TABLOID GABE EDISI 5

Page 1

EDISI 5 | JANUARI 2014

G A B E

Maddenleo T Siagian Hidup Itu Mengalir Saja

Siapa Bermain di Tornagodang?

Dana Bansos Jelang Pemilu

Awas, Huintip Do Ho!


EDITORIAL

atap Redaksi

T

abloid GABE lahir mewarnai di tengah derasnya arus informasi yang masuk ke Kabupaten Tobasa khususnya ke Kecamatan Habinsaran, Borbor, dan Nassau. Dikelola sekelompok pemuda yang berupaya memberikan perhatian terhadap kampung halaman lewat media massa. GABE diharapkan mampu menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah. Menampung, menyaring, menganalisis, lalu menyajikan informasi berguna bagi pembaca. Kami juga berusaha sekuat tenaga agar Tabloid GABE (edisi cetak) bisa dibagikan gratis kepada masyarakat Habinsaran dan sekitarnya. Sedangkan dana untuk menjalankan roda redaksi diperoleh dari donasi. Umumnya dari warga Habinsaran yang bermukim di perantauan.

Terakhir, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari seluruh pembaca tercinta. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi?

02

Dewan Redaksi: Maddenleo T Siagian Juliardos JM Lubis Pemimpin Redaksi: Ishak H Pardosi Redaktur: Pangeran Pardosi Reporter: Budi S Kartunis: Jeff Rekando Lubis Situs: www.tabloidgabe.com Email: tabloidgabe@gmail.com Alamat Redaksi:

Taman Chrysant I Blok O3 Nomor 6, Sektor XII.3 Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan 15317

GABEŠ Januari 2014


LAPORAN UTAMA

Siapa Bermain di Tornagodang?

Barangkali, desa Tornagodang yang berada di Kecamatan Habinsaran, Tobasa bukanlah wilayah yang sudah dikenal di kalangan masyarakat Batak, terutama di tanah rantau. Tornagodang, yang terletak di sebelah barat Parsoburan, ibukota Habinsaran, masih tergolong desa terpencil. Jalur transportasi ke sana juga belum terlalu memadai. Bahkan, Parsoburan-Tornagodang hanya dihubungkan sebuah jembatan gantung sepanjang lima puluh meter. Jembatan itu pun hanya bisa dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua. Sedangkan kendaraan roda empat harus melewati akses berbeda, menyusuri perkebunan teh Sibosur di sebelah timur.

N

amun, sejak 2011, Tornagodang mendadak terkenal. Paling tidak, di seantero Tobasa. Bukan apa-apa, terdapat tiga persoalan pelik yang melilit wilayah itu. Pertama, kasus perkebunan teh Sibosur yang sampai saat ini statusnya masih menggantung. Kedua, kasus pencetakan sawah di Tornagodang seluas 160 hektar. Ketiga, kasus pembangunan bendungan aek sibabi. Hingga sekarang, ketiga kasus jumbo ini masih dalam proses hukum, terutama untuk kasus pencetakan sawah dan bendungan yang dicurigai sarat korupsi. Sedangkan untuk perkebunan teh Sibosur, persoalannya menyangkut birokrasi yang terlalu berbelit-belit, ditambah kurang seriusnya Pemkab Tobasa. Kini, memasuki tahun 2014 yang kebetulan ber-shio kuda, sudah selayaknya kasus ini dituntaskan secepatnya seperti kuda yang berlari kencang. 1. Perkebunan Teh Sibosur Status lahan perkebunan teh Sibosur hingga kini masih terkatung-katung. Padahal, lahan semestinya sudah harus diserahkan PTPN IV kepada Pemkab Tobasa pada Januari 2014. Dulu, lahan seluas 253,65 hektar tersebut diserahkan masyarakat Tornagodang kepada

Januari 2014 ŠGABE

Pemkab Tapanuli Utara pada 1984 untuk diusahakan. Dalam perjanjian itu disebutkan, jika tidak dipergunakan lagi oleh Pemkab Tapanuli Utara (sekarang masuk wilayah Tobasa) dan PTPN IV sebagai perkebunan teh dengan sistem PIR (Perkebunan Inti Rakyat), maka hak atas tanah tersebut dengan sendirinya kembali kepada penduduk masyarakat Tornagodang sebagai pemilik tanah. Apa lacur, sampai sekarang perkebunan teh Sibosur masih belum jelas statusnya.

terian BUMN. Termasuk di dalamnya penyiapan proposal ke Pemkab Tobasa dan PTPN IV.

Masalah yang membelit perkebunan teh Sibosur sejatinya sederhana. Namun, menjadi rumit ketika pemerintah dan pihak terkait lain seperti PTPN IV dan DPRD Tobasa terkesan kurang serius. Lihat saja, dari rangkaian kegiatan yang harus dikerjakan, tidak ada satupun yang terwujud. Diketahui, proses penyerahan lahan tersebut sudah disepakati pada rapat bersama antara Pemkab Tobasa, PTPN IV, dan DPRD Tobasa, di Medan, Rabu, 11 September 2013.

2. Pencetakan Sawah

Dalam kesepakatan itu disebutkan, pada minggu pertama dan kedua September 2013, upaya yang harus ditempuh Tim Pelepasan Tanah Eks Kebun Teh Sibosur Desa Tornagodang, adalah melakukan konsultasi ke Biro Hukum Kemen-

Sedangkan pada minggu pertama Oktober 2013, Tim dijadwalkan melakukan pengajuan permohonan ke Menteri BUMN. Kemudian, pada minggu pertama dan kedua Nopember 2013, dijadwalkan survei lapangan oleh Kementerian BUMN. Terakhir, pada minggu kedua Januari 2014, akan diadakan pelepasan lahan oleh Menteri BUMN.

Cengkeraman tindak pidana korupsi semakin menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Praktik merampok uang negara ini tidak lagi melulu menjadi sisi lain wajah perkotaan. Tidak pula hanya melibatkan petinggi negara atau politisi nasional. Seolah tidak mau ketinggalan, mengambil uang yang bukan haknya juga kini sedang merambah ke pedesaan termasuk ke Tornagodang. Sebuah desa yang terbilang masih terpencil, di sebelah timur Balige. Tetapi itulah faktanya, proyek pencetakan sawah di Tornagodang menjadi pergunjingan masyarakat setempat. Kuat dugaan, proyek tersebut terbengkalai karena sarat korupsi. Nilai korupsinya mencapai Rp 1,2 Miliar. 03


menuntaskan tiga kasus yang sedang mengepung kampungnya merupakan sebuah pengabdian. Nikson makin bersyukur karena didukung penuh masyarakat Tornagodang dan masyarakat Tornagodang di perantauan seperti Jakarta. Di Jakarta, Forum Komunikasi Masyarakat Tornagodang (FKMT) sudah menyatakan sikap ikut berjuang bersama Nikson. Pasalnya, keterlibatan Nikson dalam FKMT di Jakarta juga bukan sekadar ikut-ikutan. “Ketiga kasus tersebut menjadi perhatian dan keseriusan saya sebagai putera daerah. Akan saya perjuangkan sekuat tenaga.” Anggota DPRD Tobasa, Pendeta Gumontan Pasaribu

Jumlah yang cukup fantastis untuk pedesaan sekelas Tornagodang. Buktinya, proyek dengan anggaran Rp 1,6 Miliar tersebut hanya digarap 40 hektar saja, dari yang seharusnya seluas 160 hektar. Dengan kata lain, biaya menggarap satu hektar adalah Rp 100 juta. Faktanya, lahan 140 hektar yang semestinya ikut digarap malah dibiarkan begitu saja. Ironisnya lagi, lahan 40 hektar yang telah digarap, sejatinya belum layak tanam. Saat ini, kasus tersebut sebenarnya sudah ditangani Kejaksaan Negeri Balige.

peruntukannya. Bahkan, proyek itu dicurigai dikerjakan tanpa didahului studi kelayakan. Masyarakat Tornagodang juga tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait proyek tersebut. Padahal jika mau, masih ada lokasi lain yang bisa dengan anggaran lebih murah tetapi bagus untuk irigasi. Masalahnya, kenapa harus aek sibabi yang dipilih? Lebih parah lagi, lokasi proyek bendungan itu belakangan diketahui masuk dalam wilayah hutan lindung. Kenyataan ini membuat masalah kian runyam.

