28 Des 2012

Page 10

JUMAT 28 DESEMBER 2012

SWARA KAMI

SWARA ANDA

Buka mata pada realita KISAH merekah dalam sebuah tajuk yang menajam. Kemenangan berulang, kata begitu banyak sosialisasi kasih di hari-hari penghujung tahun ini. Lalu harapan seperti bersemi kembali laksana pagi dengan manakala mendung dan kabut tersibak. Namun sayang, sampai sekarang kita masij saja bersua di masa suram. Dendam masa silam. Kedaulatan pangan tergadai di ketergantungan yang semakin besar pada pasokan impor. Kedaulatan ekonomi dihadapkan pada realitas semakin didiktenya denyut ekonomi kita oleh kapitalisme global dan pasar bebas yang menderas hingga ke pelosok. Kedaulatan energi terombang-ambing dipermainkan gelombang mekanisme pasar global yang menguras sumber daya yang tak lagi milik rakyat. Kita juga semakin kehilangan kemandirian di bidang teknologi menggerus kapasitas negara untuk bersaing di arena global. Hilang harga diri di tambur deklarasi krisi yang terus berlanjut. Kita memuja pragmatisme jangka pendek saat keyakinan akan nilai dan ideologi meremang. Kita menapaki jalan individualisme dan konsumerisme ketika sikap voluntarisme patah arang, dan soliditas sosial kehilangan jejak. Menderaslah ironi, karena rasa cukup pinter itu tak mampu merubah sedikitpun bumi di mana ia berpijak, selain lewat dengan berat badan yang mengumumkan bahwa ia masih memamabiak dan dapat menghasilkan turunan. Hanya itu! Kondisi ini sering hinggap di hati mereka yang enggan, sebab banyak yang menganggap cukup pinter tanpa selalu mau belajar lebih mengerti dan tahu diri. Ada yang merasa di atas cakrawala dan bermimpi tak ada lagi langit di atasnya. Ada yang takut membuka mata pada realita kebuntuan otak yang sudah terpenjara cara dan menjadikan ideanya sebagai bagian dari konservatifisme. Seperti kata berita-berita, katanya ada proyek yang sudah dan akan menyerap tenaga kerja. Wah, yang ini mungkin saja ada imbasnya bagi mereka yang lagi menjadi daftar tunggu pencari lowongan kerja. Semoga ada lowongan! Siapa yang berpesta, mengumandangkan banyak hadiah dan keberuntungan. Bila sempat, boleh membaca di mana kebenaran itu terpendam. Rakyat yang sekian waktu dijadikan sumber persoalan, di sisi lain sederet judul mengguncang cakrawala pandang, elite negara rupanya juga penuh persoalan. Sekarang lihatlah, kebutuhan pokok semakin langka dan harganya semakin jauh dari jangkauan rakyat di tengah-tengah kegagalan negara mendorong peningkatan kapasitas produktif orang per orang di negeri ini. Kritik dilontar menuding siapa yang duduk berkuasa. “Sebagai sebuah negara yang berfungsi mengatur kepentingan publik, kapasitas kita untuk penyelesaikan persoalan-persoalan sosial dasar dan kemanusiaan dihadapkan pada persoalan serius. Hal ini berakibat pada semakin merosotnya legitimasi Indonesia sebagai sebuah konsep negara-bangsa di hadapan rakyatnya sendiri, di tengah-tengah lemahnya kepemimpinan nasional dan kapasitas pengelolaan pemerintahan.” Tetapi, siapa yang tahu berapa banyak kepentingan melekat di sana? Kita masih membibirkan soal, pengangguran terus melebar, kemiskinan dan keterbelakangan semakin meluas dan mendalam saat tanggungjawab negara masih diabaikan. Mungkin dapat kita sebut lagi harapan yang pupus manakala frustrasi sosial makin lebar dan luas. Itu kata-kata yang terus jadi wacana dan memang ada buktinya. Tabuh lagi tambur krisis dan umumkan bahwa kita mesti bekerja lebih giat supaya besok kita dapat sesuap rejeki. Kita coba kembali di perkara yang sudah lewat. Kebenaran dari sebuah dokumen lagi ditilik, benarkah? Kita butuh informasi yang jelas dan bukan sekedar berita janji yang tidak pernah terealisir namun diblow-up laksana asap yang mengabarkan kebakaran jenggot hutan para pejabat kita yang belum mempersiapkan infrastruktur jelang mimpi kata-kata kerja yang hanya jadi teori semata. Cobalah berbalik pada peristiwa yang sudah lampau, menarik garis penghubung di titik-titik pergulatan hari. Kabar kemarin pagi tentang peran dan mereka yang terekam segumpal pesan yang sudah menyebar sebagai keranda mati demokrasi. Sebab kata masih mendesakkan banyak keberingasan dan takut yang sudah didahului faktafakta usang dan kadaluarsa, bahwa pembiaran negara semakin menyengsarakan unsur-unsur yang membikin negara itu dapat disebut sebagai negara. Di sana rakyat berdiri sebagai saksi dan korban yang terus bergelimpang didera ketidakadilan. Mereka dibikin resah sistem, issue yang terus menderas dan mengerat tiang-tiang penyangga negara. Cuma sebentuk tanda yang merekam keberingasan. Dendam, pertikaian, merah marah meradang, asap pembakaran, segumpal pesan terceraiberai, urai kisah di sisa perang terkatup palang-palang menumpuk masa lalu sejarah pembungkaman. Sejarah ngeri negeri sedih yang compang-camping kini dan terus mengembara mengumumkan mimpi-mimpi kayanya. Selayaknya kita bangun dari tidur panjang, enyahkan mimpi yang masih terus menindas kita dengan kemalasan yang sudah tak lagi beralasan. Bangun, dan berjalanlah! Redaksi REDAKSI menerima tulisan dalam bentuk opini, cerita, puisi atau apa saja. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengurangi makna yang dikandung tulisan itu. Kirimkan tulisan anda ke: redaksi@swarakita-manado.com atau langsung di antar ke redaksi d/a: Mega Smart VIII No.7 Kawasan Mega Mas Boulevard Manado Telp: 0431 841060, Fax: 0431 841071

