Gerbatama: Ini UI! Edisi #86: "Catatan Akhir Dasawarsa"

Page 1

COVER DEPAN


02

GERBATAMA 86 // 12 -2019

Catatan Redaksi Kilas Balik 2019: Rapor untuk UI

KONTEN Liputan Khusus

Liputan Utama

4

Opini Sketsa Pada suatu hari...

8

Galeri Foto Yang Baru di UI Infografis Kebijakan Rektor Masa Jabatan 2014-2019

17

Evaluasi dan Resolusi untuk UI:

Perubahan SIMAK UI dan BOP Sambut Mahasiswa Baru 2019

Liputan Khusus PTransformasi Sistem Transportasi di UI

16

9 13 14

Dari Kritik Mahasiswa Hingga Harapan Rektor Baru

Surat Pembaca

Harapan untuk Rektor Baru UI Periode 2019-2024

Artikel Kesehatan Stres Jadi Mahasiswa? Ayo, kenali dirimu!

Galeri Foto Potret Aksi 2019 Resensi Flying Solo: Pengasingan dan Pembaruan Opini Foto Advertorial

Struktur Redaksi

21 22 24 25 27 28

Suara Mahasiswa UI 2019 Pemimpin Umum: Halimah Ratna Rusyidah Pemimpin Produksi: Kezia Estha T Sekretaris: Ramadhana Afida Rachman Bendahara: Ajeng Riski Anugrah Kepala Divisi PSDM: Ika Madina Kepala Divisi Humas Eksternal: Victoria Yama Kepala Divisi Humas Internal: Nadia Farah Lutfiputri Kepala Divisi Media Partner: Nada Salsabila Kepala Divisi DTP: Vega Myland Kepala Divisi Audio Visual: Anggara Alvin Irmansyahputra Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan: Hani Nastiti Pemimpin Redaksi Gerbatama: Aniesa Rahmania Pramitha Devi Redaktur Pelaksana Gerbatama: Muhammad Insan Fadhil Pemimpin Redaksi Website: Muhammad Aliffadli Redaktur Pelaksana Website: Ramadhana Afida Rachman Pemimpin Perusahaan: Shinta Farida

‘‘

SUara NYATA “Tentang nasib angkatan ini Itu adalah urusan sejarah Tapi tentang penegakan kebenaran Itu urusan kita”.

-Taufiq Ismail-


GERBATAMA 86 // 12 -2019

EDITORIAL Tahun 2019 ini merupakan tahun penuh ‘kejutan’ di kampus kita tercinta, Universitas Indonesia. Betapa tidak, kebijakan yang muncul sepanjang tahun ini terkesan dibuat ketika mahasiswa lengah. Bukannya senang-senang, mahasiswa justru naik pitam ketika libur semester genap Juli lalu. Mulai yang kelihatan sepele seperti penertiban hewan, hingga yang menimbulkan masalah di tengah masyarakat umum seperti secure parking , hampir semua kebijakan tahun ini membawa kontroversi.

03

editorial

e d isiDE SE m be r 2019

Banyak upaya yang dilakukan mahasiswa untuk mempertanyakan sampai melawan kebijakankebijakan yang dianggap kontroversial tersebut, mulai dari mengadakan audiensi hingga melakukan aksi. Tak sedikit pula usaha yang dilakukan pihak rektorat untuk bertahan dan berdalih. Katanya, semua ini demi kebaikan sivitas akademika UI. Retorika pun muncul, sivitas akademika yang mana? Sebagai penutup tahun 2019 ini, Buletin Gerbatama hadir kembali dengan

artikel yang tak kalah mengejutkan dari kebijakan-kebijakan tersebut. Pro-kontra dari setiap masalah sekaligus evaluasi dan resolusinya akan dihadirkan sebagai bahan kilas balik sebelum memasuki dekade selanjutnya. Selain itu, kami berharap semoga artikel yang kami suguhkan dapat menjadi referensi bagi rektor baru periode 2019-2024 untuk menentukan arah langkah UI selanjutnya.

STRUKTUR REDAKSI Buletin Gerbatama 86 Pemimpin Redaksi: Aniesa Rahmania Pramitha Devi Redaktur Pelaksana: Muhammad Insan Fadhil Reporter: Fannisa Shafira Ridfinanda Aqilla Shafira Iskandar Zakia Shafira Ahmad Thoriq Nada Salsabila Trisha Dantiani Ersa Pasca Dwi N Penelitian dan Pengembangan: Hani Nastiti Ruth Margaretha Millania Putri Melina Febrianti Fotografer: Anggara Alvin Irmansyahputra Irene Paramitha Desain, tata letak, dan pracetak: Fajria Aulina Mulianingsidhi Ika Madina Dimas Alif Pradifta Syarifah Ni’mah Azzahra Aryodi Wahyu Kurniawan Adrian Falah Diratama


04 Liputan KHUSUS GERBATAMA 86 //12 -2019

Perubahan SIMAK UI dan BOP Reporter : Ersa Pasca dan Aqilla Shafira Foto: Anggara Alvin, Aqilla Shafira, dan Rangga Adhyaksa

U

niversitas Indonesia (UI) merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) idaman calon mahasiswa, baik melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), maupun Seleksi Masuk UI (SIMAK UI). SIMAK UI yang merupakan jalur mandiri pada dasarnya terdiri dari SIMAK Reguler dan SIMAK Paralel. Namun, pada tahun 2017, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 126 Tahun 2016 membatasi alokasi daya tampung S1 Reguler pada setiap program studi dengan SNMPTN minimal 30%, SBMPTN minimal 30%, dan Seleksi Mandiri maksimal 30%. UI memutuskan untuk mengalihkan kuota S1 Reguler yang terdapat pada SIMAK UI ke jalur SBMPTN. Lebih tepatnya, kebijakan mengenai kuota S1 Reguler yang diterapkan oleh UI adalah 30% untuk jalur SNMPTN dan 70% untuk jalur SBMPTN. Hal tersebut berlaku pada tahun 2017 dan 2018.