3. Bendungan Aek Sibabi

Harapan Itu Masih Ada

Proyek dengan anggaran Rp 1,6 miliar ini juga terdapat indikasi korupsi. Beberapa waktu lalu, tim dari Polda Sumut bahkan sudah mendatangi lokasi proyek. Bendungan ini dipersoalkan karena secara kasat mata tidak sesuai dengan

04

SALAH SEORANG aktor yang paling vokal agar trio kasus jumbo tersebut dituntaskan adalah Nikson Panjaitan, SH. Ihwal kepedulian Nikson sangat sederhana namun sangat bermakna. Tornagodang adalah tanah kelahirannya bahkan juga tanah leluhurnya. Kalau dia sendiri tidak peduli pada kampungnya, lalu siapa lagi? Kalau bukan sekarang memperjuangkan hak dan harga diri masyarakat Tornagodang, lalu kapan lagi? Itulah kenapa Nikson yang menetap di Jakarta ini harus bolakbalik ke Tornagodang. Bagi dia, mengawal dan

PENDETA Gumontan Pasaribu merasa yakin hadirnya praktek kongkalikong di balik proyek pencetakan sawah di Tornagodang. Kunjungan ke lokasi proyek bersama rombongan Komisi C DPRD Tobasa pada Jumat (21/6/2013) kian menguatkan dugaannya. “Berdasarkan hasil kunjungan ditambah informasi dari masyarakat yang kami terima di Tornagodang, proyek itu memang tidak sesuai dengan yang diinginkan,” ujar Gumontang, Selasa (25/6/2013). Ditanyakan apakah ada indikasi korupsi dalam proyek itu, Gumontan belum bisa memastikan. Namun dia mendesak Kejaksaan Negeri Tobasa segera menuntaskan kasus tersebut. Secara pribadi, politisi Hanura ini melanjutkan, dirinya sangat menyayangkan nasib pencetakan sawah itu. Apalagi dengan keberadaan sawah itu sangat jelas akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tornagodang. “Sangat disayangkan kenapa itu bisa terjadi.” Kasie Pidsus Kejari Balige, Polmer ButarButar POLMER BUTAR-BUTAR memastikan kasus dugaan korupsi pencetakan sawah di Tornagodang akan dituntaskan. Menurut dia, pihaknya saat ini masih dalam tahap penyelidikan. “Yang pasti sedang berjalan. Sedang penyelidikan,” ujar Polmer saat dikonfirmasi, Rabu (30/10/22013). Polmer juga mengakui pengusutan kasus tersebut menemui kendala. Namun, dia memastikan, kendalanya bukan karena intervensi dari pihak-pihak tertentu. “Itu karena kami kekurangan tenaga bukan karena yang lain. Saat ini banyak kasus yang sedang ditangani. Sementara jaksa hanya dua orang. Jadi sabar saja, pasti akan dituntaskan.” TIM GABE

GABE© Januari 2014


HUKUM

Dana Bansos Jelang Pemilu Awas, huintip do ho! Menjelang Pemilu, aliran dana bantuan sosial (bansos) sering mengucur deras. Bentuknya macam-macam, seperti pemberian ternak, peralatan pertanian, bibit, maupun pupuk. Sayangnya, dana yang sejatinya untuk kepentingan sosial kemasyarakatan itu justru digunakan untuk kepentingan segelintir orang. Tobasa tak luput dari cengkeramannya. Awas, huintip do ho!

D

alam periode 2007–2010, anggaran bansos yang disiapkan pemerintah mencapai Rp300,94 triliun yang terdiri atas Rp48,46 triliun di tingkat daerah dan Rp252,48 triliun di tingkat pusat. Dengan alokasi yang sangat besar, dana bansos dinilai sangat rawan dikorupsi. Peluang korupsi dana bansos semakin terbuka lebar karena proses penyusunan dan pelaksanaan APBD yang tertutup. Penggunaan dana bansos sesungguhnya bukan tanpa aturan. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/ 2677/SJ tanggal 8 November 2007 di dalamnya mengatur penggunaan dana bansos. Dalam regulasi ini disebutkan bansos adalah salah satu bentuk instrumen bantuan dalam bentuk uang dan atau barang yang diberikan kepada kelompok atau anggota masyarakat. Bansos juga diperuntukkan bagi bantuan partai politik. Dalam surat edaran menteri juga disebutkan pemberian bansos harus dilakukan secara selektif dan tidak mengikat atau terus-menerus. Terakhir, Mendagri juga menerbitkan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD. Regulasi ini menegaskan pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan penggunaan dana hibah dan bansos. Namun kedua aturan tersebut masih dinilai mudah disimpangi karena tidak ada batasan jumlah anggaran yang disediakan dan tidak jelasnya ketentuan mengenai pengawasan serta pertanggungjawaban penggunaan dana bansos. Terbukti, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I 2010 menemukan sejumlah penyimpangan penggunaan dana bansos di 19 provinsi yang nilainya sangat fantastis mencapai Rp765 miliar. Masuk tiga besar adalah Provinsi Jawa Tengah dengan potensi penyimpangan dana bansos sebesar Rp173,7 miliar, Sumatera Utara sebesar Rp148,44 miliar, dan di Jawa Timur ditemukan penyimpangan senilai Rp89,31 miliar. Temuan terbaru ICW soal korupsi dana bansos terjadi di Provinsi Banten. Pemerintah daerah setempat mengalokasikan anggaran bansos untuk tahun 2011 sebesar Rp51 miliar. Akan tetapi dari 160 penerima dana bansos, Pemerintah Daerah Banten hanya mencantumkan 30 nama lembaga atau kepanitiaan dan tidak didukung oleh alamat yang jelas. Sisanya, sebanyak 130 penerima atau 81,3% penerima bansos,hanya ditulis “bantuan sosial daftar terlampir”. Berdasarkan verifikasi yang dilakukan Indonesia Corruption Watch, pihak kepala daerah yang mencalonkan kembali (incumbent) dan kerabatnya merupakan pihak yang paling diuntungkan secara materiil atas kebijakan pemberian dana bansos tersebut. Modus korupsi dana bansos pada umumnya adalah pemberian bantuan tanpa pengajuan, pemberian

Januari 2014 ©GABE

bantuan melebihi alokasi, pemotongan bantuan, tak adanya pertanggungjawaban penggunaan, dan proposal atau bantuan fiktif. Adapun aktor atau pelaku utama korupsi dana bansos adalah kepala daerah, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, anggota dan pimpinan parlemen daerah. Juga terlibat pengurus yayasan, panitia pembangunan rumah ibadah, lembaga pendidikan, partai politik maupun organisasi masyarakat yang menerima dana bansos tersebut. Dari sekian banyak aktor, incumbent paling sering memanfaatkan peluang ini karena memiliki berbagai akses anggaran resmi daerah dan birokrasi. Berantas Koruptor Bansos DANA BANSOS memang rawan dikorupsi, apalagi menjelang Pemilu 2014. Dengan jumlah yang sangat luar biasa, yakni mencapai sekitar Rp 69,5 triliun pada 2013 ini dan tersebar di 15 kementerian, dana ini sangat menggoda bagi pejabat eksekutif untuk disalahgunakan demi kepentingan terselubung menjelang Pemilu 2014. Dengan menyulap berbagai program bantuan, dana bansos berpotensi digunakan untuk meningkatkan popularitas melalui kebijakan populis. Karena itulah pihak-pihak terkait, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap harus bisa mengawasi alokasi anggaran tersebut, mulai dari perencanaan hingga penyaluran. KPU dan Bawaslu harus tegas, kalau ditemukan dana pemerintah masuk ke parpol atau calegnya maka harus diberi sanksi tegas demi asas fairness. Jangan sampai dana bansos yang seharusnya dikucurkan sepenuhnya untuk bantuan sosial dijadikan modal politik menjelang pemilihan legislatif.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memberantas korupsi dana bansos, yaitu melalui upaya penindakan dan pencegahan. Dari aspek penindakan, terhadap kasus korupsi dana bansos yang terjadi harus segera diproses secara hukum hingga ke pengadilan. Hal ini penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku atau terapi kejut bagi calon pelaku lain yang mencoba mengkorupsi dana bansos. Adapun dari aspek pencegahan, setidaknya ada dua alternatif yang bisa dipilih untuk menghindari terjadinya korupsi atau “perampokan” dana bansos di masa mendatang. Pertama, penghapusan alokasi dana bansos dalam anggaran daerah dan nasional. Usulan ini pernah dilontarkan BPK pada 2010 lalu karena seringnya lembaga ini menemukan penyaluran bansos di daerah yang sebagian besar tidak jelas pertanggungjawabannya. BPK merekomendasikan pos anggaran bantuan sosial dihapus dan diganti dengan metode lain. Kedua, tetap mempertahankan alokasi dana bansos dengan syarat menindaklanjuti hasil kajian KPK tentang dana bansos, khususnya pada bidang regulasi dan tata laksana. Kementerian Dalam Negeri dapat bekerja sama dengan KPK dalam membuat aturan khusus yang terperinci dan ketat perihal pengelolaan dana bansos. Jika tetap dipertahankan, pada prinsipnya penggunaan dana bansos bukan ditujukan untuk kepentingan pejabat atau politisi sehingga harus dikelola secara tertib, sesuai dengan aturan, efektif, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab. Juga wajib diperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaatnya untuk masyarakat. TIM GABE/ICW

