quranBalaghatul

MAKALAH BALAGHATUL QUR’AN (Susastra Al-Quran) Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Al-Quran dan Hadist” Dosen Pengampu: Rovita Agustin Zulaiminah, M.A.

Disusun Oleh : Roby Inwanudin Affandi ( 16320220 )

JURUSAN SASTRA INGRIS FAKULTAS HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2017 1

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini yang berjudul “BALAGHATUL QUR’AN (Susastra Al-Quran)” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Al-Quran dan Hadist” telah disahkan oleh ustadzah Rovita Agustin Zulaiminah, M.A. pada tanggal 11 Desember 2017.

Mengetahui, Dosen Pengampu

Rovita Agustin Zulaiminah, M.A.

2

DAFTAR ISI BAB I Latar Belakang.................................................................................................5 Rumusan Masalah........................................................................................... 5 Tujuan Penelitian.............................................................................................6

BAB II I..Pengertian Susastra Al-Quran dan Cabangnya.................................7 II..Pengertian Metafora, Tasybih, Matsal, dan Kinayah...................... 8 III..Unsur-unsur metafora, tasybih, matsal, dan kinayah......................12 IV..Macam-macam tasybih, matsal, dan kinayah.................................16 BAB III Penutup................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21

3

BAB I

A. Latar Belakang Islam adalah sebuah agama yang dihayati oleh pemeluknya di seluruh dunia.

Konsekuensi logis dari hal tersebut ialah munculnya sastra yang dijiwai nilai-nilai Islam. Konsep sastra Islam terus berkembang dan belum memperoleh bentuk baku. Sastra Islam ialah sastra yang berpegang teguh pada akidah dan akhlak sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan.

Sebagai agama yang sudah berusia hampir 15 abad dan menjadi agama dengan pemeluk terbesar di muka bumi ini, Islam tentu saja sangat mewarnai kebudayaan bangsa-bangsa di dunia dalam berbagai bidang kehidupan. Teknologi dan sistem ilmu pengetahuan dewasa ini telah melalui jalur kebudayaan Islam pada abad tengah. Salah satu sumbangan besar Islam ialah terbentuknya sasrta Islam yang berkembang sepanjang abad dalam berbagai bangsa, budaya, dan bahasa. Berbicara tentang terbentuknya sastra Islam tersebut, memang tidak dapat dipisahkan dari kontribusi Al quran sebagai karya agung yang diturunkan di tengah-tengah bangsa Arab sebagai bangsa yang telah maju dalam bidang sastra.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Al quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad saw. yang isinya sarat penuh dengan mukjizat (Wargadinata, 2008:215). Hal ini diperkuat dengan kedudukan kebudayaan Arab yang selain memiliki karakter lokal dan nasional, tetapi juga menembus batas regional dan transregional melalui sarana bahasa Arab dan agama Islam (Feener, 2004:59 dalam Fadlil,2011:1). Keterkaitan antara sastra dengan agama inilah yang menimbulkan adanya sastra religius. 1 Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa yang khas yang tidak dapat ditiru oleh para sastrawan Arab sekalipun, karena adanya susunan yang indah yang berlainan dengan setiap susunan dalam bahasa Arab. Mereka 1

Bani Sudardi, Hanifah Hikmawati “PERKEMBANGAN KONSEP SASTRA ISLAM� diakses dari https://jurnal.uns.ac.id/hsb/article/download/4266/3682 pada 28 September 2017 pukul 9.28

4

melihat al- Qur’an memakai bahasa dan lafadz mereka, tetapi ia bukan puisi, prosa atau syair. Sejarah telah mencatat bahwa al-Qur’an turun di tengah-tengah bangsa Arab yang menggunakan sastra. Adalah suatu kebanggaan bila ada diantara mereka terdapat seorang penyair dan sastrawan yang mampu merangkai kata-kata yang indah. Maka setiap tahun didakan perlombaan syair, dan syair yang terpilih ditulis dengan tinta emas lalu digantungkan di dinding Ka’bah yang dikenal dengan Mu’allaqah. Dan al-Qur’an adalah wahyu dari Allah yang merupakan penuntun bagi umat manusia, dan bukan merupakan karya sastra, namun begitu al-Qur’an diungkapkan baik dalam tuturan lisan ataupun tertulis.11 Namun, syair atau prosa yang mereka buat tidak mampu mengungguli ayat-ayat yang dikandung al-Qur’an. Uslub yang dipergunakan al-Qur’an sangat mudah dan indah hal itu membuat orang-orang Arab dan Non Arab kagum dan terpesona. Kehalusan bahasa, keanehan yang menakjubkan dalam ekspresi, ciri-ciri khas Balaghah dan fashahah baik yang abstrak maupun yang kongkrit,dapat mengungkapkan rahasia keindahan dan kekudusan al-Qur’an. Unsur-unsur yang terkandung dalam Balaghah meliputi Metafora, Tasybih, Matsal dan Tamsil serta Kinayah. Barang siapa mampu menggali rahasia balaghah al-Qur’an itu, maka dia akan biasa mengeluarkan khazanah kandunganya. Uslub al-Qur’an yang menakjubkan itu mengandung beberapa keistimewaan, diantaranya: 1. Kelembutan al-Qur’an secara lafhizah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasanya.