Perubahan pada Seleksi Masuk UI (SIMAK UI) Berdasarkan evaluasi dari ditiadakannya SIMAK UI Reguler tahun 2017 dan 2018, jalur masuk UI nonreguler hanya tersisa

SIMAK Paralel dan Kelas Khusus Internasional (KKI) dengan kewajiban membayar Biaya Operasional Pendidikan (BOP) lebih mahal serta tambahan Uang Pangkal (UP). Dengan begitu, banyak calon mahasiswa beranggapan jalur SIMAK UI merupakan jalur yang mahal serta memiliki keketatan yang tinggi. Menurut Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa UI (Adkesma BEM UI), hal ini merupakan salah satu alasan calon mahasiswa mengklaim tidak ada kesempatan lagi untuk masuk UI melalui tes tulis selain melalui jalur SBMPTN. Namun, perubahan signifikan terjadi pada tahun 2019 karena UI memutuskan untuk membuka kembali jalur SIMAK Reguler. Peluang masuk SIMAK Reguler tahun ini pun terbilang cukup besar karena masih banyak calon mahasiswa yang tidak mengetahui pembayaran SIMAK Reguler, sehingga persaingannya tidak terlalu ketat. Mahasiswa yang diterima melalui jalur ini dikenakan BOP Berkeadilan (BOPB), mekanisme pengajuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sama bagi mahasiswa S1 Reguler dari jalur SNMPTN dan SBMPTN. Selain munculnya kembali jalur

SIMAK Reguler, pada tahun ini terdapat perubahan signifikan lainnya pada SIMAK UI. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya berupa soal pilihan ganda, kini SIMAK UI metambahkan mata uji Menulis Esai. Menurut keterangan yang diperoleh Suara Mahasiswa dari Kepala Kantor Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB), Dr. Untung Yuwono, mata uji Menulis Esai pada SIMAK UI Reguler sebagai seleksi jalur mandiri diadakan berdasarkan Permenristekditi Nomor 60 Tahun 2018, Pasal 4 dan Pasal 5, yang menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi mandiri dilakukan setelah pengumuman hasil jalur SBMPTN, dilaksanakan oleh masing-masing PTN, dan ketentuan mengenai persyaratan, metode, tata cara, serta kriteria seleksi mandiri yang dilaksanakan oleh tiap-tiap PTN diatur dan ditetapkan oleh PTN. Alasan UI mengadakan penambahan mata uji ini adalah untuk mengukur soft skill peserta seleksi. Menurut Untung, dalam dunia kerja, banyak hasil riset yang menyatakan bahwa kemampuan soft skill lebih diutamakan dari hard skill karena menentukan kesuksesan dalam berkarir dan memajukan perusahaan. Di samping itu, UI juga ingin


GERBATAMA 86 // 12 -2019

Liputan KHUSUS

05

Sambut Mahasiswa Baru 2019

Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. Rektor UI Periode 2014-2019

Meski jalan yang ditempuh untuk mencapai itu semua terbilang berat, menurutnya (Anis, red) segala kebermanfaatan tersebut akan kembali pada mahasiswa


06 Liputan KHUSUS GERBATAMA 86 // 12 -2019

melihat kesungguhan peserta seleksi dalam memilih UI sebagai tempat studinya nanti. Ia beranggapan, dalam memilih program studi dan perguruan tinggi tidak boleh asal-asalan, tetapi berdasarkan minat dan niat, serta kemampuan akademik yang diukur melalui sejumlah mata uji. Dalam pelaksanaannya, justru penambahan mata uji Menulis Esai ini dianggap memberikan peluang bagi calon mahasiswa UI. Menanggapi berbagai perubahan sistem SIMAK UI tersebut, Humas UI bersama Departemen Adkesma BEM UI secara masif melakukan sosialisasi kepada seluruh calon mahasiswa berkaitan penambahan sistem SIMAK Reguler dan soal esai dalam SIMAK UI tahun ini. Namun, pihak Adkesma sangat menyayangkan bahwa sosialisasi ini baru dilakukan pihak Humas UI setelah pengumuman seleksi Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar (PPKB) UI yang hanya terhitung beberapa minggu sebelum pembukaan pendaftaran SIMAK UI, sementara Adkesma baru dapat mempublikasikan konten setelah adanya sosialisasi dari Humas UI. “Sosialisasi yang baik harusnya dilaksanakan sebelum jadwal mulai penerimaan mahasiswa baru dilaksanakan. Akhirnya, banyak pertanyaan masuk ke akun-akun UI karena mereka nggak mempersiapkan untuk SIMAK dengan esai tahun ini,” ujar Amirah Rachmawati, Wakil Kepala Departemen Adkesma BEM UI. Berbagai pembaruan pada SIMAK UI tahun ini dikhawatirkan akan membuat calon pendaftar SIMAK kurang informasi sehingga berdampak pada psikologis