05


LAPORAN KHUSUS

SMA Negeri 1 Habinsaran Pendidikan Kunci Kemajuan

S

MA Negeri 1 Habins a r a n adalah salah satu sekolah pendidikan menengah atas yang cukup tua di Kabupaten Tobasa. Sekolah ini berdiri sejak Tobasa masih berada dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Alumninya sudah ribuan, tersebar di segala penjuru kota dengan berbagai profesi. Cukup banyak pula jebolan yang dulu dikenal ‘SMA Kobun’ ini kembali mengabdi di almamaternya sebagai guru. Bahkan, Kepala SMAN 1 Habinsaran saat ini adalah seorang alumnusnya sendiri. Dialah Togar Duharman Panjaitan, S.Pd., M.Si, pria kelahiran Sipagabu, 17 Januari 1972. Untuk tahun ajaran 2013-2014 , terdapat 661 siswa yang menimba ilmu di sekolah ini. Mereka dibagi masing-masing tujuh ruangan untuk kelas satu dan kelas dua, dan enam ruangan di kelas tiga. Totalnya menjadi 20 kelas. Itu artinya, jumlah siswa untuk setiap kelas paling banyak 34 orang. Berbeda dengan era sebelumnya, pembagian jurusan sudah dilakukan pada saat memasuki kelas dua: jurusan IPA dan IPS. “Tahun depan akan menjadi 21 kelas. Kelas tiga akan kita buat menjadi tujuh kelas,” papar Togar kepada GABE di kantornya, pertengahan Januari 2014. Guru yang mengajar di sini berjumlah 43 orang, terdiri dari 29 guru tetap dan 14 tenaga honorer. Selain mengajar di kelas, para guru tersebut juga ditugasi untuk mengembangkan minat dan bakat siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pengembangan diri, olahraga, maupun seni. Untuk meningkatkan pemaha06

tuk keperluan operasional seperti pengadaan buku, komputer, laboratorium, dan biaya perawatan. Kami pun sebenarnya berharap dana BOS bisa digunakan membayar gaji guru honorer, tetapi kalau aturannya sudah begitu, mau diapakan lagi? jawab Togar.

man siswa di bidang teknologi, sekolah ini dilengkapi 36 perangkat komputer. Mesin genset juga tersedia di sana guna mengantisipasi padamnya listrik yang belakangan melanda seluruh Provinsi Sumut. Karena masih mengandalkan tenaga honorer baik guru maupun non guru, setiap siswa dipungut uang partisipasi sebesar Rp 37 ribu ditambah Rp 8 ribu untuk OSIS per bulan. “Totalnya Rp 45 ribu sebulan. Itu disebut uang komite, dan diputuskan bersama antara sekolah dan orangtua siswa. Sehingga tidak ada paksaan,” ujar Togar. Bagi sebagian orangtua siswa, uang partisipasi sebesar Rp 45 ribu sebulan terasa memberatkan. Apalagi, setiap tahunnya sekolah ini mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ratusan juta rupiah, disesuaikan dengan jumlah siswanya. Satu siswa sama dengan sejuta rupiah. Itu artinya, tahun ini SMAN 1 Habinsaran mendapat kucuran dana BOS sebesar Rp 661 juta atau Rp 55 juta per bulan. “Masalahnya, dana BOS itu tidak bisa dipakai untuk menggaji guru honorer. Itu sudah aturannya. Tetapi un-

Lagipula, Togar menegaskan, uang komite selalu diputuskan sekolah dan orangtua, termasuk 13 anggota komite sekolah. Ketigabelas anggota komite sekolah ini merupakan perwakilan orangtua, masyarakat, guru, dan siswa. Apa saja syarat dan bagaimana proses seleksi anggota komite sekolah? “Syaratnya adalah masyarakat yang peduli tentang pendidikan. Mereka dipilih orangtua siswa, bukan sekolah yang menunjuk.” Menurut dia, besarnya uang komite yang dikeluhkan orangtua siswa sebenarnya kurang tepat. Pasalnya, hampir setengah dari siswanya memperoleh beasiswa yang nilainya bisa mencapai Rp 1 juta per semester. Setiap siswa yang orangtua memegang kartu penjaminan sosial (KPS) dipastikan memperoleh beasiswa. Dari anak yatim, piatu, yatim piatu, dan siswa yang orangtuanya bukan PNS. “Itu beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan itu langsung masuk ke rekening siswa bersangkutan. Yang penting tergolong miskin, bukan berdasarkan prestasi akademik. Walaupun pintar tetapi berkecukupan tidak dapat beasiswa. Nah, untuk siswa yang pintar tetapi orangtuanya berkecukupan, kita dorong agar berprestasi di tingkat kabupaten,” Togar menguraikan. GABE© Januari 2014


Di pihak lain, keluhan orangtua terhadap tingginya uang sekolah di SMAN 1 Habinsaran pada prinsipnya akan sirna bila kualitas pendidikan ikut meningkat. Salah satu indikator meningkatnya mutu pendidikan bisa dinilai dari persentase siswanya yang berhasil menembus ujian universitas negeri. Saat ini, persentasenya masih di titik 14 persen, dari 200an siswa yang lulus setiap tahunnya. Namun, sambung Togar, hal itu bukan semata-mata karena faktor sekolah. “Masih banyak orangtua yang merasa tidak sanggup menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi sehingga anaknya pun akhirnya tidak ikut ujian ke perguruan tinggi. Dari 221 siswa kelas tiga yang lulus, paling banyak 100 orang yang mencoba ikut ujian ke perguruan tinggi. Di sinilah dilematisnya, persentase harus dihitung berdasarkan jumlah siswa yang lulus sekolah, bukan dari yang ikut ujian ke perguruan tinggi,” katanya. Untuk itu, Togar berharap agar orangtua siswa tetap mendorong anaknya untuk terus giat belajar. Ia percaya, anak-anak Habinsaran memiliki tingkat kecerdasan yang lumayan dibandingkan dengan wilayah lainnya di Tobasa. Akan tetapi, peran orangtua dengan memberikan semangat terhadap anaknya merupakan syarat mutlak yang tak bisa dilupakan. “Sekolah itu hanya memoles saja sebenarnya. Kami tidak akan bisa berbuat banyak kalau siswa sudah tidak mendapat bimbingan yang cukup di keluarga,” tukas Togar.

Mendorong Jurusan IPS Agar Lebih Percaya Diri SUDAH CUKUP LAMA jurusan IPS khususnya di SMA Negeri 1 Habinsaran, Tobasa mengenyam ‘kelas bandel’. Mayoritas siswa yang memilih jurusan IPS adalah mereka yang minat belajarnya lebih rendah ketimbang jurusan IPA. Ternyata, stigma negatif seperti itu masih berlangsung hingga kini. Juga terjadi setelah pembagian jurusan dilakukan pada kelas dua SMA. “Ya itu masih terjadi sampai sekarang. Faktanya memang siswa IPS lebih bandel dari jurusan IPA,” ungkap Kepala SMAN 1 Habinsaran, Togar Duharman Panjaitan, S.Pd., M.Si di kantornya kepada GABE, pertengahan Januari 2014. Menurut Togar, hal itu terjadi karena kurangnya pembinaan siswa di keluarga maupun karena pengaruh masyarakat sekitar. Sejak kecil, siswa sudah diajarkan bahwa IPS merupakan jurusan yang lebih santai. Sedangkan jurusan IPA diwajibkan belajar keras. Akibatnya, siswa menjadi takut untuk memilih IPA. Faktor lainnya, siswa sejak kecil terlanjur dimanjakan seperti diberikan uang jajan berlebih dan kurangnya pengawasan orangtua terhadap perilaku anak. “Istilahnya, dia bukan bodoh tetapi karena aktualisasi dirinya menjadi ke negatif karena faktor keluarga,” papar Togar. IP/GABE

