ISSN : 1978-2489
Jurnal Keberbakatan & Kreativitas
Vol. 02. No. 01, Februari 2008
HUBUNGAN SELF-EFFICACY DAN KEMATANGAN DALAM MEMILIH KARIR SISWA PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR (Penelitian Pada SMAN 81 Jakarta dan SMA Labschool Jakarta)
PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKSELERASI
DINAMIKA KECERDASAN EMOSI PADA SISWA AKSELERASI DI SDN KENDANGSARI 1 SURABAYA
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN STRES PADA SISWA AKSELERASI
HUBUNGAN ANTARA RASA HUMOR DENGAN KREATIVITAS VERBAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UI ANGKATAN 2003
PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI SPMB ANTARA SISWA AKSELERASI DENGAN SISWA REGULER
Gifted Review
Tahun 02
Nomor 01
Hlm. 1- 65
Depok, Februari 2008
Diterbitkan Oleh :
PUSAT KEBERBAKATAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
ISSN:1978-2489
HUBUNGAN SELF-EFFICACY DAN KEMATANGAN DALAM MEMILIH KARIR SISWA PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR (Penelitian Pada SMAN 81 Jakarta dan SMA Labschool Jakarta) Eko Komandyahrini dan Lydia Freyani Hawadi Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan dalam memilih karir siswa Program Percepatan Belajar. Jumlah subyek penelitian 37 siswa dari 2 sekolah di Jakarta yang menyelenggarakan program percepatan belajar. Teknik pengambilan sampel nonprobability sampling dengan cara incidental sampling. Penelitian ini tergolong tipe penelitian non-eksperimental dan korelasional sehingga tidak bermaksud menerangkan hubungan kausal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan dalam memilih karir siswa program percepatan belajar. Koefisien korelasi yang diperolah dari penelitian ini adalah 0.683. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk melakukan elisitasi terlebih dahulu agar dapat membuat alat ukur self-efficacy dan kematangan karir yang lebih baik lagi, juga diusahakan untuk melengkapinya dengan wawancara berstruktur. Peneliti juga menyarankan penggunaan subyek dalam jumlah yang lebih besar, agar penelitian lebih representatif. Kata kunci / Keyword : keyakinan akan kemampuan diri, kematangan dalam memilih karir. Pendahuluan Pemilihan bidang karir atau bidang pekerjaan merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus dalam kehidupan seseorang. Menurut Ginzberg (dalam Grinder, 1973) mengemukakan bahwa pemilihan pekerjaan merupakan proses sepanjang hidup yang memiliki titik optimal antara tujuan dan persiapan karir pada setiap individu. Setiap manusia selalu dihadapkan dengan keputusan-keputusan karir dan tidak dapat melepaskan diri dari masalah keputusan karir tersebut dalam waktu yang singkat, dan jarang yang dapat memecahkannya secara tuntas. Menurut Terwilliger (1963) bahwa pemilihan jabatan adalah perkembangan. Persiapan diri dan pemilihan dalam menjalankan suatu pekerjaan atau karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting di masa remaja (dalam Newman & Newman, 1979). Masa remaja merupakan masa transisi menuju ke masa dewasa, begitu juga halnya dalam berkarir. Bekerja atau berkarir sendiri merupakan salah satu penanda masuknya seseorang ke dalam gaya hidup orang dewasa (adult life style). Remaja pada masa ini dihadapkan pada situasi dimana mereka diharuskan membuat pilihan karir tanpa memiliki banyak pengalaman
aktual/nyata di dalam dunia pekerjaan (dalam Newman & Newman, 1979). Keberhasilan dan kesiapan remaja untuk memenuhi tugas-tugas yang terorganisir yang terdapat dalam setiap tahapan perkembangan karir disebut sebagai kematangan karir (Super dalam Spokane, 1991). Sedangkan Brown & Brooks (1990) mendefinisikan kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan-harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tersebut. Agar para remaja dapat memilih karir yang tepat, dalam hal ini adalah keputusan tentang pendidikan lanjutan, memerlukan tingkat kematangan karir yang baik, karena tingkat kematangan karir mempengaruhi kualitas pemilihan karir. Perkembangan karir tampak maju pesat pada masa remaja dan merupakan dinamika yang penting di SMA (Miller, 1987 & Mitchell, 1977 dalam Seligman, 1994). Oleh karena itu, perlu adanya informasi serta masukanmasukan yang berkaitan dengan berbagai pilihan karir yang tersedia. Para remaja diharapkan mengetahui seluk beluk dari
2
masing-masing karir yang nantinya akan dipilih dan ditekuni. Tugas perkembangan remaja harus diselesaikan dengan baik, akan tetapi hal tersebut sulit untuk dicapai tanpa bantuan dari pihak lain. Terdapat beberapa bantuan yang dapat diberikan dari pihak lain tersebut, akan tetapi yang paling berhubungan dengan pemilihan karir adalah memberikan bantuan kepada remaja untuk memilih lapangan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keinginannya, sesuai dengan sistem kemasyarakatan yang dianutnya dan membantu remaja mendapatkan pendidikan yang bermanfaat untuk mempersiapkan diri memasuki pekerjaan (Ali & Asrori, 2004). Terkait dalam proses pemilihan karir pada remaja, sebagian populasi remaja digolongkan sebagai remaja berbakat yakni mereka yang karena memiliki kemampuankemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi (dalam Munandar, 1992). Seorang remaja berbakat mengalami percepatan dalam penyelesaian studi sehingga mereka memasuki dunia kerja dalam usia yang relatif lebih muda dibandingkan kebanyakan remaja. Tentunya keadaan yang demikian akan menimbulkan permasalahan sendiri bagi mereka (Moesono dalam Hawadi, 2004). Mereka juga menghadapi hal yang sama dengan remaja lainnya yaitu permasalahan dalam menentukan pilihan karir yang tepat bagi mereka. Remaja berbakat mempunyai tuntutan baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat yakni mereka dituntut untuk lebih mandiri dan kreatif dalam mengembangkan kemampuannya. Remaja berbakat juga masih menghadapi kebingungan akan perannya di masa datang. Anak berbakat mendapat kesempatan yang lebih besar untuk memasuki dunia pekerjaan dibanding anak yang mempunyai kecerdasan rata-rata (Munandar, 1992). Anak berbakat menunjukkan ekspektasi yang tinggi terhadap dirinya, begitu juga orang lain di lingkungannya, yang tidak jarang membuat anak berbakat menjadi merasa terancam (vulnerable), skeptis, atau bahkan menjadi frustrasi. Menurut Sisk. (1987), suatu kesulitan bagi anak berbakat adalah memahami keseimbangan antara lapangan kerja yang
tersedia dengan pekerjaan yang diinginkan. Oleh karena itu untuk menentukan pilihannya, anak berbakat memerlukan tingkat kemandirian yang tinggi, dan memerlukan informasi guna merealisasikan pengetahuannya dalam membuat keputusan yang sesuai dengan minat dan keberbakatannya. Di sisi lain salah satu kelompok anak berbakat yaitu anak berbakat intelektual peserta program percepatan belajar ini diharuskan mempunyai tanggung jawab pada tugas (task commitment) yang merupakan salah satu kluster keberbakatan dengan ciriciri yang dikenal yakni rasa percaya diri, ego yang kuat (ketekunan terus-menerus dalam mencapai tujuan akhir), bebas dari perasaan rendah diri, serta dorongan untuk berprestasi. Hal tersebut terkait dengan adanya selfefficacy. Pengertian self-efficacy menurut Bandura (1986) yaitu keyakinan yang dimiliki seseorang tentang kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi tugas atau situasi tertentu (dalam Santrock, 2001). Selfefficacy sangat penting perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat usahanya dan memprediksi keberhasilan yang akan dicapainya (Jensen, 1993). Super, (dalam Wahyono, 2001) mengatakan bahwa pemilihan karir merupakan implementasi dari self concept dalam ketersediaan lapangan kerja. Salah satu aspek dalam self concept yang memiliki hubungan yang relevan untuk mempelajari perkembangan karir individu adalah selfefficacy. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dari latar belakang di atas, terlihat adanya berbagai permasalahan pada remaja berbakat terkait dengan kematangan karirnya dalam hal ini adalah anak berbakat intelektual yang mengikuti program percepatan belajar terkait dengan self-efficacy mereka. Peneliti mengemukakan satu permasalahan yaitu apakah ada hubungan antara self-efficacy dan kematangan karir siswa program percepatan belajar?
2
Tinjauan Teoritis Menurut Chaplin (dalam Desmita, 2005) kematangan (maturation) diartikan sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun). Sementara itu, Davidoff (dalam Desmita, 2005), menggunakan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf. Pengertian karir menurut Super (dalam Brown & Isaacson, 1997: 11) adalah serangkaian peristiwa di dalam kehidupan seseorang yang meliputi serangkaian jenis pekerjaan dan peran yang dimilikinya sehingga kesemuanya itu membentuk komitmen seseorang terhadap pekerjaan sebagai bentuk dari pengembangan dirinya. Sementara Seligman (1994) mendefinisikan bahwa karir sebagai suatu rangkaian peran atau posisi, yang meliputi kegiatan-kegiatan dalam pekerjaan, waktu luang, pekerjaan sukarela dan pendidikan. Perkembangan karir merupakan suatu proses yang mencakup seluruh rentang kehidupan seseorang. Hal ini berarti bahwa perkembangan karir seseorang bukan hanya dalam membuat suatu keputusan untuk memasuki jenis pekerjaan atau karir tertentu, melainkan merefleksikan seluruh pengalaman yang secara nyata berpengaruh dalam kehidupannya (dalam Seligman, 1994). Perkembangan vokasional tidak lain adalah proses perkembangan konsep diri dan perkembangan implementasi konsep diri. Super dkk, (dalam Seligman, 1994) membagi perkembangan karir ke dalam 5 (lima) tahapan, yaitu (1) tahap pertumbuhan (growth stage), dari lahir sampai usia 14 tahun. Pada awal tahap ini, kebutuhan dan fantasi merupakan hal yang dominan. Konsep diri yang dimiliki seseorang terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur kunci dalam keluarga dan dalam lingkungan sekolah. Tahap growth terdiri dari 3 sub tahap yaitu: (a) Sub tahap fantasi, usia 4-10 tahun yang ditandai dengan minat anak yang berangan-
angan atau berfantasi menjadi seseorang yang diinginkan. (b) Sub tahap minat, usia 1112 tahun, tingkah laku yang berhubungan dengan karir sudah mulai dipengaruhi oleh kesukaan anak. (c) Sub tahap kapasitas, usia 13-14 tahun, individu mulai mempertimbangkan kemampuan pribadi dan persyaratan pekerjaan yang ia inginkan. (2) Tahap penjajagan, usia 15-24 tahun, Individu banyak melakukan penjajagan atau pencarian terhadap karir apa yang cocok dengan dirinya. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap, yaitu (a) Sub tahap sementara, usia 15-17 tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengkristalisasi pilihan pekerjaan. Perkembangan karir bersifat lebih internal. Individu mulai dapat menggunakan self preference-nya dan mulai dapat melihat bidang serta tingkat pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. (b) Sub tahap peralihan, usia 18-21 tahun. Perkembangan pada masa ini yaitu mengkhususkan pilihan pekerjaan. (c) Sub tahap uji coba, usia 22-24 tahun. Tugas perkembangan pada masa ini adalah mengimplementasi-kan pilihan pekerjaan; (3) Tahap pemantapan /kemantapan, usia 25-44 tahun. Tahap ini ditandai dengan masuknya individu ke dalam dunia pekerjaan yang sesuai dengannya sehingga ia akan bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaannya tersebut. Merupakan masa paling produktif dan kreatif. Tahap ini terdiri dari 2 sub tahap, yaitu (a) Sub tahap Trial with Commitment pada usia 25-30 tahun. individu sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya sehingga ingin terus mempertahankannya. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu menstabilisasi pilihan pekerjaannya. (b) Sub tahap Advancement, usia 31-44 tahun. Ada dua tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada masa ini. Pertama, individu mengkonsolidasi pilihan pekerjaannya. Pada fase ini, keamanan dan kenyaman dalam bekerja menjadi tujuan utama. Tugas yang kedua adalah melakukan peningkatan dalam dunia pekerjaannya. (4) Tahap pemeliharaan atau maintenance, usia 45-59 tahun. Individu telah menetapkan pilihan pada satu bidang karir sehingga mereka tinggal hanya menjaga atau memelihara pekerjaan. Super
3
menjelaskan bahwa ada tiga tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada tahap ini yaitu mempertahankan, keeping-up dan menginovasi pekerjaannya. (5) Tahap penurunan (decline stage) dimulai pada usia 60 tahun. Tahap ini terdiri dari 2 sub tahap, yaitu (a) Sub tahap perlambatan, usia 60-64 tahun. Ada dua tugas perkembangan pada sub tahap ini yaitu mengurangi tingkat pekerjaan secara efektif serta mulai merencanakan pensiun. Hal ini ditandai dengan adanya pendelegasian tugas atau kaderisasi sebagai salah satu langkah mempersiapkan diri menghadapi pensiun. (b) Sub tahap pensiun, usia 70 tahun. Fase ini ditandai dengan masa pensiun dimana individu akhirnya mulai menarik diri dari lingkungan kerjanya. Menurut Seligman (1994) mendefinisikan bahwa terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi perkembangan karir seseorang, yaitu : (1) keluarga; (2) sosial ekonomi; (3) gender (jenis kelamin); (4) faktor individual; (5) dunia pekerjaan. Selain kelima faktor di atas, ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kematangan karir, yaitu faktor usia. Menurut Crites, tingkat kematangan karir akan bertambah sejalan dengan meningkatnya usia (dalam Kaplan & Saccuzo, 1993). Dalam perkembangan karir seseorang, ada tugas-tugas dan terjadi peralihan dari tiap tahapan perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahapan perkembangan karirnya disebut dengan kematangan karir (Yost & Corbishly, dalam Seligman 1994). Super dan Thompson (1979) mengidentifikasikan enam faktor dalam kematangan karir seseorang yaitu: (1) Kesadaran akan kebutuhan untuk membuat rencana ke depan. Termasuk didalamnya adalah kesadaran seseorang dalam membuat perencanaan karirnya; (2) Kemampuan mengambil keputusan; (3) Informasi umum mengenai karir; (4) Pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan sumber informasi; (5) Pengetahuan mengenai dunia
kerja dan kemampuan (skills); (6) Informasi yang lebih rinci mengenai pekerjaan yang dipilih. Menurut Seligman (1994) kematangan karir yang positif secara umum ditandai oleh suatu urutan proses dalam kehidupan yang meliputi antara lain : (1) meningkatnya kesadaran diri; (2) meningkatnya pengetahuan akan pilihan-pilihan karir yang sesuai; (3) meningkatnya kesesuaian antara kemampuan, minat dan nilai dengan karir yang diinginkan; (4) meningkatnya kesadaran akan karir yang diinginkan; (5) meningkatnya kemampuan, perencanaan dan kesuksesan karir; (6) meningkatnya sikap yang berhubungan dengan karir (orientasi berprestasi, kemandirian, perencanaan komitmen, motivasi, self-efficacy); (7) meningkatnya kepuasan dan kesuksesan dalam perkembangan karirnya. Pengertian Self-efficacy menurut Bandura (1986) adalah keyakinan yang ada pada seseorang akan kemampuan untuk mengorganisasi dan melakukan tindakantindakan yang diperlukan dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan Schunk (dalam Pajares, 2006) mendefinisikan self-efficacy sebagai penilaian seseorang akan dirinya atau kemampuannya yang berkaitan dengan tindakannya. Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan atau penilaian seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya mengenai seberapa besarnya usaha atau ketekunan dalam menghadapi tugas atau kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Fungsi dan dampak penilaian selfefficacy pada individu terhadap berbagai hal yaitu : perilaku memilih, usaha yang dilakukan dan daya tahan, pola pikir dan reaksi emosional, serta tingkah laku individu. Self-efficacy seseorang menurut Bandura (1986) dipengaruhi oleh empat komponen (sumber informasi) yaitu : (1) Enactive Attainment. Pencapaian hasil kerja merupakan sumber yang paling mempengaruhi selfefficacy karena didasarkan pada pengalaman keberhasilan (mastery experience) (Bandura, 1986); (2) Vicarious Experience. Penilaian self-efficacy sebagian dipengaruhi oleh
4
pengalaman orang lain. Melihat orang lain yang mirip dengannya berhasil dalam suatu kinerja dapat meningkatkan keyakinan pada diri pengamat bahwa ia juga memiliki kemampuan untuk menguasai kegiatan yang serupa (Bandura, Adam, Hardy & Howells, 1980; Kazdin, 1979 dalam Bandura, 1986); (3) Verbal Persuasion. Persuasi verbal digunakan secara luas untuk membujuk seseorang bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka cari; (4) Keadaan fisik (Physiological State). Seseorang percaya bahwa sebagian tandatanda psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Definisi Keberbakatan menurut Renzulli dkk (Munandar, 1992) dari hasil-hasil penelitiannya bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang adalah pada hakikatnya tiga kelompok ciri-ciri, yaitu: kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri atau tanggung jawab terhadap tugas (task-commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang sama-sama menentukan. Seseorang yang berbakat adalah yang memiliki ketiga ciri tersebut. Renzulli melihat bahwa orang yang berprestasi adalah orang yang mampu memberikan sumbangan kreatif dan prestasi yang sama baiknya dalam tiga kluster yang saling terkait. Renzulli menegaskan tidak satu pun kluster yang membuat keberbakatan selain adanya interaksi antara tiga kluster tersebut yang di dalam studi-studi terdahulu menjadi resep yang dilakukan untuk tercapainya prestasi kreatif-produktif (Renzulli, dalam Hawadi, 2002). Adapun yang dimaksud dengan siswa berbakat intelektual adalah mereka yang memiliki intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual (yang antara lain meliputi daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah), serta memiliki kreativitas dan pengikatan diri atau tanggung jawab terhadap tugas, dan karena kemampuannya yang unggul tersebut mampu
memberi prestasi yang tinggi (dalam Munandar, 1992). Pengertian kreativitas di sini adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, Sedangkan pengertian pengikatan diri terhadap tugas dapat mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri. Anak berbakat memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan anak biasa. Dengan kemampuannya tersebut, mereka dapat memasuki berbagai jenis pekerjaan yang mereka inginkan. Bagi sebagian orang, anak berbakat di masa dewasanya nanti akan memiliki pekerjaan menarik dengan prestige dan penerimaan yang tinggi, dan akan sukses dalam pekerjaannya itu. Berdasarkan hasil penelitian longitudinal selama 25-35 tahun yang dilakukan oleh Oden; Terman; Terman & Oden, diketahui bahwa siswa yang diidentifikasi sebagai anak berbakat atas dasar skor IQ, pada umumnya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk sukses dalam bidang akademis dan pekerjaaan dibandingkan siswa sebayanya yang tidak berbakat (Millgram, 1991). Mereka memiliki minat terhadap berbagai hal, akan tetapi minat ini seringkali berganti-ganti. Demikian pula dengan minat terhadap bidang pekerjaan tertentu. Perkembangan karir pada anak berbakat ditandai dengan berubah-ubahnya minat mereka terhadap jenis pekerjaan yang ingin mereka terjuni nantinya. Dengan kemampuan yang dimilikinya, anak berbakat dapat memilih karir apapun yang mereka inginkan walaupun walaupun sebenarnya pekerjaan tersebut tidak sesuai bagi dirinya (Freehill, 1982). Menurut Herr & Watanabe; Hoyt & Hebeler; Jepsen; Perrone; Van Tassel-Baska, (dalam Millgram, 1991) menyatakan bahwa minat dan kemampuan merupakan faktor penting dalam perkembangan karir pada anak berbakat. Para ahli tersebut memandang anak berbakat memiliki minat terhadap berbagai jenis pekerjaan, dan memiliki kemampuan
5
untuk dapat sukses dalam bidang-bidang tersebut. Sementara anak yang tidak berbakat kesulitan untuk memilih jenis pekerjaan yang benar-benar mereka minati. Minat anak berbakat yang begitu beragam terhadap jenis pekerjaan yang mereka inginkan membuat anak berbakat mengalami kesulitan untuk membuat komitmen pada satu jenis pekerjaan tertentu. Masalah pilihan karir juga bukan sesuatu yang mudah bagi anak berbakat. Bagi anak berbakat, keputusan memilih karir tertentu akan terasa lebih sulit bagi mereka dibandingkan apa yang lingkungan mereka harapkan (Perino & Perino, 1981). Sering terjadi pada anak berbakat karena dihadapkan pada banyak pilihan sebab kemampuannya yang lebih, akan memilih dengan asal memilih saja, sekedar terlepas dari konflik pilihan yang terus menghimpit, tanpa berpikir panjang tentang kesesuaiannya dengan kepribadiannya. Sering pula dalam keputusan yang terburu-buru karena himpitan tersebut, mereka menyadarkan pilihannya hanya pada kemampuan kognitifnya saja, sampai pada suatu saat baru menyadari ada sesuatu yang tidak sesuai di luar masalah kognitif, misalnya minat atau kepribadian. Rasa takut gagal berprestasi juga merupakan ciri khas anak berbakat, yang dapat juga mempengaruhinya dalam keputusan memilih pekerjaan. Khusus bagi anak berbakat perempuan, mereka dapat mengalami suatu konflik berupa rasa takut gagal sekaligus rasa takut sukses karena tradisi masyarakat yang belum dapat menerima perempuan yang menonjol sukses. Gejala Cinderella complex juga sering dialami oleh remaja berbakat perempuan, yaitu mengalami rasa takut sukses sekaligus rasa ingin dilindungi sebagai seorang yang lemah (Moesono, dalam Hawadi, 2004). Pengertian acceleration yang diberikan oleh Pressey dalam Hawadi (2004) sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional. Definisi mengenai program percepatan belajar menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa yaitu salah satu program layanan
pendidikan khusus bagi peserta didik yang oleh guru telah diidentifikasi memiliki prestasi sangat memuaskan, dan oleh psikolog telah diidentifikasi memiliki kemampuan intelaktual umum pada taraf cerdas, memiliki kreativitas dan keterikatan terhadap tugas di atas ratarata, untuk dapat menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar mereka. Metode Penelitian Hipotesis Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada siswa program percepatan belajar. Subyek Penelitian Subyek penelitian sebanyak 37 siswa SMA kelas 2 peserta program percepatan belajar di Jakarta. Variabel Terikat (Dependent Variabel) adalah kematangan karir. Variabel Bebas (Independent Variabel) adalah self-efficacy. Metode Analisa Data Dalam penelitian ini akan dilakukan metode penelitian non-experimental melalui pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel non-probability sampling dengan cara incidental sampling. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 10.1. Alat Ukur Penelitian Alat ukur dalam penelitian ini digunakan terbagi atas dua yakni alat ukur Self-efficacy dan alat ukur Kematangan Karir Remaja. Uji reliabilitas dan validitas pada alat ukur Selfefficacy dan Kematangan Karir Remaja menunjukkan hasil yang signifikan (bermakna) pada tingkat signifikansi 0.05. Hasil Penelitian Gambaran Umum Subyek Secara umum gambaran subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin adalah jumlah subyek perempuan (78.4%) dan subyek laki-laki sebanyak (21.6%). Jumlah penyebaran subyek berdasarkan usia yakni
6
prosentase terbesar berusia 15 tahun sebesar 70.3%, sementara subyek yang berusia 14 tahun dan 16 tahun masing-masing sebesar 13.5% dan 16.2%. Penyebaran subyek berdasarkan urutan kelahiran yakni prosentase terbesar berdasarkan urutan kelahiran adalah anak tengah sebanyak 43.2%, urutan kedua adalah anak bungsu sebanyak 32.4%, urutan ketiga adalah anak tunggal sebesar 18.9% dan urutan terakhir anak sulung sebesar 5.4%. Jumlah penyebaran subyek berdasarkan pendidikan terakhir ayah yakni prosentase terbesar pendidikan terakhir Ayah berasal dari perguruan tinggi yakni sebesar 81.1%, sementara yang berasal dari Akademi dan SMU masing-masing sebesar 8.1% dan
10.8%. Jumlah penyebaran subyek berdasarkan pendidikan terakhir ibu yakni prosentase terbesar pendidikan terakhir ibu berasal dari perguruan tinggi yakni sebesar 64.9%. sementara yang berasal dari Akademi dan SMU masing-masing sebesar 10.8% dan 24.3%. Hasil Penelitian Utama Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dan setelah dilakukan perhitungan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan fasilitas perhitungan pada program SPSS 10.1 for Windows, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1 Hubungan Antara Self Efficacy dengan Kematangan Karir Hubungan antara Self-Efficacy dengan Kematangan Karir
Mean
Total Self-Efficacy
279.05
Total Kematangan Karir
171.30
Berdasarkan dari tabel 1 di atas terlihat bahwa nilai indeks korelasi antara self-efficacy dengan kematangan karir pada siswa program percepatan belajar adalah sebesar 0.683 dengan p = 0.000, maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesa Nol (Ho) ditolak dan Hipotesa Alternatif (Ha) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan kematangan karir pada siswa program percepatan belajar. Nilai indeks korelasi positif menunjukkan adanya
Indeks Korelasi (r)
p
0.683
0.000
hubungan yang searah dimana semakin tinggi total skor self-efficacy siswa akan diikuti dengan semakin tingginya total skor kematangan karir pada siswa program percepatan belajar tersebut. Data pada tabel berikut ini adalah hasil perhitungan distribusi frekuensi dari selfefficacy dan kematangan karir siswa program percepatan belajar (dalam perhitungan crosstab).
Tabel 2 Hasil Crosstabs Kematangan Karir Self-Efficacy
Total
Rendah f %
Tinggi F %
F
%
Rendah
16
88.9%
2
11.1%
18
100%
Tinggi
4
21.1%
15
78.9%
19
100%
Total
20
54.1%
17
45.9%
37
100%
Tabel 2 di atas menunjukkan distribusi frekuensi dari self-efficacy dan kematangan
karir pada siswa program percepatan belajar dimana sejumlah 16 siswa (88.9%) memiliki
7
self-efficacy dan kematangan karir yang rendah dan sejumlah 15 siswa (78.9%) memiliki self-efficacy dan kematangan karir yang tinggi. Subyek yang memiliki self efficacy
tinggi dan kematangan karir rendah sebanyak 4 siswa (21.1%) dan sejumlah 2 siswa (11.1%) memiliki self-efficacy rendah dan kematangan karir tinggi.