Paradoks issue

MENJADI JURNALIS ATAU PENULIS INDEPENDEN DI TENGAH KEBERAGAMAN:

Ada banyak orang di Minahasa (10/selesai) Oleh: Denni Pinontoan Tak lama kemudian, si kepala daerah tersebut dijemput KPK. Kini dia ada di bui. Radio itu milik gereja. Si kepala daerah punya jabatan di institusi gereja tersebut. Jurnalis yang melaporkan dekat dengan si kepala

daerah. Di situ ada bias agama. Bias hubungan sosial. Kerja jurnalistik model begitu, mengkhianati prinsip kebenaran. Tidak ada informasi yang utuh dari berita model begitu. Dan selebihnya, warga

sebenarnya sedang dibodohi. Dengan demikian, jurnalis dan medianya tidak sedang menjalankan fungsinya sebagai pengontrol. Hanya karena hubungan agama. Cuma lantaran memiliki hubungan khusus, warga dibodohi. Jurnalis atau penulis memiliki tanggungjawab untuk mendidik warga

menjadi orang-orang yang menghargai perbedaan. Bersamaan dengan itu, mereka juga punya panggilan untuk menulis tentang fakta diskriminasi, marginalisasi, eksploiasi lingkungan hidup, korupsi, dan banyak masalah lainnya. Semua masalah itu, ada dalam konteks kita di Minahasa dan lebih luas

Sulawesi Utara. “Fakta”, tidak beragama, tidak berideologi, tidak milik satu ras tertentu. “Fakta” beragam dan seringkali pada banyak kasus ia “malimbuku.” Maka, dibutuhkan jurnalis dan penulis yang punya kemampuan menulis yang “panjang, dalam dan sadap (dibaca).” (*)

