandi malam. Ia pun sem­


Oleh Retnoningayu Janji Utami

Life Style

pat mengeluh badannya terasa tidak enak, pegal-pegal dan ngilu diseku­ jur tulang saat bangun tidur. “Habis mandi sih enggak kenapa-kenapa, tapi kalo udah keseringan, apalagi mandinya pas keringatan, baru pagi­ nya nyeri-nyeri, “ akunya. Namun karena tak ada lagi pilihan, ia ha­ nya berusaha mengurangi frekuensi mandi malamnya. Hal serupa dirasakan Anjani Firna Suwandi (Sosiologi ’14). Ia sering merasakan tulangnya ngilu, teru­ tama saat cuaca dingin atau ketika duduk dengan posisi yang salah. Hal itu menurutnya akibat terlalu sering mandi malam. Pasalnya sejak duduk dibangku SMA, dirinya selalu mandi selepas waktu maghrib, karena ha­ rus antre menunggu giliran mandi di asrama. Meskipun demikian, ia tak pernah merasa takut dengan resiko reumatik akibat mandi malam. Lain halnya dengan Ikrom Fau­ zan Ardi (20), salah satu pegawai mini­ market di Natar ini mengaku tak pernah merasakan keluhan apa­

pun meski dirinya sering mandi di malam hari. Menurutnya, mandi malam tak berhubungan erat de­ ngan penyakit reumatik, kecuali memang ada riwayat penyakit reumatik sebelumnya. Ikrom mengaku tak khawatir dengan bahaya mandi malam. Selain karena tak pernah merasakan keanehan dalam tubuh­ nya, ia percaya bahwa mandi malam justru dapat mengurangi stres dan menyembuhkan insomnia. ”Banyak sih yang bilang mandi malam bisa bikin reumatik, nyeri sendi, masuk angin ataupun flu. Tapi menurut saya efeknya nggak seburuk itu. Jus­ tru mandi malam bagus buat orang yang punya darah tinggi dan bisa ngilangin insomnia,” pungkasnya. Menanggapi bahaya mandi malam, dr. Khairunisa M.Kes., AIFO, tidak menganjurkan siapapun melaku­ kannya. Pasalnya pada malam hari, tubuh mengalami perubahan fisio­ logis. Hormon menurun dan fungsi organ-organ tubuh melemah. Dalam kondisi ini, ketika seseorang mandi,

maka metabolisme dipacu untuk naik dan suhu tubuh akan mengalami pe­ rubahan lebih cepat. Proses adaptasi tubuh terhadap keadaan luar, seperti air dan udara cenderung menjadi le­ bih lambat saat malam hari. “Tidak ada jam khusus untuk mandi di malam hari, setelah lewat pukul 6 sore maka tidak disarankan untuk mandi, baik menggunakan air hangat ataupun air dingin. Kare­ na toh sama saja, air hangat juga lama kelamaan akan terasa dingin,” terang dokter yang juga sebagai ke­ tua Unit Pengabdian Masyarakat FK Unila tersebut. Menurut dokter yang juga mengajar di Fakultas Kedokteran (FK) Unila itu, mandi malam dengan menggunakan air hangat ataupun dingin, efeknya tetap tidak baik bagi kesehatan. Hal tersebut karena tubuh sedang meng­ alami penurunan hormon metabo­ lisme yang menyebabkan kebutuhan kalsium meningkat. Ketika cadangan kalsium tidak tercukupi, maka akan diambil dari tulang. Hal itulah yang menyebabkan tulang keropos dan gangguan pada persendian. Pemak­ saan hormon untuk naik pun dapat menyebabkan gangguan sistem imun, hal itu yang membuat tubuh menjadi mudah terserang penyakit. Bagi siapapun yang terpaksa ha­ rus mandi di malam hari, disarankan untuk menggunakan air hangat un­ tuk meminimalisir dingin di malam hari. Kebutuhan kalsium pun ha­ rus dicukupi, serta upayakan un­ tuk tidak terlalu sering melakukan mandi malam. “Jika ada yang me­ ngatakan mandi malam sehat, itu mitos,” ucapnya tegas. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 47


Tutorial

Transfer Foto di Akrilik Oleh Imam Gunawan

Photo biasanya dipajang dengan bingkai maupun disimpan didalam sebuah album, cara tersebut tentu sudah sangat mainstream kita lihat, tetapi kelemahaanya adalah photo bisa saja menjadi rusak karena jamur hal ini biasanya terjadi akibat kelembapan udara yang tidak stabil sehingga ada air yang mengenai photo akibatnya photo terlihat tidak jelas dan rusak. Untuk membuat pajangan photo yang unik dan tahan segala cuaca anda bisa menggunakan Akrilik sebagai medianya.

Bahan yang dibutuhkan:

AKRILIK 19cm x 28cm

PLASTIK TRANSFER

PISAU CUTTER

Caranya: Print mirror photo pada plastik transfer Siapkan lembaran akrilik kemudian Buka lapisan pelindungnya Ambil plastik transfer yang sudah dicetak dengan photo anda kemudian rekatkan ujungnya keakrilik yang sudah anda sediakan Ratakan lem korea pada permukaan akrilik Rekatkan plastik tranfer ke akrilik kemudian tunggu beberapa saat hingga lem mengering Lepaskan plastik transfer dan rapihkan sisa plastik pada setiap sisi akrilik, Selesai!

48 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

LEM KOREA

PRINTER & FOTO


WAWANCARA KHUSUS

Melirik 100 Hari Kerja Rektor Dok.

Oleh Riska Martina

P

ada tanggal 5 Maret 2016 lalu, menjadi hari penting bagi rektor Universitas Lampung (Unila), Prof. Hasriadi Mat Akin. Pasalnya tepat di tanggal tersebut, genap 100 hari kerja rektor. Sejak dilantik pada November tahun lalu, Prof. Hasriadi Mat Akin sebagai rektor Unila terpilih periode 2015-2019, mengaku sudah banyak pencapaian yang diraihnya. Reporter Teknokra, Riska Martina berkesempatan melakukan wawancara khusus usai rektor membuka acara lounching GACU, di Lapangan, Belakang Gedung Rektorat, Sabtu (5/3).

Perasaan Anda? Saya berada pada fase jatuhnya. Saya berada pada ujung anggaran, saya ingin membuat perencanaan bagaimana membangun kampus Unila. Meski demikian, saya merasa walaupun masih seratus hari kerja, sudah banyak juga yang dapat saya bawa ke sini. Supaya Unila menjadi prioritas internasional, agar bisa menjadi perhatian presiden juga. Yang sudah berhasil dicapai? Saya berhasil mengaitkan pembangunan Unila menjadi prioritas presiden. Saya sudah membuat pola pendanaan Rumah Sakit Pendidikan (RSP) sebesar 1 triliun yang insyaallah akan direalisasikan pada tahun 2017. Ini karena Unila tidak akan maju kalau mengandalkan uang saku dari mahasiswa. Rumah sakit itu sudah menjadi prioritas Indonesia Sehat. Kemudian saya juga berhasil mendapatkan lahan 300 hektar untuk pembangunan kampus dua yang kita kaitkan dengan kedaulatan pangan. Insyaallah dalam waktu tidak lama ini, sekitar awal bulan April, Presiden Jokowi akan didatangkan ke Universitas Lampung. Dari sisi lain sudah bekerjasama dengan tiga universitas di luar negeri yaitu Lituania, Denmark dan Jepang. Hal ini bermanfaat untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa dan dosen agar mendapatkan wawasan mengenai pembelajaran di luar

negeri, sehingga nantinya Unila lebih dikenal luas tidak hanya di tingkat nasional tapi juga internasional. Yang saat ini sedang dikerjakan? Saya sedang berkomunikasi dengan orang-orang hukum, bisa tidak kita buat Kepres pembangunan Unila, karena kita akan kaitkan pembangunan seluas 2.000 hektar di Slusuban, Lampung Tengah, anatara pembangunan kampus dan kawasan pangan dengan. Kita juga sedang mempersiapkan diri untuk mendatangkan Presiden Republik Indonesia yaitu Bapak Jokowi. Tujuannya tak lain untuk meresmikan pembangunan kampus dua sekaligus meresmikan pembangunan pangan (Agrokomplek) yang rencananya akan disahkan secara langsung oleh Presiden Jokowi, pada bulan April nanti. Saya juga sedang berkomunikasi dengan Bappenas untuk menggaet dana-dana internasional. Tanggapannya pun sudah ada. Harapan? Sebagai seorang pemimpin, saya harus dipercaya. Tentunya untuk membawa perubahan yang lebih baik untuk universitas lampung. Saya juga berharap Unila mampu dipercayai, sehingga negara mau berinvestasi kepada Unila, agar tidak hanya universitas lain yang diinvestasi oleh negara, melainkan juga Universitas Lampung. Orang harus mulai percaya kepada Unila. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 49


Pendidikan

Jendela Untuk Anak Bakung Oleh Ayu Yuni Antika

Menjadi promotor pendidikan di Bakung, komunitas jendela hadir membawa angin segar untuk anak-anak yang sebelumnya tak peduli pendidikan. Meski butuh waktu lama, perubahan mulai dapat dirasakan.