Hasil Penelitian Tambahan 1) Uji Regresi Tabel 3 Hasil Perhitungan Uji Regresi R
R Square
Adjusted R Square
F
p
0.683
0.467
0.452
30.676
0.000
Dari tabel 3 hasil perhitungan di atas diperoleh koefisien korelasi antara self-efficacy dengan kematangan karir adalah sebesar 0.683 dan nilai tersebut signifikan pada p<0.05 (F = 30.676 dan p = 0.000). Sedangkan koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0.467. Hal ini berarti hanya 46.7% varians dari kematangan karir siswa program percepatan
belajar dapat dijelaskan oleh self-efficacy siswa atau dengan kata lain self-efficacy siswa memberikan sumbangan sebesar 46.7% terhadap kematangan karir siswa program percepatan belajar. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap kematangan karir siswa program percepatan belajar.
2) Hasil Berhubungan dengan data kontrol Tabel 4 Perbedaan Mean Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu Variabel
Kematangan Karir
Pendidikan Orangtua (Ibu)
n
Mean
SMU
9
273.22
Akademi
4
262.00
Perguruan Tinggi
24
284.08
Pada tabel 4 diperoleh F-value sebesar 3.772, p=0.033 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan orangtua (Ibu) terhadap kematangan karir pada siswa program percepatan belajar.
F
3.772
Sign.
.033
kematangan karir siswa program percepatan belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa program percepatan belajar yang memiliki kematangan karir yang positif dan self-efficacy yang tinggi akan dapat menentukan pilihan karirnya dengan baik. Hal ini mendukung pendapat Seligman (1994) yang menyatakan bahwa salah satu ciri tingkat kematangan karir yang positif ditandai dengan meningkatnya sikap yang berhubungan dengan kematangan karir yakni self-efficacy. Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan berpikir bahwa kesulitan atau rintangan selalu dapat diatasi melalui pengembangan diri dan ketekunan. Sementara individu yang memiliki self-efficacy rendah akan dengan mudah meyakini kesia-siaan akan usahanya dalam menghadapi kesulitan. Menurut Seligman (1994) pula bahwa salah satu faktor individual
Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara self-efficacy dengan kematangan karir siswa program percepatan belajar yang berarti bahwa dengan dimilikinya self-efficacy yang tinggi maka akan diikuti dengan kematangan karir yang tinggi juga. Begitu pula sebaliknya dengan dimilikinya self-efficacy yang rendah juga akan diikuti dengan kematangan karir yang rendah pula. Hal ini menunjukkan bahwa self-efficacy memiliki peranan dalam menentukan
8
yang mempengaruhi kematangan karir adalah self-efficacy. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patton dan Creed (2003) menyimpulkan bahwa aspek yang berhubungan dengan kematangan karir adalah komitmen terhadap karir, nilai kerja, self-efficacy, self-esteem, usia, gender, kemampuan untuk memutuskan pilihan karir, komitmen terhadap karir dan ketidakmampuan untuk memutuskan pilihan karir. Tingkat kematangan karir yang positif secara umum ditandai dengan adanya peningkatan kesadaran diri; meningkatnya pengetahuan akan pilihan-pilihan karir yang sesuai; meningkatnya kesesuaian antara kemampuan, minat, dan nilai dengan karir yang diinginkan; meningkatnya kesadaran akan karir yang diinginkan; meningkatnya kemampuan dalam perencanaan dan kesuksesan karir; perubahan sikap terhadap hal-hal yang berhubungan dengan karir (selfefficacy); serta meningkatnya kepuasan dan kesuksesan akan perkembangan karirnya (Seligman, 1994). Hal yang juga menarik untuk dibahas adalah bahwa pada anak program percepatan belajar dari identifikasi dengan menggunakan pendekatan three ring conception oleh Renzulli adalah anak-anak ini harus mempunyai kemampuan pengikatan diri pada tugas yang tinggi, dimana salah satu ciri penting dari individu dengan kemampuan pengikatan diri pada tugas yang tinggi adalah mempertahankan pendapatnya kalau sudah yakin dengan sesuatu dan tidak mudah untuk melepaskan pendapatnya tersebut. Ciri lain yang juga turut mempengaruhi adalah kapasitas di dalam ketekunan, keuletan, kerja keras, dan latihan terus menerus. Hal ini terkait dengan self-efficacy tinggi yang akan menyukai tantangan-tantangan yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam suatu aktivitas, meningkatkan usaha ketika kinerja yang dilakukan gagal mencapai tujuan yang diinginkan, mencari penyebab kegagalan, tidak mengalami kecemasan dalam melakukan pendekatan terhadap tugas yang mengancam dan memiliki tingkat stress rendah. Sebaliknya individu dengan selfefficacy rendah akan menghindari tugas yang
dianggap sulit, tidak mau berusaha lebih keras lagi dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan-kesulitan, sulit melepaskan diri dari defisiensi yang dialami, menghilangkan atau mengurangi perhatian terhadap tugas-tugas, tingkat aspirasi rendah, tingkat kecemasan tinggi dan mudah mengalami stress (dalam Bandura, 1986). Agar para remaja yang tergolong dalam siswa program percepatan belajar dapat memilih karir dengan tepat dalam hal ini adalah keputusan tentang pendidikan lanjutan, memerlukan tingkat kematangan karir yang baik, karena tingkat kematangan karir mempengaruhi kualitas pemilihan karir. Semakin tinggi tingkat kematangan karir akan membuat seseorang mampu dalam membuat pemilihan karir yang tepat. Sebaliknya semakin rendah tingkat kematangan karir akan menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan karir, dalam hal ini adalah kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan. Berdasarkan dari adanya hubungan antara self-efficacy dan kematangan karir juga menunjukkan bahwa subyek sudah memiliki keyakinan terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas tertentu yakni menentukan pilihan karirnya, sehingga dapat dikatakan bahwa subyek sudah mencapai kematangan karir dan dapat menentukan pilihan karir dengan tepat. Menurut Super, dkk (dalam Seligman, 1994) keberhasilan seseorang dalam mengatasi tugas perkembangan yang berhubungan dengan kejuruan atau vokasional disebut sebagai kematangan karir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel self-efficacy memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kematangan karir pada siswa program percepatan belajar. Namun sumbangan yang diberikan dapat dikatakan tidak besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 46.7% saja dari kematangan karir yang dapat dijelaskan melalui self-efficacy. Berarti masih banyak faktor lain yang turut mempengaruhi kematangan karir yang tidak terukur dalam penelitian ini, dan pengaruh faktor-faktor
9
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis hasil yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada siswa program percepatan belajar. Hal ini berarti Hipotesa Nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada siswa program percepatan belajar, ditolak dan Hipotesa Alternatif (Ha) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada siswa program percepatan belajar, diterima.
tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan self-efficacy. Hasil tambahan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pendidikan orangtua (ibu) terhadap kematangan karir siswa program percepatan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan orangtua dalam hal ini ibu mempengaruhi kematangan karir siswa program percepatan belajar. Menurut Penick dan Jepsen (dalam Seligman, 1994) mengemukakan bahwa keluarga dalam hal ini tingkat pendidikan orangtua berperan sangat penting dalam pembentukan identitas vokasional daripada faktor lain seperti achievement, gender atau status sosial ekonominya. Selain itu, data lain yang juga terungkap pada penelitian ini adalah bahwa pada variabel kematangan karir jika dilihat dari perbedaan mean berdasarkan jenis kelamin dan usia didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Tidak adanya perbedaan yang signifikan dilihat dari perbedaan mean berdasarkan jenis kelamin antara subyek lakilaki dan perempuan bisa dikarenakan adanya perbedaan di dalam kelompok penelitian itu sendiri dimana jumlah sampel antara subyek laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan yang cukup jauh. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa skor pada kematangan karir wanita lebih tinggi daripada skor kematangan karir pria (Alvi & Khan, 1983; Herr & Enderlein, 1976; King, 1989; Lokan, 1984; Luzzo, 1995; Westbrook, 1984). Hasil penelitian dilihat dari perbedaan mean berdasarkan usia juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini dikarenakan rentang usia pada subyek tidak jauh berbeda dan mereka masih berada pada tahap perkembangan yang sama. Hasil ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Thomson dan Lindeman (1981) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada skor kematangan karir pelajar SMU yang berusia lebih tua dari pada pelajar SMU yang berusia lebih muda.
Saran Saran Metodologis Setelah mengkaji kembali penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Untuk itu, peneliti menyampaikan beberapa saran untuk perbaikan dalam penelitian lebih lanjut. 1) Agar penelitian lebih representatif sebaiknya jumlah sampel dalam penelitian selanjutnya lebih banyak untuk menghindari adanya bias kesalahan. 2) Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara insidental sehingga penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada populasi seluruh remaja berbakat. Oleh sebab itu maka apabila dilakukan penelitian lebih lanjut, disarankan pengambilan sampel dilakukan secara random dan jumlah sampel lebih besar. Pengambilan sampel secara random memungkinkan hasil penelitian dapat digeneralisasikan ke populasi. 3) Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kematangan karir yang tidak diukur dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi, jenis pekerjaan orang tua dan ibu bekerja atau tidak, sehingga untuk penelitian selanjutnya agar turut disertakan.
10
Saran Praktis 1) Perlunya diadakan Pelayanan Bimbingan Karir bagi anak berbakat sesuai dengan bakat dan minatnya mengingat usia mereka yang masih relatif muda di dalam menentukan pilihan karir yang tepat. 2) Mengadakan suatu kegiatan seperti, workshop, seminar dengan mengundang narasumber/pakar di bidang bimbingan karir. 3) Memberikan bimbingan dan konseling karir kepada orangtua siswa berbakat. 4) Mengadakan kunjungan ke dunia kerja untuk bisa melihat langsung antara teori yang sudah di dapat dengan praktek yang ada di lapangan.
http://www.ditplb.or.id/2006/index.ph p?menu=profile&pro=68&iduser5. 9 Maret 2007. Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Rosda Karya Hawadi, Reni Akbar. (2004). Akselerasi. A-Z Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo. Hawadi, Reni Akbar. (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektual melalui Metode Non-Tes, Dengan Pendekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Jakarta: Grasindo. Hawadi, Reni Akbar & Wihardjo, R. Sihadi Darmo & Wiyono, Mardi. (2001). Keberbakatan Intelektual, Panduan Bagi Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar. Jakarta: Grasindo.
Daftar Pustaka
Isaacson, L, E & Brown, D.. (1997). Career Information, Career Counseling and Career Development (6th Ed). Boston: Ally & Bacon.
Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Komandyahrini, E (2007). Hubungan SelfEfficacy dan Kematangan Dalam Memilih Karir Siswa Program Percepatan Belajar : Penelitian Pada SMAN 81 Jakarta dan SMA Labschool Jakarta. Skripsi. Tidak Di[ublikasikan.
Archer, Sally L. (1994). Intervention for Adolescent Identity Development. Newbury Park: Sage Publiscation Inc. Bandura, Albert. (1986). Social Foundation of Thought and Action, A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. Bretz,
Millgram, R.M. (1991). Counseling Gifted and Talented Children; A Guide for Teachers, Counselors, and Parents. New Jersey: Ablek Publ. Co.
N.E & Hackett, G (1981). The Relationship of Career Related SelfEfficacy Expectations to Perceived Career Options in College Women and Men. Journal of Counseling Psychology, 28 (5) 399- 410.
Munandar, Utami. (1992). Keberbakatan dan Kreativitas. Jakarta: Depdikbud. Munandar, S.C. Utami. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Penuntun bagi Guru dan Orang tua. Jakarta: Grasindo.
Brown, Duane & Brooks, Linda. (1996). Career Choice and Development. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, [On-line article], Informasi Mengenai Program Percepatan Belajar Bagi Siswa Berbaakat Akademik. Available:http://www.ditplb.or.id/2006 /index.php?menu=profile&pro=& iduser=5. 7 Maret 2007.
Newman, B.M & Newman, P.R (1979). Development Through Life: A Psychosocial Approach (Revised Ed). Illinois : The Dorsey Press. Pajares, Frank & Tim Urdan. (2005). SelfEfficacy Beliefs of Adolescents. USA: IAP-Information Age Publishing, Inc.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, [On-line article], Hubungan Pola Interaksi Guru BP Dengan Remaja Dalam Layanan Bimbingan Karir dan Kemandirian Remaja Dengan Eksplorasi dan Komitmen Identitas Vokasional Remaja Akhir. Available:
Patton, Wendy & Creed, Peter. A. (2003). Predicting Two Components of Career Maturity in School Based Adolescents. Journal of Career Development, Vol. 29, No. 4. 277-290.
11
Patton, W. (2001). Developmental Issue in Career Maturity and Career Decision Status. Career Developmental Quartely, June 2001. Available http://www.findarticles.com/p/articles/ mim0JAX/is449 /ai_807467.html. 7 Maret 2007.
Super. D.E., Savickas, M.L., & Super, C.M. (1996). The Life Span, Life-Space Approach To Careers. In Brown, D, Brocks, L & Associates (EDS). Career Choice and Development (3rd ed). California: Jessey Bass Inc. Terwillinger, J.S. (1963). Dimension of Occupational Preference Education and Psychological Measurement.
Seligman, Linda. (1994). Developmental Career Counseling and Assessment (2nd ed). Thousand Oaks: Sage.
Wahyono, Tekad. (2001). Efektivitas Pelatihan Persiapan Kerja Untuk Meningkatkan Kematangan Vokasional Pada Remaja. Jurnal Insan Media Psikologi. Vol. 3 No. 2 Agustus 2001, 99-108.
Southern, W. Thomas & Jones, Eric. D (1991). The Academic Acceleration of Gifted Children. New York: Teachers College Press. Spokane, A.R. (1991). Career Intervention. New Jersey: Prentice Hall. Santrock,
Winkel, W.S. & Hastuti, M.M. Sri. (2006). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
W.J. (2001). Educational Psychology. New York : McGraw Hill Companies.
12
PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKSELERASI Jennia Rita Syamril dan Irwan Nuryana. K Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik apakah pelatihan kecerdasan emosi memberikan pengaruh terhadap keterampilan sosial pad asiswa akselerasi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dengan memberikan perlakuan berupa pelatihan kecerdasan emosi pada seluruh subjek. Materi yang diberikan dalam pelatihan ini adalah kemampuan intrapribadi, kemampuan antarpribadi, ketahanan menanggung stres, penyesuaian diri dan suasana hati.Subjek penelitian ini berjumlah 30 orang dan 17 orang yang berhasil dianalisis. Seleksi subjek yang dianalisis dilakukan berdasarkan kehadiran subjek selama mengikuti setiap tahap penelitian. Subjek adalah seluruh siswa akselerasi kelas X SMU Negeri 3 Yogyakarta yang berusia antara 13-16 tahun. Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan tretments by subject desain, dengan menggunakan metode analisis data paired sample t-test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh pelatihan kecerdasan emosi terhadap keterampilan sosial siswa akselerasi. Kata kunci / Keyword : Pelatihan kecerdasan Emosi, Keterampilan Sosial, Siswa Akselerasi
Pendahuluan
memberikan
Mengikuti arus zaman yang terus
pemantapan
melaju pesat, harus diikuti juga dengan kemampuan
intelektual
yang
tinggi
kematangan spiritual
emosi
(http.//
dan
www.mail-
archieve.com )
dan
Program
akselerasi
pada
mencetak generasi-generasi baru yang juga
pelaksanaannya ternyata ditemukan berbagai
dituntut untuk memiliki kemampuan kognitif
masalah. Seorang Wakil Kepala Sekolah
dan mental yang tinggi agar dapat bertahan
salah satu SMU di Yogyakarta mengeluarkan
dan bersaing untuk mencapai sukses. Salah
pernyataannya tentang
satu antisipasi atau cara yang ditempuh
yaitu
pemerintah
sekolah ini saya menemukan beberapa hal
generasi
Indonesia yang
mengadakan
untuk
unggul terobosan
membentuk
adalah
dengan
dalam
aneh
dunia
selama
seperti,
berkomunikasi,
kelas akselerasi,
pelaksanaan
siswa
akselerasi
terlihat
mengalami
di
kurang
ketegangan,
pendidikan, yaitu dengan membentuk program
kurang bergaul, dan tidak suka
akselerasi atau percepatan.
pada pelajaran olahraga. Mereka tegang
Menurut Hawadi (2004) akselerasi adalah
kemajuan
yang
diperoleh
seperti robot, Kami juga mendapat laporan
dalam
dari
orangtua
bahwa
berkomunikasi
cepat atau dalam usia yang lebih muda
www.republika.co.id
daripada
usia
dari
Pernyataan yang sama juga diberikan oleh
program
akselerasi
memberikan
seorang guru salah satu sekolah menengah di
pelayanan
untuk
intelektual
untuk
Tujuan
adalah
anak
berbakat
Jakarta
yang
30
mengatakan
April
bahwa
(http.// 2005).
anak
menyelesaikan
akselerasi memiliki pergaulan yang lebih
pendidikan lebih awal. Program akselerasi
terbatas daripada kelas umum karena teman
dirancang
mengasah
satu ruangannya dan guru-gurunya dalam 2
sekaligus
tahun selalu sama. Guru menjadi khawatir
kemampuan
khusus
dapat
secara
anaknya.
sulit
program pengajaran pada waktu yang lebih
konvensional.
dengan
mereka
untuk
intelektual
dan
13
bahwa percepatan belajar dapat menimbulkan
Keterampilan
sosial
merupakan
dampak negatif dikemudian hari karena masa
kemampuan yang beraneka ragam untuk
remaja dan bermain mereka terenggut (http.//
mengeluarkan prilaku-prilaku yang tampak,
www.kompas.com 23 Juli 2005)
baik berupa tingkah laku positif maupun
Kecerdasan emosional dapat diasah dengan
adanya
pelatihan-pelatihan
negatif dan tidak mengeluarkan prilaku yang
atau
dilarang atau tidak disukai orang lain (Libet &
training yang cendrung akan lebih efektif.
Lewinson dalam Cartledge & Milburn , 1995).
Untuk itu berdasarkan latar belakang masalah
Sementara itu menurut Saphiro (1997)
diatas maka perlu diadakannya training atau
keterampilan sosial yaitu kemampuan anak
pelatihan
untuk
untuk bergaul dengan orang lain, mengenali
meningkatkan kemampuan siswa akselerasi
dan mampu bereaksi dengan tepat terhadap
dalam
keterampilan
situasi-situasi sosial, serta mampu mencari
sosialnya. Pelatihan kecerdasan emosi juga
titik temu antara kebutuhan dan harapannya
diharapkan mampu meningkatkan karakteristik
dengan harapan dan kebutuhan orang lain.
siswa akselerasi yang tidak hanya memiliki
Sejalan dengan hal itu, Goleman (1999)
kecerdasan intelektual
menambahkan bahwa keterampilan sosial
kecerdasan
emosi
mengembangkan
tapi juga memiliki
kecerdasan emosional, yang sangat berperan
adalah
kemampuan
anak
untuk
dalam kesuksesan siswa dalam berkiprah di
mengendalikan emosinya dengan baik pada
dunia pekerjaan nantinya.
saat berhubungan dengan orang lain, memiliki kemampuan untuk membaca situasi dan
Rumusan Masalah Permasalahan
yang
mampu berinteraksi dengan lancar serta dikemukakan
dalam
menjalin persahabatan yang sehat.
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
Sementara
itu
akselerasi
adalah
yang signifikan pelatihan kecerdasan emosi
program percepatan belajar untuk SD, SLTP,
terhadap
SMU dirancang oleh pemerintah pada tahun
keterampilan
sosial
siswa
akselerasi?
2000. Akselerasi didefenisikan sebagai salah satu
bentuk
pelayanan
pandidikan
yang
Tinjauan Teoritis
diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan
Keterampilan Sosial
kemampuan
Menurut
Michelson
(Prawitasari
&
luar
biasa
untuk
dapat
menyelesaikan pendidikan lebih awal dari
Hadjnar, 2002) keterampilan sosial meliputi
waktu
keterampilan-keterampilan
(http//www.depdiknas.go.id)
memberikan
yang
ditentukan
pujian, mengeluh karena tidak setuju terhadap sesuatu hal, menolak permintaan orang lain,
Faktor-faktor
kemampuan bertukar pengalaman, menuntut
keterampilan sosial siswa akselerasi
hak pribadi, memberikan saran kepada orang
yang
Cartledge
dan
lain, pemecahan konflik atau masalah, serta
mengatakan
ada
berhubungan dengan orang lain yang lebih tua
mempengaruhi
atau lebih tinggi statusnya.
sosial remaja, yaitu :
Milburn
beberapa
terbentuknya
a. Karakteristik remaja
14
mempengaruhi
faktor
(1995) yang
keterampilan
Pelatihan Kecerdasan Emosi
Karakteristik pribadi dan lingkungan tempat anak tumbuh adalah salah satu hal yang
sangat
sosial
mempengaruhi
remaja.
keterampilan
etimologis
atau
bahasa berdasarkan kamus psikologi dari Kartono dan Gulo (2000) mengartikan sebagai
akan
sebuah instruksi, perlakuan, manipulasi, yang
mengalami kesulitan untuk mulai berinteraksi
harus dijalani oleh seekor binatang atau
dan bergaul dengan orang lain Karakteristik
seorang manusia agar dapat memahami atau
remaja yang membentuk keterampilan sosial
sanggup melaksanakan tugas atau peran
meliputi :
tertentu.
tertutup
dengan
secara
tipe
kepribadian
Remaja
Pelatihan
(introvert)
1. Fase perkembangan
Sementara itu menurut Wexel dan
2. Jender
Yukl
(As ad
2002),
3. Kemampuan kognitif
pengembangan
adalah
pelatihan
dan
istilah-istilah
yang
menyangkut usaha-usaha yang terencana dan b. Kriteria lingkungan sosial
diselengarakan agar mencapai penguasaan
Lingkungan sosial itu mencakup :
akan keterampilan pengetahuan dan sikap-
1. Konteks budaya
sikap yang relevan terhadap pekerjaan. Sikula
2. Situasi yang spesifik
(As ad 2002) juga berpendapat bahwa training
3. Hubungan dengan teman sebaya
adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan
Aspek
aspek Keterampilan Sosial Siswa
mempelajari
Menurut Mager (Cartledge & Milburn, aspek-aspek
keterampilan
sistematis
dan
terorganisir, dimana tenaga non_managerial
Akselerasi
1995),
prosedur
pengetahuan dan ketrampilan
teknis untuk tujuan-tujuan tertentu.
sosial
Goleman (2000) sendiri berpendapat
remaja adalah:
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
a. Kesopanan
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan
Meliputi
perilaku
remaja
dalam
orang lain, kemampuan memotivasi diri dan
menunjukkan sikap yang positif terhadap
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri
teman-teman sebaya maupun orang dewasa.
dalam
Sikap tersebut antara lain memberikan pujian
kemampuan
dan senyuman, mengucapkan terima kasih,
frustrasi, mengatur suasana hati dan menjaga
membuat pernyataan yang positif dan prilaku
agar beban stres tidak tidak melumpuhkan
yang baik dalam situasi yang beraneka ragam.
kemampuan berfikir, serta berempati dan
b. Kerjasama
berdoa.
Meliputi kemampuan remaja untuk berpartisipasi
dalam
pekerjaan
berhubungan
bertahan
Mayer
menambahkan
kelompok
untuk
dengan
orang
menghadapi
(Goleman,
kecerdasan
lain,
emosi
2000) adalah
kemampuan memantau dan mengendalikan
dengan teman sebaya atau orang yang lebih
perasaan
dewasa,
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
kemampuan
menjalankan
pertemanan dan dapat mengikuti aturan yang
sendiri
dan
orang
lain
serta
memandu pikiran dan tindakan.
berlaku dalam kelompoknya.
Sementara kecerdasan
15
emosi
itu
menurut
adalah
BarOn
sekumpulan
kecakapan
dan
sikap
yang
Pengaruh
jelas
Pelatihan
Kecerdasan
Emosi
perbedaannya, namun saling tumpang tindih.
Terhadap Keterampilan Sosial pada Siswa
Kumpulan ini dapat dikelompokkan ke dalam
Akselerasi
lima tema umu atau ranah, yaitu intrapribadi, antarpribadi,
penanganan
terhadap
Penyelenggaraan sistem percepatan
stres,
kelas (akselerasi) bagi siswa yang memiliki
penyesuaian diri, dan suasana hati. Kelima
kemampuan
ranah ini kemudian dikelompokkan lagi ke
merupakan salah satu strategi alternatif yang
dalam lima belas unsur yaitu, kesadaran diri,
relevan,
asertifitas, kemandirian, pengahargaan diri,
memberikan pelayanan pendidikan sesuai
aktualisasi diri, empati, tanggung jawab sosial,
dengan potensi siswa, juga bertujuan untuk
hubungan antarpribadi, pemecahan masalah,
mengimbangi
uji
dalam kelas klasikal atau reguler. Nasichin
realitas,
sikap
menanggung
stres,
kebahagiaan,
dan
fleksibel,
ketahanan
pengendalian yang
dan
kecerdasan
disamping
luar
bertujuan
kekurangan
yang
biasa
untuk
terdapat
impuls,
(Hawadi, 2004) mengelompokkan tujuan dari
adalah
penyelenggaraan program percepatan belajar
terakhir
optimisme (Stein & Book, 2002).
kedalam 2 kelompok, tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum antara lain:
Aspek
kecerdasan
emosi
telah
1. Memberikan
ditemukan oleh penelitian Goleman (1996),
peserta
yang
karakteristik
mengemukakan
bahwa
komponen
kecerdasan emosi terdiri dari aspek-aspek: a) kesadaran diri
b) pengaturan diri
:
yang
khusus
didik
sesuai
pendidikan dirinya
sehingga berdampak positif, mampu pulih
3. Memenuhi minat
dari tekanan emosi.
terdalam
:
perspektif
menggunakan
untuk
menggerakkan
hasrat
untuk
bertahan
dan
menghadapi
depan
peserta
Tujuan khususnya adalah : 1. Menghargai
peserta
didik
yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan
berdasarkan perspektif orang lain. menangani
intelektual dan
pemimpin masa depan.