SITOR SITUMORANG:

Tak ada dendam, tak ada yang disesalkan (7) Oleh Martin Aleida Takenfrom: Penyair Tentang antologi puisi perjalanan “Zaman Baru” itu, para pengamat sastra ketika itu memberikan tinjauan dan komentar, baik yang memuji maupun mencerca serta menuduh Sitor telah terlalu jauh mencemari sastra dengan politik. Tetapi, tak sedikit yang mengenang puisinya yang berjudul “Makan Roti Komune” sebagai

puisi perjalanan berbobot politik yang hangat mempesona. Puisi itu dianggap sebagai perpaduan yang serasi antara sikap politiknya sebagai seorang nasionalis berpadu dengan pencapaian artistik dalam dua puisi paling awalnya yang monumental, “Lagu Gadis Itali” dan “Jalan Batu ke Danau.” Delapan tahun dikerang-

keng Orde Baru, sikap Sitor tidak berubah sebagai seorang pengikut dan pengagum Sukarno. Dalam sebuah pertemuan belum lama ini, di rumah salah seorang anaknya, dari istri pertama, di wilayah Sawangan, Jawa Barat, sedang hangat-hangatnya Sitor berbicara, salah seorang tamu yang masih muda menimpali, “Bukankah Sukarno tidak bebas dari kesalahan?” Gesit bagaikan seorang pesilat, Sitor cepat bangkit dari tepat duduk dan meninju

meja: “Bah, kau pikir Sukarno itu malaikat?!” Bibirnya bergetar dan menatap dengan tajam anak muda yang berada di depannya seperti mau menelannya. Sitor berdiri begitu kokoh, dan tampak lebih sehat dari lima tamu yang sedang mengeruminya. Layaknya dia belum pernah menjalani operasi jantung bypass (di Paris), di mana lima pembuluh darah jantungnya dipotong disambung-sambungka n. Hanya garis-garis

yang menoreh di pojok matanya yang menunjukkan dia sudah berusia mendekati 85 tahun. Juga mata kirinya yang menjadi agak sipit dibandingkan dengan yang kanan. “Kalau ada bukti bahwa Sukarno itu menangkap Syahrir, barulah akan saya katakan, ‘Sekarang di tahun 2009 ini, Sitor Situmorang, pengikut Sukarno, akan menyerukan hapus jasa-jasa Sukarno,’” dia meletup kembali. (bersambung)

HAM dan kebebasan beragama (4) Oleh: Siti Musdah Mulia Sekjen Indonesian Conference on Religion for Peace Takenfrom: http://www.icrp-online.org Hak kebebasan beragama digolongkan dalam kategori hak asasi dasar manusia, bersifat mutlak dan berada di dalam forum internum yang merupakan wujud dari inner freedom (freedom to be). Hak ini tergolong sebagai hak yang non-derogable. Artinya, hak yang secara spesifik dinyatakan di dalam perjanjian hak asasi manusia sebagai hak yang tidak bisa ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam situasi dan kondisi apa pun, termasuk selama dalam keadaan bahaya,

seperti perang sipil atau invasi militer. Hak yang non-derogable ini dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi manusia. Hak-hak non derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara pihak dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun. Akan tetapi, kebebasan beragama dalam bentuk kebebasan untuk m e w u j u d k a n , mengimplementasikan, atau memanifestasikan agama atau keyakinan

seseorang, seperti tindakan berdakwah atau menyebarkan agama atau keyakinan dan mendirikan tempat ibadah digolongkan dalam kebebasan bertindak (freedom to act). Kebebasan beragama dalam bentuk ini diperbolehkan untuk dibatasi dan bersifat bisa diatur atau ditangguhkan pelaksanaannya. Namun, perlu dicatat, bahwa penundaan pelaksanaan, pembatasan atau pengaturan itu hanya boleh dilakukan berdasarkan undang-undang. Adapun alasan yang dibenarkan untuk melakukan penundaan pelaksanaan, pembatasan, atau pengaturan itu adalah