Kisah Sedih Basri Pardosi Penjaga Sekolah SMAN 1 Habinsaran

B

asri Pardosi tampak lemas, badannya kurus kering. Namun, semangatnya masih tetap membara seperti ia masih aktif sebagai anak pasaran di Parsoburan. Ya, Basri dulunya adalah pria yang kekar tinggi, dadanya berbulu, yang sehari-hari menghabiskan waktunya di Pasar Parsoburan. Ia menekuni profesi ‘agen’ sebutan masyarakat setempat bagi mereka yang bertugas di loket angkutan umum. Kehidupan keras tentu saja sudah biasa bagi Basri. Meski begitu, Basri bukanlah pria yang sangar dan tidak pandang bulu. Ia tetap bersahaja meski tampangnya memang cukup garang. Belakangan, Basri Pardosi tarik diri dari kehidupan bebas di pasaran. Bukan apa-apa, ia kini menderita penyakit gula yang membuat dirinya menjadi kurus. Sejak 2006, Basri akhirnya menekuni profesi sebagai penjaga sekolah SMA Negeri 1 Habinsaran, tak jauh dari rumahnya. Terpilihnya Basri sebagai penjaga sekolah tentu saja bukan karena latarbelakangnya sebagai anak pasaran. Namun, hal itu tidak terlepas dari sejarah SMA itu sendiri. “Bapak saya menyerahkan lahan ini kepada pemerintah untuk dijadikan sekolah,” ujar Basri kepada GABE, pertengahan Januari. Itulah alasan kenapa Basri diberikan kepercayaan untuk menjaga sekolah. Sebagai penjaga sekolah, Basri bertugas membuka dan mengunci seluruh ruangan kelas. Tiap bulannya, Basri diberikan honor sebesar Rp 900 ribu. “Awal-awal aktif, gaji saya hanya Rp 700 ribu,” tambahnya. Meski digaji tak seberapa, Basri tetap bersyukur. Apalagi, dengan kondisinya saat ini, ia tidak mungkin kembali ke arena pasaran ataupun bekerja di ladang. Basri sedikit terbantu karena istrinya membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya. Berdagang jajanan dan keperluan sekolah. Namun, Basri punya permintaan kepada pemerintah Tobasa. Ia ingin diangkat sebagai PNS. “Anggaplah sebagai balas jasa kepada keluarga kami yang telah bersedia memberikan lahan ini kepada pemerintah. Saya tidak menuntut gaji yang tinggi, tetapi setidaknya angkatlah saya sebagai PNS.” Impian Basri bukanlah omong kosong. Dari latar belakang pendidikan, ia juga jebolan SMA Negeri 1 Habinsaran. Secara administratif, ijazahnya sudah cukup kalau hanya untuk posisi penjaga sekolah. Sebenarnya, kata Basri, ia sudah mengajukan permohonannya agar diangkat sebagai PNS. Sayang, belum mendapat tanggapan dari pemerintah Tobasa. “Mudah-mudahan, permintaan saya ini didengar pemerintah. Saya percaya pemerintah akan mendengar,” Basri berharap. IP/GABE

Januari 2014 ©GABE

07


P

R

O

Maddenleo T Siagian Hidup Itu Mengalir Saja...

Sebagai pemuda asal Habinsaran, Maddenleo T Siagian yang akrab disapa Madden sejatinya masih tergolong baru di Jakarta. Terhitung sejak 2004, usai meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun, kepak sayap Madden di dunia hukum khususnya sebagai pengacara perlahan merangkak naik. Kata kuncinya, ia menjalani hidup apa adanya. Mengalir seperti air. Sebuah contoh yang layak ditiru kaum muda Habinsaran.

M

adden Siagian & Partners Law Firm. Itulah nama kantor pengacara yang didirikan Madden pada 2012. Keputusan membuka kantor pengacara sendiri untuk seumur Madden masih jarang ditemui utamanya di Jakarta. Tetapi tunggu dulu. Keputusan membuka kantor sendiri sebenarnya tidak terlalu direncanakan Madden. Ia mengaku, dirinya justru berniat mandiri sebagai pengacara pada umur 40 tahun. Nyatanya, impian tersebut tercapai di saat ia berumur 32 tahun. “Itu mengalir saja. Meski ada juga faktor hitung-hitungannya,” ujar Madden kepada GABE, pertengahan Desember 2013. Hitung-hitungan yang dia maksud antara lain pengalaman dan kemampuan yang dimiliki. Sebelumnya, pria yang hobi bermain bola dan penggemar otomotif ini memang sudah wara-wiri di kantor pengacara. Awal terjun ke dunia hukum, ia bergabung dengan Makes & Partners Law Firm, firma hukum yang mengkhususkan transaksi pasar modal, investasi asing dan merger/akuisisi. Di sinilah awal mulanya berkiprah sebagai pengacara. Spesialisasi yang menjadi makanan sehari-hari Madden adalah hukum perdata dan komersial, yang mengurusi bagian litigasi dan kepailitan. Lulusan SD Inpres Habinsaran ini juga pernah bergabung di kantor pengacara Timotius Tumbur Simbolon & Partners Law Firm. Tak hanya pengacara pada kantor hukum saja yang pernah dilakoninya. Ia juga pernah mencicipi pengalaman sebagai pengacara korporasi. Itu dialaminya saat bekerja pada PT Sampoerna Telekom Indonesia. Dengan demikian, Madden sudah tahu betul bagaimana perjanjian kontrak hukum dibuat dan dijalankan sebuah perusahaan. Namun, panggilan jiwa Madden sepertinya bukan sebagai pengacara korporasi. Dia lebih senang menjadi pengacara pada kantor hukum. “Tantangannya lebih banyak dan seru,” katanya. Itu pula sebabnya Madden kemudian bergabung pada kantor hukum Gani Djemat & Partners Law Firm. Pengalaman dan jaringan kerja pria jebolan SMAN 2 Medan ini pun

08

semakin kuat dan luas. Sudah banyak kasus hukum yang dia selesaikan. Keliling Indonesia menjadi agenda rutin yang secara otomatis memupuk pengetahuan dan wawasannya. Berkat tangan dinginnya sejumlah korporasi asing maupun lokal seperti BUMN telah berhasil ditanganinya. Di antaranya, The New York Times Company, PT. Istaka Karya (Persero), PT. Timah Investasi Mineral (Persero), PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Garuda Indonesia (Persero), PT. Hutama Karya (Persero), PT. Bursa Komoditi & Derivatif Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), PT. Bank Permata, Tbk., PT. Jabatex, PT. Djonitex, PT. Astra Sedaya Finance, PT. Carrefour Indonesia, PT ISS Indonesia/PT. Integrated Facility Services, PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero), PT. Krakatau Steel, PT. Pembangunan Jaya Ancol, Assosiasi Pertekstilan Indonesia (API). “Akhirnya saya membuka kantor sendiri pada 2012. Saya ingin mandiri sekaligus menerapkan pengalamam yang telah saya dapatkan selama ini, dan yang terpenting bisa menjadi pengusaha di bidang hukum,” urai pemegang master magister hukum bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini. Menurut Madden, pilihan membuka kantor pengacara sendiri bukanlah sesuatu yang terlalu istimewa. Bagi dia, pilihan profesi sebagai pengacara pada akhirnya memang harus memiliki cita-cita membuka kantor sendiri. Terpenting, lanjut dia, adalah terus-menerus mengasah kemampuan dan kompetensi diri sekaligus membangun jaringan (networking). Ia meyakini, karir seseorang sangat jarang karena faktor keberuntungan. Tidak ada yang datang tiba-tiba. Sebaliknya, apapun profesinya, semua tergantung pada diri sendiri. “Hal ini yang perlu mungkin dipahami generasi muda termasuk saya. Bahwa apa yang ingin diraih memang harus direncanakan dan dipersiapkan sejak awal, harus dapat memprediksi satu tahun lima tahun bahkan sepuluh tahun ke depan. “Anak-anak Habinsaran harus dipersiapkan sejak dini agar impian itu bisa tercapai. Jangan sampai masuk ke sebuah perguruan tinggi tetapi belum punya gambaran tentang profesinya kelak,” tutur dia.

Alumni SMPN 1 positif terkait b Batak menempuh Dia tidak khawati sarjana hukum ti pekerjaan yang te ja di dunia hukum “Yang penting pun

GABE© Januari 2014


O

F

I

L

Habinsaran ini juga berpendapat berbondong-bondongnya pemuda h pendidikan di jurusan hukum. ir banyaknya orang Batak bergelar idak sebanding dengan lapangan ersedia. Pasalnya, kesempatan kerm masih terbuka lebar di Indonesia. nya kemampuan. Itu kuncinya.�

Hal menarik lain yang pantas menjadi teladan bagi generasi muda Habinsaran adalah kepeduliannya terhadap bona pasogit. Madden tidak lantas lupa diri terhadap apa yang diperolehnya saat ini. Di pihak lain, dirinya tetap berusaha memberikan perhatian untuk kampung halaman. Paling tidak dia bersedia memberikan pandangan-pandangannya

Januari 2014 ŠGABE

terkait perkembangan terkini di Habinsaran. “Kalau bukan kita lagi yang memberikan perhatian, lalu siapa lagi?� pungkas Madden. IP/GABE

