PASPOR
umat Nasrani disebut sebagai John The Baptist. Tak heran, masjid ini tidak hanya ramai di kunjungi umat Islam tapi juga oleh umat Nasrani yang hendak berziarah. Jenazah Nabi Yahya kabarnya ditemukan di bawah reruntuhan gereja ketika proses pembangunan masjid ber langsung. Masjid ini juga menjadi saksi sejarah menyakitkan bagi umat Islam, ketika Khalifah Bani Umayyah di bawah pimpin an Yazid bin Muawiyyah me merintahkan untuk membunuh Imam Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW di Karbala, Irak. Kepala Husein dibawa ke Damaskus, kemudian dipamer kan dalam peti kaca di masjid ini oleh Yazid. Tidak jauh dari Masjid Agung Umayya terdapat pasar yang
daerah tandus dan gersang namun suhu udara sangat dingin. Rumah-rumah terlihat semua nya berbentuk kubus, diselingi menara-menara masjid yang menjulang. Kondisi itu dikarena kan Suriah merupakan negara sosialis yang menertibkan setiap bangunan dengan bentuk dan cat bangunan yang sama. Akhirnya kami sampai juga di Gereja dan Biara Santo Sergius. Gereja ini dibangun tahun 325 M dan merupakan salah satu gereja tertua di dunia. Legenda setempat menceritakan bahwa Sergius atau Sarkis adalah se orang tentara Romawi yang di hukum mati karena memeluk agama Kristen dan menolak untuk membuat korban per sembahan bagi Dewa Jupiter. Kerangka pintu kayu yang rendah, yang membawa pe ngunjung masuk ke bagian dalam biara, telah berusia lebih dari 2000 tahun. Namun bagian paling menarik dari gereja ini adalah ruang ibadah kecil yang ada di dalamnya, yang masih me miliki ciri-ciri kuil penyembahan dewa yang dulu pernah ada di sini. Beberapa ikon-ikon indah di dalam ruang ibadah merupakan benda bersejarah yang berasal dari abad ke-17. Pengunjung
memanjang sekitar 600 meter, diberi nama Pasar Hamidiyyeh. Pasar yang memanjang seperti Pasar Baru di Jakarta ini di bangun oleh Sultan Abdul Hamid pada tahun 1863 M. Pasar ini tempat belanja masya rakat dari berbagai kalangan, dan juga tempat turis men cari oleh-oleh. Berbagai macam barang kerajinan dan barang tradisional dijual di pasar ini. Mulai dari sajadah tenun ala Suriah dijual 300 Lira (Rp 60 ribu), taplak meja 100 Lira (Rp 20 ribu), sarung bantal 50 Lira (Rp 10 ribu). Bahkan suvenir-suvenir kecil bisa didapat dengan harga Rp 20-100 ribu. Di Hamidiyyeh, jangan lupa mampir ke Bakdash Ice Cream, toko es krim yang ramai di kunjungi orang, karena menyaji kan es krim dengan citarasa yang berbeda dari umumnya. Porsinya besar, bertabur kacang, dipadu dengan susu kambing. Uniknya, es krim ini terlihat lengket dan padat.
yang datang tidak diperbolehkan mengambil gambar di tempat ini. Di gereja dan biara ini lah, bahasa Aramaic masih digunakan dengan aktif dan baik. Semua jemaat gereja dapat berbahasa Aramaic, dan hampir seluruh ibadah gereja dilaksanakan dalam bahasa itu. Konon jemaat gereja ini merupakan setengah dari seluruh populasi dunia yang dapat berbahasa Aramaic! Hmm, enam hari rasanya tidak cukup untuk menjelajah begitu banyaknya peninggalan bersejarah di Damaskus. Saya sempat sedih karena tidak jadi berkunjung ke situs peninggal an Romawi di Bosra, 100 km selatan Damaskus. Saya cuma bisa berharap, mudah-mudahan suatu saat ada yang meng undang saya kembali ke sana….
Gereja & Biara Santo Sergius, Maalula Hari terakhir menjelang ke pulangan ke Indonesia, saya menyempatkan berkunjung ke Desa Maalula. Desa ini penduduknya mayoritas ber agama Katolik Yunani. Desa ini merupakan salah satu dari tiga desa di dunia yang masih menggunakan bahasa Aramaic, bahasa yang dulu digunakan oleh Yesus Kristus dan memiliki kesamaan dengan bahasa Arab dan Ibrani. Bahasa Aramaic dulu pernah tersebar luas dan umum digunakan di Timur Tengah, dengan puncak penyebarannya sekitar tahun 500 SM. Sekarang Aramaic merupakan salah satu bahasa tertua yang masih di gunakan di dunia, meski jumlah penggunanya makin menurun dan upaya-upaya pelestariannya tengah dilakukan. Perjalanan dari Damaskus ke Maalula sekitar 1 jam meng gunakan mobiil. Sepanjang per jalanan, kami hanya melihat
Damaskus, Syam, Lira Damaskus merupakan ibukota Suriah atau Syria, yang di zaman dulu dikenal juga sebagai Negeri Syam. Penduduk Suriah sekitar 22 juta jiwa dengan berbagai etnis suku bangsa: Arab, Kurdi, Armenia dan Sarkas. Damaskus, yang punya julukan City of Jasmine, mempunyai populasi sekitar 1,7 juta jiwa. Masyarakat Suriah terkenal dengan keramahannya, dan menganggap diri mereka berbeda dengan bangsa Arab lainnya. Sayang, mereka sangat minim berbahasa Inggris, sehingga saya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Dalam berpakaian, seperti pada umumnya negara Timur Tengah, banyak perempuan Suriah menggunakan jubah hitam ketika berada di luar rumah. Tapi sebagai negara sekuler, Suriah membebaskan para perempuan menggunakan pakaian yang sewajarnya tanpa meninggalkan kesopanan. Mata uang Syria adalah Syrian Pound atau Lira. Tidak mudah menemukan money changer di sini. Lebih baik bawalah dolar Amerika atau Euro dan tukarkan saat transit di Dubai atau Doha (Qatar).
edisi awal tahun 2011, Liburan 51