W

aktu menunjukkan pukul 10.00 WIB, Minggu (6/3), matahari sudah terasa begi­ tu menyengat kulit. Ini jadi kali perta­ ma saya pergi ke Rumah Baca Jendela, di Bakung, Teluk Betung, Kota Ban­ darlampung ini. Tak luas memang, ru­ mah baca ini mungkin hanya beruku­ ran 3x4 meter. Berdinding geribik, be­ ralas karpet dan beratap asbes. Di depan rumah itu sudah berdiri banyak anak kecil berumur 3-12 ta­ hun. Musik dari sound system pun mulai berbunyi. Semua anak ber­ baris dan mulai mengikuti gerakan salah satu kakak dari Komunitas Jen­

50 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

dela Lampung. Berputar, meloncat, dan gerakan lainnya diikuti dengan lincah dan penuh semangat. “Lagi kak, lagi!” teriak mereka saat musik seketika berhenti. Kegiatan pun dilanjutkan dengan membaca buku, salah satu anak per­ empuan menarik perhatianku. An­ ggun, bocah perempuan berumur sekitar 8 tahun. Aku duduk di samp­ ingnya dan membantunya memba­ cakan cerita Sangkuriang. Ia terlihat malu sambil melihatku. Anggun me­ mang belum bisa membaca, huruf abjad pun belum fasih dihafalnya. Terus kubacakan cerita untuknya

sampai saat Tri Nuryati (24) mem­ bagikan buku tulis kepada anakanak itu. Saatnya menulis rupanya, hari ini mereka akan belajar menulis nama anggota keluarganya dan tu­ gas seorang ibu. Meski harus diha­ pus beberapa kali, anggun akhirnya dapat menyelesaikannya. Kegiatan belajar mengajar diakhiri dengan menggambar dan menuliskan ci­ ta-cita mereka di sebuah kertas ber­ warna berbentuk bintang. Ada yang ingin jadi guru, menjadi Polwan, dokter, bidan dan lainnya. Pukul 12.00 WIB, waktunya mereka pulang. Usai berdoa, mereka berbon­


Foto Ayu Yuni Antika

Dok.

Pendidikan

dong-bondong pulang. “Kak anterin ke kantor atas si,” ujar salah satu anak perempuan yang tak kukenal. “Ayok, tapi nanti tunjukin ya jalan­ nya,” jawabku. Bersama adik lelak­ inya yang masih berumur 4 tahun ia naik ke motorku. Sampailah aku di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, bau busuk khas sampah menusuk hidungku. Harus kutahan napas karena tak tahan. Bisa kuli­ hat semua sampah bagaikan sebuah bukit itu. Mereka turun dan mela­ rangku berjalan lebih jauh. “Becek kak, kotor,” katanya. Penasaran, terus ku kendarai motor hingga sampai ke atas. Takjubnya aku melihat puluhan gubuk yang anak-anak tadi tempati. “Rumah aku di sana kak,” ia menunjuk satu gubuk dekat alat berat yang sedang mengeruk sampah. Inilah tempat tinggal dan bermain anak-anak di TPA Bakung. Jauh dari kata layak memang. Pendidikan bukanlah suatu hal yang diutamakan di tempat ini. Bak­ ti Saputra (21), Ketua Komunitas

Jendela mengaku angka putus seko­ lah di Bakung cukup tinggi. Anakanak pun lebih memilih untuk pergi memulung dan mendapat 50 ribu rupiah per harinya, dibanding se­ kolah. Bakti bercerita bahwa secara karakter, mereka jauh dari anakanak biasanya. “Anak-anak yang istimewa,” katanya. Selain tingkat kenakalan yang lebih, anak-anak Ba­ kung ternyata sudah kenal dengan lem, rokok, minuman keras bahkan narkoba. Restu salah satunya, ia menja­ di anak yang spesial bai pengurus jendela. Emosinya labil, mudah ter­ pancing, sensitif luar biasa. “Harus ditemani seharian, kalau ditinggalin, dia akan pergi ke jalan dan nangis,” ungkap Tri. Ingatan Restu pun tak sebaik temannya yang lain. Untuk dapat mengingat huruf ‘A’ dan ‘B’ saja butuh satu tahun untuknya. Setelah ditelusuri, ternyata lingkun­ gan tempat tinggalnyalah yang membuat Restu menjadi tak normal. Tak mendapat kasih sayang dari kedua orangtuanya dan mendapat

diskriminasi dari sekelilingnya. Ia sering diperintahkan untuk membeli minuman keras dan dipaksa juga un­ tuk meminumnya. Mencoba memperbaiki kondisi tersebut, Komunitas Jendela yang la­ hir di Bakung itu berhasil merubah pola pikir anak-anak dan sebagian orang tua di sana tentang penting­ nya pendidikan. Tak hanya pendi­ dikan, peran komunitas jendela juga mempengaruhi tingkat kepedulian mereka terhadap kebersihan diri. Anak-anak sudah tahu bagaimana hidup sehat, cara mencuci tangan yang benar, sudah memakai sandal, tak terlihat lagi kuku yang hitam dan rambut yang gimbal. Tak ada kuriulum paten yang dipakai. Divisi programlah yang menjadi tonggak pembelajaran tiap pertemuan. Divisi ini mengatur sila­ bus atau perencanaan pembelajaran bagi tiap kelas. Ada sekitar 67 anak yang belajar di Rumah Baca Jendela. Mereka dibagi lagi menjadi bebera­ pa kelas sesuai umurnya. Ada kelas 0-1 (untuk anak yang belum sekolah sampai kelas 1 SD), kelas 2 SD, ke­ las 3-4 SD, 5-6 SD, dan yang terakhir SMP. Metode yang digunakan yaitu pembelajaran formal dan informal. Tiap hari Minggu, mulai pukul 10.00 WIB, aktivitas belajar akan dimulai dengan kegiatan Ice Breaking (IB) untuk meningkatkan semangat se­ belum belajar, 15-20 menit kemudian digunakan untuk kegiatan memba­ ca, satu jam berikutnya akan diberi­ kan pelajaran formal seperti matem­ atika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan lain sebagainya. Tak hanya pengetahuan umum yang diberikan, jendela mengaji juga diadakan setiap Sabtu pukul 16.00 WIB. Program yang baru dua minggu berjalan ini, terilhami dari seorang anak yang amat spesial bagi pengurus komunitas jendela. Meski baru berjalan dua minggu, antusias anak-anak amat terasa. Mereka fasih membaca surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, An-nas dan lainnya. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 51