2. Keserasian al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum cendekiawan dalam arti bahwa semua orang dapat merasakan keagungan dan keindahan al-Qur’an.

3. Sesuai akal dan perasaan,dimana al-Qur’an memberikan doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan sekaligus.

4. Keindahan sajian al-Qur’an serta susunan bahasanya, seolaholah merupakan suatu bingkai yang dapat memukau akal dan memusatkan tanggapan serta perhatian.

5

5. Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam bentuknya, dalam arti bahwa satu makna diungkapkan dalam beberapa lafaz dan susunan yang bermacam-macam yang semuanya indah dan halus.

6. Al-Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global dann bentuk terperinci.

7. Dapat mengerti sekaligus dengan melihat segi yang tersurat.

Gaya bahasa dan untaian kata al-Qur’an bebas sepenuhnya dari belenggu sejak dan segala bentuk kaidahnya yang harus diindahkan dalam pengubahan syair Arab.Dengan demikian, susunan kalimat dan gaya bahasa al- Qur’an bebas pula dari tujuan yang umum dikenal dalam syairsyair dan sajak-sajak. Bersamaan dengan itu irama puitik yang terdapat dalam rangkaian-rangkaian kata itu sendiri menciptakan pemisah kalimat yang berpola serupa dan yang tidak memerlukan bentuk-bentuk tertentu yang lazim mengikat susunan syair dan sajak. Dengan demikian, gaya bahasa al-Qur’an mencakup semua bentuk puisi dan prosa.2

2

Masbukin “KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN” diakses dari http://ejournal.uinsuska.ac.id/index.php/Anida/article/download/326/309 pada 28 September 2017 pukul 10.13

6

BAB II

I. Pengertian Susastra Al-Quran (Balaghah Al-Quran) dan Cabangnya Secara bahasa atau etimologi al-Balaghah diambil dari perkataan orang Arab : ‫ﺑﻠﻐﺖ ﺍﻟﻐﺎﻳﺔ‬: Saya telah sampai pada tujuan. Dalam bahasa arab sering diucapkan : ‫ﺑﻠﻎ ﻓﻼﻥ ﻣﺮﺍﺩﻩ‬: fulan telah mencapai maksudnya, ‫ﺑﻠﻎ ﺍﻟﺮﻛﺐ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ‬: Rombongan kafilah telah sampai di kota. Dalam pengertian terminologi, istilah Balaghah digunakan men-sifati kalam dan pembicaraan, sehingga bisa diungkapkan : ‫ﻛﻼﻡ ﺑﻠﻴﻎ‬ Dan ‫ﻣﺘﻜﻠﻢ ﺑﻠﻴﻎ‬Tidak untuk men-sifati bagi kalimat : sebab memang tidak didengar ketentuannya .

Karena Balaghah secara bahasa (lughat) itu menunjukkan kesempurnaan tujuan (ulumul gharad), yang mana tujuan ini tidak dapat dicapai kecualli pada susunan kalimat (tarkib) dari sudut pandang ini kalimat yang mufrad tidak bisa disifati dengan balaghah, disamping itu Balaghah hrus sesuai dengan muqtada alhal, dan syarat ini tidak ada pada kalimat yang mufrad Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang pengertian Balaghah itu sendiri. Diantaranya, Shekh Abdul Hamid Bin Yahya merangkan : Balaghah ialah menetapkan makna dalam pemahamam melalu cara cara atau metode penyampaian kalimat yang mudaj. Ibnu Mu’taz menjelaskan : Balaghah adalah menyampaikan makna da tidak memanjangkan kalimat. Al-Atabi mengatakan : memanjangkan kalimat dengan makna maknanya jika pendek, dan membuat susunan yang baik jika kalimatnya panjang. Sementara itu menurut Ibnu Muqaffa’ menjelaskan : Balaghah untuk menunjukkan beberapa arti yang berlaku dalam beberapa segi. Diantaranya ialah :

7

a.

Segi isyarat

b.

Segi permulaan perkataan

c.

Segi bicara

d.

Segi menjadi jawaban

e.

Segi mendengarkan

f.

Segi bentuk sajak

g.

Segi beragumentasi

h.

Bentuk khutbah-khutbah

i.

Segi syair

j.

Bentuk surat menyurat

Dari beberapa pendapat diatas dapan disimpulkan bahwa : Balaghah ialah menyampaikan makna yang agung secara jelas dengan menggunakan kata-kata yang benar dan fasih, memiliki kesan dalam hati dan cukup menarik, serta setiap kalimatnya sesuai kepada kondisi atau situasi sekaligus orang –orang yang diajak bicara.

