MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA (Kumpulan Esai Pemenang Writingthon UNUJA)

Page 1

DRINGU BAGI SESAMA Kumpulan Tulisan Pemenang Kompetisi

Esai Writingthon UNUJA

Menulis Asa: Dringu bagi Sesama

Keberadaan sungai sebagai salah satu sumber daya alam memang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Selain sumber mata pencaharian, sungai juga menjadi tempat berbagai jenis spesies ikan hidup, bahkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Sebab itu keberadaan sungai harus terus dilestarikan, termasuk sungai Dringu. Meski sungai Dringu tidak seasri dulu, karena kondisinya yang telah tercemar berbagai macam polutan, seperti limbah sampah maupun limbah industri, namun usaha untuk mengembalikan keasrian sungai tersebut harus selalu diupayakan. LP3M Universitas Nurul Jadid Jl. KH. Zaini Mun’im Karanganyar Paiton Probolinggo 67291

Pustaka Nurja (Anggota IKAPI)

Esai Writingthon UNUJA

Munculnya lomba Writingthon UNUJA ini berawal dari peristiwa bencana banjir yang menerjang Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo pada hari Senin, 8 Maret 2021. Bencana tersebut menyebabkan tiga desa di Kecamatan Dringu terendam banjir, yakni Desa Kedungdalem, Desa Tegalrejo, dan Desa Dringu dengan ketinggian air lebih dari 1 meter. Bencana tersebut terjadi karena tingginya sedimentasi sungai dan peningkatan debit sungai sehingga menyebabkan beberapa titik tanggul jebol dan mengakibatkan tergenangnya rumah-rumah warga.

Menulis Asa: Dringu bagi Sesama

Buku Menulis Asa: Dringu bagi Sesama merupakan kumpulan tulisan dari beberapa peserta Lomba Writingthon UNUJA yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kesehatan Publik Universitas Nurul Jadid pada 11 Maret 2021 – 30 Juni 2021. Peserta yang ikut berpartisipasi dalam lomba ini berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Banyuwangi, Situbondo, Probolinggo, Surabaya, bahkan ada pula peserta yang berasal dari Pulau Bali.

menulis asa

Sri Astutik Andayani, M. Nur Fauzi, Abdul Haq, Sholehuddin, Nahdia Fiki Maghfiroh, Ahmad Hirzan Anwari, Rahmi Wilandari,Zainal Munir, Badrul Nurul Hisyam, & Misyati Ningsih


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA Kumpulan Tulisan Pemenang Kompetisi Esai Writingthon UNUJA

i


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Sanksi pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 2014 tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud alam pasal 9 ayat (1) huruf I untuk penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atauhuruf g untuk penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

ii


Sri Astutik Andayani, M. Nur Fauzi, Abdul Haq, Sholehuddin, Nahdia Fiki Maghfiroh, Ahmad Hirzan Anwari, Rahmi Wilandari, Zainal Munir, Badrul Nurul Hisyam, & Misyati Ningsih

MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA Kumpulan Tulisan Pemenang Kompetisi Esai Writingthon UNUJA

Editor ISMAIL MARZUKI

iii


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA Kumpulan Tulisan Pemenang Kompetisi Esai Writingthon UNUJA ©Sri Astutik Andayani, M. Nur Fauzi, dkk., 2021 Penulis: Sri Astutik Andayani M. Nur Fauzi Abdul Haq Sholehuddin Nahdia Fiki Maghfiroh Ahmad Hirzan Anwari Rahmi Wilandari Zainal Munir Badrul Nurul Hisyam, Misyati Ningsih Editor: Ismail Marzuki Tata Letak: Tri Bagus Suryahadi Desain Cover: Nicko Fernando Penerbit: Pustaka Nurja (Anggota IKAPI) LP3M Universitas Nurul Jadid Jl. KH. Zaini Mun’im Karanganyar, Paiton, Probolinggo 67291 Telp. (0335) 771732; CP: 082318007953 email: pustakanurja@gmail.com Tebal Buku: viii + 92 hlm Ukuran: 14,5 x 21 ISBN: 978-623-6757-28-4 Cetakan Pertama, November 2021 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

iv


Pengantar

Buku Menulis Asa: Dringu bagi Sesama merupakan kumpulan tulisan dari beberapa peserta Lomba Writingthon UNUJA yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kesehatan Publik Universitas Nurul Jadid pada 11 Maret 2021 – 30 Juni 2021. Peserta yang ikut berpartisipasi dalam lomba ini berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Banyuwangi, Situbondo, Probolinggo, Surabaya, bahkan ada pula peserta yang berasal dari Pulau Bali. Munculnya lomba Writingthon UNUJA ini berawal dari peristiwa bencana banjir yang menerjang Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo pada hari Senin, 8 Maret 2021. Bencana tersebut menyebabkan tiga desa di Kecamatan Dringu terendam banjir, yakni Desa Kedungdalem, Desa Tegalrejo, dan Desa Dringu dengan ketinggian air lebih dari 1 meter. Bencana tersebut terjadi karena tingginya sedimentasi sungai dan peningkatan debit sungai sehingga menyebabkan beberapa titik tanggul jebol dan mengakibatkan tergenangnya rumah-rumah warga. Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan sungai sebagai salah satu sumber daya alam memang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Selain sebagai sumber mata pencahari-

v


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

an, sungai juga merupakan tempat berbagai jenis spesies ikan hidup, bahkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Oleh karena itu keberadaan sungai harus terus dijaga dan dilestarikan, termasuk sungai Dringu. Meski kini sungai Dringu tidak seasri dulu, karena kondisinya yang telah tercemar berbagai macam polutan, seperti limbah sampah maupun limbah industri, namun usaha-usaha untuk mengembalikan keasrian sungai tersebut harus selalu diupayakan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengundang para ahli, baik peneliti maupun akademisi untuk terlibat dalam memecahkan persoalan lingkungan, selain program normalisasi sungai dan sebagainya. Langkah tersebut tidak disia-siakan oleh Pukat Kesehatan Publik Universitas Nurul Jadid dengan mengadakan kompetisi menulis asa; Dringu bagi Sesama yang diumumkan secara terbuka melalui media sosial agar para peneliti maupun akademisi dapat berpartisipasi untuk mencurahkan gagasannya tentang peduli lingkungan dari berbagai macam perspektif yang dimiliki. Diharapkan melalui lomba ini seluruh elemen bangsa ikut bergerak, menaruh simpati, dan kepedulian terhadap upaya optimalisasi potensi dan manfaat sungai Dringu. Akhirnya semoga buku ini dapat memberi kontribusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup yang ada di sekitar kita. Pada lingkup yang lebih luas harapan kita adalah semoga seluruh masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap seluruh sumber daya alam yang ada di sekitarnya agar alam dapat melimpahkan berkahnya pada kehidupan kita.

Probolinggo, 05 Oktober 2021 Ketua Pukat Kesehatan Publik,

Sri Astutik Andayani, M.Kes.

vi


Daftar Isi

Pengantar Ketua Pukat Kesehatan Publik Daftar Isi Bagian 1 Revitalisasi Dringu Perspektif Maqasid Transformatif dan Pendekatan MIT M. Nur Fauzi

v vii

1

Bagian 2 Melihat Banjir Dringu dari Dekat Abdul Haq

15

Bagian 3 Sungaiku Surgaku Sholehuddin

27

Bagian 4 Hidupku, di Bantaran Dringu Nahdia Fiki Maghfiroh

39

Bagian 5 Duka Dringu adalah Luka Bangsaku Ahmad Hirzan Anwari

45

vii


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Bagian 6 My Clean and Beautiful River, Dringu: Dringuku Asri, Dringuku Lestari, antara Harapan dan Kemungkinan Rahmi Wilandari Bagian 7 Belajar Mitigasi dari Dringu Zainal Munir Bagian 8 Lebih Membutuhkan Plengsengan dari pada Sandang dan Pangan Badrul Nurul Hisyam Bagian 9 Perbaikan dan Pelestarian di Daerah Dringu Misyati Ningsih

viii

53

79

53

87


“Revitalisasi Dringu” Perspektif Maqasid Transformatif dan Pendekatan MIT M. Nur Fauzi Institut Agama Islam (IAI) Darussalam Blokagung Banyuwangi

Wabah Covid-19 yang melanda bangsa ini telah genap satu tahun. Pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama terus berupaya keluar dari permasalahan yang mendunia tersebut. Permasalahan yang menghantui dan mendera bangsa ini memang tidak hanya wabah Covid-19 saja. Covid-19 hanyalah salah satu dari sekian permasalahan kemanusiaan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Di samping Covid-19 yang masih menggejala, masyarakat kita ternyata juga dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sosial kemanusiaan lainnya yang akut dan tak kalah beratnya. Di antara sekian permasalahan-permasalahan sosial kemanusiaan yang menggerogoti bangsa ini misalnya, korupsi yang semakin menjadi trend dan membudaya, tawuran antar sesama anak bangsa, kejahatan narkoba, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, ujaran kebencian (hate speech) di media sosial, aksi terorisme dan radikalisme yang tiada henti dan lain sebagainya. Dari 1


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

berbagai persoalan-persoalan kebangsaan tersebut, yang tak kalah menyita perhatian kita bersama belakangan ini adalah timbulnya beragam bencana alam yang seakan-akan tak mau surut dan hilang dari tatapan mata seluruh anak bangsa. Terjadinya berbagai permasalahan di negara ini baik di darat, laut, maupun udara haruslah menjadi perhatian bersama. Salah satu contoh kasus yang kini tengah aktual diperbincangkan adalah tentang rusaknya alam dan lingkungan di mana manusia tinggal. Dari persoalan sampah yang terus menggunung, limbah pabrik yang mengakibatkan matinya berbagai ekosistem, hingga luapan sungai yang menyebabkan banjir di mana-mana. Salah satu bencana alam yang menjadi pusat perhatian bersama adalah yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Probolinggo. Beberapa waktu yang lalu, bencana banjir menimpa warga dan masyarakat di Kabupaten Probolinggo. Seperti dilansir oleh Kompas.com, terdapat empat desa di Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo yang tergenang banjir yakni Desa Kedungdalem, Dringu, Kalirejo, dan Tegalrejo. Bahkan banjir meluas hingga Desa Jorongan di Kecamatan Leces. Berdasarkan data bencana banjir tahun 2021, Kecamatan Dringu kabupaten Probolinggo telah empat kali dilanda banjir dalam tiga pekan terakhir, yakni 27 Februari, 28 Februari, 8 Maret, dan 10 Maret. Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan di daerah dataran tinggi seperti Bantaran, Kuripan hingga Bromo dan jebolnya tanah penahan atau tanggul di empat titik. Sehingga potensi banjir yang lebih besar bisa terjadi jika kiriman air dengan volume besar terjadi lagi. Sejumlah faktor penyebab banjir juga diungkap oleh Radar Bromo. Menurut media ini, berdasarkan penjelasan Kabid Kedaruratan dan Logistik di BPBD Kabupaten Probolinggo Sugeng S. Yoga, banjir yang melanda empat kecamatan di Kabupaten Probolinggo terjadi karena beberapa faktor, pertama, tingginya intensitas curah hujan yang terjadi hampir di semua wilayah Kabupaten Probolinggo, terutama di wilayah atas; kedua, debit air yang mengalir melebihi kapasitas saluran air atau gorong-gorong hingga menyebabkan air meluber ke jalan serta permukiman warga; ketiga, kondisi air laut yang pasang hingga menyebabkan air

2


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

tertahan dan tidak mengalir ke laut, dan sebaliknya malah meluap ke permukiman warga. Sepatutnya, sebagai sesama warga bangsa, menjadi keniscayaan kita untuk turut urun rembug menemukan solusi bagi pemecahan masalah yang terjadi dan mendera bangsa ini. Tentunya, dari berbagai refleksi baik teoritik maupun praktis diharapkan akan membantu dan merevitalisasi Dringu dari kepelikan berbagai masalah yang melingkupinya.

Tinjauan Teoritik: Maqasid Transformatif Adalah sangat tidak bijak dengan hanya mengatakan bahwa seluruh permasalahan-permasalahan sosial kemanusiaan itu merupakan takdir Tuhan semata. Seluruh anak bangsa harus mulai untuk berani introspeksi, berpikir, bertanya kepada hati nurani, muhasabah, serta memperbaiki diri dan perilakunya terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Dalam konteks Islam sendiri, melestarikan dan menjaga alam sekitar merupakan bagian dari prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam al-Qur’an sendiri dengan tegas Allah Swt menyatakan “wa la tufsidu fi al-ardl ba’da islahiha”. Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah adanya perbaikan. Dengan kata lain, melalui ayat tersebut seakan-akan Tuhan memerintahkan umat manusia untuk berbuat baik dengan cara memelihara, menjaga, dan melestarikan bumi yang berarti adalah alam dan lingkungan sekitar kita. Dan bukan sebaliknya, malah menguras, mengeksploitasi, dan mengeruk kekayaan alam dengan semaunya tanpa mengindahkan hukum alam (sunnatullah) yang berlaku. Upaya pelestarian dan pemeliharaan alam dan lingkungan sekitar merupakan perluasan dari tujuan-tujuan syariat. Pada prinsipnya tujuan dan maksud syariat, dalam pandangan para ulama klasik Islam tercakup dalam lima hal pokok yang dikenal dengan istilah maqasid al-syariah. Secara lebih terinci, maqasid syariah ini dielaborasi oleh Abu Hamid al-Ghazali dalam bukunya Al-Mustasfa min ‘Ilm al-Ushul

3


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

yaitu, pertama, melestarikan agama/sistem berkeyakinan baik di ruang privat maupun ruang publik (hifz al-din); kedua, memelihara jiwa/hak asasi manusia (hifz al-nafs); ketiga, memelihara akal/ kebebasan berpikir dalam mengekspresikan nalar kreatifitas dan inovasi yang mendukung eksistensi kemanusiaan (hifz al-‘aql); keempat, memelihara keturunan/generasi masa depan (hifz alnasl); dan kelima, memelihara kedaulatan ekonomi secara berkelanjutan yang tidak hanya berpihak pada sekelompok orang, namun unsur kemanfaatannya bisa memberikan kebaikan bagi banyak orang dan lingkungan (hifz al-mal). Dalam konteks kekinian, pemaknaan maqasid syariah itu seharusnya bisa diperluas dan ditambah dengan misalnya pentingnya pemeliharaan dan pelestarian alam dan lingkungan hidup manusia (hifz al-bi’ah). Perluasan makna ini diperlukan mengingat dan mencermati realitas sosial kontemporer yang menjadikan isuisu lingkungan hidup dan perubahan iklim yang bersifat ekstrim yang berpengaruh terhadap pola pikir dan cara pandang manusia itu sendiri terhadap alam dan lingkungannya. Di zaman modern sekarang (yang disemangati oleh cara berpikir, industri, informasi, dan bahkan bioteknologi), pengelompokan keperluan dan perlindungan dasariah (al-maqasid aldharuriyyah) menjadi lima buah seperti dirumuskan oleh jumhur ulama masa lalu (menjadi enam dengan penambahan al-ardl seperti pendapat sebagian ulama yang lebih belakangan), cenderung dianggap sudah terlalu sempit dan sedikit. Dianggap “terlalu” bertumpu pada kepentingan manusia sebagai “individu”. Atau barangkali lebih tepat “terlalu” individu sentris. Oleh karena itu, karena adanya berbagai perubahan dan perkembangan, khususnya ketika disbandingkan kepada zaman para Imam mazhab dan zaman taklid (yang disemangati oleh cara berpikir agraris), maka lima keperluan dan perlindungan di atas dianggap sudah tidak memadai, karena tidak mempertimbangkan keberadaan dan perlindungan atas manusia sebagai kelompok (masyarakat) dan juga tidak mempertimbangkan perlunya perlindungan dan pelestarian alam lingkungan sebagai tempat hidup manusia.

4


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Bahkan menurut Yusuf Qardhawi sebagaimana didedahkan Jasser Auda (2015: 39), perlindungan di atas hanya mempertimbangkan keperluan manusia sebagai mukalaf, dan tidak mempertimbangkan perlindungan dan keperluan masyarakat, umat, negara, dan hubungan kemanusiaan (al-‘alaqat al-insaniyyah). Dalam hal ini al-Qardhawi memberikan contoh keperluan dan perlindungan al-dlaruriyyat yang belum masuk ke dalam lima hal yang dirumuskan para ulama, yaitu ; berbagai hal yang berhubungan dengan nilai sosial, seperti kebebasan, persamaan, persaudaraan, kesetiakawanan (takaful, simbiosis) dan hak asasi manusia yang seharusnya dilindungi sebagai keperluan al-dharuriyyat. Apa yang coba dirumuskan oleh Qardhawi di atas misalnya, relevan dengan prinsip-prinsip dasar keislamaan seperti yang tercantum dalam al-Qur’an. Menurut Quraish Shihab (2014: 432433), dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang menekankan pentingnya kaum Muslimin sebagai satu umat, serta kewajiban untuk menjaga agar umat tersebut tetap bersatu dan kuat, sehingga mampu mempertahankan bahkan mengembangkan dirinya. Dengan memperhatikan ayat-ayat tersebut dan praktik Nabi Saw (Hadits-hadits) serta para sahabat dan kaum Muslimin yang selalu berusaha membangun umat, mempertahankan bahkan mengembangkannya, maka hifz al-ummah seharusnya masuk menjadi salah satu maqasid al-dharuriyyat. Dari sinilah kita merasakan nilai penting dan perlunya penambahan maqasid yang lima dengan dua aspek baru, yaitu, perlindungan umat (hifz alummah) dan perlindungan lingkungan hidup (hifz al-bi’ah). Manusia tidak mungkin dan tidak mampu hidup secara menyendiri (terasing), berada di luar masyarakat atau kelompok. Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia, karena itu masyarakat harus ada, dan lehih dari itu perlu dirawat dan dipertahankan. Dengan demikian, membentuk, menjaga, dan mempertahankan keberadaan dan keselamatan masyarakat (negara) harus menjadi salah satu keperluan dasariah (asasiah) manusia. Hal dan alasan yang sama berlaku juga untuk keselamatan dan pelestarian lingkungan hidup. Tanpa mengelola, menjaga, serta melestarikan

5


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

lingkungan hidup, maka pada suatu saat nanti kehidupan di atas dunia akan terasa berat bahkan mungkin akan punah. Dengan pertimbangan dan alasan tersebut, maka penambahan dua aspek lagi kepada lima aspek seperti dalam pandangan Al-Yasa’ Abu Bakar (2017: 104) menjadi sebuah keniscayaan di era saat ini. Jika usulan ini disetujui, menurutnya, maka pada era kekinian maqasid al-syariah (keperluan dan perlindungan asasiah/dasariah) yang diperlukan manusia sudah berkembang dari lima menjadi tujuh buah, yaitu, pertama, perlindungan dan pemenuhan keperluan agama; kedua, perlindungan dan pemenuhan keperluan jiwa; ketiga, perlindungan dan pemenuhan keperluan akal; keempat, perlindungan dan pemenuhan keperluan keturunan (termasuk di dalamnya kehormatan dan harga diri); kelima, perlindungan dan pemenuhan keperluan harta; keenam, perlindungan dan pemenuhan keperluan umat (masyarakat); ketujuh, perlindungan dan pemenuhan keperluan lingkungan hidup. Dalam konteks ini pergeseran paradigma pemikiran maqasid al-shariah sepertinya relevan dengan kondisi kekinian. Lebih jelasnya, pergeseran paradigma tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