semata-mata perlindungan atas lima hal, yaitu: public safet; public order; public helth; public morals; dan protection of rights and freedom of others. Dengan demikian tujuan utama tindakan penundaan pelaksanaan, pengaturan atau pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan manusia atau hak milik mereka. Prisip kebebasan beragama di dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia tidaklah berdiri sendiri melainkan selalu dikaitkan dengan kebebasan lainnya, yaitu kebebasan pikiran dan hati nurani. Pada esensinya, kebebasan beragama atau

berkeyakinan mengandung paling sedikit delapan komponen, yaitu: kebebasan internal, kebebasan eksternal, noncoercion, non-discrimination, hak orang tua dan wali, kebebasan kelembagaan dan status legal, batas yang diperbolehkan bagi kebebasan eksternal dan bersifat non-derogability. Masalahnya kemudian, apakah yang dimaksud dengan agama dalam dokumen HAM tersebut? Menarik diketahui bahwa dokumen hak asasi manusia tidak memberikan definisi yang konkret tentang apa itu agama. (bersambung)

P E R N YATA A N pemerintah di media penyiaran publik beberapa waktu lalu memang bikin pelik. Namun, di sana terlihat sudah betapa ketidakmampuan keluar dari krisis itu harus dibayar. Antrian yang semakin panjang dan pelayanan yang terbatas di argumen krisis. Energi sudah menyulut banyak pertentangan dan kontroversi. Tapi, keras kepala sudah di ujung ubunubun, hilang akal dalam marah. Siapa yang mendemo katanya membiarkan rejeki itu ditelan mereka yang tak berhak. Cobalah mendongakkan kepala pada perkara yang sudah terlampau lama dibentangkan. Perlakuan ruci dirancang bagi kepentingan yang bertuan pada kopitalisme modern. Sebuah wacana tentang energi, di tingkat nasional pemerintah kita sudah mengambil langkah maju. Ada beberapa sumber energi yang ada perlu ditentukan beberapa alternatif pilihan. Alternatif-alternatif tersebut sudah sering ditawarkan pemerintah dan telah banyak dibahas, dikaji dan dikomentari oleh para pakar energi, pakar listrik maupun masyarakat umum. Walau diterpa pernyataan penyelenggara negara soal rejeki yang tersumbat demo, tetap saja barisan demonstran semakin memanjang, bersaing panjang dengan antrian miskin yang menghendak kebutuhan pokok dan lapar yang menggila di bilik-bilik rakyat. Sah sudah apa yang pernah kita urai panjang lebar di sini tentang rakyat yang sudah dicap sebagai pembangkang. Saya kira ini bukanlah persoalan baru. Sudah sering diwacanakan dan dibahas berulang-ulang hingga bosan, namun, para pecundang banyak yang bertameng hukum sebagai baju transparan yang terus ia pakaikan ditubuhnya yang sudah bulat bertelanjang. Saat diminta untuk konfirmasi mereka selalu beralasan sakit dengan keterangan supaya mereka jangan sampai diperiksa lagi. Ketakutan terhadap sumpah justru sudah lenyap, yang ada adalah bisikan senyap supaya ia beroleh beberapa pil untuk menidurkan kenangannya yang tak mau dihentar kantuk. Dering mesin pemanggil adalah bahaya yang membikin kupingnya semakin tuli pada banyak perkara yang harus tuntas dalam tugas purna janji.. Seperti yang sering kita baca, lihat dan dengar dari berbagai media, bahwa penyidikan berbagai kasus semakin hari semakin susah dicerna akal sehat, ia menyajikan kerancuan banyak kata selamat yang mengiklankan kebobrokan sistem yang terus diembat media massa sebagai kiat bertahan dari gempuran keserakahan perut yang terus membuncit. Korupsi tak lagi di bawah laci, bahkan meja hijau sudah disewa untuk memuat segala sandiwara mereka. Krisis energi, kebutuhan pokok menghilang di pasaran, namun menumpuk di lain bilik. Listrik yang disinyalir sebagai salah satu komponen dalam perhitungan produk domestik bruto, karena mempunyai peranan lain yaitu sebagai pendorong perekonomian, sehingga ada korelasi antara konsumsi energi listrik dan keadaan perekonomian masyarakat. Energi listrik peningkatan pemenuhannya sampai kini masih gagal diantisipasi perusahan penyedia listrik negara. Buktinya kemarin dan hari ini ia masih saja padam. N.N. Sulut

