Panduan Pendampingan Lansia Korban Kekerasan

Page 1


PANDUAN PENDAMPINGAN LANSIA KORBAN KEKERASAN Program Peduli Pilar Ham & Restorasi Sosial Penulis Dr. Agustina Hendriati, Psikolog Nancy Sunarno Ilustrasi Andi Setiawan Oktober 2020 Buku ini diterbitkan oleh: Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) melalui Program Peduli dengan dukungan dari The Asia Foundation

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) Jl. Cikini Raya No. 43, Jakarta Pusat, Jakarta 10330 T. +62 21 3152726 F. +62 21 31937315 E. info@indonesiauntukkemanusiaan.org www. indonesiauntukkemanusiaan.org

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


DAFTAR ISI

Pengantar IKa

v

Pengantar panduan: Tabik kepada para pendamping

vii

Bab I: Memahami [Psikologi] perkembangan lansia Perkembangan lansia secara umum Lansia yang mengalami kekerasan lebih dari 50 tahun yang lalu

9 9 12

Bab II: Pendampingan bagi lansia Penyesuaian lingkungan fisik Memahami kondisi kognitif dan sosio-emosional lansia

15 15 17

Bab III: Merawat kesejahteraan psikologis para pendamping

21

Bab IV: Mendampingi lansia di masa krisis Pandemi Covid-19 Situasi kedaruratan lain

25 25 29

Bab V: Etika dalam mendampingi lansia korban kekerasan

31

Bab VI: Penutup

33

Daftar Pustaka

35

Lampiran : 1. Bacaan mengenai pengelolaan stress 2. Bacaan mengenai bagaimana mengatasi ledakan amarah

36 37 39

PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

iii


iv

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Kata Pengantar

Selama enam tahun Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bekerja dengan berbagai organisasi korban/penyintas maupun organisasi masyarakat sipil dalam Program Peduli pada Pilar HAM dan Restorasi Sosial. Sebuah program pengentasan kemiskinan yang menggunakan pendekatan pembangunan inklusif untuk memastikan kelompok masyarakat marginal yang tidak terjangkau. Program Peduli bekerja dengan dan untuk orang-orang terpinggirkan di seluruh Indonesia untuk mendukung mereka mengakses layanan publik, keadilan dan peluang ekonomi. Dalam Program Peduli, IKa menjadi mitra payung bagi komunitas korban pelanggaran berat HAM di antaranya adalah: Korban Daerah Operasi Militer (DOM), Korban Tragedi 1965/1966, Korban Talangsari & Korban Kerusuhan Mei 1998. Sepanjang enam tahun program ini telah berhasil memperkenalkan dan mendorong skema inklusi dalam kerja dan advokasi hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu melalui pendekatan hak ekosob. Korban/penyintas telah dapat mengakses layanan publik dan bantuan sosial termasuk di dalamnya layanan khusus berupa akses pengobatan gratis untuk korban/penyintas lansia yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Salah satu pembelajaran dari perjalanan selama enam tahun ini adalah strategi menempatkan kelansiaan sebagai salah satu pintu masuk dalam rangka advokasi perubahan kebijakan yang lebih akomodatif kepada lansia penyintas. Penerima manfaat Program Peduli adalah kelompok lanjut usia yang tentu memiliki kebutuhan dan pendekatan yang berbeda. Terlebih mereka adalah para korban dan penyintas yang mengalami berbagai represi di masa lalu. Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) berupaya untuk secara konsisten mendokumentasikan pembelajaran yang diperoleh sebagai bagian untuk memperkuat pengelolaan pengetahuan. Buku saku ini lahir dari proses perjalanan bersama para PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

v


korban dan penyintas yang sebagian besar adalah para lansia. Sebuah acara Temu Lansia di Surakarta pada 2019 menjadi peneguhan perlunya mendokumentasikan secara khusus tentang kelansiaan serta panduan praktis dalam pendampingan lansia. Buku saku ini mengingatkan pentingnya menempatkan kelompok lansia sebagai subjek, dan bukan hanya dianggap sebagai anggota masyarakat yang tidak produktif, serta pentingnya sebuah program untuk memperhatikan aspek-aspek kelansiaan. Hal tersebut sesuai dengan spirit dari Pilar HAM dan Restorasi Sosial dalam rangka mengukuhkan harkat dan martabat para korban pelanggaran HAM. Buku saku ini memberi panduan yang cukup komprehensif untuk memahami persoalan lansia secara umum dan menyajikan prinsip-prinsip pendampingan lansia termasuk di saat pandemi covid-19. Di tengah situasi pandemi, pendampingan lansia penyintas ini semakin menemukan relevansi karena kelompok lanjut usia memiliki risiko lebih tinggi. Harapan kami, buku saku ini dapat menjadi referensi yang mendukung kerja-kerja mitra CS0 yang selama ini bekerja dengan korban/penyintas yang masuk kategori lansia, maupun bagi relawan-relawan pendamping lansia dan jaringan lainnya. Terima kasih untuk The Asia Foundation sebagai organisasi Mitra Pengelola yang selama enam tahun ini telah memberi dukungan dan kepercayaan bagi kami untuk meneruskan upaya penegakan keadilan bagi para korban dan penyintas. Terimakasih kepada para mitra CSO yang telah berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam buku ini. Terimakasih kepada tim penulis : Dr. Agustina Hendriati, Psikolog dan Nancy Sunarno. Tanpa bantuan dan kerjasama yang baik dari seluruh pihak di atas, buku ini tidak akan sampai ke hadapan Anda. Salam inklusif! Jakarta, Oktober 2020 Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)

vi

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Tabik Kepada Para Pendamping

Salam sejahtera! Pendamping nan Budiman, Tak mudah melakukan pendampingan terhadap lansia, entah kita sebagai keluarga, teman, kerabat maupun sebagai pekerja. Tak ada juga resep jitu yang akan membuatnya menjadi mudah. Buku Saku pendampingan ini tidak menjanjikan hal itu. Yang dapat disajikan adalah beberapa tips yang kiranya akan menemani para pendamping untuk terus berproses, mengembangkan diri sendiri dalam dedikasinya mendampingi lansia. Buku Saku ini disusun dengan menggunakan semangat menempatkan lansia sebagai subjek utama. Sudah terlalu lama kita dicengkeram pandangan bahwa lansia adalah kelompok yang tidak produktif dan menjadi beban bagi generasi yang lebih muda. Padahal sudah banyak riset yang menunjukkan bahwa lansia tidak identik dengan pandangan seperti itu. Usia boleh tua dan tubuh boleh menua, namun penuaan tidak harus disikapi secara negatif. Lansia sama pentingnya dengan balita dan kaum muda. Lansia bisa tetap berdaya. Kepercayaan ini merupakan dasar penulisan panduan ini. Program Peduli pilar HAM dan Restorari Sosial berfokus pada korban kekerasan masa lalu. Para penyintas yang kini didampingi umumnya sudah memasuki masa lansia. Buku Saku ini memberikan perhatian khusus pada isu ini dengan harapan dapat memberi petinggal bagi kerja pendampingan yang akan terus berlanjut. Kami mengambil inspirasi dari pengalaman pendampingan para mitra program Peduli di pilar ini. Isi buku ini sebagian besar telah didiskusikan pada tiga kesempatan. Pertama pada saat sesi penguatan kapasitas temu mitra 24 – 28 Juni 2019 di Solo dan pada dua kesempatan berikutnya saat ada rangkaian diskusi terfokus daring bersama seluruh mitra, khususnya yang diselenggarakan pada 9 Juni 2020 yang membahas prinsip pokok pada pendampingan lansia penyintas dan pada 13 Juli 2020 yang PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

vii


membahas secara lebih dalam pengalaman masing-masing mitra dalam mendampingi lansia penyintas di masa pandemic COVID-19. Buku Saku ini akan dibuka dengan landasan untuk memahami perkembangan lansia secara umum dan akan sedikit membahas isu para penyintas kekerasan di Bab I. Pada bagian selanjutnya Buku Saku akan menyajikan prinsip-prinsip pendampingan (Bab II) yang sungguh praktis dan menggabungkan berbagai teknik dan pendekatan. Dari rangkaian diskusi bersama mitra, banyak hal menarik dan khas berasal dari komunitas penyintas kekerasan di masa lalu dan penyesuaian di masa pandemi. Beberapa hal tersebut kita tuangkan dalam buku panduan praktis ini, seperti mengenai pentingnya dan bagaimana merawat kesejateraan psikososial para pendamping (Bab III) dan beberapa isu khusus terkait pendampingan di saat pandemi (Bab IV). Kami berharap baian pendampingan di masa krisis juga kelak dapat dikembangkan oleh para pendamping untuk menghadapi kemungkinan situasi kedaruratan lainnya di masa depan. Buku Saku ini diakhiri dengan panduan etika yang diharapkan dapat menjadi rambu bagi kita semua dalam melakukan pendampingan (Bab V). Buku Saku ini melampirkan pula bahan pengayaan dan pengembangan diri berupa sumber informasi lebih lanjut serta bacaan mengenai mengelola stress (Lampiran 1) dan mengatasi ledakan amarah (Lampiran 2). Selain pendamping, kami berharap Buku Saku ini dapat menginspirasi para perancang dan pengelola program dalam memperhatikan aspek-aspek kelansiaan. Kami juga berharap, Buku Saku ini dapat terus dikembangkan seturut insight dari perjalanan pengalaman-pengalaman baru. Tabik untuk para pendamping luar biasa seperti Anda! Mari terus belajar dan berproses bersama. Hormat kami, Agustina Hendriati dan Nancy Sunarno