No

Maqāṣid al-Sharīah Konvensional

1

Menjaga Jiwa

2

3

Maqāṣid al-Sharīah Kontemporer Hablun min Allāh wa ḥablun min al-nās

1. Menjaga Jiwa

Perlindungan martabat dan hak asasi manusia (HAM)

Menjaga Akal

2. Menjaga Akal

Penghargaan terhadap akal sehat, fikiran, nalar sehat, dan penguatan tradisi riset

Menjaga Agama

3. Menjaga Agama

Penjagaan hak-hak beragama dan berkeyakinan, dan

6


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

penumbuhan spiritualitas 4

Menjaga Keturunan

4. Menjaga Keturunan

5

Menjaga Harta

5. Menjaga Harta Pembangunan prorakyat, pengentasan kemiskinan, dan kepedulian sosial Hablun min al-‘nās bi ‘alaqat alinsaniyyah

6. Menjaga Umat

Hablun min al-‘ālam

7. Menjaga Lingkungan

Perlindungan hak dalam keluarga, hak reproduksi dan tumbuh-kembang anak

Pembangunan yang berkelanjutan, dan partisipasi aktif dalam pengurangan pemanasan global

Ketujuh prinsip dasar atau tujuan syariat inilah yang saat ini dikenal dengan istilah Hak Asasi Manusia (HAM) yang diperjuangkan eksistensinya oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa syariah memberikan jaminan terhadap eksistensi kemanusiaan dan kelangsungan pemeliharaan, perbaikan serta pelestarian alam lingkungan dan sekitarnya. Pendekatan MIT Bencana banjir yang menimpa warga di kawasan bantaran sungai Dringu dan berimbas ke beberapa desa di sekitarnya merupakan persoalan kemanusiaan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya. Segenap elemen masyarakat harus turut bersatu padu, saling sharing of knowledge untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Seluruh stakeholders terkait mulai dari pemerintah daerah, kaum agamawan, kalangan intelektual, tokoh masyarakat, pebisnis besar, menengah, dan kecil berpikir bersama mencari jalan keluar dari permasalahan yang menghimpit masyarakat tersebut. 7


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Secara umum, banjir yang terjadi di beberapa wilayah di negara kita kemungkinan bisa terjadi karena disebabkan beberapa hal berikut, pertama, jebolnya tanggul di beberapa titik sehingga air tak terbendung dan meluber ke mana-mana; kedua, menggunungnya sampah yang dibuang ke sungai oleh individu atau pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar; ketiga, menumpuknya limbah pabrik yang dialirkan atau dibuang ke sungai sehingga menyebabkan tersumbatnya laju air tersebut; keempat, kurangnya kesadaran masyarakat sekitar bantaran sungai yang membuang sampah tidak pada tempatnya; dan kelima, tingginya curah hujan yang turun ketika terjadinya bencana alam banjir tersebut. Dari beberapa hal di atas kita bisa merefleksikan bahwa upaya penyelesaikan masalah bencana banjir ini membutuhkan berbagai tilikan pendekatan dan keilmuan. Tidak cukup hanya dengan mengandalkan monodisiplin pendekatan dan keilmuan. Tetapi sebaliknya, multidisiplin pendekatan dan keilmuan harus dikedepankan dan menjadi prioritas bersama. Misalnya, tidak mungkin bencana banjir akan lenyap/tidak terjadi lagi hanya dengan petuah-petuah kalangan agamawan atau tokoh masyarakat, bila masyarakat sendiri tidak memiliki kesadaran untuk mencegah terjadinya banjir. Atau dari kalangan industri yang membuang limbah pabrik semaunya, tidak mengindahkan peraturan pemerintah dan UndangUndang tentang kelestarian lingkungan hidup sehingga menyebabkan tercemarnya lingkungan sekitar. Permisalan ini masih bisa dikembangkan lebih jauh lagi, sebagai bentuk analisis sosial terjadinya bencana alam yang kini menggejala di negara kita. Merujuk pandangan M. Amin Abdullah (2019: 99), Guru Besar Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, permasalahan-permasalahan sosial keagamaan yang terjadi membutuhkan pemecahan dari berbagai disiplin pendekatan dan keilmuan yang saling terintegrasi dan terinterkoneksikan satu dengan yang lain. Multiperspektif keilmuan inilah yang dipopulerkannya dengan istilah pendekatan multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin (MIT). Menurut Amin Abdullah, kondisi kontemporer kekinian yang dicirikan dengan realitas sosial yang multietnik, multireligius, dan

8


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

multikeberagamaan membutuhkan pemecahan dan jawaban serta urun rembug dari berbagai disiplin pendekatan dan keilmuan. Mengguritanya berbagai problematika sosial keagamaan di Indonesia merupakan akumulasi dari model dan cara berpikir yang tersekat dan terpisah antara satu disiplin keilmuan dengan disiplin keilmuan lainnya. Masing-masing disiplin keilmuan merasa mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul tanpa melirik kepada disiplin keilmuan lain. Misalnya, maraknya kasus korupsi baik secara individu maupun secara “berjamaah”, status halal vaksin Covid-19, kasus pengambilan secara paksa jenazah yang meninggal akibat virus Covid-19, dan tentu saja berbagai bencana banjir yang terjadi di negara ini. Beberapa kasus di atas merefleksikan perlunya multipendekatan dan keilmuan yang berbeda, tapi yang saling bertegur sapa, saling bersinggungan, dan berdialog dalam memecahkan dan menyelesaikan berbagai permasalahan kemanusiaan saat ini. Bergabung dan bersatunya berbagai pendekatan dan keilmuan dalam memecahkan kasus-kasus aktual saat ini, tentu lebih bisa diharapkan hasil dan capaiannya dibandingkan dengan model problem solving yang hanya bercorak monodisiplin keilmuan. Oleh karena itu, jika mengacu pada model berpikir yang digagas oleh Amin Abdullah misalnya, disiplin keilmuan yang format berpikirnya berdasarkan nash atau teks (hadlarah al-nash), keilmuan empiris (hadlarah al-ilm), dan dimensi keilmuan humanities (hadlarah al-falsafah) haruslah saling bertegur sapa, saling berdialektika, dan berdialog duduk bersama dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan kontemporer. Bukan sebaliknya, saling berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya dialog antar satu disiplin keilmuan dengan keilmuan lainnya. Dalam format tabel model multipendekatan dan keilmuan yang seharusnya saling berdialog seperti di bawah ini:

9


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Hadlarat al-Falsafah (Filsafat)

Hadlarat al-Nash (Agama)

Hadlarat al-‘Ilm (Sains)

Pada ranah praktiknya—dalam kasus penentuan status hukum vaksin Covid-19 dan “rutinitas” terjadinya bencana banjir di negara kita misalnya—aspek hadlarah al-nash yang diwakili oleh disiplin keilmuan agama tentu tidak bisa secara langsung memutuskan sendiri tanpa saling berdialog terlebih dahulu dengan aspek hadlarah al-ilm yang menjadi kompetensi dimensi ilmu-ilmu empiris. Demikian pula, dengan hadlarah al-falsafah atau dimensi keilmuan kritis yang menjadi mediator dari berbagai alur keilmuan yang seyogyanya saling berdialektika tersebut. Menurut Amin Abdullah (2012), Hadlarah al-nash (penyangga budaya teks-bayani), memang tidak lagi bisa bisa berdiri sendiri, terlepas sama sekali dari hadlarah al-ilm (eknik, komunikasi) dan juga tidak bisa terlepas dari hadlarah al-falsafah (etik) dan begitu sebaliknya. Hadlarah al-ilm (budaya ilmu), yaitu ilmu-ilmu empiris yang menghasilkan sains dan teknologi, akan tidak punya “karakter”, yang berpihak pada kehidupan manusia dan lingkungan hidup, jika tidak dipandu oleh hadlarah al-falsafah (budaya etik-emansipatoris) yang kokoh. Sementara itu hadlarah al-nash (budaya agama yang semata-mata mengacu pada teks) dalam kombinasinya dengan hadlarah al-ilm (sains dan teknologi), tanpa mengenal humanities kontemporer sedikit pun juga juga berbahaya, karena jika tidak hati-hati akan mudah terbawa ke arah arus gerakan radicalism-fundamentalism. Untuk itu, diperlukan hadlarah alfalsafah (etik yang bersifat transformatif-liberatif). Begitu hadlarah al-falsafah (budaya filsafat) akan terasa kering, jika tidak terkait

10


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

dengan isu-isu keagamaan yang termuat dalam budaya teks dan lebih-lebih jika menjauh dari problem-problem yang ditimbulkan dan dihadapi oleh hadlarah al-ilm (budaya ilmu-ilmu empiristeknis).

Narasi Kebersamaan Merubah pola pikir masyarakat memang tidak semudah yang dibayangkan. Diperlukan kesabaran yang luar biasa untuk menyebarkan gagasan dan ide yang dirasa akan membawa perubahan yang signifikan di tengah-tengah masyarakat. Menurut Hassan Hanafi (2004: 1-3), Guru Besar Filsafat di Universitas Kairo, Mesir, corak pemikiran teologis umat Islam dapat dikategorikan ke dalam dua varian, yaitu teosentris dan antroposentris. Teologi teosentris merupakan corak pemikiran teologis yang berpusat pada dunia langit, idealitas, dan mengarah ke wilayah ketuhanan. Sementara itu, teologi antroposentris adalah corak pemikiran teologis yang terfokus pada dunia, bumi, realitas, dan menuju persoalan-persoalan aktual dan riil yang terjadi di tengahtengah masyarakat atau ranah kemanusiaan. Di era kekinian dibutuhkan corak pemikiran teologis yang berpijak pada titik keseimbangan (equilibrium) antara teologi yang bercorak teosentris dan antroposentris. Menjatuhkan pilihan pada salah satu corak pemikiran akan menyebabkan terjadinya titik ekstrimitas yang berujung pada klaim kebenaran dan menyalahkan satu sama lain. Oleh karenanya pilihan pada teologi dialektik antara keduanya merupakan pilihan praktis dan realistis untuk diperjuangkan dan diwujudkan dalam ranah aplikatifnya. Dengan demikiran, corak teologi teo-antroposentris merupakan keniscayaan yang harus dikedepankan. Demikian pula, dalam konteks normalisasi dan perbaikan serta pelestarian kawasan bantaran sungai Dringu yang mendesak untuk segera diwujudkan. Perbaikan dan pelestarian merupakan bagian dari perintah Tuhan untuk menjaga dan merawat bumi dan alam lingkungan sekitar.

11


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Revitalisasi Dringu bisa dimungkinkan berjalan seiring dengan takdir Tuhan yang menyeru untuk mengadakan perbaikan dan pelestarian alam lingkungan. Dan juga tentu saja, berbanding lurus dengan kesadaran tinggi masyarakat untuk mewujudkannya dengan secara bergotong royong dan kerjasama antar berbagai elemen masyarakat. Oleh karenanya, normalisasi Dringu tidak boleh hanya berhenti di tingkat wacana (ide-individual) semata, tetapi harus diupayakan semaksimal mungkin menyentuh ranah kerja nyata di masyarakat. Dengan demikian, pada intinya, diperlukan sebuah narasi kebersamaan yang responsif terhadap persoalan bumi dengan mendapatkan legitimasi langit. Dengan perkataan lain, bukan narasi dan wacana yang hanya absah dari sudut argumen formal-teoretik semata, tetapi juga legitimated dari segi material-empirik. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), satu saat pernah berkelakar, “suatu gagasan boleh cumlaude dari sudut pandang teoretik, tetapi jika kandas dalam pembuktian empirik dan tidak aplicable pada tingkat lapangan, maka kiranya tak bermakna bagi perubahan”. Masyarakat kita membutuhkan narasi kebersamaan dan kepedulian terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan secara cerdas, membebaskan dan tranformatif.

Acuan Pustaka Abdullah, M. Amin. 2020. Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer. Yogyakarta: IB Pustaka PT Litera Cahaya Bangsa dan Pusat Studi Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta. _________. 2012. Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif - Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Abubakar, Al-Yasa’. 2016. Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media Grup.

12


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Auda, Jasser. 2015. Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah Pendekatan Sistem. Bandung: Mizan. Al-Ghazali, Abu Hamid. 2010. Al-Mustasfa min ‘Ilm al-Ushul. Lebanon: Dar al-Khotob al-Ilmiyah. Shihab, M. Quraish. 2014. Wawasan Al-Qur’an Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persolan Umat. Bandung: Mizan. Internet https://regional.kompas.com/read/2021/03/10/235847078/ban jir-susulan-landa-kecamatan-dringu-bpbd-probolinggomeluas-ke-kecamatan. https://radarbromo.jawapos.com/probolinggo/01/03/2021/inipemicu-banjir-di-4-kecamatan-kab-probolinggo/

Tentang Penulis Nama : M. Nur Fauzi Email : fauzinur78@gmail.com M. Nur Fauzi, lahir pada 19 Juli 1978 di desa Sukorejo kecamatan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi. Menempuh pendidikan di MI Nahdlatul Ummah Sukorejo (1985-1991), kemudian melanjutkan ke MTs Al-Huda Sukorejo (1991-1994). Setelah itu melanjutkan pendidikannya di MAN Tambakberas Jombang (1994-1997). Setelah lulus dari MAN, melanjutkan studi sarjana (S1) di Fakultas Syariah Institut Agama Islam (IAI) Nurul Jadid Paiton Probolinggo, lulus pada 2004. Sementara itu studi pascasarjana ditempuh di Fakultas Syariah Prodi Hukum Keluarga di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember, lulus pada 2017. Pada 2017 hingga saat ini mengajar di Institut Agama Islam (IAI) Darussalam Blokagung Banyuwangi. Adapun mata kuliah yang diampu adalah Fiqih, Ushul Fiqih, Fiqih Kontemporer, Studi Agama

13


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Kontemporer, Filsafat, Filsafat Ilmu, Sejarah Peradaban Islam, Studi Hukum Islam, dan Pemikiran Pendidikan Islam. Pada awal mengajar merintis dan menekuni dunia tulis menulis dengan mengirim artikel-artikel di berbagai media massa. Di antaranya adalah Koran Harian Jawa Pos Radar Banyuwangi (16 artikel opini) dan beberapa jurnal Nasional (7 artikel). Adapun jurnal yang memuat tulisan penulis adalah jurnal Islam Nusantara (Lakpesdam Jakarta), Ulumuna (STAI Miftahul Ulum), Transformatif (Pascasarjana IAIN Palangkaraya), Kaca (STAI Al-Fitrah), dan Tribakti Kediri. Pada 2003 menemukan pasangan hidup dan melabuhkan hatinya dengan seorang dara dari Kota Santri Situbondo, Siti Hasanah. Pada 2005 menikah dan kini dikaruniai tiga orang anak, Wahdana Nafisatuz Zahra (MTs), Zannuba Arifa Hafsah (MI), dan M. Zuhaili Aqilul Mujtaba (MI). Semasa kuliah aktif di organisasi baik intra (BEM Fakultas dan Institut) maupun ekstra kampus (PMII). Pada 2018 pernah mengikuti pelatihan Metodologi Islam Nusantara di Jember yang dikoordinasi oleh ASPIRASI. Saat ini pun masih setia menemani sahabat-sahabat PMII yang gelisah mengarungi kerasnya dunia kehidupan. Bersama mereka (PMII) aktif berdiskusi filsafat dan ilmu-ilmu keislaman dalam wadah yang dinamai Kajian Filsafat Raudlatul Fikr (KFRF).

14


Melihat Banjir Dringu dari Dekat Abdul Haq Kader Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Probolinggo. Aktif juga sebagai redaksi di LPM AL-FIKR Universitas Nurul Jadid

Dringu banjir lagi. Dalam tiga pekan di bulan Maret, sedikitnya terjadi empat kali banjir. Banjir yang menerjang empat desa (Dringu, Kalirejo, Tegalrejo, dan Kedungdalem) di Kecamatan Dringu, Probolinggo merupakan bencana “rutin” tahunan. Banjir bukan hal baru bagi masyarakat Dringu. 10 Maret 2021 lalu, yang paling parah dibanding pekan dan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, di hari yang sama, luapan air dari Sungai Kedunggaleng itu juga menggenangi Desa Jorongan, Leces. Bukan hanya menggenangi, banjir itu juga melumpuhkan Jalur Lingkar Selatan Kabupaten Probolinggo.

15


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Hari-hari ini kita banyak dapat tontonan rutin setiap musim hujan di iklim tropis seperti Indonesia. Jika dilihat dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kita semua disadari dengan intensitas dan frekuensi hujan yang lebih dari biasanya. Hal itu telah disebut dalam banyak catatan penelitian yang menunjukkan bahwa akibat dari krisis iklim yang terjadi sejak dua dekade terakhir. Dengan curah hujan yang tinggi, biasanya menimbulkan bencana. Secara umum bencana dapat dipahami dalam dua bentuk, yaitu bencana alamiah dan bencana antropogenik. Bencana alamiah merupakan kehendak Tuhan. Sedangkan bencana antropogenik terjadi akibat ulah tangan manusia. Bencana antropogenik tahunan besar dan merata secara nasional adalah bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan sebagainya. Banjir, sebagai bencana alam di satu sisi memang bersifat alamiah, tapi ini hanya berlaku untuk wilayah dengan kriteria dan kondisi khusus. Di sisi lain sebagian besar diakibatkan oleh manusia, didorong oleh perilaku antroposentris. Pendefinisian ‘bencana ekologis’ sebagai bencana alam, atau pun bencana hidrometeorologi semata, melestarikan cara pandang bahwa pemicu bencana adalah semata-mata faktor alam, tanpa menarik lebih dalam lagi sistem aktor penyebabnya. Menyikapi banjir yang terjadi di Dringu kita harus berfikir dengan jernih. Sebenarnya, bencana di Kabupaten Probolinggo tercatat didominasi oleh bencana antropogenik (selanjutnya disebut, bencana ekologis), seperti banjir dengan 19 kali kejadian dalam periode 1 Januari 2021 hingga 28 Februari 2021. 1 Jikalau ditambah dengan kejadian di Dringu hingga 10 Maret 2021, maka setidaknya dalam kurun waktu tiga bulan, Kabupaten Probolinggo mengalami bencana ekologis sebanyak 23 kali. Akibat curah hujan yang tinggi, pendangkalan sungai, buang sampah sembarangan, atau tanggul jebol, adalah kalimat yang akrab di telinga kita saat mendengar penyebab terjadinya bencana. Masyarakat miskin di bantaran sungai tak jarang juga menjadi kambing hitam. Dan tak ketinggalan, 1

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Probolinggo 16


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

tanahpun menjadi sasaran empuk yang beberapa kali menjadi sorotan. Padahal bencana yang ditimbulkan merupakan akibat salah urus pengelolaan sumber daya alam, keruwetan tata ruang, dan persoalan-persoalan yang bermuara pada kerakusan manusia. Manusia yang mana dan seperti apa? Pertanyaan itu yang jarang kita bicarakan. Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang bisa diajukan publik melihat banjir Dringu belakangan ini. Bagaimana keadaan lingkungan kita hari ini? Bagaimana antisipasi bencana harus dilakukan? Bagaimana kondisi tutupan hutan di hulu sungai? Apakah kita membutuhkan bermacam pembangunan? Siapa yang diuntungkan dengan itu? Siapa yang dirugikan? Jika dalih kesejahteraan rakyat, rakyat yang mana? Lantas di mana porsi kesejahteraan lingkungan kita? Serta pertanyaan bla-bla-bla lainnya. Banyak aspek yang perlu kita pertentangkan ulang. Kita perkarakan. Kita butuh perspektif baru dalam melihat persoalan hari ini. Perspektif yang selama ini kita anggap tabu, jarang kita perbincangkan dan diskusikan secara serius dalam banyak wadahwadah intelektual. Bagaimana kita menjelaskan keadilan sosioekologi dalam konteks hari ini, menjadi salah satu wacana yang mestinya memiliki porsi yang setara dengan diskusi tentang NKRI Harga Mati. Padahal, hari-hari ini kita hidup di lingkungan yang rentan. Banyak dugaan dan hipotesa yang menjelaskan penyebab krisis tersebut. Corak ekonomi yang eksploitatif, memandang alam sebagai komoditas untuk mendulang keuntungan adalah salah satu musababnya. Gempuran perusakan terhadap lingkungan semakin massif dan akrab kita temui hari ini. Banjir Dringu—meski perlu penelitian lebih jauh—setidaknya menjadi alarm bagi kita, bahwa Kabupaten Probolinggo sedang menghadapi krisis sosio-ekologis yang nyata. Hal itu akan semakin parah bila tidak disikapi dengan serius.

