SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

Page 1

EDISI V |OKTOBER 2015

SAYYIDUL YYAM

BEBAS, BERKARYA, BERKALA

Fakta

SEJARAH PANCASILA Lip-Sus

ORMABA 2015/2016 Opini

FENOMENA TRANSFORMASI KEPEMIMPINAN

RUH PANCASILA 10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Mansour 10050 Rabat E-mail: ppimaroko@gmail.com | Situs: http://www.ppimaroko.com


D S AFTAR ISI Salam Redaksi Hal. 2 Sekapur Sirih

Hal. 3

Opini

Hal. 4

Fakta

Hal. 7

Sejarah Pancasila Sebagai dasar Negara

Hal. 11

Cerpen

Hal. 19

Tahukah Kamu?

Hal. 21

Liputan Khusus

ORMABA PPI Maroko 2015-2016

Life Style

Hal. 27

Puisi

Hal. 30 Hal. 31

Artikel

1 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


S ALAM REDAKSI

Segala puji kami haturkan kehad- diri-sendiri. Harus ada sokongan irat Allah SWT atas dari berbagai pihak.Ibarat seAssalamu’alaikum Wr. karuniaNya Wb. sehingga buletin khas PPI Maroko buah pohon yang ingin memberini dapat terbit keuntuk khalayak buah dengan Salam sejahtera kita kemsemua ikan dimanapun berada. kesan terbaik bali . Shalawat serta salam tak lupa bagi manusia. Disana akan banAlhamdulillah di kepada awal masa kepengurusan baru periode yang 2015/2016 ini, kami haturkan junjungan yak elemen-elemen saling kita Nabisegala Besar upaya, Muhammad mendukung satu sama lain. Mudengan kerjaSAW. keras, dan kerjasama kawan-kawan lai dari air, akar, ranting, daun, dll. Berbicara PPI sukses adalah berarpengurus Maroko beserta beberapa pihak terkait, kami dapat Yang saling bahu-membahu demi ti berbicara kembali mengenai ukuran. menghadirkan buletin Sayyidul Ayyam yang sudah menjadi menciptakan sebuah kehidupan Ukuran yang nantinya akan dijapohon Dan akhir kehidupan rutinitas kami pijakan yang insya Allahda-akan hadiritu.setiap bulan. pohon dikan sebagai standar itu adalah Organisasi PPI Maroko. lam menetapkan kesuksesan. Dan Sehubungan dengan momentum peringatan Hari Kesaktian Pancasila ukuran ini tentunya berbeda dise- Marilah kita saling bahu-membayang jatuhSebagai pada tanggal 1 Oktober silam, membentuk kami mengusung “NILAItiap orang. mahasiswa di hu dalam PPI Maroko luar kesuksesan menjadi lebih baik. NILAI negeri, PANCASI LA, dalammungkin Kehidupankedepan Bernegara dan yang Bermasyarakat” hanya diukur ketika mendapatSalam sebagai tema besar dalam buletin SA edisikemajuan! Oktober 2015. kan nilai yang tinggi di kelas. Sebagai akan historis merasakan Selain pedagang beberapa fakta serta DFD opini mengenai dasar negara kita, kesuksesan ketika mendapatkan Pancasila, beberapa informasiharinunik dan menarik, serta karya sastra untung yang lebih disetiap anak bangsayang yang senantiasa menggelitik tajam kami suguhkan pula ya. Remaja sedang jatuh cinta sukses bagiakan paramerasakan pembaca setia yangbilabudiman. mana cintanya diterima oleh “dia”.

Tidak diperpanjang Itulah ukuran sukseslagi, bagisemoga seti- edisi perdana buletin SA pada kepengurusan ini merupakan ap orang. Pastikami berbeda. Dan be- awal yang baik bagi kelanjutan rangkat yang lebihdari baiksitu, lagi. saya Kritiksebagai dan saran anda adalah harapan kami. ketua PPI Maroko terpilih 2015Selamat membaca. 2016 ingin mengatakan bahwa ukuran kesuksesan bagi organWassalamu’alaikum Wr. Wb. isasi adalah menjadi yang terbaik dari yang sebelumnya atau bahkan bisa melampaui prestasi setelahnya. Tentu menjadi yang terbaik tidak bisa dicapai dengan

Salam redaksi.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

2


S EKAPUR SIRIH

Segala puji kami haturkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga buletin khas PPI Maroko ini dapat terbit ke khalayak kembali . Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Berbicara sukses adalah berarti berbicara mengenai ukuran. Ukuran yang nantinya akan dijadikan sebagai pijakan standar dalam menetapkan kesuksesan. Dan ukuran ini tentunya berbeda disetiap orang. Sebagai mahasiswa di luar negeri, kesuksesan mungkin hanya diukur ketika mendapatkan nilai yang tinggi di kelas. Sebagai pedagang akan merasakan kesuksesan ketika mendapatkan untung yang lebih disetiap harinya. Remaja yang sedang jatuh cinta akan merasakan sukses bilamana cintanya diterima oleh “dia�.

Itulah ukuran sukses bagi setiap orang. Pasti berbeda. Dan berangkat dari situ, saya sebagai ketua PPI Maroko terpilih 20152016 ingin mengatakan bahwa ukuran kesuksesan bagi organisasi adalah menjadi yang terbaik dari yang sebelumnya atau bahkan bisa melampaui prestasi

setelahnya. Tentu menjadi yang terbaik tidak bisa dicapai dengan diri-sendiri. Harus ada sokongan dari berbagai pihak.Ibarat sebuah pohon yang ingin memberikan buah dengan kesan terbaik bagi manusia. Disana akan banyak elemen-elemen yang saling mendukung satu sama lain. Mulai dari air, akar, ranting, daun, dll. Yang saling bahu-membahu demi menciptakan sebuah kehidupan pohon itu. Dan kehidupan pohon itu adalah Organisasi PPI Maroko.

Marilah kita saling bahu-membahu dalam membentuk PPI Maroko kedepan menjadi yang lebih baik. Salam kemajuan!

Fakih Abdul Azis, Lc. Ketua PPI Maroko

3 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


O PINI Fenomena Transformasi Kepemimpinan oleh: Basyir Arif, S.S.I.

Sejak runtuhnya kerajaan Tur-

ki Usmani, kaum muslimin mulai berfikir kembali merumuskan kehidupan politik mereka se-

lanjutnya. Bentuk negara bangsa, monarkhi, atau bentuk lain yang merepresentasikan lokalitas sepertinya diambil oleh seluruh bangsa beragama Islam. Sebagian berdiri di atas puing dinasti yang pernah berdiri sebelumnya, sebagian lagi mengadopsi sistem politik modern seperti republik, dan yang lain mencoba menggabungkan antara kerajaan dan sistem perpolitikan modern seperti monarkhi konstitusional-parlementer.

sebagian lagi memperjuangkan berdirinya suatu sistem yang dianggap sebagai simbol politik umat Islam yang bersifat internasional, khilafah. Sebagai justi-

fikasi bahwa khilafah merupakan sistem yang diridai oleh Nabi, dan selanjutnya oleh Tuhan, mereka menggunakan sebuah hadis yang secara literal menggunakan redaksi khilāfah. Keberadaan kata khilāfah tersebut dalam hadis disinyalir kuat sebagai dasar keharusan mendirikan negara khilafah.