09


POLITIK

UU Desa Disahkan

Pemerintah Guyur Rp 600 Juta Tiap Desa

R

ancangan Undang-undang (RUU) Desa akhirnya disahkan DPR menjadi UU Desa pada Rabu (18/12/2013). UU ini akan mulai berlaku pada 2014. Dengan pengesahan tersebut, desa tidak lagi menjadi objek tetapi subjek pembangunan. Tiap tahun, setiap desa akan mendapat dana Rp 600 juta. UU Desa diharapkan bisa mendongkrak laju pembangunan terutama di daerah terpencil Indonesia. Khusus untuk Habinsaran, Borbor, dan Nassau, UU Desa tentunya membawa kabar baik. Pembangunan desa yang tersebar di tiga kecamatan tersebut akan semakin menggeliat. Selama ini, dana untuk desa memang sudah dianggarkan kementerian dan lembaga. Alokasi dana untuk desa meliputi Pendapatan Asli Desa, APBD, Dana Perimbangan dan Dana Dekonsentrasi. Dengan UU Desa, anggaran tersebut dipastikan akan bertambah. Sumber APBN yang akan dialokasikan ke desa tercantum dalam Pasal Nomor 72 UU Desa. Pasal itu menjelaskan bahwa dana alokasi desa yang berasal dari APBN, diambil sebesar 10 persen dari dana on top (dana dari dan untuk transfer daerah). Istilah dana on top adalah dana anggaran pusat dari kementerian dan lembaga yang selama ini juga mengalokasikan programprogram untuk desa. Dari dana on top yang dialokasikan oleh kementerian dan lembaga untuk desa adalah sebesar Rp 42 Triliun dan tentu setiap tahun berubah. “Kalau Rp 42 Triliun dibagi 73 ribu desa maka akan ketemu angka kurang lebih 600-an juta per desa,” ujar Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Khotibul Umam Wiranu di Jakarta. Namun, Khotibul menambahkan, dana yang diperuntukkan untuk tiap desa tidak akan sama dan akan dibagi secara merata dan berkeadilan. “Merata yang dimaksud ialah semua desa mendapat alokasi dana APBN, tetapi ada indeksnya. Dalam penjelasan disebutkan misalnya antara lain variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, kesulitan geografis, dan luas wilayah.” Disebutkan, pengelolaan keuangan desa selanjutnya akan dilimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk. Dalam Pasal 73 UU Desa dis010

ebutkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa. Pada ayat (2) disebutkan, RAPBD Desa diajukan kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Musyawarah Desa. Sedangkan pengawasan anggaran Desa dilakukan oleh kabupaten. Rawan Korupsi SETIAP UU, selalu saja menimbulkan pro kontra. Khusus UU Desa, hal yang sangat dikhawatirkan adalah ketidakmampuan perangkat desa mengelola uang hingga ratusan juta. Anggota DPR dari PKS Nasir Djamil merasa was-was, dengan anggaran desa yang begitu besar akan membuat korupsi di desa juga ikut membesar. “Mendagri harus memberikan pelatihan kepada kepala desa cara pengelolaan uang. Jangan sampai banyak kepala desa masuk penjara. Cukuplah gubernur yang banyak masuk penjara,” kata Nasir Djamil. Peringatan serupa juga dilontarkan anggota DPR Maruarar Sirait. Politisi PDIP ini mengatakan, anggaran untuk desa bisa menjadi persoalan karena tidak semua desa punya kemampuan tata kelola anggaran dengan baik dan akuntanbel. “Bagaimana mekanisme pertanggunjawabannya? Jangan sampai aparat desa terkena masalah korupsi,” kata Maruarar kepada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/12).

Menurut dia, desa di Indonesia memiliki kompleksitas karakter sosial budaya yang beragam. Dalam hal ini, penting bagi pemerintah untuk mendampingi masyarakat desa dalam berbagai proses musyawarah anggaran. “Jadi musyawarahnya benar-benar dikawal. Penting sekali dikeluarkan peraturan pemerintah,” ujarnya. Untuk itu, dia meminta pemerintah bekerja keras melakukan sosialisasi pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran desa ke masyarakat desa. Selain agar akuntabel, hal ini untuk menghindari kepentingan politik tertentu yang mungkin terjadi dalam proses penyerapan anggaran oleh pengurus desa. “Jangan sampai ditunggangi kepentingan politik tertentu,” katanya. Problem lain UU Desa, ujarnya, ada pada tidak adanya ketersediaan anggaran di APBN 2014. Hal ini menurut Maruarar karena UU Desa diketuk setalah anggaran APBN 2014 disahkan. Maruarar mengatakan, dia tidak mempersoalkan apakah pencairan dana desa akan disahkan sebelum pemilu atau tidak. Menurutnya, yang terpenting adalah mekanisme dan transparansi anggaran yang jelas. “Pencairan sesudah atau sebelum pemilu tidak masalah,” ujar Maruarar. TIM GABE

GABE© Januari 2014


Berstatus Jalan Provinsi, Aspal di Lumban Rau Kurang Diurus Rau baik menuju Parsoburan maupun Borbor banyak digunakan para pengendara. Namun itulah kondisinya, jalan aspal terlihat tidak terurus. Berbeda dengan jalan setelah memasuki wilayah Kecamatan Borbor, yang secara umum sudah layak dilintasi. Begitu pula jika Anda memasuki wilayah Habinsaran, dan Kecamatan Nassau yang sudah relatif bagus. Konon, buruknya kondisi jalan Lumban Rau karena statusnya yang berubah dari jalan kabupaten menjadi jalan provinsi. Dengan begitu, pembangunan maupun perawatannya diserahkan kepada pemerintah Provinsi Sumut, bukan lagi kepada Pemkab Tobasa. “Saya sebenarnya sudah berjuang untuk mempertahankan agar statusnya tetap sebagai jalan kabupaten, tetapi apa boleh buat tidak berhasil,� keluh Gumontan Pasaribu, anggota DPRD Tobasa yang bermukim di Borbor kepada GABE, pertengahan Januari 2014.

ika Anda hendak menuju Borbor melalui Lumban Rau menggunakan kendaraan, siap-siap saja melaju pelan dan lebih sering melakukan manuver. Menghindari lubang bahkan kubangan di tengah jalan aspal. Padahal, jalur Lumban

Desas-desus yang beredar, buruknya jalan di Lumban Rau juga tidak terlepas dari peristiwa politik pada Pilbup Tobasa 2010. Saat itu, masyarakat Lumban Rau ramairamai mendukung calon wakil bupati yang berasal dari daerah tersebut. Namun sayang, sang wakil bupati kandas di arena pertarungan. Sebagai ganjarannya, sang bupati terpilih mengunci akses pembangunan ke daerah itu. IP/GABE

Menuju Pilbup Tobasa 2015: Monang Sitorus Kembali?

P

emandangan sepanjang jalan di wilayah Tobasa terasa berbeda di penghujung tahun 2013. Di samping maraknya spanduk dan baliho para caleg lengkap dengan segala janjinya, Bupati Tobasa 2005-2010 Monang Sitorus juga tak ingin ketinggalan. Baliho bergambar Monang dan istrinya turut serta menghiasi jalanan hingga ke pedalaman Tobasa. Diketahui, Monang pernah tersandung korupsi Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3 miliar saat ia menjabat Bupati. Ia masuk bui setelah ia dikalahkan Kasmin Simanjuntak pada Pilkada Bupati Tobasa 2010. Saat Monang menjabat, harus diakui kemajuan Tobasa cukup pesat. Khusus di Habinsaran, Borbor, dan Nassau, Monang mengukir sejumlah prestasi. Di Habinsaran, ia menaikkan kelas Puskesmas Habinsaran menjadi Rumah Sakit Mini, yang selanjutnya bisa menampung pasien rawat inap. Hal ini sejalan dengan visi misinya bertajuk TOBAMAS, Toba Maju, Adil, dan Sejahtera. Ia memang sangat peduli dengan kesehatan. Di Borbor, Monang juga meresmikan perkebunan ubi racun seluas 800 hektar milik PT Pancasona, serta perkebunan jagung seluas 600 hektar di Natumikka. Sedangkan di Nassau, PT Inpola yang mengelola pembangkit listrik minihidro, juga diresmikan Monang Sitorus. Baliho ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru dari Monang Sitorus dan istrinya memang terlihat sederhana. Akan tetapi, sepertinya Monang masih ingin kembali ke panggung politik Tobasa. Apakah Monang masih dirindukan masyarakat Tobasa? IP/GABE Januari 2014 ŠGABE

011


Kecamatan Borbor

Lari Kencang Si Anak Pertama

G

eliat kehidupan di Kecamatan Borbor terus berdenyut. Borbor yang terdiri dari 15 desa ini boleh disebut berlari lebih kencang ketimbang adiknya, Kecamatan Nassau. Bahkan, hampir menyamai kecamatan induknya, Habinsaran. Di awal tahun 2014, tim GABE membidik sejumlah potret kehidupan di Borbor. Sebuah bingkai realitas yang menggambarkan kemajuan. Sejak lama, Borbor memang sudah berbeda dengan desa lainnya ketika masih berada dalam pangkuan Habinsaran. Dari sisi bisnis ekonomi, Borbor sudah lama berdiri sendiri dalam hal pengadaan pekan (onan) yang digelar setiap Sabtu. Tidak lagi tergantung dengan onan Selasa di Habinsaran. Sama halnya dengan urusan keagamaan. HKBP sebagai denominasi gereja terbesar bagi orang Batak juga demikian. HKBP Resort Borbor sudah berdiri cukup lama. Soal kesuksesan dalam hal materi, anak rantau Borbor juga boleh disebut juara. Rekson Sitorus, anak rantau Borbor, merupakan perantau yang dikenal luas di Jakarta.

jadi wilayah yang sangat terbuka, dan pada akhirnya merangsang pertumbuhan ekonomi.