17


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Probolinggo dalam Ancaman Bencana Ekologis Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI, 2013), mencatat Kabupaten Probolinggo dalam urutan 76 dan menjadi salah satu kabupaten yang berisiko tingkat tinggi terhadap terjadinya bencana di Indonesia. Sesuai hasil Review Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kabupaten Probolinggo Tahun 2016 bahwa Kabupaten Probolinggo berpotensi terjadi tujuh bencana meliputi letusan gunung api banjir, tanah longsor, abrasi/ROB, angina kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan. Morfologi Kabupaten Probolinggo yang terdiri atas dataran tinggi, berbukit, terjal dan dataran rendah yang berbatasan dengan laut menjadikan salah satu latar belakang meningkatnya potensi risiko bencana. Terdapat 2 gunung api aktif yang terdapat di Kabupaten Probolinggo yakni Gunung Api Bromo (Ngadisari, Sukapura) dan Gunung Lamongan (Ranu Agung, Tiris). Potensi terjadi bencana tanah longsor berada di Wilayah Kabupaten Probolinggo bagian selatan seperti di Kecamatan Sukapura, Sumber, Tiris, Kucil, Gading, Pakuniran, Kotaanyar, Paiton dan Maron. Sedangkan potensi banjir terdapat pada daerah yang dilalui oleh 4 sungai besar di Kabupaten Probolinggo yakni Sungai Kedunggaleng, Pancarglagas, Laweyan dan Kertosono. Potensi abrasi/rob berada di wilayah Kabupaten Probolinggo pesisir pantai bagian utara seperti di Kecamatan Sumberasih, Dringu, Gending, Paiton dan Kraksaan. Kemudian beberapa daerah yang berada di bagian tengah hingga dataran tinggi beberapa berpotensi terjadi kekeringan seperti di Kecamatan Tongas, Tegalsiwalan, Leces, banyuanyar, Tiris, Lumbang dst. Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya kekeringan dan krisis air bersih di Kabupaten Probolinggo misalnya faktor cuaca dan musim kemarau, jarak sumber air yang relatif jauh, tidak ada presipitasi dan drainase yang baik ketika musim hujan, vegetasi lahan gundul, serta dalamnya lapisan aquifer. Selain itu beberapa daerah tidak memiliki sistem perpipaan yang memadai. Kebakaran hutan dan lahan juga berpotensi terjadi di Kabupaten Probolinggo hampir setiap tahun ketika musim kemarau kering dengan intensitas

18


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

kecepatan angin yang relatif tinggi terjadi kebakaran di Savana Gunung Bromo dan Bukit Bentar Kecamatan Gending. 2 Melihat data tersebut, kita mestinya perlu melihat secara serius kondisi ekologi di Kabupaten Probolinggo hari ini. Banyak catatan dan bukti empiris menyebutkan harga yang dibayar dari massifnya pembangunan yang eksploitatif jauh lebih mahal. Nah ongkos inilah yang jarang dipertimbangkan meski dampaknya akan dirasa dalam jangka panjang. Pada tahap ini, kita mesti mulai memikirkan desain pembangunan dengan kacamata yang bukan melulu perspektif ekonomi, apalagi hanya kepentingan ekonomi segelintir orang. Beberapa bukti menegaskan, sebenarnya Probolinggo bukanlah kabupaten tanpa masalah. Memang, selama ini kalau dilihat, Kabupaten bermaskot Bromo ini seperti tak ada masalah. Tenang. Tapi itu bukan berarti baik-baik saja. Sebut saja pembangunan proyek penghancuran berdalih kepentingan umum bernama Tol Trans Jawa yang menggusur lahan pertanian produktif milik warga seluas 208,11 hektar (71,13%), 60 hektar (20,53%) lahan Perhutani, dan 24,4 hektar (8,34%) merupakan pemukiman warga. Atau PLTU tertua dan terbesar di Indonesia berdiri tegak di Kabupaten Probolinggo, yang dampak ekologisnya sudah dianggap “biasa” oleh masyarakat. Selain itu, rencana proyek strategis nasional pun akan mengancam masyarakat baik dari segi ekonomi, ekologi, social, maupun budaya. Di samping ancaman proyek nasional, salah satu potret pilu juga menimpa warga-warga di sepanjang pesisir Pantai Utara Probolinggo. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI pernah meneliti kondisi perairan di Kabupaten Probolinggo menerima limbah antropogenik yang disebabkan oleh tingginya aktivitas masyarakat dan keberadaan PLTU serta industri lainnya. Sebanyak 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land base activity), yang menimbulkan dampak buruk bagi organisme perairan laut. 3 Sehingga, berdampak terhadap masyarakat pesisir tiga dari 24 2 3

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Probolinggo, 2018. Fahmi, dkk. Kondisi Lingkungan Pesisir & Perairan Probolinggo, Jawa Timur, (Jakarta: LIPI Press, 2015), hal. 5. 19


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

kecamatan (Dringu, Kraksaan (Kalibuntu), dan Paiton) di Probolinggo mengalami fenomena banjir rob secara berkala. Saking terbiasanya, dampak ekologis yang saban tahun merugikan masyarakat tersebut dianggap ‘tamu’ bagi masyarakat—seperti—di Dringu. Keadaan itu menegaskan bahwa kondisi sosio-ekologi di Kabupaten Probolingo dalam ancaman. Coba kita sedikit membuka dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Probolinggo, atau berselancar di Google Earth, kita akan melihat bagaimana alih fungsi lahan terjadi di lereng bromo menjadi villa-villa, permukiman, atau lahan pertanian monokultur. Kerusakan lahan di kawasan Probolinggo atas, akan meningkatkan kerentanan suatu wilayah terhadap banjir. Studi Bradshaw dkk (2007) selama 5 tahun terakhir menjelaskan mengenai hubungan deforestrasi dan banjir di 56 negara berkembang (cross national coparison) tahun 1990-2000 menunjukkan, peningkatan 45%-28% kasus banjir dan mengalami penurunan 10% wilayah hutan alami. Keadaaan di pesisir juga dalam ancaman. Ruang-ruang publik telah diprivat, dikapling menjadi tambak udang. Sempadan pantai yang merupakan kawasan lindung telah diprivatisasi dan akan berdampak serius pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Hal itu semakin diperparah dengan kondisi tanggul alami berupa hutan mangrove dalam meminimalisir banjir rob. Penelitian yang dilakukan oleh Aristiya Putri dan Tubagus Solihin menyebutkan 4 bahwa luas lahan mangrove dalam kurun waktu 20 tahun mengalami perubahan yang fluktuatif, yaitu pada tahun 1998 sebesar 514 ha, tahun 2008 sebesar 385 ha, dan pada tahun 2018 sebesar 464 ha. Luas lahan yang mengalami peningkatan tidak sejalan dengan nilai kerapatan kanopi yang rendah. Namun, kondisi pesisir hanya satu hipotesa yang menunjukkan kerentanan suatu wilayah yang mengalami banjir rob. Merosotnya daya dukung lingkungan rupanya menjadi beban berat Pantura Jawa—Probolinggo juga. Apalagi, pertambahan pen4

Aristiya Putri & Tubagus Solihin, “Pemetaan Perubahan Luasan Lahan Mangrove di Pesisir Probolinggo Menggunakan Citra Satelit” Penginderaan Jauh, Vol 17, Desember 2020. 20


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

duduk yang tak terkendali. Krisis sosio-ekologi kemungkinan akan jadi lebih buruk kalau tidak ada upaya sungguh-sungguh. Eksploitasi sumber daya alam akan jadi ancaman keamanan hidup lebih cepat daripada restorasi terhadap ekosistem alam.

Penyelamatan Ekologi adalah Kunci Realitas di atas menunjukkan jika bencana banjir yang terjadi di Dringu tempo hari, secara lebih luas di Probolinggo, merupakan man-made disaster. Dengan rekam jejak bencana yang tinggi, malah pendekatan responsif dan kuratif lebih mendominasi bahkan cenderung fatalis. Akhirnya kita sibuk melakukan respon, melakukan penyelamatan, melakukan pemenuhan kebutuhan para penyintas. Akhirnya kita disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya bisa kita upayakan untuk melakukan mitigasi. Yang kita hadapi saat ini sesungguhnya adalah fenomena yang kompleks; krisis iklim mengakibatkan dampak seperti cuaca ekstrim, kerusakan ekosistem. Ditambah kondisi natural secara geologis. Di tengah situasi ketidakpastian semacam ini, bagaimana memitigasi bencana? Mitigasi bencana sebenarnya merupakan tindakan prabencana dan upaya jangka menengah dan jangka panjang. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi atau meminimalkan dampak merugikan dari peristiwa bencana. Dampak bahaya yang merugikan, khususnya bahaya alamiah, seringkali tidak dapat dicegah sepenuhnya, tetapi skala atau keparahannya dapat dikurangi secara substansial dengan berbagai strategi dan tindakan. Mitigasi dapat dilakukan secara struktural maupun non-struktural. Mitigasi struktural dilakukan dengan membuat atau memperkuat sarana untuk mengurangi dampak banjir atau longsor, baik itu secara alami maupun rekayasa teknis. Missal membangun plengsengan (tanggul) untuk menahan banjir, meninggikan fondasi rumah, membuat sumur resapan, dan menanam pohon-pohon di tebing sungai atau di pesisir pantai. Untuk mitigasi non struktural dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran maupun kapasitas masyarakat serta kebijakan lingkungan dan sosial. Seperti, melaku-

21


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

kan sosialisasi maupu simulasi bencana secara teratur, membuat road map bencana, dan mengatur dengan tegas penyelamatan lingkungan. Paradigma penanggulangan bencana menegaskan bahwa sebenarnya bencana tidak dapat dihindari, tapi masih dapat dikurangi risikonya. Nah, dalam konteks banjir Dringu, implementasi rencana penanggulangan banjir masih parsial, jangka pendek, dan belum terintegrasi. Bahkan beberapa warga menuturkan, kecepatan sistem peringatan dini dari media social—Facebook—jauh lebih manjur. Kabar hujan deras di lereng Bromo selalu dikabarkan oleh warga di salah satu grup Facebook. Hal ini semakin memperjelas bahwa minimnya mitigasi pra bencana dalam Banjir Dringu. Bukan hanya itu, ketika banjir, pendekatan-pendekatan teknis, fisik, dan moralis selalu mendominasi. Membangun plengsengan, menyalahkan masyarakat yang buang sampah sembarangan, tetapi tidak pernah mencoba untuk menyalahkan mereka yang memproduksi sampah. Menyalahkan padatnya masyarakat tapi tidak pernah menggugat alih fungsi lahan dan ketimpangan lahan. Melihat respon pemerintah dalam banjir Dringu, justru kekanak-kanakan. Pokok-pokok persoalan (termasuk musabab terjadinya berbagai bencana) hanya menjadi persoalan yang dibahas sambil lalu—jika kata ‘absen’ dianggap berlebihan. Secara tidak langsung warga yang selalu dituntut untuk lebih siap dan ‘belajar’ dari banjir sebelumya. Sementara pemerintah terlihat lebih banyak melakukan upaya reaktif menghadapi banjir dengan upaya evakuasi, ketimbang preventif di musim kering. Tentu elemen dari daerah yang tahan banjir adalah warga yang paham risiko banjir dan berpartisipasi aktif dalam mendukung pemerintah. Namun, sangat disayangkan jika hanya warga yang dituntut untuk bersifat adaptif untuk menjamin keselamatannya dan mengurangi kerugian. Merespon krisis sosio-ekologis tidak bisa selesai hanya dengan pendekatan moral dan teknis semata. Harusnya, langkah-langkah mitigasi dilakukan secara menyeluruh sejak pra hingga paska bencana; termasuk teknik rekayasa dan konstruksi tahan bahaya serta peningkatan kebijakan lingkungan dan sosial serta kesadaran publik. Yang harus dicermati adalah, pendekatan struktural hanya

22


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

memberikan keamanan semu karena justru akan meningkatkan risiko banjir. Sederhananya, daya serap sungai akan semakin minim. Sunjoto, dosen Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada dalam “Naturalisasi atau Normalisasi” dalam Kompas 9 Januari 2020, menjelaskan, di suatu wilayah yang masih alami dengan vegetasi rapat, rumah dan bangungan terbatas, air hujan segera meresap ke tanah. Namun di kawasan padat gedung dan jalan, infiltrasi air ke tanah akan terhambat. Riset Cilcia Kusumastuti dkk (2021), menjelaskan bahwa di Kabupaten Probolinggo ada pertambahan luas area yang digunakan untuk daerah kampung padat, industri kimia dan serat, serta industri pangan. Perubahan tersebut justru yang menyebabkan kenaikan debit banjir sebesar 1,75%. Bertambahnya daerah kampung padat, jika mau dilihat lebih jauh lagi, merupakan imbas dari penguasaan lahan yang terkonsentrasi di segelintir orang. Imajinasi kita selama ini ketika menyikapi banjir mencerminkan bahwa kita sebenarnya tidak mampu melihat akar masalah dari banjir dan pendekatan teknis, moralis akan semakin mengenyampingkan krisis-ekologis yang terjadi. Di kalangan akademisi, risiko suatu bencana—banjir— dipahami sebagai kombinasi bahaya, paparan, dan kerentanan. Penyebab/sumber bahaya umumnya adalah fenomena alam, sedangkan tingkat paparan dan kerentanan lebih bergantung pada aktivitas manusia. Seperti pernyataan Gilbert White, pengamat sosio-ekologi bencana, “banjir adalah kehendak tuhan tetapi kerugian akibat banjir adalah karena ulah manusia.” Tak sedikit warga yang menyadari bahwa hidupnya dalam kondisi rentan. Akan tetapi kerentanan tersebut tidak mampu diminimalisir dengan baik, karena memang terbatasnya akses. Bagi warga yang memiliki tabungan, memilih untuk mencari tempat aman adalah solusi. Namun, bagi warga yang kekurangan, hal itu hampir mustahil. Pola pendekatan dan mitigasi sudah seharusnya dibangun dari bawah, bukan melulu top down. Pendekatan partisipatoris mesti dilakukan dengan langkah nyata, selain membangun plengsengan. Dan itu memang tidak instan, itu kenapa mitigasi pra bencana penting.

23


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Beberapa warga juga mengatakan jika banjir kali ini bersamaan dengan naiknya air laut. Jenis-jenis banjir memang tidak hanya meluapnya air sungai, tetapi juga dikenal dengan istilah banjir rob. Selain itu, banjir yang disertai lumpur pada Maret lalu, justru terjadi saat kecamatan Dringu sedang tidak dilanda hujan. Namun hujan deras mengguyur kawasan di atasnya, Bantaran, Kuripan, dan Sumber. Kawasan atas yang mengirim air ke sungai Dringu justru juga terancam kala musim kemarau tiba. Banjir saat musim hujan, kekeringan ketika kemarau. Hal tersebut menegaskan bahwa sejatinya memang ada sesuatu yang tidak beres di kawasan hulu sungai. Pendekatan moral boleh dilakukan, dengan mengedukasi warga untuk tidak membuang sampah sembarang, atau melakukan reboisasi. Namun, yang paling penting adalah political will dari pemerintah menjadi kunci. Bila tidak ada tindakan tegas dari pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan, maka kita akan mengalami kiamat ekologis. Percuma tanam pohon, jika pemerintah membiarkan—bahkan menjadi pelaku dalam menebang pohon dan diam saja melihat alih fungsi lahan. Percuma membangun plengsengan jika setahun-dua tahun lagi kembali jebol. Kembalikan fungsi ekosistem lingkungan menjadi jawaban dari bencana rutin tahunan. Fenomena banjr Dringu semestinya membuka peluang unutk berefleksi dan memperbaiki apa yang keliru dalam relasi kita dengan alam. Hujan memang semakin ekstrim. Namun, jika kita mau mengubah pola pikir bahwa tidak ada yang benar-benar bencana alam, kita akan tergerak untuk membenahinya. Curah hujan tinggi jelas ancaman, tetapi menjadi bencana jika daya dukung dan daya tampung alam terlampaui. Sederas apapun hujan, jika daya dukung lingkungan masih baik, Daerah Aliran Sungai (DAS) Probolinggo masih terjaga dari penebangan hutan dan alih fungsi, banjir besar pasti dapat dihindari. Lagi pula, hujan ekstrim yang belakangan semakin tinggi peluangnya juga tidak bisa dilepaskan dari faktor antroposen. Jadi sekali lagi, taka da yang namanya bencana alam. Namun bencana selalu disebabkan oleh ulah kita sendiri. Masalahnya, seringkali

24


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

yang berulah berada di tempat yang aman, sementara yang terdampak adalah orang lain. Dalam konteks banjir Dringu, audit lingkungan dan audit bangunan menjadi penting.

Tentang Penulis Nama : Abdul Haq Email : abd.haq94@gmail.com Mahasiswa tukang ngopi yang sedang belajar bersama kawankawan di Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Probolinggo dan LPM AL-FIKR. Tak punya prestasi apaapa selain kuat ngopi selama 28 jam.