viii

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Bab I: Memahami [Psikologi] Perkembangan Lansia Perkembangan lansia secara umum Dalam konteks Indonesia, lansia adalah individu berusia 60 tahun ke atas. Jika dirinci, karakteristik individu di atas 60 tahun sebenarnya bisa dibagi menjadi lansia muda dan lansia tua, juga lansia dengan gangguan kronis maupun yang tidak, serta lansia yang dapat beraktivitas mandiri dalam kesehariannya dan yang memerlukan bantuan. Pemerintah bahkan menggunakan kategorisasi seperti berikut: produktif, potensial tidak produktif, lansia yang perlu perawatan khusus, dan sebagainya. Dengan ragam karakteristik ini, tentu kebutuhan lansia juga berbeda-beda. Panduan ini mengambil dua kelompok karakteristik; lansia yang masih dapat beraktivitas mandiri dan yang memerlukan sedikit bantuan dalam kesehariannya. Secara umum lansia sering dikaitkan dengan kemunduran; hal yang sebenarnya kurang memberdayakan. Perkembangan manusia di atas 60 tahun tidak harus berisi kemunduran. Kemampuan otak untuk belajar masih dimungkinkan terjadi dan banyak keterampilan yang masih bisa ditampilkan lansia sejauh keterampilan-keterampilan itu dipelihara. Salah satu hal penting dalam perkembangan lansia adalah prinsip “gunakan, atau anda akan kehilangan” (use it or lose it). Dalam hal kemampuan inderawi, lansia umumnya mengalami beberapa penurunan walaupun tak semua akan mengakibatkan kemunduran dalam fungsi keseharian sang lansia. Mata umumnya perlu alat bantu untuk melihat sesuatu yang kecil, apalagi dalam jarak dekat. Lebar pandangan juga menyempit dan mata menjadi lebih perlahan dalam berakomodasi (menyesuaikan pandangan dari dekat ke jauh, dan sebaliknya; pandangan samping ke tengah dan sebaliknya). Mata juga membutuhkan pencahayaan lebih banyak. Bagaimana hal ini dalam fungsi keseharian? Penggunaan kacamata dan/atau kaca pembesar, tidak ngebut serta lebih ekstra hati-hati jika mengemudi khususnya pada rembang pagi atau petang dan saat malam hari, adalah contoh penyesuaian diri dalam fungsi kehidupan seorang lansia. PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

9


Indera pendengaran seringkali menurun khususnya untuk menangkap nada/pitch tinggi. Indera pengecap berkurang sensitivitasnya sehingga lansia sering menginginkan penambahan rasa (asin/manis) dalam makanan yang sebenarnya tak perlu. Bagaimana mengatasinya? Penggunaan alat bantu dengar adalah salah satu cara. Mengajarkan membaca gerak mulut sedini mungkin adalah cara lain. Untuk perasa/pengecap, biasakan secara perlahan mengurangi intensitas rasa sedini mungkin sehingga sensitivitas terpelihara lebih lama. Penggunaan bumbu non asin/manis, misalnya rempah-rempah adalah cara lain menambah rasa tanpa resiko kesehatan bagi lansia. Tulang manusia berkurang kepadatannya ketika menua dan terkadang mengalami pengeroposan dan pengapuran juga. Ditambah dengan persendian yang cenderung mengalami keausan, lansia menjadi rentan untuk patah tulang dan terjatuh akibat stabilitas tubuh dan kegesitan yang menurun. Padahal dengan resiko patah tulang yang lebih sulit disembuhkan pada lansia, sedapat mungkin lansia dijaga agar tidak terjatuh. Beberapa penyesuaian lingkungan di mana lansia tinggal merupakan bentuk pendampingan yang dapat diupayakan. Karena perlambatan proses metabolisme seiring pertambahan usia, lansia sebaiknya mengurangi asupan kalori khususnya dari karbohidrat terproses dan gula. Bersamaan dengan penyerapan gizi yang berkurang efektifitasnya, lansia perlu meningkatkan asupan gizi untuk mempertahankan kesehatan dan daya tahan tubuhnya. Secara sosio-emosional lansia tetap mempunyai kebutuhan untuk merelasi dengan orang lain walaupun menjadi lebih selektif memilih dengan siapa akan bersosialisasi. Hubungan yang akrab, dengan keluarga atau teman akan sangat mendukung kesehatan mental, dan akhirnya berdampak pada kesehatan fisik lansia. Karena ingatan jangka pendek yang baru diterima menjadi lebih sulit disimpan, dibanding ingatan yang sudah lama tersimpan, maka lansia senang mengulang-ulang cerita/ kenangan lama yang memiliki muatan emosional tinggi. Penurunan kecepatan dalam berpikir-berespon/bertindak terkadang menimbulkan rasa kurang nyaman bahkan frustrasi bagi lansia maupun bagi orang lain yang kurang memahami. Lansia tidak identik dengan kepikunan. Penurunan fungsi ingatan yang berlebihan, biasa disebut demensia atau pikun, merupakan gejala gangguan seperti Alzheimer. 10

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Demikian pula soal kontrol gerakan tubuh; jika berlebihan penurunannya sehingga banyak gerakan tubuh yang tak bisa dikontrol sang lansia, maka hal ini merupakan tanda yang mengarah pada gangguan Parkinson. Diagnosis gangguan ini memerlukan bantuan dari ahli. Karenanya diperlukan rujukan. Tugas perkembangan lansia adalah melakukan peninjauan kembali tentang kehidupannya selama ini dan menjadi bahagia dalam menerima dirinya. Para ahli menyebutkan bahwa penuaan yang sukses mencakup terbentuknya rasa mampu/ kompeten dan mengendalikan lingkungan kehidupannya sendiri. Hal ini dikaitkan dengan banyaknya pandangan negatif dalam masyarakat yang biasanya meremehkan, menyisihkan atau, sebaliknya, berlebihan mengatur lansia dengan dilandasi rasa sayang dan khawatir. Akibatnya lansia merasa tak berdaya dan mengundurkan diri dari kehidupan; keadaan ini justru akan mempercepat terjadinya penuaan dan kemunduran yang dialami seorang individu. Riset Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas, 2018) menyebutkan bahwa masalah kesehatan terbanyak yang dialami lansia Indonesia adalah penyakit tidak menular diantaranya tekanan darah tinggi (hipertensi), peradangan sendi (osteoarthritis), kencing manis (diabetes mellitus/DM), penyakit jantung, stroke, gagal ginjal menahun dan kanker. Kemungkinan ini seyogyanya membuat kita lebih berupaya untuk melakukan pencegahan sedini mungkin dan bukannya membatasi lansia untuk menjalani kehidupan masa tua yang berguna dan membahagiakan. Dalam konsep penuaan sukses, prinsipnya adalah sebagai berikut: a. Lansia punya banyak sisi positif yang sudah dimiliki maupun masih bisa dikembangkan. Karena itu prinsip selektif, prioritas, dan optimalisasi perlu diupayakan bagi lansia. Selektif dalam memilih hal-hal yang akan dilakukan, misalnya apakah memang perlu mengemudi mobil/motor di malam hari atau lebih baik minta dijemput. Prioritas dimaksudkan agar lansia dalam proses memilih/ selektif akan menggunakan skala prioritas; apa yang lebih penting dilakukan saat tenaga sudah tak sekuat dulu, ketika kecepatan sudah tak seperti dulu misalnya. Optimalisasi adalah upaya mengoptimalkan apa yang masih bisa dilakukan lansia. Masih bersemangat membuat lagu? Lebih baik waktunya digunakan untuk PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

