34
Prisma
Prisma Vol. 29, No. 2, April 2010
ESAI
Iklim, Ilmu, dan Kekuasaan Daniel Dhakidae
Apa pun bisa diberikan kepada, dan dikatakan tentang, ilmu kecuali kepastian, karena ilmu tidak mengejar kepastian akan tetapi memecahkan soal, menjawab pertanyaan alam dan masyarakat dalam suatu rentetan tanpa putus antara pertanyaan dan jawaban yang melahirkan lagi pertanyaan dan jawaban baru. Karena itu, bertanya adalah langkah pertama dari ilmu apa pun. Mengajukan pertanyaan yang benar selalu dikatakan sebagai separuh jawaban ada di tangan. Ilmu keras tidak mempersoalkan opini; ilmu mempersoalkan penemuan yang berarti fakta dan setiap fakta melahirkan pertanyaan baru bagi setiap zaman. Semuanya itu seperti pupuk dan membawa ilmu keras ke dalam perkembangan yang berlipat ganda sejak ditemukan puluhan abad lalu. Dukungan teknologi, yang sering menjadi anaknya sendiri, membawanya ke puncak-puncak perkembangan dan semakin meningkatkan perkembangan tersebut sebegitu rupa sehingga pada saat tertentu apa yang menjadi misteri pada abad-abad lalu tentang surga dan langit, neraka dan bumi—yaitu pusat-pusat kosmologi kuno—seakan-akan telah dibuka, dan yang disebut misteri seolah-olah menjadi dongeng tentang dongeng.
Paradoks Ilmu Namun, semakin ilmu berkembang dan semakin mencapai kepastian, kepastian itu
berubah menjadi titik awal untuk sesuatu yang baru lagi, yaitu ke-tidak-pasti-an. Di sana paradoks ke-tidak-pasti-an justru berawal, dan memaksa ilmu itu untuk berproses baru lagi. Berbagai teknologi ditemukan untuk mengintip alam semesta. Penemuan kelompok bintanggemintang dengan jarak ratusan juta kilometer jadi awal ke-tidak-pasti-an baru tentang apa dan siapa yang mampu menjejakkan langkah di sana, dengan pertanyaan mengusik dari zaman ke zaman apakah ada kehidupan di sana. Jarak menjadi absolut jauhnya, dan dengan begitu membuat ke-tidak-pasti-an dan ke-tidaktahu-an menjadi absolut lagi. Semakin sinar terang ilmu berpancar semakin awan kelam ketidak-tahu-an menampakkan diri. Hal yang sama menimpa para ahli klimatologi ketika kepastian prediksi ilmiah sekaligus juga memancarkan ke-tidak-pasti-an. Kepastian di sisi yang satu diralat oleh ketidakpastian di sisi lain. Kepastian tentang daya rusak carbondioxide diralat oleh kemampuan water-vapor di awan dan lain-lain yang mampu mendinginkan bumi. Kepastian karbon dioksida meningkatkan panas bumi dilawan oleh kenyataan lain bahwa karbon bisa berfungsi sebagi pupuk ideal untuk meningkatkan pertumbuhan hutan dan hasil panen (Freeman Dyson, dalam the New York Times Magazine, 25 Maret 2009). Di sisi lain, bumi yang panas bukan baru sekarang untuk pertama kalinya akan tetapi sudah dan pernah berlangsung lama sejak Abad Tengah karena diperkirakan berada dalam suatu