Komunitas

Janis,

Inovasi Untuk Sosial Oleh Ariz Nisrina

R

izki Kurnia Wijaya (Pend. Bahasa Inggris ’10) bersa­ ma 13 rekannya berlatarbe­ lakang pertanyaan yang dilontarkan padanya saat mengikuti kegiatan di Papua. “Apa yang sudah kamu beri­ kan untuk daerahmu?”. Perta­nyaan sederhana yang menurutnya tidak bisa ia jawab kemudian membuat­ nya terus berpikir untuk mulai dapat memberikan sesuatu kepada Lam­ pung, melalui Janis (Jalan Inovasi So­ sial), mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Unila itu menjawab pertan­ yaan tersebut lewat tindakan yaitu menciptakan inovasi yang akan dis­ alurkan kemasyarakat luas khususn­ ya untuk desa dan pulau. Ditemui saat mengadakan r­apat proyek terbarunya yang akan ber­ kolaborasi bersama komunitas JJE (Jalan-Jalan Edukasi), Minggu 28 Feb­ ruari sekitar pukul 11.00 WIB itu, Riz­ kur begitu ia akrab disapa, menjelas­ kan terbentuknya komunitas Janis. Komunitas yang berdiri sejak 25 Juli 2015 ini awalnya beranggo­takan 13 orang, kini sudah memiliki 80 orang anggota, mulai dari mahasiswa,

52 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

freelancer, PNS, pekerja Kemenkeu (Kementrian Keuangan), blogger, bahkan atlet sepatu roda. Di kepe­ ngurusannya saat ini Janis memiliki tiga divisi, yakni divisi internal yang berkenaan dengan keanggotaan, di­ visi eksternal mengenai kegiatan-ke­ giatan Janis, dan divisi inovasi yang akan menjaring dan mengumpulkan ide-ide inovatif dari banyak orang.

“Dulu orang-orang meragukan Janis, tapi setelah mereka lihat ke­ giatan dan apa yang sudah Janis hasilkan, sekarang banyak orang berebut untuk bergabung. Kami bukan menghalangi orang untuk menjadi volunteer, tapi kami melihat kesiap­an, ketersediaanya untuk su­ sah-susahan, bukan untuk sekedar gaya-gayaan,” tambahnya.

Mencari Mereka yang Ikhlas Berkomitmen Tergolong komunitas sosial, Janis tak mengharapkan imbalan. Semua yang tergabung di dalamnya menja­ di sukarelawan dengan ikhlas mel­ uangkan waktu dan berkomitmen agar dapat bermanfaat bagi masyar­ akat luas. Dengan sistem open volunteer Ja­ nis mengajak orang-orang yang ingin bergabung ke dalam komuni­ tas tersebut. Tak ada syarat khusus, meskipun harus melalui tahap sele­ ksi berkas dan wawancara sebelum tergabung, serta melalui tahap ma­ gang sebelum resmi menjadi Janisian (sebutan untuk anggota Janis).

Prestasi dan Kemajuan Desa Hanyalah Bonus Bergerak dibidang inovasi, Janis menjaring ide inovasi dan merangkul orang-orang untuk bisa menciptakan inovasi yang kemudian disalurkan ke masyarakat khususnya di desa. Salah satunya Desa Kunjir di Lam­ pung Selatan. Dicanangkan menjadi desa wisata pada tahun 2011 oleh pe­ merinah, desa ini tak menunjukkan perkembangan yang cukup berarti, karena kurang sadarnya masyarakat terhadap potensi yang dimiliki dan tidak ada kepedulian terhadap ling­ kungan. Dimulai pada bulan November, Janis membangun eco-brick sebagai


Foto-Foto Ariz Nisrina

Komunitas

ikon desa wisata yang terbuat dari botol bekas nan ramah lingkun­ gan, serta menjelajahi dan memper­ kenalkan pariwisata yang ada di desa tersebut seperti Pulau Meng­ kudu, Pantai Batu Lapis, Pantai Jandong dan juga air terjun melalui website www.desawisatakunjir.com gara­ pan me­­­­reka. Kini Janis menyulapnya menjadi desa wisata yang mulanya hanya dikunjungi kurang lebih 20 orang perminggu, menjadi lebih dari 1000 pe­ngunjung dalam kurun waktu sebulan. Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Desa Kunjir, Janis melihatnya sebagai peluang untuk memanfaatkan kreatifitas masyarakat desa yang tentunya juga akan membantu perekonomi­ an masyarakat. Kemudian mereka menggalangkan gerakan enterpreneur desa dibidang kerajinan. Meski memiliki peran dibidang pariwisata dan lingkungan, mereka enggan disebut komunitas lingku­ ngan, komunitas pariwisata, apala­ gi komunitas botol. “Kami ini bu­ kan komunitas botol ya, tapi kami komunitas inovasi. Menyoal kema­ juan desa itu bonus, yang terpent­ ing kami berinovasi,” ujarnya. Belum genap satu tahun didi­ rikan, Janis mengantongi peng­ hargaan terbaik ke-3 dari Event Garnier Urban Hero yang diseleng­ garakan di Jakarta pada bulan November. Di sana Janis diberi­ kan kesempatan untuk memperk­ enalkan komunitas dan kegiatan ­mereka.

Eksis dengan Inovasi Bukan tanpa kendala, sebuah komu­ nitas dapat terus bertahan di ­tengah maraknya komunitas-­komunitas yang bermunculan. Penolakan dari ban­ yak orang pada awal terbentuknya Janis menjadi kesulitan tersendiri bagi sang penggagas pada masa itu. ­Rizkur merasa sulit mencari orang yang sadar akan apa yang harus mereka berikan untuk daerahnya. “Semua orang mayo­ ritas menolak saya, jadi saya seperti mengemis, meminta orang-orang bergabung bersama Janis,” akunya. Meskipun bukan lagi menyoal ang­ gota/volunteer yang menjadi kesulitan Janis saat ini, namun tetap konsisten dengan tujuan awal yang menjadi tan­ tangan, hanya dengan terus berinovasi maka Janis tidak akan mati. “Tak hanya output yang akan kami hasilkan, tapi kami juga mendapat­ kan input yaitu masukan-masukan ide dari banyak kalangan, mulai dari anak-anak dari mulai SD sampai SMA, kita beri simulasi agar tercipta gagasan yang nantinya kami beru­ paya untuk mewujudkan gagasan tersebut,” kata Rizkur. Menurutnya komunitas hanya se­ bagai wadah, dimana mereka mem­ fasilitasi ide dari setiap anggotanya. Anggota merupakan pengendara­ nya, mereka bebas menentukan arah dan apa yang akan dilakukan. Menurut Dila, salah satu Janisian, komunitas Janis menawarkan pe­ rubahan dan manfaat untuk daerah, menyadarkan kita untuk bisa mem­ berikan sesuatu untuk daerahnya.

Pada kegiatan JJE Panti dengan tema “Let’s Recycle Let’s Have Fun,” pada Rabu (9/3) yang berkolabora­ si dengan komunitas Jalan-Jalan Edukasi (JJE) bertujuan untuk meng­ hibur tapi selain itu juga mengeduka­ si anak-anak panti yang kurang lebih 100 orang jumlahnya dengan menga­ jak mereka untuk mengungkapkan ide-ide kreatif mereka. Dila, ketua pelaksana JJE panti dari Komunitas Janis berharap untuk kede­ pannya anak-anak semakin terasah untuk berinovasi, dan juga turut andil dalam melestarikan lingkungan. Enda Susianti mengaku senang da­ pat tergabung dengan Janis, ia dapat membantu mengeksplor desa-desa yang memiliki potensi dan memban­ tu memberdayagunakannya. Ia juga ba­nyak belajar untuk berinovasi dan Janis sebagai wadah kegiatan yang da­ pat lebih mengedukasi lewat ­inovasi. Dhea, yang juga menjadi ketua pelaksana kegiatan JJE panti dari komunitas JJE memaparkan bahwa Janis merupakan komunitas yang memang dirasakannya tepat untuk dirangkul dalam acara tersebut ka­ rena mereka ingin mengajarkan ke­ pada anak-anak panti untuk berani menyampaikan ide-ide inovatif yang terkadang tidak terpikir oleh orang dewasa dan juga untuk berkreasi membuat inovasi pot bunga. “Kita mau merangkul teman-teman komunitas lain untuk berkolaborasi di kegiatan kami, untuk kali ini kita pilih Janis karena pas juga kita kan buat pot bunga dari botol bekas yang kemudian mereka juga bersedia,” katanya.n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 53


Resensi

MENGGUGAT MAHKAMAH AGUNG DARI BALIK JERUJI

Dok.

Oleh Arif Sabarudin

Judul Penulis Penerbit Halaman

: Menggugat Mahkamah Agung Dari Balik Jeruji : Drs. H. Aman Sukarso, M.Si : Gong Publishing : 166 Halaman

B

uku ini mewakili perjalanan sang penulis, Drs. H. Aman Sukarso, M.Si yang mendapat dakwaan Pengadilan Negeri Serang, Banten, atas tuduhan tindak pidana korupsi. Penulis mendapatkan hukuman pidana penjara lima tahun dan denda sebesar 200 juta ru­ piah, dengan ketentuan pidana kurungan selama enam bulan. Kasus bermula dari pembangunan Pasar Induk Rau dan Jalan Lingkar Pasar Rau. Dengan dalih perbaikan agar mencapai studi kelayakan pasar, dibangunlah pasar in­ duk yang menjadi penopang perekonomian Kota Serang. Karena dana APBD dan APBN tidak mencukupi, maka pemerintah bekerja sama dengan PT Sinar Ciomas Con­ tractor. Proses kegiatan pembayaran Jalan Lingkar Pasar Rau berawal dari adanya surat tagihan dari PT Sinar Ciomas Contractor kepada Bupati Serang pada 12 April 2005. Bupati Serang melalui surat disposisi, memberi perintah kepada Penulis yang saat itu menjabat sekretaris daerah untuk menyelesaikannya sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menyelesaikan tugas tersebut, penulis membuat beberapa surat pencairan dana kepada gubernur. Setelah pemerintah melakukan pembayaran, sebuah gugatan dilancarkan PT Sinar Ciomas Contraktor. Ber­ dasarkan bukti-bukti yang ada, tidak dijumpai adanya kerugian negara. Bahkan sebaliknya, sampai sekarang negara masih berhutang lebih dari empat milyar rupiah. Kasus ini memang sudah dipaksakan sejak tahap

54 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

­ enyidikan, bahkan menurut Mirdedi dan Efrianto, ko­ p lega dari anak si penulis, menyatakan tak ada korupsi dalam perkara akses Jalan Induk Rau. Mirdedi menya­ takan kepentingan publik terlayani, sementara Efrianto menyatakan ia mengetahui ada akta van dading atau akta perdamaian antara PT Sinar Ciomas Contraktor dengan Pemerintah Kabupaten Serang pada perkara perdata di Pengadilan Negeri Serang. Penulis merasa terheran-heran sembari bergumam “Salah Apa? Salah Siapa? Dimana Yang Salah?”. Selama menjalani proses peradilan selama empat tahun, menyi­ ratkan pertanyaan pembaca tentang apa yang sebenar­nya dicari. Pemeriksaan pada tahap penyelidikan berjalan sangat alot, tersangka maupun saksi selalu diberi per­ tanyaan jebakan yang sangat membingungkan dan cen­ derung mencari-cari kesalahan yang tak pasti. Buku ini menguak betapa bobroknya hukum yang ada di Indonesia. Kasus demi kasus yang ada sering kali be­ rakhir dengan sesuatu yang tak sesuai dengan fakta. Bah­ kan sering kali uang berbicara dalam setiap kasus, teruta­ ma kasus korupsi. Buku ini sangat meginspirasi pemuda yang hendak terjun ke dunia hukum agar dapat meneg­ akkan hukum sebaik dan seadil mungkin. Perjuangan penulis yang tak henti-hentinya menegakkan keadilan walau berada di dalam sel tahanan menjadi pengingat kita untuk terus memperjuangkan kebenaran. Namun terdapat sedikit kelemahan dalam buku ini, adanya be­ berapa bahasa dan kalimat yang sulit dipahami. n


Resensi

Sosok Dibalik Gelar Profesor Oleh Kalista Setiawan

Dok.

Judul : Profesor Penulis : Puji Lestari Ningsih, Rikawati, Rukuan Sujada, Vina Oktavia(tim kontributor) Moh. Nizar(editor) Penerbit : Aura Publishing Jumlah Halaman : 214 halaman

M

enyandang gelar profesor tidaklah mudah, diperlukan perjuangan dalam meraih gelar tersebut serta tanggung jawab sosial setelah menyandangnya. Menjadi panutan yang baik bagi mas­ yarakat serta berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara juga merupakan amanah yang nyata. Tidak sedikit profesor yang dimiliki Lampung. Dian­ taranya Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc yang meru­ pakan Rektor Universitas Lampung periode 1998-2007, Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S yang juga men­ jabat sebagai Rektor Unila pada 2007-2015, Prof. Dr. H. ­Mohammad Mukri, M.Ag. Rektor IAIN Raden Intan peri­ ode 2010-2015 dan masih banyak nama lainnya. Buku yang ditulis oleh kontributor Puji Lestari Ningsih, Rikawati, Rukuan Sujada dan Vina Oktavia, serta Moh Nizar sebagai editor ini menceritakan kisah beberapa so­ sok profesor Lampung dibalik gelarnya. Menghadirkan kisah 16 sosok profesor, buku ini menceritakan bagaima­ na perjuangan yang harus dilalui sejak kecil hingga men­ jadi seorang profesor. Salah satu kisah tersebut datang dari Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M. Si. Kisahnya berawal pada masa SMA, dimana Ia merupakan siswa yang kurang berprestasi dan cenderung nakal. Mengikuti balap liar bukanlah hal tabu baginya, Ia pun acapkali mengalami kecelakaan. Namun, pada suatu titik Ia perlahan berubah menjadi seseorang yang lebih baik ketika dirinya menjadi maha­ siswa dan harus hijrah dari Jakarta ke Lampung. Dengan

­esungguhan, akhirnya gelar profesor kini berada di k ­depan namanya. Lain lagi cerita “Elang”, panggilan untuk Prof. Dr. H. MA. Achlami HS, MA. yang tumbuh dalam lingkung­ an keluarga yang religius. Dalam menempuh pendidi­ kan tingginya, Ia menghadapi pasang surut kehidupan hingga masalah yang mempersulit hidupnya. Mulai dari perjalanan menuju sekolahnya yang berjarak 23 km, masalah ekonomi, hingga puncaknya saat ditinggal pergi almarhum ayah menjelang kelulusan. Meski demikian, hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi Elang yang bertekad untuk mendedikasikan ilmunya. Tidak hanya kaum adam yang sukses menjadi profe­ sor, Prof. Dr. Tirza Hanum, M.S. juga sukse meraih gelar tersebut dan mengukuhkan namanya sebagai profesor wanita pertama di Lampung. Dedikasi hidupnya pada Tri Dharma Perguruan tinggi berangkat dari pesan ibu­ ndanya bahwa hidup harus kerja keras, disiplin, jujur dan menghargai orang lain. Selain Tirza, ada pula profesor wanita di lampung lain­ nya seperti Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr. Sc., yang harus merelakan bayi pertamanya karena mengalami kegugu­ ran ketika melakukan pengajaran, penelitian dan peng­ abdian kepada masyarakat. Hasil penelusuran serta punuturan langsung dari para profesor dikemas oleh tim penulis dengan apik menjadi kisah inspiratif yang mampu memberikan inspirasi serta motivasi bagi para pembacanya. Cocok dinikmati kala­ ngan mahasiswa. Selain itu, buku ini juga mengkritisi masalah yang de­ wasa ini sering terjadi. Perbuatan segelintir orang tidak bertanggungjawab yang dengan mudahnya dapat lulus dan mendapat gelar yang seharusnya tidak dimiliki. Mereka menegaskan bahwa setiap pengorbanan dan per­ juangan yang dilakukan seseorang akan mendapatkan ganjaran yang pantas. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 55


Teka Teki Silang Raih Bingkisan Menarik Untuk 3 Pemenang DEADLINE 20 April 2016

Menurun

Kirimkan Jawaban Anda Ke: UKPM Teknokra Unila, Gedung Grha Kemahasiswaan Lt. 1 Universitas Lampung Sertakan Fotokopi Lembar Jawaban, Fotokopi KTM, dan nomor HP Oleh Faiza Ukhti A

56 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

1. Sistem politik yang dicetuskan oleh Abraham Lincoln 4. Perubahan reaksi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit 5. Manchaster United 7. Penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada 8. Salah satu pers di Unila 9. Salah satu pers di Lampung 11. Ilmu yang mempelajari interaksi dalam masyarakat 13. Tim penyelamat 14. Mata uang Jepang 16. Tekanan darah tinggi Mendatar 1. 2. 3. 6. 10. 12. 13. 15. 17.

