4 minute read

Designing Better Dairy Products

Industri persusuan (dairy) telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Dalam beberapa dekade terakhir, sektor ini merupakan yang paling dinamis dan inovatif di industri pangan. Perkembangan teknologi, peningkatan kesadaran konsumen akan kandungan zat gizi dan kesehatan, serta perubahan tren konsumsi telah mendorong transformasi yang signifikan dalam industri persusuan. Dari produk susu tradisional hingga inovasi baru seperti susu berbasis nabati. Industri persusuan terus beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi konsumen yang semakin beragam. Meski demikian, inovasi dan segala hal terkait dengan produk pangan penting untuk terus memerhatikan aspek mutu dan keamanan yang berlaku.

Di Indonesia, untuk memastikan aspek tersebut, produk yang beredar perlu memenuhi beberapa regulasi yang diterapkan oleh Badan Pengawas

Advertisement

Obat dan Makanan RI (BPOM). Regulasiregulasi tersebut di antaranya adalah

1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, 2) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta

Kerja, 3) Undang-Undang Nomor 33

Tahun 04 tentang Jaminan Produk

Halal, 4) Peraturan Pemerintah Nomor

17 Tahun 2015 tentang Ketahanan

Pangan dan Gizi, 5) Peraturan

Pemerintah Nomor 85 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, 6) Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, 7)

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun

2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan

Berusaha Berbasis Risiko. “Di Indonesia, pangan olahan yang diproduksi atau dimasukkan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan baku yang dapat mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan; dan/atau bahan baku yang mengandung narkotika, psikotropika, nikotin, tumbuhan yang dilindungi, dan/atau satwa yang dilindungi,” ujar Ketua Tim Standardisasi dan Pengkajian Bahan Baku, Kategori, dan Informasi Produk Pangan Olahan, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, Badan POM, Yeni Restiani, S.Si., Apt., MP. dalam FoodReview Indonesia In-Depth

Seminar: Designing Better Dairy Products yang diselenggarakan oleh FoodReview

Indonesia pada 8 Juni 2023 lalu di Bogor.

Lebih lanjut, Yeni juga menjelaskan mengenai susu dan produk susu yang sesuai dengan regulasi di BPOM.

Susu masuk ke dalam kategori 01.0 produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk kategori 02.0.

Pengetahuan terkait kategori pangan kemudian berlanjut pada implementasi kategori pangan pada penggunaan label. Berdasarkan Pasal PerBPOM No.

31 Tahun 2018 tentang Label Pangan

Olahan dalam Ayat (2) disebutkan bahwa nama jenis pangan olahan harus menunjukkan karakteristik spesifik pangan olahan sesuai dengan kategori pangan, kemudian dalam Ayat (4) mengenai pangan olahan telah diatur dalam SNI yang diberlakukan wajib, penggunaan nama jenis pangan olahan harus sesuai dengan SNI. “Untuk produk susu, juga terdapat ketentuan tersendiri seperti pada produk susu (susu bubuk, susu UHT, susu pasteurisasi, dan susu steril) wajib mencantumkan tulisan peringatan yang memuat: Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu; Tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan,” imbuh

Yeni. Untuk mengimplementasikan kategori pangan, juga perlu dilakukan perhitungan karakteristik dasar.

“Perhitungan karakteristik dasar terkait komponen susu dalam pangan olahan meliputi: kadar lemak susu, total padatan susu bukan lemak, lemak susu dari total padatan, lemak susu dihitung terhadap bahan kering, kadar protein susu, kandungan padatan susu, dan kadar air terhadap bahan tanpa lemak,” pungkas Yeni.

Munculnya alternatif produk susu nabati

Pengembangan alternatif susu berbasis nabati telah menjadi tren yang signifikan dalam industri pangan, baik untuk alasan kesehatan, keberlanjutan, maupun etika. Produk susu nabati, seperti susu kedelai, almond, oat, dan kacang-kacangan lainnya, menawarkan alternatif yang bebas dari produk hewani dan dapat menjadi pilihan yang menarik bagi individu dengan preferensi pola konsumsi tertentu, seperti vegetarian atau vegan. Dengan inovasi yang terus berkembang, industri susu nabati terus menghadirkan produk yang semakin mirip dengan rasa dan tekstur susu sapi, menjadikannya pilihan yang menarik bagi konsumen yang ingin beralih ke pola konsumsi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kendati demikian, ada beberapa tantangan ketika menciptakan produk berbasis protein nabati seperti pentingnya pertimbangan dalam memilih bahan baku yang meliputi kualitas, asal, hingga sumbernya. Hal ini penting untuk melihat komposisi fisiologi yang berbeda pada tingkat lemak, protein, serat, dan ukuran partikel yang bervariasi.