“Kepemimpinan umat pada mulanya berdasar an-nubuwwah (wahyu kenabian), kemudian digantikan oleh khilāfah ‘ala minhaj Di tengah kondisi demikian, sean-nubuwwah (penerus perjuangbagian orang mengidealkan nean Nabi yang memimpin berdasar gara dengan dasar Islam. Bahkan nilai-nilai kenabian), selanjutnya

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

4


F

enomena Transformasi Kepemimpinan oleh malik ‘āddh (raja despotis), malik jabariyyah (raja tiran), dan terakhir digantikan oleh khilāfah ‘ala minhaj al-nubuwwah (penerus Nabi yang memimpin berdasar nilai-nilai kenabian).“

Perubahan dari satu pola ke pola lainnya tidak dimaksudkan mengafirmasi satu pola dan menolak yang lain selama ia sejalan dengan prinsip keadilan dan kebajikan publik (kamal al-‘adalah). Juga tidak bermaksud membataDalam hal ini Ahmad Ar-Raisusi pola kepemimpinan dalam kani mengutip pendapat Ibnu Asyur tegori yang dicantumkan dalam yang menawarkan model pemakHadisnya. Karena, dalam kenyanaan maqashidi dalam memahataannya, Nabi juga mengenal pola mi hadis tersebut. Suatu pemakkekaisaran dan kekisraan, selain naan yang lebih mengedepankan mulk atau umara. Atau sistem kepencarian makna sebenarnya dari sukuan, qabilah, yang merupakan sebuah teks, sesuai konteks kesistem kepemimpinan yang popumunculannya. Kemudian diambil ler pada masyarakat Arab saat itu. spiritnya untuk dipakai sebagai Redaksi-redaksi yang beragam itu perspektif dalam melihat fenomemenunjukkan bahwa Hadis tersena yang dihadapi seorang penafsir. but diriwayatkan secara maknaAtau untuk menemukan prinsip wi. Dengan demikian, redaksi daumum dari suatu teks sehingga pat berubah selama substansinya dapat menjadi acuan dalam berdijaga dan dipertahankan. Hal ini perspektif. Hal ini tidak lain untuk berarti kemungkinan mengalami menjadikan sebuah teks relevan perubahan mengikuti pola peruntuk dirinya sekaligus kontekskembangan wawasan masyarakat tual untuk kepentingan kekinian. sedemikian tinggi. Artinya, kerin-

5 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


duan untuk menghadirkan kembali pola kepemimpinan era Nabi yang telah mengalami ‘mitologisasi’ juga menjadi semakin tinggi dengan cara membandingkan dengan pola kepemimpinan yang sedang berkembang di lingkungan baru masyarakat muslim. “Karena, dalam kenyataannya, Nabi juga mengenal pola kekaisaran dan kekisraan, selain mulk atau umara.“

tu pola yang berdiri di atas prinsip keadilan, demikian pula dengan khilafah ‘ala minhaji al-nubuwwah, maka pola kepemimpinan apapun termasuk di dalamnya demokrasi dapat tergolong sebagai pola kepemimpinan yang diinginkan Nabi SAW, dengan satu catatan, selama ia berjalan di atas rel keadilan.

Dengan demikian, tidak ada persoalan tentang pola kepemimpinan apapun yang digunakan kaum muslimin selama ia relevan dengan tujuan prinsipil ajaran Nabi SAW. Bila yang dimaksud kepemimpinan Nabi SAW adalah sua-

Basyir Arif, S.S.I.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

6


F AKTA

SEJARAH PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA bangsa merupakan harga mati Setiap negara yang terbentuk ap dalam menjalankan visi dan misi di muka bumi ini pasti memiliki napak tilas sejarah yang begitu panjang. Tak sedikit dari negara-negara yang berkembang harus berperang, melawan penjajah demi menggapai kemerdekaan. Darah para pahlawan yang mengalir, tangisan anak kecil, jeritan kaum ibu, teriakan muda-mudi di mana-mana mengobarkan api semangat, semuanya harus diganti dengan kemerdekaan. Kemerdekaan fisik dan non-fisik. Tak Terkecuali bangsa Indonesia, bangsa besar yang sudah selayaknya memperoleh kemerdekaan. Berhak mengurus sendiri berbagai kekayaan alam dengan sumber daya manusia yang cukup memadai. Mencapai kesuksesan visi dan misi adalah tujuan setiap komunitas. Bermula dari komunitas terkecil dalam masyarakat, semisal keluarga, sehingga komunitas berskala besar, semisal bangsa Indonesia. Oleh karena itu, eksistensi aturan dan undang-undang pada seti-

ke depannya. Nah, pancasila merupakan bentuk implementasi dari aturan dasar negara Indonesia.Tentunya pancasila ini dituntut bersifat universal dan komprehensif sesuai dengan kuantitas dan keberagaman suku dan budaya rakyat Indonesia.

Pancasila hadir pertama kali sebagai dasar negara Indonesia yaitu ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidato di hadapan BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) yang kala itu belum berjudul, pada tanggal 1 juni 1945. Detik-detik akhir Perang Dunia II, kekalahan Jepang pada sekutu dalam perang Pasifik tak lagi bisa disembunyikan. Hal ini mendesak Jenderal Kuniaki Koisi yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang untuk mengumumkan sebuah rencana untuk Indonesia ke depannya pada tanggal 7 September 1944. Hal yang diumumkan oleh Koisi ternyata adalah sebuah

7 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


rencana untuk memerdekakan Indonesia ketika Jepang berhasil memenangkan perang Asia Timur, berharap pengumuman ini akan membuat Indonesia berpikir bahwa pasukan Sekutu adalah perenggut kemerdekaan mereka. Bibit yang akan membentuk lahirnya pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia muncul ketika pada 1 Maret, Kumakichi Harada memberitahukan tentang pembentukan badan yang bertugas menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau disingkat BPUPKI). Pada 28 Mei 1945, BPUPKI mengadakan sidang pertama mereka di gedung Volksraad, Jalan Pejambon 6, Jakarta. Sidang hari pertama ini hanya merupakan upacara pelantikan, dan sidang sesungguhnya baru dimulai keesokan harinya selama empat hari. Pada sidang ini, Muhammad Yamin menyampaikan pidato dan merumuskan hal yang menjadi awal sejarah lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, yaitu: ideologi Kebangsaan, ideologi kemanusiaan,

ideologi ketuhanan, ideologi kerakyatan, dan ideologi kesejahteraan. Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mencetuskan dasar-dasar kebangsaan, internasionalisme, kesejahteraan, ketuhanan, dan mufakat sebagai dasar negara. Ia juga memberi nama dasar-dasar tersebut Pancasila, dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar atau azas. Usulan Pancasila milik Soekarno kemudian ditanggapi dengan serius, menyebabkan lahirnya Panitia Sembilan yang berisi Soekarno, Mohammad Hatta, Marami Abikoesno, Abdul Kahar, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, dan Wahid Hasjim. Panitia ini kemudian bertugas untuk merumuskan ulang Pancasila yang telah dicetuskan oleh Soekarno dalam pidatonya. Rumusan selanjutnya yang nantinya menjadi pencipta sejarah lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia adalah ketika dibuatnya Piagam Jakarta, di sebuah rapat non-formal pada 22 Juni 1945 dengan 38 anggota BPUPKI. Pada pertemuan ini, terjadi debat antara golongan Islam yang ingin Indonesia menjadi negara Islam