: mampu memahami sesuatu
e) ketrampilan sosial :
masa
kebutuhan
4. Menyiapkan peserta didik menjadi
kegagalan dan frustasi . d) empati
aspek
didik.
menuntun seseorang menuju sasaran, inisiatif
dari
dengan
emosi
c) motivasi
memiliki
2. Memenuhi hak asasi selaku peserta
diri.
menangani
didik
kepada
kognitif dan afektifnya
: memiliki tolak ukur
yang realistis atas kemampuan
pelayanan
luar biasa untuk dapat menyelesaikan emosi
pendidikan lebih cepat.
dengan baik ketika berhubungan dengan
2. Memacu kualitas atau mutu siswa
orang lain dan cermat membaca situasi
dalam
dan jaringan sosial, bernteraksi dengan
spiritual,
lancar, menggunakan ketrampilan untuk
secara berimbang.
mempengaruhi dan memimpin orang lain,
Sementara itu, kenyataan yang terjadi
menyelesaikan
perselisihan
dan
meningkatkan inteletual
dan
kecerdasan emosional
adalah siswa yang masuk kelas akselerasi
bekerjasama dengan baik dalam tim
mengalami gangguan emosi dan cenderung
16
lebih fokus pada diri sendiri karena dibebani
1.Variabel bebas :pelatihan kecerdasan emosi
oleh muatan pelajaran yang tidak sesuai
2. Variabel tergantung :keterampilan
dengan tingkat perkembangan siswa.
pada siswa kelas akselerasi.
Memahami kecerdasan emosi pada
sosial
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
siswa akselerasi merupakan suatu hal yang
a. Pelatihan kecerdasan emosi
kompleks. Siswa akselerasi merupakan sosok
Pelatihan kecerdasan emosi adalah suatu
yang
usaha yang terencana dan diselenggarakan
sama
dengan
anak
biasa
pada
umumnya, yaitu sama-sama membutuhkan
agar
ruang yang cukup untuk meningkatkan aspek
kemampuan
afektif atau kecerdasan emosi dalam diri
memahami perasaan dirinya sendiri dan orang
mereka. Mereka juga memiliki kebutuhan
lain, sehingga nantinya ia mampu mengelola,
untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial
mengontrol dan mengekspresikannya dalam
serta kebutuhan untuk memiliki kualitas waktu
bentuk sikap dan perilaku secara tepat,
yang seimbang antara kegiatana personal dan
sehingga mampu mengatasi berbagai tekanan
interpersonal,
dan
agar
siswa
dapat
mencapai
penguasaan
seorang
permasalahan,
individu
mampu
dalam
berinteraksi
memaksimalkan potensi dan mengembangkan
dengan
lain
secara
tepat
kecerdasan emosinya.
mengkombinasikannya
dengan
kecerdasan
Berdasarkan arti penting keberadaan kecerdasan
emosi
bagi
siswa
orang
terhadap
dan
intelektual yang dimiliki
akselerasi
b. Keterampilan sosial
terutama dalam lingkungan afektifnya, maka
Keterampilan
sosial
adalah
sangat dibutuhkan upaya untuk meningkatkan
kemampuan individu untuk berprilaku sesuai
pemahaman tentang arti penting kecerdasan
dengan aturan yang ada ataupun yang
emosi pada siswa akselerasi. Salah satu
diinginkan oleh orang lain sehingga seseorang
upaya tersebut adalah dengan mengadakan
dapat berinteraksi ataupun memulai interaksi
pelatihan
dengan
kecerdasan
kecerdasan pemahaman kecerdasan
emosi
emosi.
akan
tentang emosi
Pelatihan
menumbuhkan peran
dalam
orang
lain.
Perilaku
tersebut
diantaranya adalah dapat menghargai dan
penting
memahami perasaan orang lain, lebih mampu
membangun
mengontrol diri, menjalin kerjasama, dan
ketrampilan sosial pada siswa akselerasi.
dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku. Ketrampilan sosial siswa akselerasi
Metode Penelitian
diukur
Hipotesis Penelitian
ketrampilan
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
dengan
menggunakan
sosial
Rand
Social
skala Baterry.
Ketrampilan sosial siswa akselerasi diketahui
Adanya pengaruh yang signifikan pelatihan
melalui skor yang diperoleh subjek setelah
kecerdasan
mengisi skala Rand Social Baterry. Semakin
emosi
terhadap
keterampilan
sosial siswa akselerasi .
tinggi
skor
semakin Variabel Penelitian Variabel-variabel
Sebaliknya yang
digunakan
diperoleh
dalam penelitian ini adalah :
yang baik
diperoleh keterampilan
semakin anak
rendah
semakin
keterampilan sosialnya.
17
anak,
maka
sosialnya. skor
yang
rendah
pula
Subjek Penelitian
Metode Analisis Data
Populasi penelitian ini adalah siswa sekolah
menengah
atas
yang
Menggunakan metode paired sample
mengikuti
t-tes, perbandingan antara skor pretest dan
program akselerasi. Sementara yang diambil
posttest dari kelompok eksperimen. Analisis
menjadi sampel adalah
data dilakukan dengan SPSS versi 11.5 for
siswa kelas X
program akselerasi di SMU 3 Yogyakarta
windows.
berjumlah 30 orang. Seluruh sampel akan Hasil Penelitian
diberikan pelatihan kecerdasan emosi.
Hasil analisis untuk perbedaan skor Rancangan Eksperimen Penelitian
pretest dan posttest subjek adalah nilai beda menggunakan
(t) sebesar 0.823 dengan p = 0.423 (p > 0.01).
yaitu
suatu
Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan
pendekatan yang dilakukan dengan tujuan
antara skor pretest dan posttest pada subjek
untuk mengetahui adanya pengaruh di antara
(analisis lengkap pada lampiran )
pendekatan
ini
eksperimen,
variabel-variabel pelatihan kecerdasan emosi dan
ketrampilan
dengan cara diperoleh
sosial
siswa
akselerasi
membandingkan skor
subyek
setelah
Lebih lanjut, walaupun tidak terdapat
dan
perbedaan yang signifikan pada skor subjek
yang
antara sebelum dan setelah dilakukannya
sebelum
pelatihan, tetapi terjadi penurunan nilai rerata
diberikan pelatihan.
skala interaksi sosial pada skor pretest dan
Desain eksperimen yang digunakan dalam
posttest dari 30.5 menjadi 29.5 pada rerata
penelitian ini adalah treatments by subject
posttest setelah dilakukannya eksperimen.
design.
Berdasarkan hasil analisis di atas, Berdasarkan
penulis
menyusun
hal
tersebut,
rancangan
maka
maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada
eksperimen
sebagai berikut : Y1
X
Y2
pengaruh
yang
signifikan
kecerdasan
emosi
terhadap
pelatihan kemampuan
interaksi sosial siswa akselerasi ditolak.
Keterangan : Y1
: Pengukuran Pretes
Y2
: Pengukuran Posttest
X
:
Perlakuan
berupa
Diskusi Tujuan penelitian yang ingin menguji pelatihan
secara empirik apakah pelatihan kecerdasan
kecerdasan emosi
emosi mampu secara efektif meningkatkan kemampuan interaksi sosial siswa akselerasi
Metode Pengumpulan Data
tidak mendapat support empirik. Hipotesis
Metode penelitian yang digunakan
penelitian
yang
dalam penelitian ini adalah menggunakan
pelatihan
kecerdasan
metode skala dan observasi. Metode skala
keterampilan sosial siswa akselerasi ditolak.
nantinya akan dibandingkan dengan observasi
Ini berarti penelitian ini belum efektif dalam
pada saat analisis penelitian.
meningkatkan akselerasi.
18
berbunyi
ada
pengaruh
emosi
terhadap
keterampilan
sosial
siswa
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Berdasarkan pembahasan
hasil
dapat
penelitian
disimpulkan
dan
As ad, Moh, S.U. 2002. Psikologi Industri, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty
bahwa
pelatihan kecerdasan emosi tidak mampu meningkatkan
kemampuan
Cartledge, G & Milburn, J. F. 1995. Teaching Social Skill to Children and Youth Third Edition. USA : Allyn and Bacon
keterampilan.
sosial pada siswa akselerasi.
Goleman, D. 1999. Working With Emotional Intelligence (Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Saran Penulis memberikan beberapa saran
___________. 2000. Executive EQ : Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi (Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
yang ditujukan kepada beberapa pihak, antara lain : 1. Saran terhadap orangtua murid Orangtua
murid
sebagai
keluarga
Hawadi, R.A. 2004. Akselerasi A-Z Info Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta : Gramedia Widya Sarana Ind
utama dari subjek harus mampu menjalin interaksi sosial yang harmonis dan
bersifat
dua arah kepada subjek, sehingga nantinya diharapkan
subjek
mampu
Kartono, Kartini, & Gulo, Dali. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya
berinteraksi
Olviana, A. 2005. Pengaruh Pelatihan kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan perkembangan Moral Anak SD. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
dengan baik dengan lingkungannya. 2. Saran terhadap guru Penulis mengharapkan agar selain memberikan materi yang isinya pelajaran, guru dapat juga memberikan materi-materi
Sari, H. 2004. Pengaruh Pelatihan Kcerdasan Emosi Terhadap Penurunan Agresivitas Anak Di Sekolah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
berupa keterampilan dan kompetensi sosial anak
yang
terdapat
dalam
pelatihan
kecerdasan emosi. 3. Saran terhadap peneliti selanjutnya Penelitian ini masih memiliki beberapa
Shapiro L. 1997. Mengajarkan Emosional Intelligence pada Anak. Jakarta: Buana Printing.
keterbatasan, diantaranya pada kelompok subjek, alat ukur, pelaksanaan eksperimen, serta
kurangnya
penggalian
informasi
Stein, S. J. & Book, H. E. 2000. Ledakan Eq : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses (Terjemahan). Bandung: Kaifa
tambahan. Pada penggunaan kelompok subjek, penulis
mengharapkan
agar
peneliti
kelompok subjek yaitu kelompok eksperimen
Syamril, J.R. (2007). Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Emosi Terhadap Keterampilan Sosial Siswa Akselerasi. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
dan
http : //www.kompas.com
23/07/05
http : //www.republika.co.id
30/08/05
selanjutnya
dapat
kontrol.
pengaruh
Hal
menggunakan
ini
eksperimen
dimaksudkna dapat
dua
agar
benar-benar
dilihat dengan cara membandingkan kedua
---------------------------. 2005. Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa Yang Memiliki Kemampuan Luar Biasa. http//www.depdiknas.go.id.
kelompok tersebut.
19
DINAMIKA KECERDASAN EMOSI PADA SISWA AKSELERASI DI SDN KENDANGSARI 1 SURABAYA Nuri Fauziah dan Nono Hery Y AbstraK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana dinamika kecerdasan emosi pada siswa akselerasi di SDN Kendangsari I Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Unit analisis dari penelitian ini adalah dinamika kecerdasan emosi siswa akselerasi ditinjau dari lima dimensi kecerdasan emosi, yaitu mengenal emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenal emosi orang lain dan membina hubunganProsedur pemilihan subjek yang dilakukan adalah model pemilihan tipikal, yaitu subjek yang diambil dianggap mewakili kelompok normal. Dalam pemilihannya peneliti meminta kesediaan siswa akselerasi yang ada untuk menjadi subjek. Dari sembilan siswa akselerasi yang terdapat di sekolah itu, empat orang siswa menyatakan kesediaannya menjadi subjek penelitian. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tematik, dengan menggunakan koding dari hasil transkrip wawancara yang telah diverbatim, serta hasil observasi dalam bentuk catatan lapangan. Teknik analisis ini terdiri dari tiga tahapan yaitu ; open koding, axial koding, selective koding. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh dan kebiasaan yang didapat siswa mempengaruhi dinamika kecerdasan emosi yang terjadi. Perbedaan sikap serta perilaku di sekolah maupun di rumah juga sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor tersebut. Hal ini yang mempengaruhi keterampilan siswa dalam mengenal emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi oranglain, serta membina hubungan. Disamping itu iklim kompetitif yang kental serta keterampilan memotivasi diri siswa mempengaruhi motivasi berprestasi mereka yang dapat dikatakan cukup tinggi tersebut. Disisi lain mengenai keterbatasan pergaulan yang mereka hadapi tidak lantas mempengaruhi keterampilan membina hubungan dengan orang lain, meskipun demikian pada kenyataannya mereka cenderung lebih senang berteman dengan teman sesama akselerasi saja, dan menghabiskan sebagian besar waktu bermain di kelasnya. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku eksklusif juga berlaku pada siswa-siswa akselerasi tersebut. Kata Kunci/Keywords : Kecerdasan Emosi, Siswa Akselerasi
Pendahuluan
(http://www.indomedia.com/poskup/2004/09/0
Dinamika program pendidikan nasional sangat
1/edisi01/0109pin2.htm )
terasa. Dari tahun ke tahun hampir selalu ada
Salah
satu
fenomena
yang
masih
program baru yang dicanangkan pemerintah
menjadi polemik dalam dunia pendidikan saat
untuk diterapkan di sekolah-sekolah, mulai
ini adalah mengenai program akselerasi yang
dari perubahan kurikulum hingga perubahan
diadakan beberapa sekolah yang dianggap
kebijakan-kebijakan teknis. Suara sumbang
mampu dan layak untuk mengikuti program
hampir
muncul
tersebut. Program akselerasi adalah suatu
menanggapi perubahan-perubahan itu. Ada
sistem pendidikan yang dikembangkan oleh
yang menganggap perubahan itu sebagai
Departemen
bukti ketidakmatangan pemerintah kita dalam
mempersingkat atau mempercepat masa studi
melahirkan suatu kebijakan dan program.
(http://psikologi.ugm.ac.id/Lustrum8
Sering terjadi tumpang tindih bahkan terkesan
/b2/index.php?cat=2). Adapun waktu yang
ada
digunakan
tidak
dapat
kebingungan
terelakkan
dalam
penerapannya,
Pendidikan
untuk
Nasional
menyelesaikan
dengan
program
karena gagasannya tidak tersosialisasikan
belajar ini dapat dipercepat sesuai dengan
secara
potensi siswa berbakat. Pada Sekolah Dasar
baik
sampai
ke
tingkat
bawah.
(SD) dimana kelas reguler pada umumnya
Berdasarkan
penelitian
dilakukan
menempuh waktu 6 tahun, maka pada kelas
terhadap 231 siswa (usia 15-19 tahun) yang
akselerasi bisa menjadi 5 tahun. Sedangkan
terdiri dari siswa Sekolah Menengah Umum
untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SMU) di Semarang dan Yogyakarta. Mereka
(SLTP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA),
diidentifikasi sebagai siswa berbakat tinggi
masing-masing dari 3 tahun menjadi 2 tahun
(highly
atau bahkan lebih cepat dari itu, sesuai
sedang (moderately gifted students), dan
dengan potensi siswa yang bersangkutan.
siswa non berbakat (non-gifted students)
Setidaknya ada tiga dampak negatif dari pengimplementasian belajar
ini.
program
percepatan
Pertama,
kecemburuan
karena
menimbulkan
perlakuan
gifted
students),
siswa
berbakat
masing-masing 77 siswa.
Dari penelitian
tersebut
berbakat
diketahui,
anak
tinggi
cenderung lebih formal dalam bersosialisasi,
yang
lebih
menyukai
kesendirian
atau
kurang
diskriminatif. Guru akan lebih banyak menaruh
menyukai stimulasi sosial. Mereka cenderung
perhatian kepada kelas khusus ini ketimbang
memiliki
kelas biasa. Di satu sisi melindungi hak asasi
kepentingan
anak
untuk
(http://www.kompas.com/kompas-
tetapi
cetak/0208/06/jateng/sist26.htm).
yang
dianggap
luar
mendapatkan
pelayanan
sesungguhnya
di
sisi
biasa lebih,
orang
mementingkan lain)
rendah
Fakta di lapangan yang mengatakan
pelanggaran hak asasi karena siswa biasa
bahwa banyak anak-anak yang masuk kelas
pun berhak mendapat pelayanan maksimal.
akselerasi mengalami gangguan emosi, stres
Kedua,
teralienasi
karena dibebani oleh muatan pelajaran ini,
(tersisihkan dari lingkungan sekolah) bagi
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
sebagian besar siswa dikategorikan kurang
anak. Hal ini disebabkan waktu yang dimiliki
cerdas,
oleh mereka lebih banyak digunakan untuk
yang
akan
juga
(sifat
terjadi
menimbulkan
lain
altruisme
rasa
memicu
rendahnya
motivasi belajar, dan bahkan mungkin akan
belajar
memicu perilaku menyimpang karena mereka
bersosialisasi ataupun mengikuti kegiatan lain.
merasa
oleh
Oleh karenanya tidak sedikit siswa akselerasi
sistem kelas yang diciptakan sekolah. Ketiga,
yang kesulitan membagi waktu antara belajar,
demikian
bagi
bergaul dan bermain. Terutama pada anak
sebagian siswa yang termasuk ke dalam kelas
sekolah dasar, masa bermain adalah masa
unggulan akan berperilaku egois, angkuh, dan
yang harus dan paling penting untuk dilewati.
cenderung tidak mau mendengar pendapat
Ibarat membangun rumah, fondasinya adalah
orang
beberapa
sangat penting, demikian pula halnya dengan
orangtua yang anak-anaknya pernah termasuk
sekolah. Sekolah dasar merupakan fondasi
ke dalam kelas cepat di SMA PPSP tahun
pendidikan, jika fondasinya tidak kuat anak
1980-an
akan mengalami stress (http://psikologi.ugm.
karakternya
sebaliknya,
lain.
psikologis
telah
ada
Testimoni
terbunuh
peluang
kepada
menampakkan
gejala-gejala
seperti
itu
dan
sangat
sedikit
waktu
ac.id/Lustrum8/b2/index.php?cat=2).
(http://www.kompas.com/kompas-cetak /0408/09/ Didaktika/1193374.htm).
21
untuk
Rumusan Masalah
yang telah nyata (Munandar, 2002 : 30),
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
meliputi:
Bagaimana dinamika kecerdasan emosi yang dimiliki
oleh
siswa
akselerasi
di
1. Kemampuan intelektual umum
SDN
(kecerdasan atau intelejensi)
Kendangsari 1 Surabaya ?
2. Kemampuan akademik khusus 3. Kemampuan
berfikir
kreatif-
produktif Tinjauan Teoritis
4. Kemampuan memimpin
Konsep Keberbakatan
5. Kemampuan dalam salah satu
Definisi U.S.O.E Tentang Keberbakatan Secara berbakat
umum,
merujuk
pengertian
pada
anak
6. Kemampuan psikomotor
yang
Definisi ini merupakan adopsi dari definisi U.S.
memproses potensi yang luar biasa untuk
Office of Education (Marland, 1972) dan dalam
keberhasilan
kepustakaan biasanya disebut sebagai definisi
akademis
mereka
bidang seni
dan
pengejaran
produksi intelektual (Hawadi : 2002) Dalam
Seminar
Nasional
U.S.O.E. (United States Office of Education). mengenai Konsepsi Renzulli tentang Keberbakatan
Alternatif Program Pendidikan bagi Anak Berbakat yang diselenggarakan oleh Badan
Konsep lain tentang keberbakatan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
yang sampai sekarang banyak digunakan
dan
Pengembangan
dalam identifikasi siswa berbakat di Indonesia
Pendidikan
dan dalam seleksi calon guru anak berbakat
Kebudayaan
adalah Three Ring Conception dari Renzulli
Yayasan
dan kawan-kawan (1981) yang menyatakan
Pengembangan Kreativitas pada tanggal 12-
bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria
14 November 1981 di Jakarta (Munandar,
(persyaratan) keberbakatan adalah keterkaitan
1982)
antara :
Kebudayaan,
Pusat
Kurikulum
dan
Departemen
Pendidikan
bekerjasama
Sarana dan
dengan
disepakati
bahwa
yang
dimaksud
dengan : Anak berbakat adalah mereka yang
1. Kemampuan umum diatas rata-rata.
oleh
diidentifikasi
Dalam istilah kemampuan umum tercakup
sebagai anak yang mampu mencapai prestasi
berbagai bidang kemampuan yang biasanya
yang tinggi karena memiliki kemampuan-
diukur oleh tes intellijensi, prestasi, bakat,
kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut
kemampuan mental primer, dan berfikir kreatif.
memerlukan
yang
Sebagai contoh adalah penalaran verbal dan
berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar
numerikal, kemampuan spasial, kelancaran
jangkauan program sekolah biasa agar dapat
dalam
merealisasikan sumbangan mereka terhadap
Kemampuan umum ini merupakan salah satu
masyarakat maupun untuk pengembangan diri
tanda
sendiri.
kreativitas dan pengikatan diri pada tugas
orang-orang
profesional
program
pendidikan
Kemampuan-kemampuan
memberikan
ciri-ciri
22
dan
keberbakatan
(Munandar, 2002 : 33)
tersebut, baik secara potensial maupun
ide,
orisinalitas.
disamping
Menurut
&
gagasan baru yang dapat diterapkan
Davidson, 1986 : 66) kemampuan umum
dalam pemecahan masalah, atau sebagai
dapat didefinisikan dalam dua cara, yaitu :
kemampuan dalam melihat hubungan-
a.
Renzulli
(dalam
Kemampuan kapasitas
Sternberg
umum
terdiri
pemrosesan
dari
hubungan baru antara unsur-unsur yang
informasi,
sudah ada sebelumnya (Munandar, 2002 :
untuk mengintegrasikan pengalaman yang
menghasilkan
adaptif
dalam
respon
situasi
33)
yang
baru,
3. Pengikatan diri terhadap tugas (task
dan
commitment) yang cukup tinggi
kapasitas untuk berfikir abstrak. b.
Kemampuan kapasitas
spesifik untuk
pengetahuan,
terdiri
Karakteristik ketiga yang ditemukan pada dari
individu
memperoleh
keterampilan
kreatif-produktif
adalah
pengikatan diri terhadap tugas sebagai
atau
bentuk motivasi internal yang mendorong
kemampuan untuk menampilkan satu
seseorang
atau lebih kegiatan khusus dalam
mengerjakan tugasnya meskipun mengalami
rentang waktu yang terbatas
macam-macam rintangan atau hambatan,
2. Kreativitas diatas rata-rata. Ciri
yang
kedua
berbakat
yang
adalah
dimiliki
untuk
menyelesaikan anak/orang
kreativitas,
tugas
dan
yang
ulet
menjadi
tanggung jawabnya karena ia telah mengikat
sebagai
dirinya
kemampuan untuk memberi gagasan-
Kemampuan di atas rata rata
tekun
terhadap
tugas
tersebut
atas
kehendak dirinya (Munandar, 2002 : 34).
Pengikatan diri terhadap tugas
Gambar 2.1 : Konsep Renzulli tentang Keberbakatan (Munandar, 2002 : 32)
Kreativitas
Tujuan Program Akselerasi Ada
dua
tujuan
yang
b. Memenuhi Hak Asasi peserta didik mendasari
yang sesuai dengan kebutuhan bagi
dikembangkannya program percepatan belajar
dirinya sendiri.
bagi peserta didik yang memiliki potensi
c.
kecerdasan dan bakat istimewa :
Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta
1. Tujuan Umum
didik.
a. Memenuhi kebutuhan peserta didik
d. Memenuhi kebutuhan aktualisasi
yang memiliki karakteristik spesifik
diri peserta didik.
dari segi perkembangan kognitif dan
e. Menimbang peran peserta didik
afektifnya.
sebagai
23
aset
masyarakat
dan
kebutuhan
masyarakat
untuk
dan kalau menjadi patologis, depresi
pengisian peran. f.
berat.
Menyiapkan peserta didik sebagai
c.
pemimpin masa depan.
Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, kecut; sebagai patologi, fobia
2. Tujuan Khusus
dan panik.
a. Memberikan penghargaan untuk dapat
menyelesaikan
program
ringan,
puas,
riang,
terhibur,
sesuai dengan potensinya.
inderawi, takjub, rasa terpesona,
efektifitas
efisiensi
proses
dan
rasa
pembelajaran
bangga,
senang,
pendidikan secara lebih cepat
b. Meningkatkan
c.
d. Kenikmatan : bahagia, gembira,
puas,
kegirangan
kenikmatan
rasa
luar
terpenuhi,
biasa,
senang,
peserta didik.
senang sekali, dan batas ujungnya
Mencegah rasa bosan terhadap
mania.
iklim
kelas
yang
mendukung
kurang
e. Cinta : penerimaan, persahabatan,
berkembangnya
kepercayaan, kebaikan hati, rasa
potensi keunggulan peserta didik
dekat,
secara optimal.
kasih.
d. Memacu
mutu
siswa
untuk
f.
peningkatan kecerdasan spiritual, intelektual,
dan
bakti,
hormat,
kasmaran,
Terkejut : terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
emosionalnya
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual,
secara berimbang.
benci, tidak suka, mau muntah. h. Malu : rasa salah, malu hati, kesal
Kecerdasan Emosi
hati, sesal, hina, aib, dan hati
Definisi Emosi
hancur lebur.
Sejumlah teoritikus emosi
dalam
meskipun
tidak
golongan
itu.
mengelompokkan
golongan-golongan semua
sepakat
Calon-calon
Menurut Albin (1983) emosi adalah
besar,
perasaan yang kita alami. Kemampuan untuk
tentang
utama
memikirkan
dan
emosi
meningkatkan
kita
juga
membantu
kemampuan
untuk
beberapa anggota golongan tersebut adalah
menguasainya. Mengetahui latar belakang
(Goleman, 2002 : 412) :
mengapa terjadi emosi hingga pada cara
a. Amarah
:
beringas,
mengamuk,
untuk menanggapi emosi tersebut. Emosi-
benci, marah besar, jengkel, kesal
emosi
hati, terganggu, rasa pahit, berang,
khayalan baru, dan tingkah laku baru.
tersinggung,
bermusuhan,
dapat
merangsang
pikiran
baru,
dan Definisi Kecerdasan Emosi
barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
Menurut Daniel Goleman kecerdasan
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram,
emosional
mencakup
pengendalian
diri,
suram, melankolis, mengasihi diri
semangat, dan ketekunan, serta kemampuan
sendiri, kesepian, ditolak, putus asa,
untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
24
menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk
mendalam ketika perasaan ini muncul, dan
mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak
benar-benar dapat mengenali diri anda sendiri.
melebih-lebihkan
mengatur
Dengan menjaga jalur-jalur komunikasi tetap
suasana hati dan menjaga agar beban stress
terbuka lebar antara amigdala dan neokorteks,
tidak
berpikir,
ini dapat membantu kita menunjukkan bela
untuk membaca perasaan terdalam orang lain
rasa, empati, penyesuaian diri, dan kendali diri
(empati)
(Segal, 2000 : 27).
kesenangan,
melumpuhkan
dan
kemampuan
berdoa,
hubungan
untuk
dengan
memelihara
sebaik-baiknya, konflik,
Metode Penelitian
serta untuk memimpin (Goleman, 2002 : 45).
