UJICOBA 1

Page 1

MUNGKINKAH MENYALIBKAN DAGING SENDIRI?

M. Margareta. A Yuni Astuti - Lingkungan St. Paskalis

Pernahkan kita makan daging rendang? Pakai nasi panas dengan daun singkong serta sambal hijaunya, hmm... pasti sedap ya. Tetangga ketok pintu, sampai tidak terdengar saking nikmatnya Anak saya kalau makan steak yang paling disukai adalah wagyu, dagingnya empuk dan enak, walaupun harganya lumayan, tetapi yang pesan wagyu ini banyak juga. Pernah juga kami mencari mie ayam daging babi di Jl. Surya Kencana Bogor, atas rekomendasi teman. Ternyata belinya pun antri, sampai berdiri di pinggir jalan, saking larisnya. Apakah benar daging itu enak? Ya memang enak.

Segala sesutu yang rasanya enak, nikmat dan memuaskan diri, dari manakah semuanya itu berasal? Semua berasal dari keinginan memuaskan kedagingan kita semata. Di dalam Galatia 5:9-21 disebutkan bahwa ”Perbuatan daging telah nyata, yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, pencideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.”

Nafsu kedagingan ini terus akan muncul dan menggoda setiap insan di bumi ini. Godaan ini masuk melalui panca indra jasmani kita. Kita cenderung ingin melihat yang indah-indah, ingin mencecap makanan yang enak-enak, mendengarkan alunan musik yang enak didengar, memakai baju yang bagus, mencium bau wangi-wangian, bahkan ingin memuaskan nafsu-nafsu kita yang lain. Semuanya ini hanya untuk memenuhi keinginan kita dan untuk memuaskan kedagingan kita.

Tuhan Yesus yang 100% adalah manusia, Dia telah menyalibkan dagingNya, menjadi tebusan bagi semua umat manusia atas setiap dosa dan kelemahannya. Melalui penderitaan dan wafatNya di kayu salib, manusia dijadikanNya selamat. “Kristus mengambil rupa daging, serupa dengan kita namun dalam keadaan tanpa dosa, dan dalam kedaginganNya. Ia menang atas dosa.” (Rom 8:9).

Untuk dapat bergabung menjadi bagian d kerajaan Allah, kita harus berani meng keputusan untuk meninggalkan kedag kita. Kita harus berani menyalibkan kedag kita, demi keselamatan kita. Tetapi ras sulit ya, meninggalkan segala sesuatu membuat badan kita nyaman, meningg kesukaan kita? Benar sekali, memang mudah seperti sabda Tuhan ini: ”ka sesaklah pintu dan sempitlah jalan menuju kepada kehidupan, dan sedikit o yang mendapatinya.” (Mat 7:14).

Setelah Tuhan naik ke surga, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia telah memberikan kita Roh Kudus-Nya kepada kita masing-masing secara pribadi. Kita tidak akan sanggup menyalibkan kedagingan kita, jika kita hanya mengandalkan kekuatan atau niat pribadi saja. Kita perlu memohon rahmat Tuhan dan penyertaan Roh Kudus untuk memampukan kita meninggalkan segala kedagingan kita ”Aku akan minta kepada Bapa dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran, dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu ” (Yohanes 14: 16-17 ).

Bila kita sudah mau mulai beranjak meninggalkan kedagingan kita, walaupun mengalami kesulitan, inilah yang disebut sebagai perjuangan melawan nafsu pribadi. Inilah saatnya kita mulai menyalibkan daging kita “Siapa yang mau mengikut Aku, dia harus melupakan kepentingan diri sendiri dan terus mengikut Aku dengan bertekad, ‘Sekalipun harus mati, bahkan mati disalibkan, aku tidak akan mundur!’ Karena setiap orang yang berusaha mempertahankan nyawanya tetap akan mati. Tetapi orang yang mati dibunuh karena mengikut Aku dan mempercayai Kabar Baik tentang Aku, dia akan memperoleh hidup kekal ” (Mark 8:34-35)

Salib bukan hanya berati bahwa kita sedang mengalami beban pikiran, sakit penyakit, masalah atau apa pun, namun salib juga diartikan sebagai sebuah perjuangan dalam melawan kedagingan diri, menyangkal diri, menanggalkan keinginan diri. Menyalibkan daging sediri, itu berarti kita meninggalkan cara hidup yang lama menuju cara hidup yang baru. Hidup yang semula hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi menjadi hidup yang senantiasa mengarah kepada kehendak Tuhan. Hidup yang berkeinginan untuk selalu menyenangkan hati Tuhan dan menyenangkan hari sesama, hidup yang selalu terarah kepada kasih, karena kasih itu adalah Allah sendiri. Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8).

Sebagai contoh, seorang gadis sudah terbiasa dan seang memakai pakaian yang indah dan bermerk. Dia ingin memulai menyalibkan dagingnya untuk itu dia berusaha untuk memulai menggunakan baju yang sederhana. Dia mengalami pergumulan batin yang menyiksa, dia sendiri merasa tidak nyaman, tidak percaya diri, temantemannya mengejek. Tetapi karena dia berniat ingin menyenangkan hati Tuhan, dia memutuskan untuk tetap terus mengenakan baju sederhana. Pada akhirnya, dia berhasil, hati tetap nyaman dengan pakaian sederhananya. Dia telah berusaha melepaskan kesenangan dirinya dengan mengubahnya menjadi hidup yang mengarahkan hati kepada Tuhan.

Bagaimanakah caranya untuk dapat menyalibkan daging sendiri ini?

Caranya adalah melatih diri untuk melakukan penyangkalan diri kecil-kecil, yang tujuannya adalah tidak membiarkan diri kita dikuasai oleh segala hawa nafsu dan kelemahan kita. Hawa nafsu ini bisa berupa kerakusan, kemarahan, kesombongan, kekikiran, kecabulan, kemalasan, iri hati, dan sebagainya.

Setiap kali tergoda untuk marah, kita berusaha untuk sabar.

Setiap kali tergoda untuk memiliki semua barang, kita berusaha untuk murah hati.

Setiap kali harga diri tersinggung, kita berusaha untuk rendah hati.

Setiap kali kemalasan melanda diri, kita berusaha untuk bangkit dengan semangat berkobar.

Apa yang akan kita dapatkan bila kita berani meninggalkan kedagingan kita, meninggalkan segala sesuatu yang tidak mengarah kepada Tuhan? Kita pahami sabda Tuhan ini: ”Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.” (Gal 5:24-25).

Marilah kita merefleksikan diri, apakah saya sudah berani untuk memulai menyalibkan kedagingan saya sendiri, menuju kepada Kasih Allah yang sejati? Maukah kita mati, bagi diri kita sendiri dan bangkit di dalam Tuhan?

Ad Maiorem Dei Gloriam

PENSIL KECIL DI TANGAN ALLAH

Githa Nila MaharkesriLingkungan St. Agatha

‘Aku tanpamu bagaikan sego kucing ilang karete. Ambyar’. Pasti bakal begini hidup kita, jika tanpa kemurahan Tuhan. Tanpa Dia, hidup kita bagai nasi kucing hilang karetnya. Hancur. Gimana nggak? Ada saja pertolongan Tuhan dan kuasa Roh Kudus yang hadirnya nyata, bertubi-tubi setiap hari.

‘Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan’. Artinya, Tuhan itu dekat meski tubuh kita tak dapat menyentuhnya, jauh tiada batasan. Kebaikan Tuhan sering datang dalam bentuk hal-hal kecil. Sesederhana kita menjejakkan kaki masuk ke dalam rumah, sesaat sebelum turun hujan deras. Atau punya tempat nyaman, menenangkan dan menyenangkan, bernama ‘rumah’. Kita bisa terlindung dari panas, hujan dan memiliki tempat untuk pulang, untuk bercerita, untuk berkeluh kesah. Lalu, coba ingat-ingat lagi deh, disaat lagi kesusahan, tiba-tiba ada orang yang muncul, bahkan yang sama sekali nggak dikenal, datang menolong. Ada yang pernah merasa begini, nggak?

Tapi memang, pengalaman hidup manusia tak sama. Banyak dari kita yang masih kesusahan, hidup dalam kemalangan, menderita dan butuh uluran tangan. Barangkali apa yang sudah kita miliki, jadi hal yang sangat didamba oleh mereka. Maka pertanyaannya, seberapa peka kita pada mereka?

Tema paskah tahun 2024 ini: ‘Bersatu Memberdayakan Umat dalam Menyongsong Kedatangan Tuhan’ jadi momen yang pas, untuk merefleksikan kehadiran kita bagi sesama yang butuh kasih dari kita. Kalau kita belum mampu seperti Bapak Uskup Bogor yang pertama, Mgr. Paternus Nicholas Joannes Cornelius Geise, O F M yang melakukan pemberdayaan dengan mendirikan Sekolah Katolik Mardi Yuana dan Universitas Katolik Parahyangan serta membangun panti asuhan Santo Yusuf Sindanglaya, kita bisa melakukannya dengan cara-cara sederhana. Peka kepada apa yang kita lihat, kita rasa dan kita dengar.

‘Memayu hayuning pribadi, memayu hayuning kulawarga, memayu hayuning sesama, memayu hayuning bawana’. Berbuat baik bagi diri sendiri, keluarga, sesama manusia, makhluk hidup dan seluruh dunia Sesederhana: taruhlah perhatian penuh pada teman atau kerabat atau siapapun yang sedang bercerita. Dengarkan dengan tulus, tatap matanya, tak usah menghakimi. Biarkan dia merasakan kehadiran dan penerimaan kita dengan utuh Kalau kita sedang hang out, dan di jalan kita lihat ada orang yang dagangannya sepi pembeli, nggak ada salahnya kita bantu lariskan. Saya percaya, hal itu nggak bakal bikin kita miskin. Malah, senyum si penjual, bantu kita makin mengenal apa arti bersyukur

Ciptakan hal baik versi diri sendiri. Santa Theresa bilang, kita ini adalah pensil kecil di tangan Allah yang sedang menulis, yang mengirim surat cinta kepada dunia Jadi, kemurahan dan kepedulian pada sesama, menjadi jembatan kasih Allah pada mereka melalui kita.

Selamat hari raya Paskah! Jadilah peka Tuhan berkati kita semua!

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.