II. Pengertian Metafora, Tasybih, Matsal, dan Kinayah secara bahasa dan istilah

A. Pengertian secara bahasa metafora Menurut Kamus Longman Exam metafora ialah suatu cara untuk menjelaskan sesuatu dengan sesuatu yang lain daripada makna biasa atau makna sebenarnya. Sedangkan menurut Kamus Oxford metafora berarti ekspresi dimana orang, tindakan, atau suatu perkara yang digambarkan seolah olah itu menyerupainya. Kesimpulannya, metafora ialah bahasa kiasan dimana dimaksudkan untuk menjelaskan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang bersifat menyerupai yang ingin dijelaskan.

Pengertian secara istilah metafora Menurut Hawkes metaphor berasal dari bahasa Yunani yaitu “metaphora”, meta berarti lebih dari dan phrein membawa. Pada linguistic objeknya adalah “yang dibawa” atau dialihkan pada objek lain. Ini memberi pengertian objek yang kedua dibicarakan seolah-olah ia adalah objek yang pertama. Menurut Nilsen & Nilsen yang pendapatnya sama dengan apa yang didefinisikan oleh Hawkes, bahawa metafora diciptakan berdasarkan 8

ciri-ciri persamaan yang boleh didapati antara benda yang di rujuk dengan sumbernya. Menurut Abdullah Hassan, beliau menyenaraikan metafora di bawah bahasa kiasan, dan menyatakan bahawa metafora tidak memerlukan penghubung seperti laksana, umpama, seperti dan lain-lain. Bahasa kiasan terbahagi kepada dua iaitu bahasa kiasan berbentuk peribahasa dan bahasa kiasan bukan peribahasa.

Dapat disimpulkan bahawa metafora dikategorikan sebagai bahasa kiasan dan bermaksud ungkapan yang menyatakan perbandingan tanpa meletakkan penghubung – seperti, umpama, bagai dan sebagainya, dicipta berdasarkan ciri-ciri persamaan antara objek pertama dan objek yang kedua.1

B. Pengertian secara bahasa tasybih Jika dilihat dari asal kata, tasybih berasal dari kata ‫ﺷﺐ‬٩/Syabbaha, yang berarti mengingat masamuda, mensifatkan kecantikan gadis.

Pengertian secara istilah tasybih Menurut Muhammad Yunus dari segi ilmu Balaghah adalah menyampaikan sesuatu kepada sesuatu yang lain dalam bahasa arab disebut :

Yang bertujuan menggambarkan hal yang tersembunyi, hal yang jauh, dan yang dekat, menambah ketinggian derajat, memuji keindahan, kelebihan seseorang atau kelompok, sehingga menyentuh perasaan orang.2

1

Siti Sarah Binti Izham, “USLUB METAFORA DALAM AL-QUR’AN: KAJIAN TERHADAP SURAH AL-KAHFI”

diakses dari http://studentsrepo.um.edu.my/5329/1/SITI_SARAH_BINTI_IZHAM_(IGB10043).pdf pada tanggal 27 September 2017 pukul 17.00

9

2

RAHIMAH, “ILMU BALAGHAH SEBAGAI CABANG ILMU BAHSA ARAB” diakses dari

http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-rahimah4.pdf pada 27 September 2017 pukul 17.35

C. Pengertian secara bahasa matsal Menurut bahasa (etimologi) kata amtsal berupa bentuk jamak dari lafal matsal. Sedang kata matsal, mitsil, dan matsil adalah sama dengan kata syabah, syibih dan syabih, baik dalam lafal maupun dalam maknanya.

Menurut bahasa, arti lafal amtsal ada tiga macam: a) Bisa berarti perumpamaan, gambaran, atau perserupaan b) Bisa diartikan kisah atau cerita, jika keadaannya amat asing dan aneh. c) Bisa juga berarti sifat atau keadaan atau tingkah laku yang mengherankan pula.

D. Pengertian secara istilah matsal Ulama ahli ilmu adat mendefinisikan al-amtsal, sebagai berikut: “Amtsal (perumpamaan) dalam ilmu adab ialah ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang yang dimaksudkan untuk menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang akan dituju”. Maksudnya, amtsal itu ialah menyamakan hal yang akan diceritakan dengan ‫ﻏ ْﻴﺮِﺭَﺍﻡٍ ِﻣﻦْ ﺭَ ِﻣ ﱠﻴ ٍﺔ ﺭَﺏﱠ‬ َ seperti Contohnya). Asal mula ceritanya (banyak panahan yang tidak ada pemanahnya). Istilah ulama ahli bayan mendefinisikan al-amtsal: “Perumpamaan ialah bentuk majaz murakab yang kaitannya/konteksnya ialah persamaan”. Maksudnya, amtsal ialah ungkapan majaz/kiasan yang majmuk, dimanakaitan antara yang disamakan dengan asalnya adalah karena adanya persamaan/keserupaan. Para ulama yang lain memberikan definisi matsal ialah mengungkapkan suatu makna abstrak yang dapat dipersonifikasikan dengan bentuk yang elok dan indah. Maksudnya, matsal itu ialah menyerupakan hal-hal yang abstrak disamakan dengan hal-hal yang konkret. Ulama ahli tafsir mendefinisikan amtsal, sebagai berikut: “Matsal ialah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena di dalam jiwa, baik dengan bentuk tasbih, ataupun majaz mursal (ungkapan bebas)”.3

10

3

Dian Ayu Munfaridah, “ KAJIAN AYAT-AYAT METAFORA SEBAGAI METODOLOGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.”

Diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 17.57

E. Pengertian secara bahasa kinayah Kinayah (gaya bahasa Antonomasia) adalah gaya bahasa yang mengandung makna kiasan dan sindiran.

Pengertian secara istilah kinayah Menurut Al-Hasyimy (1960:345) kinayah secara leksikal bermakna tersirat. Sedangkan secara terminologi kinayah adalah suatu ujaran yang maknanya menunjukkan pengertian pada umumnya (konotatif), akan tetapi bisa juga dimaksudkan untuk makna denotatif. Abu Ubaidah pada tahun 209 H di dalam kitabnya Majaz al-Qur’an. Menurut pendapatnya, kinayah dalam istilah ahli bahasa, khususnya para ahli nahwu, bermakna dhomir (kata ganti). Sedangkan al-Jahidz (255 H.) mendefinisikan kinayah dengan makna yang tersirat. Dalam pandangannya, kinayah merupakan kebalikan dari fasahah dan sarih (kata-kata yang jelas maknanya). Linguis Arab lainnya yang mencoba membahas masalah kinayah adalah murid al-Jahidz, yaitu Muhammad bin Yazid Al-Mubarrid (285 H.). Beliau membahas masalah ini dalam kitabnya al-Kamil. Dalam kitab tersebut beliau mendefinisikan kinayah dengan tiga pengertian. Pertama, untuk menutupi makna yang sebenarnya; kedua, untuk mengagungkan; dan ketiga untuk menghindari kata-kata yang kotor. Pengertian kinayah juga dikemukakan oleh Quddamah bin Ja‟far. Didalam bukunya Naqdusy Syi’ri dia menjelaskan, kinayah adalah ungkapan yang bermakna irdaf (mencari kata lain yang semakna dengan kata dimaksud). Konsep kinayah sedikit mengalami kesempurnaan pada masa Abul Husain Ahmad bin Faris (395 H.). Di dalam kitabnya As-Shohiby dia berpendapat, dengan melihat tujuannya kinayah mempunyai dua jenis, yaitu kinayah taghtiyah dan tabjil. Kinayah jenis pertama digunakan untuk menyebut sesuatu dengan menutupi namanya yang sebenarnya agar terlihat baik dan indah.

Pengungkapan seperti ini bertujuan untuk memuliakan orang atau sesuatu yang disebutnya. Sedangkan kinayah jenis kedua bertujuan agar orang atau sesuatu yang disebutkan terhindar dari kehinaan, seperti ungkapan ‫ ﻓﻼُ ﺃﺕ‬.4

11

4

Yayan Nurbayan, “IMPLIKASI HERMENEUTIS DAN PEDAGOGIS PERBEDAAN PEMAHAMAN AYAT-AYAT

KINAYAH DALAM AL-QUR‟AN” diakses dari http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/humbud/article/download/595/982 pada 27 September 2017 pukul 18.1

III. Unsur-unsur metafora, tasybih, matsal, dan kinayah A. Unsur – Unsur Metafora 1. Harus ada yang diserupakan (al-musyabbah), yaitu sesuatu yang akan diceritakan.

2. Harus ada asal cerita (al-musyabbah bih), yaitu sesuatu yang dijadikan tempat menyamakan.

3. Harus ada segi persamaannya

(Wajhum Musyabbah), yaitu arah

persamaan antara 2 hal yang disamakan tersebut.

B. Unsur – Unsur Tasybih 1. Sesuatu yanng hendak diserupakan. Hal ini di sebut sebagai musyabbah 2. Sesuatu yang diserupai.

Hal ini disebut sebagai musayabbah bih.

Kedua unsur ini disebut sebagai tharafait-tasybih (Kedua pihak yang diserupakan) 3. Sifat yang terdapat padakedua pihak iu. Hal ini disebut sebagai wajhusy-syabah / wajah syibeh. Disyaratkan sifat tersebut harus lebih kuat dan lebih dikenal pada musyabbah bih. Daripada musayabbah.

4. Huruf / kata yang menuatakan penyerupaan. Huruf – huruf ini disebut sebagai adat –tasybih, yaitu kaf, ka-anna, dan sebagainya, C. Unsur – Unsur Matsir Para Pakar bahasa arab mengatakan bahwa amtsal atau matsal itu harus memenuhi

beberapa

kriteria

yaitu

kalimatnya

ringkas,

maksud

perumpamaan, susunan kalimatnya bagus, menarik, dan kalimatnya berupa sindiran.