Subyek Penelitian
Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada anak-
Prosedur pemilihan subjek yang dilakukan
anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan
adalah model pemilihan tipikal, yaitu subjek
hati
diri,
yang diambil dianggap mewakili kelompok
menderita kekurangmampuan pengendalian
normal. Dalam pemilihannya peneliti meminta
moral.
kesediaan siswa akselerasi yang ada untuk
kemampuan
yang
untuk
kurang
menyelesaikan
memiliki
kendali
Berdasarkan pengalaman, apabila suatu
menjadi
subjek.
Dari
sembilan
siswa
masalah menyangkut pengambilan keputusan
akselerasi yang terdapat di sekolah itu, empat
dan
orang
tindakan,
pentingnya
aspek
perasaan
sama
dan sering kali lebih penting
siswa
menyatakan
kesediaannya
menjadi subjek penelitian.
daripada nalar. Emosi itu memperkaya; model
Teknik analisa Data
pemikiran yang tidak menghiraukan emosi
Adapun teknik analisis yang digunakan dalam
merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang
penelitian
lebih tinggi dalam perasaan manusia, seperti
menggunakan koding dari hasil transkrip
kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta,
wawancara yang telah diverbatim, serta hasil
seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif
observasi dalam bentuk catatan lapangan.
yang
Teknik analisis ini terdiri dari tiga tahapan yaitu
dingin,
Kita
sudah
terlalu
lama
menekankan pentingnya IQ dalam kehidupan
ini
adalah
tematik,
dengan
; open koding, axial koding, selective koding
manusia. Bagaimanapun, kecerdasan tidaklah Hasil Penelitian
berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
a. Mengenal Emosi
Kecerdasan emosional menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat kita menjadi
lebih
Secara umum siswa akselerasi yang
manusiawi
menjadi subjek pada penelitian ini dapat
(http://secapramana.tripod.com/). Wilayah hubungan
kecerdasan
pribadi
emosi antar
adalah
sedih ataupun senang, mereka mengetahui
kecerdasan emosi bertanggung jawab atas
penyebab mengapa mereka bisa merasakan
harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial,
demikian. Walau ada juga yang menyatakan
dan
sempat
adaptasi
pribadi
perasaan yang terjadi dalam dirinya. Marah,
;
kemampuan
dan
mengenali bilakah mereka sedang mengalami
sosial.
Bila
mengalami
kesulitan
kecerdasan emosi kita tinggi, maka kita dapat
mengidentifikasikan perasaan yang terjadi
memahami
dalam dirinya. Namun saat ini perasaan itu
berbagai
perasaan
secara
25
sudah tidak lagi dialaminya. Menurut Salovey,
dengan
orang yang memiliki keyakinan yang lebih
menyalurkan emosi yang dialaminya secara
tentang perasaannya adalah pilot yang andal
proporsional. Ia dapat menangani perasaan
bagi
karena memiliki
agar perasaan dapat terungkap dengan pas
kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka
adalah kecakapan yang bergantung pada
sesungguhnya atas pengambilan keputusan
kesadaran diri. Sehingga orang-orang yang
keputusan masalah pribadi.
buruk kemampuannya dalam keterampilan ini
kehidupan
mereka,
Mengenal emosi juga terkait dengan bagaimana
seseorang
dapat
akan
bagaimana
terus
seseorang
menerus
mampu
bertarung
melawan
menerima
perasaan murung, sementara mereka yang
kritikan maupun nasihat yang konstruktif.
pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih
Kecenderungan yang ada ketika menerima
cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam
kritikan, mereka dapat menerima walaupun
kehidupan. Dimensi mengelola emosi juga
pada awalnya suka membantah, dan lebih
terkait
percaya dengan caranya sendiri.
mengerjakan
dengan
tanggung tugas
jawab
yang
dalam
dibebankan
kepadanya. Sebagaimana siswa pada umumnya
Walaupun pergaulan mereka selama
mereka juga memiliki harapan maupun cita-
di kelas akselerasi relatif terbatas, namun
cita yang ingin mereka capai suatu saat kelak.
mereka cukup mampu beradaptasi dengan
Mereka mengetahui langkah-langkah yang
lingkungan
harus ditempuh dalam menggapai harapannya
membutuhkan waktu cukup lama untuk dapat
tersebut. Ambisi mereka untuk tetap berada di
beradaptasi,
akselerasi juga dapat dikatakan tinggi. Bahkan
membutuhkan waktu lama dan merasakan
mereka ingin tetap berada di kelas akselerasi
kenyamanan berada di lingkungan asing
sampai tingkat-tingkat pendidikan selanjutnya.
sekalipun.
b. Mengelola Emosi Cara emosi
mereka
khususnya
sekitarnya.
ada
Ada
juga
yang
yang
tidak
c. Memotivasi Diri
dalam
negatif
Sebagai
siswa
akselerasi
yang
yang
memiliki tantangan akademis yang lebih berat
yang
daripada siswa reguler, memacu mereka untuk
bersikap wajar seperti diam ketika marah,
bersikap kompetitif terhadap dinamika yang
mencoret-coret
ada.
dimilikinya
emosi
menyalurkan
bermacam-macam.
kertas,
Ada
memukul
guling,
Kecenderungannya
mereka
mampu
hingga mengunci diri di kamar. Namun ada
untuk bangkit apabila mengalami kegagalan.
juga
Hal ini terlihat dari peningkatan nilai yang
yang
bertindak
melempar-lempar
benda
destruktif hingga
seperti memukul
dialami
setelah
mengalami
orang yang berniat mengganggunya. Tak
tersebut.
jarang orang-orang yang berada di sekitarnya
akselerasi,
menjadi terganggu dengan perilaku destruktif
kegagalan maupun perasaan negatif yang
tersebut.
menyelimutinya. Mereka tidak berlarut-larut,
Menurut
Goleman
Kecenderungan
kegagalan
mereka
dapat
dari bangkit
siswa dari
kemampuan
dan tetap akan berupaya bila mereka telah
seseorang mengelola emosinya itu terkait
gagal. Hal ini sesuai dengan dimensi ciri-ciri
26
tanggung jawab terhadap tugas pada anak-
Keakraban dapat terjalin bila mereka
anak berbakat, dimana salah satu karakteristik
merasa cukup nyaman dengan lingkungan
anak berbakat adalah ulet, sehingga mereka
asing yang dijumpainya. Bila sudah merasa
tidak mudah putus asa apabila menghadapi
nyaman,
kesulitan.
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal
mereka
akan
dengan
mudah
Siswa-siswa ini menjalani menghadapi
ini membutuhkan waktu yang relatif, bisa cepat
tantangan akademis yang lebih berat daripada
juga bisa lama. Tapi secara umum mereka
regular dengan santai, tanpa beban stress
mampu
yang berarti.
sekitarnya.
beradaptasi
dengan
lingkungan
Iklim kompetitif yang terasa pada d. Mengenal Emosi Orang Lain.
siswa
akselerasi
ini,
rupanya
tidak
Keterampilan mengenali emosi orang
berpengaruh terhadap pola kerja mereka.
lain merupakan keterampilan bergaul dasar.
Walau masing-masing memiliki ambisi pribadi
Dimana
untuk saling mengalahkan satu sama lain,
kesuksesan
membina
hubungan
seseorang
dalam
tergantung
oleh
namun
mereka
ternyata
lebih
menyukai
keterampilan ini. Karena dengan bersikap
bekerja di dalam tim. Diakuinya hal tersebut
empati, kepercayaan serta keakraban dengan
dapat
orang lain dapat terjalin dengan mudah dan
pekerjaan. Sehingga tugas yang diberikan pun
efektif.
dapat dibagi dengan anggota tim lainnya.
mempermudah
dan
mempercepat
Agar dapat menyesuaikan diri dengan Kesimpulan
lingkungan sosialnya, siswa akselerasi yang identik dengan sikap eksklusif, sombong dan kecuekannya harus
terhadap
memiliki
lingkungan
keterampilan
Berdasarkan hasil
sosial,
telah dijelaskan di bab IV, bahwasanya
hal
dinamika kecerdasan emosi siswa akselerasi
mengenal emosi orang lain ini. Walaupun
di SDN Kendangsari I Surabaya, dapat
kecenderungan
agaknya
disimpulkan melalui dimensi berikut : (1)
sedikit berlaku pada siswa akselerasi di
Mengenal emosi : siswa akselerasi tidak
sekolah ini. Ada beberapa emosi yang dapat
memiliki kesulitan dalam mengenal emosi
mereka tangkap namun tidak sedikit pula
yang terjadi dalam dirinya, mereka juga
kecenderungan
mengetahui hal yang menjadi kelemahan dan
individualis
yang
ada
dalam
penelitian yang
juga
adalah
cuek
terhadap lingkungan.
kelebihan mereka. (2) Mengelola emosi : dalam menyalurkan emosi, terutama emosi
e. Membina Hubungan Walaupun
lingkungan
negatif mereka memiliki cara tersendiri untuk pergaulan
menghilangkan emosi negatifnya tersebut.
mereka menjadi terbatas semenjak berada di
Ada yang bersikap wajar, namun juga ada
kelas akselerasi, mereka tetap dapat membina
yang
hubungan dengan teman-temannya semasa
memiliki kesulitan berarti dalam menyesuaikan
reguler. Mereka pun masih berteman dengan
diri
temannya semasa kecil yang sudah tidak
Memotivasi diri : beban studi yang lebih berat
sekelas bahkan lain sekolah.
daripada
27
bertindak
dengan
destruktif.
lingkungan
siswa
reguler,
Mereka
tidak
sekitarnya.
tidak
(3)
lantas
Saran
menyurutkan mereka untuk mencapai prestasi tertinggi. Kegagalan yang dialaminya dapat
Dari hasil penelitian dan kesimpulan
disikapi dengan positif sehingga mereka dapat
yang ada, maka ada beberapa catatan penting
langsung
yang dapat dijadikan masukan, yaitu :
bangkit
dan
memperbaiki
kegagalannya tersebut. (4) Mengenal emosi
1. Bagi Orangtua :
oranglain : walau ada kecenderungan kurang
Siswa akselerasi memerlukan perhatian
peka terhadap perubahan emosi oranglain,
dan penanganan yang khusus, mengingat
namun pada emosi tertentu mereka dapat
potensi keberbakatan yang mereka miliki
merasakannya, dan bersikap cukup empati.
perlu diakomodasi secara optimal. Bentuk
(5)
pendampingan
Membina
hubungan
:
keterbatasan
yang
orangtua
akselerasi, tidak lantas membuat siswa ini
perkembangan anak secara periodik, baik
memutus
perkembangan dari sisi akademis maupun
dengan
teman-
dengan
dilakukan
pergaulan yang dialami selama di kelas
pertemanannya
adalah
dapat
mengevalusi
teman diluar kelas akselerasi. Walaupun
sosioemosionalnya.
mereka mengaku lebih senang berteman dan
orangtua perlu memfasilitasi minat anak
bergaul sesama siswa akselerasi.
dan
Disamping menemukan
itu
beberapa
peneliti temuan
Disamping
memberikan
pengarahan
itu
yang
juga
memadai tanpa bermaksud membatasi,
penelitian,
agar potensi yang ada dapat tersalurkan
diantaranya : (1) Dinamika kecerdasan emosi
dengan tepat.
ini tidak hanya dilihat saat siswa tersebut berada di lingkungan sekolah saja, namun
2. Bagi Guru :
juga
Guru
bagaimana
lingkungan
interaksinya
keluarga
di
sebagai
pengganti
orangtua
di
lingkungan
sekolah, perlu memperhatikan siswa satu
sosialnya. Dari hasil yang ada dinamika ini
per satu, tidak hanya secara akademis
sedikit
saja namun juga meliputi permasalahan
banyak
maupun
baik
juga
dipengaruhi
oleh
kebiasaan dan pola asuh yang mereka terima
ataupun
dari keluarga dalam hal ini orangtua. (2)
mengetahui
Keterampilan dalam memotivasi diri, sangat
keseharian
mempengaruhi motivasi berprestasi mereka di
dengan
kelas.
memiliki
sekolah. Dalam hal ini guru tidak hanya
dorongan berprestasi yang cukup besar,
bertindak sebagai pendidik atau pengajar
dengan
namun
Siswa-siswa
iklim
Keterbatasan
kelas
berbakat
yang
pergaulan
ini
kompetitif. yang
(3)
terjadi,
kesulitan latar siswa
sikap
juga
konselor
yang belakang dirumah,
yang
guru
bagi
dialami, serta
kaitannya
ditampakkan
bertindak
permasalahan
di
sebagai yang
membuat mereka memiliki kecenderungan
dihadapi siswa baik permasalahan yang
berperilaku eksklusif. Walaupun disisi lain
bersifat akademis maupun permasalahan
mereka juga masih dapat membina hubungan
sosial.
dengan teman-teman di luar kelas akselerasi. 3. Bagi Pihak Penyelenggara Pendidikan Bagi dalam
28
pihak hal
penyelenggara ini
sekolah,
pendidikan keberadaan
program akselerasi perlu disikapi secara
Clark,
proporsional. Tidak hanya menyangkut pemberian fasilitas yang menunjang siswa dari segi akademis saja, namun juga
Denzin, N. K. & Yvonna, S. (1994). Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publication Inc.
pemberian fasilitas lainnya yang juga sangat dibutuhkan oleh siswa. Sarana tersebut
dapat
psikososial,
berupa
Fauziah, N (2006). Dinamika Kecerdasan Emosi Pada Siswa Akselerasi di SDN Kendangsari 1 Surabaya. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
pendampingan
dengan
mengadakan
konseling bagi siswa yang difasilitasi oleh
Goleman, D. (2002). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
konselor yang ahli dibidangnya. Juga diperlukan forum evaluasi bersama yang
Hawadi,
tidak hanya melibatkan siswa, dan guru saja, melainkan melibatkan semua pihak
pendidikan ataupun juga orangtua, yang periodik.
Diharapkan
dengan
adanya forum ini, perkembangan siswa
Kamdi, W. Kelas Akselerasi dan Diskriminasi Anak. http://www.kompas.com /kompas-cetak /0408/09/ Didaktika/1193374.htm. Diakses tanggal : 22 Januari 2006
baik didalam lingkup akademis maupun sosial dapat senantiasa dipantau oleh pihak-pihak yang terkait.
Munandar, U. (2002). Kreativitas & Keberbakatan. Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
4. Bagi Masyarakat Dukungan
sosial
dari
terhadap
keberadaan
R. A. (2001). Keberbakatan Intelektual. Jakarta : PT Grasindo
_________, (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non-Tes. Dengan Pendekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Jakarta: PT Grasindo
baik dari sekolah sebagai penyelenggara
sifatnya
B. (1988). Growing Up Gifted. Developing the Potential of Children at Home and School. Los Angeles : Merrill Publishing Company
masyarakat
dibutuhkan, hal ini untuk pengoptimalan
Sternberg, R. J. & Davidson, J. E. (1986). Conceptions of Giftedness. Cambridge : Cambridge University Press
tumbuh
Sulaiman,
siswa-siswa
berbakat didalam kelas akselerasi sangat
kembang
siswa.
Dukungan
tersebut dapat berupa pereduksian istilahistilah
yang
destruktif
seperti
stigma
Yoenanto, N. H. (2003). Kontribusi Kecerdasan Emosi Terhadap Keefektifan Kepemimpinan Kepala Sekolah dasar Negeri di Kota Surabaya. Tesis (tidak diterbitkan). Malang : Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang
arogan, sombong, ekslkusif dan lainnya. Sehingga secara mental, siswa tidak terbebani dengan stigma tersebut yang hanya akan membuat siswa terjebak dalam
sikap
maupun
perilaku
A. (2001). Anak Berbakat. Bagaimana Cara Mengetahui Membinanya. Jakarta: PT Gema Insani Press
yang
kontraproduktif.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar (SD, SMP, dan SMA). Satu Model Pendidikan Bagi Peserta Didik Yang memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa. Jakarta:
Daftar Pustaka Albin, R. S. (1986). Emosi : Bagaimana Mengenal, Menerima, dan Mengarahkannya. Yogyakarta : Kanisius
29
Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pendampingan Psikososial Menjembataninya? Diakses tanggal : 22 Januari 2006
http://www.indomedia.com/poskup/2004/09/01 /edisi01/0109pin2.htm. Menyambut Program Akselerasi Pendidikan. Diakses tanggal : 22 Januari 2006
http://www.kompas.com/kompascetak/0208/06/jateng/sist26.htm. Sistem Pendidikan Belum Memadai Bagi Siswa Berbakat Tinggi. Diakses tanggal : 22 Januari 2006
http://psikologi.ugm.ac.id/Lustrum8/b2/index.p hp?cat=2. Pro-Kontra Program Akselerasi Sekolah, Dapatkah
http://secapramana.tripod.com/. Intelligence.
30
Emotional
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN STRES PADA SISWA AKSELERASI Pergiwati Pristiana Kusuma dan Uly Gusniarti Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Semakin tinggi penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin rendah stres, sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin tinggi stres.Subjek dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah atas program akselerasi baik laki laki maupun perempuan yang duduk di kelas akselerasi sekolah menengah atas selama kurang dari 1 tahun. Subjek yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Adapun skala yang digunakan pada variabel penyesuaian diri ini mengacu pada penelitian yang dibuat oleh Kusumadewi (2004) yang sebagian aitem-aitemnya diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek - aspek yang dikemukakan oleh Schneider (1964). Skala stres yang digunakan adalah skala yang dimodifikasi dan diadaptasi dari alat ukur yang sudah ada yaitu skala yang sebagian aitem-aitemnya dibuat oleh Widuri (1995) dengan mengacu pada aspek-aspek stres yang dikemukakan oleh Sarafino (1990) dan Cridder (1983). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12 For Windows. Hasil analisis data dengan tekhnik korelasi Product Moment dari Karl Pearson menunjukkan nilai r = -0,624 p = 0.000 (p<0.01). Artinya, ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara penyesuaian diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi. Semakin tinggi penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin rendah stres, sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri sosial yang dimiliki oleh siswa maka semakin tinggi stres. Sehingga hipotesis penelitian ini diterima. Analisis koefisien determinasi (R2) pada korelasi antara penyesuaian diri dengan stres menunjukkan angka sebesar 0,39, berarti penyesuaian diri sosial memiliki sumbangan efektif sebesar 39 % terhadap stres. Kata kunci: Penyesuaian diri sosial, Stres, Siswa akselerasi
Pendahuluan
kurang
Penyelenggaraan
pendidikan
di
memperhatikan
pelajaran,
bahkan
mungkin saja siswa tersebut mengganggu
Indonesia pada umumnya bersifat klasikal,
teman
yang artinya semua siswa di dalam kelas
teman yang lainnya. Keadaan
tersebut
menunjukkan
diperlakukan sama. Kelemahan yang tampak
bahwa siswa yang mempunyai kemampuan
adalah tidak terakomodasikannya kebutuhan
luar biasa membutuhkan penanganan khusus
individual siswa yang pada dasarnya tidak
dengan
sama baik inteligensi, bakat dan minatnya.
dalam
Siswa yang relatif lebih cepat dari yang lain
memungkinkan siswa menyalurkan bakatnya
tidak terlayani secara baik sehingga potensi
dan dapat menyelesaikan pendidikan lebih
yang dimiliki tidak tersalur dan berkembang
cepat daripada seharusnya. Siswa tersebut
secara
mampu
membutuhkan program khusus agar dapat
menangkap pelajaran lebih cepat daripada
mengembangkan dirinya secara optimal, dan
siswa lain kemungkinan akan merasa bosan di
sebisa
kelas karena menurutnya penyampaian materi
pendidikan lebih cepat daripada program
yang diberikan guru terlalu lambat, sehingga
reguler.
optimal.
Siswa
yang
siswa tersebut akan merasa terlalu santai dan
31
menyalurkan suatu
kelas
mungkin
kecerdasan khusus
dapat
yang
mereka dapat
menyelesaikan
Belakangan
ini
keberadaan
kelas
lebih
tinggi
mereka
(Fadillah,
yang mengatakan bahwa kelas akselerasi bisa
memahami kondisi yang terjadi pada anaknya
menampung siswa yang memang punya
di sekolah, kemungkinan anak akan merasa
kecerdasan jauh di atas rata-rata anak-anak
tertekan
seusianya. Namun, tak sedikit pula yang
tersebut menyebabkan individu mengalami
berpendapat bahwa kelas akselerasi justru
stres. (Kedaulatan Rakyat, 19/03/ 2004).
yang
terlalu
banyak
mengembangkan
dan
tidak
kemampuan
Jika
dengan
orang
tekanan
akselerasi kembali menjadi perbincangan. Ada
membuat siswanya tertekan karena kurikulum
2004).
mengalami
tua
lingkungannya.
tidak
Kondisi
Stres dapat bersumber dari dalam diri
bisa
individu,
keluarga,
komunitas,
dan
sosialisasi
masyarakat. Stres yang muncul dari dalam diri
mereka. Bahkan ada pula yang menyebutkan
individu merupakan penilaian dari kekuatan
bahwa justru sebagian orangtualah yang
motivasional
mendorong agar anaknya masuk ke kelas
seseorang mengalami konflik (Sarafino, 1990).
tersebut (www.kompas.com 15/08/2004).
Menurut
yang
laporan
melawan
analisis
dan
hasil
bila
supervisi
Menurut wawancara singkat peneliti
program percepatan belajar tahun 2004, ada
dengan guru BK SMAN 3 Yogyakarta, siswa
beberapa murid yang mengaku tidak dapat
akselerasi memang memiliki beban yang lebih
membagi waktu antara belajar dan bermain,
banyak karena kurikulum yang diberikan jauh
berikut
lebih banyak daripada siswa reguler. Sistem
mengenai hal tersebut, "Tidak, karena pulang
degradasi dan pengaruh lingkungan, seperti
sekolah jam 4 sore olahraga belajar s/d 9 gak
interaksi siswa terhadap teman sebayanya
ada
maupun interaksi siswa dengan para guru,
(www.google.com)
jawaban
waktu
siswa
main
ketika
kecuali
hari
ditanyakan
minggu.".
juga mempengaruhi adanya tekanan pada
Stres juga dapat bersumber dari
siswa akselerasi. Hal itu disebabkan karena
lingkungan keluarga seperti menurut laporan
siswa akselerasi dipandang sebagai siswa
analisis hasil supervisi program percepatan
yang mempunyai tingkat inteligensi lebih tinggi
belajar tahun 2004, ada siswa yang mengikuti
dibandingkan siswa reguler, sehingga adanya
akselerasi karena keinginan orangtua, berikut
kesenjangan perlakuan guru terhadap siswa
komentar
siswa
ketika
akselerasi
tersebut,
Saya
ikut
tersebut.
Guru
mengharapkan
diwawancarai hanya
ingin
hal tahu
siswa akselerasi dapat menjadi contoh bagi
kemampuan saya, menjajal hal yang baru,
siswa reguler.
namun motivasi terbesar tetap datang dari
Penelitian menjelaskan mengalami
Sitii
Scholichah
bahwa perasaan
siswa takut
(2005)
orangtua...Dominannya
akselerasii
gagal,
karena
digertak
bapak (www.google.com).
kaget,
Faktor
faktor yang menyebabkan
jenuh, merasa terbebani, dan takut tidak bisa
timbulnya stres diantaranya adalah faktor
membahagiakan
lingkungan. Hal ini dikarenakan sifat
dikarenakan siswa
orang
tua.
Hal
ini
siswa tersebut terbiasa
sifat
yang melekat pada individu sejak ia dilahirkan,
mendapatkan nilai baik dan menjadi juara,
selama bertahun
sehingga ketika tidak menjadi juara atau
dikembangkan melalui interaksinya dengan
kurang menonjol di lingkungan belajar yang
lingkungan.
32
Jika
tahun dihambat atau justru
keluarga,
sekolah,
dan
lingkungan
masyarakat
bisa
melakukan
fungsinya,
maka
keberhasilan
kebahagiaan
individu
dalam
tercapai.
Jika
seseorang
tidak,
akan
dan
menurut Kartono (2000) dan Hurlock (1991)
akan
adalah keberhasilan seseorang menyesuaikan
kepribadian
diri terhadap orang lain pada umumnya dan
hidup
maka
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
terhambat
sehingga
terhadap
kelompok
pada
khususnya.
penyesuaian sosial dalam masa dewasa akan
Penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
sulit bahkan tidak mungkin tercapai. Salah
ini meliputi kesanggupan untuk mereaksi
satu hal yang masih sering diperdebatkan
secara efektif dan harmonis terhadap realitas
dalam program akselerasi adalah kesiapan
sosial
mental siswa dalam penyesuaian sosialnya.
mengadakan relasi sosial yang sehat.
Seorang
siswa
yang
pintar
dalam
segi
dan
situasi
sosial,
dan
bisa
Penyesuaian diri sosial yang dimiliki
akademis, belum tentu bisa bersikap dewasa
oleh individu memang bukan satu
dalam pola pikirnya sehingga akan sulit untuk
penentu
beradaptasi dengan lingkungan yang lebih
akselerasi. Namun dalam kelas akselerasi
dewasa
yang menuntut siswa untuk dapat mengikuti
daripada
usianya
sekarang
(www.pikiran-rakyat.com).
terjadinya
stres
satunya
pada
siswa
kurikulum yang telah ditetapkan membutuhkan
Menjadi murid yang duduk di kelas
kemampuan penyesuaian diri sosial yang baik.
akselerasi merupakan beban yang relatif
Dengan
berat,
penyesuaian diri sosialnya diharapkan individu
apalagi
kemampuan
jika
tidak
penyesuaian
didukung diri
oleh
terhadap
meningkatkan
dapat
berinteraksi
kemampuan
dengan
lingkungan
lingkungan sosialnya. Murid akselerasi harus
keluarga, sekolah dan masyarakat sehingga
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
individu
untuk mempertahankan prestasi di kelasnya.
mungkin terjadi. Penyesuaian diri merupakan
Selain
indikator
itu,
murid
juga
perlu
memiliki
dapat
meminimalisir
kesehatan
mental,
juga
mampu
yang
dapat
kemampuan bersosialisasi yang baik dengan
membuat
teman
temannya dan menjadikan aktivitas
kehidupan tanpa adanya gangguan atau
belajar lebih santai sehingga tidak terlalu
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
terbebani dengan status murid akselerasi.
dengan penyesuaian diri yang baik membawa
Menurut Katherina, murid kelas 3-5/18 SMAK
individu pada kehidupan yang sehat secara
1 BPK Penabur Bandung, siswa akselerasi
psikis. Apabila individu mampu menyesuaikan
kerap mengalami stres dan banyak yang
diri dengan lingkungannya berarti ia mampu
mengundurkan diri ke kelas reguler karena
menyelaraskan
padatnya kurikulum dan lingkungan sosial
tuntutan lingkungannya sehingga ia tidak akan
yang menekan (www.pikiran-rakyat.com).
merasa stres dalam dirinya.