KOMISARIS UTAMA: Ina Eryana. KOMISARIS: Christianus H. DIREKTUR UTAMA: Meilany Mongilala. DIREKTUR: Hendra Zoenardjy. WAKIL DIREKTUR: Michael Towoliu. PEMIMPIN REDAKSI: Hendra Zoenardjy. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Donny Wungow. REDAKTUR PELAKSANA: Glenly Bagawie. KOORDINATOR LIPUTAN: MUSYAWARAH REDAKSI: Hendra Zoenardjy, Michael Towoliu, Ronald Rompas, Donny Wungow, Glenly Bagawie. REDAKTUR: Glenly Bagawie, Tonny Mait, Finda Muhtar. REPORTER: Deddy Wakkary, Hanny Rais, Robby Liando. BIRO-BIRO: Glenly Bagawie (TOMOHON), Rommy Kaunang (MINAHASA), Rusdianto Rantesalu (MINUT), Servi Maradia (MINSEL), Stenly Lumempouw (MITRA), Wolter Pangalila (BITUNG), Sam Daleda (SANGIHE-TALAUD), Stenly Gaghunting (SITARO), Verdynan Manoppo (KOTAMOBAGU-BOLMONG), Faruk Langaru (BOLTIM-BOLSEL), Kurniawan Golonda (BOLMUT). KONTRIBUTOR: Syaiful W Harahap (KHUSUS KESEHATAN). FOTOGRAFER: Bobby Rambing, KOORDINATOR ARTISTIK: Fadjrin Haryanto. STAF ARTISTIK: Richard Tamara, Vecky Sentinuwo, Bobby Rambing, Alphen Mamentu. SEKRETARIS REDAKSI: Angelia Natasia Herline. MANAGER IKLAN: Herry Bagau, KOORDINATOR IKLAN: Stembri F Legi. STAF IKLAN: Denny Moningka, Hervy Sumarandak, Malik Thaib, Romel Najoan,Denny Sumolang, Didik Agusprianto. ADMINISTRASI IKLAN: Nancy Bertha. MANAGER PEMASARAN: Noldy Poluan. STAF PEMASARAN: Meisisco Gaghana. DISTRIBUSI: Jendra (Minahasa, Tondano, Tomohon), Sterfi Lumangkun (Bitung), Alfrits Samolah (Minahasa), Marchel Wowor, Denny Poluan, Steven Manengkey (Manado). PACKING: Samiun Hulantu. KOLEKTOR PEMASARAN: Reinold Welong, ADMINISTRASI: Lisa Wuisan. STAF UMUM: Deydi Mokoginta. SEKRETARIS/BENDAHARA PERUSAHAAN: Nancy Bertha. PENERBIT : PT. Sulut Lestari Press, PERCETAKAN: PT. Manado Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) HARGA Langganan: Rp. 45.000,-/bulan (luar kota tambah ongkos kirim) TARIF Iklan: Rp. 6000/mm kolom (BW), Rp.12000/mm Kolom (FC), ALAMAT: Mega Smart VIII No.7 Kawasan Mega Mas Boulevard Manado, Telp (0431) 841060, Fax: (0431) 841071 PERCETAKAN: Jl. AA Maramis, Kairagi, Manado. Telp (0431) 812777


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.