mereka. Maka dari itu, pihak Adkesma menggencarkan sosialisasi berupa infografis sebanyak tiga kali. Pencerdasan ini terdiri dari timeline, biaya, dan mekanisme pendaftaran serta persiapan menuju SIMAK sesuai sosialisasi Humas UI dengan pengubahan konten yang lebih menarik dan komunikatif, seperti memberikan contoh cara pemilihan program studi. Publikasi yang dilakukan kedua pihak tersebut pada akhirnya dinilai para mahasiswa baru sangat informatif sehingga mereka dapat melakukan persiapan untuk menghadapi soal esai ini. “Aku kayak udah dikasih tahu sama jurinya apa aja yang harus ada di esai. Terus aku juga udah cari tahu itu esai tentang diri sendiri kan, jadi aku nyari tahu apa aja yang harus ada di esai tentang diri sendiri. Jadi, kayak outline-nya gitu,” kata Ika Nurjannah, mahasiswi SIMAK S1 Reguler Bahasa dan Kebudayaan Korea Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB UI) 2019. Diadakannya SIMAK Reguler tentunya membawa keuntungan bagi calon pendaftar, khususnya karena calon mahasiswa bisa mendapat BOP Berkeadilan. “Pada SIMAK Reguler ini diberi kebebasan memilih biaya kuliah sesuai dengan ekonomi keluarga. Hal ini bisa membantu mahasiswa yang berekonomi kurang untuk bisa berkuliah di Universitas Indonesia,” jelas Aloysius.

Perubahan pada Biaya Operasional Pendidikan (BOP)

Selain perubahan pada SIMAK UI sebagai upaya agar bobotnya menjadi lebih baik dari ujian tulis jalur lain, terdapat pengubahan lain yang membuat UI terus bertekad meningkatkan kualitas akademik di pemeringkatan internasional sebagai upaya menuju World Class University. Berdasarkan audiensi yang dilakukan Adkesma UI, dibutuhkan fasilitas yang dapat menunjang untuk bisa mendapatkan sistem pendidikan yang mumpuni. Hal tersebut tentunya mewajibkan UI menambah pemasukan. Saat ini, pemasukan UI berasal dari beberapa sumber dengan persentase yang berbeda, yaitu 10% BOP mahasiswa Reguler, 50% BOP mahasiswa nonreguler (Vokasi, Paralel, dan KKI), 20% dari pemerintah yang meliputi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) sebagai pengganti uang pangkal mahasiswa S1 Reguler, dan 20 % dari unit usaha/ventura maupun hibah. Dari data tersebut, dapat dilihat pemasukan terbesar UI berasal dari BOP mahasiswa nonreguler. Oleh karena itu, tahun 2019 dilakukan kenaikan BOP bagi mahasiswa nonreguler. Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met, rektor UI periode tahun 2014 - 2019, menjelaskan bahwa kenaikan BOP hanya berlaku bagi batas atas atau orangorang yang pada dasarnya mampu. Ini dikarenakan angka BOP yang sebelumnya dipakai berdasarkan ketetapan tahun 2008, sehingga sudah tidak sesuai dengan keadaan tahun 2019. “BOP Berkeadilan itu, kan berkeadilan. Jadi, orang yang tidak mampu itu tetap berada pada matriks


GERBATAMA 86 // 12 -2019

Liputan KHUSUS

07

serta tidak memaksakan mahasiswa dari jalur PPKB untuk mengambil prodi yang telah diterima. “Adkesma memastikan bisa dicover dengan bentuk cicilan, pendampingan dan pendaftaran beasiswa. Perlu juga kasih tahu ke Adkesma fakultas apabila ada maba yang kurang mampu dan nggak bisa lanjut, coba didampingi dan dikomunikasikan ke Samaba,” tegas Amirah.

di antara 0 sampai 500 ribu. 500 ribu sampai satu juta itu tetap ada, yang dua juta, yang tiga juta itu tetap ada, tapi batas atasnya itu, kan nggak bisa sama dengan tahun 2008, sehingga yang mampu untuk bisa dilebihkan dari itu harusnya diberikan kesempatan untuk lebih lagi. Nah, sementara ini kan, kebijakan itu kalau diambil selalu ditentang, ya, karena wah, pokoknya nggak boleh ada kenaikan. Tapi itu mencederai keadilan sebetulnya,” terang Anis. Anis menambahkan bahwa kenaikan BOP terjadi tidak hanya untuk meningkatkan kualitas UI, tetapi juga karena inflasi yang tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, pilihan yang dapat diambil hanyalah antara meningkatkan pemasukan dengan menaikkan BOP atau mengorbankan kualitas. “Kalau kualitas ditingkatkan, ya, real dalam kehidupan, kan memang inflasi pasti ada. Nah, kenapa ini mendesak? Karena ini sejak 2008. Sekarang udah 2019, harganya masih 2008. Kan itu suatu yang berat untuk ke depannya kalau dipertahankan terus. Kasihan UI-nya kalau ke depannya masih begini terus,