Begitulah, Borbor yang masyarakatnya mengandalkan komoditas pertanian kopi, kemenyan, dan andaliman ini kian berlari kencang. Tak lama lagi, Borbor bakal semakin istimewa dengan dibukanya akses desa Rianiate, Borbor menuju Kecamatan Garoga, Tapanuli Utara. Dengan demikian, Borbor akan men-

Namun, ada sedikit catatan untuk Borbor. Ya, Kantor Camat Borbor tampak kurang terurus. Kondisi bangunannya jauh dari layak sebagai kantor pemerintahan. Gedung berbentuk huruf U yang diapit lahan kosong tersebut terlihat lusuh dengan kaca nako yang rusak di sana-sini. Belum lagi cat putih yang mulai memudar terkena lumpur di musim penghujan. PP/GABE

Potret Pendidikan SMA Negeri 1 Borbor

S

MA Negeri 1 Borbor berdiri sejak 2004, setelah Kecamatan Borbor diresmikan pada 2002 hasil pemekaran dari Kecamatan Habinsaran, Tobasa. Saat ini, SMA Borbor mempunyai siswa 331 orang dengan 12 ruangan kelas. Siswanya berasal dari desa sekitar Borbor seperti Lumban Rau, Batu Na Bolon, Natumikka, Hutagurgur, maupun Rianiate. Kebanyakan dari siswa sudah menggunakan kendaraan roda dua untuk menempuh

012

sekolah. Tidak lagi memilih indekos di rumahrumah penduduk ataupun ‘marjabu kosong’. Sekolah yang kini dikepalai Benni Marusaha Pardosi yang akrab disapa BM, ini berdiri di sisi kiri jalan menuju Borbor, sekira 2 kilometer dari Kantor Camat Borbor. Hal yang patut diacungi jempol adalah siswa alumni Borbor sudah lumayan banyak yang sukses menempuh pendidikan tinggi di universitas negeri. Bahkan hingga ke Universitas Cendrawasih, Papua. Lainnya memilih di universitas yang terdapat di Kalimantan.

Tak jauh berbeda dengan SMAN 1 Habinsaran, BM Pardosi juga mengeluhkan rendahnya keinginan orangtua untuk menyelolahkan anaknya hingga ke tingkat universitas. Dampaknya, minat belajar siswa pun menjadi kurang optimal. “Alasan ekonomi orangtua menjadi alasan utamanya. Namun kami tetap mendorong agar siswa tetap belajar giat. Toh, ini semua demi kemajuan mereka sendiri,” harap BM Pardosi kepada GABE di kantornya, pertengahan Januari. IP/GABE

GABE© Januari 2014


Nasional

Provinsi Tapanuli

P

Satu Ranjang Dua Mimpi

embentukan Provinsi Tapanuli (Protap) kembali mengemuka setelah DPR mengesahkan RUU Protap bersama sejumlah Daerah Otonomi Baru (DOB) lain di seluruh Indonesia, yang di dalamnya juga termasuk Provinsi Kepulauan Nias. Khusus untuk Protap yang pernah diperjuangkan hingga menelan korban jiwa, rasa-rasanya memang harus kembali melewati jalan berliku. Inilah Provinsi Tapanuli, satu ranjang dua mimpi. Siapa sangka, memori masa lalu dihidupkan lagi menjelang Pemilu 2014.Ya, pada 2009 silam, Ketua DPRD Sumut Abdul Aziz Angkat meninggal dunia di tengah pro kontra pembentukan Protap. Wafatnya Aziz juga diikuti dengan mangkraknya pembentukan Protap. Namun, dengan disahkannya RUU Protap, juga sekaligus menjadi pertaruhan; apakah Protap akan mulus atau juga kembali kandas di tengah jalan. Euforia pembentukan Protap memang sangat bisa dirasakan khalayak, khususnya bagi mereka yang berasal atau bermukim di kawasan Tapanuli. Bekas Keresidenan ini dianggap sudah pantas berdiri sendiri sebagai provinsi. Kepantasan itu diukur dari luas wilayah, jumlah penduduk, dan yang paling utama adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Maka tidak heran masyarakat di Tapanuli sudah sejak lama merindukan Protap. Begitu juga dengan anak rantau Tapanuli. Hal penting yang perlu dijelaskan kepada masyarakat luas adalah mengenai kondisi kawasan Tapanuli saat ini, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, pelayanan, infrastruktur, dan lain sebagainya. “Semua aspek itu harus disampaikan ke publik, bagaimana kondisinya sekarang ini. Lantas, bagaimana target setelah Protap nanti terbentuk. Target lima tahun kondisi kesehatan masyarakat bagaimana, kondisi pelayanan publik bagaimana, dan seterusnya,” ujar Doktor Sosiologi UI, Kastorius Sinaga di Jakarta, (6/11). Hinca Panjaitan, seorang politisi Demokrat juga sangat yakin pembentukan Protap Januari 2014 ©GABE

mampu ampu mempercepat pembangunan. Ini didukung oleh beroperasinya Bandara Udara Kuala Namu Internasional Airport (KNIA), lengkap dengan ruas jalan tol sebagai penghubung. Artinya hanya dengan memerpanjang luas jalan tol yang ada hingga ke Pematang Siantar, maka pariwisata di Danau Toba akan kembali menggeliat. Namun, sambung Hinca, tentunya infrastruktur jalan perlu ditambah dengan sejumlah pembangunan lain. Di antaranya perlu dibangun paling tidak hingga 25-50 hotel di daerah Danau Toba. Jika ini terwujud, maka pertemuan-pertemuan kelas dunia yang selama ini diselenggarakan di Bali, bisa berpindah ke wilayah Danau Toba. Masih banyak komentar positif yang disampaikan para tokoh Batak di tanah rantau. Kesimpulan mereka, Protap akan mampu membawa perubahan bagi masyarakat Tapanuli. Akan tetapi, ada pula yang tidak setuju dengan Protap. Ketidaksetujuan itu bahkan datang dari seorang politisi senior PDIP, Sabam Sirait. Pria yang sangat dekat dengan Megawati ini justru khawatir dibentuknya Protap akan menimbulkan masalah baru. “Saya dari Tapanuli tidak setuju ada Provinsi Tapanuli, buat apa? Kalau Aceh punya sejarah sendirilah, kita terima itu, walaupun sebenarnya itu tidak baik. Kita tidak boleh berpisah satu sama lain,” ujarnya di Gedung DPR, Kamis (31/10). Menurut Sabam, pemekaran belum tentu

membuat suatu daerah bisa menjadi lebih makmur. Itu sebabnya, dia mengkritik pemerintah yang terkesan dengan mudah memekarkan sebuah wilayah. “Kita harus memelihara persatuan kita. Sekarang mau dibentuk begitu banyak kabupaten dan provinsi apakah sudah dipertimbangkan. Jangan kira mudah mempersatukan bangsa. Tapi sesuatu yang tidak mudah harus kita capai dengan mati-matian. Jangan terlalu ada yang jauh di bawah kemiskinan,” tukas dia. Peringatan potensi konflik saat pembentukan Protap juga datang dari pengamat politik Sabar Sitanggang. Jika tidak dijembatani dengan dialog, bukan tidak mungkin kerusuhan 2009 akan kembali terulang. “Saya yakin, begitu RUU Protap mulai dibahas lagi, maka akan muncul lagi tarik-menarik, pro kontra. Potensi konflik sosial masih ada. Jangan sampai ada korban lagi,” katanya di Jakarta, kemarin (31/10). Untuk menghindari main klaim bahwa kubunya mewakili suara rakyat, pilihan menggelar jajak pendapat alias referendum sepertinya cocok diterapkan. “Saya sarankan dilakukan saja referendum. Rakyat Sumut ditanya, setuju atau tidak dengan Protap. Jika sudah ada hasil jajak pendapat, semua pihak harus menerima,” ujar dia. Isu pembentukan Protap memang selalu mengundang pro kontra. Konon, terlalu banyak kepentingan yang terlibat di dalamnya. Entah kepentingan politik atau ekonomi. Atau mungkin dua-duanya. Namun yang jelas, terbentuknya Protap hanya akan terjadi apabila seluruh elemen masyarakat bisa bersatu padu. Masyarakat Tapanuli tidak boleh satu ranjang tetapi berbeda mimpi. Cukup satu mimpi. Provinsi Tapanuli. BS/GABE

013


Pendidikan

Pantur Silaban

Si Jenius Fisika dari Tanah Batak “Hanya ada dua jenis manusia yang diterima di Syracuse. Yang pertama Yahudi, yang kedua adalah orang pintar. You tahu, saya bukan Yahudi.”

agang dan buta huruf hanya mengatakan, Kamu terserah pilih apa. Kami hanya bisa membantu menyekolahkan. Saran saya ambil bidang yang kamu suka,” begitu pesan ayah dan ibunya, pasangan Israel Silaban dan Regina br. Lumbantoruan.

