Alkisah - Pantun Si Masikin

Page 1


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi

Direktorat Jenderal Kebudayaan

Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII

Kalimantan Barat

Bantuan Pemerintah

Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahun 2024

Copyright © 2024 Gusti Hendra Pratama

All rights reserved. No part of this picture book shall be reproduced or transmitted in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopying, recording or by any information retrival system within writing permission of the producer.

Produced by : Gusti Hendra Pratama

Story Source by : Linda Magdalena

Illustrated by : Evinka Zahra

Designed by : Ryan Aditia

Editor by : M. Rikaz Prabowo

Research Assistant by : Tito Prastio

Published by : Susur Galur

Disclaimer :

This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all the names, characters, businesses, places, events, and inidents in this book are either product of the author’s imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. The folklore in this children’s book is based on oral interviews and traditional sources. While efforts have been made to maintain authencity, variations may exist among different versions. Characters, events, and cultural elements are based on recollections and interpretations. This book celebrates our cultural heritage, but individual experiences and perspectives may differ. Further exploration and research are encouraged to enhance understanding. This publication is for general reading. It is sold under the express understanding that any decisions or actions you take as result of reading this book, must be based on your own judgment and will be at your sole risk. The author’s, producers or publisher will not be held any responsibility for the consequences of any actions and/or decisions taken as a result of any information given or recommendations made.

KATA PENGANTAR

Selamat datang di dunia ALKISAH, seri pertama dari kumpulan cerita rakyat dari Kalimantan Barat yang menghadirkan kembali kisah-kisah penuh hikmah yang telah lama bersemayam di tengah hutan, pesisir, sungai dan simbol spiritual yang mempengaruhi keberlangsungan hidup masyarakat. Merupakan sebuah perjalanan kembali ke akar, ke cerita-cerita yang tumbuh dari tanah Kalimantan Barat dan mengalir dalam ingatan kolektif masyarakatnya. Dalam setiap buku, kita akan menjumpai tiga cerita yang bukan hanya merefleksikan kebijaksanaan nenek moyang, tetapi juga menawarkan renungan tentang isu-isu yang relevan bagi dunia kita hari ini. Buku ini lahir dari keinginan mendalam untuk menghidupkan kembali kekayaan cerita-cerita rakyat Kalimantan Barat yang sarat makna, sekaligus menyampaikannya dengan cara yang relevan bagi generasi muda saat ini.

Dalam buku ini, kisah-kisah tersebut tidak hanya dirajut kembali melalui kata-kata, tetapi juga diperkaya dengan visualisasi yang menawan hasil kolaborasi dengan ilustrator-ilustrator muda yang berbakat. Setiap ilustrasi dalam ALKISAH adalah hasil dari eksplorasi visual yang tidak hanya memperindah cerita, tetapi juga membuka ruang bagi pembaca muda untuk merenungkan dan merasakan lebih dalam hubungan antara manusia dan alam. Kolaborasi dengan para ilustrator muda ini diharapkan mampu memberikan sentuhan segar pada cerita rakyat yang mungkin terasa jauh dari kehidupan modern. Dengan karya seni mereka, cerita-cerita ini dihidupkan dalam wahana yang baru dan juga menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi, antara warisan budaya dan kreativitas kontemporer.

Buku ini bukan hanya sebagai bentuk pelestarian budaya, tetapi juga sebagai upaya untuk membuat cerita rakyat tetap relevan di era digital. Kami percaya bahwa cerita-cerita rakyat memiliki kekuatan untuk membentuk cara pandang kita terhadap dunia, terutama bagi generasi muda yang tumbuh di tengah arus modernisasi. Semoga upaya ini bisa menjadi bagian dari keberlanjutan gagasan dalam pemajuan kebudayaan Kalimantan Barat. Selamat menikmati kisah-kisah ini, semoga dapat mengalirkan inspirasi dan rasa cinta terhadap warisan budaya dan lingkungan kita.

Selamat membaca dan menjelajahi dunia ALKISAH.

Gusti Enda 2024

Cerita Rakyat dari Kabupaten Kapuas Hulu

Alkisah ada anak muda yang sering dipanggil Si Masikin, hidup bersama ibunya di lingkungan suku Dayak Embaloh. Kedua orang ini menjalani kehidupan yang serba sulit, bapaknya yang menjadi tulang punggung keluarga telah lama meninggal.

Suatu hari Si Masikin mulai berfikir apakah tidak ada harta warisan yang ditinggalkan mendiang bapaknya untuknya; “ibu, apakah tidak ada peninggalan warisan dari bapak untukku?” tanya Si Masikin kepada ibunya, “adalah tu, pedang yang di dinding itu peninggalan ayahmu. Hanya itu yang ditinggalkan bapakmu.” Jawab ibunya. Kemudian Si Masikin mengambil pedang itu dan berfikir “apa yang bisa kubuat dengan pedang ini?”

