C M Y K
3
SURYA RABU 18 MARET 2009
Malang Raya
HARIAN SURYA
PAGE 3A
GTT SENIOR, DAPAT TUNJANGAN LEBIH BESAR Para guru tidak tetap (GTT) di Kota Batu kini bisa bernapas lega. Bagi mereka yang mengabdi kurang dari tiga tahun akan mendapat tunjangan per bulan Rp 150.000, yang mengabdi 3-8 tahun mendapat Rp 250.000 dan di atas 8 tahun mendapat Rp 350.000. “Kami sudah menyetujuinya dalam APBD,” kata Mashuri Abdul Rohim, Ketua DPRD Kota Batu, Selasa (17/3). ■ st11
“Saya Bukan Pembunuh Istri” KLOJEN - SURYA Masih ingat tragedi pembunuhan di Jl Simpang Teluk Grajakan, Kota Malang, 5 Agustus 2005 yang menelan korban dua wanita, Mudjiati, 53, dan keponakannya, Agna Rini Ismi, 14? Sampai kini tragedi itu masih menyisakan duka dan trauma mendalam bagi Welly S Aluman, 61, suami Mudjiati. Setelah hampir empat tahun tragedi itu belum juga terungkap, Wellly S Aluman merasa putus asa dengan musibah yang menimpanya. Karena itu, Welly bersama istri keduanya, Maria Purba, 40, dan kedua anak perempuannya, menggelar demo di Bundaran Jl Tugu Kota Malang, Selasa (17/3). Mereka didampingi Syaiful Arif dari LBH Pos Malang. Layaknya pendemo, Welly dan dua anaknya yaitu Chiquita Aluman, 4, dan Jessica Aluman, 7, membeber poster. Di antara poster dari karton itu berbunyi: Saya bukan pembunuh, Segera usut tuntas pelaku pembunuhan, rekonstruksi yang dilakukan di televisi dan polisi harus bertanggung jawab atas nama baik kami sekeluarga, dan lainnya. Seperti diketahui, Mudjiati merupakan istri pertama Welly. Mudjiati ditemukan tewas di dalam rumah bersama keponakannya, Agna Rini Ismi, pada 5 Agustus 2005. Jasad Mudjiati ditemukan di
bak kamar mandi dengan luka bekas hantaman benda tumpul di kepala. Sedang Nana, sapaan akrab Agna Rini Ismi, telungkup di kamarnya dengan luka sama. Akibat pembunuhan ini, Welly sempat dicurigai sebagai pelakunya. Dia ditangkap di Luwuk, Sulsel, 8 Agustus 2005. Menurut Welly, polisi yang menangkapnya dulu tanpa dibekali surat penangkapan. Ketika dibawa ke Kota Malang, polisi juga tidak mengizinkannya membawa baju untuk ganti. Ketika itu Welly tiba di Polresta Malang 10 Agustus 2005 pukul 20.00 WIB dan menjalani pemeriksaan sampai tiga minggu. Welly kemudian dilepas setelah polisi tak menemukan bukti bahwa Welly pelakunya. “Meski begitu hingga kini terbangun opini bahwa saya sebagai pelaku pembunuhan istri dan keponakan. Karena itu, saya meminta adanya rehabilitasi nama baik untuk saya dan keluarga,” papar Welly. Maria yang juga sempat menjadi tahanan rumah di Luwuk, Kabupaten Banggai dengan penjagaan ketat polisi menambahkan, keluarganya menuntut adanya rehabilitasi nama baik, menangkap pelaku pembunuhan, dan menangkap orang yang memfitnah bahwa keluarganya adalah pembunuh. ■ ekn
surya/nedi putra aw
DEMO SEKELUARGA - Welly S Aluman bersama istri keduanya, Maria Purba, dan kedua anak perempuannya menggelar demo di Bundaran Jl Tugu Kota, Malang, Selasa (17/3).