Schneiders (1964) menyatakan bahwa
individu
stres
menjalani
kebutuhannya
dengan
Rendahnya tingkat penyesuaian diri
penyesuaian diri merupakan suatu proses
akan
yang melibatkan proses mental dan tingkah
akselerasi.
laku
untuk
penyesuaian diri akan menurunkan stres bagi
menguasai dan mengatasi dengan baik segala
siswa dalam kelas akselerasi. Berdasarkan
tuntutan lingkungan sekitarnya. Sedangkan
uraian di atas mengenai pentingnya peranan
di
mana
individu
berusaha
33
meningkatkan
stres
Sebaliknya,
pada
tingginya
siswa tingkat
kemampuan penyesuaian diri sosial dalam
bahwa respon stres dapat berupa respon
timbulnya stres pada individu, maka peneliti
fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku.
mempunyai keinginan untuk mendapatkan bukti
empirik
adanya
hubungan
Komponen
komponen stres terdiri
antara
dari beberapa bagian yaitu : (a) stressor, yang
penyesuaian diri sosial dengan stres pada
dipandang sebagai segala sesuatu atau unsur
siswa akselerasi.
yang
menimbulkan
stres,
dapat
bersifat
biologis, psikologis maupun sosial yang dapat Rumusan Masalah
berupa hal atau kejadian, peristiwa, orang,
Permasalahan
yang
dikemukakan
keadaan
atau
lingkungan
atau
dapat
yang
dirasa
dalam penelitian ini adalah apakah ada
mengancam
merugikan
bagi
Hubungan Antara Penyesuaian Diri Sosial
individu, (b) kemudian adanya organisme,
Dengan Stres Pada Siswa Akselerasi.
yang dimaksud disini adalah manusia, (c) dan respon dari individu atau yang menurut
Tinjauan Teoritis
Harjana (1994) disebut dengan transactionis
Stress
yaitu reaksi individu terhadap stres. Stres
keadaan
Menurut Tyrer (Widuri,1995), bahwa
tertekan baik fisik maupun psikologis (Chaplin,
yang menentukan stres atau tidaknya individu
J.P
adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan
,
merupakan
2001).
Stres
suatu
terjadi
jika
individu
dihadapkan dengan peristiwa yang mereka
perubahan
rasakan sebagai mengancam, kesehatan fisik,
Cox (Crider,1983) sejumlah stimulus yang
dan psikologisnya. Peristiwa itu dinamakan
khas dapat menimbulkan stres, contohnya
stressor dan reaksi individu terhadap peristiwa
kejutan,
tersebut dinamakan respon stres (Atkinson,
kekacauan,
1993). Stres menurut Sarafino (1990) dapat
kelompok. Selanjutnya karakteristik stimulus
diklasifikasikan dalam berbagai macam sudut
yang menyebabkan stres yaitu stimulus yang
pandang diantaranya: Stres sebagai suatu
terlalu kuat melebihi kemampuan adaptasi,
stimulus
atau
mempengaruhi dipandang
variabel keadaan
sebagai
tergantung,
dan
ancaman
terhadap
pengasingan
harga
dan
diri,
tekanan
bebas
yang
stimulus yang menghasilkan respon yang
individu,
stres
bertentangan dan individu yang tidak dapat
respon
stres
perubahan yang terjadi. Menurut
atau
variabel
merupakan
menguasai lingkungannya.
hasil
Sutherland
and
Cooper
(Apriani,
interaksi dengan lingkungan (Smet, 1994).
2004), kebanyakan definisi tentang stres
Menurut Taylor (1995), stres merupakan hasil
dibagi 3 macam :
dari
a. Definisi yang menekankan stres sebagai
proses
dengan
penilaian
sumber
individu
sumber
berkaitan
pribadi
yang
stimulus, yaitu kekuatan atau dorongan
dimilikinya untuk menghadapi tuntutan dari
terhadap
individu
yang
menimbulkan
lingkungan. Menurut Sarafino (1990) ada dua
reaksi ketegangan atau perubahan
komponen dari stres yaitu respon psikologis
perubahan fisik pada individu.
yang ditunjukkan dengan perilaku, pola pikir,
b. Definisi yang menekankan stres sebagai
dan emosi serta respon fisiologis. Sependapat
respon yaitu respon individu baik yang
dengan hal itu, Taylor (1995) mengatakan
bersifat
34
fisiologis
maupun
psikologis
terhadap sumber stres yang berasal dari
yang
lingkungan
berhadapan dengan suatu sensor.
sumber
stres
tersebut
merupakan situasi atau peristiwa dari luar
c.
mengganggu
ketika
individu
b. Emosi
yang bersifat mengancam individu.
Emosi merupakan reaksi yang dirasakan
Definisi yang menekankan stres sebagai
individu
interaksi antara stimulus dan respon yaitu
psikologis dalam suatu situasi, misalnya
stres merupakan akibat dari interaksi
ketakutan.
antara stimulus bersumber dari lingkungan
c.
sebagai
ketidaknyamanan
Perilaku sosial
dan respon individu terhadap stimulus
Stres dapat mengubah individu dalam
tersebut. Stres dipandang sebagai bentuk
perilaku
interaksi yang unik antara stimulus dan
Jadi dapat disimpulkan bahwa aspek
kecenderungan individu untuk merespon
aspek stres mencakup emosi, fungsi kognisi,
dengan cara tertentu.
Faktor
gangguan fisiologis, dan perilaku sosial.
Faktor yang mempengaruhi Stres
Penyesuaian Diri Sosial
Menurut Davidson dan Coper (Effendi, 2006), faktor
Schneiders (1964) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri sosial merupakan suatu
stres secara umum yaitu bersumber dari diri
proses yang melibatkan proses mental dan
pribadi
yang
tingkah laku di mana individu berusaha untuk
bersangkutan dan faktor eksternal (lingkungan
menguasai dan mengatasi dengan baik segala
rumah, sosial, maupun tempat kerja individu
tuntutan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian
itu sendiri). Sedangkan menurut Sarafino
ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat
(1990), stres bersumber dari dalam diri
bergaul dengan diri dan orang lain secara
individu,
baik. Tanggapan
(internal)
atau
keluarga,
individu
komunitas,
dan
masyarakat.
tanggapan terhadap orang
lain atau lingkungan sosial pada umumnya
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor
dapat dipandang sebagai cermin apakah
faktor yang mempengaruhi stres pada diri
seseorang dapat mengadakan penyesuaian
individu adalah kondisi internal dan kondisi
dengan baik atau tidak. Penyesuaian diri juga
eksternal seperti keluarga dan lingkungan
dapat diartikan sebagai variasi dalam kegiatan
sekitar.
organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan
Aspek
aspek stres
kebutuhan atau
kemampuan menegakkan hubungan yang
Menurut Sarafino (1990), ada 3 aspek
harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial
yang tercakup dalam stres, antara
(Chaplin, 1989).
lain :
Menurut Eysenck (Puspitasari, 2005)
a. Kognisi
penyesuaian diri atau adjustment adalah suatu
Stres yang terjadi disebabkan oleh adanya
proses
gangguan
mengerti, dan berusaha untuk melakukan apa
kognisi,
gangguan
kognisi
belajar,
berasal dari tingkat rangsangan emosional
yang
tinggi yang dapat terjadi akibat pikiran
maupun
35
dilakukan
yaitu
belajar
dan
lingkungannya.
memahami,
diinginkan Menurut
individu Tallent
(1978), bahwa ada individu yang berhasil
5. Penguasaan dan kematangan emosional,
menyesuaikan diri tetapi ada juga yang
yaitu bahwa penyesuaian diri menuntut
terhambat penyesuaian dirinya. Penyesuaian
kemampuan individu untuk memiliki emosi
diri yang baik akan memberikan kepuasan
yang tepat pada setiap situasi. Individu
yang lebih besar bagi kehidupan seseorang.
perlu
Hanya individu yang mempunyai kepribadian
terhadap emosinya, agar penyesuaian diri
kuat yang mampu menyesuaikan diri secara
yang sehat dapat tercapai.
baik.
untuk
melakukan
pengontrolan
Pada dasarnya penyesuaian yang Sedangkan Schneiders (1964) dan
sehat harus dipelajari selama hidup. Proses
Kartono (1989), penyesuaian diri mengandung
belajar tersebut bertujuan untuk memahami,
beberapa penafsiran, yaitu:
mengerti
1. Adaptation, artinya bahwa penyesuaian
lingkungannya.
serta
menerima Melalui
proses
seseorang
untuk beradaptasi. Individu yang memiliki
tindakan
penyesuaian diri yang baik, akan memiliki
keterbatasan yang dimilikinya serta dapat
hubungan
menerima
lingkungannya
Dengan
demikian
memuaskan
lingkungannya.
Kartono
menambahkan
bahwa
merupakan
kemampuan
dengan (1989) adaptasi
untuk
merugikan
untuk
belajar,
diri dipandang sebagai suatu kemampuan
yang
belajar
kekurangan
menyesuaikan
tindakannya dengan potensi dan
diri
secara
objektif.
tindakannya
sendiri
dan
tidak
orang
lain.
dapat
Penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
mempertahankan keberadaannya dalam
menurut Kartono (2000) dan Hurlock (1991)
mengadakan
adalah keberhasilan seseorang menyesuaian
hubungan
dengan
lingkungan.
diri
2. Conformity, yaitu bahwa dalam proses penyesuaian
diri,
individu
dengan
umumnya
harus
khususnya.
terhadap
dan
orang
terhadap
Penyesuaian
lain
pada
kelompok
pada
diri
teradap
mempertimbangkan norma sosial dan hati
lingkungan sosial merupakan kesanggupan
nuraninya.
untuk mereaksi secara efektif dan harmonis
3. Mastery, yaitu bahwa penyesuaian diri
terhadap realitas sosial dan situasi sosial, dan
merupakan kemampuan individu dalam
bisa mengadakan relasi sosial yang sehat.
membuat
Bisa menghargai pribadi lain, dan menghargai
suatu
mengorganisir sedemikian
perencanaan respon
respon
hak sendiri di dalam masyarakat. Bisa
bergaul dengan orang lain dengan jalan
menanggapi
membina persahabatan yang kekal, sebab
segala macam konflik, kesulitan, masalah
sikap keras kepala, mau menang sendiri, dan
hidup, dan frustasi
tidak ramah adalah bentuk penyesuaian diri
menguasai
sehingga
hak
individu
mampu
rupa,
dan
atau
frustasi dengan cara
yang efisien.
yang kaku dan negatif dan bisa menimbulkan
4. Individual Variation, yaitu bahwa terdapat
banyak kesulitan (Kartono, 2000).
perbedaan yang bersifat individual pada perilaku
dan
respon
individu
Menurut
dalam
Schneider
proses
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial
meghadapi berbagai masalah.
membutuhkan kemampuan individu dalam memecahkan masalah secara sehat dan
36
efisien.
Penyesuaian
diri
yang
berhasil
a. Penyesuaian diri terhadap keluarga
didasari oleh adanya kematangan dalam diri
Penyesuaian diri yang baik terhadap
individu terhadap tuntutan - tuntutan dan
lingkungan keluarga memiliki ciri -
norma - norma sosial yang akan membawa
sebagai berikut:
individu pada kematangan sosial yang lebih
1.
Adanya hubungan yg sehat antar
bersifat dewasa. Penyesuaian diri bukanlah
anggota
merupakan sesuatu yang baik atau buruk,
penolakan
tetapi
terhadap anak
penggambaran
secara
sederhana
ciri
keluarga,
tidak
(rejection)
ada
orang
tua
anaknya, tidak ada
sebagai suatu proses dengan menyertakan
permusuhan, rasa benci atau iri hati
mental dan tingkah laku, dimana setiap orang
antar anggota keluarga.
bekerja
keras
untuk
sukses
dalam
2.
Adanya penerimaan otoritas orang
menghadapi kebutuhan, tekanan, frustasi,
tua, hal ini penting untuk kestabilan
konflik
rumah
dan
juga
untuk
menyeimbangkan
tangga
dan
anak
wajib
tuntutan yang dibebankan pada seseorng
menerima disiplin orang tua secara
ketika
logis.
hidup.
Penyesuaian
diri
terhadap
lingkungan sosial merupakan kemampuan untuk
bereaksi
secara
adekuat
3.
terhadap
Kemampuan tanggung
untuk
jawab
mengemban
dan
penerimaan
kenyataan, situasi, dan hubungan sosial.
terhadap pembatasan atau larangan
Untuk
yg ada di dalam peraturan keluarga.
mengembangkan
kemampuan
individu harus mau menghormati hak
ini hak
4.
Adanya kemauan saling membantu
orang lain, belajar bergaul dengan baik,
antara anggota keluarga baik secara
mengembangkan
perorangan maupun kelompok.
persahabatan,
berpartisipasi dalam aktivitas
dan
Kebebasan
dari
Selain itu juga mau menaruh perhatian
emosional
secara
terhadap
menumbuhkan rasa mandiri.
kesejahteraan
aktivitas sosial.
orang
lain
5.
dan
bersedia memberikan pertolongan kepada
b. Penyesuaian
orang lain (Schneiders, 1964). Jadi
dapat
diri
ikatan
secara
bertahap
terhadap
dan
lingkungan
sekolah
disimpulkan
bahwa
Penyesuaian diri yang baik terhadap
penyesuaian diri sosial adalah proses belajar
lingkungan sekolah memiliki ciri
memahami, mengerti, dan berusaha untuk
sebagai berikut:
melakukan apa yang diinginkan lingkungannya
1.
ciri
Adanya perhatian, penerimaan, minat
sehingga individu dapat menyesuaikan diri
dan partisipasi terhadap fungsi dan
dengan perubahan
aktivitas sekolah.
dalam
perubahan yang terjadi
lingkungannya,
baik
lingkungan
2.
keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar.
Adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah seperti guru, dan teman sebaya.
Aspek
Aspek Penyesuaian Diri Sosial
Arkof
Menurut Schneider (1964) aspek
mengatakan
(Kusumadewi,2004) bahwa
remaja
dikatakan
aspek penyesuaian diri sosial adalah sebagai
mempunyai penyesuaian diri yang baik di
berikut:
sekolah apabila remaja tersebut menunjukkan
37
kemajuan yang memuaskan di sekolahnya
akan memicu timbulnya tekanan dalam diri
atau remaja tersebut
individu. Dalam hal ini orang tua menuntut
dapat menciptakan
hubungan yang baik dengan guru teman
guru,
siswa agar terus mempertahankan prestasi
temannya di sekolah, serta peraturan
dan
peraturan di sekolah.
keberadaan
akslelerasi.
siswa
Tuntutan
dalam
itu
kelas
menyebabkan
timbulnya tekanan dalam diri siswa akselerasi. c.
Penyesuaian
diri
terhadap
lingkungan
Menurut Taylor (1995), stres merupakan hasil
masyarakat
dari
proses
penilaian
dengan
lingkungan masyarakat memiliki ciri - ciri
dimilikinya untuk menghadapi tuntutan dari
mengenal dan menghormati orang lain
lingkungan.
mampu
mengembangkan
sifat
Menurut
sumber
berkaitan
Penyesuaian diri yang baik terhadap
serta
sumber
individu
Arkof
yang
(Kusumadewi,2004)
bersahabat, mempunyai perhatian dan
mengatakan
mampu bersimpati dengan orang lain,
mempunyai penyesuaian diri yang baik di
bersikap hormat terhadap hukum, tradisi,
sekolah apabila remaja tersebut menunjukkan
dan adat istiadat.
kemajuan yang memuaskan di sekolahnya
Maka aspek
aspek penyesuaian diri
bahwa
pribadi
remaja
atau remaja tersebut dapat
dikatakan
menciptakan
sosial, antara lain: (a)
Penyesuaian diri
hubungan yang baik dengan guru
terhadap
Penyesuaian
teman
keluarga,
(b)
diri
terhadap lingkungan sekolah, (c) Penyesuaian
guru,
temannya di sekolah, serta peraturan
peraturan di sekolah. Individu juga dapat
diri terhadap lingkungan masyarakat.
berpartisipasi dalam kegiatan
kegiatan yang
diadakan di sekolah. Kemampuan sosialisasi Hubungan Antara Penyesuaian Diri Sosial
siswa juga berpengaruh terhadap proses
Dengan Stres Pada Siswa Akselerasi
penyesuaian diri. Siswa akselerasi harus
Komunikasi antara orang tua dan
bergaul dengan teman
teman yang usianya
anak memegang peranan penting di dalam
jauh diatas mereka, jika individu tidak memiliki
membantu dan mendampingi remaja pada
kemampuan
saat mengalami perubahan
lingkungan sosial yang baik maka hal itu akan
perubahan, baik
penyesuaian
mengganggu
Individu
lingkungan sosial. Siswa akselerasi dipandang
mampu
menyesuaikan diri
yang
sebagai
berinteraksi dengan baik dengan seluruh
inteligensi lebih tinggi dibandingkan siswa
anggota keluarga tanpa adanya penolakan
reguler,
terhadap otoritas orang tua. Individu juga
perlakuan guru terhadap siswa akselerasi
mampu mengemban tanggung jawab yang
tersebut.
diberikan dan bersikap mandiri. Jika individu
akselerasi dapat menjadi contoh bagi siswa
tidak dapat melakukan peran dan tanggung
reguler.
jawab sebagai seorang anak berarti individu
tekanan dalam diri siswa akselerasi. Menurut
tidak dapat melakukan penyesuaian diri yang
Sarafino (1990), interaksi subjek di luar
baik terhadap lingkungan keluarga dan hal itu
lingkungan keluarga melengkapi sumber
sehingga
Guru
Tuntutan
mempunyai
dengan
terhadap lingkungan keluarga akan mampu
38
siswa
individu
terhadap
secara biologis, psikologis maupun sosial. yang
interaksi
diri
adanya
kesenjangan
mengharapkan
tersebut
tingkat
siswa
menimbulkan
sumber stres, seperti di lingkungan sekolah
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
dan pekerjaan.
maka hal itu akan meminimalisir timbulnya
Individu yang dapat menyesuaikan diri
stres. Siswa yang melakukan penyesuaian diri
di dalam masyarakat berarti individu mampu
yang efektif dapat melakukan interaksi dengan
untuk
positif
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
situasi sosial sehingga
sehingga tidak mengalami tekanan berada di
kebutuhan sosial dapat terpuaskan dengan
kelas akselerasi yang menuntut siswa untuk
cara
oleh
menyelesaikan
baik
daripada kelas reguler.
memberikan
reaksi
terhadap situasi
cara
masyarakat.
yang
secara
dapat
Penyesuaian
diterima diri
yang
pendidikan
lebih
cepat
terhadap lingkungan masyarakat memiliki ciri ciri mengenal dan menghormati orang lain
Metode Penelitian
serta
Subjek Penelitian
mampu
mengembangkan
sifat
bersahabat, mempunyai perhatian dan mampu
Subjek penelitian merupakan murid
bersimpati dengan orang lain, bersikap hormat
SMA baik laki
terhadap hukum, tradisi, dan adat istiadat
baru duduk di kelas program akselerasi
(Schneider, 1964). Kondisi lingkungan juga
Sekolah Menengah Atas selama kurang dari 1
merupakan
dalam
tahun. Lama masa belajar ditetapkan kurang
melakukan proses penyesuaian diri.. Apabila
dari 1 tahun karena dengan asumsi bahwa
individu mampu menyesuaikan diri dengan
awal tahun ajaran siswa masih dalam tahap
lingkungannya
berarti
ia
mampu
penyesuaian diri dengan lingkungannya.
menyelaraskan
kebutuhannya
dengan
faktor
yang
penting
Metode Pengumpulan Data
tuntutan lingkungannya sehingga ia tidak akan merasa
stres
masyarakat
dalam
dirinya.
memandang
Lingkungan
siswa
laki maupun perempuan yang
Penelitian
akselerasi
sebagai
alat
ini
menggunakan
skala
ukur
pengumpulan
data.
skala
diharapkan
dapat
sebagai siswa yang lebih pintar daripada
Penggunaan
siswa reguler, dan secara tidak langsung
merefleksikan
menuntut siswa untuk menjadi panutan bagi
sebenarnya. Peneliti menggunakan skala stres
siswa reguler. Menurut Davidson dan Coper
yang
(Effendi,
2006),
dimodifikasi
skala
stres
yang
(1995)
dan
skala
disusun
umum
yaitu
penyesuaian diri yang di modifikasi dari alat
bersumber dari diri pribadi (internal) atau
ukur penyesuaian diri yang digunakan oleh
individu
Kusumadewi (2004).
yang
secara
bersangkutan
dan
faktor
Widuri
yang
yang
stres
oleh
dari
subjek
faktor
mempengaruhi
faktor
keadaan
eksternal (lingkungan rumah, sosial, maupun Metode Analisis Data
tempat kerja individu itu sendiri). Berdasarkan
uraian
diatas
dan
Metode analisis data yang digunakan
dengan merujuk berbagai teori yang ada,
dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
penulis berpendapat bahwa penyesuaian diri
dengan menggunakan statistik. Tehnik statistik
sosial menjadi penting artinya terhadap stres
yang digunakan dalam menganalisis data
yang dialami oleh siswa akselerasi. Apabila
penelitian ini adalah teknik statistik korelasi
siswa dapat
product moment dari Pearson. Teknik ini
menyesuaikan diri
terhadap
39
digunakan karena dalam penelitian ini mencari
Hasil Penelitian
korelasi antara variabel tergantung dengan
Gambaran singkat mengenai data penelitian
variabel bebas. Proses analisisnya dilakukan
secara umum yang berisikan fungsi-fungsi
dengan
program
statistik dasar dari masing-masing variabel
Social
dapat dilihat secara lengkap pada tabel
menggunakan
komputer
Statistical
bantuan
Package
for
berikut.
Science (SPSS) for Windows 12.
Tabel 1. Deskripsi Data Penelitian Variabel
Hipotetik
Empirik
Xmax
Xmin
Mean
SD
Xmax
Xmin
52
13
32,5
6,5
50
31
Penyesuaian
Mean 40,42
SD 4,2813
diri
8
Stres
208
52
130
26
155
70
111,88
18,589 71
sahih
Skala stres menunjukkan 52 aitem
sebesar -0,624 dengan p=0,000 (p<0,01).
dan
Hubungan
8
aitem
gugur.
Berdasarkan
antara
kedua
bahwa
variabel
semakin
ini
deskripsi data penelitian pada tabel dapat
menunjukkan
tinggi
diketahui bahwa mean empirik untuk variabel
penyesuaian diri maka semakin rendah stres
stres sebesar 111,88 dan mean hipotetik
dan sebaliknya semakin rendah penyesuaian
sebesar 130. Mean empirik variabel stres lebih
diri maka semakin tinggi pula stres pada siswa
kecil daripada mean hipotetiknya. Hal ini
akselerasi. Jadi hipotesis yang diajukan dalam
menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian
penelitian ini dapat diterima.
ini mempunyai stres yang rendah. Diskusi
Skala penyesuaian diri terdiri dari 40 aitem yang diujicobakan, 13 aitem sahih dan
Hasil
27 aitem gugur. Berdasarkan deskripsi data
hubungan negatif
penelitian pada tabel dapat diketahui bahwa
antara penyesuaian diri dan stres pada siswa
mean empirik untuk variabel penyesuaian diri
akselerasi. Hubungan antara kedua variabel
sebesar 40,42 dan mean hipotetik sebesar
ini
32,5. Mean empirik variabel penyesuaian diri
penyesuaian diri maka semakin rendah stres
lebih besar daripada mean hipotetiknya. Hal
dan sebaliknya semakin rendah penyesuaian
ini
diri maka semakin tinggi pula stres pada siswa
menunjukkan
bahwa
subjek
dalam
penelitian
menunjukkan
menunjukkan
adanya
yang sangat signifikan
bahwa
akselerasi.
yang tinggi.
bahwa yang menentukan stres atau tidaknya
hubungan negatif
Tyrer
tinggi
penelitian ini mempunyai penyesuaian diri
Hasil penelitian menunjukkan adanya
Menurut
semakin
(Widuri,1995),
individu adalah kemampuan menyesuaikan
yang sangat signifikan
diri dengan perubahan
perubahan yang
antara penyesuaian diri dan stres pada siswa
terjadi. Menurut Cox (Crider,1983) sejumlah
akselerasi. Adanya hubungan antara kedua
stimulus yang khas dapat menimbulkan stres,
variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r)
contohnya kejutan, ancaman terhadap harga
40
diri, kekacauan, pengasingan dan tekanan
penyesuaian diri sosial yang tinggi yaitu
kelompok. Selanjutnya karakteristik stimulus
sebanyak 31 subjek (62%). Subjek yang
yang menyebabkan stres yaitu stimulus yang
memiliki penyesuaian diri sosial yang tinggi
terlalu kuat melebihi kemampuan adaptasi,
hendaknya
stimulus yang menghasilkan respon yang
kemampuan penyesuaian diri sosialnya.
tetap
mempertahankan
bertentangan dan individu yang tidak dapat 2. Bagi pihak sekolah
menguasai lingkungannya.