25


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

26


Sungaiku Surgaku Sholehuddin Kader FNKSDA

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, kelak Kami akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di sana selamanya (Qs An-Nisa': 77 & 122)

Bambang Mudiarto, wajahnya gamang. Sudah beberapa hari ini dia nganggur. tak ada kerja yang bisa ia garap untuk mengantongi uang. "Makan pun, kami hanya mengandalkan bantuan dari orang. Gak ada pemasukan sama sekali, Mas". Katanya. Bengkel tempat penghasil nafkah satu-satunya terpaksa harus mangkrak. Sebab, serentetan banjir per 13 Maret 2021 saja sudah 4 kali menerjang tanpa pamrih. Belum lagi perasaan was-was selalu menyertai ruang-ruang psikologisnya. Kegetiran nasib secara tiba-tiba menelusup segenap aktivitas kesehariannya. "Prabot dapur habis, mas. Kasur, kursi,

27


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

kulkas dan TV rusak sudah. Tersisa hanya TV yang ada di dinding, mas." Keluhnya saat diwawancarai (13/03/21). Banjir kiriman membobol sungai yang memanjang di kecamatan Dringu. Debit air yang melebihi kapasitas daya tampung sungai, menerabas tanggul yang menjadi tameng satu-satunya warga sekitar yang mendiami bantaran sungai. Tak pelak, banjir nyelinap ke rumah-rumah penduduk, menghanyutkan segala yang ada di hadapannya. Banjir memang menjadi momok tersendiri. Musim penghujan merupakan momen banjir untuk nangkring dalam deretan daftar problem akut di tataran masyarakat: menjelma sebagai penyakit kronis di tubuh warga dataran rendah dan masyarakat urban. Korban semisal Bambang Mudiarto hanya bisa banyak berharap dan penuh sesal meratapi nasib yang tak lagi stabil. Ia merupakan salah satu cerminan dari jamaknya korban yang tertimpa dan merupakan salah satu kasus dari senarai gunung es problem yang tak kunjung rampung. Selalu maraton dari musim ke musim, dari daerah ke daerah lain sambung menyambung menjadi satu: bencana. Dalam diktum Oriya, "jala bahule srustinasa, jala bihune srustinasa (terlalu banyak atau terlampau sedikit air akan merusak dunia). Terlalu sedikit air, bahkan jika kekurangan air yang ekstrem akan membawa dampak yang cukup membahayakan: kekeringan. Begitu pula sebaliknya, terlalu melimpahnya air, seperti debit air yang melebihi daya tampung sungai akan jadi biang musibah: banjir. Bencana banjir juga sudah menyejarah. Jaman baheula banjir menjadi salah satu aktor pemusnah massal. Konon, kisah profetik seperti pelayaran bahtera Nabi Nuh, Air Bah Ogigian, air bah Deukalion, dan Wisnu Purana adalah kisah tentang banjir 'mistis' yang menyapu habis kehidupan di planet ini. Bertolak dari pepatah di atas, dengan penekanan pada dependensi manusia atas air, Vandana Shiva, tokoh feminist sekaligus aktivis lingkungan asal India berujar "Air adalah kehidupan, tapi terlalu banyak atau terlalu sedikit air akan menjadi ancaman terhadap kehidupan." Air adalah anasir fundamental dalam lanskap kehidupan ini.

28


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Maka, wajar kiranya, sekalipun dalam penekanan filosofis, Thales, filsuf Yunani awal menyebut segala sesuatu berasal dari air. Sebagai figur cendikiawan di zamannya, kiranya dia lebih merit diantara jamak masyarakatnya bahwa kehidupan manusia —dan aktivitasnya— tak akan pernah lucut intimitasnya dengan eksistensi air menjadi salah satu alasan pemikiran sang filsuf tersebut. Begitu pula jika kita tarik lebih jauh lagi, selain itu, memang pada perjalanan periode belakangan kita mulai melek, bumi yang kita singgahi ruang perairan lebih luas tinimbang daratannya, menjadi semacam afirmasi pemikiran Thales. Mendapuk air sebagai anasir fundamental kehidupan ini tidak semata-mata ahistoris. Sejauh lintasan sejarah, tampilan narasi peradaban yang dibentuk oleh gelombang air memanjang semulai dari Benua Afrika, Benua Amerika dan Benua Asia membentang dari jaman klasik hingga modern. Hal ini misalnya, pusat peradabanperadaban besar selalu bersejajar dengan eksistensi sungai. Peradaban lembah Sungai Nill, peradaban Lembah Indus dan Gangga, Peradaban Sungai Hwuang-Ho (Sungai Kuning), di Cina, peradaban Mesopotamia Sungai Eufrat dan Tigris merupakan sebentuk catatan refensial yang cukup legitim. Dalam lingkup domestik, kita dapat menelisik jejak-jejak artefak yang mengerucut pada senarai kehidupan lembah Sungai Brantas, Jawa Timur, kehidupan bantaran Begawan Solo Jawa Tengah, kehidupan Sungai Citarum Jawa Barat, atau kehidupan Sungai Kapuas di Kalimantan, mengafirmasi bahwa sungai merupakan titik awal kehidupan yang sudah menyejarah. Faktor geografis memainkan peranan yang sangat penting dan signifikan dalam proses terbentuknya peradaban. Kenapa seluruh peradaban awal, baik di Mesir, Mesopotamia, India maupun Cina, kemajuannya dimulai dari kawasan lembah-lembah sungai. Alasannya cukup sederhana, terlebih dalam bentangan peradaban agraris, air merupakan kebutuhan pokok hidup yang menyebabkan kesuburan tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Manusia akan terkonsentrasi di sekitar kawasan tersebut dan membentuk kerjasama dalam membangun irigasi, kanal, bending-

29


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

an dan terorganisasi, sehingga membentuk suatu tatanan masyarakat yang berbudaya serta melahirkan peradaban. Temuan atas teks-teks epigraf dan tilas prasasti menjadi perjalanan panjang rekonstruksi tesis untuk mengurai munculnya peradaban-peradaban yang saling tersambung: air terejawantah sebagai jalur lintas antar peradaban. Sebelum ditemukan teknologi pesawat terbang, jalur perairan adalah arteri lintasan perjumpaan multinasional. Selat Malaka, misalnya, ia menjadi strategis, sebab merupakan landasan titik temu sirkuit niaga internasional semulai jaman klasik hingga modern. Air dan hutan menjadi kombinatif kemudian untuk menopang sirkuit tersebut. Ditambah pengalaman yang luas akan sungai yang membelah daratan pedalaman, kapal-kapal semakin marak berjejer melakukan segenap aktivitas niaga: entah kebudayaan HinduBhuda atau kemunculan Islam dan pula Eropa yang Portugis sebagai pemantik mula-mula. Pada etape selanjutnya, jalur-jalur sungai mewujud sebagai sumbu-sumbu penghasil bahan alam di pedalaman. Ia menjadi penghubung utama bagi jung/prahu yang mengangkut bahan material para niagawan partai besar oleh korporat skala global. Pada abad 15-17, aktivitas pelayaran lepas memungkinkan terbentuknya bendar-bandar transit dalam lanskap internasional yang saling terhubung dan terjejaring. Ketika cengkeh, pala, gula ataupun kopi menjadi komoditas paling banyak peminat di pasaran global, menggantikan perak atau emas memarakkan aktivitas sungai di belantara Nusantara. Melihat mobilitas ekonomisnya, fungsi sungai cakupannya lebih jauh tinimbang sekadar untuk pemenuhan kebutuhan primer domestik semisal; kebutuhan minum atau sanitasi . Tak pelak lagi, dalam paradigma ekonomisnya saja, dalam arti sebagai arteri sirkulasi niaga, sungai telah menandaskan eksistensinya sebagai nafas kehidupan manusia sejak kuno hingga kini. ****

30


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Padatnya sirkulasi perdagangan lintas benua serta merta memerlukan administrasi, konsekwensi logisnya adalah dibangunnya kotakota administratif untuk melakukan konsesi bersama antara otoritas tradisional/lokal dengan pihak kolonial, seperti misalnya Sriwijaya, Jayakarta, Banten, Aceh maupun Mataram. Dengan demikian, seperti yang dikemukakan Aghniyar, lahirlah simpul-simpul jejaring kota niaga seperti Nakhon-Siam, Promi, Pagan, RangoonBurma, Johor, Pahang-Malaka, Palembang, Jambi, Semarang, Surabaya hingga Blambangan. Kolonialisme, dengan spirit 3G; Gold, Glory, Gospel, tak hanya memonopoli perdagangan, lebih jauh dari itu, mereka memonopoli perspektif kebenaran terhadap budaya dan pengetahuan selaku subjek beradab atas bangsa-bangsa kulit berwarna. Kukungan hegemoni--meminjam istilah Gramsci--budaya tersebut menjadi sebentuk investasi untuk mewarnai atas bentuk gagasan kota ala kolonial yang ekspasif. Kemudian kota modern lahir dengan standar tertentu. praktek kesahariannya ketat dengan produksi untuk akumulasi kapital. Selanjutnya, kota terdefinisi atas dinamika yang sesak, mobilitasnya tinggi dan padat. Menggeser pola kehidupan agraris ke kehidupan industri. Beranjak dari aktivitas tersebut, perilaku ekologis masyarakat secara perlahan namun pasti, sungai tereduksi menjadi perpanjangan pasar. Belum lagi 'mekanisasi' tampil sebagai wahana percaturan kehidupan kota. Dengan dibangun rel-rel memanjang di kawasan urban, menjamurnya pabrik sebagai bagian spirit revolusi industri dan sebagai simbol masyarakat modern, masyarakat terpusat mengitari kehidupan menjadi betul-betul terjarak dengan sungai. Eksistensi sungai seakan benar-benar terkelupas dari dinding psikologis warga. Seganap piranti ekonomi tak ramah lingkungan menjadi style budaya masyarakat juga melengkapi problem tersebut. Egoisme ini dapat ditarik pada akar epistemologis yang bersumbu pada Renaissance Barat, tersimpul dalam diktum terkenal "cogito ergo sum/je suis donc je pense" (aku berpikir maka aku ada)

31


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

René Descartes. Filsafat 'egologi' ini memanifestasi atas 'subyek' untuk menarik posisi binner dengan The other (yang lain) sebagai 'obyek'. Dalam relasinya 'subyek' memiliki otoritas yang sahih untuk memonopoli kebenaran dalam melihat 'obyek' sesuai dengan tafsirnya. 'Subyek' menjadi otomatis untuk mendominasi, mengeksploitasi dalam mengkerangkeng 'obyek' di bawah cengkramannya. The other (yang lain) tidak mewujud sebagai alter ego atau 'subyek lain' yang memungkinkan polaritas eksistensi. Konsep ini melahirkan krisis kemanusiaan dalam skala global masyarakat modern. Kolonialisme bangsa Barat, dalam kasusnya, atas bangsa kulit berwarna merupakan konsekwensi logis sebagai anteseden buruk wajah peradaban modern. Alasan 'pemberadaban' itu lahir dari monopoli tafsir tersebut. Ukuran keberadaban tentu distandarisasi dengan tolok ukur sang penakluk. Legitimasi moral mereka atas bangsa-bangsa non-Barat adalah spirit 'kemanusiaan universal' mengacu pada keberhasilan renaisans melahirkan revolusi Industri. Sudah barang tentu spirit 'kemanusiaan universal' dengan pemberadaban atas Timur yang dicap terbelakang, tradisional menciptakan exploitation de I' homme par I'homme (eksploitasi manusia atas manusia). Tersebab, mereka ada untuk menguasai seluruh realitas secara komprehensif. Namun Levinas mengkritiknya, bahwa dalam usaha ini keberlainan (alterity) tidak dihargai sebagaimana mestinya. Objek kesadaran ini, yang oleh Levinas disebut sebagai penafian 'yang etis' (ethical) atas 'ontologi'. Oleh karena itu kritik Levinas atas proyek ontologi Barat ini cukup Radikal. Ia mengatakan "filsafat pertama adalah etika". Sederhananya, yang dikesampingkan oleh bangkitnya filsafat Barat adalah peranan etika sebagai bidang garapannya. Jika kita tarik hubungannya dengan ekologi, kita dapat menyemai simpul-simpul tanggung jawab etika ala Levinas sebagai pecahan tanggung jawab dalam proses kehidupan ini. Penekanan terhadap 'etika' dan 'yang lain' menjadi proyek dan trayek kesadaran bahwa ruang epistemologi Barat telah melahirkan 'egoisme' yang tak hanya merembet pada krisis kemanusiaan tapi juga krisis

32


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

ekologis. Sekalipun upaya untuk menjahit klaim dan rekonstruksi kesadaran ekologi terhadap kerangka etika ala Levinas tidak sesederhana ini dan membutuhkan telaah lebih lanjut. **** Perilaku kapitalisme menciptakan pola hidup urban bermutasi dari sistem agraris ke stelsel industri. Hal itu menjadi penyumbang tergesernya posisi sungai, dan masyarakat mulai teralienasi dengan sungai yang efeknya merembet pada kenyataan sikap apatis pada eksistensi sungai sebagai warisan alam (inheritance). Tak jarang ekspansi hajat rakus kapitalisme memunculkan sejumlah kejahatan lingkungan (enviromental crime). Dalam lingkup ekologis, modernitas medepak kenyataan sungai sebagai bagian yang kohesif, sehingga eksistensi sungai menjadi termarjinalkan. Ia menurunkan derajat sungai menjadi tempat pembuangan raksasa: sampah, limbah dan segala macam sisa peradaban. Seturut dengan itu, sungai menjadi korban untuk menanggung beban antropogeniknya. Secara generik, barangkali keadaan demikian adalah disebut sebagai fenomena eko-hedonisme, suatu pola sikap yang melihat lingkungan (ekosistem) dapat dimanfaatkan sekehendak manusia demi terpuaskan hajat nafsunya. Pemaknaan literasi konsep khalifah fil ardl dalam teologi islam, seolah memberi privilege manusia untuk mendominasi alam sepenuhnya. Seakan itu landasan legitimatif yang mengafirmasi bahwa manusia memiliki hak preogratif atas alam. Yang padahal, sejatinya hubungan relasional kehidupan dengan alam berasaskan nilai-nilai moral dalam interaksinya. Konsep teologis Islam, dua esensi penting mendiami posisi tersendiri: Khaliq (sang pencipta) dan makhluq (ciptaan). Tuhan menempati posisi sebagai esensi pertama: khaliq, sedangkan pada posisi selain Dia adalah makhluq. Manusia, hewan, alam dan lainnya menempati posisi sebagai makhluq. Dalam derajat esensi keduanya, Tuhan di atas para 'ciptaan'. Manusia, hewan, alam menempati posisi sederajat. Kesederajatan ini memiliki konsekwensi bahwa posisinya 33


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

setara namun terjadi diversifitas yang memungkinkan manusia dan alam sebagai realitas yang komplementer. Eko-feminisme dalam hal ini, memandang kesatuan manusia dengan alam. Alam yakni 'bumi pertiwi' (mother nature) merupakan sumber segala sesuatu. Konsep ini tampil sebagai kritik atas filsafat Barat yang terlalu ambisius. Sehingga menurutnya, proyek modern ini telah memisahkan kesadaran manusia atas alam. Oleh karena itu segala sesuatu menjadi terfragmentasi, terpisah dan teratomisasi. Manusia dan alam menjadi begitu terisolasi yakni sebagai ''subyek' dan 'obyek'. Akibatnya, terjadilah eksploitasi oleh manusia terhadap alam. Eko-feminisme menonjolkan aspek-aspek yang menjadi karakter feminim semisal; sikap lunak, penyayang, pemelihara, penerima dan segenap kelembutan sikap keibuan lainnya. Karena sebelumnya, filsafat Barat terlalu menekankan pada aspek kualitas maskulin yang menjadi pemicu terjadinya krisis ekologi yang parah. Oleh sebabnya, segenap aktivitas garapannya terindikasi cacat karena serta merta melampaui daya dukung bumi. Eko-feminisme ini, menurut Ratna Megawangi, merupakan cabang filsafat yang banyak dipengaruhi oleh spiritualitas 'ketimuran' dan agamaagama mistik, serta pola kehidupan orang-orang terdahulu yang selaras dengan eksistensi alam. Tokoh yang lantang bersuara dalam problem ini, Vandana Shiva. Shiva menghujat kebijakan-kebijakan kapitalis yang timpang. Ia menawarkan konsep keadilan sosial yang berwawasan ekologis sebagai solusi alternatif untuk menghentikan praktek dan kebijakan yang bercorak kapitalis-patriarkhis tersebut. Dalam kasus India, wajah kapitalisme dengan baju 'neoliberalisme' memainkan peran sentral sebagai biang krisis kesejahteraan yang dengan lihainya mencekik rakyat bawah. Menurut Shiva, rakyat bawah memang rentan karena modalitas 'kuasa'nya miskin. Neoliberalisme disebut sebagai "kapitalisme tanpa sarung tangan," suatu sikap yang berkelit dari unsur demokratik dan organisasi telah merembesi dunia ketiga. Laissez faire: dengan gagasan pasar sebagai über allies-nya (pasar di atas segalanya), menjadi senjata kaum berduit, yakni perusahaan-perusahan trans-

34


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

nasional (transnational corporations) atau perusahaan-perusahaan multi-nasional (multinational corporations) untuk mengeksploitasi sumberdaya alam secara gila-gilaan, melampaui daya imbang bumi sebagai sentra kehidupan (human inveromental). Neoliberalisme dikuduskan dan tak boleh diganggu gugat. Baginya tak ada gagasan ekonomi alternatif lain. Dengan proyek One size fits all (satu ukuran cocok untuk semua) neoliberal menafikan pluralitas kebijakan ekonomi negara-negara dunia. Arogansi ini terlihat dari pernyataan Margaret Thatcher, perdana menteri Inggris, dengan lantang bersuara "there is no alternative". Neoliberalisme harus menjadi kiblat paket kebijakan ekonomi dunia. Namun, seperti kritik Ha-Joon Ehang & Ilene Grabel, dalam bukunya Membongkar Mitos Neoliberalisme, Amerika dan negara korporat lainnya, sebagai promotor konsep ini pernah memainkan kebijakan yang tak sesuai dengan kampanye neoliberal yang melarang intervensi negara dalam kadar seminim mungkin atau tidak sama sekali. Ironisnya neoliberalisme terus merangsek. Melalui tangantangannya, Unholy Trinity; WTO, IMF, World Bank, merepresi negara-negara Selatan. WTO bahkan tak lagi dianggap sebagai organisasi yang menaungi perdagangan dunia. Dia diplesetkan sebagai jelamaan segerombolan Teroris (World Teroris Organisation). Ini cukup beralasan, karena paket kebijakannya senarai ekspansi dan penjarahan terhadap lingkungan, menciptakan kesenjangan dan ketakseimbangan alam yang memicu terjadinya anomali cuaca. Dalam konteks air, menurut Shiva, air menjadi ancaman atau penopang kehidupan sangat bergantung pada kemampuan gerakan keadilan iklim. Untuk mengakhirinya hanyalah dengan cara memaksa negara-negara dan korporasi agar bertindak dalam batasbatas etika yakni tanggung jawab ekologis. Perlindungan terhadap sumber-sumber daya vital tidak hanya dapat dilakukan melalui logika pasar. Bagi Shiva, perlindungan itu menuntut pemulihan atas sakralitasnya dan pemulihan hak-hak orang awam. Sungai, dalam konteks ini perlu dikembalikan dalam

35


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

paradigma awal pra kapitalisme. Suatu upaya urgen memunculkan sakralitas sungai sebagai cara pandang masyarakat. Sejak awal memang, banyak miotologi yang lahir berseiring dengan eksistensi sungai. Sepanjang sejarah, sumber daya air (sungai) selalu menjadi hal yang sakral, patut dita'zimi, dan dihormati. Sungai Nill, sungai terpanjang dunia tak luput dari itu. Mitologinya dan dianut juga oleh Islam, Nill merupakan aliran sungai berasal dari surga. Ritus penghormatan terhadap Sungai Nill pernah menyedot perhatian Khalifah Umar bin Khattab yang berkirim surat secara khusus kepada sungai ini. Di tanah India, sungai disakralkan. Sungai dianggap sebagai perpanjangan tangan dan manifestasi parsial dari para dewa. Gangga merupakan bagian tak terpisahkan dari mitologi Hindu. Gangga diasosiasikan sebagai pelepasan air suci oleh Indra, sang dewa hujan. Karena Sungai Gangga turun dari surga, ia menjadi jembatan keramat menuju ke surga. Kata Shiva, Sungai Gangga adalah tirtha, sebuah tempat untuk menyeberang dari satu tempat ke tempat lain. Peranan Sungai Gangga sebagai mediator antara dunia dengan surga diwujudkan dalam ritual kematian orang-orang Hindu yakni melemparkan abu leluhur dan sanak keluarga di sana. Dengan mengembalikan sakralitasnya, nilai sungai tak tereduksi sebatas nilai yang poinnya mengerucut pada aspek akumulasi kapital. Sakralitasnya memainkan peran signifikan dalam aras etika ekologis. Yang, dalam cakupannya dapat meminimalisir aktivitas yang menurunkan derajat sungai sebagai sumbu kehidupan. Sehingga, eksistensinya tetap terpadu dengan masyarakat di sekitar. Jika kesadaran paradigmatik ini sudah terbentuk, maka pelestarian dan juga pemanfaatan sungai berbasis partisipasi komunitas akan mudah. Penghormatan terhadap sungai tak hanya termanifestasi dengan tak membuang sampah, atau memulihkan dan memperbaiki keragaman hayati kawasan konservasi. Lebih dari itu seperti dalam kasus masyarakat hulu Sungai Citarum, misalnya, sungai akan menjadi cikahuripan yang berati air kehidupan.