kan yang dikorbankan kualitas. Tapi, ya, bukan berarti mahasiswa itu dibebankan. Tidak, tetap BOP berkeadilan,” jelas Anis. Berkaitan pada hal itu, Adkesma BEM UI telah melakukan audiensi sebanyak tiga kali, yaitu pada Direktorat Pendidikan (Dirpen), Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa), dan Direktorat Keuangan. Penandatanganan Peraturan Rektor UI Nomor 9 tahun 2019 yang menaikkan BOP telah dilakukan sebelum pengumuman PPKB, tetapi publikasi baru dilakukan setelah pengumuman PPKB. Oleh karena itu, tidak sedikit kasus mahasiswa yang diterima jalur PPKB tetapi tidak bisa melanjutkan daftar ulang karena perubahan BOP tersebut. Permasalahan keuangan seperti kasus tersebut akan dibantu Sahabat Mahasiswa Baru (Samaba) dengan sistematika cicilan atau pendampingan berupa pinjaman. Samaba dibentuk untuk membantu calon mahasiswa dalam mendapatkan informasi yang benar dalam menjalani masa awal kehidupan kampus. Pihak UI juga telah memberikan keringanan berupa cicilan BOP

Tetap Berjalan di Tengah Pro dan Kontra Perubahan sistem SIMAK menuai banyak tanggapan positif, baik dari pihak UI maupun calon mahasiswa. Selain soal esai yang dianggap lebih mudah, kehadiran kembali SIMAK Reguler seakan memberikan harapan bagi calon mahasiswa UI yang tidak berhasil di jalur lain untuk tetap mengikuti jalur reguler. Sementara itu, peningkatan BOP nonreguler menimbulkan pro-kontra dari berbagai pihak. Selain sosialisasinya yang minim, kebijakan ini dinilai kurang transparan. Di satu sisi, tujuan baik UI di balik kenaikan tersebut adalah untuk menunjang sistem akademik dengan peningkatan fasilitas. Menurut Anis, hal tersebut terealisasikan dalam perubahan pelayanan Klinik Makara, pembangunan Sarana Olahraga (SOR), dan pembangunan Rumah Sakit UI. Meski jalan yang ditempuh untuk mencapai itu semua terbilang berat, menurutnya segala kebermanfaatan tersebut akan kembali pada mahasiswa. (mif/ arpd)


08 OPINI SKETSA

GERBATAMA 86 // 12 -2019


GERBATAMA 86 // 12 -2019

LIPUTAN KHUSUS

09

Transformasi Sistem Transportasi di UI Rep: Trisha Dantiani dan Nada Salsabila Foto: Anggara Alvin dan Irene Paramitha

S

elama tahun 2019, sistem transportasi di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok mengalami banyak perubahan, mulai dari perubahan sistem masuk kampus hingga mobilitas antarfakultas dengan bus Transjakarta. Perubahan tersebut membuahkan beragam pendapat dari sivitas akademika UI dan masyarakat sekitar. Ada yang menilai positif, tetapi tidak sedikit pula yang menanggapinya dengan negatif.

Secure Parking dan Segala Problematikanya Regulasi transportasi terbaru yang kerap kali menjadi sorotan masyarakat adalah penambahan sistem palang otomatis di setiap titik keluar masuk UI, yang biasa disebut sistem secure parking. Namun, Direktur Pengelolaan dan Pemeliharaan Fasilitas (DPPF) UI Prof. Dr. Ir. Gandjar Kiswanto, M. Eng, menganjurkan untuk berhenti menyebut penambahan sistem parkir tersebut sebagai secure parking, melainkan operator parking. ”Perusahaan tersebut

(Secure Parking -red) menjadi senang, itu seperti free advertising.” Gandjar menjelaskan pemberlakukan sistem tersebut adalah cara untuk menghadapi kepadatan pertumbuhan kendaraan dan penduduk di sekitar UI. “Saya sampaikan di jam 7 (sampai -red) jam 8, Gerbatama itu bisa masuk sampai 3000 motor, hanya (dalam -red) satu jam. Itu efek dari pertumbuhan kendaraan roda dua, pertumbuhan ojek online. Kita terkena (istilahnya mau tidak mau) impact-nya. Kita harus bereaksi sebagai sebuah perguruan tinggi. Jangan sampai nanti tiba-tiba terjadi lonjakan, kita nggak siap.” Alasan lain diberlakukannya sistem operator parking adalah untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan segenap sivitas akademika UI. Dengan adanya sistem operator parking, kendaraan yang keluar dan masuk lingkungan kampus dapat dimonitor lewat sistem yang mendata plat nomor kendaraan

dan merekam aktivitas dengan kamera. “Kita nggak pernah tahu siapa mereka. Kita tidak pernah bisa mengidentifikasi nomor plat mobil dan lain-lain. Apa yang mereka lakukan tidak pernah terpantau. Nah, dengan kita barrier, kita meningkatkan keamanan. Jadi, pada saat mereka masuk kita tahu mereka belum keluar.” ungkap Gandjar. Penerapan sistem masuk operator parking ini sempat ramai dibicarakan. Terbukti dari adanya aksi oleh mahasiswa yang tidak setuju dengan adanya regulasi tersebut. Salah satunya adalah rangkaian aksi yang disebut UI Endgame, yang digagas oleh Departemen Aksi dan Propaganda (Akprop) BEM UI sebagai respon atas beberapa kebijakan yang baru diterapkan di UI. Pada aksi UI Endgame I, gerakan mahasiswa membawa narasi besar yang isi utamanya menuntut rektor agar tidak membuat kebijakan yang intransparan. Sementara itu, pada UI Endgame II, narasi yang diajukan berfokus pada tuntutan-tuntutan seputar