11


mengarang lagu tentang pengalaman berharga selama ini daripada meratapi penurunan penglihatan. Untuk menuliskan lagu bisa dilakukan dengan meminta orang lain menuliskan lirik atau alunan/notasi nadanya; demikian contohnya. b. Keberfungsian lansia tergantung kebiasaan hidup. Karena itu perlu menjaga hal-hal berikut sedini mungkin dan terus memeliharanya: • Diet/ kebiasaan makan yang sehat (teratur, cukup gizi dsb) • Gaya hidup aktif (tidak harus berarti aktif di luar ruangan, melainkan termasuk aktif berfungsi – memasak, menyapu, menenun, dan sebagainya). • Terlibat dalam stimulasi/latihan dan fleksibilitas mental: isi Teka-Teki Silang, sudoku, lakukan permainan soliter/kartu, tetris, catur, dan sebagainya, senam otak, senam poco-poco, dan semacamnya. • Membangun jaringan pertemanan dan menjaga hubungan keluarga sehingga sang lansia memiliki sumber dukungan emosional yang beragam dan kaya. • Menghindari penyakit (infeksi dan lainnya dengan gaya hidup sehat dan minum obat sesuai petunjuk dokter)

Lansia yang mengalami kekerasan lebih dari 50 tahun yang lalu Mungkin kita bertanya-tanya apakah harus ada perhatian khusus terkait para lansia korban kekerasan masa lalu? Data penelitian di Indonesia terkait hal ini, bisa dibayangkan, tak ada yang mudah diakses atau bahkan belum ada penelitian psikologis yang meneliti para penyintas kekerasan di masa lalu dari perspektif kelansiaan. Namun kita bisa belajar dari penelitian di negara lain yang menangkap gejala para lansia penyintas kekerasan massal di masa lalu seperti genosida pada bangsa Yahudi di Eropa dan sedikit data dari mantan tawanan perang di Asia. Para lansia penyintas secara umum mengalami perkembangan yang sama dengan lansia pada umumnya. Namun mereka cenderung mengalami lebih banyak dan lebih berat kecemasan. Para lansia ini juga mengalami apa yang disebut hyperarousal atau menjadi lebih peka terhadap rangsang lingkungan. Akibatnya gangguan tidur yang umum dihadapi lansia, menjadi lebih banyak dirasakan para lansia penyintas karena deraan kecemasan mereka. Pada situasi lain, hal yang ‘sepele’ bisa menjadi pengingat 12

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


masa lalu yang buruk; misalnya mandi dengan pancuran air tetiba ditolak sang lansia karena tetiba pula mengingatkan kembali pada pengalaman masuk ruang gas mematikan pada penyintas genosida. Lebih jauh, bahkan pada mereka yang dulunya tak mengalami gejala stress pasca trauma (PTSD – post-traumatic stress disorder), kini gejala itu muncul atau dapat dikatakan sebagai tertunda selama ini. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Dua poin di bawah ini bisa membantu kita memahami jawabannya: • Namun, seiring penuaan, fungsi otak • Pertama, yang perlu kita ingat adalah bagian depan ini mengalami penurunan semua manusia memiliki kebutuhan dan hasilnya adalah penurunan kontrol untuk bertahan dan beradaptasi agar diri. Dampaknya, fungsi adaptif terganggu kita dapat berfungsi dalam lingkungan akibat ingatan-ingatan baik pasca masyarakat. Kebutuhan ini mengendalikan perang/peristiwa kekerasan berkurang emosi negatif yang dirasakan dengan kuat dan ingatan-ingatan lama, yang negatif, semenjak korban mengalami kekerasan, yang selama ini ditekan/dikendalikan, karena ia harus bertahan. Mungkin sekarang muncul kembali. Diperberat pernah mendengar istilah represi? Nah, dengan peristiwa pensiun atau tantangan pengalaman dan perasaan takut, marah, atau yang negatif lainnya akan ditekan agar ekonomi yang mungkin mengiringi juga, pengalaman kematian orang terdekat tidak mengganggu kehidupan sehari-hari. dan perasaan bahwa kematian mendekat Hal ini dimungkinkan oleh kemampuan seiring pertambahan usia, maka kontrol kognitif khususnya fungsi kontrol diri yang dan penyesuaian diri yang adaptif terhadap diatur dalam lapisan otak depan (prefrontal stres pun menurun. Pengalaman dan emosi cortex yang antara lain mengelola negatif yang dulu ditekan, kini tak bisa kemampuan analisis, logika dan kontrol dikendalikan lagi. Akibatnya gejala PTSD diri/inhibisi). Ketika masih muda, kontrol kini muncul; baru muncul, muncul lagi, atau terhadap munculnya emosi negatif bisa menjadi lebih berat. dilakukan dengan baik karena otak kita masih sehat dan kuatnya kebutuhan kita untuk beradaptasi. PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

13


Pada intinya, kognitif yang selama ini memampukan mereka bertahan, kini mengalami penurunan karena usia dan hal ini dapat memunculkan kembali trauma masa lalu dan membuat perilaku lansia menjadi sulit dipahami serta lebih menantang untuk didampingi. Nah, apakah lansia penyintas tidak menunjukkan kekuatan atau sisi positif berdasarkan pengalaman masa lalunya? Sama seperti lansia pada umumnya, tidak semua dalam kehidupan lansia harus selalu tentang kemunduran. Bahkan sudah terbukti di antara para lansia penyintas, banyak yang masih aktif berkarya dan bahkan melayani sesama dengan amat baik serta berdedikasi. Dapat diduga juga bahwa pengalaman masa lalu memberikan perspektif rasa keadilan dan keberpihakan yang kuat kepada orang lain yang membutuhkan dukungan. Dapat diduga pula banyak diantara mereka yang pandai dan kreatif, dan karenanya jejak itu masih tampak di masa tua ini. Lansia penyintas tetap dapat terus belajar, termasuk belajar hal baru; lansia juga dapat terus produktif berkarya, beraktivitas yang baik bagi dirinya, dengan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Bagaimana kita dapat membantu para lansia dengan penyesuaian yang diperlukan agar kekuatan lansia, termasuk para lansia penyintas, dapat terus terpelihara dan berkembang? Bab 2 berikut ini adalah beberapa tips pendampingan yang bersifat praktis. Keberfungsian Lansia

14

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Bab II: Pendampingan Bagi Lansia Mendampingi lansia berarti perlu memperhatikan aspek perkembangan sebagaimana telah diuraikan dengan ringkas di Bab I. Karena itu dalam Bab ini kita akan mempelajari panduan singkat dan praktis tentang bagaimana mendampingi lansia terkait dua kelompok pendampingan, yaitu aspek fisik dan aspek kognitifsosioemosional.

Penyesuaian Lingkungan Fisik Perkembangan lansia termasuk gangguan kesehatan yang cenderung mereka alami membutuhkan penyesuaian lingkungan fisik agar para lansia ini dapat dijaga kualitas hidupnya dan kesejahteraan psikologisnya tanpa membahayakan dirinya sendiri dalam beraktivitas sehari-hari. Beberapa penyesuaian lingkungan fisik yang dapat diupayakan dengan sedikit kreativitas lokal adalah sebagai berikut. • Lingkungan yang tidak berundak-undak (beda ketinggian), khususnya di kamar mandi/toilet. Ketinggian lantai yang berbeda-beda mengandung resiko tersandung bagi lansia. Untuk itu lakukan penambalan/pemlesteran lantai untuk mensejajarkan atau melerengkan undakan. • Lansia cenderung mengalami kaku persendian dan karena keseimbangan tubuh dan kesigapan juga berkurang, maka diperlukan penambahan pegangan (untuk di tempat tidur – memudahkan bangun), di sekitar kamar mandi dan tempat-tempat yang sekiranya licin dan berundak. ‘Pegangan’, jika tak dapat ditambahkan sebagai bagian terpadu dari tempat tidur atau dipasang di dinding, juga dapat berupa meja atau bangun berkaki 4 yang stabil sebagai penopang tubuh lansia. • Ramp/lerengan untuk tangga, dapat dibuat dari bahan kayu sejauh dipastikan kekuatannya. • Tambahkan tempat duduk untuk mandi, sehingga dapat digunakan sewaktuwaktu lansia perlu duduk selama mandi. PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

15


• Lansia juga cenderung alami kesulitan untuk berjongkok. Karenanya jika WC berjenis WC jongkok, tambahkan dudukan; bisa dibuatkan dari kayu atau kursi yang dilubangi bagian tengahnya dan diletakkan di atas WC jongkok. • Karena keseimbangan dan kesigapan lansia juga menurun, lantai licin adalah hal yang sangat perlu dihindari. Pasanglah keset anti slip, yang dapat digantikan dengan karpet mobil bekas, atau keset anti slip yang dapat dibeli murah secara daring dan dipotong menjadi empat ‘tapak pijakan’. • Jika memungkinkan, memberikan/memasang penerangan yang lebih terang. Panduan untuk perawatan jangka panjang dan menyangkut aspek fisik yang lebih detil terkait kegiatan sehari-hari (ADL - Activities of Daily Living) dapat dipelajari dari sumber-sumber lain (lihat Boks 2).

