Pontianak Post

Page 21

Pontianak Post Minggu 12 Juni 2011

21 Chreyst Painter Hari Murti (Cheryst)

Rudiansyah (Rudi Asboun)

pa yang melatarbelakangi Anda terjun sebagai pelukis? Sejak kapankah itu, dan dengan siapa Anda belajar melukis? Chreyst : Saya melukis karena cinta. Awalnya tidak bisa dan tidak minat. Tapi bulan April 2001 saya seperti mendapat konsep dari Tuhan, dan besoknya tiba-tiba bisa melukis. Kemudian, saya belajar otodidak dengan membaca buku karangan Adolf William Gerald. Di Jogja saya juga banyak bergaul dengan para pelukis handal. Rudi : Suka karena hobi. Seriusnya sejak tahun 2000. Saya belajar otodidak dan cepat bisa. Mungkin karena ada darah pelukis juga yang ngalir di diri saya. Kakek saya dulunya juga seorang pelukis handal. Jayus : Karena saya memang suka melukis dari kecil. Tapi baru serius sebagai pekerjaan tahun 1999. Belajar secara otodidak. Melihat karya dan diskusi dengan seniman lain juga membantu kita berkembang. Ali : Dari SD saya sudah suka melukis. Tapi baru tahun 1992 saya serius dan memulai menggunakan kanvas. Dulu cat masih murah, Rp 4 ribu sudah dapat. Saya tidak ada guru, otodidak. Tapi kemampuan kita makin terasah dengan melihat banyak lukisan orang untuk referensi dan sharing dengan sesama pelukis.

A

Apakah Anda punya waktu khusus untuk melukis? Bagaimana Anda membagi waktu dengan kesibukan pekerjaan Anda sekarang? Chreyst : Setiap hari dari jam setengah tujuh malam sampai jam lima pagi. Malam saya istirahat empat jam, dari jam sepuluh sampai jam dua. Tentu saja tidak menganggu, karena ini pekerjaan utama saya. Siang hari saya mengajar privat dan kegiatan lainnya. Rudi : Kalau saya tidak tetap, tergantung mood. Saya seringnya melukis di Sanggar Plong sama kawan-kawan. Sehari-hari saya bekerja air brush motor dan service hati.

Belajar

Melukis Secara

Otodidak Pelukis, pekerjaan ini sering dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Bahkan banyak orangtua yang menggiring anaknya menjauhi dunia lukis. Padahal, melukis adalah kegiatan yang sangat menjanjikan, bukan sekadar hobi ataupun iseng-iseng. Tapi mata pencaharian yang benar-benar dapat diandalkan. Seperti keeempat narasumber Pontianak Post ini. Oleh : Aristono Edi K Melukis tidak mengganggu, karena itu sudah kebutuhan batin saya. Jayus : Tidak ada, setiap hari saya usahakan melukis. Melukis itu berasal dari dalam hati, jadi tidak harus jam berapa melakukannya. Kalau pekerjaan tentu tidak mengganggu. Selain melukis, saya juga mengajar menggambar di sekolah-sekolah. Ali : Tidak tentu waktunya. Ada datang mood, saya langsung melukis biasanya. Makanya saya kalau melukis lebih senang on the spot, berpetualang sambil travelling ke luar Pontianak, untuk melukis objek alam di Kalbar. Tidak mengganggu pekerjaan, soalnya pekerjaan lain saya juga ada hubungannya dengan melukis. Saya mengajar seni di sekolah-sekolah. Gambar-gambar se足perti apa yang sering Anda tuangkan dalam lukisan? Anda lebih menganut ke aliran mana untuk gaya lukisan? Chreyst: Saya melukis segala aliran, dan menggunakan berbagai media dan bahan. Tapi saya paling sering melukis realis, seperti melukis wajah orang yang detil. Ini tantangan buat banyak pe-

lukis. Rudi : Orang bilang saya melukis gaya naif dan ekspresionis. Tapi saya sendiri merasa tidak ada aliran. Saya menggambar sebebas-bebasnya dan lepas saja. Seringnya menggambar wanita. Jayus : Kalau saya lebih ke tema-tema sosial. Pertamatama melukis dulu, saya menggambar tentang AIDS. Lalu terakhir saya menggambar tentang konversi minyak tanah ke gas. Disitu saya gambarkan gas elpiji sebagai bom. Gaya lukisan saya terserah yang menikmati mau menamainya apa. Ali : Saya suka menggambar pemandangan atau aktivitas manusia sehari-hari yang ada di Kalbar. Aliran saya adalah impresionis dan ekspresionis. Biasanya dari mana dapat ide-ide untuk lukisan

