Pontianak Post

Page 2

OPINI

2

Pontianak Post

l

Selasa 26 Oktober 2010

Keadilan Sosial, Cita-cita Anak Bangsa

+

Kurang lebih tiga tahun yang lalu penulis selesai mengenyam wajib belajar yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA). Dan hingga saat ini, penulis masih merasakan hal-hal yang berkesan pada saat mengenyam dunia pendidikan tersebut. Salah satunya adalah setiap hari Senin seluruh siswa-siswi akan melaksanakan upacara bendera. Upacara bendera yang dilaksanakan setiap hari Senin dan diwajibkan kepada seluruh pelajar baik tingkat dasar, menengah pertama, hingga menengah keatas adalah salah satu cara penanaman nilai-nilai nasionalisme. Nasionalisme yang dimaksud adalah rasa mencintai, memiliki, dan menghargai negara yang dicintai yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mengenang kembali pelaksanaan upacara bendera juga tidak dapat dilepaskan dari selalu mengingatkan kembali kepada setiap generasi bangsa, tentang ideologi negara. Apakah ideologi negara

Indonesia, ideologi negera Indonesia adalah Pancasila. Untuk sekedar mengingat kembali didalam ideologi tersebut terdapat lima poin yang harus kita mengerti dan pahami. Izinkan penulis untuk menuliskan kembali poinpoin dari pancasila tersebut. Dari kelima poin pancasila tersebut, penulis akan lebih memfokuskan tulisan ini pada poin yang kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga tulisan ini tidak melebar jauh dari apa yang diharapkan penulis. Apabila poin kelima dari pancasila tersebut, benar-benar dipahami. Maka yang terimajinasikan dari poin tersebut adalah bahwa setelah kurang lebih 300 tahun lamanya Indonesia dijajah Belanda hingga akhirnya merdeka, rakyat Indonesia tentunya memiliki harapan penuh dari kemerdekaan tersebut. Yaitu terbebasnya dari penjajahan serta menjalankan kehidupan yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang baik.

Diantara harapan dan citacita itu adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. dimana keadilan sosial itu mencakup keadilan dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, pembangunan, dan keadilan dimata hukum. Sehingga seluruh anak bangsa dapat merasakan apa yang selama ini diharapkan. Namun sebaliknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menjadi harapan segenap anak bangsa masih sangat jauh dari harapan. Itu semua dapat dilihat dari kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, mendapatkan pelayanan kesehatan, tingkat ekonomi, pemerataan pembangunan serta penegekan hukum. Jhon Rawls mengatakan keadilan adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan mamfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Pendidikan misalnya hingga hari ini “kemerdekan” pendidikan hanya dapat dirasakan sebagian orang saja.

Oleh: Hariady E. Priatmono Di sebagian daerah misalnya terdapat anak-anak yang putus sekolah dikarenakan mahalnya biaya pendidikan. Biaya kesehatan yang dirasakan masih cukup mahal, walaupun pemerintah telah memberikan bantuan seperti jamkesmas dan askes. Akan tetapi rakyat kecil merasakan syarat yang harus dipenuhi begitu rumit. Mereka harus membuktikan ini dan itu. Ekonomi, tingkat pengangguran, dan kemiskinan hingga saat ini belum juga dapat terselesaikan. Pemerataan pembangunan hanya dapat dirasakan di daerah-daerah perkotaan. Serta penegakan hukum yang seadil-adilnya, yang hingga saat ini masih dirasakan memihak kepada para elit-elit yang berduit. Melihat persolan ini, maka wajar saja apabila segenap masyarakat Indonesia atau masyarakat kelas bawah mempertanyakan, apakah keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu memang telah benar-benar dilaksanakan, atau sudah benar-benar diterapkan­­­­­­? Tentunya jawaban itu akan dijawab oleh siapa yang berkuasa saat ini. Akan tetapi bila melihat realita yang ada saat ini, penulis meyakini bahwa implementasi dari poin kelima ideologi Indonesia, masih belum benar-benar dilaksanakan, lihat saja apa yang terjadi di negeri ini. Mengapa penulis menggunakan kata masih belum, tidak menggunakan kata tidak, karena penulis meyakini bahwa para “penguasa” kita saat ini masih memiliki hati nurani dan tentunya masih ada celah untuk mendapatkan hidayah dari Tuhan. Akan tetapi pemerintah harus mengangkat keempat jempolnya kepada rakyat. Ditengah ketidakadilan sosial yang dirasakan, tidak ada pemberontakan yang begitu keras terhadap bangsa ini. Mungkin dan ataukah rasa kecintaan, memiliki dan atau rasa nasionalismenya itulah