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

8


dan golongan yang ingin Indonesia menjadi negara sekuler. Ketika mereka mencapai persetujuan, dibuatlah sebuah dokumen bernama Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat usulan bahwa pemeluk agama Islam wajib menjalankan syariat Islam. Rancangan ini akhirnya dibahas secara resmi pada tanggal 10 dan 14 Juli 1945, dimana dokumen ini dipecah menjadi dua, bernama Deklarasi Kemerdekaan dan Pembukaan. “1 Juni 1945, Soekarno mencetuskan dasar-dasar kebangsaan, internasionalisme, kesejahteraan, ketuhanan, dan mufakat.” Pada sore hari di 17 Agustus tahun 1945, menyusul menyerahnya Kekaisaran Jepang, petinggi-petinggi masyarakat dari daerah Papua, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kalimantan menemui Soekarno untuk menyatakan keberatan mereka terhadap rumusan sebelumnya yang menuliskan bahwa pemeluk agama Islam wajib menaati syari’at Islam. Soekarno dengan segera menghubungi Hatta dan meren-

canakan pertemuan dengan wakilwakil dari golongan Islam yang tentu saja keberatan dengan usulan ini pada awalnya. Setelah diskusi cukup mendalam, kalimat dalam rumusan tersebut kemudian diubah menjadi “ketuhanan yang maha esa” demi menjaga kesatuan Indonesia. Pada akhir tahun 1949, Republik Indonesia harus menerima rumusan penggantian bentuk pemerintahan menjadi negara federal dan hanya menjadi negara bagian Belanda. Pada masa ini, sudah terbentuk kerangka Pancasila yang hampir mengikuti Pancasila modern. Beberapa bulan setelah menjadi RIS, banyak negara bagian yang memilih bergabung dengan RI Yogyakarta, dan setuju mengadakan perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS. Pada era kehancuran RIS ini, kerangka Pancasila belum berubah dari era awal RIS dibentuk oleh Belanda. Ketika 5 Juli 1959 tiba, presiden Soekarno memutuskan untuk menetapkan UUD yang disahkan pada 18 Agustus oleh PPKI untuk menggantikan UUDS yang gagal menciptakan kestabilan negara pada saat itu. Menyusul penggunaan kembali UUD 1945, Pancasila yang menja-

9 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


di rumusan resmi adalah Pancasila dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan Pancasila yang kita kenal di era modern ini. Hal lain yang menjadi titik penting dalam sejarah lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia adalah saat terjadi insiden Gerakan 30 September

BIODATA PENULIS

“Pancasila yang menjadi rumusan resmi adalah Pancasila dalam pembukaan UUD� (G30S) pada tahun 1965. Meskipun hingga saat ini masih sering terjadi perdebatan tentang siapa dan apa motif yang ada di belakang insiden ini, pihak militer bersama dengan kelompok agama terbesar pada waktu itu sepakat untuk menyebarkan kabar bahwa penggiat insiden ini adalah PKI yang ingin mengubah ideologi negara dari Pancasila menjadi ideologi Komunis. Karena upaya kudeta ini gagal, pemerintahan orde baru memutuskan 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila, menyimbolkan bahwa Pancasila menunjukkan kekuatannya (kesaktiannya) terhadap ideologi Komunis.

Nama:

Rijalul Haq

Pendidikan:

S1 Dirasat Islamiyyah, Universitas Mohammed V

Tempat Tanggal Lahir:

Aceh Besar, 18 April 1995

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

10


C ERPEN

M I M P I oleh: Agus G. Ahmad Pernahkah kamu terbangun dari tidur, semula gelap, kemudian perlahan-lahan matamu terbuka, dan kamu seketika bingung antara depan dan belakang, kanan dan kiri, pernahkah? Saat nafas kembali teratur namun kamu masih bertanya-tanya, ini dimana? Aku pernah. Kapan? Sekarang. Aku masih memakai seragam lengkap. Sepatuku entah kemana. Aku bingung, bahkan penasaran dengan mimik mukaku sekarang. Sebentar, ini dimana? Aku mengendus sekitar. Genangan air dimana-mana, beberapa yang terperangkap di lubang jalan sudah menggumpal dengan tanah, menjadikannya lumpur. Oh iya, dingin. Tubuhku menggigil. Ternyata seragamku tak lebih kering dari tanah sekitar, basah. Terutama di bagian bawah lenganku, sementara di tempat lain berkas air sudah mulai meninggalkan benangnya. Ah, risih sekali. Aku paling tidak suka memakai baju yang belum ker-

ing, apalagi seragam sekolah. Oh ya, ini dimana? Seragam basah ini bisa kupikir nanti. Agak buram, namun jelas ini di sebuah jalan. Nama jalannya aku sendiri belum menerka. Kenapa buram? Mana kacamataku? Aku meraba sekitar. Tunggu, apa ini yang aku duduki? Ah sial! Kacamataku sendiri. Sudahlah, biar nanti aku beli lagi yang bekas di pasar. Sementara biar kupakai yang ada, meski retak tepat di mata kananku. Sekarang aku sudah bisa melihat jelas. Aku tahu tempat ini, bukannya tadi tidak tahu, sejenak tadi hanya lupa, ditambah nyawaku belum kembali sempurna, dan jangan lupa insiden kacamata yang tadi. Ini jalan yang biasa aku lewati tiap pagi, dari rumah ke sekolah. Ratusan, ah bukan, ribuan kali aku melangkahi jalan ini. Bahkan aku sangat hafal di depan sana ada perempatan, jika berjalan lurus kedepan akan sampai di sekolahku. Jika belok ke kanan, akan sampai

11 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


di kali yang membelah desaku dengan desa sebelah. Jika belok ke kiri, kamu akan berujung di kematian. Maksudku, kuburan umum. Loh? Sekarang pertanyaannya semakin bercabang. Mengapa bisa kutertidur disini? Sejak kapan? Bagaimana? Siapa aku? Tunggu, ini bukan seperti dalam film yang tiba-tiba aku hilang ingatan sebegitu parahnya kan. Tentu aku ingat siapa aku. Tepat di dada, disitu tertera nama “DAMANHURI”, ini kan seragam sekolah. Bahkan nama sekolahku tercantum di lengan kanan. Haha. Iya benar, namaku Damanhuri, biasa dipanggil Amang. Benar kan, tak ada cerita hilang ingatan. Namun pertanyaan “mengapa, kapan dan bagaimana” masih misterius, akan kutemukan jawabannya segera. Aku tak tahu pasti sejak kapan ada disini. Namun yang jelas sekarang menjelang malam, matahari sudah sayup-sayup di seberang sana, orang bilang sekarang senja. Semua aneh hari ini. Setidaknya setelah terbangun tadi. Setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata tampangku sudah tak karuan. Seragam putih beralih kecokelatan, bekas lumpur dimana-mana. Dan bayangan yang terpantul di genangan air menam-