Penyesuaian Lingkungan Fisik

16

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Memahami kondisi kognitif dan sosio-emosional lansia dalam pendampingan Masalah kesehatan yang dihadapi lansia dapat menyebabkan ketidakmampuan lansia dalam melakukan kegiatan dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga membutuhkan perawatan jangka panjang. Dalam hal ini seorang pendamping dapat berperan untuk mengurangi ketergantungan, mengurangi keluhan lansia akibat penyakit, mencegah komplikasi dan kecelakaan, dan mempertahankan/meningkatkan kualitas hidup yang optimal dan bermartabat hingga akhir hayatnya. Namun tugas pendampingan juga dapat bersifat lebih pendek dan bahkan pendamping bisa berperan sebagai teman saja untuk lansia yang masih cukup aktif dan mampu menjalani kehidupan secara cukup mandiri. Pada intinya, yang terutama harus diupayakan dalam pendampingan adalah bagaimana kita memahami kondisi lansia. Panduan untuk mendampingi lansia dengan memperhatikan perkembangan kognitif dan sosio-emosional lansia adalah sebagai berikut. a. SIAP KETIKA DIBUTUHKAN (khususnya dalam keadaan darurat). Hal ini tentu sangat menantang ketika pendamping tidak tinggal bersama atau berdekatan dengan lansia yang didampingi. Namun para lansia, khususnya yang hidup sendiri, sangat membutuhkan dukungan ini, terutama karena dukungan dari infrastruktur layanan pemerintah belum dapat diandalkan. Kunjungan rutin merupakan sesuatu yang dibutuhkan lansia. b. Memelihara kualitas komunikasi yang terjadi antara pendamping dan lansia yang didampingi: • Suara bervolume keras, dengan nada rendah, kalem • Menggunakan kalimat spesifik dan sederhana • Mendengar aktif dan melakukan validasi perasaan. Semua orang perlu diakui pikiran dan perasaannya. Karenanya kita perlu menyimak makna yang mungkin tersirat dalam kata-kata sang lansia dan coba memahaminya. Contoh validasi perasaan lansia adalah “Ya mbah, kakinya sakit ya kalau terlalu lama berdiri. Supaya enakan kakinya diapakan mbah?” Kita mengakui apa yang dirasakan, dan lebih jauh mengajaknya untuk mencari solusi bagi dirinya sendiri. PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

17


• Gunakan pesan “saya” saat mengingatkan atau meminta mereka melakukan sesuatu. Walaupun untuk kepentingan mereka, terkadang lansia kembali ingin menunjukkan ‘kekuasaannya’ dengan bersikap menolak atau abai terhadap anjuran. Kita bisa mengatakan “saya rasanya seneng kalau lihat bapak sudah minum obat…. Hari ini sudah diminum obatnya pak?” atau “saya pengen nih kalau Ibu bantu saya menentukan, mau minum obatnya sekarang atau 5 menit lagi biar badannya enakan?”. Cara ini biasanya akan lebih efektif dibanding kita mengatakan “Aduh mbah, koq obatnya nggak diminum...kan biar simbah sehat harus rajin minum obat...”. Jika perlu, kita juga bisa menggunakan rujukan professional atau pihak yang dihormati oleh sang lansia, misalnya “kata dokter…” Memelihara Kualitas Komunikasi

• Pendamping perlu menahan emosi sendiri dan memperpanjang kesabaran saat menghadapi lansia. Sangat mungkin terdapat perbedaan generasi antara pendamping dan lansia yang dapat memicu perbedaan cara pandang, sikap-nilai maupun pengetahuan tentang hal-hal yang dibicarakan, termasuk perbedaan cara berkomunikasi. Mereka juga sangat mungkin akan mengulang-ulang cerita atau terus bertanya karena ingatan baru sulit disimpan lama dalam kognisi 18

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


lansia. Sikap yang sepintas terasa seperti mencari gara-gara atau seperti anak kecil lagi bukanlah karena lansia ingin mempersulit pendamping, namun karena kognisi dan pengendalian emosi lansia sudah mengalami kemunduran. Kita pun kelak juga akan alami perkembangan semacam itu ketika menua; mudah bukan untuk bisa berempati dengan kondisi lansia dampingan kita? • Catatlah dan buatlah daftar yang bisa diakses siapapun yang mungkin membantu mendampingi atau merawat sang lansia. Jika memungkinkan bahkan lakukan pengaturan pendampingan/perawatan dengan sesama pendamping atau keluarga terdekat. Catatan dan daftar ini dapat mencakup: Rutinitas sang lansia

kondisi/ gangguan kesehatan yang sudah diketahui (termasuk fungsi inderawi)

- kemampuankemampuan lain yang masih berfungsi: menulis membaca, dsb.

apa yang tidak bisa dimakan

- kebiasaankebiasaan lain

kemampuan menolong diri sendiri dalam fungsi hidup sehari-hari

termasuk kontak keluarga (jika ada)

Catatlah dan buatlah daftar

PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

19


c. Perhatikan hal-hal terkait dari lansia: apa hal yang disukai/menyenangkan baginya dan lakukan lebih sering/banyak. Sedangkan apa yang tidak disukai/ memicu kejengkelan atau rasa negatif lainnya sebaiknya dihindari. d. Sudah dibahas bahwa dibalik penurunan yang dialami, lansia punya banyak sisi positif. Tugas pendamping adalah memikirkan dan merencanakan pendampingan agar lansia memprioritaskan dan mengoptimalisasi apa yang masih bisa dilakukan sang lansia. Keterlibatan dalam berbagai kegiatan sosial dan bahkan yang produktif secara ekonomi sangatlah dianjurkan agar perasaan bermakna terus melingkupi hati sang lansia. e. HORMATI PANDANGAN dan PILIHAN LANSIA – jaga perasaan mereka agar tetap merasa bisa dan merasa punya kendali dalam hidup mereka. Beri kesempatan sang lansia untuk menyampaikan pandangan, membuat pilihan. Salah satu tipsnya adalah tidak sekedar pilihan ya/ tidak, tetapi memberikan 2-3 alternatif untuk dipilih sang lansia. f. Terakhir namun sangat penting, kembangkan sistem rujukan yang akan membantu kita dan lansia. Rujukan diperlukan ketika kita menghadapi kondisi lansia yang sudah diluar kemampuan kita untuk membantu; ini bisa berkaitan dengan masalah keamanan, kesehatan fisik maupun emosional. Cermati keberadaan layanan-layanan profesional yang relevan seperti posyandu terpadu yang juga melayani lansia atau program-program pemerintah lokal terkait lansia seperti kunjungan dokter spesialis di Yogyakarta. Acuan untuk merujuk secara umum adalah tidak bersikap ‘sok tahu’, jika ada sedikit saja keraguan, rujuklah. Minimal diskusikan dengan rekan lain, lebih baik lagi jika setidaknya dapat berkonsultasi dengan ahli/profesional.

20

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Bab III: Merawat Kesejahteraan Psikologis para Pendamping Dari gambaran terdahulu sudah terbayang bahwa mendampingi lansia bukanlah tugas yang ringan; banyak hal yang harus dilakukan, tanggung jawabnya besar, seringkali juga tidak diiringi dengan kompensasi yang seimbang. Sangat wajar jika kita mudah jatuh ke dalam situasi lelah jiwa dan raga saat melakukan pendampingan. Dalam hal ini istilah yang biasa digunakan adalah kita mengalami burn-out (stres karena pekerjaan). Padahal sebenarnya justru sangat penting untuk merawat sisi psikologis para pendamping.