10 LIPUTAN KHUSUS GERBATAMA 86 // 12 -2019

penerapan operator parking. Akprop BEM UI berperan mengawal tuntutan-tuntutan mahasiswa agar didengar oleh rektorat. “Kita pengin berkas-berkas tentang secure parking ini itu ada, kayak Andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas), terus surat izin bangunannya, dan lain-lain. Itu kan ternyata nggak terbukti, kan sampai sekarang, belum di-publish,” ujar Zafira, Kepala Departemen Akprop BEM UI, saat diwawancara Suara Mahasiswa.

baginya, karena sistem pembayaran belum dipublikasikan secara jelas. Selain itu, peletakan palang parkir menurutnya juga kurang tepat, sehingga dapat menimbulkan kemacetan. Kemacetan tersebut diakibatkan oleh tertutupnya jalur motor oleh bis kuning (bikun). “Saat jam-jam pulang kampus itu terjadi, maka itu akan ada penumpukan di gate-gate pada saat mau keluar. Nah, terkadang (penumpukan kendaraan di--red) gate itu menutupi jalan pengguna motor,” ujar Atgan. Menurutnya, hal tersebut dapat mengganggu mobilitas transportasi kampus.

Zafira juga menyoroti dampak penerapan operator parking di lingkungan UI. Menurutnya, selain dasar kajian yang belum jelas, penerapan operator parkir juga merugikan mahasiswa maupun masyarakat dalam beberapa hal. Salah satunya adalah kemacetan yang akan ditimbulkan. Setiap pagi terjadi rush hour di pintu Kukusan Teknik (Kutek), volume kendaraan roda dua yang masuk ke kampus UI bisa mencapai sekitar 100 motor per lima menit. Tanpa adanya operator parking yang mengharuskan pengemudi berhenti untuk bayar di palang parkir, volume kendaraan masuk sudah sangat padat. Bila sistem tersebut dijalankan, tentunya kemacetan setiap hari tak dapat dihindari.

Tanggapan senada juga diucapkan oleh Fery, seorang sopir ambulans di Klinik Makara UI. Menurutnya, penerapan operator parking yang mengharuskan siapa pun mengambil karcis parkir tanpa terkecuali tersebut cukup menyulitkan pekerjaannya. “Kendalanya kalau lagi ada emergency harus cepat keluar, bawa pasien, itu kadang macet di depannya. Biasanya kalau sistem dulu itu kan, kita diprioritaskan. Dikasih jalan. Tapi kalau untuk yang sekarang itu, tetep kita ngikutin alur karena kita sopir ambulans tetap dikasih karcis,” ujar pria asal Citayam tersebut. Fery berharap, pihak penyedia layanan parkir menyediakan karcis prioritas bagi ambulans agar dapat memudahkan evakuasi pasien.

“Kayak, dia harus berhenti dulu, nge-tap dan lain-lain, itu macetnya segimana panjang. Dan itu udah terbukti, kan ketika kemarin uji coba,” jelas Zafira. Respon negatif terhadap penerapan operator parkir juga dilontarkan oleh mahasiswa. Misalnya Atgan Rouf, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI yang membawa kendaraan setiap hari ke kampus. Menurutnya, penerapan kebijakan operator parkir cukup membingungkan

Izal, seorang mitra ojek online yang sering mengambil orderan di sekitar lingkungan kampus UI merasa bahwa sistem operator parking tersebut akan sangat memengaruhi pengguna ojek online di kampus. “Jangankan ojol, Mbak, saya tuh sering ngobrol sama penumpang sama warga pun banyak yang keberatan, bahkan karyawan UI pun (yang -red) saya dapat (sebagai -red) penumpang itu keberatan.” kata Izal. Ia juga menegaskan bahwa para mitra

ojek online sudah sepakat untuk membebankan biaya masuk ke penumpang, meski ada kemungkinan akan mengurangi jumlah penumpang. “Karena kalau dibebankan ke driver, itu mengurangi pendapatan kita yang cuma delapan ribu, dipotong dua ribu ya, kan? Jadi enam ribu, makan apa kita?” keluhnya. Mengenai kemacetan yang disebabkan oleh adanya sistem tersebut, Gandjar berharap bahwa hal ini akan memicu lebih banyak pengendara untuk melewati jalan alternatif berupa Biker Outer Ring Road (BORR) untuk menghindari kemacetan di satu titik saja. Ia berharap BORR yang disiapkan akan membuat warga yang hendak ke arah Jalan Margonda Raya atau Jakarta tidak perlu lewat bagian dalam kampus UI Depok. Ia juga berharap bahwa dengan diberlakukan sistem ini, mahasiswa, karyawan, dan dosen lainnya dapat mengantisipasinya dengan melakukan penyesuaian gaya hidup. “Tolong disampaikan ke temanteman ini ada perubahan pola hidup, perubahan gaya hidup. Ada perubahan keseimbangan, ya mohon dimaklumi, tapi ini untuk kebaikan bersama.” kata Gandjar.