Salah satu suku di Kalimantan Syarat lulus untuk strata 1 Kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang Tidak bersih Aktivis HAM yang meninggal pada September 2004 Kebutuhan primer semua makhluk hidup Tidak ada bunyi Kurang darah Salah astu alat musik yang di tiup


Seni

Empat Elemen Seni

dalam Gebyar Wajah Baru Oleh Khorik Istiana Foto-Foto Kurnia Mahardika

Lakon Lembar-Lebaran seolah mewakili kegelisahan kaum marjinal. Situasi yang sudah sulit seketika bisa bertambah sulit. Tari kontemporer Sanak Sulung juga jadi perhatian, sebuah tarian yang bercerita.Musik dan Rupa pun jadi pelengkapnya. Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 57


Seni

S

iapa yang tidak ingin merayakan lebaran dengan baju baru, opor ayam dan aneka kue ke­ring yang disajikan untuk tamu di meja. Namun tidak bagi pasangan Maryam dan Maman. Suami istri yang sa­ ma-sama bergelar sarjana ini hidup seadanya. Maryam sang sarjana agama hanya seorang ibu rumah tangga. Suaminya mencukupi kebutuhan rumah tangga dengan menarik angkot. Malam takbir akan datang. Tak ada yang dipersiapkan, hingga akhirnya datang harapan yang ber­ campur ketakutan. “Yam...Maryam, Man.. Maman, Maman........” teriak bu haji didepan pintu kontrakan Maryam yang tidak terkun­ ci. Dayan yang sedang asyik bermain kertas diruang tamu lantas kaget. Bu haji akhir-akhir ini memang kerap me­ nagih uang kontrakan yang belum Maryam bayar sejak 4 bulan lalu. Tak ada yang bisa Maryam lakukan. Jangan­ kan untuk membayar hutang. Untuk lebaran besok saja ia hanya mamasak empat buah lontong dan sayur gori yang ada dibelakang rumahnya. Sisa berasnya akan Maryam masak untuk mekan buka puasa nanti. Untuk menenang­ kan Bu haji yang kadung emosi, Maryam berjanji akan mengatakan pada suaminya. Bu haji pamit, namun ia ber­ janji akan kembali usai lebaran untuk menagih hutang. Maryam memiliki adik yang juga tinggal dengannya di­ rumah kontrakan itu. Dayan namanya. Ia adik penurut. Tapi dayan memiliki keterbelakangan mental. ketika me­ lihat kertas dayan seperti memiliki sensor untuk mem­ bakarnya. Ada kebahagian yang ditampilkan oleh dayan ketika melihat api dari kertas yang dibakar. Sebelum magrib, Maman pulang dari menarik angkot. Wajahnya terlihat sumringah. Maryam yang takut kare­ na beras yang akan dimasak jatuh, tak jadi kena amuk Maman.“Yam lihat, aku bawa opo?” tanya Maman sambil menunjukan kresek hitam. Maman membawa es untuk

58 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

buka sore itu. Namun sebenarnya ada rahasia yang ingin ia sampaikan. Maman mengeluarkan uang yang banyak dari dalam tasnya. Maryam terkejut, tapi juga senang. “Mas, kita jadi lebaran ini?” tanya Mariam sambil memegang uang. “Yo jadi Yam, nanti Putri kita belikan baju baru, sepatu baru. Kita nanti beli kue juga Yam,” terang Maman penuh se­ mangat. Maman juga berjanji akan membayar uang kon­ trakan yang selama ini nunggak. Sejenak suasana itu hening. Ada pertanyaan dari Mar­ yam. Dari mana Maman bisa mendapatkan uang sebaan­ yak itu.


Seni

“Aku nemu ini di kursi angkot belakang Yam,” jelas Maman. “Iki duit haram mas, balikin mas,” timpal Maryam. Maman memukul meja. Bagaimana ia mau mengemba­ likan uang itu sedangkan keluarganya membutuhkan uang. Besok hari le­baran, tapi satu toples kue pun belum disiapkan. Uang kontrakan yang menunggak juga meng­ hantuinya. “Kalo di dalam dompet ini ada kartu naman­ ya aku balikin yam,” jelas Maman. Sekejap Maman ingat kalau penumpang terakhirnya adalah ibu-ibu yang biasa naik angkotnya. Maman takut bukan kepalang. “Dari tampilannya penumpang itu sep­ ertinya orang kaya, jangan-jangan suaminya polisi. Mati aku yam, mati. Bisa ditembak,” ujar Maman khawatir. Konflik semakin terasa saat Yanti, tetangga Maryam da­ tang. Ada kabar bahwa ada kecelakaan di depan masjid. Maryam, pergi ke masjid untuk melihat kecelakaan disa­ na. Tinggalah Maman yang merenungi uang hasil temuan­ nya ditemani Dayan yang tak tau apa-apa. Magrib sudah datang, tapi Maryam tak juga pulang. Usai berbuka pua­ sa Maman mandi dan menitipkan uang temuannya ke­ pada Dayan. Dari sini cerita sudah bisa ditebak. Layaknya anak mendapatkan mainan baru. Dayan, tertawa girang me­ lihat uang kertas di depannya. Usai menemukan korek api, Dayan langsung membakar uang-uang kertas itu. Maman yang baru selesai mandi dibuat kaget. Tanpa am­ pun Maman menghajar Dayan. Tak ada perlawanan dari Dayan. Emosi Maman semakin meninggi saat ketakutan mulai menggelayuti pikiran Maman. “Dari pada aku yang mati mendingan kamu dayan yang aku bunuh,” Maman mengangkat kursi rotan yang ada disampingnya. “Maaaaaaaaaaaaann..... inalilahii man inalilahi, anu man anu. Istrimu pingsan,” teriak Yanti. Kursi rotan yang akan dihantam ketubuh Dayan meleset. Maman segera bergegas ke Masjid. Suara takbir dari masjid terdengar bertalu-talu, “ALLA­ HUAKBAR ALLAHUAKBAR ALLAHUAKBAR........” Dayan berjalan kearah pintu. Matanya nanar menunggu Maryam dan Maman. Lampu sorot semakin meredup namun Maryam dan Maman tak kunjung pulang. Tepuk tangan penonton mengakhiri pementasan teater. Mengangkat lakon “Lembar-Lebaran” besutan Luluk Ayuandini dengan tiga tokoh utama, Maryam, Dayan dan Maman. Teater Kurusetra, Unit Kegiatan Mahasis­ wa Bidang Seni (UKMBS) Unila, Sabtu malam (5/3) itu tak melulu menceri­ takan kesedihan keluarga Maman. Tokoh-tokoh yang dibuat dengan keunikan­ nya mas­