Caleg Gerindra Dihajar PAKISAJI - SURYA Heru Tasmono, 45, calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerindra untuk DPRD Kabupaten Malang, warga Dusun Cerme, Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, babak belur dihajar sekelompok pemuda tak dikenal di Desa Genengan Gang 2, Pakisaji, Senin (16/3) malam. Korban menduga, penganiayaan tersebut dipicu oleh kekecewaan sekelompok pemuda yang tak jadi diberangkatkan menghadiri kampanye Partai Gerindra di Sidoarjo, Selasa (17/3). Kemarin, Heru yang juga caleg dari dapil VI melaporkan kasus penganiayaan itu ke Pol-
surya/k3
Heru Tasmono res Malang. Menurut dia, penganiayaan yang membuat pelipis mata kanannya lebam dan berdarah itu, berawal saat ia hendak menolong Buyung, re-
surya/sylvianita w
MENANGIS – Ratna, salah satu siswa kelas 6 SDN Simojayan 2 menangis melihat bangku yang dia buat belajar sehari-hari ditarik perajin, Selasa (17/3). Kondisi ini membuat siswa tiga kelas harus belajar di lantai karena bangku mereka ditarik kembali oleh perajin lantaran belum dibayar.
SD Simojayan Banjir Air Mata Bangku Sekolah Mereka Diangkut Perajin Paling Mudah Korbankan Siswa
AMPELGADING - SURYA KETERLALUAN. Itulah kata yang pas untuk menunjukkan sikap perajin dan Pemkab Malang yang sama-sama bersikukuh atas ‘kepentingannya’ dan sengaja mengorbankan anak didik sebagai korban atas proyek pengadaan bangku yang kacau. Seperti terlihat dalam penarikan bangku oleh perajin mebelir M Fathul Ridho dari Kalipare, Kabupaten Malang ke SDN Simojayan 2, Desa Simojayan, Kecamatan Ampelgading, Selasa (17/3). Kedua pihak sepertinya tak menggubris lagi tangisan para siswa atas diambilnya bangku-bangku tersebut, sehingga memaksa mereka belajar di lantai. “Saya sedih bangkunya ditarik, Mbak. Yang pasti besok kami akan belajar di tikar,” tutur Riska, siswa kelas 6 SDN Simojayan 2 di sela penarikan. “Masak kami belajar duduk di lantai,” sambung Purwanto,
juga kelas 6. Ketika bangku-bangku itu dimasukkan truk, tangis para siswa itu makin merana. Mereka kemudian masuk ke dalam kelas dan duduk dikelilingi teman-teman mereka. Sementara, guru dan kepala sekolahnya lebih tegar karena sudah memahami problem keber adaan bangku tersebut yang memang belum terbayarkan oleh Pemkab Malang kepada rekanan pengadaan bangku pada 2006 yang berimbas pada perajin. Siang kemarin, perajin M Fathul Ridho asal Kalipare memang menarik bangku-bangku
yang dia buat sejak 2006 lalu. Ada 40 bangku yang ditarik. Ia mengaku mengalami kerugian cukup besar lantaran pengadaan barang itu tak terbayarkan. Kontan tindakan ini sangat mengganggu pelajaran saat itu, yakni pelajaran agama Islam untuk kelas 6 dan bahasa Inggris untuk kelas 5. Para siswa pun terpaksa harus mengemasi buku-bukunya sebelum pelajaran usai. Kasek SDN Simojayan 2 Winarto hanya pasrah. Kendati ada pemberitahuan lewat UPTD Dinas Pendidikan kecamatan jika ada penarikan bangku, harus ada surat rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Suwandi, dia tetap tidak bisa berbuat banyak. Ridho memang tak memiliki surat rekomendasi dari Suwandi. Dia berdalih pasti akan kesulitan karena dirinya juga belum dibayar rekanan pemkab. Winarto mengerti posisi Ridho. ■ vie
D
IKORBANNYA para siswa dengan terombang-ambingnya persoalan pengadaan bangku memang membuat miris. Apalagi kasus itu sudah terjadi pada 2006 dan hingga Maret 2009 masih jalan di tempat tanpa ada solusi. Sangat rumit memahami alur pengadaan bangku SD oleh Bagian Pengadaan Pemkab Malang pada 2006 lalu. Nurcahyo, Kabag Hukum Pemkab Malang yang waktu itu terlibat dalam dalam panitia pengadaan mengatakan, pada 2006 diadakan 33 paket pergantian bangku untuk 33 kecamatan di Kabupaten Malang untuk 7.925 stel bangku SD senilai Rp 2,9 miliar. Karena per paket alokasinya di bawah Rp 100 juta maka diadakan Penunjukan Langsung (PL).
