
2 minute read
Sensori Pangan: Pemasaran Vs. Kesehatan
Manusia memilih mengonsumsi pangan karena berbagai alasan. Alasan fisiologisnya bisa saja karena lapar. Selain itu, pilihan seseorang dalam mengonsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa di antaranya adalah selera atau preferensi pribadi, kebiasaan keluarga, pengaruh budaya, dan agama. Selain itu, alasan emosional, masalah kesehatan, tekanan sosial, kenyamanan, biaya, serta ketersediaan pangan juga turut memengaruhi keputusan tersebut. Terkadang, seseorang juga mempertimbangkan kelimpahan atau keterbatasan ketersediaan pangan dalam pengambilan keputusan makan mereka. Semua aspek ini berperan dalam membentuk preferensi dan kebiasaan makan seseorang.
Namun demikian, jika terdapat berbagai pilihan, sering kali alasan utama memilih pangan tertentu adalah karena cita rasanya yang nikmat. Misalnya, kita biasanya tidak memilih buah naga karena mereka merupakan sumber antioksidan yang sangat baik, melainkan karena rasanya yang enak dan menggugah selera. Secara umum, aspek sensori memang memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan memilih konsumsi pangan tertentu. Selain cita rasa, aspek sensori ini antara lain meliputi aroma, warna, tampilan, tekstur, dan asosiasi emosional lain yang dapat memengaruhi selera dan preferensi konsumen.
Advertisement
Karena alasan itulah, maka pemahaman mengenai peran aspek sensori ini juga menjadi faktor penting dalam industri pangan, sehingga ilmu sensori ini berkembang pesat. Pada praktiknya, aplikasi ilmu sensori ini banyak digunakan dalam proses pengembangan produk pangan baru dan strategi pemasarannya, untuk tujuan lebih disukai dan dipilih lebih banyak konsumen. Pada titik ini, praktisi ilmu sensori dan industri pangan perlu menunjukkan tanggung jawabnya, sebagai pengembang dan penyedia pangan untuk berkontribusi meningkatkan status kesehatan konsumennya. Artinya, industri pangan harus mengelola potensi konflik antara pemasaran dengan mengeksploitasi aspek sensori pangan untuk menarik konsumen dengan pertimbangan terhadap dampak konsumsi pangan yang dipasarkan tersebut terhadap kesehatan.
Kritik saat ini adalah bahwa industri (pengolahan) pangan dengan sangat berhasil mengembangkan berbagai produk olahan yang sangat dinikmati konsumen, sehingga konsumen cenderung mengonsumsinya secara berlebih, sehingga berpotensi menyebabkan diet yang tidak menyehatkan, dan meningkatkan prevalensi kegemukan (obesitas) dan berbagai penyakit tidak menular yang diakibatkannya; seperti stroke, diabetes dan lain-lain. Kritik lebih tajam menyatakan bahwa industri telah berhasil (dan sengaja) mengembangkan produk pangan yang sangat enak sehingga menyebabkan konsumen menjadi ketagihan (addicted), untuk kepentingan pemasarannya.
Tentu kritik ini tidak sepenuhnya benar. Namun, kritik ini telah menyebabkan munculnya “gerakan” untuk meninggalkan pangan olahan. Karena itu, kritik ini perlu direspon dengan bijaksana oleh industri pangan. Secara umum, industri dapat melakukan reformulasi produk, untuk menunjukkan peran dan tanggung jawabnya sebagai bagian esensial dari sistem pangan berkelanjutan (Hariyadi, P. 2023).
Dapat dikemukakan di sini bahwa untuk menunjukkan tanggung jawabnya, industri pangan perlu memberikan informasi lengkap dan secara transparan tentang nilai gizi produk, termasuk memberikan informasi mengenai risiko kesehatan karena konsumsi berlebih, mengembangkan inovasi dengan tujuan berkontribusi pada kesehatan, dan melakukan praktik pemasaran yang bertanggung jawab berbasis ilmu pengetahuan. Industri pangan perlu pula mendukung edukasi publik mengenai pola pangan menyehatkan, berpartisipasi dalam riset dan pengembangan pangan dan kesehatan, serta berkomitmen pada pembangunan berkelanjutan. Dengan tindakan ini, industri dapat berkontribusi pada peningkatan kesadaran dan akses konsumen terhadap pilihan pangan yang lebih aman, menyehatkan dan berkelanjutan.
Perlu ditekankan bahwa Industri pangan memiliki peran dan tanggung jawab penting dalam membangun kesehatan konsumennya. Semakin sukses industri pangan pengembangan produknya, sukses dalam pemasarannya, sehingga dikosumsi oleh banyak konsumen, maka semakin besar tanggung jawab industri tersebut untuk memastikan bahwa kesuksesan pemasaran produknya itu tidak justru berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.
Semoga industri pangan Indonesia dapat menyikapi kritik ini dengan baik, bersama dengan ahli ilmu sensori pangan, mengaplikasikannya tidak hanya untuk keperluan pemasaran produk, tetapi juga untuk membangun kesehatan konsumen. Semoga informasi kami sajikan dapat bermanfaat dalam meningkatkan daya saing produk dan industri pangan Indonesia. Purwiyatno
6 FORUM
8 FOOD INFO
