Pontianak Post

Page 2

OPINI

2 Editorial

Agama dan Kekerasan MOLOTOV, botol, serta batu melukai puluhan orang di Ardoyne, Irlandia Utara. Di Kampala, Uganda, sebuah bom menewaskan 74 orang. Inikah justifikasi yang kesekian bahwa kita hidup pada era yang oleh intelektual Prancis Gilles Kepel disebut La Revanche de Dieu alias ‘’Revans Tuhan’’? Sebab, lagi-lagi ada aroma agama yang meruap dalam bentrok di tengah-tengah pawai Orangefest di Irlandia Utara pada 13 Juli lalu itu, antara kaum Protestan dan Katolik. Sementara itu, pengeboman dalam acara nonton bareng final Piala Dunia 2010 di Kampala didalangi Al Shahab, sebuah organisasi radikal muslim yang juga telah lama menghembalang Somalia. Kita patut menundukkan kepala karena dua insiden itu semakin memperpanjang kekerasan atas nama agama. Di semua sudut bumi, nama Tuhan terus dipekikkan dari berbagai tempat peribadatan. Tapi, pada saat yang sama pula, golok dihunus, senapan dikokang, dan detonator dihidupkan. Mahatma Gandhi yang memuliakan semua ajaran agama ditembak mati Nathuram Godse pada 1948. Enam dekade berselang, Taliban bisa dengan gampang menggantung seseorang yang dianggap kafir. Padahal, semua kitab suci mengajarkan kedamaian. Mungkin, distorsi itu merupakan buah perkawinan agama dengan berbagai kepentingan, terutama politik. Di Irlandia Utara, contohnya. Meski berdamai sejak Kesepakatan Jumat Agung 1998 dicapai, perselisihan antara kaum Protestan yang mengi­nginkan Irlandia Utara tetap di bawah Inggris dan kaum Katolik yang mengharapkan negeri berpenduduk 1,7 juta jiwa tersebut menjadi satu dengan Republik Irlandia belum benar-benar padam. Organisasi-organisasi militer sempalan IRA (Tentara Republik Irlandia) terus bergerak di bawah tanah. Meski tidak berskala besar, mereka terus menebar teror. Itu dilakukan karena mereka menentang keras hasil kesepakatan antara Partai Uni Demokratik (partai kaum Protestan) dan Sinn Fein (partai kubu Katolik) 12 tahun silam. Al Shahab juga bisa bertumbuh menyusul perang saudara yang memerosotkan legitimasi terhadap rezim berkuasa di Somalia. Dari Somalia, organisasi yang berafiliasi dengan Al Qaidah itu melebarkan sayap ke wilayah sekitarnya. Misalnya, Yaman dan Uganda. Atau, barangkali Gilles Kepel memang benar: Kita hidup pada masa ketika sejumlah orang kelesah (cemas) dan kecewa terhadap dunia modern. Sebab, modernisasi dianggap membuka pintu terhadap toleransi yang bisa meracuni kemurnian kitab suci. (*)

Pontianak Post

Senin 19 Juli 2010

Berbahagia karena Memberi BUKANKAH yang kita ketahui selama ini, banyak orang berbahagia karena memperoleh sesuatu yang diinginkannya, bukan berbahagia karena bisa memberi. Bill Clinton (2010) dalam bukunya “Giving” mengatakan bahwa saat ini sedang terjadi ledakan jumlah warga biasa melakukan perbuatan luar biasa bagi masyarakat, baik berupa pemberian uang, waktu, barang, ketrampilan, dan pemberian rekonsiliasi atau pengampunan. Mereka menyadari bahwa di tengah-tengah kekayaan yang dimilikinya, ada orang lapar, tunawisma, penganggur, orang sakit, orang cacat, orang putus asa, orang tersingkir, dhu’afa, dan orang terabaikan lainnya. Disebut beberapa kisah; (1) Dr. Paul Farmer yang semasa kecilnya tinggal bersama keluarganya dalam bus di lahan parkir bus bekas. Ia berikrar atau berjanji untuk membaktikan seluruh hidupnya guna memberikan pelayanan medis yang bermutu tinggi bagi kaum miskin. Ia mendirikan klinik pelayanan kesehatan umum yang inovatif di Haiti dan Rwanda; (2) Oseola McCarty yang setelah 87 tahun mencari sesuap nasi dengan bekerja sebagai tukang cuci dan setrika pakaian. Seorang wanita yang memilih hidup sederhana ini menyerahkan seluruh tabungan yang dikumpulkannya seumur hidup berjumlah $ 150.000 kepada Universitas Southern Mississippi sebagai dana beasiswa bagi para mahasiswa kulit hitam Amerika; (3) Pasutri warga New York, ketika berada di Afrika untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan, mengunjungi beberapa sekolah di Zimbabwe. Mereka