Rencana Mengganti Bikun dengan Transjakarta Selain operator parking, pergantian armada bikun menjadi Transjakarta juga menuai berbagai komentar. Kebijakan ini berlatar belakang dari kebutuhan bus berlantai rendah untuk memudahkan pengguna transportasi di dalam kampus tersebut, sedangkan perusahaan penyedia armada bikun hanya menyediakan bus dengan lantai tinggi. Selain itu, penggunaan Transjakarta juga diharapkan


bisa meningkatkan konektivitas kampus UI dengan daerah-daerah lainnya. “Transjakarta sebenarnya ada dua keuntungannya. Yang pertama adalah low deck, yang kedua yaitu konektivitas, bisa dibayangkan. Teman-teman, dosen, karyawan, yang rumahnya misalnya di Lebak Bulus, dia

hanya tinggal naik angkot atau apa sedikit, masuk ke Stasiun Lebak Bulus, langsung door to door service (sampai ke kampus UI -red), seperti itu, kan? Langsung sampai di fakultasnya, dia Fakultas Ekonomi dia langsung turun depan Fakultas Ekonomi,� jelas Gandjar. Dosen Departemen Teknik Mesin tersebut menjelaskan bahwa saat ini jumlah bus Transjakarta masih tergolong sedikit karena kerjasama Transjakarta dengan UI masih dalam tahap uji coba untuk mengevaluasi terlebih dahulu apakah program tersebut efisien.

“Iya ini tahap uji coba, kita masih evaluasi terus bagaimana nih efisiensi ketidakefisienannya. Kami masih melihat evaluasi dengan TJ-nya sendiri. Tingkat okupansi busnya itu masih rendah, nah ini kita melihat (warga UI -red) masih senang menggunakan kendaraan pribadi. Nah, kami dalam waktu dekat akan melakukan survei ke siv-

itas untuk mengisi, kalau ingin naik TJ, inginnya tuh di mana, paham, kan? Nanti data itu yang akan kami berikan ke Transjakarta.� Gandjar menambahkan bahwa jika kerjasama dengan Transjakarta diteruskan, DPPF berencana akan melakukan color branding dengan membuat bagian belakang Transjakarta dalam UI berwarna kuning seperti bikun. Mengenai penggantian bikun dengan Transjakarta, Zafira menyatakan terdapat dua isu yang disoroti oleh Akprop BEM UI, yaitu masalah kesejahteraan

GERBATAMA 86 // 12 -2019

LIPUTAN KHUSUS

11

supir bikun dan jarak datangnya kendaraan satu dengan lainnya atau dikenal sebagai headway. Transjakarta yang beroperasi di jalur Depok - Lebak Bulus dan Depok - Manggarai tentunya membuat headway semakin jauh. Bila bikun yang hanya beroperasi di kampus UI memi-

liki headway selama 5-7 menit, maka headway Transjakarta yang beroperasi keluar kampus akan lebih jauh. Meskipun terdapat 30 armada Transjakarta yang akan menggantikan bikun, tetap saja menurutnya bertambahnya headway tidak bisa dihindari.


12

GERBATAMA 86 // 12 -2019

liputan khusus

Pandangan berbeda dikemukakan oleh Atgan. Menurut Atgan, pergantian bikun menjadi Transjakarta memiliki dampak yang positif. “Itu perubahan yang revolusioner,” katanya. Pergantian tersebut turut memperbaiki kualitas transportasi publik di lingkungan UI menjadi lebih ramah lingkungan dan ramah difabel. Respons baik juga ditunjukan

oleh Fery. Ia menilai perubahan tersebut sebagai hal yang sudah baik. Namun, sekali lagi pihak rektorat kurang mensosialisasikan perubahan tersebut kepada warga UI, sehingga informasi yang didapat masih sangat minim. Pada akhirnya, pihak DPPF menyatakan bahwa semua perubahan ini adalah untuk menuju UI Green Campus yang lebih

mengandalkan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi. “Harapan ke depannya kita semua bisa secara bertahap beralih ke transportasi umum. Itu aja sih harapannya.” pesan Gandjar.

Semua perubahan ini adalah untuk menuju UI Green Campus yang lebih mengandalkan transportasi u mu m d ib a nding k enda ra a n pr iba di.

- Pih a k DPPF


GERBATAMA 86 // 12 -2019

galeri foto

Yang Yang Baru Baru di di UI UI

13

Pusgiwa Baru?

TJ? Foto: Irene Paramitha

Spekun?


14

GERBATAMA 86 // 12 -2019

infografis


GERBATAMA 86 // 12 -2019

15


16

GERBATAMA 86 // 12 -2019

opini pembaca


GERBATAMA 86 // 12 -2019

liputan utama

17


18 liputan utama

GERBATAMA 86 // 12 -2019


GERBATAMA 86 // 12 -2019

liputan utama

19


20 liputan utama

GERBATAMA 86 // 12 -2019

Pendidikan harus memiliki dua sifat yaitu kreatif dan solutif. Pendidik an yang bersifat hafalan sudah harus dike sampingkan. Poin lainnya ialah bangsa Indonesia harus mulai menyiapkan sektor jasanya. Sumber daya manusia (SDM) harus disiapkan untuk menyongsong era industri 4.0.