Mengapa perlu merawat kesejahteraan psikologis para pendamping? Pekerjaan pendampingan lansia bagaikan lari marathon yang perlu menjaga stamina jangka panjang. Pendamping yang berbahagia dalam menjalankan tugasnya akan mudah menularkan kebahagiaan dan energi positif kepada lansia yang didampinginya. Kita tidak ingin keengganan, kemurungan bahkan kejengkelan dibawa pendamping dalam pertemuannya dengan lansia yang didampinginya. Kasus perlakuan salah kepada lansia sudah sering terjadi dan salah satu penyebabnya adalah karena pendampingnya tidak sejahtera secara psikologis. Lansia hampir-hampir menjadi sasaran kemarahan/ kejengkelan yang mudah. Berikut ini beberapa tips sederhana untuk memelihara kesejahteraan psikologis para pendamping lansia. • Buat jadwal kerja yang ‘masuk akal’ jika kita mendampingi lansia sebagai bagian dari pekerjaan pelayanan. Pendamping perlu istirahat yang cukup, makan cukup, dan melakukan olahraga. Tak perlu diingatkan lagi pepatah dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Pekerjaan pendampingan bagaikan pekerjaan lari marathon, bukan lari sprint/jarak pendek. Kita harus menjaga stamina badan dan jiwa untuk jangka panjang. • Temukan waktu untuk kepentingan diri sendiri – termasuk di dalamnya bersantai, minum kopi dan mengobrol dengan teman akrab, melakukan hobi, menyepi, atau kegiatan lain yang sifatnya mengisi kembali baterai tubuh dan jiwa kita. PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

21


Merawat Kesejahteraan Psikologis Pendamping

• Belajar untuk mengapresiasi diri sendiri, fokus pada capaian anda. Terkadang pendamping sangat termotivasi untuk melayani para lansia penyintas dan ingin berbuat lebih banyak dengan lebih memaksakan diri. Namun kapasitas kita sebagai manusia juga terbatas. Mungkin kebutuhan pendampingan sangat besar dan kita ‘hanya bisa/kuat segini’ dan muncul perasaan tidak nyaman dalam diri yang dapat menggerogoti jiwa. Periksa kembali apakah target pendampingan kita sudah optimal dan realistis (khususnya di masa pandemi saat ini). Menghargai capaian kita sebagai pendamping tidak berarti berpuas diri. Sebaliknya, rasa bersalah karena kita ‘terasa kurang berusaha’ juga sering merugikan dan tidak selamanya bisa mendongkrak kinerja. Poin dari pesan ini adalah pentingnya untuk mempertimbangkan juga sisi capaian kita yang layak kita rayakan. • Karena umumnya kebutuhan pendampingan lebih besar dari ketersediaan pendamping, maka kita perlu memperbesar jaringan pendamping. Ajak orang baru untuk terlibat, dan susunlah cara kerja yang lebih efisien. Jika perlu kita meminta kerjasama dari pihak keluarga, tetangga dan infrastruktur Layanan lansia dari pemerintah setempat. • Khusus di masa pandemi, jalankan protokol kesehatan dengan ekstra seksama demi diri kita sendiri dan orang-orang tercinta termasuk pada lansia yang kita dampingi. 22

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Telah disebutkan terdahulu bahwa pendamping dapat mengalami burn-out (stres karena pekerjaan) dan kecemasan ekstra dalam tugasnya sebagai pendamping lansia. Beberapa tandanya adalah sebagai berikut: Merasa lelah berkepanjangan Susah tidur nyenyak Sakit-sakit yang tak jelas sebabnya (termasuk badan gatal-gatal) Cepat marah/uring-uringan (sumbu pendek) Ide-ide terbelenggu Apa yang bisa dilakukan jika pendamping terserang stres pekerjaan? Lakukan relaksasi, tinggalkan sejenak pekerjaan, beristirahatlah. Contoh latihan relaksasi dapat diikuti dalam Boks 1. Melakukan positive self-talk, mensyukuri hal baik dalam hidup kita dan mengafirmasi diri sendiri. Refleksikan tujuan/makna pekerjaan pendampingan ini bagi hidup kita Menulis jurnal/buku harian untuk melepas penat hati, tentunya jika kebiasaan menulis sudah cukup mendarah-daging dan bukan menjadi beban ekstra bagi kita Temukan teman sepemahaman, berbagi cerita-pikiran-perasaan dengan mereka, baik sekedar untuk bersantai dan melepas beban maupun untuk mengembangkan solusi-solusi praktis untuk mempermudah pelaksanaan pendampingan maupun untuk solusi bagi masalah pribadi.

PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

23


Boks 1: Latihan Relaksasi • Berbaring/berdiri/duduk dengan nyaman • Lemaskan seluruh tubuh anda sedapat mungkin • Tarik nafas dalam melalui hidung sembari menegangkan seluruh otot tubuh anda sekuatkuatnya, tahan nafas 3 hitungan, kemudian lepaskan nafas melalui mulut secara perlahan sembari melemaskan otot-otot anda. Rasakan proses penegangan dan pelemasan otot-otot anda. • Lakukan pelemasan otot sampai anda bisa merasakannya. Jika sudah terasa, lakukan tahap menahan nafas hingga hitungan 5 baru melemaskan/melepas nafas.

Dalam Lampiran 1 kita dapat membaca lebih lanjut dan sedikit lebih rinci mengenai bagaimana mengelola stress yang mudah melanda kehidupan kita. Jika kita merasa mudah terpicu untuk marah, ada baiknya juga mempelajari Lampiran 2 mengenai ledakan amarah yang memuat sedikit strategi untuk mengatasinya. Tentu saja kita memerlukan latihan untuk dapat lebih terampil mengelola stress dan mengatasi ledakan amarah. Semoga bacaan pengayaan dalam kedua lampiran tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pendamping untuk memelihara kesejahteraan psikologisnya dan mengembangkan kapasitasnya sebagai pendamping yang makin berkualitas.

24

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Bab IV: Mendampingi Lansia Di Masa Krisis Pandemi Covid-19 Pada masa pandemi ini, salah satu yang dianggap dapat mengurangi kerentanan para lansia adalah anjuran untuk tinggal di rumah, menjaga jarak, dan menggunakan masker bila harus keluar rumah. Pada situasi ini, teknologi komunikasi digital menjadi kunci penghubung semua yang harus mengurangi atau bahkan meniadakan bepergian jarak jauh, terutama dengan menggunakan kendaraan umum. Sayangnya, para lansia penyintas banyak yang hidup sendiri dan tidak banyak bersentuhan dengan teknologi yang mendistribusikan informasi hingga ke pelosok. Oleh karena itu, beberapa kondisi berikut ini perlu mendapat perhatian terlebih dahulu sebelum kita membicarakan pokok-pokok pendampingan yang mereka perlukan. • Banyak yang belum mendapat informasi yang jelas dan tuntas mengenai COVID-19: karena kesendirian para lansia ini, dan belum meratanya penyebaran informasi dari pemerintah daerah, maka para lansia penyintas banyak yang belum benar-benar memahami apa yang sebenarnya terjadi. • Semakin terasing/ terisolasi dan merasa seorang diri atau kesepian: Para lansia banyak yang belum menggunakan teknologi komunikasi terkini dan masih banyak mengandalkan komunikasi tatap muka dalam berinteraksi dengan orang lain. Ketika physical distancing yang harus dijalankan dalam pandemic ini, maka para lansia penyintas cenderung menjadi semakin terisolasi, khususnya mereka yang tinggal sendiri. Isolasi dan keterasingan yang tak mereka pahami sebab musababnya dapat menurunkan semangat hidup dan melemahkan daya tahan tubuh yang sudah menua. • Hambatan mendapatkan Layanan Kesehatan: karena usia menjadi faktor resiko tersendiri dalam pandemic dan juga fokus para tenaga Kesehatan sedang tersedot pada kasus Covid-19, maka akses para lansia terhadap PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

25


layanan kesehatan menjadi menurun. Mereka tidak dianjurkan bahkan dilarang keluarga untuk datang ke pusat Layanan, dan ketika datang pun ada yang mengalami penolakan akibat kekhawatiran para tenaga Kesehatan maupun akibat mereka tidak sanggup lagi melayani kasus yang tidak mereka anggap mendesak. Di beberapa lokasi yang sebelumnya memberikan Layanan kunjungan juga cenderung mengalami penurunan Layanan. • Perlu ekstra gizi dan menjaga daya tahan tubuh: tanpa ada pandemi pun, para lansia membutuhkan ekstra gizi dan perlu menjaga daya tahan tubuhnya. Apalagi ketika pandemi terjadi, kebutuhan untuk menjaga daya tahan tubuh menjadi mendesak. Dan asupan ekstra gizi/nutrisi menjadi sangat penting bagi Kesehatan para lansia. • Masalah ekonomi yang makin sulit: sudah kita alami dan ketahui bahwa salah satu dampak serius pandemi ini adalah kelesuan ekonomi. Para lansia yang umumnya memiliki penghasilan terbatas dan bahkan ada yang bergantung pada bantuan keluarga menjadi semakin terjepit secara ekonomi. Kelesuan ekonomi berarti lansia juga dapat kehilangan penghasilan, kehilangan aktivitas produktif yang memberikan makna hidup, dan sangat berpotensi menurunkan kualitas asupan gizi yang justru sedang sangat dibutuhkan. Akses terhadap bantuan dari pemerintah dan donatur perlu diupayakan lebih giat oleh para pendamping. • Ada hambatan berkegiatan seperti biasa – jarak fisik yang harus dijaga selama pandemi jelas menghambat lansia untuk berkegiatan seperti biasa di luar rumah. Karenanya penting untuk memperhatikan dan mendorong apa yang masih bisa dilakukan oleh lansia dengan aman; berkebun di sekitar rumah, pergi ke ladang tanpa harus bertemu banyak orang, merenda/menenun di rumah, dan sebagainya. • Mungkin ada kecemasan yang bertambah – ganasnya virus, ketidakpastian berkepanjangan, isolasi fisik yang merambah ke isolasi sosial, berita kematian dan lain-lain sangat berpotensi meningkatkan kecemasan, tidak saja pada lansia namun semua orang termasuk para pendamping. Kecemasan yang semakin tinggi akan mudah memicu rasa tak berdaya dan 26