ing-masing mampu membuat dinamika pementasan naik turun. Tokoh Dayan yang memiliki keterbelakan­ gan mental membuat penonton terkekeh ketika menden­ garnya berbicara. Maryam yang diperankan oleh Erma Yunita menampilkan sosok perempuan pe­rantauan dari jawa dengan logat yang masih kental. Sedangkan Bu haji berhasil diperankan de­ ngan apik oleh Rosmalia yang menampilkan logat khas Lampung yang galak. Kehad­ iran Elis dan Yanti sebagi ­pemeran pembantu mampu menghidupkan suasana. Yanti yang diperan­kan oleh Su­ listyaningrum mampu membuat penonton terbahak-ba­ hak lewat peran­nya sebagai tetangga yang heboh. Pementasan malam itu juga menampilkan tari kontem­ porer de­ngan judul “Sanak Sulung”. Tarian menceritakan si sulung yang begitu disayang oleh ibunya. Cerita dimu­ lai saat Elgy Royukhi Yusri Mangunang dan Nadia Fitria yang berperan sebagai ibu dan si sulung, menari gemu­ lai. Sang ibu terlihat amat sayang pada si sulung. Dilain sisi, ke tiga saudaranya yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ternyata iri melihat perlakuan sang ibu. Rahma Eka Putri, Siska Ranida Sari dan Fahmi Astati, masing masing menampilkan ­gerakan menyapu, mencuci baju dan menampi beras. Sang ibu meninggal. Ketiga saudaranya yang sudah lama tidak menyukai sulung mulai mengintimidasinya. Si sulung ditinggal sendirian. Dari sini kehidupan si su­ lung dimulai. Ia menemui kekasihnya. Gerakan romantis antara si sulung dan kekasihnya sontak membuat sua­ sana Graha Kemahasiswaaan menjadi riuh dan menjadi penutup pentas tari “Sanak Sulung”. Pementasan Gebyar Wajah Baru yang digelar UKM-BS Unila meru­pakan syarat bagi calon anggota baru. Divisi Seni Musik ikut memeriahkan pementasan malam itu, dengan penampilan Ansambel Folklor. Ada empat lagu daerah Indonesia yang dikemas dengan musik modern dan tradisonal. Lagu Sajojo, Injit-Injit Semut, Ayo Mama dan Alusia menutup pementasan. Untuk merepresentasi­ kan lagu daerah, pemusik tak lupa mengenakan baju daerah. Disela-sela pementasan penonton juga dapat menikma­ ti sejarah Lampung dalam goresan pena Divisi Rupa dengan konsep Urban Sket. Penikmat rupa bisa melihat 26 karya seni rupa yang tampil berupa objek realita dan oriental dengan spot Klenteng Thai Hin Bio di Teluk Be­ tung, Masjad Al-Anwar yakni masjid tertua di Lampung, Museum Lampung dan Gereja. Tak hanya itu, sebuah sket berukuran tiga kali empat juga dipasang menambah deretan pameran seni rupa. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 59


Sejarah

60 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Sejarah

Vihara Thai Hin Bio,

Saksi Bisu Dahsyatnya Krakatau Oleh Retno Wulandari Foto-Foto Retno Wulandari

A

roma dupa tercium saat memasuki pintunya. Nuansa merah memang menjadi ciri khas vihara tertua di Lampung ini. Vihara Thai Hin Bio julukannya. Di tengah ruangan terdapat altar Buddha Sakyakumi dengan posisi duduk bersila, mata tertutup, dan sikap tangan Bhumisparsa Mudra. Di sisi kanan dan kiri terdapat altar 18 arahat (Pemeluk agama Buddha yang sudah mencapai kesempurnaan-red) serta altar-altar lainnya. Ada pula bangunan tambahan di sisi kanan dan kirinya. Di bagian kanan, terdapat altar Ma Cho Po atau dewi pelindung samudera dan anjing langit, sedangkan di bagian kiri, terdapat altar senopati dan leluhur vihara. Di setiap altar tertancap beberapa dupa (hio) yang diberi angka. Menunjukkan urutan dalam proses sembahyang di Vihara Thai Hin Bio. Rumah ibadah bagi penganut Agama Budha ini ternyata menyimpan banyak sejarah. Adalah Po Heng, seseorang asal Tiong Kok Hok Kian Hai Ting. Pada sekitar tahun 1850 datang ke daerah ini membawa patung atau Rupang Kwan Im Phu Sha (Dewi Kwan Im). Penduduk Lampung yang sebelumnya telah memuja pada Kwan Im Phu Sha dengan membuat altar di rumah pun mengusulkan untuk mendirikan Cetya Avalokitesvara atau Kwan Im Thong, rumah ibadah ini di dirikan di daerah Gudang Agen.

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 61


Sejarah

Sejak saat itu, banyak masyarakat yang datang untuk melakukan persembahyangan dan puja bakti memohon berkah dan keselamatan. Vihara Thai Hin Bio, menjadi salah satu saksi bisu dahsyatnya letusan Gunung Krakatau pada 1883 silam. Banjir besar hingga tiga hari tiga malam melanda daerah ini. Banjir besar tersebut meluluhlantakkan hampir seluruh daerah di sekitarnya, termasuk Cetya Avalokitesvara. Po Heng dan keluarga berusaha menyelamatkan diri dan patung Kwan Im Phu Sha ke tanjakan atas, yang sekarang lebih dikenal sebagai tanjakan residen. Setelah tragedi tersebut, Po Heng kembali mendirikan Cetya, namun tak diketahui dimana letaknya. Lalu pada 1896, masyarakat di Kampung China mengusulkan untuk mendirikan Vihara Kwan Im Thong dengan hasil uang

62 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

sumbangan yang telah dikumpulkan. Semakin hari umat yang melakukan persembahyangan di Cetya Kwan Im Thong semakin banyak. Sekitar tahun 1963 Cetya ini di bangun lebih besar dan berganti nama menjadi Vihara Thai Hin Bio, yang berarti vihara yang besar dan jaya. Bangunan arsitekturnya kental dengan sentuhan seni dan budaya Tiong Hoa di setiap sudut. Sepasang patung singa yang melambangkan kewibawaan akan menyambut kedatangan semua pengunjung. Ada pula sepasang pagoda yang berfungsi sebagai tempat membakar kertas (jinlu).

Tepat di tengah sebelum memasuki bangunan vihara, terdapat sebuah ukiran tentang kisah raja laut yang congkak. Di samping kanan kirinya terdapat pilar yang diliit naga. Di balik ukiran terdapat wadah dupa (hiolo) untuk memuja Sanghyang Adi Buddha (Tuhan Yang Maha Esa). Memasuki bangunan utama, anda akan terpesona dengan lampionlampion dengan cahaya temaram menghiasi diantara 12 pilar yang menyangga bagian dalam vihara. Pilar-pilar yang terbuat dari kayu jati tersebut dihiasi kalimat bijak dalam bahasa Cina.


?

APA KATA MEREKA

Apa Kata Mereka Tentang Oleh Putri M

PRESMA 2016

H

ampir setiap periode pemilihan presiden mahasiswa dilakukan secara aklamasi. Tetapi tidak tahun ini. dua pasang calon sudah didapat. Banyak pendapat mahasiswa tentang kinerja seorang pemimpin, utamanya presiden mahasiswa. Membawa beban yang cukup berat untuk mengajak dan merangkul seluruh sivitas akademika, mereka berbicara dan menyampaikan harapannya kepada calon presiden mahasiswa yang terpilih tahun ini.

Cekatan Dalam Menyikapi Permasalahan

Merangkul dan Peduli Keadaan Kampus

Mampu Membawa Perubahan

Profesional dan Bertanggung Jawab

Annis Sakinah (Manajemen Pemasaran ‘14) Komentar : menurut saya krite­ ria seorang pemimpin untuk Unila kedepannya adalah jujur, yang kuat imannya, rajin beribadah, bijaksana, tegas, cekatan dalam menyikapi per­ masalahan, adil tidak memihak, bisa menjadi contoh atau tauladan bagi mahasiswa yang lain, amanah dalam mengemban tugas dan kewajiban dan berakhlak karimah. Harapan saya untuk presiden mahasiswa yang terpilih nanti bisa men­ jadi aspirasi yang baik bagi mahasiswa lainnya ke Uni­ versitas, mampu membawa perubahan yang lebih baik lagi untuk unila, dapat mewujudkan sivitas akademik yang bisa peduli terhadap sesama, terutama tanpa mem­ beda-bedakan status sosial karena dimata Allah semua sama, kecuali yang membedakannya adalah akhlak dan ketaqwaan seorang hamba. Jadi amanah dan adil ya!!

