20
JENDELA BUKU
HistoriograďŹ Dunia Timur Suma Oriental merupakan catatan penting tentang sejarah dan geografi dan gambaran perjumpaan pertama antara bangsa Eropa dan bangsa Asia atau antara Barat dan Timur. ABDILLAH M MARZUQI
B
AGI pecinta sejarah, mengimajinasikan masa lalu tentu menjadi hal yang tak terelakkan. Selalu menarik untuk merangkai semua sejarah menjadi bagian utuh, mengumpulkan bagian terserak dan menyatukan kepingan dari semua aspek pembentuk sejarah. Termasuk aspek sosial, kondisi lingkungan, aktivitas ekonomi, kehidupan budaya, dinamika politik, dan perilaku keagamaan. Menengok masa lalu, menjadi lebih mudah jika didukung dengan wacana yang menyeluruh. Jika setuju dengan hal di atas, ada baiknya mem perhatikan rupa-rupa Nusantara dalam
bingkai kacamata seorang penjelajah asing yang berkebangsaan Portugis dalam tajuk Suma Oriental yang dibuat pada paruh pertama abad ke-16. Catatan itu terbundel indah dalam judul Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues. Buku itu merupakan cetakan ketiga (2016) dari edisi revisi (2015). Sebelumnya, edisi pertama (2014) berjudul Suma Oriental: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues. Selain itu, cetakan ketiga dari edisi revisi (2016), terdapat beberapa penambahan foto yang belum masuk pada cetakan sebelumnya. Selain itu juga berbagai kesalahan ketik yang diperbaiki. Secara substasi, baik cetakan pertama sampai cetakan ketiga, tidak ada perbedaan substansial mengenai isi bukunya. Dalam buku setebal 450 halaman yang diterbitkan Penerbit Ombak, pembaca bakal menemui catatan Tome Pires dan Francisco Rodrigues yang telah berusia setengah milenia. Karya mereka dianggap sebagai yang monumental. Khususnya dalam sejarah perdagangan dan kelautan yang meliputi wilayah Timur Tengah, Nusantara, hingga Tiongkok. Buku ini terbagi menjadi menjadi 5 buku yang diurutkan berdasar tujuan pelayaran, ditambah buku karya Francisco Rodrigues pada bagian akhir. Buku I Mesir ke Cambay (hlm 7). Buku II Cambay ke Sri Langka (hlm 59). Buku III Bengal ke Indocina (hlm 109). Buku IV Cina ke Kalimantan (hlm 151). Buku V Nusantara (hlm 179). Buku VI Malaka (hlm 296). Lalu, Buku Francisco Rodrigues (hlm 370).
Catatan perjalanan Buku Suma Oriental terbit pertama kali pada 1944 dalam bahasa Inggris. Buku ini terdiri dari catatan perjalanan Tome Pires dan Francisco Rodrigues yang disunting ilmuwan dan kartografer berkebangsaan Portugal bernama Armando Cortesao. Selain memuat kedua catatan, buku tersebut juga disertai dengan berbagai peta dan ilustrasi yang dibuat Francisco Rodrigues. Dalam proses penyuntingan, banyak kata-kata, istilah, dan nama tokoh yang sengaja tidak diubah untuk mempertahankan kekhasan tulisan Pires dan nuansa Abad Pertengahan. Meskipun demikian, mayoritas nama tempat diubah dan disesuai-
kan dengan nama aslinya pada zaman sekarang. Dalam buku ini, pembaca akan banyak menemukan inkonsistensi penulisan nama tempat, tokoh, barang dagangan, dan lain-lain. Hal tersebut karena kesalahtulisan yang dilakukan Tome Pires. Sebagaimana yang juga dijelaskan Armando Cortesao pada catatan kaki. Selain itu, catatan kaki dalam bu ku ini hampir seluruhnya ditulis Armando Cortesao. Dalam penulisannya, Armando Cortesao banyak menggunakan sum ber-sumber yang ditulis pakar. Terkadang catatan kaki itu berguna untuk menganalisis, mengomentari,
Judul Buku
Penyunting Pengantar Penerbit Terbit Tebal
: Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan Dari Laut Merah Ke Cina & Buku Francisco Rodrigues. : Armando Cortesao : Dr Sri Margana : Ombak : 2016 : 450 halaman
mengoreksi, ataupun membenarkan pernyataan Pires maupun Rodrigues. Selain itu dalam buku ini terdapat juga beberapa kata yang terlihat mendiskreditkan suku bangsa maupun agama tertentu. Karena permulaan zaman pelayaran (age of sail) tersebut memang diwarnai tiga idealisme, yaitu gold, glory, dan gospel, belum lagi semangat reconquista yang mewarnai Semenanjung Iberia. Sehingga makin mengaktualisasi berbagai sentimen bangsa Eropa terhadap bangsa lain. Meski demikian, “Historiografi Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Indonesia tentang periode awai modern sangat berutang budi pada laporanlaporan awal yang ditulis orang-orang Portugis, Italia, dan Eropa Barat lainnya,� begitu menurut Dr Sri Margana dalam pengantarnya (hlm XV).