Bagi pihak sekolah, penelitian ini Kesimpulan
diharapkan dapat menjadi masukan yang
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif
berarti bagi perkembangan siswa akselerasi.
yang sangat signifikan
Sebagai institusi pendidikan yang memiliki
antara penyesuaian diri sosial dengan stres
program akselerasi, sekolah diharapkan dapat
pada siswa akselerasi. Adanya hubungan
membekali siswa dengan bimbingan yang
antara
oleh
dapat membantu siswa lebih menyesuaikan
koefisien korelasi (r) sebesar -0,624 dengan
diri dan tidak mengalami tekanan akibat
p= 0,000 atau p< 0,01. Hal ini berarti semakin
kurikulum yang terlalu banyak. Hendaknya
tinggi penyesuaian diri sosial maka semakin
bimbingan dilakukan setelah proses seleksi
rendah
siswa
kedua
stres
variabel,
pada
ditunjukkan
siswa
akselerasi,
akselerasi.
Pihak
BK
juga
dapat
sebaliknya semakin rendah penyesuaian diri
melakukan komunikasi kepada orangtua siswa
sosial maka semakin tinggi stres pada siswa
untuk memberikan bimbingan yang lebih
akselerasi. Jadi hipotesis yang menyatakan
intensif kepada siswa akselerasi.
adanya hubungan negatif antara penyesuaian 3. Bagi Orang tua siswa
diri sosial dengan stres pada siswa akselerasi dapat diterima.
Bagi orang tua siswa, hendaknya lebih
Hasil analisis tambahan menunjukkan
memberikan
bimbingan
kepada
anak,
bahwa aspek penyesuaian diri sosial yang
dukungan moral, dan tidak terlalu membebani
paling
anak dengan tuntutan agar terus berprestasi.
berpengaruh
adalah
aspek
penyesuaian diri terhadap masyarakat, dan 4. Bagi Peneliti selanjutnya
aspek yang menunjukkan pengaruh yang kecil adalah
aspek
penyesuaian
diri
terhadap
Bagi peneliti lain yang tertarik dan
keluarga.
ingin mengkaji tema penyesuaian diri sosial dan
stres
diharapkan
mempertimbangkan
Saran
variabel
1. Bagi Subjek Penelitian
emosi, dukungan sosial, kecemasan, dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
motivasi
variabel lain seperti, kecerdasan
berprestasi..
Penelitian
dengan
subjek yang mengalami stres berada pada
metode kualitatif dan menggunakan metode
kategori rendah sebanyak 28 subjek (56 %).
analisis
Berdasarkan hasil penelitian ini maka subjek
dilakukan jika ingin menggunakan variabel
penelitian mengalami stres yang rendah,
yang sama. Selain itu, subjek penelitian yang
sedangkan
rata
rata
subjek
memiliki
41
yang
mendetail
sebaiknya
juga
lebih banyak dapat membuat generalisasi
Hardjana , A.M. 1994. Stress tanpa distress, Seni mengelola stress. Yogyakarta : Kanisius.
yang lebih sempurna lagi.
Kartono, K. 2000. Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju
Daftar Pustaka Atikarini, A. 2001. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Tingkat Stres pada Alumni Universitas Islam Indonesia dalam Mencari Kerja. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Kusumadewi, I. 2004. Hubungan Antara Penyesuaian Diri dengan Intensi Prososial pada Remaja. Skripsi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Kusuma, P.P. (2007). Hubungan Antara Penyesuaian Diri Sosial dengan Stres Pada Siswa Akselerasi. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
Atkinson, R. L. 1993. Pengantar Psikologi, Edisi kesebelas, Jilid 2. Interaksara. Apriani, R. 2004. Religiusitas dan Stres Mahasiswa Muslim Unsimar Pasca Kerusuhan Poso. Naskah Publikasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Markam, S & Slamet, S. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : UI Press. Partosuwido, S.R. 1993. Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitannya Dengan Konsep Diri, Pusat Kendali, dan Status Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi, No. 1, 32 47.
Azwar, S. 1997. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rahaju, S & Hartanti. 2003. Peran Sense of Humor Pada Dampak Negatif Stres Kerja Pada Dosen. Anima, Indonesian Psychology Journal, Vol 18, No 4, 393 408.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Chaplin, J.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : Rajawali Press Chauhan, S. S. 1978. Advanced Educational Psychology. Bombay : Vikas Publishing House PVT LTD. Cridder, A.B. Goethals, G.R. Kavanough, R.D. Solomon, P.R. 1983. Psychology. Illionis : Scott Foresman & Company.
Rahman, A & Latifah, U. 2001. Mengenal Lebih Dekat tentang Program Akselerasi Tingkat SLTP SMU. http//www.bpkpenabur.or.id. 06/03/2004. Ria, K. 2005. Program Akselerasi; Antara Percepatan, Diskriminan & Pemaksaan. www.pontianak.com.
Crow, L.D & Crow, A. 1951. Mental Hygiene. London : Mc.Graw Hill Book Company. Inc. Dewi,
Safitri, E. 2005. Hubungan Antara Tingkat Neurotisisme Dengan Stress. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
E. 2006. Perbedaan Kecemasan Menghadapi SPMB Antara Siswa Kelas Akselerasi dengan Kelas Reguler. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sarafino, E. P. 1994. Health Psychology. Second Edition. Kanada : John Willey & Sons, Inc.
Effendi, M. 2005. Stress Akibat Kerja Yang Dihadapi Guru Sekolah Luar Biasa. Jurnal. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Scolichah, S. 2005. Dimensi Sosial dan Emosi pada Siswa Akselerasi. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Fadillah, 2004. Perbedaan Tipe Achievement Goal dan Tingkat Stres pada Siswa Akselerasi. Intisari Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo.
Greene, B. dkk. Psikologi Abnormal. Edisi kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Suryaningrum, M. 2004. Hubungan antara Penyesuaian diri dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru. Intisari Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Hadi, S. 1997. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi
42
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Widuri,E.L. 1995. Hubungan Antara Religiusitas dengan Stres pada Mahasiswa Muslim di Universitas Gajah Mada. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Tallent, N. 1978. Psychology of Adjusment, Understanding Ourselves and Others. New York: Linton Education Publishing, inc.
_______, 2006. Mereka Memang Membanggakan, tetapi ... www.kompas.com
Taylor, S. E. 1995. Health Psychology. New York : Mc Graw Hill International Editions.
_______, 2006. Suara Hati Pelajar, Kelas akselerasi. www.pikiran-rakyat.com
Utami, M.S, dkk. 2000. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Penyesuaian Diri Perempuan Pada Kehamilan Pertama. Jurnal Psikologi No.2, Hal 84 -95.
_______, 2004. Berhasilkah Program Akselerasi Kita?. www.republika.co.id _______,2004.Laporan Analisis Hasil Supervisi Program Percepatan Belajar Tahun 2004. www.google.com.
Widodo, F. T. 2004. Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan Penyesuaian Diri pada Narapidana di Lembaga Permayarakatan Wirogunan Yogyakarta. Naskah Publikasi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
http://www.kompas.com. 17/03/2004 www.depdiknas.com
43
HUBUNGAN ANTARA RASA HUMOR DENGAN KREATIVITAS VERBAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UI ANGKATAN 2003 Komaryatun dan Hanna Djumhana Bastaman Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana hubungan antara rasa humor mahasiswa dengan kreativitas verbal yang dimilikinya. Subyek pada penelitian ini adalah 42 mahasiswa fakultas psikologi UI angkatan 2003 yang terdiri atas 8 pria dan 34 wanita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dua alat ukur penelitian. Alat ukur pertama berupa kuesioner humor yang berisi 34 cerita humor dengan empat pilihan respon jawaban mulai dari tidak lucu, agak lucu, lucu sampai sangat lucu. Alat ukur kedua adalah Tes Kreativitas Verbal yang merupakan tes kreativitas baku yang dikembangkan oleh S.C Utami Munandar (1997). Metode analisa data yang digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara rasa humor dengan kreativitas verbal. Individu yang memiliki rasa humor tinggi memiliki kreativitas verbal yang tinggi begitu pula sebaliknya individu yang memiliki rasa humor rendah memiliki kreativitas verbal yang rendah pula. Kata Kunci / Keywords : Humor, Kreativitas Verbal Pendahuluan
Humor
Manusia
adalah
makhluk
ciptaan
pada
sebagai
umumnya
pelipur
lara
dapat
bagi
berfungsi
pendengarnya
Tuhan yang berbeda dengan makhluk lainnya.
(maupun penceritanya) (Dananjaja, 2002).
Manusia
kelebihan
Dengan humor orang dapat merasa lega dari
lainnya,
ketegangan yang dialaminya dalam hidup,
memiliki
dibandingkan
banyak
dengan
makhluk
terutma kelebihan dalam fungsi kognitif dan
sekaligus
fungsi lulur yang contohnya antara lain bahasa
memperat hubungan interpersonal (Bratawira,
dan berpikir. Selain itu manusia juga memiliki
1980/1981). Fungsi lain dari humor adalah
kualitas insani
dapat
yang hanya dimiliki oleh
merasa
dipakai
senang
untuk
dan
meningkatkan
dapat
rasa
manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk
percaya diri seseorang. Humor digunakan
lainnya yang antara lain adalah rasa humor
untuk membantu seseorang melihat rasa tidak
dan
kreativitas.
bagian
yang
manusia,
Rasa
humor
merupakan
percaya dirinya dari sudut pandang yang
penting
dalam
kehidupan
berbeda (O Connell dalam Simanjutak, 1998).
demikian
pentingnya
sehingga
Humor dalam arti luas mempunyai
Baughman (1974) menyatakan bahwa rasa
hubungan
humor adalah indera keenam.
mempunyai persamaan, tetapi humor dan
Humor dapat diartikan sebagai rasa
dengan
tertawa,
keduanya
tertawa tidaklah identik. Bila seseorang dapat
atau gejala yang merangsang kita untuk
menangkap
tertawa
sebagai
diekspresikan dalam tertawa walaupun tidak
dalam
selalu hal tersebut terjadi (Penguin English
ekspresi Ismail,
atau
cenderung
mental 1995)
(Arwah dan
tertawa Setiawan
stimulus
humor
itu
suatu
kelucuan,
biasanya
Dictionary).
merupakan ungkapan verbal dan non verbal
Humor
tidak
selalu
dipersepsikan
yang dapat menyebabkan pendengarnya atau
jenaka oleh penerimanya. Lucu atau tidaknya
pembawanya
tergantung pada konteks kesiapan emosional
merasa
tergelitik
perasaan
lucunya sehingga terdorong untuk tertawa
sang
(Danandjaja, 2002).
(www.kompas.com). Selain itu kemampuan
44
penerima
humor
itu
sendiri
antara satu orang dengan orang lainya dalam
kelancaran,
menangkap, mempersepsikan, dan merespon
berpikir,
humor dapat sangat berbeda-beda. Humor
mengelaborasi
yang tidak menimbulkan tertawa bukan berarti
memperkaya, memperinci) suatu gagasan
humor tersebut tidak lucu, melainkan ada
(Munandar, 1992). Ciri-ciri kreativitas seperti
beberapa faktor yang menghambatnya, yaitu
kelancaran,
masalah bahasa yang tidak dimengerti oleh
elaborasi merupakan ciri kreativitas yang
pendengarnya, pembawanya yang kurang
berhubungan dengan berpikir kreatif. Makin
pandai
kreatif
dalam
menyampaikannya,
keluwesan, serta
orisinalitas
dalam
kemampuan
untuk
(mengembangkan,
fleksibilitas,
seseorang
orisinalitas
ciri-ciri
tersebut
dan
makin
pendengarnya tidak mengetahui konteks dari
dimiliki. Namun ciri-ciri berpikir tersebut belum
humor tersebut, adanya represi psikologis
menjamin perwujudan kreativitas seseorang.
yang kuat dari pihak pendengarnya, dan jika
Ciri-ciri
disajikan berulangkali dihadapan orang-orang
perkembangan
yang
(Danandjaja,
pentingnya agar kreativitas seseorang dapat
2002). Hal lain yang dianggap jenaka oleh
terwujud. Ciri-ciri yang menyangkut sikap dan
sekelompok masyarakat tertentu, belum tentu
perasaan seseorang disebut ciri-ciri afektif dari
dihayati lucu oleh kelompok yang lain.
kreativiats. Motivasi atau dorongan dari dalam
pernah
mendengarnya
lain
yang afektif
berkaitan
dengan
seseorang
sama
Humor selain merupakan kemampuan
untuk berbuat sesuatu, pangabdian, atau
sosial juga dipersepsikan sebagai kemampuan
pengikatan diri terhadap tugas termasuk ciri-
kognitif seseorang karena terkait dengan
ciri afektif kreativitas.
bagaimana
seseorang
tersebut
Ciri-ciri afektif lainnya dari kreativitas
mengapresiasikan humor, memahami humor
yang sangat esensial dalam menentukan
dan
humor
prestasi kreatif seseorang ialah rasa ingin
yang
tahu, tertarik terhadap tugas-tugas mejemuk
berupa
yang dirasakan sebagai tantangan, berani
penggabungan atau asosiasi dari dua atau
mengambil risiko untuk membuat kesalahan
beberapa ide secara bebas, ide-ide yang
atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah
awalnya tidak berhubungan menjadi pemikiran
putus
yang baru karena proses asosiasi tersebut.
mempunyai
Dalam
pengalaman-pengalaman
membuat
suatu
(www.units.muohio.edu). berlangsung
dalam
proses
dikatakan
Proses
humor
terjadinya
terkandung
cara
ialah
humor berpikir
dapat yang
juga
humor,
keindahan, ingin
mencari
baru,
dapat
Munandar, 1999).
konvensional (Bratawira. 1980/1981). yang
rasa
menghargai
menghargai diri sendiri maupun orang lain (
bebas, lepas dari aturan-aturan yang kaku dan
Kreativitas
asa,
Pernyataan-pernyataan
merupakan
semakin
menguatkan
pandangan
tersebut bahwa
salah satu kualitas insani dapat diartikan
kreativitas adalah unsur yang penting dalam
sebagai
membuat
humor, karena orang kreatif mampu melihat
kombinasi baru, berdasarkan data, informasi,
hubungan yang tidak terlihat oleh orang lain.
atau unsur-unsur yang sudah ada (Munandar,
Orang kreatif juga berpikir tidak konvensional
1992). Kreativitas juga dapat dirumuskan
(Rahmat, 2000) sehingga ia dapat melihat
sebagai
kejutan,
kemampuan
kemampuan
untuk
yang
mencerminkan
45
keanehan,
ketidakmasukakalan,
kebodohan, sifat pengecohan, kejanggalan,
Indonesia,
kontradiksi, dan kenakalan dari suatu stimulus
menghimbau rasa geli, lucu karena keganjilan
humor. Orang yang kreatif ketika membaca
atau
cerita yang mengandung unsur humor mampu
paduan rasa kelucuan yang halus dalam diri
melihat cerita tersebut dari sudut pandang
manusia dan kesadaran hidup yang iba
yang berbeda dengan orang-orang yang biasa
dengan sikap simpatik. Sedangkan pengertian
sehingga ia dapat memahami cerita tersebut
humor yang paling
dan
sesuatu yang lucu yang membuat seseorang
berespon
dengan
senyum
ataupun
tertawa.
humor
adalah
ketidakpantasan
kualitas
yang
awam
untuk
menggelikan,
adalah segala
tertawa, misalnya kartun yang lucu yang Menurut ahli saraf Robert Provine
menimbulkan kegelian atau tawa, berbagai
(www.suaramerdeka.com) orang yang sering
pertunjukan
tertawa biasanya lebih kreatif karena otak dan
tertentu, film komedi dan juga buku humor (
pikiran
Suhadi
selalu
penelitian,
jernih.
menciptakan
hasil
dalam
acara-acara
Ismail,
1995).
televisi
Danandjaja
kreativitas
(2002) mengartikan humor sebagai suatu
dibutuhkan lingkungan kerja yang kondusif
ungkapan verbal dan non verbal yang dapat
yang menyenangkan dan penuh rasa humor
menimbulkan
atau
menyebabkan
(www.e-psikologi,com).
Daniel
pendengarnya
(maupun
pembawanya)
humor
merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga
menjadi lebih terbuka
terdorong untuk tertawa. Hal yang menggelitik
dan menerima segala kemungkinan. Rasa
perasaan lucu tersebut adalah karena dalam
humor ini juga bisa mengikis rasa takut dan
humor terdapat unsur kejutan, keanehan,
malu yang bisa menghambat kreativitas.
ketidakmasukakalan,
Maslow mengemukakan bahwa humor dan
pengecohan,
kreativitas merupakan beberapa ciri dari orang
kenakalan, dan lain-lain.
Goleman
untuk
Berdasarkan
lawak,
(www.date.com)
membuat seseorang
yang
telah
Menurut
teraktualisasi
rasa
dirinya
(Allport,
kebodohan,
kejanggalan,
Sedangkan
Chapman
sifat
kontradiktif,
dan
Foot
1970). Hal-hal di atas memperlihakan adanya
mendefiniskan humor sebagai
Laugh or
keterkaitan antara humor dan kreativitas.
smile provoking stimuli of a good natured sort, that is likely to be minimally offensive to the
Rumusan Masalah
object of the laughter of smilling (Chapman
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
dan Foot 1976 : 288). Dari definisi yang
apakah ada hubungan antara rasa humor
dikemukan oleh Chapman dan Foot dapat
seseorang dengan kreativitas verbal yang
dilihat bahwa yang termasuk humor adalah
dimilikinya?
stimulus yang dapat menimbulkan tawa atau senyum yang tidak bersifat menyerang obyek
Tinjauan Teoritis
dari humor itu sendiri. Jika ada celaan yang
Humor
bersifat menyerang orang lain, misalnya cacat Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
tubuh atau sifat-sifat negatif dari suatu suku
Indonesia, humor adalah keadaan (cerita dan
yang dapat memancing kemarahan atau
sebagainya)
yang
hati,
menyinggung perasaan mereka yang dicela,
kejenakaan,
lelucon.
Ensiklopedi
maka hal itu tidak termasuk ke dalam ketegori
menggelikan Menurut
46
humor, walaupun bisa saja celaan tersebut
humor bisa berupa stimulus verbal,
dianggap lucu atau menimbulkan tawa bagi
non verbal atau merupakan kombinasi
orang lain.
dari keduanya dan ciri kontekstual
Champman
dan
McGhee
menulis
yang menyertainya.
bahwa humor as a response to the perception
2. Persepsi ketidaksesuaian
of incongruity in playful context that may or
Dalam kehidupannya manusia tidak
may not be accompanied by smilling and
dapat
laughter (Champman & McGhee, 1980 : 2).
lingkungan yang ada disekitarnya, dan
Secara bebas definisi ini diartikan bahwa
manusia secara aktif membuat respon
humor merupakan respon terhadap persepsi
terhadap stimulus itu. Dalam kerangka
ketidaksesuaian di dalam situasi bercanda
humor tentu saja tidak semua stimulus
yang bisa saja disertai senyum dan tawa atau
dapat membangkitkan respon humor.
bisa saja tidak. Humor sebagai suatu stimulus
Agar mampu membangkitkan respon
dapat dipahami oleh individu karena tiap
humor,
individu memiliki rasa humor (sense of humor)
dipersepsikan
sebagai bagian dari kualitas insani. Menurut
inkongruen.
Baughman (1974) sense of humor adalah
inkongruen
kualitas manusia yang sangat berharga untuk
kejutan. Shultz (dalam Atmoko, 1995)
membantu dalam memahami ketidaksesuaian.
memberikan
Rasa humor menyangkut perasaan kita ketika
(salah duga) untuk unsur kejutan
menanggapi
kemudian
tersebut. Hal yang ingin ditunjukkan
mengekspresikannya dengan tertawa atau
adalah bahwa respon humor dapat
tersenyum.
timbul karena adanya sesuatu yang
suatu
lelucon
terlepas
dari
suatu
stimulus
stimulus sebagai
hal
Yang disini
harus
dimaksud
adalah
istilah
yang
unsur
misexpected
salah duga dari apa yang diharapkan Teori humor
sebelumnya.
Jika ditelaah ada tiga hal penting yang
Perlu kiranya ditekankan bahwa unsur
terdapat pada teori humor, yaitu humor
kejutan itu adalah misexpected dan
sebagai respon, humor sebagai persepsi
bukan unexpected. Charles Worth
ketidaksesuaian, dan humor dalam konteks
(dalam Atmoko, 1995) menjelaskan
bercanda (Champman & McGhee, 1980)
bahwa
1. Humor sebagai respon
persepsi
merupakan
inkongruenitas
penyimpangan
Sesuai dengan teori stimulus respon,
harapan
maka jika humor merupakan suatu
(misexpected).
respon maka tentu saja diperlukan
terjadinya sesuatu tersebut biasanya
materi
muncul sesuai dengan pengalaman
yang
berperan
sebagai
akan
dari
terjadinya
sesuatu
Harapan
akan
stimulus yang mampu menimbulkan
terdahulu
atau membangkitkan respon. Wyers
Berbeda dengan kejutan yang timbul
dan Collins (dalam Atmoko, 1995)
karena adanya sesuatu yang un-
menyatakan ada materi-materi yang
expected yang lebih mengacu pada
dapat menstimulasi timbulnya respon
reaksi terhadap sesuatu yang sama
47
mengenai
hal
tersebut.
sekali baru. Disini terlihat adanya
pesan tersebut termasuk ke dalam
penekanan
salah satu contoh humor.
akan
pentingnya
pengalaman masa lalu (Chapman dan Kreativitas
McGhee, 1980).
Kreativitas
3. Playful context
dapat
diartikan
dalam
Menurut Berlyn dan Rothbart (dalam
beberapa pengertian yang berbeda. Beberapa
Atmoko, 1995) respon humor secara
ahli membagi kreativitas dalam dua kategori
optimal dapat timbul dari persepsi
yaitu menurut traits approach dan learned
ketidaksesuaian
behavior
terutama
dalam
approach 1997).
(Reilly,
Menurut
Lewis
situasi-situasi tidak serius, tidak ada
Suharti,
ancaman dan tidak berbahaya. Syarat
kreativitas merupakan suatu karakteristik dan
situasi ini diinterpretasikan oleh Berlyn
kecenderungan tertentu sebagai bagian dari
sebagai situasi bercanda.
diri manusia. Hal ini berarti bahwa kreativitas
Sehubungan dengan humor sebagai
adalah bawaan. Pendekatan ini tidak menolak pengaruh
1995) secara spesifik menyatakan bahwa
adalah bahwa lingkungan hanya sebagai alat
respon humor tersebut lebih mengacu pada
bantu untuk mewujudkan kreativitas yang ada
istilah reaksi kognitif yang subyektif dari
sejak
seseorang terhadap suatu stimulus tertentu
menganggap bahwa kreativitas merupakan
daripada
dapat
akibat dari pengalaman yang membentuk
diobservasikan terhadap stimulus yang sama.
keahlian dan perilaku pada masing-masing
Ini berarti bahwa meskipun senyum dan tawa
individu, menurut pendapat ini bahwa setiap
sering
humor
individu adalah kreatif. Perbedaan dalam
namun
prestasi kreativitas pada setiap individu dapat
dikatakan
terhadap
suatu
respon
sebagai materi
yang
respon humor,
lahir.
tetapi
approach
respon Wyers dan Collins (dalam Atmoko.
sekedar
lingkungan
traits
dalam
Learned
behavior
approach
diterangkan
respon humor tidak selalu konsisten. Dengan
lingkungan individu tersebut (Reilly, Lewis
kata lain senyum dan tawa dapat saja timbul
dalam Suharti, 1997).
semata-mata
karena
respon
dari
sebab
utama
hubungan antara senyum dan tawa dengan
bukan
melalui
yang
akibat
dari
Sedangkan pengertian kreativitas ada
stimulus humor.
bermacam-macam,
Chapman dan Foot memberikan tiga
akan
tetapi
kreativitas
biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk
kriteria untuk membantu menentukan apakah
menciptakan
suatu pesan mengandung unsur humor atau
ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus
tidak. Ketiga kriteria itu adalah :
baru,
1. Apakah
pesan
tersebut
dapat
suatu
mungkin
kombinasinya
memancing tawa atau senyum.
produk
baru.
Namun
saja
gabungannya,
sedangkan
unsur-unsurnya
sudah ada sebelumnya. Definisi kreativitas
2. Apakah pesan tersebut dibuat dengan
menurut
Utami
Munandar
(1992)
adalah
tujuan untuk memancing tawa atau
kemampuan yang mencerminkan kelancaran,
senyum
keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir
3. Apakah
anggota
lain
dari
suatu
serta
kebudayaan yang sama setuju bahwa
48
kemampuan
untuk
mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci )
Elaborate
suatu gagasan.
kemampuan untuk memperkaya dan
Dalam berpikir kreatif tidak terlepas
(elaborasi)
merupakan
mengembangkan
gagasan,
dari model struktur intelek Guilford. Guilford
memperinci detil-detil.
menciptakan suatu teori tentang intelegensi
Ada
beberapa
faktor
yang
yang digambarkan dalam bentuk kubus tiga
mempengaruhi kreativitas, yaitu press atau
dimensi
semua
lingkungan, proses kreativitas dan individu
kemampuan intelek manusia. Ketiga dimensi
pribadi itu sendiri yang kesemuanya akan
itu
operasi.
menghasilkan produk berupa sikap kreatif.
Dimensi operasi sendiri dibedakan dalam lima
Rasa humor yang dimiliki individu akan
kategori,
berpikir
membantu inidvidu dalam proses kreatif,
divergen, berpikir konvergen, dan evaluasi
karena dengan rasa humor individu dapat
(Munandar, 1999).
melihat permasalahan yang dihadapinya dari
yang
adalah
manampilkan
konten,
yaitu
produk
kognisi,
dan
ingatan,
Guilford mengemukakan dari struktur
sudut pandang yang tidak biasa.
inteleknya terdapat berpikir divergen yang dapat
dijadikan
indikasi
dari
kreativitas.
Humor dan Kreativitas
Menurut Guilford (Vernon dalam Oscarini,
Baughman (1974 ; 53) A sense of
1999) di dalam berpikir terdapat beberapa
humor is basically intellectual . Rasa humor
kategori
dasarnya adalah intelektual dan rasa humor
yang
mendukung
suatu
potensi
kreativitas, yaitu kelancaran kata atau word
inilah
fluency,
association
memahami
fluency,
spontaneous
fluency,
expressional
flexibility,
adaptive
yang
inilah
Kreativitas
maka
Verbal
dikembangkan
oleh
Utami
Tes
kualitas
dari
Munandar
insani,
stimulus
yang
artinya
tiap
orang
memilikinya hanya saja berbeda kadarnya. Selain itu humor dan kreativitas dapat saling
(kelancaran)
merupakan
mempengaruhi secara positif, misalkan saja
banyaknya gagasan, jawaban, atau
pada
penyelesaian
dilakukan
masalah
yang
berhubungan. Flexibility
ketidaksesuaian
dalam
Humor dan kreativitas merupakan
(1976-1977) yang berisi : Fluency
individu
humor.
flexibility, redefinition, dan originality. Dari kategori
membantu
proses
dengan
humor.