Sebagaimana halnya di dalam tasybih, di dalam matsal harus terdapat empat unsur sebagai berikut : 1. Adanya obyek yang akan diserupakan (mumatstsal); 2. Adanya obyek yang diserupai (mumatstsal bih);

12

3. Adanya segi kesamaan antara kedua obyek yang diperumpamakan(wajh attamtsil); 4. Adanya huruf atau kata yang menyatakan pcnyerupaan ('adat at-tamtsil), Seperti huruf ‫ﻙ‬, atau kata ‫ﻣﺜﻞ‬.

D. Unsur – Unsur Kinayah

1. Peringatan akan keagungan kekuasaan Allah swt, seperti firman-Nya mengenai kinayah tentang Nabi Adam dalam surat Al-A'raf: 189: ٍ‫ﺣﺪَﺓ‬ ِ ‫ﺧ َﻠ َﻘ ُﻜﻢْ ِﻣﻦْ َﻧ ْﻔﺲٍ ﻭﺍ‬ َ ‫ُﻫﻮَ ﺍ ﱠﻟﺬِﻱ‬ Artinya: "Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu".

2. Kecerdasan yang berbicara, seperti firman Allah swt mengenai kinayah tentang Zaid dalam surat Al-Ahzaab: 40: ْ‫ﺣﺪٍ ِﻣﻦْ ﺭِﺟﺎ ِﻟ ُﻜﻢ‬ َ َ‫ﺤ ﱠﻤﺪٌ ﺃَﺑﺎ ﺃ‬ َ ‫ﻣﺎ ﻛﺎﻥَ ُﻣ‬ Artinya: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lakilaki di antara kamu".

3. Meninggalkan suatu lafadz kepada lafadz yang lebih indah darinya atau menggantikannya dengan lafadz indah tersebut, seperti kinayah lafadz ‫ﺍﻟﻨﻌﺠﺔ‬ (kambing betina) mengenai ‫(ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ‬wanita) dalam firman Allah swt surat Shaad: 23: ٌ‫ﺣﺪَﺓ‬ ِ ‫ﺠ ٌﺔ ﻭﺍ‬ َ ‫ﺠ ًﺔ ﻭَ ِﻟﻲَ َﻧ ْﻌ‬ َ ‫ﺴﻌُﻮﻥَ َﻧ ْﻌ‬ ْ ‫ﺴﻊٌ ﻭَ ِﺗ‬ ْ ‫ﺇِﻥﱠ ﻫﺬﺍ ﺃَﺧِﻲ َﻟ ُﻪ ِﺗ‬ Artinya: "Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja" Menyebutkan suatu lafadz yang vulgar atau kasar di dengar, maka dikinayahkan dengan lafadz yang tidak vulgar atau tidak kasar di dengar, seperti kinayah tentang

‫(ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ‬bersenggama) dengan lafadz ‫ﺍﻟﻤﻼﻣﺴﺔ‬

(bersentuhan) sebagaimana dalam firman Allah swt surat An-Nisa: 43:

13

َ‫ﺴ ُﺘﻢُ ﺍﻟ ِّﻨﺴَﺎء‬ ْ ‫ﺃَﻭْ ﻻ َﻣ‬ Artinya: "Atau kamu telah menyentuh perempuan".

4. Membaguskan suatu lafadz, seperti kebiasaan orang arab mengkinayahkan ‫(ﺣﺮﺍﺋﺮ ﺍﻟﻨﺴﺎء‬pakaian sutra perempuan) dengan ‫(ﺍﻟﺒﻴﺾ‬telur), hal ini juga sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ash-Shaaffaat: 49: ٌ‫َﺑ ْﻴﺾٌ َﻣ ْﻜﻨُﻮﻥ‬ Artinya: "Telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik".

5. Bermaksud untuk menceritakan kepandaian atau kemahiran, seperti kinayah tentang ‫(ﺍﻟﻨﺴﺎء‬wanita) bahwa mereka dibesarkan dalam keadaan ‫(ﺍﻟﺘﺮﻓﻪ‬kemewahan) dan

‫(ﺍﻟﺘﺰﻳﻴﻦ‬berhias), sebagaimana firman Allah swt

dalam surat Az-Zukhruf: 18: ٍ‫ﻏ ْﻴﺮُ ُﻣﺒِﻴﻦ‬ َ ِ‫ﺤ ْﻠ َﻴ ِﺔ ﻭَ ُﻫﻮَ ﻓِﻲ ﺍ ْﻟﺨِﺼﺎﻡ‬ ِ ‫ﺸﺆُﺍ ﻓِﻲ ﺍ ْﻟ‬ ‫ﺃَﻭَ َﻣﻦْ ُﻳ َﻨ ﱠ‬ Artinya: "Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan".

6. Bermaksud untuk melebih-lebihkan dalam mencaci maki, seperti lafadz ‫ﺍﻟ ُﻐﻞﱡ‬ (terbelenggu) kinayah untuk ‫(ﺍﻟﺒﺨﻞ‬kekikiran), sebagaimana firman Allah swt dalam surat Al-Israa: 29: َ‫ﻋ ُﻨ ِﻘﻚ‬ ُ ‫ﺠ َﻌﻞْ َﻳﺪَﻙَ َﻣ ْﻐﻠُﻮ َﻟ ًﺔ ﺇِﻟَﻰ‬ ْ ‫ﻭَﻻ َﺗ‬ Artinya: "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu".