Perjanjian kontraknya, bangku itu menggunakan kayu jati. Tapi hingga jatuh tempo, tidak ada rekanan yang bisa memenuhi kewajibannya. Pemkab Malang pun sempat memberi toleransi. “Hanya ada lima rekanan yang terbayarkan pada tahun anggaran karena sesuai spesifikasi,” kata Nurcahyo. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang Suwandi bersikukuh, proyek pengadaan itu bukan dari satuan kerja yang dipimpinnya. Dia agaknya lupa, meski bukan SKPD-nya yang mengerjakan, tapi institusi yang dipimpinnya bertanggung jawab penuh soal ini.”Ya, pasti nanti akan saya koordinasikan dengan UPTD agar cari solusi,” kata Suwandi. Entah solusi apa yang dicari. Yang jelas, kasus itu mengendap lama. ■ vie
kannya di DPC Partai Gerindra, yang sudah terkepung massa. Diduga, massa ini adalah mereka yang kecewa karena tak jadi berangkat ke Sidoarjo. Kepada penyidik, Heru sempat mengakui, memang ada masalah dalam pemberangkatan kader menuju kampanye Partai Gerindra di Sidoarjo. Lima jam kemudian, anggota Polres Malang berhasil menangkap pelakunya, Agus, alias Bencong, 25. Sementara pelaku lainnya, masih diburu. “Identitas mereka sudah kami kantongi,” ujar Ajun Komisaris Besar Edy Sukaryo, Kapolres Malang.Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Malang, Ahmad Saiku mengakui, kasus itu akibat salah paham antarkader. ■ k3/st12
M Fathul Ridho, Bos Mebeler yang Nekat Menarik Bangku
“Saya Sedih, tapi Kami Juga Punya Utang Banyak” Sudah tak terbendung rasa sedih M Fathul Ridho saat mengenang proyek pertamanya mendapat pesanan bangku SD dari salah satu rekanan Pemkab Malang pada 2006 silam. Proyek pertama ini akhirnya menjadi proyek terakhirnya karena uang yang sudah dikeluarkan lebih dari Rp 150 juta seperti tak ada maknanya. SYLVIANITA W MALANG
B
AGI seorang Ridho, bangku itu memang tidak ada lagi maknaknya. Uang yang dia habiskan untuk membuat bangku itu tidak bisa balik lagi. Sia-sia sudah ia menunggu sejak 2006 hingga Maret ini. “Bangku-bangku ini memang bermakna bagi sekolah yang mendapat pengadaan bangku baru. Tapi daripada sakit hati memikirkan uang yang sudah saya keluarkan, lebih baik saya tarik meski saya sendiri juga belum tahu bangku-bangku itu akan saya apakan,” cerita Ridho. Pria kelahiran Malang, 16 Februari 1977 itu mengaku, dalam hati kecilnya ia juga tidak tega melibat bocah-
surya/sylvianita w
JUGA SEDIH - M Fathul Ridho, perajin mebeler asal Kalipare bersama Sumarti, guru SDN Simojayan 2, Ampelgading di sela penarikan, Selasa (17/3).
bocah kecil di SD Simojayan menangis kehilangan bangkunya. “Saya juga sedih melihat mereka. Tapi saya juga menghadapi dilema,” aku pria yang sudah memulai bisnis mebeler sejak 1998 silam. Sebelumnya, Ridho memang tak pernah mengikuti sendiri kegiatan penarikan bangku itu. Selain itu, ia juga selalu berpesan agar penarikan bangku-bangku di SDN yang dituju diusahakan setelah jam pelajaran selesai agar tidak menganggu kegiatan belajar siswa. Namun apa yang terjadi kemarin benar-benar lain. Bangku itu ditarik di tengah jam pelajaran. Ridho bertutur, tindakan penarikan itu terpaksa ia lakukan karena hampir seluruh perajin Kalipare yang barangnya diambil rekanan
Pemkab Malang baik yang sesuai spesifikasi atau tidak karena disuruh oleh rekanan, menggunakan modal produksi dari kredit BPR. “Sisa pokok utang saya saja sampai saat ini masih Rp 64,7 juta. Sementara bunga per bulan mencapai Rp 3 juta. Saya menarik bangku ini karena saya merasa benar, sudah mengerjakan sesuai spesifikasi,” terangnya. Ia sebenarnya tak ingin melakukan itu andai saja surat-surat yang sudah dikirimkan ke Dinas Pendidikan, DPRD Kabupaten Malang dan Pemkab Malang pada 2007 direspons. “Saya waktu itu mengirim surat karena ingin mereka segera memberi solusinya. Tapi sampai sekarang, solusi itu tidak pernah ada. Terpaksa saya ambil bangku-bangku itu lagi,” pungkasnya. ■
C M Y K
HARIAN SURYA
PAGE 3A