(keluwesan)
kreatif
lebih
mudah
suasana
yang
penuh
Dengan
keterampilan
merupakan
akan
dalam
mengembangkan kreativitas
akan
kemampuan menghasilkan berbagai
membantu kita dalam menciptakan humor.
pertanyaan dan jawaban, gagasan
Sebaliknya
yang
beragam jenis humor akan membantu kita
bervariasi,
mencari
banyak
dengan
mengapresiasikan
alternatif dan mampu mengubah cara
mengembangkan
berpikir sesuai situasi.
(http://members.ozemail.com).
Originality
(orisinalitas)
Torrance
merupakan
kreativitas
(dalam
Dunn,
2000)
kemampuan menghasilkan gagasan
mengemukakan bahwa ada korelasi yang
baru dan unik, membuat kombinasi-
tinggi antara humor dan kreativitas. Humor
kombinasi yang tidak lazim.
juga mempengaruhi kreativitas dengan melatih
49
pikiran
untuk
sesuatu
mencoba
yang
contohnya
berpikir
tentang
Kuesioner ini berisi 34 ceriota humor
Dalam
lelucon
yang diambil dari berbagai sumber
menemukan
antara lain buku humor mahasiswa
berbeda.
seseorang
harus
maksud lain yang tidak terduga. Humor dan
karangan
berpikir kreatif terkait dalam melihat sesuatu
situs-situs cerita humor di internet.
dengan
Cerita humor ini berisi antara lain
cara
yang
tidak
biasa
(http//www.laughterremedy.com). Humor
dan
James
Danandjaja
juga
humor mengenai agama atau pejabat
kreativitas
memiliki
agama,
pejabat
pemerintah
persamaan yaitu menggunakan kemampuan
negarawan,
berpikir
memahami
bodoh, profesor, suami-istri, dokter-
ketidaksesuaian atau kejutan yang ada pada
pasien, orang tua, anak kecil dan
humor ataupun dalam menghasilkan produk
humor jorok. Namun cerita humor
kreatif seperti ide-ide yang inovatif ataupun
yang disajikan tidak meliputi area
dalam bentuk barang yang dapat digunakan
yang sebaiknya tidak diberikan yaitu
untuk kemudahan hidup sehari-hari.
seksual, etnik, menyinggung agama
baik
dalam
orang
pintar,
atau orang
tertentu dan kekerasan. Pemilihan Metode Penelitian
cerita juga dibantu oleh tiga kriteria
Hipotesa Penelitian
untuk
Hipotesa Alternatif (Ha) : Ada hubungan yang
pesan mengandung unsur humor atau
signifikan
tidak. Ketiga kriteria itu adalah :
antara
rasa
humor
dengan
menentukan
apakah
Psikologi UI angkatan 2003.
memancing
Hipotesa Null (Ho) : Tidak ada hubungan yang
apakah pesan tersebut dibuat dengan
signifikan
dengan
tujuan untuk memancing tawa atau
kreativitas verbal pada mahasiswa Fakultas
senyum, dan apakah anggota lain dari
Psikologi UI angkatan 2003.
suatu kebudayaan yang sama setuju
rasa
humor
tersebut
suatu
kreativitas verbal pada mahasiswa Fakultas
antara
pesan
apakah
tawa
atau
dapat senyum,
bahwa pesan tersebut termasuk ke Subyek Penelitian
dalam
Subyek dalam penelitian ini adalah 42 orang
Kemudian dari setiap cerita humor
mahasiswa Fakultas Psikologi UI angkatan
diberikan 4 pilihan jawaban yang
2003 yang berusia antara 18 sampai 20 tahun,
mewakili respon subyek, yaitu sangat
terdiri atas 8 pria dan 34 wanita.
lucu, lucu, agak lucu dan tidak lucu.
salah
satu contoh
humor.
2. Tes Kreativitas Verbal Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini tes kreativitas
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua
yang
alat ukur, yaitu alat ukur humor dan Tes
Kreativitas Verbal (TKV) baku yang
Kreativitas Verbal
dikembangakan
oleh
Munandar.
ini
1. Alat Ukur Humor
digunakan
Tes
S.C
Tes
Utami
dikembangkan
Alat ukur ini berupa kuesioner untuk
berdasarkan
mengukur rasa humor seseorang.
intelek dari Guilford. TKV terdiri atas 6
50
pada
adalah
model
struktur
subtes
untuk
kreativitas
mengukur
seseorang
potensi
baik
tiga
itu
kemampuan
sifat-sifat
yang
sama,
penggunaan luar biasa, dan apa
kelancaran, keluwesan, daya imajinasi dan
kata,
akibatnya.
mengemukakan
gagasan secara verbal. Ke enam sub
Hasil Penelitian
tes tersebut adalah permulaan kata,
Gambaran Rasa Humor Subyek
menyusun kata, membentuk kalimat
Tabel Gambaran skor rasa humor subyek Z Score
Kelompok
Jumlah Subyek
Persentase
<-1,81
Rasa humor sangat rendah
0 orang
0%
-1,81 s.d -1,03
Rasa humor rendah
9 orang
21,42 %
-1,03 s.d 0,98
Rasa humor rata-rata
26 orang
61,90 %
0,98 s.d 2,98
Rasa humor tinggi
6 orang
14,28 %
>2,89
Rasa humor sangat tinggi
1 orang
2,38 %
42 orang
100 %
Total
Dari data tebel di atas terlihat bahwa ada 26
merespon suatu stimulus dalam bentuk cerita
orang atau 61,90 % subyek termasuk dalam
dengan
kelompok dengan rasa humor rata-rata yang
tersenyum
memiliki
kepekaan
yang
cukup
ekspresi
seperti
tertawa
atau
dalam
Gambaran Kreativitas Verbal Subyek Tabel gambaran skor Tes Kreativitas Verbal subyek penelitian Skor
Creativity
Kelompok
Jumlah Subyek
Persentase
Defective
0 orang
0%
Quotient < 65 66
79
Borderline
0 orang
0%
80
90
Dull normal
0 orang
0%
91
110
Averege
13 orang
30,95 %
111
119
Bright Normal
13 orang
30,95 %
120
127
Superior
5 orang
11,90 %
Very Superior
11 orang
26,30 %
42 orang
100 %
> 128 Total
Dari tabel terlihat bahwa tidak ada subyek
dengan
yang termasuk dalam kategori Dull Normal,
kelompok Average dan Bright Normal yaitu
Borderline dan defective. Semua subyek
sebesar
termasuk ke dalam kelompok average ke atas,
51
persentase
terbanyak
30,95
berada
di
%.
Hubungan Antara Humor dan Kreativitas Verbal Tabel korelasi humor dan kreativitas verbal Skor Total Humor Skor Total Humor
Pearson Correlation
Skor CQ 1
0,507**
Sig. (2-tailed)
0
N Skor CQ
Pearson Correlation
42
42
0,507**
1
Sig. (2-tailed)
0
N
42
42
** Correlation is significant at the level (2-tailed)
Berdasarkan dengan
perhitungan
menggunakan
pearson
Diskusi
korelasi product
Membahas
tentang
humor
dan
moment ditemukan bahwa nilai korelasi antara
kreativitas sebagai bagian dari kualitas insani
humor
pada
merupakan bahasan unik dan menarik untuk
mahasiswa Fakultas Psikologi UI sebesar
diteliti karena keduanya sering dilakukan
0,507. Pada level of signifikan 0,05 nilai
dalam kehidupan sehari-hari. Humor memiliki
korelasi ini lebih besar dari 0,304 sehingga
banyak bentuk untuk dapat dinikmati oleh
dapat dikatakan bahwa nilai korelasi antara
masyarakat
skor humor dengan kreativitas signifikan pada
beragam juga media untuk menampilkan
level ini. Dengan demikian hipotesa null (Ho)
humor itu sendiri.
dengan
kreativitas
verbal
luas.
Saat
inipun
semakin
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
Mengenai alat ukur humor, peneliti
antara rasa humor dengan kreativitas verbal
mengalami kesulitan karena tidak ada alat
mahasiswa Fakultas Psikologi UI angkatan
ukur yang standar mengenai humor. Hal ini
2003 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
bisa jadi kerena subyektivitas orang dalam
antara rasa humor dengan kreativitas verbal
berespon terhadap humor dan juga terlalu
mempunyai hubungan yang bermakna. Dapat
beragamnyaa jenis ataupun bentuk humor.
dikatakan bahwa individu yang memiliki rasa
Selain itu penulis membuat kuesioner humor
humor tinggi memiliki kreativitas verbal yang
dengan mengetengahkan cerita-cerita humor.
tinggi juga. Begitu pula sebaliknya individu
Cerita yang diambil untuk kuesioner tersebut
yang memiliki rasa humor yang rendah akan
adalah
memiliki kreativitas verbal yang rendah pula.
diberbagai media. Mungkin saja responden
cerita-cerita
yang
pernah
dimuat
Dari data ini dapat berarti juga fluency,
pernah membaca atau pernah mendengar
flexibility, originality dan elaboration yang
cerita itu. Hal ini bisa mengurangi tergelitiknya
diukur dalam Tes Kreativitas Verbal berkaitan
perasaan lucu responden. Kelemahan lain dari
juga
alat ukur humor ini adalah pada item-itemnya
dengan
kognisi
dalam
keanehan,
humor
yang
melihat
menggunakan
aspek
ketidakmasuakalan,
kejutan,
yang berupa cerita. Cerita humor yang dipilih
kebodohan,
dibatasi dengan tidak meliputi area yang
sifat pengecohan, kejanggalan, kontradiktif,
sebaiknya
kenakalan, dan lain-lain pada stimulus.
mengandung
52
tidak unsur
diberikan, seksual,
seperti kekerasan,
profesi
Kesimpulan
tertentu. Batasan ini membuat pilihan cerita
Berdasarkan
yang diperoleh agak sedikit, karena banyak
dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan,
cerita
sebagai berikut :
menyinggung
agama,
humor
etnik
yang
atau
mengandung
unsur
seksual, kekerasan, menyinggung agama,
penelitian
yang
telah
1. Subyek penelitian memiliki rasa humor
etnik, atau profesi tertentu. Hal ini merupakan
rata-rata.
kekurangan bagi hasil penelitian karena hanya
memiliki rasa humor yang rendah,
mengukur rasa humor seseorang melalui
tinggi dan sangat tinggi. Namun tidak
responnya terhadap bacaan cerita humor yang
ada subyek yang memiliki rasa humor
terbatas dalam isi.
sangat rendah.
Dari
gambaran
umum
subyek
2. Subyek
Ada
juga
subyek
yang
penelitian memiliki tingkat
ditemukan bahwa responden memiliki tingkat
kreativitas verbal Average ke atas.
kreativitas verbal yang sangat baik, hal ini
Tidak ada subyek penelitian yang
terlihat dari skor Creativity Quotient yang
berada
berkisar antara 94
average.
139. Dengan kata lain
tidak ada responden yang berada dalam
dalam
kelompok
dibawah
3. Ada hubungan yang signifikan antara
kelompok dibawah avarege. Hal ini cukup
rasa humor dengan kreativitas verbal.
menarik namun tidak mengherankan, karena mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003,
Saran
sebagai responden penelitian telah tersaring
Saran Teoritis
dari
Berikut adalah beberapa saran teoritis yang
ribuan
Fakultas
lulusan
Psikologi
dikatakan
SMU UI,
responden
yang
memilih
sehingga
dapat
memiliki
berguna
tingkat
bagi
peneliti
yang
ingin
mengembangkan dan melanjutkan penelitian
inteligensi dan kemampuan akademik yang
ini :
sangat baik. Selain itu ada beberapa kondisi
1. Menggunakan subyek penelitian yang
yang mendukung tingginya tingkat kreativitas
lebih banyak dan dapat mewakili
antara
populasi
lain
tingkat
sosial
ekonomi
dan
pendidikan orang tua, pola asuh dan urutan
hal
tersebut
dalam
sehingga
hasil
penelitian bisa digeneralisasikan.
kelahiran. Namun sayangnya peneliti tidak mencantumkan
subyek
2. Kuesioner humor yang dibuat sangat
data
terbatas sumbernya, sehingga dapat
responden.
dikembangkan
lagi
dengan
Pada penelitian ini, penulis hanya
memperkaya sumber media. Dengan
membatasi pengukuran dengan media tulisan.
demikian aspek-aspek humor yang
Eysenck pernah membuat tes humor dengan
belum tergali dapat diukur.
menggunakan
gambar.
Tentunya
menjadi
3. Pemilihan waktu penelitian juga perlu
menarik jika diteliti lebih lanjut mengenai tes
diperhatikan agar kondisi penelitian
humor menggunakan gambar yang telah
baik subyek dan alat ukur dapat
dikembangkan oleh Eysenck dan kreativitas
dipersiapkan dengan baik.
figural yang juga sudah dikembangkan oleh S.C. Utami Munandar.
53
Saran Praktis
Danandjaja, J. (2002). Humor Mahasiswa. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Menurut Jim Winter (www.wavelength.biz) ada
Danandjaja, J. (2002). Foklor Indonesia ; Ilmu Gossip, dongeng dan lain-lain. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sense of humor, antara lain : 1. Lihatlah segala sesuatu dari sudut
Ismail, M. (1995). Pengetahuan Mahasiswa terhadap Unsur Produk dan Unsur Humor dalam Iklan-iklan yang Menggunakan Pendekatan Humor. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
pandang humor. 2. Mengumpulkan humor, baik dalam bentuk cerita ataupun gambar.
Komaryatun (2003). Hubungan Antara Rasa Humor dengan Kreativitas Verbal Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UI Angkatan 2003. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
3. Lebih sering tersenyum 4. Berpartisipasi dalam kegiatan yang ada humornya. 5. Akrab
dengan
orang-orang
yang
Munandar, S.C.U. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah ; Petunjuk bagi patra guru dan orang tua. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
humoris.
Daftar Pustaka
Munandar, S.C.U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan ; Strategi Mewujudkan Potensi kreatif dan Bakat. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Allport G.W. (1970). Pattern anda Growth in Personality. Toronto : Holt, Rine and Winston, Inc. Atmoko I. (1995). Pengaruh Humor dalam Pengajaran Matematika terhadap Presatsi Akademik Matematika Siswa Kelas 2 SD. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
Papu, J. (2001). Menumbuhkan Kreativitas di Tempat Kerja. www.e-psikologi.com Suharti. (1997). Hubungan Antara Kreativitas (segi kognitif dan segi afektif) Dengan Prestasi Belajar Siswa Berbakat Inteklektual ; Studi pada siswa SMU unggulan 13 dan SMU unggulan 81. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.
Baughman, D. (1974). Baughman s Hanbook of Humor in Education. New York : Parker Publishing Company Inc. Bratawira,
S. (1980/1981). Penggunaan Humor dalam Iklan. Skripsi. Tidak dipublikasikan.
To be or not to be humorous : Does it make a difference. www.units.mouhio.edu.
Chapman, T & Foot, H (eds). (1976). Humor and Laughter : Theory, Research, and Applications. New York : John Willey and Sons.
Winter,
54
J. The Sense www.wavelength.biz.
of
Humor.
PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI SPMB ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DENGAN KELAS REGULER Esa Novana Indra Dewi dan Amrizal Rustam Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecemasan menghadapi SPMB antara siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler. Hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan kecemasan menghadapi SPMB antara siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler, dimana siswa kelas akselerasi memiliki kecemasan menghadapi SPMB lebih tinggi dibandingkan siswa kelas reguler. Subyek penelitian adalah siswa SMA N 3 dan SMA N 8 di Yogyakarta yang memiliki program pendidikan kelas akselerasi dan kelas reguler yang telah ditunjuk oleh Departemen Pendidikan Nasional. Subyek penelitian adalah sebagian dari siswa kelas tiga SMA N 3 dan SMA N 8 pada kelas akselerasi dan kelas reguler yaitu sebanyak 100 siswa. Metode pengumpulan data mengacu pada skala kecemasan Taylor Manifest Anxiety Scale yang dimodifikasi peneliti dari skala kecemasan yang disusun oleh Setiawati (2002) dan diberikan secara langsung kepada subyek penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji-t menggunakan program SPSS 9.0 for windows. Hasil analisis data menunjukkan ada perbedaan kecemasan menghadapi SPMB antara siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t sebesar 2,136 dengan p = 0,035 (p < 0,05). Mean empirik (X) masing-masing program belajar yang diperoleh adalah 75 untuk kelas akselerasi dan 83 untuk kelas reguler, hipotesis penelitian ini tidak terbukti karena siswa kelas reguler lebih tinggi tingkat kecemasan dalam menghadapi SPMB daripada siswa kelas akselerasi. Kata kunci : Kecemasan menghadapi SPMB, siswa kelas akselerasi dan siswa kelas regular. Pendahuluan Antusiasme
saringan atau seleksi ini diadakan setahun (Sekolah
sekali, dalam waktu yang bersamaan dan
melanjutkan
dengan soal yang sama atau setara. Adanya
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
sistem seleksi menjadikan siswa semakin
membawa
terpacu untuk berusaha keras agar dapat
Menengah
lulusan Atas)
akibat
SMA
untuk
pada
adanya
kondisi
persaingan yang ketat untuk diterima pada Perguruan
Tinggi
(PT),
Perguruan
Tinggi
Negeri
pada
Persiapan dalam menghadapi SPMB tidak
Jumlah
sekedar persiapan secara materi soal saja,
lulusan SMA yang tidak seimbang dengan
namun persiapan fisik dan psikis (mental) juga
daya
harus
tampung
khususnya
diterima di PTN.
(PTN).
perguruan
tinggi
diperhatikan.
Selain
itu
kesiapan
mengakibatkan calon mahasiswa baru harus
orangtua atau wali murid dalam memberikan
berjuang untuk memperebutkan tempat di
dukungan dan motivasi kepada anak-anaknya
Perguruan Tinggi (PT) khususnya Perguruan
juga dapat membantu kesiapan mental siswa,
Tinggi Negeri (PTN).
oleh karena itu harus ada kerjasama yang baik
Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
antara pihak sekolah dalam hal ini guru,
(UMPTN) yang sekarang dikenal dengan
orangtua atau wali siswa dan siswa itu sendiri.
nama SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Masalah kecemasan (anxiety) menjadi satu
Baru) adalah ujian atau seleksi yang harus
permasalahan yang paling sering dialami oleh
ditempuh sebelum masuk PTN dengan pola
siswa.
ujian tulis. SPMB khususnya untuk PTN
kecemasan
memiliki persaingan yang sangat ketat, ujian
menyenangkan yang ditandai dengan istilah-
55
Menurut
Atkinson,
adalah
emosi
dkk yang
(1996) tidak
istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan dan
kesempatan
rasa takut yang kadang-kadang kita alami
kemampuan berpikir dan bernalar secara
dalam tingkatan yang berbeda-beda. Seleksi
komprehensif, optimal dan mengoptimalkan
Penerimaan
kreativitasnya (Kulik & Kulik,
Mahasiswa
Baru
(SPMB)
merupakan salah satu faktor yang dapat
untuk
mengembangkan
Pollins dalam
Widyorini, 2002)
menimbulkan kecemasan pada siswa. Ujian
Seleksi
Penerimaan
(SPMB)
SPMB mengakibatkan kekhawatiran dan rasa
merupakan salah satu ujian atau seleksi yang
was-was (rasa takut akan suatu hal yang
akan dihadapi baik oleh siswa akselerasi
belum pasti).
maupun siswa kelas reguler yang ingin melanjutkan
setiap
ke
tahun
Baru
saringan atau seleksi yang sangat ketat dalam
Sistem pendidikan yang berlaku dapat juga
yang
Mahasiswa
Perguruan
diadakan
Tinggi
(PT)
mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang.
khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Penyelenggaraan pendidikan yang selama ini
Seleksi yang cukup ketat menuntut siswa
dilakukan di Indonesia lebih banyak bersifat
untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin.
klasikal
pada
Siswa akselerasi cenderung lebih merasa
kuantitas untuk dapat melayani sebanyak-
harus lolos SPMB karena mereka merasa
banyaknya jumlah siswa. Kelemahan yang
mempunyai kemampuan lebih daripada siswa
tampak
reguler.
massal,
adalah
kebutuhan
yaitu
tidak
individual
berorientasi
terakomodasikannya siswa.
Siswa
yang
mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar
Rumusan Masalah
biasa tidak terlayani secara baik sehingga
Permasalahan
potensi yang dimiliki tidak dapat berkembang
penelitian ini adalah apakah ada perbedaan
secara optimal bahkan tak jarang mengalami
kecemasan menghadapi SPMB antara siswa
penurunan
kelas akselerasi dengan siswa kelas regular?
motivasi
dan
menunjukkan
yang
dikemukakan
dalam
beberapa problem perilaku. Tinajauan Teoritis
Saat ini ada beberapa sekolah yang melaksanakan
program pendidikan bagi
Kecemasan
siswa
akademik,
Pengertian Kecemasan
berbakat
program
akselerasi
Pelaksanaan
yaitu
(percepatan
sistem
dengan belajar).
Segala bentuk situasi yang mengancam
pada
kesejahteraan organisme dapat menimbulkan
pendidikan
umumnya siswa yang memiliki kemampuan
kecemasan.
lebih mendapat perlakuan yang sama dengan
lainnya
siswa
kecemasan.
lain
sehingga
mengembangkan
tidak
potensinya.
dapat Program
Konflik
merupakan
terhadap
dan salah
Ancaman
harga
diri
dan
bentuk
frustrasi
satu
sumber
fisik,
ancaman
tekanan
untuk
akselerasi ini adalah satu dari beberapa
melakukan sesuatu diluar kemampuan juga
program belajar bagi siswa berbakat dimana
menimbulkan
siswa
(1996) mengatakan bahwa kecemasan adalah
diberikan
kesempatan
untuk
program reguler. Bukan hanya waktunya yang
ditandai
lebih
kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut
mereka
juga
diberi
56
dengan
menyenangkan
dkk
emosi
tetapi
tidak
Atkinson,
menyelesaikan masa studinya lebih cepat dari
pendek
yang
kecemasan.
istilah-istilah
yang seperti
yang
kadang-kadang
kita
alami
dalam
yang sangat ketat ataupun cemas karena
tingkatan yang berbeda-beda. Freud membedakan kecemasan
takut tidak lolos dalam SPMB
(Atkinson,
dkk
kecemasan
obyektif
neurotis.
Manifestasi Kecemasan
dan
memandang
Daradjat (1972) mengungkapkan bahwa
kecemasan obyektif sebagai respon yang
gejala kecemasan dapat bersifat fisik maupun
realistis terhadap bahaya eksternal, yang
bersifat mental. Gejala fisik meliputi ujung-
maknanya
takut,
ujung jari terasa dingin, detak jantung lebih
sedangkan kecemasan neurotis timbul dari
cepat, pencernaan tidak teratur, sakit perut
konflik tidak sadar, karena konflik itu tidak
dan sakit kepala. Gejala mental dapat berupa
disadari, individu tidak mengetahui alasan
ketakutan, kesulitan memusatkan perhatian,
kecemasannya.
khawatir, tidak tentram dan gelisah.
sama
Freud
1996)
dengan
rasa
Kecemasan adalah suatu kondisi yang mengakibatkan
seseorang
merasa
Berdasarkan
uraian
diatas,
dapat
tidak
disimpulkan bahwa manifestasi kecemasan
nyaman dan serba salah sehingga tidak dapat
adalah suatu bentuk reaksi emosi yang
melakukan aktivitasnya secara maksimal.
gejalanya maupun
Pengertian Kecemasan Menghadapi SPMB
dapat reaksi
menggunakan
berupa
reaksi
psikologis.
fisiologis
Penelitian
manifestasi
ini
kecemasan
Lazarus (Setyandari, 1997) mengatakan
tersebut sebagai aspek yang akan digunakan
bahwa dalam suasana cemas orang akan
untuk mengungkap tingkat kecemasan siswa
merasa tidak berdaya dan sulit melakukan
dalam
aktivitas
kecemasan
dengan
baik,
sehingga
keberhasilanpun sulit dicapai.
menghadapi
SPMB.
tersebut
dibagi
Manifestasi menjadi
dua
aspek, yaitu :
Adanya perasaan cemas saat mengerjakan
1.
Aspek Fisiologis, merupakan gejala-
tes atau ujian akan sangat mengganggu
gejala
konsentrasi
mengerjakan
kecemasan. Gejala ini meliputi jantung
tugas tersebut, sehingga dengan demikian
berdebar-debar, berkeringat, kepala
hasil yang diperoleh tidak akan optimal (Wine
pusing atau pening, ujung-ujung jari
& Sarason dalam Setyandari, 1997). Hurlock
terasa dingin, sulit tidur, otot-otot leher
(1997) mengatakan bahwa kecemasan dapat
kaku
datang
hilang, merasa ingin kencing atau
individu
dari
menghadapi
selama
perasaan tantangan
tidak
mampu
lingkungan,
tidak
fisik
atau
yang
tegang,
menyertai
nafsu
makan
buang hajat.
adanya kepastian tentang apa yang akan
2.
Aspek Psikologis, merupakan gejala-
dihadapi dan adanya rasa kurang percaya
gejala
pada diri sendiri.
kecemasan. Gejala-gejala ini meliputi
Kecemasan menghadapi SPMB adalah
rasa
psikis
takut,
yang
khawatir,
bingung,
nyaman dan was-was dalam menghadapi
tersinggung, tidak puas, tidak tenang,
ujian saringan atau SPMB. Kecemasan ini
tidak
dapat terjadi karena khawatir akan persaingan
gelisah, khawatir akan ditimpa suatu
tentram,
marah,
was-was,
suatu kondisi dimana seseorang merasa tidak
57
cepat
menyertai
tertekan
mudah
(stress),
bahaya, tidak dapat berkonsentrasi,
Kecemasan
ingin lari dari kenyataan.
yang tidak menyenangkan dan dapat
Aspek
kecemasan
berdasarkan
uraian
merupakan
Gejala kecemasan yang timbul bila
timbul pada seseorang ketika dalam keadaan
individu dihadapkan pada situasi-
yang
situasi
nyaman,
fisik
1. State Anxiety
yang
tidak
gejala-gejala
perasaan
dibedakan menjadi dua yaitu :
diatas terdiri dari dua hal yaitu aspek fisiologis yang
berdasarkan
khawatir
ataupun
tertentu.