S

ekali peristiwa di awal dasawarsa lima puluhan. Seorang murid SMP di Sidikalang terpana pada keterangan guru ilmu alamnya. “Sinar yang masuk dari udara ke dalam air selalu dibelokkan.” Lakilaki remaja itu pun bertanya: mengapa? Tak ada jawaban memadai.

Hukum Snellius mengenai pembiasan itu adalah awal kecintaan Pantur Silaban mempelajari fisika. Karena tak ada jawaban jitu dari sang guru, ia pun bernazar akan menggeledah rahasia alam melalui studi fisika di kemudian hari. Minat Pantur melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi setelah lulus SMA ikut pula bergerak. Selain mendalami fisika, ia berhasrat pula mempelajari teologi. Meninggalkan Sumatera selepas sekolah lanjutan atas, pria kelahiran Sidikalang, 11 November 1937 itu mampir di Jakarta membekali diri mengikuti ujian saringan masuk sekolah tinggi teologi. “Anehnya, saya sakit selama di Jakarta mempersiapkan diri masuk ke sana,” katanya. Perjalanan diteruskan ke Bandung. Tujuannya satu: kuliah fisika di ITB. Dia diterima di sana. Pantur memilih fisika karena dia memang menyukainya. Bukan karena permintaan orangtua atau saudara. “Ayah saya yang ped-

014

Dalam tempo enam setengah tahun, waktu optimal pada zaman itu merampungkan kuliah tingkat sarjana. Pantur lulus pada 1964 dan berhak menyandang gelar doktorandus dalam fisika. Ia langsung diterima sebagai anggota staf pengajar Fisika ITB. Selama kuliah kecenderungannya pada bidang tertentu dalam fisika mulai terbentuk. Pantur amat menggandrungi matematika murni dan mata kuliah yang tergolong dalam kelompok fisika teori, seperti mekanika klasik lanjut, teori medan elektromagnetik, mekanika kuantum, dan teori relativitas Einstein. Maka, ketika datang kesempatan studi lanjut di Amerika Serikat pada tahun 1967, tujuannya sudah jelas. “I go there just for the General Relativity Theory, no other things,” katanya. “Itu yang ada di benak saya waktu itu.” Siapakah fisikawan yang paling tepat menuntunnya belajar Relativitas Umum Einstein di tingkat doktor? Dan di perguruan tinggi manakah fisikawan-fisikawan itu bermarkas di Amerika Serikat? Albert Einstein (1879-1955) pada saat itu sudah 12 tahun di alam baka. Tapi, semasa hidupnya ia salah satu pendiri sekolah-semacam fakultas-yang menjadi tempat khusus mempelajari teori gravitasi dan Relativitas Umum Einstein. Sekolah itu berada di bawah Universitas Syracuse, New York dan termasyhur sebagai pusat studi gravitasi dan Relativitas Umum yang pertama dan terkemuka di dunia, bahkan sampai saat ini. Di sana mengajar teman-teman dan murid-murid dekat Einstein, antara lain Peter Gabriel Bergmann. Dia fisikawan pertama yang menulis buku daras tentang Relativitas Umum Einstein. Karya Bergmann itu, Introduction to the Theory of Relativity, mendapat tempat khusus di kalangan fisikawan teoretis dengan spesialisasi teori gravitasi atau Relativitas Umum. Selain dianggap sebagai salah satu buku babon tentang relativitas, kitab inilah satu-satunya tempat di mana Einstein pernah menulis

kata pengantar. Pantur diterima di sekolah itu. Tentang pentingnya kedudukan sekolah gravitasi Universitas Syracuse itu, Dr. Clifford M. Will dari Universitas Washington di St. Louis seperti dikutip The New York Times (23 Oktober 2002) ketika menurunkan obituari atas Peter G. Bergmann menulis sebagai berikut: “Pada masa-masa akhir 1940an Syracuse adalah tempat yang tepat untuk bekerja dalam Relativitas Umum karena tak ada tempat lain di dunia yang melakukannya.” Pantur beruntung karena Bergmann bersedia menjadi ko-pembimbing untuk disertasinya. Dengan demikian, Pantur merupakan fisikawan Indonesia yang berguru langsung kepada murid dan kolega Einstein dalam Relativitas Umum. Ia merupakan satu dari 32 mahasiswa dari seluruh dunia yang mempelajari Relativitas Umum di Syracuse dengan Bergmann sebagai pembimbing atau ko-pembimbing dalam kurun tahun 1947-1982. Tak salah kalau orang menyebutnya sebagai cucu murid Einstein. Adapun pembimbing utamanya lebih muda dari Bergmann, tapi juga raksasa dalam Relativitas Umum. Dialah Joshua N. Goldberg. Nama-nama itu terasa Yahudi. Universitas Syracuse memang didominasi oleh orangorang Yahudi, baik dosen maupun mahasiswanya. Sekali waktu dalam sebuah kuliah, Pantur menggambarkan almamaternya itu dengan lelucon segar yang tentu saja didasarkan pada fakta: “Hanya ada dua jenis manusia yang diterima di Syracuse. Yang pertama Yahudi, yang kedua adalah orang pintar. You tahu, saya bukan Yahudi.” Di Syracuse selain mendalami fisika teoretis, Pantur juga menyerap etos belajar dan etos kerja orang-orang Yahudi di sana. Meski inteligensi mereka relatif tinggi, mahasiswamahasiswa Yahudi menghabiskan sebagian besar waktu mereka di luar kuliah untuk belajar, belajar, dan belajar. Demikian pula dosen-dosennya. Lampu ruang kerja dosen di sana masih benderang sampai pukul sembilan malam. Kerja keras semacam itu plus otak cemerlang barangkali yang menjelaskan betapa orang-orang berdarah Yahudi menempati jumlah terbanyak dalam daftar peraih Nobel Fisika. Pantur menyerap pola belajar dan pola kerja seperti itu selama kuliah di sana. Tapi, sekali waktu Pantur ada keperluan pulang lebih lekas ke tempat tinggalnya. Tak enak baginya ketahuan pulang lebih awal. “Akhirnya saya terapkan kelihaian yang khas Indonesia,” katanya sambil tersenyum. “Saya biarkan lampu kamar kerja saya menyala, sementara saya pulang ke tempat tinggal saya.”

GABE© Januari 2014


Tentu perbuatan ini tak berulang. Sebab bila terulang, niscaya Pantur akan kesulitan memenuhi ajakan Goldberg dan Bergmann ikut dalam upaya mendamaikan Teori Medan Kuantum dan Relativitas Umum demi menemukan Teori Kuantum Gravitasi, teori yang diimpikan semua fisikawan teoretis sedunia, yang memerlukan ketekunan bagi disertasinya. Berbulan-bulan menguantisasi Relativitas Umum supaya akur dengan Medan Kuantum; Pantur, Goldberg, dan Bergmann gagal membidani Teori Kuantum Gravitasi. Fisikawan-fisikawan di Institute for Advanced Studies di Princeton mengingatkan mereka bahwa proyek itu adalah pekerjaan kolektif dalam skala besar yang membutuhkan waktu 25 tahun. Alih-alih berkeras mendapatkan kuantum gravitasi, akhirnya Pantur mengikuti saran Goldberg. Dengan saran itu, ia pun mengalihkan topik untuk disertasinya: mengamputasi prinsip Relativitas Umum dengan menggunakan Grup Poincare untuk menemukan kuantitas fisis yang kekal dalam radiasi gravitasi. Temuan ini mengukuhkan keberpihakannya kepada Dentuman Besar (Big Bang) sebagai model pembentukan Alam Semesta ketimbang model-model lain.