36


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Dalam Islam frasa 'sungai' sering bergandengan dengan 'surga'. Keduanya kerap menjadi poin balasan 'kesalehan' seperti pembuka awal tulisan. Itu artinya, spirit keagamaan, menampilkan sungai di posisi yang tinggi. Tujuannya, pelestarian sungai syarat dengan nilai penghambaan terhadap pencipta. Syukur-syukur, di kehidupan dunia sungai menjadi 'sungaiku surgaku' seperti yang tersurat dalam judul ini. Namun upaya diatas tak sesederhana tulisan pendek ini.

Bacaan Lebih Lanjut Vandana Shiva, Water Wars: Privatisasi, Provit dan Polusi; Insist Press & Walhi, 2002. Yogyakarta. Noam Chomsky, Memeras Rakyat: Neoliberalisme dan Tatanan Global; Profetik, 2005. Jakarta. He-Joon & Ilene Grabel, Membongkar Mitos Neolib: Upaya Merebut Kembali Makna Pembangunan; Insist press, 2008, Yogyakarta. Hira Jhamtani, WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga; Insist press, 2005, Yogyakarta. F. Budi Hardiman, Humanisme dan Sesudahnya: Meninjau Ulang Gagasan Besar tentang Manusia; KPG, 2012, Jakarta. Ibrahim dkk., Politik Ekologi: dan Pelajaran dari Kasus Timah Bangka Belitung; Istana Media, 2019, Yogyakarta. Wahyudi, Pemaknaan Warga DAS Berantas Atas Ancaman Banjir; Bildung, 2020, Yogyakarta. Aghniyar Romhi Kayyisa dkk., Sungai, Kampung dan Kota; Buku Litera, 2017, Yogyakarta. Agus Prijono dan Robi Royana, Momentum Citarum; DBPEE (direktorat bina pengelolaan ekosistem esensial), 2016, Jakarta. Agus Prijono, Mestaka Citarum; 2015, DBPEE, Jakarta. 37


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Margaretha Quina dkk., Memulihkan Sungai: sebuah panduan umpan balik dan pertisipasi komunitas, ICEL, 2017, Jakarta.

Tentang Penulis Nama : Sholehuddin Email : sholahuddinzain@gmail.com Warga Probolinggo. Santri Nurul Jadid. alumni UNUJA, prodi IQT. Semasa ngampus pernah aktif di Majalah mahasiswa ALFIKR UNUJA. Kadang-kadang nulis di media cetak atau online. Pernah memenangi lomba karikatur nasional dalam event jurnalistik PTKI oleh Kemenag, 2017. Pernah nimbrung di organisasi ekstra kampus seperti PMII, FNKSDA (kader), dan intra kampus, BEM. Selama di pondok hidup di rumah guyub KKPS.

38


Hidupku, di Bantaran Dringu Nahdia Fiki Maghfiroh Mahasiswi Fakultas Kesehatan Universitas Nurul Jadid

Hidup di lingkungan yang aman, nyaman dan bebas banjir mungkin menjadi impian semua orang. Namun naas pada sekumpulan orang atau masyarakat yang hidup di daerah rawan banjir. Ketika musim hujan menyapa mereka dirundung rasa was-was tentang banjir yang akan melanda. Tidak hanya itu mereka masih harus menjaga harta benda yang mereka punya khawatir hilang, rusak atau bahkan hanyut terbawa arus deras aliran sungai. Orang-orang khawatir keselamatan sendiri, para orang tua khawatir pada anak-anaknya, terlebih dengan keluarga yang memiliki anak balita, ibu hamil dan lansia. Mereka merasakan itu semua. Hal ini tidak bisa dipungkiri dan pasti terjadi pada daerahdaerah yang rawan banjir. Ini terjadi pada masyarakat yang hidup

39


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

di bantaran sungai Dringu. Ketika musim hujan tiba, mereka mulai waspada akan banjir yang akan melanda. Banjir di kawasan Dringu sudah terjadi setiap tahun. Pada tahun ini telah terjadi banjir di Dringu mulai dari bulan Februari. Dari rentang bulan Februari sampai Maret, Dringu sudah terlanda banjir berkali-kali.

Anak-anak, perempuan dan sungai Dringu sebelum banjir Sungai Dringu dijadikan tempat bermain oleh anak-anak. Anakanak bermain menggunakan pelampung dari ban dalam bekas mobil untuk berenang di sungai dengan riang gembira. Mereka tertawa lepas. Terkadang mereka berburu ikan untuk dimakan bersama komplotannya, tanpa mengetahui apakah ikan itu telah tercemar oleh zat kimia berbahaya atau tidak, siapa tahu ada orang yang berburu ikan dengan menaburkan zat kimia. Mereka beranggapan bahwa ikan itu masih segar karena baru saja ditangkap. Secara tidak langsung, anak-anak pengonsumsi ikan terkontaminasi oleh zat berbahaya. Sungai Dringu selain dijadikan tempat bermain bagi anakanak, juga dijadikan sebagai lahan mata pencaharian ikan. Akibat adanya banjir di sungai Dringu dapat merugikan masyarakat di sekitar, tidak hanya anak-anak saja yang mengalami kerugian, orang dewasapun mengeluhkan tentang hidup di bantaran sungai. Minimnya lahan bermain di tengah pemukiman padat memaksa anak-anak menjadikan gundukan lahan akibat endapan lumpur yang terbawa aliran sungai sebagai tempat bermain yang mengasyikan bagi mereka. Meski di satu sisi ada ancaman bagi kesehatan mereka saat bermain dan bercengkrama menghabiskan waktu di sungai. Para perempuan pun pergi ke sungai untuk mencuci pakaian mereka. Para ibu mencuci pakaian suami dan anak-anaknya. Sebenarnya tidak hanya mencuci, mereka juga mandi, dan bergosip dengan perempuan remaja lainnya. Sisa-sisa deterjen dan sabun yang mereka pakai menjadi limbah. Terkadang sampah-sampah dari sisa limbah rumah tangga pun ikut terbuang

40


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

ke sungai. Sehingga limbah itu mengganggu ekosistem dalam sungai.

Banjir melanda Dringu Dringu, menjadi salah satu kecamatan yang terletak di kabupaten Probolinggo yang rawan banjir. Berdasarkan data bencana banjir tahun 2021, Kecamatan Dringu kabupaten Probolinggo telah empat kali dilanda banjir dalam tiga pekan terakhir, yakni 27 Februari, 28 Februari, 8 Maret, dan 10 Maret. Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan di daerah dataran tinggi seperti Bantaran, Kuripan hingga Bromo dan jebolnya tanah penahan atau tanggul di empat titik. Sehingga potensi banjir yang lebih besar bisa terjadi jika kiriman air dengan volume besar terjadi lagi seperti dikutip dari KOMPAS (10/3). "Kecamatan Dringu kembali diterjang banjir susulan untuk kesekian kalinya dan banjir yang membanjiri permukiman warga semakin meluas ke kecamatan lain," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPBD Probolinggo Tutug Edi Utomo seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/3).

Kondisi anak-anak pasca banjir Bencana alam dapat memberikan “trauma” bagi orang-orang yang mengalaminya, itu dikarenakan mereka merasa kehilangan harta benda yang dimiliki, kehilangan anggota keluarga mereka, bahkan masih saja dihantui rasa takut saat hendak menyelamatkan diri sendiri dari bencana alam yang terjadi. Dampak trauma itu bukan hanya menimpa para orang dewasa tetapi juga menimpa para remaja bahkan anak-anak. Menurut Ehreinreich sepertiga dari korban bencana adalah anak-anak. Hal ini dapat dipahami, karena dari jumlah populasi suatu masyarakat, anak-anak merupakan bagian dari populasi tersebut. Kejadian bencana juga akan mengakibatkan “trauma”

41


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

psikologis bagi para penderitanya khususnya pada anak-anak. Dampak bencana berbeda-beda bagi setiap orang yang mengalaminya. Resiko pada seseorang yang disebabkan oleh bencana adalah semakin tinggi tingkat keparahan bencana dan tingkat kengerian yang dialami, maka semakin besar pula efek psikologis yang dirasakan (Ehreinreich, 2001: 25) Bencana alam dapat memberikan dampak yang cukup parah bagi para korban baik secara fisik, psikologis maupun secara sosial, sehingga perlu tindakan lebih lanjut dalam menangani penanggulangan bencana baik ketika bencana sedang terjadi maupun setelah bencana berakhir. Oleh karena itu, masyarakat perlu memiliki kemampuan untuk dapat melanjutkan hidup setelah mengalami tekanan yang berat akibat bencana alam atau dengan kata lain mereka harus mampu beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Terutama pada anak-anak. “Saya liat anak-anak di sana, sebagian ada yang stress” tutur Agus, salah satu relawan PMII UNUJA. Mungkin hal ini harus lebih diperhatikan lagi oleh tenaga kesehatan dan sukarelawan terhadap kondisi psikologis korban bencana banjir sungai Dringu yang menyebabkan sebagian anak mengalami trauma pasca bencana atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Hal ini sangat menghawatirkan dikarenakan anakanak masih belum begitu paham makna dari sebuah bencana sebenarnya.

Healing untuk Anak Tenaga kesehatan bisa menggunakan terapi bermain untuk anak yang mengalami trauma pasca bencana atau biasa disebut PTSD. Jurnal hasil penelitian yang ditulis oleh Pramardhika, dkk dengan judul Effects of Play Therapy on Trauma Healing in Children Victims of Natural Disasters, menjelaskan bahwa untuk mengurangi dampak dari trauma yang diakibatkan oleh bencana alam tersebut diberikan terapi bermain sebagai intervensi trauma healing pada anak. Pada sebuah penelitian menyatakan bahwa play therapy

42


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

merupakan sebuah terapi yang mampu menangani anak pasca trauma bencana untuk menghibur dan mengatasi masalah yang diderita melalui bermain (Dzulfaqori, 2017). Terapi bermain mewarnai merupakan salah satu metode permainan berbasis relaksasi sedangkan permainan bernyanyi, balon, kelereng dan ular tangga merupakan diantara permainan yang berbasis pada metode kebahagiaan (Kemdikbud, 2018). Berdasarkan jurnal hasil penelitian yang ditulis oleh Citra, dkk dengan judul Play Therapy Sebagai Bentuk Penanganan Konseling Trauma Healing Pada Anak Usia Dini, menjelaskan bahwa PTSD dapat terjadi terhadapa kalangan manapun baik itu pada orangtua, lansia, remaja maupun anak-anak. Anak-anak menjadi salah satu bagian rentan terkena trauma. Anak yang sebagai korban bencana menurut Lesmana (2005) perlu mendapatkan sebuah penanganan yang cukup serius agar dapat meminimalisir akibat yang berkepanjangan yang dapat menghambat perkembangan anak. Khususnya pada anak usia dini dengan kisaran 2-5 tahun yang belum mengerti, belum memahami kata-kata secara krusial, belum dapat mengutarakan sebuah emosi yang dirasakan sehingga perlu penangan khusus bagi anak-anak usia dini ini, salahsatu metode yang paling tepat digunakan untuk anak usia dini dalam menagani trauma pasca bencana aialah konseling berupa play therapy (terapi bermain). Hal tersebut didukung dengan data sebanyak 26 % anak mengalami beberapa kejadian trauma seperti pelecehan seksual, pola asuh yang salah, interaksi sosial yang tidak baik dengan orang tua, dan hal itu dapat berdampak pada perkembangan otak dalam sehingga pentingnya bermain didalam proses konseling seorang konselor dapat menggunakan terapi bermain untuk menggunakan traumatik yang dialami oleh anak-anak (Bray, 2015). Play therapy menurut Dzulfaqori (2017) ialah sebuah teknik yang mampu menangani anak pasca trauma bencana untuk menghibur dan mengatasi maslaah yang diderita anak melalui bermain. Masykur (2006) mengatakan bahwa anak-anak yang terkena korban bencana memiliki berbagai karakter yang khas, sehingga sangat dibutuhkan bentuk-bentuk intervensi yang selaras dengan karakteristik dan perkembangan anak agar gangguan trauma dapat menurun. Lebih

43


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

lanjut Mukhadiono (2016) menyebutkan bermain merupakan salah satu metode yang paling cocok. Karena melalui bermain anak akan merasa nyaman, senang dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi perasaan yang ada pada dirinya, dan anak akan melupakan kondisi trauma yang dialami pada dirinya. Terapi bermain juga dapat menghilangkan beberapa permasalahan seperti kecemasan, enghilangkan batasan, hambatan dalam diri, frustasi serta mempunyai masalah pada emosi yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku anak yang kurang sesuai menjadi tingkah laku yang sesuai dan diharapkan sehingga anak dapat bermain dan lebih kooperatif dan dapat mudah diajak untuk kerjasama ketika menjalani terapi (Noverita, 2017).

Tentang Penulis Nama : Nahdia Fiki Maghfiroh Email : nahdiafiki432@gmail.com Saya adalah santri sekaligus pengurus di wilayah An-Nafi'iyah, Pondok Pesantren Nurul Jadid. Saya juga sebagai mahasiswi Prodi S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Nurul Jadid. Di kampus saat ini saya menjabat sebagai Ketua HIMAPRODI Keperawatan dan Sekretaris Jenderal BEM Fakultas Kesehatan Universitas Nurul Jadid. Untuk pertamakalinya atas bimbingan Bapak Ahmad Sahidah, PhD tulisan saya di muat di Radar Banyuwangi.

44


Duka Dringu adalah Luka Bangsaku Ahmad Hirzan Anwari Ma’had Aly Nurul Jadid

Pagi ini (10 Februari 2021) lebih cerah dari pagi-pagi sebelumnya; langit begitu biru, awan saling menyulam, burung-burung di ilalang bertukar kicau, dan seorang nenek berkaos pendek terlihat masih mematung di kursi yang lumayan perot, meratapi nasibnya yang keruh seperti sisa air banjir yang masih menggenang di sepanjang jalan. Asap knalpot dan suara klakson para relawan saling bersahutan memenuhi keramaian di beberapa desa, di kecamatan Dringu. Seperti dentum bedug maghrib yang paling di nanti-nanti oleh seseorang yang menjalankan ritual puasa. Atau seperti senyum seorang sopir mobil angkutan yang baru sembuh dari mogok panjangnya. Ya begtulah penantian saudara kita yang beberapa hari ini masih dihantui rasa ketakutan terhadap bencana banjir yang menimpanya. Diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan luapan

45


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

air sungai yang tak bisa dibendung. Belum sempat mereka menghapus jejak-jejak genangan air yang hampir merenggut nyawa itu, perasaan akan kekhawatiran datangnya banjir susulan benar-benar belum bisa diusir dari benak mereka. Kardus-kardus bantuan dari para relawan yang terus berdatangan, sedikit merubah raut wajah yang muram menjadi teduh dan tentram. Namun tetap saja tak se tentram senyum yang pernah merekah sebelum bencana banjir ini datang. Begitulah gambaran nasib saudara kita, yang beberapa hari ini memenuhi portal-portal berita di media sosial dan koran harian. Sebagai seorang pemuda yang diilhami sebuah wadah organisasi yang menjujung nlai-nilai kemanusiaan, tentu tidak cukup hanya sekedar mengibakan hati dan merapalkan doa dari kejauhan. Apalah arti air mata yang menetes ini jika dibandingkan dengan air mata mereka yang sudah bercampur aduk dengan luapan banjir dan deras hujan. Air banjir dari luapan sungai itu benar-benar mengamuk dan menerabas rumah-rumah dan nasib semua orang, tanpa memandang keluarga darah biru dan tuan tanah di desa itu. Tetapi renungan ini tak bisa dibiarkan sampai berlarut-berlarut, melampui seorang pemuda yang beristikharah menentukan dua gadis kembang desa. Kami sebagai mahasiswa di bawah payung organisasi besar HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), mulai membicarakan sebuah mimpi yang kami susun dari mimpi-mimpi korban banjir Dringu. Yang terpenting untuk beberapa hari ini adalah kebutuhan makanan pokok dan imun gizi untuk menjaga kesehatan dan keberlangsungan hidup mereka. Terutama bagi para lansia dan bayi yang butuh pertolongan cepat, karena faktor usia dan daya tahan tubuhnya yang lemah, ditambahlagi gangguan mental akibat rasa ketakutan yang berlebihan. Angin bertiup begitu tenang, daun-daun kering dari pohon bambu berguguran di atap kantor komisariat yang mulai keriput. Para aktivis himpunan berkumpul dan sibuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan yang digunakan dalam misi mulia ini.Kardus bekas disulap menjadi kotak cantik bertuliskan “Donasi Korban Banjir Dringu”. Spanduk dan bendera organisasi siap dipasang di lokasi penggalangan dana, agar para donator yang berlalu lalang

46


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

percaya bahwa gerakan ini benar-benar lahir dari sebuah gerakan yang terorganisir. Tepat pada pukul 13.00 WIB, dengan rintik-rintik hujan, kami mulai turun kejalan dan melakukan penggalangan dana di beberapa titik lampu merah. Sebagian orang ada yang berkelilng menghampiri toko-toko dan kios-kios kecil yang berjejer di pinggir jalan. Rupiah demi rupiah dilemparkan oleh para pengendara yang berhati mulia, tak jarang dari mereka hanya sekedar melempar senyuman. Bukankah senyum yang ikhlas adalah sedekah? Dan setiap yang disedekahkan juga bernilai ibadah, sebab Allah menjanjikan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat akan dicatat sebagai ibadah, dan tentu simpul senyum para pengendara itu adalah setruman yang membuat kami makin bersemangat. Tidak terasa hampir tiga jam kami berada di jalan, masih dengan gerimis hujan dan perut yang mulai keroncongan. Dan kebetulan diantara kami masih ada yang belum sholat ashar. Akhirnya ada intruksi untuk berkumpul dan bersiap-siap kembali ke kantor komisariat. Malam Jum’at, 11 Februari 2021, uang hasil penggalan dana sudah terkumpul dan dibelanjakan. Kardus-kardus bantaun siap terbang dan mendarat di tanah Dringu. Di dalamnya berisi bermacam-macam varian kebutuhan pokok dan pelengkap, diantanya beras, gula, minyak goreng, alat mandi, pembalut dan lain-lain. Sesuai kesepakatan, besok pagi kita akan meluncur ke lokasi bencana banjir untuk menyalurkan bantuan yang murni hasil dari swadaya masyarakat, melalui penggalangan dana yang dimotori oleh para aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Sebagaimana lumrahnya, sebelum bantuan ini di bagikan, ada penyerahan secara simbolis dari pihak organisasi dan pengelola bantuan. Dilanjutkan dengan sesi pengambilan gambar, semata-mata hanya sebagai dokumentasi saja. Kelak dokumentasi ini menjadi sumbu untu membakar semangat kader-kader aktivis yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di HMI. Kami mencoba menemui beberapa warga sekitar untuk meminta menceritakan kondisi saat terjadi banjir. Bapak Malik, seorang guru olah raga yang mengabdikan dirinya di SDN Kedungdalem 3, bersama ibu Anis Sugiati, yang merupakan guru kelas satu, menceritakan tentang kondisi kegiatan belajar mengajar