Ida Retno Widayu (Tekhnik Geofisika ‘14) Komentar : Menurut saya krite­ ria seorang pemimpin untuk Unila kedepannya adalah amanah, tegas, berani, adil, dan bijaksana. Hara­ pan saya untuk presiden mahasiswa yang terpilih nanti bisa mengemban amanah dengan baik, merangkul semua golongan, dapat mengayomi semua kalangan, mampu membawa perubahan untuk Unila yang lebih baik dari sebelumnya serta dapat mengajak seluruh civi­ tas akademik untuk lebih peduli terhadap permasalahan baik di dalam maupun di luar kampus.

M. Bahrul Huda (Manajemen ‘13) Komentar : Beberapa tahun terak­ hir pemilihan presiden BEM selalu diakhiri dengan aklamasi, artinya banyak mahasiswa Unila yang ti­ dak peduli akan adanya pemili­ han presiden BEM. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kurang dirasakannya manfaat adanya BEM sebagai organisasi pergerakan kemahasiswaan. Kedepannya, presiden BEM Unila harus mampu merangkul segenap mahasiswa Unila untuk peduli dengan keadaan kampusnya, hal ini dilakukan dalam rangka mendukung visi Unila top ten university 2025. Harapannya presiden BEM harus le­ bih dapat bermasyarakat dengan mahasiswanya, jangan membanggakan dirinya sebagai seorang presiden BEM, bahkan banyak mahasiswa yang tidak tahu apa itu presi­ den BEM dan siapa presidennya.

Eva Anisa (Pend. Ekonomi ‘15) Komentar : Menurut saya, kriteria seorang pemimpin untuk Unila kede­ pannya adalah beriman, demokrasi, berjiwa patrotisme, memiliki jiwa pemimpin, matang dalam berpikir dan emosi untuk menyelesaikan ma­ salah, memiliki wawasan pengeta­ huan yang luas, mampu mengambil keputusan yang baik dan amanah dalam mengemban tu­ gas. Harapan saya untuk presiden mahasiswa yang terpi­ lih nanti kelak akan membawa unila ke perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, dapat menjalankan tugas dan kewajiban secara pofesional dan penuh tanggung jawab. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 63


Karikatur KARIKATUR

INIKAN SOLUSI DAN HASIL YANG TERBAIK UNTUK SEMUA MASYARAKAT

Oleh Retno Wulandari

64 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Gerhana Matahari Fenomena Langka Nan Memesona Oleh Ariz Nisrina dan Riska Martina Foto Riska Martina dan Luvita Willya H

T

erjadi hanya di Indonesia, Gerhana Matahari Total (GMT) pada 9 maret 2016, menjadi fenomena yang dinan­ ti-nantikan. Pukul 06.00 WIB, jalanan menuju kampus Institut Teknologi Sumatera (ITERA) dipenuhi banyak orang yang hendak menyaksikan gerhana matahari. Ratusan orang memadati lapangan kampus Itera. Terlihat beberapa orang membeli kacamata khusus seharga 20 ribu rupiah yang disediakan oleh panitia. Beberapa orang lainnya menyiapkan

teleskop, kamera, serta berbagai alat lain untuk dapat menangkap fenome­na langka ini. Dimulai pukul 06.19 WIB, terlihat jelas bulan bergerak mulai menutupi matahari. Meski Bandarlampung bu­ kan salah satu lokasi yang dilintasi Gerhana Matahari Total (GMT), teta­ pi gerhana matahari sebagian sekitar 90 persen akan dapat dilihat jelas. Cuaca hari itu pun sangat cerah. Puncaknya pada pukul 07.21 WIB, bulan menutupi 90 persen matahari. Seketika pagi itu terasa seperti senja,

agak gelap. Seluruh warga meng­ hadap matahari untuk menyaksikan­ nya. Berbagai cara dilakukan, mulai dari menggunakan teleskop, kamera berfilter, dengan kaca mata khu­ sus, bahkan yang paling sederhana dengan kaca film. Semua antusias dan terkagum-kagum memandangi salah satu kebesaran tuhan di langit pagi itu. Indri salah satunya, mahasiswi ­ITERA ini merasa sangat beruntung bisa melihat Gerhana Matahari Seba­ gian, “Subhanallah ya, karena ini

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 65


fenomena langka. Karena kalau dilihat dengan mata telanjang akan merusak mata, jadi saya pake kaca­ mata ini,” katanya sambil menun­ jukkan kacamata khusus yang di­ pegangnya. Sangking antusiasnya, Ia sengaja datang lebih awal, setelah sebelumnya mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan. GMT tahun ini terjadi hanya untuk beberapa wilayah di Indonesia, 12 provinsi di Indonesia yang dilintasi GMT diantaranya Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Serta Ma­ luku. Wilayah lain yang tak berke­ sempatan dilintasi GMT, akan dapat menyaksikan gerhana matahari se­ bagian. Elma, Mahasiswa Jurusan As­ tronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan bahwa GMT bi­ asanya terjadi sekitar 18 tahun seka­ li, namun untuk dapat terjadi di satu daerah yang sama, membutuhkan waktu 372 tahun lamanya. Sebagai pemandu pengoperasian teleskop saat pengamatan gerhana, Ia pun mengatakan jika sebenarn­ ya tak ada bahaya khusus dari ger­ hana matahari. Efeknya sama saja seperti kita melihat matahari secara langsung ketika tidak terjadi gerha­ na. Bahkan kita bisa melihat de­ngan mata telanjang pada saat terjadi GMT. “Yang bahaya ketika bulan mulai bergeser, maka dibutuhkan kacamata khusus untuk melihatnya, seperti kacamata Filter ND 5 atau bisa juga dengan pin hole yang bisa dibuat sendiri menggunakan kotak yang ditutup alumunium foil dan di lubangi dengan jarum,” papar Elma. Ia juga menghimbau untuk tidak melihat menggunakan kacamata selama lebih dari 2 menit, serta ti­ dak menganjurkan masyarakat un­ tuk menggunakan baskom yang berisi air untuk melihat gerhana, karena menurutnya justru itu akan

66 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

­emantulkan sinar matahari ke m mata. Sholat Gerhana Sebagai Wujud Rasa Syukur “Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, bagi wagra kelurahan Way Dadi Baru, diharapkan untuk sholat gerhana bersama” Pengumu­ man terdengar tepat sebelum pun­ cak gerhana matahari sebagian terja­ di. Suharso, Imam masjid Tawakkal di Kelurahan Way Dadi Baru, Ke­ camatan Sukarame tak henti meng­ ajak jamaahnya melalui pengeras suara. “Ayo kita bersama-sama men­ syukurinya dengan sholat gerhana dua rakaat,” tambahnya. Agama Islam memang sejak da­ hulu mengenal adanya sholat ger­ hana. Sholat tersebut dilakukan se­ banyak dua rakaat saat terjadinya gerhana matahari, baik total, seba­ gian, atau cincin. “Dahulu zaman Nabi ­Muhammad SAW juga terjadi gerhana matahari. Langsung saja Rasulullah mengajak semua warga ­ untuk sholat berjamaah dua rakaat,” terangnya saat khotbah. Seusai khot­ bah, warga berdoa bersama agar dijauhkan dari kesombongan dan bala bencana. “Ini pertama kalinya saya ikut sholat gerhana. Ini juga baru pertama lihat gerhana mataha­

ri. S ­ ubhanallah ternyata,” ujar Dini, salah satu warga Way Dadi Baru. Seluruh warga yang melihat gerha­ na di kampus ITERA pun melakukan hal yang sama. Sebagai wujud rasa syukur, usai menikmati pemandan­ gan gerhana, warga langsung sholat berjamaah. Melihat GMT di Tepian Musi Kota Palembang menjadi salah satu wilayah yang beruntung, karena dilintasi Gerhana Matahari Total (GMT) Rabu, 9 Maret 2016 lalu. GMT merupakan suatu fenomena saat bu­ lan menutupi matahari secara sem­ purna. Kesempatan ini rupanya tak disia-siakan oleh pemerintah dae­ rah. Promosi besar sudah dilakukan sejak berhari-hari, bahkan berming­ gu-minggu sebelumnya, targetnya tak hanya wisatawan lokal, wisa­ tawan mancanegara pun ikut dibi­ dik. Seluruh hotel di Kota ­Palembang pun penuh dipesan. Lokasi Benteng Kuto Besak (BKB) dan Jembatan Ampera menjadi pu­ satnya. Ampere pun sudah ditutup sejak pukul 12 malam. Wisatawan baik dalam maupun luar negeri su­ dah berkumpul sejak sebelum ­subuh. Berbagai persiapan untuk menyam­ but GMT pun dilakukan. Warga sa­ ngat antusias dengan ­adanya GMT