terkejut melihat banyak sekolah tidak dilengkapi buku ajar, dan alat bantu ajar lainnya. Sekembalinya ke Amerika Serikat, mereka mendirikan sebuah organisasi untuk mengumpulkan dan memberikan alat bantu ajar ke 35 sekolah di Zimbabwe. Setelah tiga tahun, persentase kelulusan siswa meningkat dari 5% menjadi 60%. Kemudian, (4) Andre Agassi, yang terlahir dari keluarga kurang mampu, kemudian setelah dewasa menjadi salah seorang petenis dunia mendirikan sebuah sekolah persiapan masuk perguruan tinggi di sebuah kawasan pemukiman kumuh di Las Vegas yang persentase anak tidak beruntung (dhu’afa) dan berisiko terhitung sangat tinggi di kota itu. Menurutnya, “Tenis adalah batu loncatan bagi saya dan mengubah kehidupan anak itulah yang menjadi keinginan saya dari sejak kecil”; (5) Bill Gates menyerahkan sebagian besar kekayaannya ke lembaga sosial, menyisakan 2% dari seluruh kekayaannya untuk keluarganya. Satu nasehatnya yang menginspirasi banyak orang; “Barangkali memberikan uang yang sekarang kita miliki terasa lebih sulit dari pada kita mencarinya.” Sepertinya Bill Gates benar, sebelum memperoleh sesuatu, bermacammacam kebaikan yang ingin dilakukan, namun ketika apa yang diinginkan telah diperoleh, menjadi sulit dan penuh perhitungan untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan yang telah diniatkan. Ada lagi, (6) Warren Buffet orang kedua terkaya di Amerika Serikat memberikan hampir semua kekayaannya, yang

Oleh: Aswandi tersisa untuknya hanya 1%. Ia mengatakan; “Sesungguhnya yang saya berikan itu tidak ada artinya karena yang saya berikan ini adalah mengembalikan kelebihan yang saya miliki yang kurang nilainya bagi saya tetapi sangat berarti bagi orang lain. Saya merasa malu dan mengagumi para donatur kecil yang tetap hidup sederhana; memutuskan untuk tidak menonton bioskop dan tidak makan di restoran supaya dapat menolong orang lain yang lebih membutuhkannya”: (7) Oprah Winfrey seorang presenter ternama yang juga dikenal memiliki kecerdasan sosial tinggi. Ia mengatakan; “Saya ingin memberikan kembali dari apa yang telah diberikan kepada saya, yakni perasaan punya arti”; (8) Pengalaman belajar perpolisian masyarakat di Jepang, penulis menemukan banyak kalangan profesional; CEO atau pimpinan perusahaan besar mengambil bagian tanpa pamrih mengatur ketertiban lalu lintas di jalan raya, layaknya polantas dan melakukan patroli di berbagai tempat. Ternyata di negeri matahari terbit tersebut, semua orang ingin tertib dan aman. Kesemerautan, ketidaktertiban, dan tidak aman adalah musuh bersama mereka. Terakhir, (9) Prof. Dr. Marsetio Donosaputro, seorang dosen di Universitas Airlangga Surabaya yang memiliki segudang pengalaman dan prestasi, baik di dalam maupun di luar negeri. Sekembalinya ke Indonesia setelah sepuluh tahun men-

jadi perwakilan Indonesia di Markas UNESCO, beliau kembali menjadi dosen di almamaternya dan mengajar di beberapa perguruan tinggi di tanah air, penulis sempat berguru kepadanya. Ketika menjadi muridnya, penulis yang tinggal di Malang sering kali diundang menemaninya sarapan pagi bersama para kaum dhu’afa. Kami menikmati bermacam hidangan dengan penuh keakraban bersama abang becak, pemulung dan pengemis di kediamannya di Surabaya. Di suatu saat, penulis memberanikan diri untuk bertanya kepada beliau mengenai kebiasaan sarapan pagi bersama kelompok masyarakat yang kurang beruntung tersebut. Mengawali jawabannya, beliau mengutip perkataan orang bijak; “Saat dilahirkan, kita menangis, orang lain tersenyum. Isilah kehidupan ini lebih bermakna agar ketika kita meninggal, kita tersenyum, orang lain menangis.” Beliau melanjutkan jawabannya, yakni; “Di usia senja ini atau diakhir-akhir kehidupan ini, saya ingin mencari teman atau saudara dari berbagai kalangan dan strata di masyarakat sebanyak-banyaknya.” Mereka di atas, pada umumnya adalah manusia yang pada awalnya berasal dari keluarga miskin atau kurang mampu, namun bercita-cita menjadi orang yang mampu memberi, Alhamdulillah Allah Swt memberinya rezeki yang berlimpah kepada mereka sehingga dapat mewujudkan cita-citanya. Apakah kita yang telah diberi rezeki atau nikmat oleh Allah SWT telah menjadi orang yang senang memberi. Mereka selalu in-