yang membuat rakyat Indonesia bersabar dengan kondisi yang dirasakannya. Ini tentunya menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi elit-elit “penguasa” untuk melakukan perubahan dan perbaikan dari kebijakan yang diterapkan. Tidak lama lagi hari Sumpah Pemuda akan diperingati, tepatnya pada 28 Oktober 2010. Memperingati hari Sumpah Pemuda adalah bentuk penghargaan kita terhadap semangat perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan para pemuda tempo dulu, untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun sungguh sayang sebagai generasi muda saat ini bila Sumpah Pemuda hanya diperingati dan dilewati begitu saja. Sebagai generasi muda bangsa, penulis tentunya berharap moment Sumpah Pemuda bukan hanya diperingati sebagai acara seremonial atau formalitas saja. Melainkan moment Sumpah Pemuda adalah moment pemuda saat ini untuk mampu mengambil contoh semangat perjuangan pemuda tempo

dulu, dalam melakukan perlawanan, perjuangan untuk melakukan perubahan demi terciptanya kehidupan yang lebih baik. Semangat itulah yang kiranya harus ditanamkan kembali kepada pemuda saat ini. Dimana pemuda saat ini harus kembali memperjuangkan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang sampai saat ini benar-benar belum dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia. Hingga pada akhirnya poin kelima dari Pancasila tersebut dapat diimplementasikan oleh pemerintah dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dan bukan segenap rakyat Indonesia. Akhir kata penulis ingin mengatakan bangkitlah semangat perubahan pemuda. Lakukan hal terbaik yang dapat dirasakan oleh orang lain. Tuhan tidak akan mengubah suatu kaum, kalau kaum itu tidak mengubahnya sendiri. ** * Penulis, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Syariah Cab. Pontianak.

+

Sengketa Perbatasan Antardaerah Batas wilayah sangat penting artinya didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena batas wilayah adalah merupakan salah satu syarat sahnya suatu Negara selain penduduk dan pengakuan dari Negara lain. Demikian juga halnya dengan batas wilayah suatu daerah. Batas wilayah suatu daerah sangat penting didalam perencanaan pembangunan suatu daerah. Dengan batas wilayah yang jelas dapat disusun Tata Ruang Wilayah. Batas wilayah juga sangat penting dalam pemberian pelayanan kepada

masyarakat, baik pelayanan fisik prasarana, pelayanan langsung seperti kesehatan dan pendidikan maupun pelayanan administrasi seperti pelayanan Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) dan Akte Kelahiran. Sesuai dengan pasal 4 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa “Dalam pembentukan daerah baru ( pemekaran ) ditentukan dengan Undang-undang. Didalam undang-undang ditentukan batas wilayah suatu daerah yang baru dibentuk/dimekarkan tersebut. Undang-

undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.” Untuk daerah pemekaran yang dibentuk beberapa tahun terakhir malahan ditentukan dengan peta yang akurat sehingga bisa dipasang patok perbatasannya.

Oleh: H. Razani Pada kenyataannya tetap saja masih terdapat sengketa perbatasan. Sebagai ilustrasi, Perbatasan Kota Pontianak semuanya terjadi masalah, kecuali dengan Kabupaten Pontianak dan wilayah yang dibatasi oleh Sungai Raya. Bagi daerah pemekaran yang sudah dilengkapi dengan peta, sengketa perbatasan sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya semua fihak menaati pera-