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


mendorong munculnya depresi. Waspadai tanda-tandanya (sebagaimana daftar tanda burn-out dan kecemasan terdahulu) dan upayakan caracara penanggulangannya. Alihkan energi pada hal yang positif, misalnya menyanyi, berbagi cerita termasuk yang lucu-lucu, melakukan hobi yang memungkinkan dalam situasi pandemi. Teruslah melakukan hal/kegiatan yang bisa dilakukan dengan aman (sesuai protokol kesehatan yang dianjurkan); misalnya untuk lansia bisa tetap pergi ke ladang namun hindari terlalu lelah atau kurang minum. Panduan sederhana berikut ini bisa dilakukan sebagai langkah awal pendampingan di masa pandemi, setelah kita memperhatikan hal-hal di atas. Jika diperlukan, Panduan Pencegahan Covid-19 Bagi Pendamping PROGRESLU 2020 terbitan bersama Kemenkes dan Kemensos dapat dirujuk/digunakan juga untuk menuntun para pendamping. • Berikan penjelasan sesuai info resmi pemerintah tentang apa itu covid-19 dan kondisi daerah/kota setempat saat ini. Berhati-hatilah dengan penyampaian informasi bahwa lansia adalah kelompok rentan; lakukan dengan tenang dan menambahkan informasi yang menenangkan. • Ajarkan cara mencuci tangan yang benar, pemakaian masker, menjaga jarak (termasuk tidak bepergian dan melakukan pertemuan dalam ruangan tertutup jika tidak sangat perlu) dan tidak bertukar barang apalagi makanan/minuman dengan orang lain. • Rencanakan pertemuan sesingkat mungkin namun sebisanya rutin dan cukup sering (misal 2 minggu sekali) • Lakukan pemeriksaan suhu tubuh lansia, ingatkan soal cuci tangan dsb, berikan atau ingatkan untuk makan/minum yang cukup. Jika ada, minum vitamin dan jejamuan yang sekiranya dikenal/lazim bagi sang lansia. Jika tak ada, upayakan untuk dapat memberikannya. Jika ada, dan tdk ada penolakan, berikan teh/kapsul kelor. • Tanyakan keluhan, dorong untuk terus beraktivitas di sekitar rumah. • Buatkan dan ingatkan lansia cara menghubungi kontak darurat. Jika masih ada PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

27


28

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


akses telekomunikasi, maka siapkan speed dial kontak darurat yang disepakati (bisa keluarga atau pendamping tertentu). Ajarkan sang lansia bagaimana menggunakannya. Jika tak ada akses komunikasi, dapat dilakukan dengan bantuan tetangga terdekat. • Pendamping juga mempraktekkan SOP Covid-19: datang langsung cuci tangan (atau memakai desinfektan di tangan), pakai masker, dan jaga jarak. Jika memungkinkan, periksa suhu tubuh dulu. Jika ada sedikit saja rasa kurang enak badan atau merasa seperti terjangkit flu, lebih baik tidak berkunjung. Kurangi jadwal kunjungan agar tidak terlalu melelahkan dan perbanyak jumlah pendamping bilamana memungkinkan.

Situasi kedaruratan lain Modul Pendampingan PSLU (Pelayanan Sosial Lanjut Usia) dalam situasi kedaruratan memaksudkan kedaruratan sebagai segala situasi yang membuat kelompok rentan termasuk para lansia menjadi semakin terpuruk. Dalam panduan ini keadaan darurat dibatasi sebagai situasi kebencanaan, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia. Pendamping dalam situasi ini memiliki beragam peran, sebagai 1) fasilitator atau mediator yang membantu para lansia mengatasi masalah mendesak terkait kebutuhan fisik maupun psikologis termasuk hubungan dengan keluarga; 2) menjadi pelindung dan advokator untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan lansia; 3) menjadi asesor yang memantau dan menilai situasi yang dialami lansia hingga kedaruratan berlalu. Dengan peran yang sedemikian rupa, maka tugas pendampingan akan berkaitan dengan hal-hal berikut: • Membantu memenuhi berbagai kebutuhan lansia seperti kebutuhan fisiologis dan dasar, maupun kebutuhan lainnya seperti rasa aman, rasa disayang/dicintai dan lainnya. • Membantu mencarikan solusi dan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh para lansia terkait situasi kedaruratan, seperti masalah kesehatan. PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

29


• Mempersiapkan kondisi lansia untuk kembali kepada kehidupan kesehariannya pasca kondisi darurat. • Melakukan pendampingan dan atau pertemanan dalam situasi darurat atau bencana dalam pengungsian melalui berbagai macam kegiatan untuk pengisian waktu luang. Bentuk kegiatan yang bisa dilakukan seperti: kegiatan rohaniah/ spiritual, menyanyi, melukis, konseling, keterampilan. • Mengupayakan usaha yang dapat menghasilkan kemanfaatan bagi lansia, bisa berupa penghasilan (uang) atau barang-barang yang tampak, maupun manfaat lain yang tak tampak langsung seperti perasaan berguna dan merasaan memiliki tujuan hidup..

Panduan ini jelas tidak mampu menguraikan panduan rinci untuk mendampingi lansia dalam semua bentuk kedaruratan, bahkan jika dibatasi dalam hal bencana alam dan bencana manusia. Terlalu banyak variasi kondisi yang harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, ada baiknya jika para pendamping di setiap wilayah mengembangkan panduan yang lebih rinci dan sesuai dengan situasi-situasi yang lebih relevan dalam konteks lokal. 30

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Bab V: Etika Mendampingi Lansia Penyintas Kekerasan Masa Lalu1 Sebagaimana kita pelajari di bagian-bagian terdahulu, tantangan dan tanggung jawab tugas pendampingan lansia apalagi para penyintas tidaklah kecil. Kita sebagai pendamping rentan alami burn-out dan dapat terjerumus memperlakukan lansia dampingan kita secara salah. Bisa dipahami bahwa pendamping adalah manusia yang bisa saja lalai atau alpa. Namun tentu kita sepakat bahwa perlakuan salah kepada lansia, apapun alasannya, tak dapat ditolerir. Oleh karena itu, demi kebaikan semua pihak, kita perlu memperhatikan rambu-rambu perilaku kita sebagai pendamping. Judul bagian ini difokuskan untuk pendampingan lansia penyintas kekerasan masa lalu. Beberapa prinsip yang harus dijalankan dalam pendampingan kepada lansia adalah: • Ikut memahami apa yang sedang dialami (empati): ikut merasakan hal yang dialami atas dasar pengertian yang dalam, namun tidak ikut berlarut dalam kondisi lansia. • Tidak merugikan maupun mengambil manfaat dari lansia: pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan dan kerentanan. • Pengalaman sebagai korban kekerasan memang perlu diangkat dalam upaya advokasi, dan dalam situasi tertentu bisa menjadi jalan bagi pemulihan. Namun terus-menerus meminta mereka menyampaikan hal ini, apalagi untuk tujuan yang sedikit bermanfaat langsung bagi lansia, harus dilakukan dengan pertimbangan sangat matang dan mempersiapkan mitigasi dari dampaknya terutama terkait dampak keamanan fisik dan psikososial. • Menghargai keputusan atas dirinya sendiri (otonomi): hak untuk menentukan nasibnya dan mengemukakan keinginannya sendiri oleh lansia. 1 Bahan diolah dari berbagai sumber Panduan Kemenkes dan Kemensos (lihat Daftar Pustaka) PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

31


• Keadilan: memberikan perlakuan yang sama bagi semua. • Kesungguhan hati: suatu sikap dan perilaku yang didasari dengan kasih sayang dan keikhlasan terhadap lansia yang dilayani. • Dalam situasi kedaruratan, tidak membesar-besarkan masalah (dedramatisasi) dalam upaya pelayanan yang cepat dan tepat. Prinsip-prinsip tersebut harus dijalankan untuk membantu memenuhi kebutuhan lansia sehari-hari, baik sebagian maupun keseluruhan dengan segala tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk dapat menjalankan tugas pendampingan dengan lebih baik, maka para pendamping seyogyanya memenuhi kaidah berikut ini: • • • • •

Berpenampilan sederhana, rapi, ramah dan sopan. Mampu menempatkan diri dalam situasi apapun. Mampu berkomunikasi khususnya dengan lansia yang didampingi. Menghormati agama dan kepercayaan yang dianut lanjut usia. Mengendalikan diri dari kebiasaan yang membahayakan lanjut usia (merokok, minum alkohol, dll). • Tidak menerima hadiah apapun yang diberikan lanjut usia/ keluarganya. • Tidak ikut dalam bentuk transaksi apapun yang menyangkut / atas nama lanjut usia. • Menggunakan Tanda Pengenal (ID) selama melakukan pendampingan lanjut usia (jika ada).

32

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Bab VI: Penutup Panduan ini hanya memberikan prinsip-prinsip sederhana dan praktis bagi para pendamping. Sebagaimana kita juga mendorong para lansia dampingan kita untuk terus belajar agar otak terus terstimulasi, maka kita pun dianjurkan untuk terus belajar. Boks 2 memuat daftar informasi dan rujukan yang kiranya akan membantu kita untuk memahami lebih jauh soal perkembangan lansia dan bagaimana cara mendampingi mereka dengan lebih baik. Beberapa informasi juga dimaksudkan agar kita memiliki sumber dukungan lokal seperti daftar dokter ahli kelansiaan maupun Rumah Sakit yang mengembangkan layanan geriatri (lansia) terpadu. Boks 2: Ingin Belajar Lebih lanjut? Bacalah dari sumber-sumber lain…beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: • Aspek Sosio-Psikologis Usia Lanjut di Indonesia, tulisan J.E. Prawitasari, dapat diakses dari https://media.neliti.com/media/ publications/20430-ID-aspek-sosio-psikologis-usia-lanjut-diindonesia.pdf • Quality of life janda lanjut usia yang tinggal sendiri di pedesaan, oleh Margaretta Erna Setianingrum & Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati, dapat diakses dari http://jurnal.unissula.ac.id/index. php/ippi/article/download/2191/1654 • Hardywinoto & Setiabudhi, T. 2005. Panduan Gerontologi. Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. • Pelatihan Tugas Perawatan Kesehatan Keluarga Caregiver Lansia dalam Pogram RURAL (Rumah Ramah Lansia), oleh Annisa Wuri Kartika dkk., dalam Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol.5, No.3, Desember 2019, Hal. 448 – 462 dan dapat diakses melalui http://doi.org/ 10.22146/jpkm.45139

PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

33


• Panduan Pencegahan Covid-19 Bagi Pendamping LKS-LU (PROGRESLU), Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial tahun 2020. https://www.kemsos.go.id/uploads/ topics/15861338781831.pdf • Jika lansia dampingan kita membutuhkan pendapingan jangka panjang, ada baiknya mempelajari panduan dari Kementerian Kesehatan (2019) berjudul Panduan Praktis untuk Caregiver dalam Perawatan Jangka Panjang bagi Lansia, bisa diakses melalui laman berikut: http://www.kesga.kemkes.go.id/images/ pedoman/PANDUAN%20PRAKTIS%20CAREGIVER%202019.pdf • Untuk panduan yang khas perempuan, dapat dipelajari lebih lanjut dari Panduan Perlindungan Lanjut Usia Berperspektif Gender Pada Masa Covid-19 terbitan KPPPA (2020). Dapat diakses melalui unggahan: https://www.researchgate.net/ publication/341371233_PANDUAN_PERLINDUNGAN_LANJUT_ USIA_BERPERSPEKTIF_GENDER_PADA_MASA_COVID-19 • Sesuai arahan UU, setiap RSUD sebenarnya sudah diprogramkan untuk mengembangkan layanan geriatri terpadu. Informasi yang lebih rinci mengenai keberadaan dokter spesialis geriatri a.l. dapat dicari dari www.golansia.com. • https://www.aic.sg/caregiving merupakan sumber informasi yang sangat baik karena rinci dan terpercaya, baik tentang cara pendampingan maupun menjaga diri bagi para pendamping. Penulisannya memang menggunakan Bahasa Inggris, namun bahasanya cukup sederhana, atau kita bisa aktifkan moda terjemahan dalam aplikasi program penelurusan daring kita. Sumber baik lainnya adalah https://www.helpage.org/ • https://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0006/98277/ E91885.pdf memuat informasi yang baik dari WHO (badan PBB untuk Kesehatan dunia), tentang bagaimana membuang mitos tentang lansia. Judulnya Demystifying the Myths of Ageing.

34

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Daftar Pustaka Panduan ini disusun dengan merujuk pada banyak sekali sumber bacaan. Selain bacaan-bacaan dalam boks bacaan lebih lanjut (Boks 2), kepustakaan lain yang digunakan adalah sebagai berikut. Covey, Stephen R. (1997). Tujuh Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif. (terjemahan oleh Budijanto). Gramedia Pustaka Utama. Hendriati, A. & Masdjudi (2004). Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Lingkungan Sekolah. UNICEF. IMHI. (n.d.) Anger Management : The Rethink Method - Program Guide. Kail & Cavanaugh (2017). Life-span Human Development. Cengage. Kementerian Kesehatan RI (2018). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Paratz, E.D. & Katz, B. (2011). Ageing Holocaust survivors in Australia. Med J Aust 2011; 194 (4): 194-197. Santrock, J.W. (2014). Life-span Development. Edisi 14. McGraw-Hill. Schultz, C.L. & Schultz, N.C. (1998). The Caregiving Years. Acer Press. Talbott, J.A. (2011). Posttraumatic Stress Disorder and War. The Journal of Nervous and Mental Disease, Desember 2011, Vol 199 (12): 909-910. Topatimasang, R. (Ed.) (2013). Memanusiakan Lanjut Usia: Penuaan Penduduk & Pembangunan di Indonesia. SurveyMETER.

PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

35


L a mp iran


Lampiran 1 Mengelola stres2 Stres sudah merupakan bagian dari hidup manusia masa kini. Tak seorangpun yang tak pernah dihinggapi oleh stres. Entah presiden, tukang sapu, manajer, ibu rumah tangga, bahkan anak-anak pun sudah bisa merasakan stres. Perbedaannya ada orang yang peka terhadap stres dan ada yang kurang peka; juga ada yang pandai mengelola stres dan ada pula yang kurang siap menghadapi stres sehingga terganggu kesejahteraan hidupnya, menjadi tertekan, uring-uringan, atau putus asa, depresi bahkan sampai bunuh diri. Stres adalah reaksi fisik dan emosional kita sebagai respon/tanggapan terhadap sebuah keadaan yang mengandung stresor (sumber stres). Stresor (sumber stres) bisa bermacam-macam; yang ringan dan bersifat fisik, misalnya kita sedang berjalan di tepi jalan, tiba-tiba sebuah sepeda motor lewat dengan membunyikan klakson dengan keras di samping kita. Kita terkejut dan melompat ke pinggir. Bentuk lain misalnya ketika kita menghadapi masalah dengan atasan sehingga kita jadi sulit tidur di malam hari karena memikirkan bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut, atau kita hendak menikah atau baru saja kehilangan orang yang kita cintai. Bisa juga kita stres karena kita menuntut standar yang terlalu tinggi bagi diri kita sendiri. Selain itu kita bisa juga stres akibat kesibukan sehari-hari, misalnya pagi-pagi kita terlambat bangun, anak-anak bermalas-malas untuk bersiap berangkat sekolah, suami/istri kita sibuk menanyakan di mana handphonenya, nasi goreng yang kita buat terlalu asin karena terburu-buru, lalu ketika akhirnya hendak berangkat kerja ternyata sepeda motor kita kempes bannya.... hari itu jam belum menunjukkan pukul 8 pagi tapi kita serasa sudah habis energi! Kita tidak antusias menghadapi hari itu....nah, itulah tandatanda kita sudah mengalami stres karena tekanan kegiatan hidup sehari-hari. Stres yang semacam ini justru sekarang makin banyak menghinggapi kita tanpa kita sadari karena begitu lekat dengan keseharian kita. 2 Bagian pengelolaan stress dan mengatasi ledakan amarah diadaptasi dari Bab Pengembangan Guru dalam buku Manual Mencegah Kekerasan Terhadap Anak Di Lingkungan Sekolah yang disusun oleh Agustina Hendriati & Masdjudi (2013). PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