gat sebuah pribahasa Cina, yakni; ”Bunga meninggalkan sebagian dari keharumannya di tangan yang memberinya” dan orang bijak berkata; ”banyak berbuat baik akan mendapatkan banyak berkah, sedikit berbuat baik akan kehilangan berkah, dan orang yang benar-benar sukses dalam kehidupan ini adalah para pemberi dan pemaaf.” Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 261, yakni; ”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratur biji. Allah terus menerus melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Maha Luas Karunia-Nya, lagi Maha Mengetahui.” Rasulullah Saw sering mengingatkan umatnya; “Di akhir zaman nanti, banyak orang kaya yang ingin mendermakan kekayaannya, namun banyak orang menolaknya, dan banyak orang pintar, ingin membagi ilmunya, tetapi orang menolak diajarinya.” Untuk mencapai kebahagian melalui memberi tidak harus menunggu kaya, karena tidak semua orang memiliki kekayaan, pemberian dapat berupa waktu yang lamanya sama diberikan Allah Swt kepada kita semua, yakni 24 jam. Disamping uang dan waktu, kita dapat mencapai kebahagiaan dengan memberi barang, keterampilan berguna yang dimiliki, dan pemberian pengampunan yang boleh jadi dapat memberdayakan sesama secara luar biasa. ** * Penulis, Dosen FKIP Untan.

ingin pasang iklan di... Pontianak Post Call aja...disini...

735071 Terbit 7 Kali Seminggu. Izin terbit Menteri Penerangan RI No. 028/SK/Menpen/SIUP/A7. Tanggal 3 Februari 1986. Per­setujuan Peru­bahan Nama No: 95A/Ditjend. PPG/K/1998 Tanggal 11­September 1998. Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Gajah Mada No. 2-4 Pontianak 78121. Kotak Pos 1036. Fax. (0561) 760038/575368. Telepon Redak­si: (0561) 735070.Telepon Iklan/Pema­saran:735071. Hunting (Untuk seluruh bagian) Fax. Iklan 741873/766022. Email: redaksi @pon­tianakpost.com. Penerbit: PT.Akcaya PERTAMA DAN TERUTAMA DI KALIMANTAN BARAT Utama Press Pontianak. Pembina: Eric Samola, SH, Dahlan Iskan. Komisaris Utama: Tabrani Hadi. Direktur: Untung Sukarti. Pemimpin Re­daksi/Penang­gung Jawab: B Salman. Redaktur Pelaksana: Khairul­rahman Sidang Redaksi: Abu Sofian, Muslim Minhard, Surhan Sani, Mela Danisari, Yulfi Asmadi, Donatus Budiono, Basilius. Sekre­taris Redaksi: Silvina. Staf Redaksi: Marius AP, U Ronald, Efrizan, Aseanti Pahlevy, Deny Hamdani, Budianto, Chairunnisya, Pringgo, Pracetak/Artistik: Karnadi (Koordinator), Jawa Pos Group Grafis: A.Riyanto, Ilustrator: Kessusanto, Sigit. Fotografer: Timbul Mudjadi, Bea­ring, Sando Shafella. Biro Singkawang: Zulkarnaen Fauzi, M Khusdarmadi, Hari Kurniathama (Jl. Gunung Raya No.15 Telepon (0562) 631912). Biro Sambas: Mursalin (Jl P Anom Telp (0562) 392683) Biro Sanggau: Anto Winarno (Jl. Sudirman No. 4 Telp. (0564) 21323). Biro Ketapang: Andi Chandra, Andre Januardi (Jl. Gajahmada No. 172. Telp. (0534) 35514). Kabupaten Pontianak: Hamdan, . Biro Sintang: Mustaan, Budiman. Pema­saran/Sirkulasi: -. Iklan: Dewiyanti.S. Percetakan: Surdi. Devisi Event: Budi Darmawan. Kombis: Nurtiman. Jakarta: Max Yusuf Alkadrie, Bank: BPD Kalbar, BEII, Bapin­do. Harga Lang­ganan per 1 Bulan dalam kota Rp 65.000,- (luar kota tambah ongkos kirim). Tarif iklan: Per mm kolom hitam putih Rp 20.000,- spot colour Rp 25.000,- full colour Rp 30.000,- Iklan baris Rp 10.000,- per baris (minimal 2 baris, mak­­si­mal 10 baris) pem­bayaran di muka. Telepon Langganan/Pengaduan: 735071. Iklan: 730251. Perwakilan Jakarta: Jl. Jeruk Purut-Al-Ma’ruf No.4 Pasar Ming­gu, Jakarta Selatan 12560. Telepon: 78840827 Fax. (021) 78840828. Percetakan: PT.Akcaya Pariwara Pontianak. Anggota SPS-SGP ISSN 0215-9767. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Pontianak Post


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.