pakkan seonggok daging penuh luka. Pantas disini sedikit pusing. Pelipisku tergores, darahnya sudah menggumpal. Mungkin bertatapan dengan bebatuan, tak mungkin kan rumput yang bergoyang bisa meninggalkan luka sedemikian rupa. Kacau sekali. Aku harus bergegas pulang, adikku pasti menunggu di rumah, tak biasanya aku pulang terlambat, sampai petang sekali, sampai malam. Lima tahun terakhir ini begitu berat rasanya mengurus adikku sendirian, semenjak terakhir kali ia masih dalam tanggungan ayahku. Sekarang ayah sudah berpulang. Di perempatan tadi, biasanya aku menyempatkan diri belok ke kiri untuk sekedar bersua dengannya. Ayah sakit keras, tak sempat berobat. Seminggu terakhirnya masih ia sempatkan menghisap tembakau. “Jangan takut, ayah seribu kali lebih kuat dari penyakit ini!” Begitu kata ayah saat aku berkata, “Ayah jangan pergi dulu.” Pembohong, seminggu kemudian aku dan adikku berkabung. Mana yang katanya seribu kali lebih kuat? Adikku berhari-hari kemudian masih mengurung diri di kamar. Masakan buatanku hampir tak disen-

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

12


tuhnya, sampai dingin menunggu di depan pintu. Mungkin ia lebih suka masakan ayah. Ibuku? Dia bahkan sudah punya momongan baru semenjak bercerai dengan ayah. Hubungan kami masih berjalan baik. Setidaknya ia masih menelepon rumah tiap triwulan. Kenapa ia meninggalkan kami berdua? Aku pun tak tahu. Ini juga pertanyaan yang masih misterius, selain pertanyaan “mengapa, kapan, dan bagaimana” tadi. Semenjak ibu dan ayah pergi, kami berdua bisa membayar uang sekolah dengan label “yatim piatu”. Kami terpaksa tinggal bersama paman -yang beruntungtinggal sendiri di rumahnya. Ini sekedar kisah masa lalu, sekedar intermezo. Ah, kenapa aku jadi sentimental. Sekarang sudah sampai di rumah. Tumben sekali pintu rumah tak terkunci, ada mainan kapal-kapalan tergeletak di depan, apa lagi ini? Tak ada tanda kehidupan di dalam. Ah, lebih baik bergegas membersihkan badan. Bau sekali. Tik tik tik, ada sesuatu menetes dari hidungku. Mungkin aku terkena flu. Airnya tak mau berhenti keluar. Oh, bukan air rupanya. Ini darah. Darah merah segar. Tiba-tiba pandanganku kabur. Gelap. Rasanya saat ayah meninggal juga

seperti ini, hari berhujan, hidungku mimisan, aku mendekap tubuh ayah yang dingin dan mengotorinya dengan darahku. “Ayah jangan pergi dulu.” ... “AMANG!” Ini dimana? Gelap, tenang, damai. Ada suara memanggil di telinga, inikah yang orang bilang antara hidup dan mati? Tunggu, aku tak ingin mati muda sebelum menikah. “Ayah jangan pergi dulu.” Perlahan ku membuka mata. Kesadaranku berangsur pulih. Ah, air liurku menetes di sela bibir. Aku mengendus sekitar. Mengumpulkan nyawa. Teman-teman tertawa lepas. Disini jadi pusat perhatian. Aneh. Sejenak tadi rasanya masih di rumah, seragamku masih basah. Sekarang sudah kering, bersih pula. “AMANG!” “Hadir bu!” Aku refleks merespon panggilan. Loh, sekarang ada di dalam kelas. Pertanyaan “mengapa, kapan dan bagaimana” terjawab. Rupanya tadi hanya mimpi. Sial. Kini aku menjadi sorotan satu kelas. Temanku sebangku menirukan kata-kata tadi dengan nada berlebihan, menjengkelkan sekali. “Ayah jangan pergi dulu! Hahaha!”

13 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


Joni tertawa girang. Gigi gerahamnya tampak atas-bawah. Kuambil posisi untuk memukul kepalanya. “Amang! Masih bisa bercanda?” Potong bu Mufidah di depan. “Mimpi apa? Tampaknya nyenyak sekali?” lanjutnya. “Maaf bu.” Aku hanya tertunduk. Sedikit menyesal karena tak sempat memukul Joni di samping. Joni dengan senyum setannya masih saja sempat meniru kata-kata barusan. Tanganku gatal. Lalu bel sekolah berdering. Kriing. Jam menunjukkan pukul 13.30, waktunya pulang. “Amang, kalau bisa besok bantalnya dibawa sekalian ya!” Tutup bu Mufidah. Ah, ini pelajaran yang baru diterangkannya hari ini, majas apa ya namanya? satire? atau sinisme? Entahlah, toh tadi aku tertidur. Kelaspun usai. Teman-teman berhamburan keluar. Senang sekali mendengar bel tadi. Joni menepuk pundakku pelan. “Ayah pulang dulu ya nak!” Kali ini kupastikan memukul kepalanya keras. Joni mengaduh kesakitan sebelum pulang. Hari ini cerah, tidak hujan. Berbanding terbalik dengan mimpi barusan. Entah mengapa mimpi tadi masih terngiang. Oh, pelipisku sudah sembuh. Tadi memang hanya mimpi.

Ada yang aneh. Sekarang hari Senin, seharusnya tak ada kelas bu Mufidah hari ini. Ah sudahlah, toh jam sekolah sudah berakhir. Kelas mulai sunyi, tinggal aku sendiri, ditemani catatan-catatan kecil bu Mufidah di papan. Dan umpatan anak-anak di meja kelas. “Ngantuk, kapan selasai?” “Aku suka kamu, kenapa? Bosan.”

“E=mc2” “Kubenci untuk mencintaimu.” Haha, dasar. Sekarang mungkin zaman sudah berubah, tapi satu yang masih sama, coretan di meja-meja ini, lalu kelakuan murid-murid yang bosan dan suntuk itu. Bahkan tulisanku sempat terekam disini. “Ayah jangan pergi dulu.” Sialan, kenapa harus kalimat ini. Tunggu, memang aku pernah menulis ini? Tapi jelas ini tulisanku. Oh mungkin Joni sudah mulai mahir meniru gaya tulisanku. Licik. Tapi ia pun baru tahu kalimat itu hari ini, kapan juga sempat menulis di meja? Aneh. “Mang, kelasnya mau dikunci.” Pak Sarwadi (penjaga sekolah) menilik ke dalam kelas. Bola mataku berputar ke pojok kelas, memastikan