47


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

ditengah-tengah banjir yang mengamuk. Sebelumnya, kegiatan belajar mengajar masih menggunakan sistem daring, mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kecuali beberapa kelas yang terpaksa harus di lakukan dengan cara luring, karena keterbatasan pengetahuan mengoperasikan media sosial dan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Namun semenjak banjir ini melanda, para guru kewalahan mengawal pembelajaran peserta didik yang mayoritas berdomisili di desa yang juga terhantam banjir. “Jangankan bersekolah, mengurusi diri sendiri dan tempat tinggal saja masih belum kelar”. Keluh Buk Anis (sapaan akrabnya). Banyak fasilitas-fasilitas sekolah yang hilang terbawa arus, seperti tiga matras yang biasa digunakan untuk senam lantai dan bola voly yang menjadi salah satu olahraga yang paling banyak menorehkan prestasi di beberapa ajang lomba bergengsi. “Setiap kali saya bertemu anak-anak, mereka selalu menanyakan bola voly, dan ingin kembali berolahraga”.Kata seorang guru olah raga yang berpostur tinggi itu. Selain sibuk mengurus siswa kelas satu, Buk Anis juga masih disibukkan membenahi kondisi rumahnya yang tepat berada di sebelah sungai. Bagian belakang rumah roboh terhantam arus sungai. Beberapa ruangan masih kotor, sisa-sisa lumpur masih membekas, bahkan masih ada yang terlihat menumpuk. Terpaksa keluarga buk Anis harus mengungsi di Sekolah Negeri Kedungdalem 3, salah satu tempat yang di jadikan sebagai pengungsian. Setiap kelas diisi oleh dua keluarga. Dan hanya bisa membawa beberapa barang dan prabot rumah tangga yang sempat diselamatkan. Selebihnya hanya bisa menunggu bantuan dari para relawan dan pemerintah. Bantuan yang diberikan tidak seperti yang diharapkan. Bukan karena bantuan yang tidak memadai, tetapi ada pengelolaan yang tidak baik. Siapa lagi pelakunya kalau bukan para oknum yang nakal. Mereka memprioritaskan keluarga dan kerabatnya, tanpa mempertimbangkan nasib korban yang lebih menderita. Bapak Misnan dan bapak Tomi adalah diantara korban dari kenakalan itu. Posisi rumahnya yang menurun membuat air banjir bercampur lumpur memenuhi ruangan dan menghanyutkan barang-barang didalamnya. Seragam sekolah dan buku-buku pelajaran milik anak-

48


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

nya juga ikut terhanyut. Tembok di bagian tengah jebol dan beberapa lantai ada yang copot. “Saya bingung mau bagaimana lagi, anak saya, Stefa, siswa di SDN Kedungdalem 3, belum bisa bersekolah, karena seragam dan buku-buku pelajarannya sudah hanyut. Saya berharap semoga bantuan cepat datang”. Keluh Pak Tomi. “Dari dulu kalau ada bantuan pemerintah, tidak pernah di bagi rata mas, mereka mikiran keluarganya dulu, kita hanya mendapat sisanya saja”. Pak Misnan menambahi, dengan nada tingi dan raut wajah yang kesal. Tentu Ini adalah PR besar bagi pemerintah dan pengelola bantuan, agar lebih detail lagi mendata dan membagi bantuan-bantuan yang terkumpul, sesuai dengan porsi kebutuhan dan kondisi para korban banjir. Angin masih bertiup dan membelai daun-daun tembakau yang mulai menguning.Dari kejauhan para petani terlihat begitu khusyuk memanjakan tanaman yang menjadi tabungan hidupnya. Selembar daun tembakau sangat berarti bagi para petani untuk merawat senyum anak-anak mereka. Bila suatu saat sawah-sawah mereka di sentuh mesin proyek pemerintah atas dasar kepentingan negara, sirnalah senyum yang pernah sumringah itu menjadi kemurungan yang melahirkan kebencian. Negeri ini memang penuh drama. Kebijakan-kebijakan yang tak sesuai dianggap sebagai lelucon belaka. Rakyat kecillah yang menjadi bahan lelucon itu. Air mata para petani di peras dengan nafsu politik konglomerat, dengan kop sakti pemerintah. Dan air mata korban banjir Dringu di peras dengan ke ugalan pejabat negara. Jika mereka memang benarbenar serius mengantisipasi suatu bencana yang akan terjadi, tentu perhitungan debit air dan pengelolaan arus air di setiap pelosok desa benar-benar matang. Bantuan-bantuan yang di berikan pun hanya menjadi bukti kepedulian yang di manipulasi, tidak peduli apakah bantuan itu benar-bisa menolong masyarakat secara merata. Tiga minggu pasca banjir, suasana masih belum bisa dikatakan kondusif, tumpukan-tumpukan lumpur setinggi satu meter masih menghalangi setiap gang. Ada juga salah satu rumah yang kamar mandinya tidak bisa difungsikan, karena saluran air dan saluran kotoran masih tersumbat lumpur. Keadaan di sekitar lokasi banjir

49


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

tak se ramai sebelumnya. Tak ada satu pun relawan yang terlihat bergotong royong membersihkan sisa-sisa banjir. Semua murni dikerjakaan oleh masyarakat setempat, dibantu dengan beberapa pekerja suruhan pemerintah yang tidak gratis. Selain harus membersihkan sisa lumpur yang masih menumpuk, mereka juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Setidaknya cukup untuk makan sehari-hari. Sebagian ada yang terlihat sibuk merenevosi bagian pagar rumah dengan membangun tembok. Untuk mengantisipasi adanya banjir susulan. Karena sampai saat ini hujan masih tetap turun, dengan curah yang tidak menentu. Jika mendung terlihat di daerah dataran tinggi, rasa ketakutan akan datangnya banjir selalui menghantui mereka. Mereka sangat berharap, semoga keadaan ini dapat merespon pemerintah dan para relawan untuk terjun kembali, membantu dan bergotong royong membersihkan sisa-sisa banjir sampai benarbenar bersih, membenahi bangunan-bangunan yang rusak, dan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat banjir. Setelah tiga poin ini dapat terealisasi dengan baik, tugas selanjutnya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pemantauan kembali terhadap penyebab ketidakseimbangan debit air yang mengakibatkan banjir setiap tahun. Banjir tahun ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah yang pernah menipa Dringu. Di tembok-tembok rumah masih terlihat bekas banjir setinggi leher orang dewasa. Jika pemerintah masih lalai mengantisipasi bencana-bencana yang akan datang, maka nyawa merekalah yang menjadi taruhannya. ****** Hujan adalah rahmat bagi seluruh umat, setiap tetes airnya mengandung sari-sari rezeki yang yang diberikan Tuhan kepada setiap makhluk hidup untuk memulai menorehkan tinta kehidupan. Hujan adalah salah satu bentuk kasih sayang Tuhan (musabbab) memberikan kesempatan kepada setiap makhukNya untuk selalu menanamkan benih-benih keimanan dan menebarkan nilai-nilai keislaman. Manusia diciptakan begitu sempurna, bahkan bisa menjadi 50


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

makhluk paling sempurna jika mengikuti rambu-rambu syariat yang telah dicanangkan. Dan akal adalah salah satu bukti betapa sempurnanya makhluk yang bernama manusia. Setiap detik, manusia akan selalu mengalami perubahan dalam berpikir dan bertindak yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, baik pengaruh dari kondisi alam maupun kondisi sosial. Perubahan yang terjadi secara berulang-ulang akan mendorong manusia untuk selalu berpikir mencari solusi terbaik dalam mempertahankan hidupnya. Dan peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang akan membentuk sebuah karakter kepribadian yang dimiliki oleh setiap orang, bahkan bisa melahirkan suatu budaya baru. Manusia yang terbiasa hidup di lingkugan dengan iklim tropis, tentu memiliki kebiasaan berbeda dengan manusia yang terbiasa hidup di iklim subtropis. Perbedaan itu tampak dari aspek kebutuhan sandang. pangan, dan papan. Jaket Wol menjadi pakaian yang wajib dikoleksi oleh orang yang akan manghadapi musim salju. Kebutuhan lainnya sepert kayu bakar, minyak tanah, dan tungku khusus penghangat badan tentu menjadi prioritas dari sederet catatan belanja mereka. Indonesia, negara yang hanya mengalami dua musim (kemarau dan hujan), tentu tidak serumit orang-orang Eropa dalam mempersiapkan kebutuhan logistik untuk menghadapi musim yang akan turun. Namun bencana-bencana besar tidak bisa di pungkri. Negara kita, sebagai negara yang sangat subur, dengan bermacam-macam jenis tanah yang selalu memanjakan tumbuh-tumbuhan untuk selalu tumbuh dan berkembang. Pohon Jati dan Sengon tumbuh di pegunungan, pohon kelapa dan bakau tumbuh menjulang di bibir pantai, dan banyak lagi pohon-pohon yang tumbuh dan rimbun mempercantik wajah nusantara. Namun keserakahan manusia benar-benar merubah segalanya. Perubahan cuaca setiap tahun, kini makin sulit diprediksi. Yang seharusnya musim hujan malah menadi musim kemarau, begitu juga sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi fenomena ini tidak lepas dari ulah manusia yang tidak pernah merasa puas. Setiap kali menggarap sebuah kreatifitas atau inovasi, selalu mengorbankan kekayaan alam yang melimpah ruah. Keasrian alami di sulap menjadi keasrian buat-buatan. Pemandangan pohon kelapa yang berjejer di sekitar PLTU, terpaksa harus

51


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

menghirup asap dari cerobong yang mencakar langit. Awan yang mengitari pabrik kini makin pekat warnanya. Dan anak-anak kecil yang asyik bermain dan bertukar canda di sekitarnya, terpaksa harus menghirup polusi udara yang mengancam kesehatnnya, bahkan bisa mematikan. Akhir-akhir ini, beberapa daerah di Indonesia terguyur hujan yang begitu lebat. Banyak pohon-pohon yang tumbang disambar petir, melumpuhkan aktivitas pengendara jalan. Para pedagang kaki lima yang biasanya berlalu lalang menjemput rezeki, terpaksa harus mangkal dibeberapa titik strategis menunggu pelanggan datang. Soal pendapatan hanya bisa pasrah kepada takdir tuhan. Di kotakota besar , musim hujan menjadi hal yang paling menakutkan. Selain disebabkan karena minimnya pohon dan lahan sawah, selokan air yang disediakan oleh pemerintah sangat tidak memadai. Curah hujan yang tinggi akan membuat air terus naik dan meluap kejalanan. Dan air sungai yang berada di sekitar kota pun ikut naik, meluap dan menghantam semua yang ada. Seperti kota Jakata, yang menjadi langganan banjir setiap musim, dan saudara kita di Jawa Timur yang baru saja mengalami nasib yang sama.

Tentang Penulis Nama : Ahmad Hirzan Anwari Email : hirzananwari02@gmail.com Ahmad Hirzan Anwari, biasa di sapa Aan, lahir di desa Pengastulan, Kec. Seririt, Kab. Buleleng, Bali. Aktivitas sehari-sehari sebagai mahasiswa UNUJA dan mahasantri Ma'had Aly semester 6. Aktif di beberapa organisasi, seperti BEMS Ma'had Aly NJ, BEM FAI Unuja, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). pernah menulis puisi dan opini, terbit di koran dan majalah lokal (PP.Nurul Jadid)

52


“My Clean and Beautiful River, Dringu” Dringuku Asri, Dringuku Lestari, Antara Harapan dan Kemungkinan

Rahmi Wilandari SMA Negeri 21 Surabaya

Pendahuluan Kekayaan alam yang melimpah merupakan asset yang sangat menguntungkan, karena terletak di iklim tropis, baik itu di daratan dan di lautan maupun diudara sangatlah menguntungkan dan merupakan salah satu modal dasar pembangunan di Kabupaten Probolinggo yang harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan serta dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu kehidupan manusia pada umumnya. Sehingga daerah itu dapat terhindar dari bencana alam, seperti adanya banjir. Banjir merupakan suatu kondisi di mana terjadi luapan air yang berlebih yang mengakibatkan terendamnya suatu wilayah.

53


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Banjir adalah aliran air yang tak dapat tertampung lagi oleh sungai, aliran air, dan saluran irigasi yang lainnya. Biasanya air banjir merupakan air yang berasal dari sungai atau hujan lebat yang terus menerus sehingga dapat menyebabkan luapan. Berdasarkan hasil surve data bencana banjir di Kabupaten Probolinggo, khusunya daerah Dringu, dapat disimpulkan masalah pencemaran sungai dan bencana banjir menempati urutan pertama. Pada bulan Februari-Maret 2021 curah hujan sangat lebat, yang dapat mengakibatkan berbagai daerah di Jawa Timur mengalami bencana banjir yang mengakibatkan adanya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologi, begitu juga bencana yang melanda Kabupaten Probolinggo akhirakhir ini tidak luput dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia. Banjir terjadi karena air hujan yang berlebihan. Seperti yang terjadi Senin malam (8/ 3/ 2021), hujan deras mengguyur tiga desa di Dringu Kabupaten Probolinggo menyebabkan ketiga desa terendam banjir, yaitu desa Kedungdalem, Tegalrejo, dan Dringu.Banjir. Kejadian ini merupakan kejadian keenam kalinya sejak awal Februari 2021. Penyebab banjir itu ada disebabkan faktor, yakni tingginya sedimentasi sungai dan peningkatan debit sungai sehingga beberapa titik tanggul jebol dan permukiman warga tergenang. Desa Dringu memeliki sungai yang rawan terjdi banjir. Namun demikian, Sungai Dringu merupakan berkah dan amanah bagi mayarakat Probolinggo, tetapi Sungai Dringu harus menjadi perhatian seluruh warga Indonesia, yang harus dilestarikan sehingga dapat meminimalisir terjadinya banjir. Sehingga kami tertarik untuk membahas” Bagaimanakah upaya perbaikan dan pelestarian sungai Dringu dari pendangkalan, pencemaran dan peningkatan debit sungai?”

54


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Profil Kabupaten Probolinggo A. Kondisi Lingkungan Geografis Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur berada pada posisi 112’50’ – 113’30’ Bujur Timur (BT) dan 7’40’ – 8’10’ Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah sekitar 169.616, 65 Ha atau + 1.696, 17 km2 (1, 07 % dari luas daratan dan lautan Propinsi Jawa Timur). Dilihat dari geografisnya Kabupaten Probolinggo terletak di lereng pegunungan yang membujur dari Barat ke Timur, yaitu Gunung Semeru, Argopuro, Lamongan dan Tengger. Selain itu terdapat gunung lainnya, yaitu Gunung Bromo, Widodaren, Gilap, Gambir, Jombang, Cemoro Lawang, Malang dan Batujajar. Dilihat dari ketinggian berada pada 0-2500 m diatas permukaan laut dengan temperatur rata-rata 27’C – 30’C. Kabupaten Probolinggo yang berada di sekitar garis khatulistiwa menyebabkan perubahan iklim dua jenis setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.Musim kemarau berkisar pada bulan April hingga bulan Oktober dengan rata-rata curah hujan + 29, 5 mm per hari hujan, sedangkan musim penghujan bulan Oktober hingga bulan April dengan rata-rata curah hujan + 229 mm per hari hujan. Curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret dengan rata-rata curah hujan + 360 mm per hari hujan. B. Kondisi Lingkungan Strategis Lingkungan strategis adalah situasi internal dan merupakan aspek alamiah yaitu posisi dan lokasi geografi, keadaan dan kekayaan alam, keadaan dan kemampuan penduduk, lingkunganstrategis ini adapun kondisi di Kabupaten Probolinggo adalah sebagai berikut:

55


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

1. Topografi Kabupaten Probolinggo merupakan wilayah yang memiliki keragaman topografi berupa dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, yang sebagianbesar berada pada ketinggian antara 100 1.500 meter diatas permukaan laut. 2. Geologi Keadaan geologi di Kabupaten Probolinggo mayoritas disusun oleh batuanyoung quartenary, dominan di Kecamatan Tiris seluas 15.345, 047 Ha, kemudiandi Kecamatan Krucil seluas 13.005, 430 Ha. Old Quartenary mayoritas terdapat diKecamatan Krucil seluas 17.213, 060 Ha kemudian di Kecamatan Tiris, Gading dan Sumber. 3. Jenis Tanah Jenis tanah yang terbentuk erat hubungannya dengan batuan penyusuntanah (geologi), iklim dan keadaan medannya. Adapun jenis tanah yang ada diKabupaten Probolinggo adalah aluvial, andosol, glumosol, latosol, mediterania. 4. Klimatologi Kajian iklim di wilayah Kabupaten Probolinggo didekati dari data kondisicurah hujan di beberapa stasiun Penakar Hujan 5. Hidrologi Di wilayah Kabupaten Probolinggo, terdapat kurang lebih 32 buah sungai besar dan kecil. Sungai terpanjang adalah Rondoningo 95, 2 Km, sedangkan sungai terpendek adalah Afour Bujel 2 Km. Hulu sungai-sungai tersebut kebanyakan berada di bagian tengah maupun selatan wilayah Kabupaten Probolinggo dan bermuara di Selat Madura(lihat Tabel 2.1)

56


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Permasalahan Banjir di Kabupaten Probolinggo Air hujan menjadi air larian (run off) yang berpotensi menimbulkan banjir. Wilayah sungai yang sering menjadi langganan banjir adalah Sungai Prono, Sungai Kedunggaleng dan Sungai Gending. Sejak beberapa hari terakhir Desa Tegalrejo, Desa Kedungdalem, dan Desa Dringu, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, terjadi banjir akibat hujan lebat (Jawa Pos 8 Maret 2021). Permasalahan banjir di Sungai Dringu disebabkan oleh perilaku masyarakat yang membuang sampah di sungai, tidak adanya ruang sempadan sungai serta keberadaan bangunan rumah pas di bibir sungai(Times Indonesia, 3 Maret 2021). Banjir bukan hanya masalah dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Probolinggo saja, akan tetapi juga harus menjadi tanggung jawab warga masyarakat tanpa kecuali. Solusi yang diharapkan adalah normalisasi dan membuat sudetan (beritajatim 12 Maret 2021). Disini penulis mencoba memberikan beberapa gambaran penyebab banjir di Kabupaten Probolinggo antara lain : 1. Penebangan Hutan Liar Penebangan hutan secara liar merupakan salah satu penyebab banjir, serta menjadikan lahan resapan air akan sangat berkurang dan dapat menimbulkan bencana seperti banjir ataupun tanah longsor, kewajiban kita tetap menjaga kelestarian hutan agar tidak menyebabkan hutan gundul yang mengakibatkan banjir.