Pekerjaan itu selesai pada tahun 1971 dan mengukuhkan Pantur Silaban sebagai Ph.D. dengan disertasi berjudul Null Tetrad Formulation of the Equations of Motion in General Relativity. Garis-garis besar mengenai apa yang dicapai dalam disertasinya ini tercantum dalam Dissertation Abstracts International, Volume: 32-10, Seksi: B, halaman: 5963 . Tiga tahun kemudian Joshua Goldberg—yang banyak menghasilkan risalah penting fisika yang dimuat di jurnal utama seperti Physical Review D, Journal of Mathematical Physics, Journal of Geom. Physics—merujuk pekerjaan Pantur ini dalam risalahnya, Conservation Equations and Equations of Motion in the Null Formalism, yang diterbitkan General Relativity and Gravitation, Volume 5, halaman 183-200. Karya lain yang menjadi rujukan dalam risalah ini adalah dari dua orang mahafisikawan dunia, Hermann Bondi dan Roger Penrose. Jadi, dapatlah ditebak tempat

Januari 2014 ©GABE

Pantur dalam Relativitas Umum. Kembali Mengajar di ITB SETAHUN setelah menyelesaikan disertasinya, Pantur kembali di Bandung pada tahun 1972 dan mengajar di Jurusan Fisika ITB. Orang pertama Indonesia yang mendapat doktor dalam Relativitas Umum itu adalah orang Sumatera pertama—tidak sekadar orang Batak pertama—yang mendapat Ph.D. dalam fisika. Sebuah risetnya setelah disertasi ini dimuat di Journal of General Relativity and Gravitation. Sekian makalahnya mengenai teori gravitasi dan fisika partikel elementer dimuat di berbagai prosidings dalam dan luar negeri. Ya, sebagai seorang fisikawan teoretis, Pantur juga menggumuli fisika partikel elementer. Beberapa kali diundang sebagai pembicara di International Centre for Theoretical Physics (ICTP) yang didirikan fisikawan Pakistan pemenang Nobel Fisika, Abdus Salam, Pantur selalu mencermati indikasi akan keberhasilan ditemukannya Teori Kuantum Gravitasi. Katanya suatu kali dalam sebuah kolokium di Jurusan Fisika ITB, “Dengan menganggap partikel sebagai titik, upaya menguantumkan Relativitas Umum berhadapan dengan singularitas yang tak bisa dihilangkan.” Itu sebabnya ketika teori string—yakni teori fisika yang menganggap partikel sebagai seutas string, bukan titik sebagaimana diasumsikan sejak zaman Democritus (460-370 SM)—menghangat pada pertengahan 1980an hingga awal 1990an, Pantur menggumulinya dan bekerja untuk mendapatkan Teori Kuantum Gravitasi. “Timbul pula masalah yang tak kalah besarnya,” katanya. “Kita berhadapan dengan perumusan grup simetri yang parameternya sampai 496. Waduh, payah ini.” Singkat kata, baik dengan memandang partikel terkecil sebagai titik maupun sebagai seutas tali (string), Teori Kuantum Gravitasi yang didamba-dambakan itu masih saja belum berhasil ditemukan. “Jadi, sebetulnya masih banyak proyek dalam fisika teori,” kata Pantur. Peran sentral Pantur membangun komunitas fisika teori di Indonesia, yang antara lain beranggotakan fisikawan Hans Jacobus Wospakrik (almarhum) yang adalah muridnya semasa S-1, tidak diragukan lagi. “Sulit membayangkan kehadiran fisika teori di Indonesia tanpa Pak Silaban,” kata Triyanta, mantan ketua Departmen Fisika ITB, yang adalah muridnya dan menyelesaikan Ph.D. dari Universitas Tasmania, Australia dalam fisika teoretis.

membawa kapur saja sebab, “Setiap kali masuk kelas, seorang dosen harus siap dengan bahan yang akan ia ajarkan, sesulit apa pun kuliah yang ia berikan. Tapi, itu tidak menjamin bahwa setiap pertanyaan mahasiswa bisa kita jawab.” Selalu saja ada ilustrasi-ilustrasi yang mudah dikenang dalam kuliahnya untuk memudahkan mahasiswa menangkap konsep fisika yang rumit-rumit. Yang juga tak pernah ketinggalan dalam setiap kuliahnya adalah humor-humor yang segar dan tampaknya autentik. “Beberapa fisikawan di Maryland pernah menghitung temperatur surga dan neraka dengan menggunakan statistik Boltzman, Bose-Einstein, dan Fermi Dirac,” katanya dalam sebuah kuliah. “Ternyata suhu neraka sedikit lebih rendah daripada suhu surga. Itu sebabnya orang lebih banyak berbuat jahat karena neraka ternyata lebih sejuk.” Karena referensi dalam bahasa Indonesia untuk fisika teori sangat minim, Pantur Silaban pada tahun 1979 menerbitkan buku daras Teori Grup dalam Fisika. Kemudian ia menerbitkan buku Tensor dan Simetri. Pertengahan 1980an, bekerja sama dengan Penerbit Erlangga, dia menerjemahkan banyak buku daras teknologi mesin, elektroteknik, dan matematika yang dipakai perguruan-perguruan tinggi terbaik dunia. Pantur Silaban dikukuhkan sebagai guru besar ITB dalam fisika teoretis pada Januari 1995. Ia memasuki masa pensiun per 11 November 2002. Tapi, ketua Jurusan Fisika waktu itu, Pepen Arifin, mempertahankannya untuk terus mengajar. “Kalau Jurusan kekurangan ruang kerja, saya sediakan kamar saya untuk beliau,” kata Freddy P. Zen, ketua Kelompok Bidang Keahlian Fisika Teori ITB memperkuat tawaran Pepen Arifin. Orang Batak dan Ilmu Eksakta SUAMI dari Rugun br. Lumbantoruan, ayah dari empat putri ini juga mengomentari tentang minat pemuda Batak terhadap fisika. Beberapa murid pintar SMA dari kalangan Batak rupanya pernah datang kepadanya ingin belajar serius fisika. “Penghalang mereka justru orangtua mereka sendiri,” kata Pantur. “Kalau lulus, kamu mau makan apa. Paling jadi guru. Begitu ancaman orangtua mereka. Dari situ kelihatan, profesi guru dilecehkan, padahal yang menentukan maju-tidaknya sebuah bangsa adalah guru.” Menurut dia, selama orang Batak masih kukuh dengan hamoraon dalam segitiga hasangapon, hamoraon, hagabeon, akan sulit mengharapkan orang Batak menonjol dalam ilmu-ilmu murni, seperti fisika dan biologi molekuler, dua bidang sains yang masing-masing merupakan primadona ilmu dalam abad 20 dan abad 21. Hal lain yang unik dari Pantur adalah kesederhanaan. Ia tetap setia menggunakan mobil lamanya bermerek Toyota-Corollla keluaran 1984. “Ini mobil saya yang pertama dan terakhir, tidak akan pernah saya ganti. Einstein selama hidupnya tidak pernah punya mobil,” ujar Pantur Silaban. GABE/berbagai sumber

Sebagai seorang dosen, Pantur adalah komunikator ulung. Ia hadir di kelas dengan

015


Arung Jeram GABE Libas Sungai Citarik

Para punggawa Tabloid GABE akhirnya menuntaskan impiannya untuk menaklukkan tantangan alam sungai Citarik, Bogor. Impian itu terbayar lunas ketika rombongan berhasil melibas rintangan demi rintangan dalam olahraga arung jeram alias rafting, belum lama ini. Arus sungai Citarik yang terkenal cukup sangar itu rupanya bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi mereka. Tim yang terdiri dari enam orang itu justru sangat menikmati petualangan. Citarik, awas so huharik

Benny & Mariana

Cinta Mallabap Sianipar Pelaut

BENNY SIANIPAR DAN MARIANA SITORUS sudah kembali ke Ibu Kota usai melangsungkan pernikahan di Parsoburan, Sabtu 4 Januari 2014. Sejoli beda profesi ini selanjutnya akan menetap di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur. Memulai hidup sebagai suamiistri, melewati masa-masa indahnya bulan madu.

Pertemuan antara Benny dan Mariana terjadi setahun lalu. Ya, seperti layaknya pemuda yang kerap berkenalan dengan lawan jenis. Awalnya tidak ada yang istimewa di antara mereka. Hanya sebuah pertemanan biasa yang belum menunjukkan tanda-tanda cinta. Benny dan Ana tetap menjalani profesi masing-masing. Benny adalah seorang pelaut yang hampir sepanjang tahun menghabiskan waktunya di samudera luas. Sementara Ana adalah seorang karyawati kantoran di Jakarta. Bulir-bulir cinta di antara Benny-Ana mulai muncul pada pertengahan 2013. Meski dipisahkan jarak dan waktu, kemajuan teknologi Facebook yang diciptakan Mark Zuckerberg menjadi jembatan pelepas rindu bagi mereka. Komunikasi pun semakin intens menyusul tekad Benny yang ingin segera mempersunting Ana. Roman-romannya, Benny sudah cinta mallabap. Alhasil, Benny dan Ana resmi mengikat janji untuk membawa hubungan mereka ke pelaminan. Benny kini membuktikan, tak hanya mampu bertahan dari kerasnya deburan ombak lautan, ia juga sukses menghalau gelombang ombak asmara. Jangkar cinta Benny dengan mulus menancap di hati Mariana. “Resmi,� seloroh Benny dengan mata setengah menggoda. IP/GABE Segenap jajaran Tabloid GABE mengucapkan Selamat Menempuh Hidup Baru, sesegera mungkin dapat momongan...


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.