“Selain itu, tantangan lain adalah sifat organoleptik yang sering diasosiasikan dengan ‘off-notes’ dan juga rasa kacang, pahit, dan lain sebagainya,” tutur

Senior Applicationn Specialist Dairy & Ice Cream, Palsgaard Asia Pacific, Chua

Li Ying. Dalam kesempatan tersebut, Li Ying juga memaparkan mengenai tren-tren yang muncul selama tahun

2023 mengenai produk susu dan alternatif susu, serta faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi kategori terkait. Konsumen mencari produk yang tidak hanya enak rasanya, tetapi juga fungsional dan bermanfaat bagi kesehatan mereka. Selain itu, konsumen juga menuntut lebih banyak protein dari berbagai sumber. Selanjutnya, setelah rasa dan flavor, tekstur adalah atribut konsumen yang paling penting selanjutnya untuk produk-produk berbasis nabati. “Clean label pada produk pangan, jejak karbon dan air serta kesejahteraan hewan akhirnya juga bermain penting dalam pengembangan produk berbasis nabati bagi konsumen saat ini,” tambah Li Ying.

Mendesain minuman berbasis susu

Meski altenatif susu berbasis nabati terus mengalami peningkatan, produk susu tradisional (susu sapi) tak kehilangan kiprahnya bahkan terus berinovasi untuk menciptakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumennya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain minuman berbasis susu adalah peran bahan tambahan pangan seperti penggunaan pengemulsi dan penstabil. Keduanya memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas dan stabilitas minuman berbasis susu. Pengemulsi adalah zat yang membantu mencampur dan menyebarkan molekul lemak secara merata dalam minuman, mencegah terjadinya pemisahan atau pengendapan krim. Selain itu juga meningkatkan tekstur, kenikmatan saat dikonsumsi, dan pengalaman sensori secara keseluruhan dari produk minuman. Di sisi lain, penstabil membantu menjaga kestabilan dan konsistensi minuman dengan mencegah pengendapan partikel padat atau bahan lainnya. Berkontribusi pada kelembutan dan kekentalan produk, memastikan pengalaman minum yang diinginkan dan menarik.

“Penggunaan pengemulsi dan penstabil yang sesuai dalam minuman berbasis susu tidak hanya meningkatkan umur simpan produk, tetapi juga meningkatkan penampilan, tekstur, dan penerimaan konsumen secara keseluruhan,” ujar Guru Besar

Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, IPB University, Prof. Dr. Nuri Andarwulan. Ada beberapa jenis pengemulsi yang biasa digunakan seperti lesitin, mono- and diacylglycerol (MDAG), Diacetyl Tartaric Acid Esters of Mono- and Diglycerides (DATEM), Emulsifier Complexes, Sodium or Calcium

Stearoyl Lactylate – (SSL or CSL). “Ada karakteristik yang ideal untuk sebuah pengemulsi di antaranya adalah dapat mengurangi tegangan antarmuka dua cairan yang tidak bercampur, stabil baik dari segi fisik dan kimia, inersia, dan kompatibel dengan ingridien lain di dalam formulasi. Tidak menyebabkan iritasi, tidak beracun dalam konsentrasi yang digunakan serta tidak memberikan warna atau rasa pada produk pangan yang ditambahkan,” imbuh Nuri.

Dalam kesempatan yang sama,

Guru Besar Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, IPB University, Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi juga menuturkan bahwa minuman yang menyediakan zat gizi dan kenyamanan semakin populer di kalangan konsumen yang fokus pada kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini pula yang mendorong pertumbuhan minuman berbasis susu. Di Indonesia, pertumbuhan ini bisa dilihat dari produk minuman berbasis susu yang awet pada suhu ruang (shelf-stable). “Pengertian ini berarti produk pangan yang aman disimpan pada suhu ruang dan tidak mudah rusak. Tentu, produk ini juga tidak memerlukan penyimpanan pada lemari es kecuali setelah dibuka,” ujarnya. Merujuk pada US-FDA (21CFR120.3), produk shelf stable berarti produk yang disegel rapat dan, saat disimpan pada suhu ruangan, tidak menunjukkan pertumbuhan mikroba apa pun. Produk pangan ini dikategorikan menjadi dua kelompok yakni (i) pangan asam/diasamkan, dan (ii) pangan berasam rendah. Fri-35

This article is from: