Radar Pekalongan 6 Mei 2013

Page 3

DISKUSI

SENIN, 6 MEI 2013

RADAR PEKALONGAN

3

M. AINUL ATHO’

PAPARAN - Rektor Universitas Pekalongan Suryani SH MHum, Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan Drs Asip Kholbihi, serta Wakil Ketua Komisi II DPR RI Drs Abdul Hakam Naja MSi menyampaikan paparan pendapatnya dalam diskusi di Radar Pekalongan, Sabtu (4/5) kemarin.

Parpol Pragmatis, Politik Transaksional Turunkan Kualitas Caleg KOTA - Gegap gempita pendaftaran Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) untuk Pemilu Legislatif tahun 2014 sudah dimulai. Meskipun mempunyai cap negatif di mata masyarakat, tidak membuat nafsu para bacaleg memudar. Buktinya, di Kota Pekalongan sendiri sebanyak 279 bacaleg, siap saling sikut untuk meraih 30 kursi DPRD yang tersedia. Banyak pandangan negatif muncul menanggapi hal tersebut, mayoritas masyarakat menilai tidak semua bacaleg yang mendaftar layak dan memiliki niatan tulus untuk menjadi wakil mereka. Belum lagi banyak parpol yang bersikap pragmatis, sehingga terjadi

politik transaksional. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Drs Abdul Hakam Naja MSi, menilai banyak faktor yang menyebabkan kualitas caleg semakin menurun sehingga meninggalkan cap negatif di mata masyarakat. Salah satu yang paling menonjol adalah berlakunya sistem politik transaksional di Indonesia. Menurut Hakam, parpol yang pada awal reformasi berhaluan idealis, saat ini justru berubah menjadi pragmatis. “Kita memang baru memasuki umur ke 15 dalam dunia demokrasi dan baru empat kali melaksanakan pemilu. Sehingga, wajar saja ketika demokrasi di Indonesia masih terus mengalami pergolakan dan perubahan. Banyak parpol yang bersikap pragmatis, sehingga menciptakan sistem transak-

sional pada pemilu kita,” paparnya saat menjadi narasumber dalam kegiatan diskusi membahas motivasi bacaleg dalam Pileg yang digelar Radar pekalongan, Sabtu (4/5). Menurut Hakam, munculnya sistem transaksional juga dipengaruhi sering berubahnya regulasi pemilu. Dinilai paling berdampak adalah aturan ditetapkannya sistem suara terbanyak untuk menetukan caleg terpilih menggantikan sistem nomor urut yang sebelumnya diterapkan. Dikatakannya, dengan sistem tersebut membuat parpol tak bisa menentukan dan menempatkan kadernya yang berkualitas. “Peraturan tersebut juga membuat siapapun bisa maju, asalkan mempunyai banyak modal untuk digunakan mes-

kipun pada dasarnya yang bersangkutan belum siap,” imbuhnya lagi. Mengatasinya hal itu, Hakam memberikan beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk memperbaiki sistem politik di Indonesia diantaranya penataan kembali sistem kepartaian, pendalaman ideologi oleh partai, memperbanyak langkah pendidikan politik bagi masyarakat, dan juga perlunya sinergisitas antar kalangan masyarakat untuk menghilangkan sistem transaksional. Masalah yang sama juga dikemukakan Suryani SH MHum. Narasumber yang kini juga menjabat Rektor Unikal tersebut mengatakan bahwa banyak parpol yang ada sekarang bukanlah parpol berbasis kader, tapi hanya parpol jadijadian. “Mayoritas parpol

bersikap pragmatis, mereka hanya berfikir bagaimana eksistensi tetap terjaga dan bisa mendudukkan orang di legislatif karena itu menjadi salah satu sumber keuangan terbesar. Dengan begitu, banyak orang berlomba-lomba menjadi caleg asalkan mempunyai modal keuangan yang kuat sehingga bisa banyak menjaring suara. Orang-orang seperti itulah yang kini menjadi target parpol,” bebernya. Kondisi tersebut, lanjutnya, diperparah dengan peraturan baru yang dibuat KPU yaitu wajib menyertakan keterwakilan perempuan sedikitnya 30 persen dari jumlah caleg di masing-masing dapil. Peraturan tersebut, disertai ancaman penghapusan dapil jika parpol tak sangup memenuhinya. Hal itu menurut