7. Peringatan terhadap ujung nasibnya, seperti ujung nasibnya Abu Lahab adalah ‫(ﺍﻟﻠﻬﺐ‬api yang berkobar) yakni jahannam, karena itulah Allah swt menyebut namanya denga ‫(ﺃﺑﻮ ﻟﻬﺐ‬bapa api yang menyala) dalam surat AlMasad: 1:

14

ٍ‫َﺗ ﱠﺒﺖْ ﻳَﺪﺍ ﺃَﺑِﻲ َﻟ َﻬﺐ‬ Artinya: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa".

8. Bermaksud meringkas, diantaranya kinayah mengenai perbuatan-perbuatan yang beragam dengan lafadz (‫)ﻓﻌﻞ‬, seperti firman Allah swt dalam surat AlBaqarah: 24: ‫َﻓﺈِﻥْ َﻟﻢْ َﺗ ْﻔ َﻌﻠُﻮﺍ ﻭَ َﻟﻦْ َﺗ ْﻔ َﻌﻠُﻮﺍ‬ Artinya: "Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya)".

Yakni: maka jika kamu tidak dapat mendatangkan satu surat yang seperti itu, dan pasti kamu tidak dapat mendatangkannya.

9. Menitikberatkan kepada jumlah kalimat yang maknnya berbeda dengan makna dzahirnya, kemudian diambil kesimpulannya dengan tanpa mempertimbangkan kosakatanya dari segi haqiqat atau majaznya, sehingga diungkapkannya sesuai dengan maksudnya, seperti lafadz ‫(ﺍﻻﺳﺘﻮﺍء‬Arsy) kinayah mengenai ‫(ﺍﻟﻤﻠﻚ‬kekuasaan) sebagaimana firman Allah dalam surat Thaahaa: 5: ‫ﺳﺘَﻮﻯ‬ ْ ‫ﻋﻠَﻰ ﺍ ْﻟ َﻌﺮْﺵِ ﺍ‬ َ ُ‫ﺍﻟﺮﱠﺣْﻤﻦ‬ Artinya: "Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy".

IV. Macam-macam tasybih, matsal, dan kinayah  Macam-Macam Tasybih3

1. Contoh-Contoh

3

Ali Al-Jarim & Musthafa Amin.terjemahan Al-Balaaghatul waadhihah hal.25.

15

a. Bila aku rela, maka aku setenang air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku sepanas api menyala. b. aku berjalan pada suatu malam yang gelap dan menakutkan , bagaikan berjalan di tengah laut. c. Ibnur-Ruumii menyatakan dalam meresapi nyanyian seorang penyanyi: maka kemerduan suaranya yang mengalun itu sungguh bagaikan kantuk yang merayap ke seluruh persendian orang mengantuk. d. ibnul mu’taz berkata: matahari yang bersinar itu bagaikan dinar(uang logam) yang tampak kuning cemerlang berkat tempaaan besi cetakannya. f. kedudukanmu yang tinggi dan kemasyhuranmu bagaikan binatang yang tinggi lagi bercahaya. Semua mata, baik dibelahan timur maupun barat, menatap ke arahmu. g. Al-Mutanabbi menyatakan tentang saifud-Daulah yang hendak menempuh suatu perjalanan: kemanakah tuan hendak menuju, wahai raja yang pemurah? Kami adalah tumbuhtumbuhan pegunungan dan tuan adalah mendung. h. baunya yang semerbak itu bak minyak kesturi, wajah-wajahnya yang berkilauan bak dinar (uang logam), dan ujung-ujung telapak tangannya merah bak pacar.

2. pembahasan Dalam bait pertama, penyair menyerupakan dirinya dengan air jernih yang tenang dikala ia sedang rela, dan dengan api yang bergejolak ketika marah, yakni sebagai sesuatu yang disukai namun berpengaruh. Dalam contoh syair kedua malam yang gelap dan menakutkan diserupakan dengan laut. Bila kita perhatikan kedua tasybih di atas, pada keduanya adat tasybih disebutkan. Setiap tasybih yang adat tasybih-nya disebutkan, dinamakan tasybih mursal. Dan bila kita perhatikan lagi pada keduanya, wajah syibeh-nya dejelaskan dan dirinci. Setiap tasybih yang demikian disebut tasybih mufashshal.

Pada contoh tasybih ketiga, Ibnu-Ruumi menggambarkan keindahan suara dan penampilan seorang penyanyi, seakan-akan keindahannya itu menyusup ke seluruh tubuh seperti menyusupnya rasa kantuk ke seluruh bagian tubuh. Akan tetapi, ia tidak menyebut wajah syibeh-nya dan hanya mengandalkan bahwa kita dapat menangkapnya sendiri, yakni memberi buaian dan hiburan sekaligus.