turan perundang-undangan yang berlaku. Bagi daerah pemekaran yang Undangundang pembentukannya tidak dilengkapi dengan peta, tentunya perselisihan tersebut masih memungkinkan untuk terjadi. Namun masih ada jalan keluarnya, yaitu bisa mengacu kepada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 198 ayat 1 dinyatakn bahwa apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud. Masalah Perumnas IV Sengketa perbatasan di Perumnas IV Pontianak sebenarnya sudah berlangsung lama, yaitu sejak didirikannnya Perumnas IV, masalah tersebut sudah mulai tampak. Puncaknya adalah pada pelaksanaan Sensus Penduduk tahun 2010. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan wilayah tersebut tidak bisa dimasukkan ke dalam penghitungan penduduk Kabupaten Kubu Raya, tidak bisa masuk ke dalam Kabupaten Pontianak, apalagi masuk ke Kota Pontianak. Hal ini dikarenakan Kabupaten Kubu Raya sesuai dengan Undang-undang No. 35 Tahun 2007 mengenai Pembentukan Kabupaten Kubu Raya, yang sudah dilampiri Peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari UU tersebut, tidak mencakup wilayah Perumnas IV. Sesuai dengan Peta yang merupakan lampiran dari Undangundang No. 35 tahun 2007 wilayah Kabupaten Kubu Raya di kawasan tersebut sampai dengan Sungai Ambawang. Dilain pihak Kabupaten Pontianak sudah menghapus wilayah Perumnas IV tersebut dari Peta Kabupaten Pontianak sebagai Kabupaten Induk Pemekaran. Pertanyaannya sekarang kenapa bisa terjadi demikian? Hal ini terjadi karena ada dua

+

Pontianak Post

pihak yang bisa bertanggung jawab. Yang pertama adalah Pemerintah Provinsi Kalbar pada saat terjadinya Pemekaran Kabupaten Kubu Raya. Karena tidak ada penjelasan mengenai peta wilayah cakupannya kepada pihak Kabupaten Kubu Raya sebagai Kabupaten yang baru dimekarkan. Sehingga semua pihak hanya membaca pada bagian batang tubuh Undang-undang tersebut yang menyatakan cakupan Kabupaten Kubu Raya, termasuk Kecamatan Sungai Ambawang. Peta tersebut seolah-oleh ditapo’kan (bahasa Pontianak), karena pada waktu itu peta tersebut tidak bisa diakses oleh masyarakat. Tidak tahu kalau sekarang sudah bisa diakses atau belum oleh masyarakat Yang kedua adalah Kabupaten Kubu Raya yang tidak mau beranjak dari batas wilayah tersebut, walaupun sudah tahu bahwa mereka sudah melanggar perbatasan wilayah. Mereka tetap berpedoman kepada Keputusan Gubernur tahun 1964. Padahal berdasarkan Undang-undang No. 35 tahun 2007 pada bagian Peralihan dinyatakan bahwa pada saat berlakunya UndangUndang ini, semua ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Kabupaten Kubu Raya harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini. Jadi sudah jelas Keputusan Gubernur yang dijadikan dasar oleh Kabupaten Kubu Raya sudah tidak berlaku lagi demi hukum. Lalu apa sanksinya bagi Kabupaten Kubu Raya? Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 pada pasal 27 kewajiban Kepala Daerah ada 11, salah satunya adalah menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan; tentunya termasuk menaati dan menegakkan undang-undang No. 35 tahun 2007 yang yang menjadi dasar bagi terbentuknya Kabupaten Kubu Raya. Dengan lain per-

kataan Kepala Daerah Kabupaten Kubu Raya tidak melaksanakan Undang-undang pembentukan Kabupatennya sendiri. Bagaimana selanjutnya?. Pada saat ini masyarakat di wilayah Perumnas IV terombang-ambing. Kabupaten Pontianak sudah tidak mengakui secara de facto wilayah tersebut. Warga Perumnas IV sebagian besar juga tidak mau menjadi warga Kabupaten Kubu Raya. Mereka malah memiliki KTP Kota Pontianak yang juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat, hanya pada waktu itu dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat sebelum pemekaran Kabupaten yang relatif jauh dari jangkauan pelayanan. Kabupaten Kubu Raya juga masih bersikeras agar mereka memiliki wilayah Perumnas IV. Padahal sebenarnya tidak ada artinya luas wilayah tersebut dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Kubu Raya yang diakui sebesar 6.985,20 km2. Oleh karena itu seharusnya 3 (tiga) daerah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi mau duduk satu meja dengan prinsip penegakan peraturan perundang-undangan dan yang utama adalah untuk kesejahteraan masyarakat Perumnas IV dan sekitarnya. Pemerintah Provinsi Kalbar sebagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah mestinya juga bisa bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah ini. Kalaupun tidak bisa demikian Pemerintah Provinsi bisa menyampaikan permasalahan ini kepada Menteri Dalam Negeri. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya mestinya menegakkan dulu Undang-undangnya. Kalau nanti ada kehendak lain, bisa mengusulkan perubahan Undang-undang. Yang penting masyarakat tidak menjadi korban. ** * Penulis, mantan Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemerintah Kota Pontianak.