Dr Mahrum: Cukup Tiga Partai Saja Indonesia Dinilai Belum Siap Berdemokrasi ala Barat KOTA - Akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pakalongan, Dr Mahrum, menyampaikan perlunya sistem politik Indonesia disederhanakan kembali menjadi tiga partai, seperti halnya saat era Orde Baru. Gagasan kontroversial ini terang saja menuai reaksi hampir semua peserta dikusi di ruang pertemuan Radar Pekalongan, Sabtu (4/5). Ketua Program Magister STAIN ini mengaku jengah dengan kecenderungan jalannya pemerintahan yang tak pernah stabil, sebagai konsekuensi sistem multi partai yang kembali dianut Indonesia paska reformasi. “Untuk kasus Indonesia, sumber kekacauan bangsa ini adalah parpol. Dan ini berlangsung sejak paska kemerdekaan. Maka di luar persoalan adanya hegemoni Golkar, pilihan Orde Baru memberlakukan tiga partai adalah sangat tepat,” ungkapnya. Sejarah politik Indonesia mencatat masa kelam ini. Dari tahun 1945 sampai dengan 1966 saja, terjadi 45 kali pergantian kabinet. Menurut Mahrum, kekacauan ini terjadi seiring berlakunya sistem multipartai. “Tidak ada single

AKHMAD SAEFUDIN

ANGKAT BICARA - Ketua Hanura Kabupaten Pekalongan, Budiono, ikut bicara ketika menimpali gagasan tentang penyederhanaan partai.

majority, sehingga energi pemerintahan saat itu habis untuk menggonta-ganti kabinet. Saat ini kondisinya hampir sama, pemerintahan sibuk mengatasi oposisi, energinya habis untuk meredam konflik. Kalau seperti ini terus, kapan pemerintah bisa membangun,

” tandasnya. Bagi Mahrum, sistem multipartai hanya akan melahirkan kegaduhan politik, pemerintahan menjadi tak stabil. Ketiadaan single majority menurutnya menyebabkan jalannya pemerintahan rentan dari rongrongan. “Jadi kalau mau jalannya pemerintahan stabil, konflik sosial berkurang, ya cukup dengan tiga partai. Harus ada penyederhanaan partai politik. Sebab Indonesia belum siap untuk berdemokrasi ala barat,” ucapnya. Termasuk dalam penyederhanaan partai ini, Mah-

rum bahkan menganggap partai agama atau berbasis agama tak lagi relevan dikembangkan di Indonesia. Meminjam jargon Cak Nur, Islam Yes, Partai Islam No, dia menilai agama harus dihadirkan dalam kapasitas menggarami politik, bukan hadir secara kelembagaan politik. “Maka NU dan Muhammadiyah tidak usah bikin partai. Pertama, ini akan menghidupkan kembali konflik laten primordial keagamaan di Indonesia. Kedua, umat Islam harus meyakini bahwa aspirasi mereka ada di semua partai, bukan hanya

Biarkan Parpol Berjuang “TIDAK setuju wacana penyederhanaan partai menjadi tiga. Biarkan saja semua partai berjuang membawa visi dan tujuannya sendiri, masyarakatlah yang akan menyeleksi. Jika memang parpol tersebut bagus, maka dia akan bertahan dan jika dinilai tidak bagus dengan sendirinya akan hilang.” (nul) Sam Isnaini PAN Kota Pekalongan

partai Islam,” jelasnya. Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, Drs Asip Kholbihi, menilai gagasan penyederhanaan partai seperti ditawarkan Mahrum, sebagai hal yang tak realistis. Sebab selain memiliki sejarah panjang dalam sejarah politik Indonesia, politik dengan warna agama pun menurutnya tetap relevan untuk konteks kekinian. “Maka konsep penyederhanaan partai menurut saya sebagai hal yang tak mungkin, apalagi dengan menghilangkan partai bernuansa agama. Sebab genealogi politik santri telah ada sejak dulu, dan ini diakui oleh para peneliti tentang Indonesia,” ujarnya. Seirama, Ketua Partai Hanura Kabupaten Pekalongan, Budiono, pun mempertanyakan relevansi gagasan penyederhanaan partai dalam era seperti sekarang ini. “Ide itu mustahil diberlakukan saat ini di Indonesia. Paling tidak, partai-partai yang saat ini ada sangat tidak mudah untuk difusikan menjadi hanya tiga partai. Sebab parpol pun butuh tetap eksis,” tukasnya. Politisi PAN, Drs A Hakam Naja MSi, mengungkapkan, perlu kesabaran untuk mengawal reformasi sistem politik di Indonesia. Menurutnya, sejak reformasi sampai kini, Indonesia masih terus mencari formula sistem politik yang ideal. “Saya termasuk orang yang optimis, bahwa pelan tapi pasti, kita akan menemukan sistem politik yang ideal. Untuk itu, semua pihak yang berkepentingan demokrasi agar ikut mengawal. Pada saatnya, masyarakat pun akan lebih memiliki harga diri dalam politik praktis, tidak mudah terbeli haknya,” katanya. (ap22)