Fakta mengejutkan Tentu masih banyak fakta-fakta mengejutkan dari catatan Pires yang dapat mendorong penelitianpenelitian yang lebih akurat tentang Indonesia pada masa awal modern. Namun demikian, penting juga rupanya sejauh mana sifat-sifat orientalistik dari Suma Oriental muncul dari sudut pandang Pires. Sebagai contoh ialah penilaian akhir Pires ketika hendak mengakhiri pembicaraanya tentang Jawa. Sri Margana juga mencatat banyak kesaksian Pires yang menarik, ketika Pires mengungkap kedatangan penyebar agama Islam yang tidak selalu damai. “Sejumlah orang Moor bahkan membangun benteng di sekeliling perumahan tempat mereka tinggal, mengirimkan kaumnya sendiri untuk berdagang dengan jung, membunuh penguasa Jawa, kemudian mengangkat dirinya sendiri sebagai penguasa yang baru. Dengan demikian, mereka berhasil menjadikan diri mereka sebagai penguasa dan mengambil alih perdagangan serta kekuasaan di Jawa (hlm 238). Menurut Sri Margana, jika kesaksian ini benar, sepenggal paragraf di atas bisa meruntuhkan mitos tentang kehadiran Islam yang damai di tanah Jawa, yang selama ini dipahami dalam historiografi Indonesia (hlm xvii). (M-2)
miweekend@mediaindonesia.com
MINGGU, 25 SEPTEMBER 2016
Bait Indah dari para Militer PUISI tak hanya ditulis para penyair. Puisi juga tak hanya ditulis untuk menjadi seorang penyair. Puisi merupakan upaya batin semua orang untuk mengungkapkan, memaparkan, serta memburu pengayaan wawasan demi meningkatkan kualitas hidup sehingga tercapai harmoni dalam rohani, perilaku, dan tindakan. Begitu menurut Putu Wijaya dalam sekapur sirih buku Menggapai Bintang dan Matahari. Buku Menggapai Bintang dan Matahari terdiri atas 170 puisi yang dihimpun dari karya 46 perwira tinggi TNI, alumni Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) 1973, Magelang. Mereka tergabung dalam paguyuban Catur Daya Eka Dharma (Cadaka Dharma) yang berarti empat kekuatan matra bersatu dalam satu tujuan mengabdi kepada bangsa dan negara. Setelah dilantik menjadi perwira pada 1973 hingga kini, Cadaka Dharma telah banyak memunculkan para pemimpin dan tokoh-tokoh nasional, antara lain Prabowo Subianto, Ryamizard Ryacudu, Syamsul Maarif, Djoko Suyanto, Slamet Subijanto, Herman Prayitno, dan Sutanto. Buku terbitan Grasindo itu terdiri atas tujuh episode. Setiap episode disusun dengan urutan waktu guna memudahkan pembaca untuk mengikutinya. Selain itu, tim penyusun membuat prolog berjudul Jejak dan Lintasan Pengabdian (hal 1). Prolog itu sangat berguna untuk memahami rangkaian masa dalam setiap episode buku. Episode 1 berjudul Meretas Mimpi-Mimpi (hal 23). Pada episode ini, puisi yang ditulis mengambarkan bagaimana para penulis sebelum bergabung dalam pendidikan. Beberapa judul ialah Hari Lalu Anak Pacitan karya Susilo Bambang Yudhoyono (hal 24), Anak Laut (hal 27), Meretas Mimpi-Mimpi (hal 28), Di Stasiun Kereta Madiun (hal 29), Ibuku Adalah Surgaku (hal 32), dan Mimpi Anak Petani (hal 35). Episode 2 ialah gambaran kisah sekaligus awal lintasan pengabdian. Episode ini dimulai ketika para pemuda menetapkan diri memilih jalan hidup menjadi teruna Akabri (darat, laut, udara, dan kepolisian). Beberapa judul puisi dalam periode ini ialah Candradimuka, Awal Sebuah Mimpi (hal 50), Balada Calon Prajurit Taruna (hal 52), Candradimuka di Lembah Tidar (hal 53), Integrasi ABRI (hal 67), Senior Can Do No Wrong (hal 71), Almamater Penuh Makna (hal 83), dan Opini Tentang Getuk (hal 84). Episode 3 yang berjudul Terik Matahari di Kampus Biru membingkai saat sebelum para pemuda dilantik menjadi perwira. Selama satu bulan, mereka melaksanakan Latihan Integrasi Teruna Wreda (Latsitarda) di Randublatung, daerah Grobogan dan Purwodadi. Beberapa karya puisi dalam episode ini antara lain; Palagan Terakhir (hal 90), Latsitarda (hal 101), Menapak Jejak Prajurit Sejati (hal 102), Senior Bertangan Jahil (hal 108), Drumband (hal 111), Selendang Biru (hal 112), dan Kampus Impian (hal 118).
Judul Penulis Penerbit Terbit Tebal
: : : : :
Menggapai Bintang dan Matahari Paguyuban Catur Daya Eka Dharma Grasindo 2016 316 Halaman
Episode 4 yang berjudul Menapak Langkah Pengabdian berlatar ketika para perwira remaja memulai tugas mereka. Sebagian diterjunkan ke daerah operasi Irian Jaya dan Kalimantan Barat. Sebagian lagi ditugasi di satuan tempur. Beberapa judul puisi dalam periode ini antara lain Bersemat Lencana Perwira Muda (hal 126), Menyergap Ditepi Hari (hal 136), Kidung Tentang Kekasihku (hal 142), dan Pengabdian (hal 147). Buku kumpulan puisi setebal 316 ini diharapkan menjadi penguat patriotisme dan semangat bela negara bagi masyarakat dan generasi penerus. Dengan bahasa sederhana dan tanpa pretensi untuk disebut penyair, para penulis mengekspresikan pengalaman bersejarah dalam sekuensi jejak dan lintasan pengabdian, dimulai sejak pendidikan di Magelang pada 1970. Buku ini menjadi bukti bahwa dunia kemiliteran bukan semata-mata keangkeran. Di dalamnya juga ada ketajaman pikir, kehalusan dan kedalaman rasa. Bukan hanya kejantanan, melainkan juga ternyata tak sedikit kehalusan, kelenturan, cinta-kasih, dan persaudaraan. (Abdillah M Marzuqi/M-2)