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

14


kembali tak ada teman yang tertinggal. Yah memang tinggal aku sendiri di dalam. “Sebentar pak.” Aku meringkas buku-buku yang masih tergeletak di bawah meja. Banyak sekali bawaan hari ini, tak biasanya. Aku keluar beberapa saat kemudian. Pak Sarwadi tampak menggembok pintu kelas sepergianku. Langkahku terhenti sejenak, apa itu di bawah pak Sarwadi? Tampak seperti besi tergeletak, entah kenapa aku jadi penasaran. “Ada apa lagi Mang?” Pak Sarwadi berbalik ke belakang mendengar suara langkahku kembali ke kelas. “Ada yang ketinggalan?” “Oh enggak pak, gak ada apa-apa.” Aku menjawab ala kadarnya. Pak Sarwadi kembali berjalan, punggungnya penuh keringat, kasihan. Bukankah ini mainan kapalkapalan? Dimana aku pernah melihatnya? Tak asing. Seperti yang dijual di pasar, mainan lama. Dari besi tua diwarna hitam. Tinggal siapkan ember berisi air, sulut api di dalam kapal, siap berlayar. Dulu begitu menyenangkan, setidaknya melihat kapal berputar-putar di dalam ember kecil sudah jadi hiburan yang menarik. Biar kubawa pulang. Adik-

ku pasti senang. Tapi mainan kapal ini, dimana ya aku pernah melihatnya? Ah sudahlah. Langit tanpa awan, halus sekali. Matahari sudah masuk awal babak kedua. Sebentar lagi akan turun minum. Tinggal aku sendiri, berdua dengan pak Sarwadi di sekolah, tak nampak batang hidung yang lain. “Mau bareng?” Ada suara dari belakang menyapa. Rupanya pak Kadir, guru kesenian. Ternyata masih ada orang ketiga disini. “Boleh pak?” ah bodoh sekali, pertanyaan macam apa ini? Sekarang yang cocok adalah ungkapan terima kasih. Aku menggerutu dalam diam. “Naik aja, belakang kosong.” Pak Kadir melirik ke jok belakang motor tuanya sambil tersenyum. Tanpa aba-aba aku segera berpindah kesana. “Terima kasih pak.” Aku baru sempat mengucapkannya. Pak Kadir hanya tertawa, entah itu “sama-sama” atau sekedar tawa riuh. Aku mulai mengantuk. Mungkin karena tertiup angin. Suasananya sangat pas untuk memejamkan mata. Hoah. Perlahan gelap. Tanganku melingkar erat di pinggang

15 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


pak Kadir. Semoga perjalanannya masih panjang. Aku berdoa dalam hati. Langit gelap. Disini gelap. Semua gelap. ... Ah silau, apa ini yang berpangku di depanku? Menari-nari walau mataku terpejam. Ternyata seberkas cahaya dari balik kaca jendela yang mengusik tidurku. Dedaunan di luar sedikit menghalangi jalur cahaya, memotongnya menjadi berkas-berkas. Ketika angin meniup dedaunan, berkas sinarnya nampak bergoyang. Aku pun terbangun. Ini dimana? Empuk, kasur bergoyang pelan dan berdenyit saat ku angkat tubuhku. Ini dalam kamar. Jendela yang penuh tempelan itu aku sangat hafal. Banyak tokoh disana, mulai dari Sir Churcill, Nelson Mandela, Bung Tomo, Iwan Fals, dan beberapa stiker Slank koleksiku. Ini di kamarku, aku berani bertaruh. Aneh, sepertinya baru saja aku diantar pulang oleh pak Kadir. Sekarang sudah pagi. Berapa lamu aku tertidur? Ah, kenapa pusing disini? Aku mengusap pelipisku, gatal sekali. Perban? Sejak kapan pelipisku dibungkus perban macam ini? Jangan main-main! Aku merobek paksa perban sialan itu. Ah, sakit sekali.

Ini mimpi yang tadi. Aku ingat sekarang. Aku sedang bermimpi. Sama seperti mimpi dalam kelas tadi. Yang sebenarnya sekarang adalah dalam perjalanan pulang menuju rumah paman. Aku tertidur di punggung pak Kadir. Bukan main. Nyata sekali. Bahkan sakit di pelipis ini begitu nyeri sampai aku pun melirih. Mimpi yang aneh. Hahaha. Aku tertawa sendiri dalam kamar. Ah, sakit, pelipisku sakit. Tiba-tiba pintu terbuka. Paman muncul dari balik sana. “Kamu sudah bangun Mang?” “Paman? Kenapa ramai diluar? Tumben rapi sekali?” Ah aku lupa, ini mimpi. Paman bebas memakai baju apa saja. Walaupun nyatanya ia hanya seorang petani. “Kamu baik-baik aja Mang?” Suara paman terdengar serak. Raut wajahnya sendu. “Paman sakit?” “Mang, ada ibumu datang.” Aku diam. Aku ingin bangun dari tidur sekarang. “Mana Wawan?” Suaraku setengah teriak. Seharusnya ini mimpi. Dalam mimpi aku tak boleh emosi. Dan tak harus membawa perasaan. Tapi entah, sekarang aku kalut. Ibuku diluar, namun justru adikku yang kepikiran. “Mana Wawan?” Jika ini mimpi, kenapa

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

16


emosi ini begitu nyata Tuhan? “Ayo ikut keluar Mang, biar paman antarkan.” Paman menjawab singkat. Nafasnya tertahan. Tampak bulir air mata disana menunggu keluar. Aku beranjak. Ranjang berdenyit pelan. Sungguh mimpi yang aneh. Kapan aku sampai di rumah? Kenapa pak Kadir tak membangunkanku? Apa tak ada polisi tidur yang menggoyangkan sedikit saja motor tua ini? Aku menampar muka. Diluar orang-orang berkerumun, membaca Yasin. Pak Kepala Desa, kepala sekolah, ibu penjual sayur di samping rumah, Joni, bahkan bu Mufidah. Ada acara apa? Kenapa aku terus bertanya dimana Wawan? Adikku itu memang sering bermain diluar, berenang di kali desa, pun sering bertengkar denganku. Kenapa kenangan bersamanya teringat sekarang. Air mata ini datang dari mana? Ah, aku menangis. Kenapa harus menangis? Apakah mimpi selalu senyata ini? Sedemikian menyentuh. Oke, sekarang aku baru kepikiran pertanyaan ini. “Mana ibu paman?” “Biar paman antar.” Orang-orang menatapku. Aku diam. Berdua kami keluar dari rumah den-

gan iringan Yasin warga sekitar. Jika ini mimpi, aku ingin segera terbangun kawan. Tapi aku sudah terbangun, dan ini bukan mimpi. Adikku Wawan sudah terbujur kaku dibawah sana. Bersanding sepetak tanah dengan ayah. Ah aku ingat, ada dua waktu ketika ibu mampir ke rumah selepas bercerai dengan ayah yang banyak hutang itu. Pertama, saat kematian ayah. Kedua, sekarang. Apa ini? Darah, hidungku mimisan. Selalu begini. Ketika ibu pergi, ketika ayah pergi, ketika Wawan pergi. Ia hanyut di kali kemarin. Selepas sekolah aku membeli mainan kapal-kapalan untuknya, pasti ia senang pikirku. Hujan deras bergemuruh, tanah sudah menjadi lumpur. Air kali sudah mencium batas bibir. Arusnya deras sekali, dari perempatan pun terdengar suaranya. Berita tenggelamnya Wawan kudengar sesaat setelah masuk rumah. Paman menangis sesenggukan kemarin. Mainan kapal campak di depan pintu, aku lari menuju perempatan belok ke kanan, belok ke kali sialan. Licin sekali jalannya, kakiku tergelincir, kepalaku membentur batu besar di pinggir jalan sebelum sampai perempatan, sungguh sial. Lalu? Kamu tahu ceritanya kawan.