Situasi
ini
ketakutan dan aspek psikologis yang lebih
menyebabkan
individu
akan
mengarah pada kondisi mental seseorang
mengalami kecemasan, gejalanya
dalam kondisi tertentu.
akan selalu tampak selama situasi tersebut ada.
Macam-macam Kecemasan Freud
(Hall
membedakan
dan
2. Trait Anxiety
Lindzey,
kecemasan
1993)
menjadi
Kecemasan sebagai suatu keadaan
tiga
yang
macam, yaitu :
menetap,
pada
individu
kecemasan ini berhubungan erat
1. Kecemasan Realistik
dengan kepribadian individu dan
Kecemasan sebagai pengalaman
dipandang sebagai suatu simtomp,
emosional yang menyakitkan karena
yaitu
adanya bahaya yang mengancam
menunjukkan
yang datangnya dari luar. Bahaya
kesukaran
disini
proses penyesuaian diri.
berarti
lingkungan
suatu
yang
kondisi
mengancam
suatu
keadaan
yang
adanya
suatu
dalam
mengadakan
b. Kecemasan sebagai Intervening Variable
individu.
Merupakan
2. Kecemasan Neurotis
suatu
mempengaruhi
keadaan
serangkaian
yang stimulus
Kecemasan itu bersumber pada id.
dan respon. Bentuk kecemasan ini tidak
Kecemasan ini timbul semata-mata
dapat diketahui secara langsung dan
karena takut akan sanksi yang
hanya dapat diketahui secara tidak
timbul dari suatu perbuatan.
langsung
3. Kecemasan Moral
melalui
keadaan-keadaan
yang mendahuluinya serta akibat dalam
Kecemasan ini bersumber pada
bentuk fisiologis dari keadaan yang
kata hati. Orang takut melakukan
mengancam.
sesuatu,
karena
hatinya
Kesimpulan dari uraian diatas bentuk
yang
kecemasan dibedakan menjadi tiga, yaitu
akan dilakukannya itu baik maupun
kecemasan dinamika obyektif, kecemasan
tidak baik.
neurotis, dan kecemasan moral, selain itu
mengingatkan
kata
bahwa
apa
Lazarus (dalam Setiawati, 2002) membagi
bentuk lainnya yaitu : kecemasan sebagai
kecemasan menjadi dua macam, yaitu :
suatu respon yang dapat dibagi lagi menjadi
a. Kecemasan sebagai suatu respon
dua, yaitu : state anxiety dan trait anxiety serta kecemasan sebagai Intervening Variabel.
58
Kecemasan
menghadapi
SPMB
a. Faktor kepribadian
merupakan state anxiety, karena kecemasan
b. Dukungan dari orang tua
ini muncul saat siswa baik siswa akselerasi
c.
maupun
d. Faktor religi
siswa
reguler
dihadapkan
pada
situasi tertentu. SPMB merupakan satu situasi
Dukungan dari guru
Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
yang dapat menimbulkan state anxiety, SPMB
ditarik kesimpulan bahwa ada dua hal penting
dengan pola ujian tulis dan dilakukan satu
yang
tahun sekali mengakibatkan siswa harus
seseorang dalam menghadapi ujian atau
berjuang untuk dapat diterima di perguruan
SPMB, yaitu : faktor eksternal yang meliputi
tinggi khususnya perguruan tinggi negeri.
lingkungan sekolah, persaingan siswa
dapat
mempengaruhi
kecemasan
siswa
dari sekolah lain, persaingan dengan siswa Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
yang
Kecemasan Menghadapi SPMB Menurut
materi
serta dalam
mengancam
meliputi faktor kepribadian individu itu sendiri,
kesejahteraan organisme misalnya : ancaman
dukungan orangtua, dukungan guru serta
fisik,
faktor religi.
ancaman
(1996)
materi
belajar
menghadapi SPMB dan faktor internal yang
situasi
dkk
penguasaan
bimbingan
segala
bentuk
Atkinson,
mengikuti
yang
terhadap
harga
diri
dan
tekanan untuk melakukan sesuatu diluar
Faktor
yang
mempengaruhi
kemampuan merupakan faktor yang dapat
kecemasan dalam menghadapi SPMB baik
menimbulkan kecemasan. Teori Psikoanalisis
pada siswa kelas akselerasi maupun siswa
berasumsi bahwa sumber kecemasan bersifat
kelas reguler lebih cenderung pada faktor
internal dan tidak disadari.
eksternal.
Konsep utama Horney (Hall dan Lindzey, 1993)
tentang
kecemasan
dasar
Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler
yang
Pengertian Kelas Akselerasi
dirumuskan sebagai perasaan yang timbul karena terisolasi dan tak berdaya dalam dunia
Akselerasi pertama kali dikemukakan oleh
yang secara potensial bermusuhan. Sejumlah
Pressy (Evans, 1996), yaitu sebagai kemajuan
faktor yang merugikan dalam lingkungan
program pendidikan pada tingkat kecepatan
dapat menyebabkan perasaan tidak aman.
atau usia yang lebih muda dari yang sesuai
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
dengan kebiasaan. Program akselerasi, yaitu
kecemasan dalam menghadapi SPMB yaitu :
suatu
1. Faktor eksternal yang meliputi
Persaingan
dengan
dimana
siswa
diberi
kesempatan menyelesaikan masa studinya
a. Lingkungan sekolah b.
program
lebih cepat dari program reguler dan diberi siswa-
kesempatan
untuk
mengembangkan
siswa sekolah lain
kemampuan berpikir dan bernalar secara
c. Persaingan dengan siswa yang
komprehensif, optimal dan mengoptimalkan
mengikuti bimbingan belajar d. Penguasaan
materi
kreativitasnya (Widyorini 2002)
dalam
Berdasarkan konsepsi keberbakatan dari
menghadapi SPMB
Renzulli, Reis dan Smith (Depdiknas, 2001)
2. Faktor internal
dan disesuaikan dengan kondisi yang ingin
59
maka
Perbedaan Kecemasan Menghadapi SPMB
definisi peserta didik berkemampuan dan
antara Siswa Kelas Akselerasi dengan
berkecerdasan luar biasa dalam Program
Siswa Kelas Reguler
dikembangkan
oleh
pihak
sekolah
Percepatan Belajar adalah :
Seleksi
Mereka yang oleh psikolog dan/atau
(SPMB)
Penerimaan
merupakan
Mahasiswa
ujian
saringan
Baru atau
guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang
seleksi untuk dapat diterima di perguruan
telah mencapai prestasi memuaskan dan
tinggi (PT) khususnya perguruan tinggi negeri
memiliki kemampuan
(PTN).
intelektual
umum
Kesiapan
mental
siswa
dalam
yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas
menghadapi SPMB mempengaruhi kondisi
yang memadai dan
psikologis
keterikatan
terhadap
tugas yang tergolong baik (Depdiknas, 2001).
siswa
khususnya
tingkat
kecemasan siswa. SPMB ini merupakan salah satu faktor timbulnya kecemasan pada siswa
Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan
karena persaingan yang sangat ketat. Adanya
bahwa Program Akselerasi adalah salah satu
perasaan cemas saat mengerjakan ujian
program pendidikan yang ditujukan untuk
SPMB akan mengganggu konsentrasi siswa
siswa
untuk
selama mengerjakan ujian tersebut, sehingga
telah
hasil yang diperoleh tidak maksimal.
berbakat
menyelesaikan
akademik
kurikulum
yang
terdiferensiasi dalam waktu dua tahun atau
Kecemasan menghadapi SPMB adalah
lebih cepat dari program pendidikan pada
suatu kondisi dimana seseorang merasa tidak
umumnya.
nyaman dan was-was dalam menghadapi SPMB, kecemasan ini dapat terjadi karena
Pengertian Kelas Reguler Program umumnya
pendidikan lebih
banyak
persaingan yang sangat ketat ataupun cemas reguler bersifat
pada
karena takut tidak lolos dalam SPMB.
klasikal
Peserta
SPMB
adalah
seluruh
siswa
massal, yaitu penyelenggaraan pendidikan
lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) baik
yang berorientasi pada kuantitas untuk dapat
siswa kelas reguler maupun siswa kelas
melayani sebanyak-banyaknya jumlah siswa
akselerasi.
(Depdiknas, 2001)
SPMB sangat menentukan kondisi mental
Persiapan
dalam
menghadapi
Kelas reguler yaitu kelas dengan kurikulum
siswa, karena SPMB adalah persaingan siswa
nasional yang waktu penyelesaian program
antar sekolah dengan kemampuan akademik
belajarnya sesuai dengan rencana program
yang beragam. Selain itu penguasaan materi
yang tecantum dalam kurikulum, kelas reguler
soal dalam SPMB merupakan salah satu
terdiri dari siswa-siswa dengan karakteristik
faktor persaingan untuk dapat lolos SPMB
umum atau rata-rata sesuai dengan jenjang
baik bagi siswa kelas akselerasi maupun
studinya.
siswa kelas reguler. Persiapan materi soal
Berdasarkan
uraian
diatas
maka
untuk
menghadapi
SPMB
tidak
hanya
perbedaan antara kelas akselerasi dengan
diperoleh disekolah, tetapi banyak siswa yang
kelas reguler dapat dilihat pada tabel berikut :
mengikuti bimbingan belajar yang biasanya menawarkan cara praktis dalam mengerjakan soal
60
SPMB.
Kondisi
tersebut
semakin
menambah kekhawatiran siswa baik siswa
pada kekhawatiran tidak lolos seleksi dalam
akselerasi maupun siswa reguler.
SPMB karena persaingan yang ketat.
Lingkungan
faktor
Kelas reguler lebih memiliki rasa solidaritas
baik
dan empati dalam membina hubungan dengan
kecemasan secara umum maupun kecemasan
teman, sehingga persaingan diantara mereka
dalam
akademik.
tidak begitu menonjol. Saat siswa reguler akan
Persaingan akan tampak lebih jelas pada
menghadapi ujian maupun SPMB mereka
lingkungan sekolah yang memiliki program
merasa lebih santai karena siswa kelas
pendidikan akslerasi. Persaingan dalam kelas
reguler tidak merasa terbebani untuk menjadi
akselerasi
daripada
yang terbaik. Kecemasan yang timbul dalam
persaingan siswa dalam kelas reguler. Kelas
menghadapi SPMB pada kelas reguler lebih
akselerasi yang terdiri dari siswa-siswa pilihan
mengarah
dengan kualitas kemampuan akademik yang
persaingan yang ketat dengan siswa lain.
tinggi menjadikan siswa selalu ingin menjadi
Rasa empati dan solidaritas yang berkembang
yang terbaik dalam komunitasnya. Kelas
dalam
akselerasi mempunyai standart nilai tertentu,
diterapkan
apabila
kelas
sebaliknya persaingan khususnya persaingan
akselerasi dalam waktu tertentu tidak dapat
prestasi yang terjadi dalam kelas akselerasi
memenuhi standart tersebut tidak menutup
diharapkan dapat terjadi dalam kelas reguler,
kemungkinan
akan
sehingga baik kelas akselerasi maupun kelas
dikembalikan pada kelas reguler. Hal ini sering
reguler memiliki kesiapan yang sama dalam
menimbulkan
menghadapi persaingan khususnya pada saat
mendasar
sekolah
timbulnya
menghadapi
khawatir
jauh
adalah kecemasan,
persaingan
lebih
seseorang
siswa
siswa
dapat
dalam
tersebut
kecemasan
tidak
ketat
karena
memenuhi
siswa standart
pada
kelas
kekhawatiran
reguler
dalam
diharapkan
lingkungan
akan
mampu
akselerasi,
ujian maupun SPMB.
tersebut. Sedangkan dalam kelas reguler yang terdiri
dari
siswa
dengan
Metode Penelitian
kemampuan
akademik rata-rata merasa lebih santai karena
Hipotesis Penelitian
tidak terbebani oleh standart nilai, sehingga
Hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan
persaingan dalam kelas reguler tidak seketat
kecemasan menghadapi SPMB antara siswa
persaingan dalam kelas akselerasi.
kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler.
Berdasarkan uraian diatas maka tidaklah
Siswa
kelas
akselerasi
memiliki
tingkat
heran jika persaingan yang terjadi dalam kelas
kecemasan lebih tinggi daripada siswa kelas
akselerasi sangat ketat dan individual, mereka
reguler dalam menghadapi SPMB.
terbiasa berada dalam kondisi persaingan Subyek Penelitian
secara akademik dan lingkungan akselerasi menjadikan mereka individu yang yakin pada kemampuannya
sendiri,
sehingga
Subyek penelitian ini adalah siswa SMA
dalam
yang dibedakan antara siswa kelas akselerasi
menghadapi ujian maupun SPMB mereka
dan siswa kelas reguler di SMA N 3 dan SMA
merasa harus lebih dari siswa kelas reguler.
N 8 Yogyakarta. Kriteria subyek penelitian ini
Kecemasan yang timbul dalam menghadapi
adalah siswa kelas akselerasi dan kelas
SPMB pada kelas akselerasi lebih mengarah
reguler yang terdiri dari siswa kelas tiga.
61
Subyek
penelitian
diambil
dengan
p
menggunakan teknik purposive sampling
>
0,05)
sehingga
layak
untuk
dibandingkan.
Metode Pengumpulan Data
2. Hasil Analisis Uji Hipotesis
Metode pengumpulan data yang digunakan
Analisis
data
penelitian
dilakukan
dalam penelitian ini adalah model skala, yaitu
menggunakan analisis uji-t, hal ini berguna
skala kecemasan. Skala kecemasan yang
untuk
digunakan dalam penelitian ini adalah Taylor
kecemasan menghadapi SPMB antara siswa
Manifest Anxiety Scale (TMAS). Skala TMAS
kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler.
yang
Berdasarkan
digunakan
dimodifikasi
dari
dalam skala
penelitian
ini
kecemasan
melihat
apakah
hasil
uji-t
ada
perbedaan
yang
dilakukan
yang
terhadap siswa akselerasi dan siswa reguler
disusun oleh Setiawati (2002) dan sesuai
diperoleh nilai t sebesar 2,136 dengan p =
dengan subyek penelitian.
0,035 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada
Metode Analisis Data Analisis
data
perbedaan
kecemasan
menghadapi
SPMB antara siswa kelas akselerasi dengan
yang
digunakan
untuk
siswa kelas reguler. Mean empirik (X) masing-
pengujian hipotesis penelitian ini adalah Uji-t
masing program belajar adalah sebesar 75
yang bertujuan untuk menguji perbedaan dua
untuk kelas akselerasi dan 83 untuk kelas
kelompok
berdasarkan
menggunakan
fasilitas
mean
dengan
reguler. Berdasarkan pada hasil perhitungan
komputer
program
uji-t yang dilakukan, maka dapat dilihat bahwa
SPSS 9.0.
siswa
kelas
reguler
kecemasannya dalam
lebih
tinggi
tingkat
menghadapi SPMB
Hasil Penelitian
daripada siswa kelas akselerasi, hal ini
1. Hasil Analisis Uji Asumsi
menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan
a. Uji Normalitas
dalam penelitian ini tidak terbukti.
Hasil uji normalitas skala kecemasan menghadapi SPMB dengan tehnik one sample
Kolmogorov-Smirnov
Diskusi
Test;
Berdasarkan
menunjukkan bahwa skala kecemasan
dilakukan,
menghadapi SPMB yang digunakan
dapat
hasil
analisis
diketahui
uji-t
yang
bahwa
ada
perbedaan kecemasan menghadapi SPMB
mengikuti distribusi normal (KSZ = 1,051
antara siswa kelas akselerasi dengan siswa
; p = 0,220 atau p > 0,05)
kelas reguler. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t = 2,136 ; p = 0,035 (p < 0,05), selain itu mean
b. Uji Homogenitas
empirik (X) masing-masing program belajar
Uji homogenitas yang dilakukan pada
yang diperoleh adalah sebesar 75 untuk kelas
siswa kelas akselerasi dan kelas reguler
akselerasi dan 83 untuk kelas reguler, yang
dilakukan dengan uji leven, hasilnya menunjukkan
varians
penelitian
berarti siswa kelas reguler lebih tinggi tingkat
ini
kecemasannya dalam
homogen (F = 0,371 dan p = 0,544 atau
menghadapi SPMB
daripada siswa kelas akselerasi sehingga hipotesis penelitian ini tidak terbukti.
62
Hasil uji-t yang dilakukan pada masing-
Dilihat dari masing-masing aspek dalam
masing aspek kecemasan menghadapi SPMB
kecemasan
menghadapi
diperoleh hasil sebagai berikut : pada aspek
perbedaan
hasil
fisiologis diperoleh nilai t sebesar 1,863 dan p
akselerasi dengan siswa reguler. Dilihat dari
= 0,066 (p > 0,05) diartikan tidak ada
aspek fisiologi yang merupakan gejala fisik
perbedaan kecemasan menghadapi SPMB
yang menyertai kecemasan, siswa reguler
antara siswa kelas akselerasi dengan siswa
memiliki skor kategori yang lebih tinggi, yang
kelas reguler dilihat dari aspek fisiologis. Hasil
berarti
kategorisasinya menunjukkan bahwa siswa
mengalami
kelas akselerasi maupun siswa kelas reguler
kecemasan khususnya dalam menghadapi
sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi
SPMB, sedangkan pada aspek psikologis
keatas,
yang merupakan gejala-gejala psikis yang
namun
kelas
reguler
memiliki
siswa
SPMB,
kategori
kelas
gejala
antara
reguler fisik
lebih
yang
sering
menyertai
menyertai
akselerasi (48%).
memiliki skor kategori lebih tinggi, yang berarti siswa
ada
perbedaan
lebih
akselerasi
sering mengalami
gangguan psikis saat mengalami kecemasan.
nilai t sebesar 2,042 dan p = 0,044 (p < 0,05) diartikan
akselerasi
siswa
siswa
prosentase lebih tinggi (56%) daripada kelas
Hasil uji-t aspek psikologis menunjukkan
kecemasan,
terdapat
kecemasan
Kecemasan menghadapi SPMB termasuk
menghadapi SPMB yang signifikan antara
state anxiety, karena gejala kecemasan (fisik
siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas
maupun psikis) akan timbul jika individu
reguler dilihat dari aspek psikologis. Hasil
dihadapkan pada situasi atau kondisi akan
kategorinya menunjukkan bahwa siswa kelas
menghadapi SPMB ataupun ujian. Sedangkan
akselerasi
reguler
kondisi persaingan yang akan muncul dalam
sebagian besar termasuk dalam kategori
SPMB mengakibatkan kecemasan realistik,
sedang. Siswa kelas reguler yang termasuk
yaitu kecemasan yang muncul karena akan
dalam kategori kecemasan sedang lebih tinggi
menghadapi ancaman atau bahaya yang
prosentasenya yaitu 84% sedangkan untuk
berupa persaingan yang ketat dalam SPMB
siswa kelas akselerasi 78%.
untuk dapat diterima di PTN.
maupun
Hasil
penelitian
pelengkap
hasil
siswa
ini
kelas
dapat
penelitian
dijadikan
Penelitian ini mengabaikan trait anxiety
Lestariningsih
yaitu kecemasan yang merupakan suatu
(Setyandari, 1997) yang menyatakan bahwa
keadaan
individu
tinggi
kecemasan ini berkaitan erat dengan faktor
biasanya berprestasi lebih rendah daripada
kepribadian. Trait anxiety yang tidak dikontrol
individu dengan taraf kecemasan rendah.
atau dikendalikan mengotori hasil penelitian
Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil
ini, karena selain dihadapkan pada kondisi
penelitian ini, dimana siswa kelas reguler
dan ancaman tertentu, kecemasan merupakan
memiliki skor tingkat kecemasan menghadapi
sesuatu yang menetap pada individu yang
SPMB yang lebih tinggi daripada siswa kelas
memiliki
akselerasi.
dengan kepribadian pencemas hampir setiap
dengan
taraf
kecemasan
yang
kepribadian
menghadapi
63
menetap
keadaan
pada
pencemas.
yang
individu,
Individu
menunjukkan
kesukaran dalam penyesuaian dirinya akan
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat
mengalami kecemasan.
untuk meneliti masalah kecemasan khususnya kecemasan
Kesimpulan
maupun
menghadapi
SPMB
dan
seleksi,
program
ujian
pendidikan
Ada perbedaan kecemasan menghadapi
khususnya pada kelas akselerasi, disarankan
SPMB antara siswa kelas akselerasi dengan
untuk mencari faktor-faktor lain yang dapat
siswa kelas reguler, siswa kelas reguler
mempengaruhi misalnya jenis kelamin, urutan
memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi dalam
kelahiran dan pola asuh orangtua.
menghadapi SPMB daripada siswa kelas
Khusus untuk kecemasan menghadapi
akslerasi.
seleksi atau SPMB, disarankan untuk melihat pada faktor lain pula misalnya adanya sistem
Saran
ujian
a. Saran untuk siswa
dilaksanakannya SPMB. Selain itu disarankan
Hal ini khususnya lebih ditekankan pada siswa
kelas
reguler,
mengendalikan
agar
dirinya
lebih
(UM)
swadaya
sebelum
untuk memperhatikan faktor trait anxiety atau
mampu
dengan
masuk
kecemasan yang bersifat menetap (faktor
cara
kepribadian pencemas).
mempersiapkan dan berlatih disiplin diri untuk mengurangi
kecemasan
Daftar Pustaka
menghadapi
persaingan SPMB.
Akbar-Hawadi, R. Harijanto, S. Ruhulessin, Boetje, D. Fakhruddin, M. Alam, N. Murdwiyono, S. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar (SD, SLTP dan SMU). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
b. Saran untuk orangtua Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa
kelas
reguler
lebih
tinggi
tingkat
kecemasannya, oleh karena itu bagi orangtua siswa
kelas
reguler
diharapkan
Antamimi, N. Retnowati, S. dan Sukadji, S. 1980. Pengaruh Kecemasan terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa. Laporan penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
lebih
memberikan dorongan dan motivasi, namun hal ini berlaku juga bagi orangtua siswa kelas akselerasi mental,
agar
lebih
sehingga
memiliki
lebih
kesiapan
tenang
Atkinson, R.L. Atkinson, R.C. Hilgard, E.R. 1996. Pengantar Psikologi : Jilid II (Terjemahan). Edisi Kedelapan. Batam Centre: Interaksara
dalam
menghadapi ujian maupun SPMB. c. Saran untuk guru
Azwar, S. 2000. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Berdasarkan uraian diatas, siswa pada
-----------. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
kelas akselerasi disarankan untuk lebih sering diberi kegiatan yang bersifat kebersamaan,
Dahlan, Z. 1998. Qur an Karim dan Terjemahan Artinya. Yogyakarta: UII Press
sehingga sifat individual yang berkembang dalam kelas akselerasi dapat berkurang.
Dewi, E.N.I (2007). Perbedaan Kecemasan Menghadapi SPMB Antara Siswa Kelas Akselerasi Dengan Kelas Reguler. Skripsi.Tidak Dipublikasikan.
Sedangkan untuk kelas reguler diharapkan guru mampu memberikan pengarahan yang bersifat memberi rasa nyaman sehingga dapat
Djunaedi, E. 2002. Konsep dan Penerapan Program Akselerasi Bagi Anak Berbakat Intelektual di Sekolah BPK Penabur. Jakarta.
mengurangi tingkat kecemasan siswa. d. Saran untuk peneliti selanjutnya
64
Rumbia, Z. 2001. Perbedaan Kecemasan antara Masyarakat Ambon yang Mengalami Kerusuhan dan yang Tidak Mengalami Kerusuhan. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
http://www1.bpkpenabur.or.id/kpsjkt/berita/200201/percepat.pdf Evans, S. 1996. Acceleration A Legitimate Means of Meeting the Needs of Gifted Children. http://www.nexus.edu.au/TeachStud/gat/ evanss.htm
Setiawati, N.A. 2002. Kecemasan, Penyesuaian Diri dan Prestasi Belajar pada Mahasiswa Baru. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
Gunarsa, S.D. Gunarsa, Y.S 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia Hadi, S. 1986. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset
Setyandari, A. 1997. Persepsi Efikasi-Diri Menghadapi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Ditinjau dari Keikutsertaan Bimbingan Tes. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Hall, S.C dan Lindzey, G. 1994. Teori-teori Psikodinamik (klinis) : Terjemahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Hanifah. 2002. Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Pola Berpikir Positif Mahasiswa Tehnik Ditinjau dari Tahun Angkatan. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
Susilowati, Y. 2002. Hubungan antara Kecemasan dengan Strategi Terfokus Emosi pada Pecandu Narkoba. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan(terjemahan). Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sutopo, H. 2002. Kompas : Kelas Akselerasi Bisa Perkosa Perkembangan Anak Didik. http://www.kompas.com/kompascetak/0205/31/jatim/kelas49.htm
Indraswari, N.D. 2003. Perbedaan Kecerdasan Emosi antara Siswa Program Pendidikan Akselerasi dengan Reguler. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
Syamsityastuti, R. 2001. Pengaruh Keteraturan Membaca Al. Qur an terhadap Tingkat Kecemasan pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII
Judhistira, S. 1995. Kecemasan terhadap Kegagalan dan Prestasi Belajar. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Tim Pelaksana Program Akselerasi. 2002. Buku Informasi Program Akselerasi SMU Negeri 3 Yogyakarta. Yogyakarta: SMU Negeri 3 PADMANABA
Latifah, U. 2002. Kompas : Kelas Akselerasi Baru Tahap Uji Coba. http://www.kompas.com/kompascetak/0205/27/dikbud/kelas09.htm
Widyorini, E. 2002. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran Siswa Berbakat pada Kelas Akselerasi. Anak Berbakat Tantangan di Era Global. Semarang: Universitas Katolik Soegijopranoto
Monks, J.A, Knoers, A.M.P dan Haditono, S.R. 1999. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Widyastono, H. 2000. Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) bagi Siswa yang Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa. http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/26/sis tem_percepatan_herry.htm
Nadjamuddin, L. 1998. Hubungan SelfEfficacy dengan Minat untuk Mengikuti UMPTN. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Zakaria, W. 2001. Kiat-kiat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. http://www.google.com 6/03/03
65
66