apresiasi
Ibadah kebaktian penggalian tanah
pinggan dikumpul dan inilah yang dibawa untuk dimasukkan ke sebuah tugu nantinya. Setelah dipastikan tak ada tulang belulang yang tertinggal, maka penggalian dihentikan. Pendeta kembali memimpin kidung pujian dan menutup dengan doa. Para menantu perempuan menjunjung ampang diiringi kerabat keluarga menuju tugu yang telah disiapkan. Ada tujuh kuburan yang mereka gali dari sembilan yang akan dimasukkan ke tugu. Dua makam lain digali di Jakarta dan tengkoraknya sudah terlebih dahulu tiba di kampung. Junter mengatakan sudah lama ia merencanakan mangongkal holi atau pa nangkok saring-saring. Rencana ini ia usulkan saat ada pertemuan keluarga besanyar di Jakarta, Maret lalu. Gayung bersambut, adik dan anak-anaknya setuju dengan rencana ini. “Saya sudah tua dan tinggal di Bona Pasogit. Mumpung saya masih hidup, saya ingin membuat acara ini
Membawa pohon uang untuk tuppak
untuk menghormati leluhur. Ini juga merupakan amanat dari mendiang ayah,” ujarnya. Bagi suku Batak khususnya Batak Toba, mangongkal holi merupakan upacara penggalian tulang-belulang leluhur. Tulang-belulang ini kemudian dimasukkan ke sebuah bangunan penyimpan atau tugu. Tak ada yang tahu tepat sejak kapan upacara ini diadakan. Masyarakat meyakini tradisi ini sudah ada sejak dahulu kala bahkan sebelum agama masuk ke tanah Batak. Tunggul mengatakan tradisi ini lahir karena kepercayaan nenek moyang dengan arwah leluhur. Mereka percaya bahwa ketika orang meninggal maka dia punya sahala atau kekuatan yang memengaruhi kehidupan keluarganya. Maka dilakukanlah sebuah upacara mangongkal holi sebagai wujud penghormatan. Manguji Nababan, Direktur Pusat Kajian dan Dokumentasi Batak menga takan demikian. Sebagai wujud peng-
MAJALAH SUARA USU I 69