17 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


Aku terbangun bingung. Dengan seragam setengah basah dan pelipis berdarah. Lalu kembali ke rumah, untuk terjatuh pingsan kembali disana. Tengah malam tubuh Wawan ditemukan. Paman memindahkan tubuhku ke kamar. Wawan sudah tak bernyawa. Aku masih terlelap dalam mimpi indahku, di dalam kelas, ditegur bu Mufidah. Jika ini mimpi, aku ingin bangun sekarang kawan. Semenjak tadi aku mendengar ibu menangis di depan pusara mereka berdua, Wawan dan ayah. Anak dan suaminya. Aku meminjamkan pundak pada ibu. Banyak pertanyaan yang ingin kusampaikan, bagaimana kabar anaknya sekarang? Apakah suami ibu baik? Lebih baik dari ayah? Apakah ibu akan datang ke rumah ketika aku pergi nanti? Ibu, aku pulang. Lalu darah menetes dari hidungku. Selalu begini.

AGUS G. AHMAD

“Wawan jangan pergi dulu!� ...

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

18


T

AHUKAH KAMU?

DELIMA Delima (bukan dilema lho, ya). Bagi

sebagian kawan-kawan mungkin sering mendengar atau juga menyanyikan nyanyian permainan anak-anak yang dalam salah satu baitnya terdapat kalimat “merahmerah delima...”, sehingga terpatri dalam pikiran apabila ditanyakan tentang “apa itu delima?” yang pertama terlintas adalah buah berwarna merah. Bagaimana asalusul buah ini? Apa saja manfaat yang terkandung dalam merah-merah delima ini? Kami akan berusaha menjawab ke-kepo-an pembaca sekalian. Delima, pomegranate, grenade (punica granatum) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh setinggi lima hingga delapan meter. Diperkirakan tanaman ini berasal dari Iran, namun telah lama dikembangbiakkan di daerah Mediterania. Tanaman ini juga banyak ditanam di daerah Cina Selatan dan Asia Tenggara. Bangsa Moor (bangsa Muslim dari

zaman pertengahan yang tinggal di Andalus, Maroko, juga Afrika Barat), memberi nama salah satu kota kuno di Spanyol dengan nama Granada berdasarkan buah delima ini. Masyarakat Perancis menyebut delima dengan sebutan ‘pomme garnete’ atau apel berbiji, karena pada kenyataanya delima memiliki setidaknya 800 biji di dalamnya. Jenis-jenis dunia yang dikenal masyarakat pada umumnya ada tiga macam, yaitu delima merah, delima putih, dan delima ungu. Secara kasat mata memang tidak terlihat bedanya, karena perbedaannya ada pada warna bijinya, bukan warna kulit atau tampak luarnya. Jadi, ketika kawan pembaca membeli delima dan mendapati bijinya berwarna putih ketika akan dimakan, jangan kecewa dan merasa tertipu oleh bakul delima, namun karena memang ada jenis delima yang berwarna putih. Buah delima memiliki banyak sekali manfaat berdasarkan apa yang terkandung didalamnya. Selain memiliki kadar antioksidan yang tinggi, buah ini juga memiliki kandungan ion kalium (potasium), vitamin A, C, dan E serta asam folic. Dari bagian biji yang dapat dimakan, terdapat kandungan kalium per 100

19 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


gram (259 mg/gr), energi 63 kal, serta 30 mg vitamin C. Nah, dari vitamin serta segala yang terkandung di dalamnya, delima menjadi sangat bermanfaat dikonsumsi secara langsung maupun diolah menjadi sari atau jus. Salah satu manfaat delima yang paling utama adalah karena kandungan flavonoidnya. Flavonoid adalah suatu jenis antioksidan kuat yang perannya sangat penting untuk mencegah berkembangnya radikal bebas di tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak serta memberikan perlindungan terhadap beberapa penyakit seperti penyakit jantung dan kanker kulit. Bahkan, kandungan antioksidan dalam segelas sari buah delima jumlahnya lebih banyak dibandingkan antioksidan yang terdapat dalam jeruk ataupun minuman teh hijau. Buah delima di Maroko, kerap dijumpai di pasar tradisional hingga supermarket pada akhir tahun, ketika cuaca mulai berubah dari panas menjadi dingin. Sangat pas kandungannya dengan keadaan yang dingin sehingga kita tentu membutuhkan banyak asupan vitamin C serta antioksidan.

Khasiat lain buah delima, seperti yang diungkapkan dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam pediatric research, bahwa ibu hamil yang rutin mengonsumsi buah ini saat masa kehamilannya, dapat melindungi otak bayi yang baru lahir setelah mengalami kelahiran traumatik. Tunggu apalagi, ambil jaket, bawa payung, kantongi dirham, pergi ke pasar dan beli delima. (red.)

Rumaisah Murobbiyah Auliya

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

20


L

IPUTAN KHUSUS

ORMABA Orientasi Mahasiswa Baru

2015/2016

Salam Hangat untuk Mahasiswa Baru selama tiga hari berDi setiap universitas ten- rakan turut-turut dalam dua tahap, tulah ada yang namanya orientasi kepada setiap mahasiswa baru guna mengenalkan segala hal yang berkaitan dengan lingkungan akademik, keorganisasian dan apa saja yang dibutuhkan oleh para mahasiswa untuk dapat mencapai apa yang diharapkan. Begitu pula dengan universitas-universitas di Maroko. Namun, orientasi terhadap mahasiswa baru di Maroko dihandle langsung oleh PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia). Kegiatan ini dibina dengan maksimal agar mahasiswa baru dapat memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan akademis serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya. Orientasi Mahasiswa Baru (ORMABA) yang diselengga-

yaitu tahap pertama dari tanggal 20 hingga 22 September 2015 untuk mahasiswa baru delegasi Kemenag dan tahap kedua dari tanggal 11 hingga 13 Oktober untuk mahasiswa baru delegasi PBNU silam berjalan dengan lancer dan diikuti dengan antusias oleh para peserta. Pun juga orientasi yang diadakan ini sangat efisien karena bertepatan dengan masa liburan akademik di Maroko. Orientasi ini dilakukan dua tahap karena setiap tahunnya keberangkatan mahasiswa baru dari dua jalur tersebut tidak serentak. Mahasiswa baru delegasi Kemenag tahun 2015 ini tiba di Maroko pada 20 September 2015, sedangkan Mahasiswa baru delegasi PBNU

