70 33,GNo. 2, 2014 D I AVol. LO Prisma Prisma,
Siti Nurbaya Bakar
Membumikan Pelayanan Birokrasi Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya mengubah elemen-elemen birokrasi yang mencakup aparatur, tata laksana dan kelembagaan agar dapat menjalankan peran dan fungsi secara efektif dan efisien dalam melayani masyarakat. Sejak Indonesia merdeka, upaya pembenahan birokrasi sudah berjalan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya. Sudah sekian banyak kebijakan dan payung hukum yang mendasarinya. Namun, perihal reformasi birokrasi tidak akan mungkin berjalan bila hanya berpatokan pada aturanaturan hukum. Penyalahgunaan jabatan/korupsi dan lemahnya pelayanan lembaga-lembaga pemerintah dalam menjawab kebutuhan publik menjadi sorotan banyak kalangan. Kritik terhadap pengawasan dan rekrutmen aparat negara pun tak ketinggalan menantang berjalannya agenda reformasi birokrasi. Dalam kaitan itu, Agus Sudibyo, Samuel Nitisaputra, dan Agung Anom Astika dari Prisma mewawancarai Siti Nurbaya Bakar, salah seorang yang mengetahui dengan baik bagaimana pelaksanaan reformasi birokrasi di lapangan. Berikut petikannya:
Prisma (P): Reformasi birokrasi di Indonesia berjalan sejak 1998. Apa saja masalah yang muncul terkait reformasi birokrasi? Siti Nurbaya (SN): Pemerintah sudah mencoba melakukan pelbagai upaya reformasi birokrasi mulai dari penataan kelembagaan, ketatalaksanaan, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan. Namun, masyarakat masih merasakan banyak persoalan di tubuh birokasi. Soal paling menonjol adalah organisasi birokrasi pemerintahan yang “gemuk” dan besar, tetapi lamban dalam melayani dan tidak cepat mengambil keputusan. Artinya, ada masalah dalam sistem ketatalaksanaan birokrasi. Masalah berikutnya adalah rekrutmen SDM. Tempo hari masih banyak merekrut lulusan SMA, tetapi 5 sampai 10 tahun bela-
kangan mulai banyak merekrut sarjana. Memang sudah lebih baik dalam hal rekrutmen “bahan dasar” birokrasi. Namun, dalam proses rekrutmen itu, kerap terdengar soal “bayarmembayar”, indikasi korupsi, tidak transparan, dan lain-lain. Dalam kaitan itu juga muncul masalah kompetensi; penempatan SDM tidak sesuai dengan kompetensinya. Jumlah pegawai administratif jauh lebih banyak dibanding pegawai yang kompeten di bidang pelayanan tertentu. Pertanyaannya, apakah pegawai yang dinilai tidak kompeten itu harus dipensiunkan dini atau golden hand-shake atau bagaimana? Masalah lain yang cukup menonjol adalah netralitas pegawai negeri sipil (PNS) dalam pemilihan umum. PNS seharusnya netral. Hal itu sudah dicoba pada Pemilu 1999 dan 2004. Netralitas PNS kembali diuji saat pemilihan kepala D I A L O G