16

Ibnul Mu’taz menyerupakan matahari ketika terbit dengan dinar yang baru saja selesai dicetak. Ia tidak menyebutkan wajah syibeh-nya, yakni warna kekuning-kuningannya yang mengkilat. Kedua macam tasybih terakhir ini, yaitu yang tidak disebut wajah syibeh-nya, disebut sebagai tasybih mujmal.

Pada contoh ke lima, kuda balap diserupakan dengan kilat yang menyambar dalam kecepatannya. Pada contoh yang ke enam, seseorang yang dipuja diserupakan dengan binatang dalam hal tingginya kedudukan dan luasnya ketenaran. Dalam kedua contoh di atas tidak disebutkan adat tasybih-nya. Hal ini dimaksudkan untuk menguatkan anggapan bahwa pihak musyabbah adalah pihak musyabbah bih itu sendiri. Tasybih seperti ini disebut sebagai tasybih mu’akkad.

Pada contoh ke tujuh, Al-Mutanabbi bertanya kepada orang yang dipujanya untuk mengungkapkan wibawanya. Ia menyatakan: Ke mana Tuan hendak menuju? Mengapa Tuan meninggalkan kami? Kami tidak dapat hidup tanpa Tuan karena Tuan bagaikan mendung yang menghidupkan bumi yang mati, sedangkan kami bagaikan tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat hidup tanpa siraman hujan.

Pada bait terakhir, Al-Muraqqisy merupakan bau semerbaknya seseorang dengan minyak kesturi, menyerupakan wajah-wajah mereka dengan muka uang dinar, dan menyerupakan ruas ujung jari dengan pacar yang biasa dipakai untuk mewarnai kuku.

Bila kita perhatikan kedua contoh tasybih terakhir ini, maka keduanya termasuk jenis tasybih mu’akkad. Akan tetapi, dibuang adat tasybih dan wajah syibeh-nya. Hal ini disebabkan penyair bermaksud untuk berlebihan dalam menganggap bahwa musyabbah adalah musyabbah bih itu sendiri. Oleh karena itu. Ia tidak mempergunakan adat tasybih yang memberi kesan bahwa musyabbah lebih lemah daripada musyabbah bih dalam wajah syibeh, disamping tidak menggunakan wajah syibeh yang memaksakan kesamaan kedua pihak dalam suatu sifat atau lebih dan tidak pada sifat yang lain. Tasybih seperti ini disebut sebagai tasybih baligh, yang merupakan salah satu sarana pengungkapan balaghah dan arena kompetisi yang leluasa bagi para pakar penyair dan penulis.

3. Kaidah-kaidah a. b. c. d. e.

Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat adat tasybihnya.

Tasybih mu’akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybih-nya.

Tasybih mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syibeh-nya.

Tasybih mufashshal adalah tasybih yang disebut wajah syibeh-nya.

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih-nya dan wajah syibehnya. ii

 Macam-Macam Amtsaliii

17

Amtsal dalam Al-Qur’an ada tiga macam, yaitu: 1. Amtsal Musharrahah Yaitu amtsal yang tegas dan jelas menggunakan kata-kata perumpamaan.

Didalamnya ada lafagz matsal atau yang menunjuk kepada tashbih.

2. Amtsal kaminah Yaitu amtsal yang tersembunyi. Maksudnya, lafadz tamsil (pemisalan) nya tidak ditegaskan. Tetapi menunjuk kepada makna-makna yang indah, menarik dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.

3. Amtsal murasalah Yaitu amtsal yang terlepas. Maksudnya, kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal.

 Pembagian Kinayah

Kinayah terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Meng-kinayahi atas penghususan (penentuan) sifat untuk maushuf, contoh : “Kebaikan itu (tertentu) dalam ber-‘uzlah, Hai ahli Tasawuf”.

Yang dimaksudkan adalah, penentuan (pengkhususan) sifat, yaitu ber-‘uzlah untuk maushuf, yaitu ahli Tasawuf.

Atau contoh : “keagungan ada di antara kedua baju dingin kekasih”. “kemuliaan ada di antara kedua baju dingin kekasih”.

Yang dimaksudkan adalah dua sifat, yaitu keagungan dan kemuliaan dijadikan untuk meng-kinayahi yang dikhususkan bagi maushuf, yaitu sang kekasih (mamduh)iv

2. Meng-kinayahi atas pengkhususan (penentuan) maushuf atau yang di-sifati.

Artinya yang dikehendakinya merupakan suatu maushuf. Contoh :

18

“orang yang banyak memberi suguhan kepada tamu telah datang”.

Yang dimaksudkan pembicara (mutakallim)sebenernya menghendaki keadaan zaid (maushuf), karena dia orang yang banyak memberi suguhan kepada tamu, sehingga sifat tersebut seperti menetap (lazim) pada dirinya. Sehingga hati mutakallim berpindah dari lafaz al-midhyaf kepada zaid.

3. Meng-kinayahi atas pengkhususan (penentuan) sifat.

Maksudnya yang dikehendaki merupakan suatu sifat dari beberapa macam sifat.

