E-paper Surya Edisi 25 April 2013

Page 12

Culinary

surya.co.id | surabaya.tribunnews.com

HALAMAN 11

|

| KAMIS, 25 APRIL 2013

Rawon Suwir Padjadjaran

Cara Makan

Rawon yang Bersahabat S

ajian rawon di Warung Keputran Pak Imron ini lain daripada yang lain. Daging sapi gorengnya disuwir mirip hidangan sambal peyet. Justru karena cara yang berbeda ini, warung Imron senantiasa ramai meski waktu telah menunjukkan pukul 24.00 WIB. Setiap makanan mempunyai sejarah, tak luput pula dengan cara menghidangkannya. Rawon suwir yang dipelopori Sukarti almarhumah, ibu Samsul Imron (45), juga demikian. Daging suwir mulai diperkenalkan kepada pelanggan pada 1985. Waktu itu, Sukarti berjualan nasi rawon dengan lauk empal atau daging sapi goreng, serta nasi pecel di Jl Pandegiling (area Pasar Keputran) Surabaya. Kebetulan saat empat pelanggannya datang, daging gorengnya habis. Namun, empat pelanggan itu ngotot ingin makan nasi rawon buatannya. Akhirnya, Sukarti meladeni mereka meskipun lauknya berupa sisa (protolan)

foto-foto : surya/ahmad zaimul haq

Tinggal suap - Penikmat rawon tinggal menyuap karena empal sudah disuwir tanpa meninggalkan rasa aslinya di Rawon Suwir.

Rombong Bakso Membuat Penasaran

H

ampir selalu ditemui jika ada penjual nasi rawon, mereka juga berjualan nasi pecel. Demikian pula dengan Sukarti. Usaha warungnya pertama dilakukan pada 1983 di depan rumahnya di Jl Darmo 5. Sayangnya, usahanya itu rame ajang yaitu dagangan memang habis tetapi tidak memperoleh uang banyak. Beruntunglah, ada tetangga yang berjualan es di Jl Pandegiling di kawasan Pasar Keputran menawari Sukarti berjualan di sebelahnya. “Tawaran itu diterima ibu dan kami pindah warung di sebelah tetangga itu,” ungkap Imron. Dia membantu ibunya karena ayahnya bekerja di sebuah pabrik bumbu masak. Namun, Sukarti belum memiliki gerobak untuk berjualan sehingga dia

Pembeli yang datang terakhir hanya kebagian daging protolan. Ternyata mereka menyukai dan akhirnya dibuatlah daging suwir. Imron pemilik rawon suwir daging goreng. Ternyata, pelanggan itu menyukainya dan rasa daging tidak berubah. “Keesokan harinya, mereka kembali lagi dan minta lauk protolan daging lagi,” kenang Imron yang masih duduk di bangku SMP kelas II saat itu, Jumat (19/4). Perlahan-lahan, kabar itu tersebar dari mulut ke mulut. Alhasil, semua pembeli yang ke sana minta daging protolan. Supaya tidak repot harus mencari protolan daging, Sukarti kemudian mengubah bentuk daging gorengnya yang berupa irisan menjadi suwir. Suwiran itu membuat cara makan daging menjadi lebih bersahabat karena mudah dikunyah. Sukarti berjualan nasi rawon

storyhighlights ■ Daging disuwir agar lebih mudah dinikmati. ■ Daging direbus, digeprek, dan disuwir kasar. Daging suwir dicampur bumbu dan digoreng. ■ Buka sejak 17.30-04.30, Rawon Suwir melayani mereka yang tetap melek hingga dini hari.

dan nasi pecel di tempat itu hingga 1994. Baru pada 1995, mereka pindah ke Jl Padjadjaran. Di sana, mereka menjadi penjual makanan pertama yang buka malam hingga pagi hari. Menguasai Malam

Semula mereka berjualan pada pukul 23.00 hingga 07.00 WIB. “Kan memang masa itu belum banyak penjual makanan di malam hari. Nah, kami memasuki peluang tersebut karena sebenarnya banyak orang yang masih lalu lalang di jalanan meski sudah larut malam,” tutur Imron. Di Padjadjaran, mereka mulai buka pukul 17.30 hingga 04.30. Dan sejak 2001, usaha Sukarti diambil alih oleh Imron. “Saya masih memakai resep buatan ibu,” ucap Imron yang kini dibantu istrinya, Nur Afifah, untuk mengolah dan menyiapkan makanan. Cara menyiapkan daging suwir itu lumayan rumit. Daging mentah dibersihkan lalu dipotong menjadi beberapa bagian dan direbus. Daging ditiriskan dan digeprek kemudian disuwir kasar. Berikutnya, daging suwir dimasukkan ke dalam bumbu dan digoreng. Setelah itu, ditiriskan minyaknya dan didinginkan. Begitu sampai warung, daging disuwir-suwir kembali supaya tidak menggumpal. Seporsi rawon daging suwir Rp 12.000. Jika merasa kurang mantap, pembeli dapat menambah telur asin, teman yang klop untuk rawon panas. (marta nurfaidah) join facebook.com/suryaonline