Anda? Apakah melukis ini juga terpengaruh oleh mood? Chreyst : Ide-ide ini datang karena cinta. Ketika kita melukis sesuatu karena cinta, ada soul di situ. Kalau mood itu bisa dilatih. Karena tanggung jawab, perlahan mood tersebut bisa dilatih. Rudi : Dapat ide dari pengalaman batin, kadang muncul sendiri. Bisa juga mengamati fenomena sosial

atau alam yang lagi marak. Pasti terpengaruh mood. Kalau lagi mood bisa cepat dan mudah melukisnya. Jayus : Dari peristiwa yang lagi marak diperbincangkan, saya biasa baca koran dan nonton TV untuk mengamati perkembangan sosial. Lalu saya tuangkan di lukisan saya. Kalau mood itu bisa dibangun. Jangan pernah mau kalah dengan mood. Ali : Dari lingkungan sekitar kita. Makanya saya suka on the spot, jalan-jalan sambil mencari objek yang bisa dilukis. Kalau mood ada pengaruhnya, kita biasanya mood ada semangat lebih untuk melukis. Apakah Anda sering mengikuti pameran lukisan? Sudah sampai kemana sajakah Anda melanglang dengan lukisan Anda tersebut? Chreyst : Setiap tahun saya pasti ikut. Minimal empat

kali setahun, di Jogja, Kalbar, Jakarta, dan lain-lain. Hasil menjual lukisan saya pernah jalan-jalan keluar negeri. Rudi : Banyak sekali, dan semuanya berkesan. Di pameran saya bisa bertemu dengan banyak seniman dan kolektor. Saya pernah pameran di Jakarta dan kota lainnya. Jayus : Sudah puluhan pameran saya ikuti. Minimal setahun ikut lima kali, baik

lokal maupun di luar pulau. Dengan ke luar Kalbar, kita jadi punya banyak jaringan. Jadinya bisa lebih eksis dan dikenal orang. Ali : Pertama kali saya ikut tahun 1995 di Taman Budaya. Setelah itu hampir setiap tahun ikut. Di pulau Jawa pernah ikut. Pengalaman paling berkesan apa yang pernah Anda alami selama terjun ke dunia seni melukis? Chreyst : Setiap saat berkesan. Rasanya senang lukisan kita bisa dinikmati banyak orang. Lukisan saya juga sering dibeli orang-orang terkenal. Saya pernah menjual satu lukisan saya seharga Rp 35 juta. Rudi : Semuanya berkesan. Semua lukisan baik, karena seorang pelukis pasti sangat menghargai lukisannya sendiri. Lukisan saya baru-baru ini dibeli orang Singapura yang nginap di Hotel Aston Pontianak, gambarnya Tatung, dibeli dengan harga Rp 10 juta. Jayus: Yang berkesan, dengan melukis saya bisa jalan-jalan ke luar Kalbar. Dengan pekerjaan ini saya bisa kenal dengan banyak senimanseniman lainnya dari berbagai daerah. Ali : Saya bisa bertemu dan melihat karya banyak seniman top dari seluruh Indonesia. Ada sebagian orang berpendapat, seni lukis tak bisa dijadikan pegangan masa depan. Menurut Anda, benarkah anggapan itu? Chreyst : Salah besar. Jangan pernah takut dengan kehidupan di dunia. Nyatanya, banyak contoh pelukis-pelukis yang sukses. Mereka lebih mendapat kenyamanan hidup dari para pegawai atau karyawan lainnya. Rudi : Bisa iya, bisa juga tidak. Tapi tidak ada pelukis yang memulai melukis dengan orientasi bisnis, pasti awalnya karena karyanya.

Sebelum benar-benar terkenal, biasanya memang para seniman itu mengerjakan hal lainnya. Tapi tidak benarbenar jauh dari melukis. Contohnya saya, yang bisnis sampingan mengecet air brush motor/mobil. Jayus : Itu kurang tepat. Memang banyak orang menilai pekerjaan melukis tidak bisa dipakai untuk mencari nafkah. Tapi kalau kita benarbenar total, ini bisa jadi pilihan yang baik. Ali FS : Saya tidak setuju. Buktinya banyak pelukis yang terkenal dan hidup nyaman. Lihat saja, pelukis itu tidak ada yang menganggur. Tuhan sudah menentukan jalan hidup masing-masing, jadi jangan takut jadi pelukis. Bagaimana Anda menilai apresiasi masyarakat Kalbar sekarang terhadap lukisan? Dan bagaimana juga harapan Anda ke depan terhadap perkembangan seni lukis di Kalbar? Chreyst : Sangat bagus ternyata. Kata orang pelukis tidak akan dapat hidup di Kalbar, ternyata tidak benar. Di sini malah banyak pelukis yang handal, dan minat terhadap lukisan juga tinggi, sangat mengagetkan. Tapi mungkin hanya kurang wadah yang cukup untuk mereka. Rudi : Masih kurang menurut saya. Perkembangan pasti ada, tapi sangat lambat sekali. Mungkin wadahnya yang kurang menurut saya. Di sini tidak seperti di Jawa yang banyak galeri, pameran, dan wadah lainnya untuk pelukis. Jayus: Kalau saya lihat sih masih kurang. Sebabnya kurang ada pameran yang bisa mengapresiasi pelukis dan penikmat lukisan. Mungkin harapannya pemerintah lebih memperhatikan lagi para pekerja seni. Ali : Agak kurang kalau dibanding dengan di Jawa. Di sini tidak ada wadah buat kita untuk berkarya dan memamerkan lukisan. Ada tapi hanya pada even-even tertentu saja. Saya harap pemerintah mau membangun galeri yang standar sebagai wadah berekspresi para seniman.** FOTO-FOTO : SHANDO SAFELA

Aliansyah (Ali FS)

Jayus Agus Tono (Jayus)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Pontianak Post by Pontianak Post - Issuu