57


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Gambar 3.1. Penebagan Hutan secara liar Sumber : SLHD 2008

2. Sampah yang dibuang sembarangan Sampah yang dibuang sembarangan contohnya di sungai, akan dapat mengakibatkan mampetnya aliran air dan akibatnya air sungai akan meluap. Hal tersebut menjadi sebuah pemicu terjadinya banjir yang dapat merugikan masyarakat dan menimbulkan kerugian harta benda ataupun korban jiwa.

58


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Gambar 3.2. Sampah dan pendangkalan sungai akibatkan banjir di Probolinggo Sumber : voi.id

3. Pemukiman yang Dibangun di Bantaran Kali Kurang tertata serta tidak disiplinnya penduduk yang berada di daerah Bantaran sungai, akan menyebabkan pendangkalan sungai karena kebiasaan buang sampah yang dilakukan para warga-nya.

Gambar 3.3. Pemukiman di sekitar Bantaran Sungai Dringu Sumber : timesindonesia.co.id 59


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

4. Curah Hujan yang Cukup Tinggi Tingginya intensitas curah hujan di suatu daerah adalah salah satu penyebab banjir. Jika hujan lebat terjadi telah berlarut-larut dalam waktu yang lama akan sangat berpotensi terjadi banjir. Terutama pada daerah-daerah yang juga memiliki kontur tanah yang rendah. 5. Pengaturan Drainase Drainase merupakan salah satu infrastruktur yang penting bagi suatu kota dalam mencegah terjadinya banjir. Daerah hutan atau rawa seharusnya juga dapat berguna untuk mengatasi banjir.

Gambar 3.4. Drainasse Sumber : harianbhirawa.co.id

6. Bendungan yang Jebol Bendungan yang jebol merupakan penyebab yang sering terjadi di sekitar lingkungan yang kurang terawat dan mudah dirusak kelestariannya, memanfaatkan sesuatu tidak pada tempatnya dan hasilnya akan berakibat banjir bandang.

60


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Gambar 3.5 Usai Hujan deras, Tanggul Sungai Dringu jebol Sumber: radarbromo.jawapos.com

7. Salah Sistem Kelola Tata Ruang Dengan melakukan kesalahan sistem kelola tata ruang yang mengakibatkan air sulit untuk menyerap dan alirannya lambat. Sementara air yang datang ke daerah tersebut jumlahnya lebih banyak dari yang biasa dialirkan sehingga mudah terjadi banjir.

61


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Gambar 3.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Probolinggo Sumber: radarbromo.jawapos.com

8. Penambangan Galian Golongan C secara Liar Penggalian ini khususnya pasir dan batukali, yang dikelola secara tradisional seringkali masyarakat setempat kurang memperhatikan aspek pelestarian lingkungan, sehingga menimbulkan perubahan morfologi sungai pada saat penggalian batu kali dan pasir, akhirnya dapat mengancam atau merusak struktur bangunan yang terdapat di sepanjang aliran sungai, misalnya jembatan, saluran irigasi dan sebagainya.

62


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Gambar 3.7. Penambangan Bahan Galian golongan C secara liar Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah Probolinggo tahun 2008

9. Kerusakan Hutan Mangrove Kerusakan Mangrove dan pesisir pantai, seperti penebangan hutan mangrove yang diakibatkan oleh fenomena alam dan juga akibat kegiatan penduduk untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, seperti kebutuhan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Pencemaran lingkungan di Kecamatan Dringu, Tongas dan Kecamatan Gending disebabkan oleh kegiatan industri, kegiatan pertanian dan limbah domestik

63


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Gambar 3.8. Penebangan tanaman Bakau secara Liar Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah Probolinggo tahun 2008

My Clean and Beautiful River Dringu (Dringuku Asri, Dringuku Lestari) Semakin tinggi pertumbuhan penduduk di Kabupaten Probolinggo, terutama di wilayah pesisir pantai dan wilayah yang tingkat aktivitas perekonomiannya cukup tinggi maka secara langsung akan mengakibatkan pemukiman semakin bertambah. Masalah klasik yang terus mengancam pembangunan kota/ kabupaten berkelanjutan adalah menghargai sebidang lahan penghijauan. Kabupaten Probolinggo belum memaksimalkan lahan yang ada karena ada beberapa kendala dalam mewujudkan “Dringuku Asri, Dringuku Lestari “ada beberapa hal yang harus ditempuh sebagai berikut:

64


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

1. Penghijauan/reboisasi hutan Untuk mencegah terjadinya bencana, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo berusaha mengembalikan fungsi hutan lindung di Kabupaten Probolinggo. Tahun 2021, KPH Probolinggo melakukan rehabilitasi hutan lindung (RHL) seluas 1.677 hektare (Ha). di Desa Wonoasri, Kecamatan Kuripan yang merupakan perbatasan Kabupaten Probolinggo dengan Kabupaten Lumajang Reboisasi hutan lindung dengan menanam tanaman multi purpose three species atau tanaman buah-buahan, dengan tujuan agar masyarakat bisa menikmati buahnya dan tidak ada penebangan secara ilegal. Selain bisa dinikmati masyarakat, tanaman itu akan mencegah terjadinya bencana banjir, longsor, dan bencana lainnya. Serta, penyelamatan sumber mata air untuk kehidupan masyarakat.

Gambar 4.1. Rehabilitasi Hutan Lindung (RHL) seluas 1.677 ha Sumber : radarbromo.jawapos.com

2. Mengolah Sampah menjadi Berkah Sampah adalah salah satu penyebab pendangkalan pada sungai Dringu. Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar sungai Dringu masih membuang sampah sembarangan ke sungai. Seharusnya 65


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

warga sadar bahwa dengan membuang sampah disengaja ataupun tidak disengaja akan menyebabkan pendangkalan sungai, karena sampah yang menumpuk akan menyebabkan volume debit air berkurang, dan mengakibatkan banjir. Berdasarkan pemantauan, kondisi permasalahan sampah di Kabupaten Probolinggo adalah sbb: a. Masyarakat tidak memperbanyak Tempat Pembuangan Akhir/ Depo Sampah b. Masyarakat tidak memilah sampah plastik dan sampah organik c. Masyarakat tidak meyediakan pengangkutan sampah, industri alat dan mesin pengolah sampah, industri daur ulang, industri komposting dan biogas, serta industri sampah menjadi energi alternatif. d. Sampah organik yang telah dimanfaatkan sebagai kompos masih sangat sedikit jumlahnya. e. Masyarakat tidak mendaur Ulang sampah menjadi nilai “Ekonomis “dan mengaktifkan kegiatan “BANK SAMPAH” bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Probolinggo (DLH Bina Bank Sampah dan Pengepul di Kabupaten Probolinggo, dlh.probolinggokab.go.id) f. Masyarakat tidak memberikan sanksi kepada pabrik/ perusahaan yang ada di Stren Kali agar tidak membuang limbah ke sungai.

66


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Gambar 4.2. Memilah sampah plastik/sampah organik disetorkan ke Bank Sampah Sumber :surabaya.tribunnews.com

3. Mengubah Daerah Bantaran/ Lebih Indah

Stren Sungai Dringu menjadi

Daerah Bantaran Sungai biasanya identik dengan warga yang kurang mampu dan situasi tempat tinggal terkesan kumuh. Adapun usaha yang harus dilakukan a. Merubah “mainseat” warga yang bertempat tinggal di Bantaran sungai Dringu yang mana seolah-olah warga Bantaran terpinggirkan, termarginalkan nyatanya mereka terus berupaya untuk hidup berinovasi, berusaha agar statusnya sama dengan warga Probolinggo yang lainnya b. Merubah mainseat warga penghuni Bantaran Sungai Dringu tidak semudah membalik telapak tangan, diperlukan koordinasi dengan aparat setempat, tokoh masyarakat, Karang Taruna, para Ulama, Perguruan Tinggi, Instansi perusahaan yang terkait, Kelurahan, Kecamatan Dinas Lingkungan Hidup serta ibu-ibu PKK Kabupaten Probolinggo. 67


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

c. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara warga masyarakat dan pemerintah, baik itu dari Aparat Kelurahan, Kecamatan dan Babinsa/Babinkamtibmas ataupun Sekolah-sekolah untuk melakukan kerja bakti antar sektoral (Bersihbersih Kali Surabaya) baik siswa SMAN, SMKN, dalam waktu tertentu secara periodik, dengan pembagian Wilayah/Zona

Gambar 4.3. Stren Kali Surabaya langganan banjir sebelum ada PWSKS Sumber: Dokumentasi Pribadi

d. Warga sekitar Bantaran/Stren Kali dihimbau tidak membuang BAB (Buang Air Besar) di Sungai Dringu dan diarahkan untuk membangun jamban (kakus) di Stren Kali agar dapat terjaga kebersihan dan keindahan Sungai. e. Dalam menggerakkan warga untuk membuat jamban (kakus) perlu bekerja sama serta koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat. Memberikan bantuan

68


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

kepada warga penghuni Stren Kali untuk membangun jamban di dalam rumah.

Gambar 4.4. Kondisi Stren Kali setelah bersih dari jamban tampak asri Sumber: Dokumentasi Pribadi

f. Dilakukan sosialisasi Mitigasi Bencana di daerah Stren Kali bekerjasama dengan PTN/PTS bidang Pengabdian Masyarakat g. Membentuk PWSKS adalah salah satu solusi agar warga Stren Kali merasa ikut memiliki dan peduli Kali Surabaya dan tidak akan tergusur, tetapi turut berkontribusi dalam pemeliharaan Stren Kali. h. Melalui kelompok tabungan perempuan di masing-masing kampung warga Stren Kali sepakat memilah sampah plastik dan kertas dipilah serta dikumpulkan tiap hari Minggu. Sampah ditimbang dan dijual kepada pengumpul sekitar

69


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

kampung. Uang yang didapat dikumpulkn pada kelompok tabungan dan dijadikan dana cadangan renovasi kampung. i. Secara bergelombang menyebar ke kampung-kampung sebelah menjadi anggota PWSKS. Bahkan tidak sedikit warga yang memungut sampah plastik yang mengapung di sungai dan mengumpulkannya melalui ibu-ibu. j. Akhirnya dengan perjuangan yang cukup rumit Pemkot Surabaya mengeluarkan “Perda No 9 Tahun 2007 tentang Penataan Pemukiman Stren Kali Surabaya, yang intinya warga diperbolehkan tetap tinggal di Pemukiman Terbatas di Stren Kali dengan melakukan penataan kampung. k. Warga secara sukarela memapras (memotong) rumahnya sehingga mundur 3-5 meter dari tepi Stren Kali. Kemudian membalikkan masing-masing rumahnya menjadi menghadap sungai.Sebelumnya rumah-rumah itu”membelakangi” Stren Kali.Ini berarti mereka membangun terlebih dahulu WC baru di” belakang” (dilihatdari Stren Kali), dan memindahkan pintu dan jendela dari “depan” sebelumya “depan“ yang baru menghadap Stren Kali. Mereka juga membangun sistem pengolahan limbah dan membuat “Biopori”.

70


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

Gambar 4.5.Biopori untuk tangkal Banjir Sumber: rei.or.id

Gambar 4.6. Destinasi Wisata Kampung Warna-warni Sumber: Dokumentasi Pribadi

71


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Gambar 4.7.Tradisi tahunan “Larung Tumpeng “ Sumber : Dokumentasi Pribadi

l. Harapan kedepannya warga terus berkreasi membuat gebrakan menjadikan kampungmya menjadi kampung ” Destinasi Wisata Air”

Gambar 4.8. Destinasi Wisata Air Sumber: Dokumentasi Pribadi

72


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

4. Mengubah Hutan Mangrore yang Gundul menjadi Destinasi Wisata Hutan bakau atau mangrove di Kecamatan Dringu, Tongas dan Gending ditanami kembali/ direboisasi serta menggandeng para Investor untuk dapat dijadikan Destinasi Wisata “Hutan Mangrove Dringu“.

Gambar 4.9. Eko Wisata Hutan Mangrove, Edukasi anak sambil berwisata Sumber: radarsurabaya.jawapos.com

Gambar 4.10. Bersih-bersih pantai bersama Mahasiswa UNAIR Surabaya Sumber: news.unair.ic.id 73


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Mengajak Lembaga Pendidikan, Perguruan Tinggi Negeri/ Swata , SMA/ SMKN untuk memprogramkan secara rutin kegiatan bersih-bersih pantai hutan bakau/mangrove serta menjalin kerjasama dengan “Klub Tunas Hijau” Destinasi Wisata Air dan Destinasi Wisata Hutan Mangrove tidak akan terwujud tanpa adanya kerjasasama dan sinergi antara Pemkab Probolinggo, Investor/ Perusahaan Swasta, Dinas Kebersihan Ruanng Hijau terbuka dan instansi lain yang terkait. Harapan penulis dengan paparan diatas sebagai bahan acuan akan terciptanya “Dringuku Asri, Dringuku Lestari “(My Cllean and Beautiful River, Dringu)

Daftar Pustaka https://ilmugeografi.com/bencana-alam/penyebab-banjir, diunduh Jum’at 26-03-2021 pk 13.15 https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5488707/banjirkembali-terjang-2-desa-di-probolinggo-warga-menangishisteris diunduh Minggu 21 Maret 2021 pk 05.10 https://beritajatim.com/peristiwa/banjir-dringu-probolinggo-inidugaan-penyebabnya/ diunduh Minggu 21 Maret 2021 pk 05.00 https://beritajatim.com/peristiwa/banjir-dringu-probolinggo-inidugaan-penyebabnya/ diunduh Minggu 21 Maret 2021 pk 05.00 https://www.wartabromo.com/2021/03/08/dringu-banjir-lagi/ diunduh Minggu 21 Maret 2021 pk 12.35 https://radarbromo.jawapos.com/probolinggo/02/01/2020/cega h-bencana-reboisasi-1-6777-ha-hutan-di-probolinggo/ diunduh Jum’at 26-03-2021 pk 13.20 http://dlh.probolinggokab.go.id/dlh-bina-bank-sampah-danpengepul-di-kabupaten-probolinggo/ diunduh Minggu 21 Maret 2021 pk 12.20 74


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

https://surabaya.liputan6.com/read/4501845/hujan-deras-3desa-di-dringu-probolinggo-terendam-banjir/ diunduh Sabtu 27 Maret 2021 pk 04 55 https://radarbromo.jawapos.com/probolinggo/02/03/2021/ normalisasi-sungai-atau-buat-sudetan-untuk-atasi-banjir-didringu/ diunduh Minggu 21 Maret 2021 pk 12.30 https://dlh.probolinggokab.go.id/selamat-hari-peduli-sampahnasional-tahun-2021/ diunduh Jum’at 26-03-2021 pk 13.15 http://perpustakaan.menlhk.go.id/pustaka/images/docs/ SLHD_PROBOLINGGO_2008.pdf diunduh Sabtu 20 Maret 2021

Tentang Penulis Nama : Dra. Rahmi Wilandari, M.Pd Email : rahmi.smadda@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN : - SDN Jagir Wonokromo Surabaya - SMP Negeri 4 Surabaya - SMA Hang Tuah 1 Surabaya - S1/ Sarjana UNESA Pendidikan Ekonomi lulus tahun 1988 75


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

-

S2 / Pasca Sarjana UNESA Pendidikan Ekonomi lulus tahun 2013

RIWAYAT PEKERJAAN : - Guru Mata Pelajaran IPS di SMPN 1 Besuk Kabupaten Probolinggo tahun 2000 s.d 2005 - Guru Mata Pelajaran Ekonomi dan Akuntansi di SMAN 22 Surabaya tahun 2005 s.d 2014 - Guru Mata Pelajaran Ekonomi dan Akuntansi di SMAN 21 Surabaya tahun 2014 s.d sekarang - Instruktur/ Narasumber Mata Pelajaran Ekonomi SMA di Pustekkom / UPT Tekkomdik Kanwil Pendidikan Propinsi Jatim 2010/ 2011 – 2016 PRESTASI - Juara 3 LKTI Majalah Media (PGRI) Tingkat Jawa Timur tahun 2013 - Juara Lomba Guru Menginspirasi SMA/ MA/ SMK Tingkat Nasional 2017 - (LKTI Literasi) yang diselengarakan oleh penerbit PT. Erlangga Jakarta DAFTAR KARYA - Pembelajaran Kooperatif Tipe Thik Pair Share dengan Media 3D Topiscape SE (Student Edition) Untuk Meningkatkan Ketuntasan belajar Siswa (2013) - Pemanfaatan Media Pembelajaran Audio dan Multimedia (2013) - My Literacy for My Future (Literasiku, Masa Depanku) (2017) - Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match dengan menggunakan Media Kartu Remi (Playing Cards) untuk meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa pada Materi Permintaan dan Penawaran (2018) - Peran Pendidik Dalam Upaya Pemanfaatan dan Pengembangan Hutan Lestari di Tahura Desa Claket , Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto (2018)

76


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

-

Wajib dan perlukah Pendidikan Kewirausahaan di SMA (Artikel Ilmiah) (2019) Membangun Karakter Generasi Milenial menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 (2019) Menulis di Media Cetak (2020) Pembelajaran Efektif di Era Pandemi Covid-19 (2020) RANJAU XXI (2020)

77


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

78


Belajar Mitigasi Dari Dringu Zainal Munir Universitas Nurul Jadid, Probolinggo

Kejadian banjir di Dringu dari luapan sungai Kedunggaleng/sungai Dringu hampir terjadi setiap tahun, tetapi tahun 2021 ini terjadi banjir yang paling besar serta dampak besar bagi masyarakat. Sehingga cukup besar perhatian pemerintah daerah, oganisasi masyarakat, organisasi politik, organisasi profesi bahkan organisasi mahasiswa turut hadir membantu proses evakuasi dan pendistribusian bantuan. Hadirnya seluruh relawan yang berada di kabupaten Probolinggo ke Dringu tidak akan menjawab problema atau tidak menyelesaikan akar masalah dari banjir. Relawan hadir dengan hitungan hari, setelah dirasa cukup kondusif maka, relawan akan see you Goodbye dari Dringu. Relawan yang hadir hanya bisa membantu pendistribusian bantuan dan penyembuhan psikologis

79


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

khususnya pada anak hingga remaja dengan terapi healing yang diberikan. Tapi, perlu program yang berkelanjutan dari dinas terkait dibawah kendali pemerintah kabupaten Probolinggo yaitu khususnya BPBD (Badan penanggulangan Bencana Daerah) seharusnya menjadi dirigen/pemandu dalam pembentukan DESTANA (DESA TANGGAP BENCANA). Sampai Berdasarkan informasi ini diterbitkan bahwayang didapat di Desa DringuDringu Kec.Kecamatan DringuDringu belum memiliki satu struktur DESTANADESTANA di Desa Dringu tersebut (Relawan DringuDringu, 17 maret 2021). Hal ini menjadi pintu masuk untuk pemerintah untuk berperan lebih tepat dan berkelanjutan aktif dalam dengan pembentukan DESATANA, dimana anggotanya bisa melibatkan seluruh masyarakat (dari remajadewasa). untuk terlibat langsung kegiatan destana. Berdasarkan laporan peta kebencanaan BPBD Kabupaten Probolinggo bahwa Dringu masuk kategori rendah resiko bencana Banjir (web BPBD Kabupaten Probolinggo). DESTANA akan menjadi salah satu jawaban dalam menurunkan luasnya dampak bencana, yaitu dengan adanya latihan dalam melakukan pemetaan sampai evakuasi dini bila terjadi bencana alam. Salah satu standart program DESTANA bisa dilatih dalam pemetaan bencana Berbasis GIS (Geographic Information System). Program GIS ini akan memberikan gambaran pada anggota DESTANA secara khusus dan secara umum pada masyarakat desa Dringu. Program GIS untuk DESTANA akan mengetahui secara langsung keadaan hulu-sampai hilir sungai yang menjadi penyebab terjadinya banjir tahunan di Dringu. Pemanfaatan pemetaan berbasis GIS (Geographic Information System) sudah pernah dilakukan penelitian tentang manfaat dari Mitigasi melalui Pemetaan Kebencanaan Berbasis GIS (Geographic Information System). Dari hasil penelitian didapatkan titik daerah rawan bencana alam diantaranya letusan Gunung Merapi, abrasi, banjir bandang, gempa bumi, kekeringan dan tanah lonsor. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Aplikasi GIS dapat menunjukkan daerah rawan bencana alam di Kabupaten Probolinggo (zainal

80


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

munir, fuadz Hasyim, 2020). Sehingga hasil penelitian di atas bisa dijadikan referensi dalam melakukan pemetaan bencana banjir di desa Dringu kecematan Dringu. Sejalan dengan hal di atas, maka Lembaga penerbitan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LP3M) Universitas Nurul Jadid menyelenggarkan lomba ”menulis asa: Dringu bagi sesama” kompetensi ini ditujukan untuk akademisi dan praktisi terhadap bencana banjir yang terjadi di Dringu. Kompetensi ini perlu dukungan penuh dari akademisi dan praktisi sebagai salah satu upaya memberikan gagasan kepada pemerintah kabupaten Probolinggo dalam melakukan mitigasi bencana lebih dini, bahwa mitigasi lebih sangat bermanfaat daripada hanya sedekar memberikan bantuan ketika terjadi bencana. Belajar mitigasi berarti kita memahami letak geografis dari daerah Probolinggo, bencana sering terjadi dan bahkan bagaimana jalur evakuasi ketika terjadinya bencana. Dengan adanya bencana Dringu ini membuat Perguruan tinggu lebih open minded untuk kerja sama sengan Pemerintah Kabupaten Probolinggo khusunya dengan BPBD dengan 3 PT: Pendidikan, Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat (KKN) tematik penekanan mitigasi bencana melihat kearifan lokal desa Dringu. Kolaborasi antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah KabupatenProbolinggo melalui BPBD pencegahan lebih baik daripada penyelesaian waktu terjadi bencana Banjir.