Dalam kebinggungannya itu Si Masikin memutuskan untuk membawa pedang itu ke pasar. Dikarenakan pada zaman dulu transaksi jual beli dilakukan dengan barter, Si Masikin menjual pedangnya dengan pedagang telur. Si pedagang tampak tertarik dengan pedang yang dibawa Si Masikin. Dengan bujuk rayu si pedagang itu mengatakan kepada Si Masikin “Jika telur ini menetas bisa beranak pinak, dan akan mendapat banyak.”

Kemudian Si Masikin membawa pulang telur tersebut dan menyimpan telur tersebut. Namun telur itu tak kunjung menetas karena tidak ada induk ayam yang membuat telur itu bisa menetas. “gimana telurku ini, tidak juga menetas karena tidak ada induk ayam yang bisa membuat dia menetas. Ah, besok akan kubawa lagi ke pasar.” gumam Si Masikin.

Keesokan hari Si Masikin pun membawa telur itu ke pasar dan ditukar dengan induk ayam. Kemudian Si Masikin mulai memelihara induk ayam tersebut dengan harapan bisa menghasilkan telur dan berkembang biak.

Namun ayam itu tak kunjung bertelur karena tidak ada ayam jantan. Merasa tidak berhasil membuat ayam tersebut berkembang biak Akhirnya Si Masikin membawa induk ayam itu ke pasar lagi dan menukarnya dengan lempok durian.

Dalam benak nya Si Masikin berfikir “bagaimana sebungkus lempok durian ini bisa memberi pendapatan, bahkan untuk menjadi santapanku dengan ibu saja tidak cukup. Tapi tidak apa akan kubawa dan kusimpan dulu lempok durian ini.” dibawanya pulang lempok durian itu disimpannya.

Dan pada malam hari ketika tidur Si Masikin mendengar suara anak-anak ribut di pinggir sungai. Karena penasaran Si Masikin memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang dilakukan anak-anak itu. Dan dilihatnya anakanak itu berpantun. Begini bunyi pantun nya itu ; Kulihat anak udang mandi, Pucuk kudamba kupatahkan, Kulihat anak orang malam tadi, Besok pagi kupadahkan.

Ketika mendengar pantun tersebut Si Masikin pun menyukai pantun itu, dan tertarik untuk mempelajarinya. Kemudian Si Masikin memanggil anak-anak tersebut dan meminta mereka untuk mengajarinya dengan menjadikan lempok durian tadi sebagai imbalannya, anak-anak itu pun mengajarinya.

Kegirangan dengan keindahan pantun itu, Si Masikin pun berfikir untuk menjual pantun tersebut. Si Masikin pun berfikir untuk menjual pantun itu sambil berperahu, karena transportasi pada zaman dahulu adalah perahu. Kemudian dia bertanya kepada ibunya, “apakah bapak tidak ada meninggalkan perahu untuk kita” Jawab ibunya “ada, itu di pinggir sungai tenggelam, keluarkan dulu air diperahu itu bila kamu ingin memakainya.”

Kemudian Si Masikin mulai mengeluarkan air yang tergenang di perahu mereka. Dan keesokan harinya ketika pagi-pagi buta Si Masikin berangkat menjual pantun pakai perahu peninggalan almarhum bapaknya. Disepanjang sungai dia meneriakkan pantun yang diajarkan anak-anak beberapa waktu lalu ;

“ Kulihat anak udang mandi

Pucuk kudamba kupatahkan

Kulihat anak orang malam tadi

Besok pagi kupadahkan ”

Namun tidak ada satu orang pun yang membeli pantunnya itu. Setelah cukup lama berperahu dan tidak mendapat pembeli Si Masikin pun memutuskan untuk pulang, “mungkin besok aku harus berangkat lebih pagi agar bisa berjalan lebih jauh” fikir Si Masikin.

Keesokannya Simasikin berangkat lebih pagi dan melakukan perjalan di sungai lebih jauh, hingga membawa dia ke tempat raja. Sambil berpantun

“ Kulihat anak udang mandi

Pucuk kudamba kupatahkan

Kulihat anak orang malam tadi

Besok pagi kupadahkan ”

Ketika dia meneriakkan pantun tersebut ada orang yang sedang merampok barang-barang raja. Dan mereka mendengar pantun Si Masikin tersebut, dan menimbulkan salah paham. Mereka berfikir kalau Si Masikin ingin melaporkan mereka ke raja, mereka mengira Si Masikin mengetahui perbuatan mereka. Kemudian mereka memanggil Si Masikin “aduh jangan laporkan kami” teriak mereka. “nah, kami akan memberikan ini untukmu” Para perampok itu memberi Si Masikin kain, garam, sabun dan lain-lain sampai perahu Si Masikin penuh.

Dengan polos Si Masikin berfikir kalau mereka sedang membeli pantunnya dan kegirangan. “wah pantun ku sangat laris” gumam Si Masikin.

Kemudian Si Masikin pun pulang dan menceritakan perjalanannya hari itu, ibunya pun ikut senang, kehidupan mereka pun mulai membaik dari hasil yang diperoleh oleh Si Masikin.

Silahkan di warnai

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.