Terbit 7 Kali Seminggu. Izin terbit Menteri Penerangan RI No. 028/SK/Menpen/SIUP/A7. Tanggal 3 Februari 1986. Per­setujuan Peru­bahan Nama No: 95A/Ditjend. PPG/K/1998 Tanggal 11­September 1998. Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Gajah Mada No. 2-4 Pontianak 78121. Kotak Pos 1036. Fax. (0561) 760038/575368. Telepon Redak­si: (0561) 735070.Telepon Iklan/Pema­saran:735071. Hunting (Untuk seluruh bagian) Fax. Iklan 741873/766022. Email: redaksi@pon­tianakpost.com. Penerbit: PT.Akcaya PERTAMA DAN TERUTAMA DI KALIMANTAN BARAT Utama Press Pontianak. Pembina: Eric Samola, SH, Dahlan Iskan. Komisaris Utama: Tabrani Hadi. Direktur: Untung Sukarti. Pemimpin Re­daksi/Penang­gung Jawab: B Salman. Redaktur Pelaksana: Khairul­rahman, Muslim Minhard, Donatus Budiono, Basilius Sidang Redaksi: Abu Sofian, Surhan Sani, Mela Danisari, Yulfi Asmadi, Andre Januardi, Mursalin, Robert Iskandar. Sekre­taris Redaksi: Silvina. Staf Redaksi: Marius AP, U Ronald, Efrizan, Deny Hamdani, Budianto, Chairunnisya, M Kusdharmadi, Hari KurJawa Pos Group niatama, Hendy Irwandi, Pracetak/Artistik: A Riyanto (Koordinator), Grafis: Sigit Prasetyo, Ilustrator: Kessusanto, Sigit. Fotografer: Timbul Mudjadi, Sando Shafella. Biro Singkawang: Zulkarnaen Fauzi (Jl. Gunung Raya No.15 Telepon (0562) 631912). Biro Sambas: Thoriq (Jl P Anom Telp (0562) 392683) Biro Sanggau: Anto Winarno (Jl. Sudirman No. 4 Telp. (0564) 21323). Biro Ketapang: Andi Chandra, (Jl. Gajahmada No. 172. Telp. (0534) 35514). Kabupaten Pontianak: Hamdan, . Biro Sintang: Mustaan, Budiman. Pema­saran/Sirkulasi: Kiki Fredrik S; Iklan: Dewiyanti.S. Percetakan: Surdi. Devisi Event: Budi Darmawan. Jakarta: Max Yusuf Alkadrie, Bank: BPD Kalbar, BEII, Bapin­do. Harga Lang­ganan per 1 Bulan dalam kota Rp 65.000,- (luar kota tambah ongkos kirim). Tarif iklan: Per mm kolom hitam putih Rp 25.000,- spot colour Rp 30.000,- full colour Rp 37.000,- Iklan baris Rp 15.000,- per baris (minimal 2 baris, mak­­si­mal 10 baris) pem­bayaran di muka. Telepon Langganan/Pengaduan: 735071. Iklan: 730251. Perwakilan Jakarta: Jl. Jeruk Purut-Al-Ma’ruf No.4 Pasar Ming­gu, Jakarta Selatan 12560. Telepon: 78840827 Fax. (021) 78840828. Percetakan: PT.Akcaya Pariwara Pontianak. Anggota SPS-SGP ISSN 0215-9767. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

cmyk

+


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.