Tentang Penulis Nama : Zainal Munir Email : zainalmunirnj@gmail.com Penulis bernama lengkap Zainal Munir, lahir di Probolinggo pada tanggal 23 Desember 1988 dari pasangan Bapak Suparno dan Ibu Sumarni. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Paiton dan lulus pada tahun 2002,

81


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

kemudian melanjutkan pendidikan di MTsN Paiton dan lulus pada tahun 2005, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Paiton dan lulus pada tahun 2008. Setelah lulus SMK, Penulis melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi Kesehatan di Jombang yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang dengan mengambil Program Studi Ilmu Keperawatan dan menyelesaikan studi. Dilanjutkan dengan jenjang Profesi Ners di Sekolah Tinggi Kesehatan Insan Cedekia Medika Jombang dan meyelesaikan pada Tahun 2015. Serta untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan Penulis melanjutkan ke jenjang Magister Keperawatan dengan Peminatan Keperawatan Anak penulis melanjutkan ke Universitas Muhammadiyah Jakarta yang lulus pada Tahun 2017.

82


Lebih Membutuhkan Plengsengan daripada Sandang dan Pangan

Badrul Nurul Hisyam LPM Alfikr

Banjir yang melanda Kecamatan Dringu, merupakan kejadian yang keenam kalinya sejak awal Februari 2021. Awal mula terjadinya banjir di Kecamatan Dringu diawali dengani hujan deras yang mengguyur sejak senin malam pada 8 Maret 2021, yang menyebabkan empat desa di Dringu Kabupaten Probolinggo terendam banjir. Mulai dari desa Dringu, Desa Kedungdalem, Desa Kalirejo dan Desa Kalirejo. Desa Dringu Dusun Gandean RT 02 / RW 1, merupakan kerusakan yang paling parah. Adapun kerusakan mulai dari satu rumah rusak sedang, lima rumah rusak ringan, satu rumah rusak parah dan plengsengan ambrol akibat banjir tersebut.

83


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Menurut pengakuan Bambang Mujiarto warga yang terdampak banjir, sebenarnya sering terjadi banjir setiap tahun di Kecamatan Dringu. Namun, tidak separah ini dan banjir yang sekarang ini merupakan kiriman dari hulu meskipun di daerah Dringu tidak hujan, akan tetapi diaerah hulu hujan deras sehingga menyebabkan terjadinya banjir. Sebenarnya warga curiga dengan banjir kali ini, kecurigaan warga didasari karena di daerah pegunungan seperti di daerah Bromo yang sudah banyak terjadi pengundulan hutan yang dijadikan Fila untuk para wisatawan. Tidak hanya itu, kecurigaan juga terhadap dam sungai yang pembuangannya airnya difokuskan ke sungai Dringu saja, menyebabkan di daerah Wonoasih dan sekitarnya sering terjadi banjir jika sudah hujan deras. Serta banyaknyak tanggul yang jebol yang diakibatkan oleh banjir sekarang ini sehingga mudah terjadi banjir. Kerugian akibat banjir yang dialami warga kecamatan Dringu sekitar kurang lebih 100 juta. Mulai dari Televisi, kursi, kulkas, perabotan rumah tangga hingga terdapat beberapa rumah warga yang rusak yang diakibatkan oleh banjir tersebut. Bambang menyampaikan bahwa sampai saat ini pemerintah belum memberikan bantuan dalam bentuk material. Sebenarnya warga lebih membutuhkan bantuan plengsengan (dinding pembatas dengan menggunakan sistem cor batu) di area bantaran sungai untuk mencega datangnya banjir lagi. “Percuma juga kita membersihkan sisi-sisa lumpur yang sampai masuk ke dalam rumah tapi plengsengan masih belum dibuat. Saya membersihkan lumpur selama dua hari namun sore harinya ada banjir susulan kan percuma,” ungkap Bambang dengan wajah lesunya. Banyaknya lumpur yang disebabkan oleh banjir tersebut, sampai masuk kedalam rumah warga sehingga beberapa warga banyak yang mengungsi ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) satu Dringu, SDN Kedungdalem satu, Rumah Sakit Dringu, Kecamatan Dringu, bahkan ada yang mengungsi ke rumah keluarga yang berada di daerah hulu, seperti halnya Bambang Mujiarto yang mengungi ke rumah saudarnya di daerah Patalan Kecamata Wonomerto Kabupaten Probolinggo. Sementara itu, tutur bambang terdapat

84


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

juga relawan yang membantu membersihkan lumpur di sekitar rumah warga, seperti Tentara, Pramuka, Mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten dan Kota Probolinggo. Bahkan relawan dari luar Probolinggo juga ikut membantu warga. Pria yang bertubuh kekar dan memiliki tato di tangan kanannya itu, sudah hilang mata pencaharinyan. Bambang yang sehar-hari bekerja dibengkel motor sebelum terjadinya banjir cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun sekarang bengkel tempat ia bekerja kini juga terdampak banjir. Sehingga dengan adanya bencana ini, ia mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bantuan warga. Bukan hanya Bambang yang kehilangan mata pencaharian, beberapa warga yang terdampak banjir juga mengalami kehilangan mata pencaharian, sehingga perekonomian di daerah empat desa tersebut mengalami kemacetan. Dengan adanya hal seperti ini, warga dalam memenuhi kebetuhan sehari-harinya masih menunggu bantuan dari warga. Dan selama ini, pemerintah hanya memberikan bantuan-bantuan logistik seperti makanan dan pakaian. Disisi lain, Bambang menyampaikan bahwa dampak banjir terhadap warga mengalami trauma, yaitu warga mengalami ketakutan jika sewaktu-waktu warga sedang tidur terjadi banjir lagi yang parah, karena saat warga sedang tidur tidak ada persiapan apapun untuk menyelamatkan diri dari banjir. Narasumber : Bambang Mujiarto warga desa Dringu

Tentang Penulis Nama : Badrul Nurul Hisyam Email : badrulnurul80@gmail.com Prodi : Keperawatan Semester : 6 Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo

85


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Penulis adalah Warga Probolinggo. Santri Nurul Jadid. alumni UNUJA, prodi IQT. Semasa ngampus pernah aktif di Majalah mahasiswa ALFIKR UNUJA. Kadang-kadang nulis di media cetak atau online. Pernah memenangi lomba karikatur nasional dalam event jurnalistik PTKI oleh Kemenag, 2017. Pernah nimbrung di organisasi ekstra kampus seperti PMII, FNKSDA (kader), dan intra kampus, BEM. Selama di pondok hidup di rumah guyub KKPS.

86


Perbaikan dan Pelestarian di Daerah Dringu Misyati Ningsih

Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, Allah SWT telah mengamanahkan kepada kita agar selalu menjaga dan melestarikan alam ini. beberapa pekan yang lalu, daerah Dringu mengalami musibah berupa banjir, dan banjir ini bukanlah yang pertama kalinya akan tetapi sudah kesekian kalinya. Saya sebagai anggota komunitas PMII Unzah, Ketika saya turun aksi ke daerah Dringu di atas, saya mencoba bincang-bincang santai dengan warga dan istri Kepala Desa Dringu. Info yang saya dapatkan sebenarnya tidak ada seorangpun yang membuang sampah ke sungai, air masuk disebabkan oleh tanggul yang jebol, maka dari itu air sungai masuk ke rumah-rumah warga, banjir ini merupakan banjir kiriman dari sungai dibawah gunung bromo.

87


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

Wahai saudara kita boleh-boleh saja bersedih dan takut, namun janganlah berlarut-larut dalam kesedihan karena tidak ada guna dan manfaatnya bahkan hanya bisa menambah masalah. Ingatlah dalam Al- Quran surah Al-Baqoroh ayat 286 yang artinya” Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. Ia mendapatkan pahala kebaikan yang diusahakannya dan mendapatkan siksa dari kejahatan diperbuatnya. Demikianlah hidup, semua yang hidup pasti ada masalahnya masingmasing sesuai dengan kesanggupannya. permasalahan gambarannya seperti jamu dan obat, rasanya pahit namun sejatinya ia menguatkan. Maka dari itu jangan pernah berhenti mempunyai harapan besar terutama harapan untuk daerah Dringu, jika harapan kita tidak mampu membuat kita takut maka harapan kita belum benar-benar besar “Najwa Shihab” Insyaallah dengan harapan, doa dan usaha bersama-sama kejadian banjir setiap tahun tidak akan terjadi lagi. Dalam kehidupan tidak lepas dari hukum kausa atau sebab akibat, mungkin banyak penyebab dari terjadinya banjir, diantaranya hujan turun secara berlebihan di daerah deket Gunung Bromo, tanggul jebol dan masalah yang lainnya. Maka dari itu, ada beberapa hal yang harus di perbaiki dan dilestarikan. Secara umum sebagai manusia kita punya tiga hubungan diantaranya, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, Hubungan dengan manusia dan hubungan dengan alam. Pada saat ini kita bermasalah dengan alam, sebenarnya apa penyebab dari ini semua tidak luput dari ulah tangan manusia sendiri. Kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara melestarikan dan memperbaiki dengan ketiga hal tersebut, dengan Tuhan, manusia dan alam itu sendiri sebagai berikut: 1. Memperbaiki hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pandangan dari segi agama Islam semua kejadian adalah musibah dan harus disikapi dengan sabar, tabah dan lapang dada. Musibah banjir yang menimpa saudara-saudaraku di Dringu ini merupakan musibah karena Rasullulah berdoa kepada Allah SWT. yang diriwayatkan oleh tirmidzi dan muslim “ya allah, janganlah engkau menimpakan adzab kepada umatku

88


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

sebagaimana engkau timpakan adzab kepada umat-umat terdahulu. Karena menurut prof Dr Nasaruddin Umar ”apabila Allah berkehendak positif kepada hambanya maka ia mendatangkan siksaan nya di dunia, tapi jika Allah berkehendak negatif maka Ia akan menunda siksaannya nanti di akhirat yaitu di neraka jahannam yang amat dahsyat”. Maka dari itu, adanya musibah ini perlu kita sikapi dengan positif thingking, Al hadist dari Rasulullah SAW. “tidak ditimpkan suatu musibah baik penyakit atau gempa bumi, melainkan nanti sebagai penghapus dosa”. Karena itu musibah harus dimaknai sebagai pengahapus dosa, sebagai pembelajaran kedepannya dan sebagai perenungan, pengahayatan, pendalaman serta muhasabah merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya. 2. Hubungan antar manusi Agar terjalin hubungan dengan manusia, ada beberapa cara untuk memperbaiki hubungan dengannya. Agar tidak terjadi banjir lagi, jika berhubungan dengan manusia banyak sekali pengaruhnya, yaitu sesama manusia bisa saling mengingatkan dan bergotong-royong sebuah pekerjaan. Maka untuk selalu dihindarkan dari musibah perlu lah kita dengan cara doa secara jamaah karena doa secara jamaah atau dengan bersama akan lebih jauh terkabul oleh Allah SWT, dengan berjamaah bisa dilakukan acara istigosah, tahlil, khataman al quran, pengajian bersama setiap minggu atupun setiap bulannya bisa dadakan agendakan pengajian raya dengan mengundang tablig, ustadz, yang mana tujuannya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mengharapkan kasih sayang Allah SWT, maka dari itu untuk membuat sekumpulan seperti ini, sekedar beberapa hal yang bisa dicoba antara lain: Pertama: adakan komunitas kepemudaan yang mempunyai peran aktif dan bisa memberikan aura positif kepada pemuda lainnya untuk melakukan sebuah agenda rutinan dan mem89


SRI ASTUTIK ANDAYANI, Dkk.

buat perubahan untuk kebaikan daerah di Dringu, karena pemuda sagatlah berperan penting. Kedua: Dengan bergotong royong kita bisa saling mengingatkan atau menasihati dengan cara menggunakan alat informasi seperti channel ataupun konten youtube, yaitu dengan tujuan untuk berbegi informasi dalam menyelesaikan permasalahan di daerah Dringu tersebut, selain itu juga bisa mengunakan alat informasi seperti baliho, spanduk dan banner untuk mengingatkan masayarakan agar bisa meminimalisir curah hujan agar tidak berlebihan. karena penyebab dari turun hujan secara berlebihan dan itu semua diakibatkan salah satunya karena polusi udara, penggunaan AC atau kulkas secara berlebihan, adanya pengundulan hutan, adanya polusi metana karena pertenakan, pertanian dan perkebunan, polusi pabrik dan masih banyak sekali. Maka dari itu kita bisa sama-sama perbaiki dari hal-hal kecil terlebih dahulu untuk mengurangi curah hujan berlebihan, hujan yang berlebihan di daerah bromo menyebabkan terjadinya banjir kiriman dan akhirnya dikirim ke daerah Dringu itu sendiri, ada kemungkinan di daerah bawah bromo sana mengalami global warming, maka perlulah meminimalisir atau memeperbaiki kegiatan-kegiatan yang menyebabkan global warming. 3. Memperbaiki keadaan yang ada di alam khususnya daerah pinggiran Dringu, sangat perlu sekali penanaman pohon yang bisa menyerap banyak air, seperti pohon manga dan pohon bringi dan pelestarian pohon-pohon yang lainnya, pohon yang berakar bisa menyerap banyak air dengan membutuhkan waktu yang sangat lama, tapi demi kebaikan bersama, kita harus menanam pohon tersebut, mungkin tidak ada yang akan menjamin bahwa penanaman pohon besar di pinggir Bantaran sungai akan hidup sampai besar nantinya, meskipun tidak ada jaminan akan semua itu, namun kita masih punya harapan untuk menanam pohon ini agar tetap bisa hiudp melestarikan alam. Salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah:

90


MENULIS ASA: DRINGU BAGI SESAMA

a. Mengadakan sebuah waduk, fungsi dari waduk ini agara bisa mencegah air yang besar memasuki di luar jalurnya. b. Mengadakan aliran air baru di pinggir sungai untuk memasukkan ke sumur serapan, sumur serapan ini, nanati fungsinya untuk bisa menampung air agar tidak masuk kerumah warga sekitar dan salah satu manfaat dari air tersebut bisa kita daur ulang ataupun kita kelola lagi menjadi energy pembangkit listrik. c. Memperbaiki tanggul yang sudah jebol, dengan menganti

tanggul yang lebih kuat lagi agar tidak terbawa harus oleh air yang besar.

Tentang Penulis Nama Email

: Misyati Ningsih : misyatiningsih5@gmail.com

Aktifitas saya sekarang hanya kuliah saja, prestasi saya hanya pernah berprestasi dalam lomba pidato bahasa Indonesia

91


92


DRINGU BAGI SESAMA Kumpulan Tulisan Pemenang Kompetisi

Esai Writingthon UNUJA

Menulis Asa: Dringu bagi Sesama

Keberadaan sungai sebagai salah satu sumber daya alam memang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Selain sumber mata pencaharian, sungai juga menjadi tempat berbagai jenis spesies ikan hidup, bahkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Sebab itu keberadaan sungai harus terus dilestarikan, termasuk sungai Dringu. Meski sungai Dringu tidak seasri dulu, karena kondisinya yang telah tercemar berbagai macam polutan, seperti limbah sampah maupun limbah industri, namun usaha untuk mengembalikan keasrian sungai tersebut harus selalu diupayakan. LP3M Universitas Nurul Jadid Jl. KH. Zaini Mun’im Karanganyar Paiton Probolinggo 67291

Pustaka Nurja (Anggota IKAPI)

Esai Writingthon UNUJA

Munculnya lomba Writingthon UNUJA ini berawal dari peristiwa bencana banjir yang menerjang Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo pada hari Senin, 8 Maret 2021. Bencana tersebut menyebabkan tiga desa di Kecamatan Dringu terendam banjir, yakni Desa Kedungdalem, Desa Tegalrejo, dan Desa Dringu dengan ketinggian air lebih dari 1 meter. Bencana tersebut terjadi karena tingginya sedimentasi sungai dan peningkatan debit sungai sehingga menyebabkan beberapa titik tanggul jebol dan mengakibatkan tergenangnya rumah-rumah warga.

Menulis Asa: Dringu bagi Sesama

Buku Menulis Asa: Dringu bagi Sesama merupakan kumpulan tulisan dari beberapa peserta Lomba Writingthon UNUJA yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kesehatan Publik Universitas Nurul Jadid pada 11 Maret 2021 – 30 Juni 2021. Peserta yang ikut berpartisipasi dalam lomba ini berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Banyuwangi, Situbondo, Probolinggo, Surabaya, bahkan ada pula peserta yang berasal dari Pulau Bali.

menulis asa

Sri Astutik Andayani, M. Nur Fauzi, Abdul Haq, Sholehuddin, Nahdia Fiki Maghfiroh, Ahmad Hirzan Anwari, Rahmi Wilandari,Zainal Munir, Badrul Nurul Hisyam, & Misyati Ningsih


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.