
2 minute read
EVALUASI
Masalah Berulang PPDB
Konsep baru ini harus selesai tahun
2023 ini, jadi tahun depan sudah bisa berjalan konsep
PPDB yang baru,”
Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Iwan Suryawan

Ada anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) yang tidak ditampung oleh sekolah negeri meski masih satu zonasi.
BERBAGAI cara dilakukan masyarakat yang peduli lingkungan, untuk mengurangi limbah, atau sampah yang berserakan. Di antaranya membentuk kelompok atau program lain dalam sebuah komunitas mereka. Seperti yang dilakukan IWAPI Kota Bogor membentuk lingkungan bersih bersama IWAPI (Liberpi).
Kelompok ini secara rutin menerima, dan menimbang sampah dari anggota dan warga sekitar, tempat penimbangan di Jalan Baladewa Raya Bogor. Bahkan pada bulan ini, mereka juga melakukan pelatihan pembuatan cempal, dan tas goody bag dari sampah rumah. (mer)
Polemik penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru (PPDB) umumnya dipicu motivasi berebut masuk sekolah favorit atau unggulan dan kuota zonasi yang terlampaui besar. Itu kemudian diperparah dengan ketersediaan sekolah negeri yang tidak sebanding dengan jumlah siswa.
ANGGOTA Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Iwan Suryawan meminta Kemendikbudristek mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan

PPDB agar kecurangan-kecurangan tak terulang kembali. Bila perlu, dia mengusulkan adanya konsep baru untuk PPDB tahun depan. ”Konsep baru ini harus selesai tahun 2023 ini, jadi tahun depan sudah bisa berjalan konsep PPDB yang baru,” katanya.
Dia menilai, carut marut PPDB sebetulnya terjadi setiap tahun. Namun tak ada kebijakan yang diambil sehingga terulang dan menjadi polemik seperti saat ini. Terlebih sekarang, masa pembelajaran sudah dimulai sehingga perlu kehati-hatian dalam mengambil kebijakan penanganan PPDB. “Perlu diperhatikan kebijakan yang ambil karena akan berdampak pada siswa terutama dari sisi psikologis,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Jabar 7 yang meliputi Kota Bogor. Oleh karena itu menurutnya dalam evaluasi PPDB mesti meninjau ulang Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud)
Nomor 14 Tahun 2018, Tentang
Pengaturan Zonasi. Sebab hal itu menjadi dasar awal pemberlakukan kebijakan jalur zonasi.
Mesti ada kebijakan PPDB yang disepakati pemerintah pusat, provinsi, kota dan kabupaten yang tepat pada pasal tersebut. Evaluasinya berupa penghapusan, penghilangan, atau ganti dengan kebijakan lain. Hal itulah yang menurut Iwan perlu dikaji ulang dengan segera. Selain butuh evaluasi, Iwan juga berpendapat PPDB membutuhkan kebijakan baru yang segera dikeluarkan, sembari menunggu aturan PPDB yang akan datang “Semisal memungkinkan ditambah rombongan belajar,” imbuhnya.
Dia juga menyarankan pemerintah untuk mengedukasi orang tua dan masyarakat dampak kecurangan yang bisa berimbas pada anak. Terlebih tujuan sekolah yang sebenarnya adalah mendidik anak menjadi baik bukan malah berakhir dengan perundungan karena orang tuanya berlaku curang.
Permasalahan zonasi yang bersandar pada kurang dan tidak meratanya sekolah dipandang Iwan menjadi masalah sulit ditangani oleh daerah. Oleh karena itu ia menyarankan agar pemerintah kembali menggunakan sistem nilai ebtanas murni atau NEM dalam PPDB sekolah jenjang SMP dan SMA. Lewat cara itu menurutnya pemerintah bisa lebih mudah menemukan titik kecurangan dan memaksa orang tua tidak berlaku curang. Karena akan membebani anak apabila memaksakan kehendak masuk ke sekolah negeri yang nilai rata-rata NEM-nya tinggi. “Dengan usulan itu siswa akan meningkatkan keunggulannya. Melalui NEM mereka bisa mengukur diri. Namun NEM jangan digunakan untuk menentukan kelulusan hanya PPDB saja,” jelasnya. (fat)