- Ar i Ku n co ro R ekto r UI


GERBATAMA 86 // 12 -2019

surat pembaca

21


22 artikel

GERBATAMA 86 // 11 12 -2019

Stres Jadi Mahasiswa? Ayo, Kenali

Dirimu! Ikut organisasi, banyak masalah, stres. Rebahan seharian di kasur, tidak produktif, akhirnya stres juga. Dilema tersebut rasanya tidak asing bagi mahasiswa. Keharusan menyeimbangkan tanggung jawab sebagai anggota organisasi, kepanitiaan, dan nilai akademis seringkali menjadi beban mental. “I need to be a good organization member, I need to be good student, dan lain sebagainya. Gue harus lebih responsible. Berat sih, berat. Like, I cry a lot, yes...” papar Afifah, seorang mahasiswi Universitas Indonesia (UI), pada Suara Mahasiswa UI. Banyaknya tekanan yang dialami mahasiswa juga diamini oleh Cantyo Atindriyo Dannisworo, M.Psi., dosen psikologi klinis dari Fakultas Psikologi UI, “Mahasiswa itu tekanannya tinggi,” jelasnya. Pria yang akrab disapa Dennis tersebut menambahkan bahwa tingginya tuntutan di UI juga menyebabkan tekanan yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan mahasiswa kampus lain. Alhasil, mahasiswa UI cukup rentan terhadap masalah kesehatan mental, “Ada organisasi, minat dan bakat lainnya itu juga, kan banyak tuh. Dari situ juga punya tuntutan-tuntutan khusus, sehingga pressure-nya makin besar, sehingga kerentanannya tinggi.”

Cantyo Atindriyo Dannisworo, M.Psi. dosen psikologi klinis dari Fakultas Psikologi UI

Namun, tidak adanya kesibukan atau aktivitas juga tidak otomatis memberi efek positif bagi kesehatan mental seorang mahasiswa, “Karena kayak kalau misal lo gabut, you’re alone with your thoughts, and you kinda like, your mind wanders to that place,” jelas Afifah soal perasaannya saat tidak melakukan sesuatu yang produktif. Dennis juga menambahkan bahwa mahasiswa yang tidak sibuk di luar akademis juga belum tentu bebas dari tekanan. “Siapa tau di rumah tuntutan keluarga sangat besar, kan. Itu tingkat stresnya juga tinggi, kan,” Entah dari banyaknya kesibukan atau sebaliknya, stres bagi mahasiswa seakan tidak bisa dihindari.

Dampaknya pun tidak bisa dianggap remeh. Dennis menjelaskan bahwa stres yang dibiarkan menumpuk terus-menerus dapat menyebabkan seseorang mengalami burnout, yaitu kelelahan secara fisik, emosional, dan mental. Selain itu, depresi juga bisa terjadi jika stres dibiarkan terakumulasi terlalu lama. Dalam kasus yang sudah sangat parah, seorang mahasiswa yang sudah sangat depresi bisa saja kesulitan untuk berangkat ke kampus dan hanya mengurung diri di kamar. Tentunya hal ini akan menyebabkan banyak konsekuensi negatif bagi kehidupan seseorang.


GERBATAMA 86 // 12 -2019

artikel

Cara untuk Menghindari Stres Dennis menekankan bahwa kuncinya terletak pada kemampuan menyeimbangkan berbagai aktivitas dalam dunia perkuliahan. Cara mencapai keseimbangan ini berbeda untuk setiap orang. Sebagai contoh, bagi Afifah, belajar justru menjadi pelepas penat dari kegiatan berorganisasi, “Gue capek banget di organisasi itu, to the point I think I took academics as a recreation. Jadi kayak, gua senang pergi ke kelas.” Menurut Dennis, menyeimbangkan stres dari berorganisasi dengan belajar sebenarnya sah-sah saja. “Di satu sisi ada orang yang sangat suka belajar. Jadi ya, yang menyenangkan buat dia adalah belajar.” Namun, hal tersebut tentunya tidak berlaku untuk semua orang. Bisa jadi sebaliknya, seorang mahasiswa menganggap berorganisasi adalah hal yang menyenangkan sehingga bisa menyeimbangkan beban mental dari pembelajaran akademis. “Ada juga yang ikut UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa -red) seperti ikut UKM bola atau UKM olahraga lainnya, sehingga dengan dia bermain olahraga, itu menyeimbangkan dia dari stresnya yang tinggi,” tambahnya.

Ia mengibaratkan stres dengan sebuah gelas yang perlahan-lahan terisi dengan air, “Ketika kita tidak coba untuk kelola akhirnya ia akan tumpah. Nah masalahnya adalah gimana caranya si gelas ini bisa tetap menampung. Setiap kita dikasih air kan harus kita tuang, harus kita buang. Gimana cara buangnya sangat berbeda-beda tiap orangnya.” Dennis menambahkan bahwa selain dengan berkegiatan, bercerita ke orang-orang terdekat juga bisa menjadi salah satu cara efektif ‘mengosongkan’ gelas tersebut. Dennis juga menjelaskan bahwa untuk menyeimbangkan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkuliahan, seseorang harus mengenali dirinya terlebih dahulu. “Kita yang tahu batas diri kita sendiri,” tegasnya. Menurutnya, ada orang-orang yang dapat menghabiskan hampir seluruh waktunya dalam seminggu untuk beraktivitas. Namun ada juga tipe orang introvert yang perlu waktu rehat sendiri setelah banyak berinteraksi dengan orang lain. “Setiap orang berbeda-beda sehingga langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengenal diri sendiri. Ketika kita sudah mengenal diri kita sendiri, kita baru bisa me-manage waktu dan stres kita gitu.”