ini, terliahat sejak pukul 05.00 WIB, daerah BKB dan Jembatan Ampera sudah dipenuhi puluhan ribu orang. Mulai dari yang datang bersama ke­ luarga, teman, maupun pasangan­ nya. Seperti Tio yang berasal dari daerah Prabumulih ini sengaja datang ke Kota Palembang bersama temannya dengan berjalan kaki sejak subuh hanya untuk melihat GMT. “Sengaja datang ke sini untuk meli­ hat gerhana matahari sejak dari tadi subuh,” ujarnya. Fotografer dan wartawan dari ber­ bagai media, baik televisi maupun

cetak pun tak kalah antusiasnya. Banyak yang sudah datang sejak pukul 03.00 WIB untuk menyiapkan ber­ bagai peralatan pemotretan se­ perti, memasang tripot, memasang filter, dan menentukan posisi pemo­ tretan yang tepat agar mendapatkan gambar terbaik. Peristiwa ini tidak hanya diabadikan dalam gambar, tetapi juga ditayangkan diberbagai stasiun televisi secara live bahkan se­ jak seminggu sebelumnya. Sayangnya GMT di Palembang harus terhalangi awan dan asap yang berasal dari PT Pusri. Alhasil,

detik- detik GMT ini hanya terlihat sebatas sabit. Beberapa kali peristi­ wa ini tertutup oleh awan dan asap, sampai akhirnya, suasana di kota empek-empek ini menjadi gelap. Pu­ luhan ribu orang berteriak “Allahu Akbar” tanda kekagumannya terha­ dap ke­besaran Tuhannya. Beberapa pengunjung memang sem­pat merasa kecewa, karena GMT tertutup oleh asap dan awan, Nayu dari Kota Palembang, berangkat dari rumah sejak pukul 5 pagi, “Merasa kecewa dengan GMT ini, tapi ya mau bagaimana?,” ungkapnya. Selain wisatawan lokal, wisatawan asal Cina, Kris yang datang bersa­ ma keluarganya, merasa bahwa hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti baginya. “I am so sad and little bit disappointed. But as much as good enough I think. For me too, I think it’s so valuable in my lifetime,” ujarnya agak kecewa. Tak jauh berbeda dengan wisa­ tawan Cina tersebut, Ken dari ­Australia juga merasa senang dapat melihat GMT “I’m happy come to Indonesia from my village to see solar eclipse. But this morning so many dust. I can’t see a solar clearly, cause that dust,” ujarnya. n

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 67


BIDIK LENSA

I’m In Fire NIKON D3200 F/9 1/320 sec. ISO-100 (Foto Riska Martina)

Ooo NIKON 600D F/5.6 1/50 sec. ISO-800 (Foto Luvita Wilya H)

Gak ada yang ngajak main...

68 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

NIKON D3200 F/5.6 1/125 sec. ISO-200 (Foto Riska Martina)


Mandi Yuk! NIKON D3200 F/5.6 1/125 sec. ISO-400 (Foto Riska Martina)

Selamat Pagi CANON EOS 600D F/5.6 1/80 sec. ISO-320 (Foto Luvita Wilya H)

Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 69


POJOK PKM

Dibuai Sejarah Kurnia Mahardika Pemimpin Umum

S

iapa tidak mengenal gadget NOKIA? Sebuah perusa­ haan telepon raksaksa yang merajai pasar global selama 14 ta­ hun. Nyaris semua orang pernah memiliki alat komunikasi nirkabel ini. Kedigdayaannya dalam pasar telepon seluler membuat NOKIA nyaris tak memiliki saingan. Namun siapa sangka 3 september 2013 lalu kabar mengejutkan datang dari pe­ rusaahaan Finlandia ini. Unit bisnis perangkat dan layanan NOKIA di­ beli oleh Microsoft seharga AS $ 7,2 milyar. Seluruh brand yang pernah diusung NOKIA akan beralih men­ jadi Microsoft. Cerita sama mengenaskan juga datang dari perusahaan raksaksa fotografi, KODAK. Era kepopu­ler­ an kamera dengan pita film kala itu membuat KODAK benar-benar suk­ ses merajai dunia fotografi. Hampir setiap studio foto memasang span­ duk dengan tulisan KODAK. Na­ mun sayangnya kesuksesan KOD­ AK menjadi perusahaan fotografi tergerus dengan era digital. Kamera digital yang ringan dan praktis mem­ buat orang diseluruh dunia perlahan meninggalkan pita film. Yang paling anyar adalah kabar ter­ seok-seoknya Riset In Motion (RIM) Blackberry. Smartphone besutan Nega­ ra Kanada ini pernah menjadi sebuah gaya hidup pada tiga sampai empat tahun lalu. Tidak sedikit masyarakat

70 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

yang rela merogoh dalam koceknya demi sebuah telpon seluler. Bah­ kan pada tahun 2011 perusahaan ini membuka bazar dengan mem­ berikan potongan 50% untuk me­ narik pembelinya. Walhasil ribuan orang memenuhi tempat itu untuk mendapatkan harga sekitar 2,3 juta dari harga awal 4,5 juta. Kesuksesan blackberry juga dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang meniru tampilan blackberry dengan keypad qwerty. Sayangnya kesuksesan ini tidak berlangsung lama. Salah satu layanan paling tersohor besutannya, Parahnya perusahaan ini juga mem­ berhentikan 40% karyawannya. Di Amerika sejumlah perusahaan media cetak juga mengalami keada­ an serupa. The New York Times Salah satu media besar di Amerika Serikat memilih untuk memotong jumlah oplah yang mereka terbitkan. Minim­ nya pemasokan dari koran membuat The New York Times memilih untuk menyewakan sebagian kantornya untuk membantu biaya opera­sional. Menjadi besar dan memiliki nama adalah sebuah tantangan. Cerita diatas bukan hanya dongeng mena­ kutkan untuk perusahaan namun juga untuk semua kalangan. Pemi­ lik NOKIA jatuh bangkrut karena kesombongannya. Ia pernah berikrar tidak akan memakai Platform An­ droid dan memilih mengembangkan sendiri gadget NOKIA. Tak berkem­

bang, kemudian berkolaborasi de­ ngan Microsoft justru menjadi bume­ rang bagi NOKIA. NOKIA mengaku menyerah dan menjual pada Micro­ soft. Perusahaan fotografi KODAK, jatuh karena lambannya gerak pe­ rusahaan ini dalam mengikuti foto­ grafi di dunia. KODAK sudah tahu mengenai berkembangnya kamera digital. Bahkan KODAK sudah melakukan penelitian dan mengem­ bangkan kamera digital. Namun perusahaan asal Amerika Serikat ini masih percaya dan berkutat dengan fotografi menggunakan film. Wal­ hasil de­ngan berkembangnya zam­ an KODAK jauh tertinggal dengan produsen kamera asal Jepang . Dan kini KODAK menjadi sejarah foto­ grafi dunia. Kesombongan akan masalalu dan lupa untuk terus memperbaiki diri adalah sebuah kuburan besar. Tak sedikit contoh yang bisa kita jadi­ kan pelajaran. NOKIA dan KODAK adalah contoh nyata. Betapa pun besar­nya sebuah nama. Berapa lama pun kejayaan masalalu. Jika tidak mampu menjaga maka akan men­ jadi sebuah sejarah. Jika dunia ini berlari seperti singa, maka jangan sekali-kali berpikir untuk berjalan seperti rusa. Namun berlarilah sep­ erti Antelop. Kau mungkin akan dimangsa­nya, namun dengan usa­ ha keras. Kau tak akan habis dalam waktu sekejap.n


Teknokra - Maret 2016 Edisi 217

| 71


72 | Teknokra - Maret 2016 Edisi 217


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.