Suryani banyak memberikan tekanan pada parpol sehingga semakin asal-asalan dalam memilih caleg. Padahal menurut fakta di lapangan, libido berpolitik yang dimiliki kaum perempuan sangatlah minim. Sementara mengenai motivasi caleg, Suryani berpendapat bahwa masih banyak caleg yang maju dengan tujuan prestise saja atau gambling. Mereka ingin mencari kerja dengan cara untung-untungan. Sehingga, ketika terpilih mereka benar-benar menjalankan tujuan awalnya. “Padahal, setiap masa pergantian DPRD, sudah disediakan anggaran besar untuk pendidikan anggota dewan terpilih. Tapi nyatanya mereka hanya absen saja dan tidak mengikuti penuh pelaksanaan pendidikan tersebut,” ung-

kapnya lagi. Pendapat kontradiktif justru dikemukakan Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, Drs Asip Kholbihi. Politikus PKB tersebut, berpendapat bahwa sistem transaksional dalam politik sah-sah saja dilakukan. Karena, sikap dan kondisi masyarakat memang mendorong berlakunya sistem tersebut. “Bagi caleg yang sebenarnya dasarnya mempunyai niat kuat, mau tak mau harus mempertahankan suaranya dengan ikut dalam sistem itu. Jadi menurut saya itu bukan politik uang,” ucapnya. Namun dirinya juga sepakat, jika sistem tersebut tetap dipertahankan, maka politik pragmatis akan semakin parah dan bisa merusak tatanan partai politik di Indonesia. (nul)

Persaingan Tidak Sehat “POLITIK transaksional membuat parpol terlibat persaingan tidak sehat. Hal tersebut sangat kental terlihat sehingga membuat parpol semakin termotivasi untuk berlomba-lomba mencari figur dan kader yang mempunyai modal kuat. Dampaknya, kualitas caleg menurun dan semakin tidak berkualitas. Seharusnya, bagi caleg yang belum mempunyai keimanan kuat janganlah terlebih dulu mencalonkan diri. Karena akan berakibat terhadap kualitas DPRD yang terbentuk. Para caleg yang ada, mempunyai prinsip M. AINUL ATHO’ menjadikan politik sebagai tujuan Abu Ayyash bukan sebagai alat. Jangan harap Ketua DPW FPI Jateng dengan sistem politik yang berlaku saat ini, akan mewujudkan Indonesia yang baik.” (nul)

Aturan Bertambah Buruk “DARI tahun ke tahun, aturan pemilu tidak dibuat menjadi lebih baik, bahkan terkesan menjadi bertambah buruk. Salah satu buktinya adalah diwajibkannya parpol memenuhi kuota 30 persen perempuan. Hal itu tentu membuat banyak parpol kelabakan dan memicu penurunan kualitas caleg karena yang menjadi fokus bukan kualitas tapi pemenuhan kuota dan syarat tersebut.” (nul)

M. AINUL ATHO’

H Sudjaka Martana SIP Sekretaris DPD Golkar Kota Pekalongan

Perlu Pembicaraan dan Diskusi

M. AINUL ATHO’

Nur Aini PPP Kota Pekalongan

“SAYA mengapresiasi kegiatan diskusi seperti ini dimana semua pihak baik pakar politik maupun anggota parpol bisa dihadirkan dan bertatap muka. Memang, untuk mencari solusi atas permasalahan politik yang terjadi perlu adanya pembicaraan dan diskusi antar anggota dan pengurus parpol dengan masyarakat atau pakar politik. Sehingga dari sana bisa ditemukan solusi untuk memperbaiki sistem saat ini.” (nul)

Penyederhanaan Tidak Tempatkan Parpol Tidak Kader Terbaik Masuk Akal “POLITIK transaksional, mem-

M. AINUL ATHO’

Budiono Ketua Partai Hanura Kabupaten Pekalongan

“ADANYA wacana penyederhanaan parpol dengan mengacu pada tiga parpol saja yang dikemukakan Dr Makrum, sangat tidak masuk akal. Sistem multipartai saat ini, bisa mengakomodir semua visi dan tujuan. Karena, masing-masing parpol tentu saja memiliki tujuan dan visi berbeda dan tetap ingin eksis dengan nama masingmasing.” (nul)

buat parpol tidak bisa menempatkan kader terbaiknya. Kader yang sudah bertahun-tahun berkecimpung dalam politik, bisa saja kalah dengan orang baru yang mempunyai segudang modal. Pemicunya, penerapan aturan suara terbanyak untuk menentukan caleg terpilih. Aturan tersebut menghilangkan kewenangan parpol untuk menentukan siapa yang bisa mewakili duduk di legislatif.” (nul)

M. AINUL ATHO’

Arif Rahman Hakim Sekjen PAN Kabupaten Pekalongan


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.