Dennis mengatakan, terkadang ekspektasi dari pihak luar membuat kita tidak dapat memperoleh keseimbangan yang ideal. Ia mencontohkan seorang mahasiswa dengan IP 3,4 yang dituntut untuk mencapai angka cum laude. “Tapi struggle dia selama untuk dapat 3,4 sudah mati-matian banget. Dia sudah kurang tidur, dia sudah nggak punya teman, dia sudah nggak punya kegiatan lain. Kalau mau sampai 3,5 kan gila banget? Jangan-jangan sebenarnya di 3,4 juga sudah keluar dari comfort zone dia, kan. Kita harus tahu batas diri kita.” Namun, Dennis tetap menganjurkan untuk terus berusaha meningkatkan diri, dengan syarat melakukannya atas kemauan diri sendiri. “Ketika sebaliknya kita 3,4 itu kita sudah bisa megang kepanitiaan, terus kita santai-santai, kuliah kita skimming aja, akhirnya 3,4 no big deal sebenarnya. Tapi kan itu berarti sebenarnya kita punya kapabilitas untuk mencapai 3,5. Ketika kayak gitu, kita masih benar-benar berada di comfort zone kita. Kalau kita keluar sedikit untuk mencapai hasil yang optimal dan kita mau, itu yang penting, kita mau. Jangan sampai kita melakukan atas tuntutan dari lingkungan.” tutupnya. (ket/arpd) Rep: M. Insan Fadhil Foto: Anggara Alvin

Dennis juga menjelaskan bahwa untuk menyeimbangkan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkuliahan

seseorang harus mengenali

dirinya

23

terlebih dahulu.


24 galeri foto

GERBATAMA 86 // 12 -2019

POTRET AKSI 2019

GALERI FOTO

Foto: Alvin Anggara


RESENSI GERBATAMA 86 // 12 -2019

resensi

25

Flying Solo: Pengasingan dan Pembaruan Oleh Putri Melina

Pamungkas—seorang penyanyi solo pria Indonesia yang mengawali debut pada tahun 2018—kembali meluncurkan album keduanya yang bertajuk Flying Solo setelah pada tahun 2018 merilis Walk The Talk sebagai album perdananya. Penyanyi yang akrab disapa Pam ini mulai dikenal luas di kancah musik tanah air semenjak lagu I Love You But I’m Letting Go dan Sorry. Namanya kian melambung sebagai jajaran penyanyi solo pria papan atas Indonesia. Kesuksesan yang diraih dalam album pertama membuat Pamungkas kembali meluncurkan album kedua yang resmi dirilis pada 14 Juni 2019. Album yang menjadi lanjutan ini masih mengusung hal yang menjadi ciri khas Pamungkas yaitu dominasi lirik berbahasa Inggris dan mengusung tema besar percintaan. Album Flying Solo terdiri dari sebelas lagu, yaitu Intro III, Modern Love, Flying Solo, The Retirement of U, Break It, Intro IV, To The Bone, Nice Day, Lover Stay, Untitled, dan Outro I.

Nama Album

: Flying Solo

Penyanyi

: Pamungkas

Tanggal Rilis

: 14 Juni 2019

Genre

: Pop

Label

: MasPam Records

Pada hari perilisan album Flying Solo, Pamungkas juga memperkenalkan dua lagu baru di album tersebut, yaitu The Retirement of U dan Flying Solo. Album dengan sampul bernuansa lautan yang sendu dengan tulisan Flying Solo berwarna kuning benar-benar menggambarkan setiap lantunan di dalamnya.

Lantunan Flying Solo bercerita mengenai seseorang yang ingin menghabiskan waktunya sendirian tanpa orang lain serta mengasingkan diri dari orang-orang di sekitar karena pada momen tersebut ia dapat merasakan hidupnya dan rehat sejenak dari masalah-masalah yang ia miliki.

Proses pembuatan Flying Solo dikerjakannya sendiri, sama seperti album sebelumnya. Mulai dari proses penulisan, mixing, hingga producing, Pamungkas lah yang mengerjakannya sendiri. Pada album kedua ini, musisi asal Jakarta tersebut masih membawa gaya bermusiknya yang khas, yaitu dengan sentuhan kental musik elektronik dan lirik yang sesuai dengan zaman. Berkat hal tersebut lagu-lagu Pamungkas dapat diterima luas oleh masyarakat.

Dalam rangka mempromosikan album keduanya, Pamungkas telah menyapa para penggemarnya di beberapa kota besar seperti, Malang, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Bandung pada 21 Juni—30 Juni 2019 melalui sebuah tur bertajuk Flying Solo Tour. Mereka sangat antusias terhadap tur tersebut. Album kedua ini akan menjadi realisasi dari niat Pamungkas yang ingin mengajak setiap pendengarnya untuk berani berjuang dalam mencapai tujuan mereka, tidak hanya berpikir, tetapi juga tetap berjalan dan mencari solusi untuk setiap hambatan yang mereka temui. (arpd)

Pria yang memiliki nama lengkap Rizky Pamungkas ini juga mengunggah musik video untuk lagu Flying Solo di kanal Youtube miliknya pada 5 Agustus 2019 dan sampai saat ini telah ditonton lebih dari 250 ribu kali.

[re·sen·si]

pertimbangan atau pembicaraan


26

GERBATAMA 86 // 12 -2019


GERBATAMA 86 // 12 -2019

27

OPINI FOTO

OPINI FOTO

Suporter dari FISIP UI meneriakkan yel-yel sambil menyalakan smoke flare yang berwana oranye yang menunjukan warna makara mereka. Mereka menunjukkan solidaritas dan semangat sebelum memasuki Balairung.

ADVERT.



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.