37


Stres pada tingkat yang rendah mungkin justru baik untuk membuat kita waspada. Namun ketika stres sudah menggejala membuat kita malas pergi bekerja atau melakukan pendampingan karena di sana kita punya masalah, atau punggung terasa tegang, kepala sakit, kita merasa ingin marah-marah terus tanpa sebab jelas, kita sudah harus berhati-hati karena kita sudah masuk pada tahap tertekan (distres). Pada tahap yang lebih berat kita bisa ‘dilumpuhkan’ oleh stres. Oleh karena baik untuk mencermati kehidupan kita dan melakukan refleksi sejenak, seberapa banyak stresor dalam kehidupan kita; kemudian menyusun rencana untuk menghadapinya. Banyak cara untuk menghadapi stres. Salah satu upaya pencegahannya adalah belajar mensyukuri berkah yang kita terima sekecil apapun dan mengatakan hal positif kepada diri kita sendiri. Cara pandang positif membantu kita untuk menangkal stres. Kita juga bisa belajar mengenali tanda stres yang biasa kita rasakan, seperti jantung berdebar, sulit tidur, bahu tegang, sering sakit kepala atau sakit flu misalnya. Setelah kita sadar, tentu mulailah mawas diri dan atasi sumber stres jika bisa. Jika tidak, maka sedikitnya berupayalah memberikan makna positif terhadap keadaan itu. Cara lain adalah upaya untuk menangkal stres akibat aktivitas sehari-hari. Untuk itu tinjaulah penggunaan waktu kita sehari-hari; apa yang kita kerjakan sehari-hari. Sudahkah hidup kita seimbang, antara waktu yang kita gunakan untuk penyelesaian tugas, waktu untuk membina hubungan-hubungan, dan waktu untuk diri sendiri. Apakah kita proporsional dalam membagi waktu urusan kerja, hobi, ibadah, dsb. Stephen Covey juga mengajukan inspirasi penting dalam pengelolaan waktu untuk menangkal stres dan meningkatkan efektivitas pribadi kita: first thing first! Maksudnya, selalu buat prioritas hal-hal yang harus kita lakukan dalam hidup kita. Lalu mulailah mengatur waktu dan kegiatan kita dengan hal yang paling penting dan mendesak terlebih dahulu. Hindarkan untuk melakukan atau mempersoalkan hal-hal yang tidak penting dan bukan menjadi prioritas hidup kita. Tak ada yang sempurna dalam hidup ini, jadi jangan menuntut diri sendiri melebihi kapasitas yang ada; walaupun ini tidak boleh diartikan bahwa kita tak perlu bersusah payah mengupayakan yang terbaik dalam pendampingan yang kita lakukan kepada para lansia.

38

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Lampiran 2 Mengatasi ledakan amarah Salah satu sharing para pendamping lansia adalah soal mengatasi ledakan amarah. Marah adalah suatu perasaan yang sah dan tak dapat disalahkan. Namun kemarahan perlu dikendalikan agar tidak merusak. Hal ini sangat penting khususnya bagi para pendamping lansia, karena saat kita tak lagi bisa mengendalikan amarah kita maka kita cenderung melakukan kekerasan kepada lansia yang kita dampingi atau orang lain yang tidak berkuasa seperti anak kita. Mulailah dengan memikirkan : seberapa sering kita marah dalam seminggu ini ? Apa saja yang telah membuat kita marah/jengkel, khususnya sebagai pendamping? Kenalkah kita tanda-tanda saat kita mulai dilanda ledakan amarah ? Misalnya srrt.. darah serasa meruap dari bawah ke atas secepat kilat, badan gemetar, dsb. Kenalkah kita di saat kapan kita biasa mengalami hal itu atau cenderung sering mengalami hal itu ? Misalnya untuk kaum perempuan di saat mendekati masa haid, dsb. Setelah kita mengenali ‘kebiasaan’ ledakan amarah, kita bisa mulai memikirkan beberapa cara untuk menanggulangi ledakan amarah. Lihatlah gambar kemungkinan bagaimana orang mengekspresikan amarah (Gambar 1). Apakah kita meledak jika marah, atau kita bisa memiliki cara-cara penyaluran yang sehat, atau kita menekan

PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

39


dalam-dalam kemarahan kita ? Menekan amarah sama sekali bisa merusak ke dalam diri kita sendiri, namun membiarkannya meledak tak terkontrol akan merusak orang lain, lansia dampingan kita dalam hal ini. Salah satu anjuran ketika kita merasakan desakan amarah adalah ‘time-out’; yaitu tinggalkan kejadian saat anda merasa hendak mengalami ledakan amarah; turunkan emosi misalnya dengan menghitung 1-10 dengan lambat, atau dengan cara relaksasi singkat (paling tidak tarik nafas dalam dan hembuskan dengan melemaskan otot sesaat/ beberapa kali) lalu baru kita bisa kembali dan mendiskusikan/menyampaikan ‘kemarahan’ kita saat emosi (ketergugahan fisiologis) sudah menurun. Sekali lagi, perasaan marah adalah sah. Marah yang tak bisa ditolerir adalah ketika diekspresikan dengan emosi kuat dan cenderung membuat kita ‘melukai’ orang lain. Ingatlah tugas kita pendamping yang seyogyanya menjadi pelaku utama dalam menyediakan lingkungan suportif bagi para lansia penyintas; ingatlah bahwa para lansia ini adalah korban kekerasan di masa lalu. Untuk itu saat menyampaikan kemarahan atau kejengkelan kita, usahakan untuk menggunakan pesan ‘saya’ dan nyatakan secara eksplisit harapan kita kepada sang lansia. Misalnya “Saya ini gimana gitu rasanya Nek karena Nenek tidak mau makan. Kan kalau Nenek tidak makan dan jadi sakit nanti saya harus bawa Nenek ke RS yang jauh. Saya marah nih, tapi saya sayang sekali sama Nenek… bisakah bantu saya dengan makan Nek?” Pada prinsipnya, jauhkan emosi dari pernyataan kemarahan kita, karena emosi mengaburkan pesan yang hendak kita sampaikan kepada sang lansia. Ketika kita masih diwarnai emosi kuat, yang cenderung akan muncul misalnya adalah sikap atau kata kasar, bahkan bisa juga tindakan menyakiti. Ada sebagian orang yang menurunkan ledakan amarah dengan mendengar/ memainkan musik, memukul karung/guling pasir atau bantal atau cara-cara lain yang intinya menghindari ledakan langsung kepada sang lansia atau orang lain. Program mengelola ledakan amarah (anger management) dari IMHI (Institute for Mentah Health Initiatives) menganjurkan cara RETHINK.

40

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Langkah-langkah cara RETHINK untuk mengelola ledakan amarah adalah sebagai berikut :

Recognize : kenali saat anda marah, apa pemicunya, apa yang anda pikirkan, saat apa dan kepada siapa anda marah.

Empathy : belajarlah merasakan apa yang dirasakan/dipikirkan orang lain. Mulai dari diri anda dan gunakan pesan “saya” untuk menunjukkan kepada sasaran amarah anda apa yang anda rasakan dengan tenang.

Think

: pikirkan kata-kata yang anda ucapkan, bisakah diucapkan dengan cara lain, adakah mungkin sisi lucu dari apa yang anda alami?

Hear

: dengarkan apa yang dikatakan orang lain. Kaitannya dengan empati, anda coba memahami apa yang coba dikomunikasikan melalui perbuatan/perkataan orang lain kepada anda.

Integrate : tunjukkan bahwa ekspresi marah anda bukan merupakan merupakan ekspresi perasaan anda kepada sang lansia, melainkan pada perilaku yang ditampilkannya. Kemarahan yang sesuai biasanya tidak diikuti oleh emosi tinggi pada ybs.

Notice

: kenali tanda tubuh saat anda marah misalnya dada/jantung anda, tengkuk/leher, dsb.

Keep the problem at present and proportional: Saat kita marah kita sering sekali membawa-bawa urusan masa lalu atau hal lain yang tidak relevan dengan keadaan saat itu. Ini tidak sehat baik bagi kita maupun bagi orang lain. Fokuskan kemarahan kita hanya pada apa yang terjadi saat itu saja. Pilih dengan seksama situasi yang akan kita permasalahkan – fokus pada hal yang keterlaluan dan di mana kontrol perubahan terdapat pada diri sang lansia, hindari dorongan untuk untuk merujuk kejadian masa lampau. JANGAN LUPAKAN TENTANG PERKEMBANGAN LANSIA…..

Teruslah berlatih karena ketrampilan ini tak bisa muncul begitu saja, apalagi jika kita sebelumnya terbiasa membiarkan amarah kita meledak begitu saja. Selamat mengembangkan diri! PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

41


42

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


PA N DUA N PEN DA M PINGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N

43


Jl. Cikini Raya No. 43, Jakarta Pusat, Jakarta 10330 T. +62 21 3152726 F. +62 21 31937315 E. info@indonesiauntukkemanusiaan.org www. indonesiauntukkemanusiaan.org

44

PA N DUA N PEN DA M P INGAN L A N S I A KO RB A N KEKER AS A N


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.