DENGAN menetapkan tema abadi “Maritim”, Makassar Biennale (MB) 2017 seperti membebaskan diri dari beban yang selama ini ditanggungnya—sebagai ajang seni yang digelar di kota yang menjadi artefak hidup dunia kemaritiman Nusantara.
Biennale menjadi peristiwa sekaligus situs penting penanda geliat perkembangan kebudayaan di satu wilayah. Tidak cuma itu, MB pun mengarahkan dirinya sebagai ruang pertukaran pengetahuan khalayak umum dengan modus seni.
Membicarakan catatan sejarah kawasan ini, seperti masa keemasan Kerajaan Gowa-Tallo, salah satu kerajaan maritim terbesar yang berkembang mulai awal abad ke-16, kita bisa membayangkan betapa temuan benda penting sangat dapat kita katakan hubungan antara seni dan pengetahuan.
Ketika Raja Tumapa’risi Kallonna memerintah masa abad itu, ia membuat jabatan non-teritorial pertama di kerajaan ini bernama sabarana (syahbandar) yang disandang oleh Daeng Pamatte. Kronik Gowa melekatkan penemu aksara lontara’ ke sosok ini, meski kemungkinan besar sudah ada [...]