memanfaatkan rombong bakso milik tetangganya itu dengan sistem pembayaran diangsur. Meski rombong bakso tidak ergonomis untuk berjualan rawon dan pecel. tetapi karena yang ada hanya itu, Sukarti memanfaatkan properti yang ada. Konon, jualan Sukarti ramai karena orang yang penasaran dengan rombongnya. “Mereka heran mengapa rombong bakso tetapi kok cara melayani pembeli dengan centong,” kata Imron. Ternyata, yang dijual adalah nasi rawon dan nasi pecel, bukan bakso. Dulu dalam sehari berjualan menghabiskan nasi dua hingga tiga kilogram. Harga nasi rawon dan nasi pecel pun masih Rp 700. Sekarang, sehari bisa menghabiskan 25 kilogram nasi. Pembeli pun bukan orang sekitar saja, melainkan pengusaha dan pejabat juga. (ida)

Bakso dan Baby Face dari Ikan Nila

I

kan nila biasanya dikonsumsi sebagai ikan bakar atau digoreng dengan pendamping sambal. Namun, kalau bosan, ikan nila juga bisa dikreasi sebagai bahan membuat bakso. Pengolahnya adalah para santri di Ponpes Al Huda, Dusun Klakah, Desa Patok Picis, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. “Kebetulan kami punya delapan petak kolam ikan nila dan sempat mendapat pelatihan produksi ikan nila. Sekalian mencoba bikin bakso,” jelas Surono, pengurus harian Yayasan Al Huda, Selasa (23/4). Akhirnya didapat produksi bakso. Ikan nila di Kecamatan Wajak mudah didapat sehingga kalau ada alternatif produksi selain dijual mentah, maka peternak akan makin senang berbudi daya. Ikan nila usia panen tiga bulan bisa dipakai sebagai bahan bakso. Dagingnya diambil, dipisahkan dari tulangtulangnya. Dari ikan nila seberat 1 kg, jika hanya diambil dagingnya, diperoleh seperempat kg daging ikan nila. Dagingnya dicampur dengan tepung sebanyak ¼ kg. Bumbunya sama seperti bumbu bakso, yaitu bawang dan garam. Oleh karena daging ikan nila tidak spesifik rasanya, maka tidak perlu diberi banyak campuran tepung. “Nanti rasa ikannya hilang,” kata Surono. Dari setengah kg adonan ikan nila, akan menghasilkan sekitar 30 biji bolabola bakso ukuran sedang. Harga ikan

bakso, lele juga bisa. Akan tetapi, tampaknya penggemar bakso masih kurang familiar dengan lele padahal ketebalan daging lele lebih menjanjikan untuk dibuat bakso. Itu membuat ongkos produksi semakin murah. Data di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, produksi ikan nila pada 2012 mencapai 9.006,07 ton. Ikan nila umur satu bulan yang disebut dengan baby surya/sYlvianita widyawati face juga bisa dijadikan santapan kuliner. Baby face dijadikan ikan nila Rp 14.000-Rp 16.000 per kg. Bukan kering setelah dioven. Dalam kemasan ¼ hanya bakso, nila juga dibuat sebagai kg, bisa dijual ke konsumen hingga Rp isian tahu, siomay goreng, dan lain-lain. 25.000. Biasanya ikan kering itu diolah Jadi, semangkok bakso akan berisi semua lagi oleh konsumen menjadi balado dan komponen yang terbuat dari ikan nila. menjadi makanan ringan. (vie) Kulit nila tidak dibuang karena kulit itu yang gurih. Ketika digiling dan dijadikan bakso, hasilnya akan tampak bintik-bintik hitam dari kulit nila. Tulang nila pun tidak dibuang karena menjadi komponen untuk membuat kaldu bakso. “Kelezatan tulang ikan nila terutama terasa pada tulang-tulang kepala,” kata Surono. Itu sebabnya, tulang tetap dimanfaatkan. Sebenarnya tidak hanya nila yang bisa dibuat bahan surya/sYlvianita widyawati

follow @portalsurya


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
E-paper Surya Edisi 25 April 2013 by Harian SURYA - Issuu