Jenis kinayah ini terbagi menjadi dua macam, yaitu : a. Kinayah Qaribah, yaitu: Kinayah yang perpindahan makna kepada makna yang dikehendaki itu tanpa perantara (artinya dengan mudah, tanpa butuh berpikir, dan angan-angan) antara makna yang dipindahkan dan makna yang dipindahi.

Contoh: “zaid adalah orang yang panjang tempat menyandang pedangnya” Yang dimaksudkan adalah ketinggian tubuhnya. Atau contoh: “orang yang lebar ubun-ubunnya. Lafaz ini sebagai kinayah untuk orang yang bodoh

b. Kinayah ba’idah, yaitu: Kinayah yang perpindahan makna di dalamnya menuju makna yang dikehendaki menggunakan suatu perantara atau beberapa perantara(artinya tidak mudah, butuh berfikir, dan butuh angan-angan).

Contoh: “Orang yang banyak abunya” Tetapi para ulama ilmu bayanmenghendaki bahwa kalimat tersebut merupakan sindirian atau kinayah tentang : “orang yang banyak memberikan jamuan dan kedermawanan”.

Perantara-perantaranya adalah berpindah dari banyak abunya menuju banyak membakar kayu. Dari membakar kayu berarti banyak memasak makanan dan roti. Dari banyak memasak ini berpindah kepada pengertian banyak tamu. Dari sinilah sampai pada arti yang dimaksudkan, yaitu seorang yang dermawan.

19

BAB III PENUTUP Demikian yang dapat kami paparkan, mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalh ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya maklah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

20

Daftar Pustaka

Al-maknum, Nazdam Al-Jauhar. 2012. MUTIARA BALAGHAH: Dalam Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan Ilmu Bad’i.

Izham, Siti Sarah Binti. 2013. USLUB METAFORA DALAM AL-QUR’AN: KAJIAN TERHADAP SURAH AL-KAHFI diakses dari http://studentsrepo.um.edu.my/5329/1/SITI_SARAH_BINTI_IZHAM_(I GB10043).pdf (27 September 2017) RAHIMAH. 2004. ILMU BALAGHAH SEBAGAI CABANG ILMU BAHSA ARAB diakses dari http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-rahimah4.pdf ( 27 September 2017) Dian Ayu Munfaridah. 2010. KAJIAN AYAT-AYAT METAFORA SEBAGAI METODOLOGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/8238/3/bab2.pdf (27 September 2017) Nurbayan, Yayan.IMPLIKASI HERMENEUTIS DAN PEDAGOGIS PERBEDAAN PEMAHAMAN AYAT-AYAT KINAYAH DALAM ALQUR‟AN” diakses dari http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/humbud/article/download/595/982 (27 September 2017) Al-Karim, Ali & Mustafa Amin. Terjemahan Al-Balaghotul Waadhihah.

Al-Maidani. Abd. Al Wahhab Abd- Al-Latif Mansu’ah diakses dari http:// ilhamfatahillah212.wordpress.com/2014/06/29/analisis-tentang-amtsal-alquran (27 September 2017) Al-Quraaniyah, Al-Mausuu’ah & Ibrahim Al-Ibyaarii. 2014. Muassah Sijil Al-Arab diakses dari http://pascasarjana-

21

halimi.blogspot.co.id/2014/12/majazi-tasybih-istiharah-dankinayah_28.html (28 September 2017)

i

Ibnur-Rumi adalah seorang penyair kondang yang susunan syairnya menarik dan karya-karyanya aneh. Wafat pada tahun 283 H. ii Termasuk dalam kategori tasybih baligh ialah bentuk mashdar mudhaf yang menjelaskan jenis seperti ‫( ﺭﺍﻍ ﺭﻭﻏﺎﻥ ﺍﻟﺛﻌﻠﺏ‬ia berguling di tanah bagaikan musang berguling). Termasuk pula ke dalam kategori ini ialah meng-idhafahkan musyabbah bih kepada musyabbah, seperti: ‫ﻟﺑﺱ ﻓﻼﻥ ﺛﻭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻓﻳﺔ‬ (si Pulan memakai pakaian kesehatan). iii Makalah-Amtsalul-Quran-By-Muhaira-pesantren-MEDIA-BOGOR.pdf iviv Al-‘Alamah Syekh Ahmad Damanhuri, Syarh Hilyatu Lubbil Mashun.162.

22

BIODATA SINGKAT

1. Nama

: Roby Inwanudin Affandi

2. Tempat, tgl lahir

: Bangkalan, 22 Februari 1997

3. Alamat asal

: kmp. Masjid Cendana, ketetang, kwanyar, Bangkalan-Madura

4. Alamat di Malang

: Jl. Joyo raharjo. Gg V

5. Kuliah di

: UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang

6. Jurusan

: Sastra Inggris

7. Fakultas

: Humaniora

8. Semester

:6

9. Angkatan

: 2016

10. NIM

: 16320220

23