21 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


tiba pada 11 Oktober 2015. Kedatangan mereka disambut hangat oleh para pelajar Indonesia maupun masyarakat Maroko dengan adanya penjemputan oleh pihak PPI Maroko, KBRI, dan AMCI (Moroccan Agency Of International Cooperation/Badan Kerjasama Internasional Maroko) yang kemudian diantarkan menuju Asrama Mahasiswa Internasional (Hayy el-Jami’i ed-Dauliy) di Rabat untuk bermalam disana. “ORMABA tahun ini didesign lebih interaktif yang arahnya kita ingin MABA lebih aktif dalam mencari ilmu karena melihat tantangan mahasiswa di maroko yang terbesar adalah mengisi kekosongan dan serta adaptasi bahasa. Maka program ORMABA tahun ini kita sesuaikan agar MABA bisa menghadapi tantangan tersebut.” Ungkap Ahmad Rifqi Viro Siregar selaku ketua panitia ormaba delegasi kemenag 2015. Selama tiga hari berturut-turut, panitia ORMABA mengadakan beberapa program diantaranya memperkenalkan berbagai kegiatan internal PPI Maroko dengan tujuan agar mahasiswa baru dapat berintegrasi dengan cepat dengan organisasi dan in-

stitusi yang ada di Maroko. Mahasiswa baru juga diajak berkunjung ke beberapa tempat penting di Rabat sebagai ibukota Maroko seperti: kantor ISESCO, Perpustakaan Nasional Maroko (Bibliothèque Nationale du Royaume au Maroc), Dar al-Hadith al-Hassaniya (salah satu kampus ternama di Maroko) dan lainnya. Kunjungan ini bertujuan merangsang produktifitas para mahasiswa agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem perkuliahan dan lingkungan serta interaksi sosial dengan masyarakat Maroko. “Tentunya orientasi ini kita kemas dengan bimbingan dan penugasan yg dimbing oleh ketua kelompok agar maba lebih bebas dan berani dalam berpendapat dan kritis dalam berbagai hal.” tambah Viro. Orientasi Mahasiswa Baru (ORMABA) yang telah diselenggarakan ini merupakan salah satu kegiatan perdana yang ditargetkan ketua PPI Maroko baru yang terpilih dalam pemungutan suara terbanyak pada Agustus lalu. “Harapan saya dengan diadakannya ORMABA periode 2015-2016 kali ini kita dapat membekali mahasiswa dengan pengetahuan baru terkait PPI Maroko beserta khazanahnya

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

22


sebagai dasar ilmu yang nanti bisa dijadikan pijakan dalam menghadapi proses pencarian ilmu syariat di Maroko.” tegas Fakih Abdul Azis selaku ketua PPI Maroko terpilih periode 2015-2016. Begitu pula halnya dengan orientasi yang telah diikuti oleh mahasiswa baru delegasi PBNU. Kegigihan dan semangat baru yang muncul di wajah mereka telah mengalahkan kesibukan orientasi yang berlangsung begitu padat. Tidak heran jika kedua organisasi ini menjadi wadah kekeluargaan bagi mereka. Hal ini sama seperti diungkapkan Kusnadi sebagai ketua PCINU Maroko periode 2014-2016. “Orientasi Mahasiswa Baru atau yang akrab dengan singkatan ORMABA adalah sebuah tradisi yang patut dibanggakan. Tradisi mengajak, membimbing dan memperkenalkan sesuatu yang tidak ada untung ruginya bagi senior jika tidak dilakukan. Namun bagi junior yang masuk ke dalam suasana dan tradisi yang sama sekali baru, bimbingan semacam ini sangat dibutuhkan. Persis seperti yang sering kita ucapkan tak kenal maka tak sayang, sebuah perkenalan adalah pintu masuk bagi kasih sayang abadi,” tegasnya.

Orientasi yang dirasakan mahasiswa baru delegasi PBNU juga sama seperti yang dirasakan mahasiswa baru delegasi Kemenag yaitu sebagai wahana untuk mengenalkan dan membekali mahasiswa baru tahun 2015 akan dinamika proses pembelajaran selama di Maroko yg mana sangat berbeda dari yang pernah dirasakan di Indonesia. “Di hari pertama mereka dikenalkan dengan halhal yang bersifat ke-Maroko-an dan khazanah ilmu keislamannya dengan relasinya terhadap keilmuan di Indonesia. Selanjutnya mereka dibekali terkait keorganisasian PPI Maroko dan PCINU Maroko.” terang Basyir Arif, ketua panitia Ormaba delegasi PBNU 2015. Adapun kegiatan orientasi ini ada juga yang bersifat outdoor, yaitu gerak tubuh sehat bersama senior-senior PPI Maroko sekaligus pencarian bakat para mahasiswa baru dalam bidang olahraga dan kesenian yang diadakan oleh Dept. Olahraga & Seni PPI Maroko di Gedung Olahrga (GOR) Maulay Isma’il, Rabat. Selanjutnya, sebagai rute akhir semua mahasiswa baru dikumpulkan di Sekretariat PPI Maroko. Di sana, diadakan malam inagurasi untuk

23 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


lebih mengenal satu sama lain dan mencairkan suasana serta menutup acara ORMABA yang telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Setiap kelompok yang telah dibagi menampilkan kreatifitas mereka pada malam itu. Begitu juga para senior PPI Maroko ikut mempersembahkan performance mereka di hadapan mahasiswa baru. Dalam hal ini PPI Maroko dan PCINU Maroko mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak KBRI, AMCI (Moroccan Agency Of International Cooperation), ISESCO, Dar el-Hadith el-Hassaniya, Al-Maktabah el-Wathaniyah Rabat dan semua elemen yang telah banyak membantu dalam

turut serta menyukseskan acara ini. Terima kasih juga kepada Panitia Acara, Senior-Senior PPI Maroko yang telah berkenan hadir dan mau memberikan nasehat dan pengalamannya untuk mahasiswa baru. Rentetan acara ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak. Selamat datang dan terima kasih juga diucapkan kepada mahasiswa baru yang telah berpartisipasi dalam rentetan orientasi ini. Semoga membawa dampak postif dalam mengarungi kehidupan di bumi seribu benteng ini. Amin. (Azhari Mulyana/Red.)

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

24


GALERI

Orientasi Mahasiswa Baru

ORMABA Melihat Teks Kuno di Dar el-Hadits Hassaniyya

Mendengar pengarahan di ISESCO

Tour Hassan Rabat 25 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


Penampilan Malam Inagurasi

Pose di Tour Hassan Rabat

Penampilan delegasi PBNU

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

26


L

IFE STYLE

BELAJAR MENGAJAR atau

MENGAJAR BELAJAR?

oleh: Imro’atul Alimatun Nafi’ah

Sebuah renungan akhir pePada awal dia duduk aku kan untuk kita semua sangat sebal sekali karena dia tidak permisi atau kah bertanya, Budaya menghukum dan semisal “bolehkah saya duduk di menghakimi para pendidik samping anda?“ begitu bukandi Indonesia. nya lebih enak dan tidak cangKu lihat ada sebuah kur- gung untuk bertegur sapa. Dan si kosong di ujung taman yang mengapa aku bisa bicara pada penuh dengan orang saat itu di awalnya, karena dia sebenarnsore hari yang cerah di mana lan- ya memberikan pelajaran yang git bewarna jingga, kaki ku ter- sangat bisa diambil oleh siapapburu mengambil langkah menu- un, terkhusus mungkin untuk diju 1 bangku kosong yang saat itu riku sendiri. ku lihat sebelum ada orang lain yang akan mendahului diriku untuk berduduk santai di taman itu. Lima menit kemudian aku di kagetkan dengan seorang laki-laki paruh baya di sampingku, dia tidak bertanya apa-apa dengan sangat percaya diri bapak itu duduk di bangku yang sama dengan bangku yang saat itu aku duduki.

“Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika serikat. Masalahnya, karangan berbahasa inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah di beri nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, atau bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru

27 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


mulai belajar bahasa. Karangan yang ia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan di beri nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah member nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

“saya mengerti”, jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya di didik di sini,” lanjutnya. “Di negeri anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari Negara yang bahasa ibunya bukan bahasa inggris, saya dapat menjamin, ini adaSewaktu saya protes, ibu guru lah karya yang hebat,” ujarnya yang menerima saya hanya ber- menunjuk karangan berbahasa tanya singkat. Inggris yang di buat anak saya. “Maaf bapak dari mana?” Dari diskusi itu saya mendapat “Dari Indonesia,” jawab saya. pelajaran berharga. Kita tiDia pun tersenyum. dak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita. Budaya menghukum, pertemuan Saya teringat betapa mudahnya itu merupakan sebuah titik balik saya menyelesaikan study saya yang penting bagi hidup saya. Ityang bergelimang nilai “A”, dari ulah saat yang mengubah cara program master hingga doktor. saya dalam mendidik dan memSementara di Indonesia, saya bangun masyarakat. harus menyelesaikan studi jun-

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

28


gkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan tujuan masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.”

Imro’atul ‘Alimatun Nafi’ah

Seusai bapak paruh baya tadi bercerita panjang lebar padaku, tentang apa yang telah dialami nya, beliau pun pergi dengan mengucapkan, “Sudah dulu ya nak, saya pamit dulu, yang rajin rajin belajar jangan kecewakan orangtuamu,” pesan bapak itu padaku tanpa memberi tahu namanya, ia pergi begitu saja. Senja pun mulai menghilang berganti awan hitam menyelimuti langit senja yang indah tadi, “Sepertinya…hujan akan turun,” batinku dalam hati. Segera ku melangkahkan kaki menjauhi bangku yang disana aku mendapatkan banyak pelajaran dari bapak paruh baya tadi, meski hanya dalam beberapa menit saja.

29 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


P UISI

Puisi Pantek!

*Penulis adalah anak nakal, santun tapi tak sopan yang lahir di Provinsi BENGKULU dan bercita-cita jadi Big BOSS. SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Elvin Fajri Rahmika Ahmad BA*

Puisi? Ah… apa itu… Hanya sederet kata yang semakin tak difaham semakin tinggi nilai jual. Padahal tak lebih dari sekedar membual, hanya kosa kota terlihat bermodal. Ini menurutku… Dan jangan-jangan, tulisan dekil ini juga dianggap puisi? Ah sudahlah… payah kali kau. Tak pandai awak bersilat lidah, hanya cacian yang fasih dan bisa memukau. Apalagi menambahkan rating, bikin tempe aja tak pernah jadi. Mau kata apalagi yang ku buat? Cuma Seribu pantek yang bisa ku ingat. Terlebih tempo hari ada yang berkata padaku dengan ketibatibaannya. “Woi Fin janganlah frontal!” Sebab itulah kau tak dianggapnya. Di pojok sana, si doi ikutan dan bilang, “Janganlah terlalu santai.” Bisa jadi mereka menyeringai. Otamatis diri bergeming dalam tanya yang membuat gontai. Ape maksud dia bilang macam tu…? Aku begini karena capek jadi orang itu. Coba kau tengok Indonesia, sudah lelah dia menjadi suatu yang lain. Pancasila juga setengah basi, karena aslinya itu produk lain. Dan sekarang kita punya negara sudah mau kembali jadi dirinya. Tapi PBB bilang, ”Woi Jokowi janganlah frontal!” Sebab itulah Rupiah tak ada harganya.

30


A RTIKEL Menjadi Muslim oleh: Arif Afandi Z. Yang Pancasilais Setelah sekitar tiga setengah abad terjajah oleh Belanda dan kurang lebih tiga tahun dijajah oleh Jepang, Indonesia berhasilkan memerdekakan dirinya dari penjajahan dan memproklamasikan kemerdekaan nya pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan yang didapat dengan seluruh kerja keras dan usaha itu, mereka langsung membangun kembali yang sudah sekian lama “tertidur”. Diantara keputusan yang disepakati adalah menjadikan Pancasila sebagai dasar dalam bernegara. Jika ditilik dari sila pertama hingga kelima, sebenarnya tidak ada yang salah dengan Pancasila, karena sejatinya tidak ada hal yang bersifat kontradiktif antara butir – butir Pancasila dan ajaran – ajaran agama Islam. Bahkan, Pancasila itu sendiri bisa

menciptakan kesinambungan antara berislam dan bernegara yang baik di negri yang bermayoritaskan muslim ini. Di sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” kita diajak untuk kembali meneguhkan “ketauhidan” kita. Ini senada dengan isi dari salah satu surat yang oleh Rasulullah dinyatakan berisi sepertiga Al Qur’an, Surat Al Ikhlas. Meski bukanlah negara Islam, tapi kita tidak bisa memungkiri bahwa diantara agama-agama yang diakui di Indonesia hanyalah Islam yang Bertuhankan Satu Yang Esa. Dan jika kembali ditilik dari kata pertama “Ketuhanan” maka kita bisa simpulkan bahwa negara ini tidak bisa “disekulerkan” atau memisahkan antara agama dan negara. Karena jika itu terjadi, maka telah menyalahi dasar negara yang sudah disepakati.

31 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


Sila kedua berbunyikan “Kemanusiaan yang adil dan beradab” juga menegaskan konsep “al-‘adl” dalam Islam, dimana seorang muslim dituntut untuk bersikap adil dalam segala hal. Seperti yang Allah firmankan dalam surat An-Nahl ayat ke-90: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Sejalan dengan firman Allah diatas, sila kedua ini mengajak bangsa Indonesia untuk menjadi manusia yang bersikap adil dalam segala hal. Tidak hanya bersikap adil dalam segala hal, namun kita juga dituntut untuk menjadi pribadi yang beradab. Hal ini juga sejalan dengan maksud pengutusan Nabi Muhammad SAW yaitu untuk menjadi insan yang beradab yaitu dengan memiliki akhlaq yang sempurna. “Persatuan Indonesia” yang menjadi bunyi dari sila ketiga

pun tak luput dari nilai –nilai Islam. Dalam surat Ali Imran ayat 103 Allah berfirman: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS Ali Imran:103) Walau hanya singkat, tetapi bisa kita simpulkan bahwa para perumus Pancasila tidak menginginkan adanya perpecahan di negri Indonesia. karena dengan keragamannya, sangat rentan bagi Indonesia terjadi perpecahan yang disebabkan oleh perbedaan suku, ras, atau budaya. Namun dengan mengusung moto “Bhinneka Tunggal Ika” Indonesia menegaskan bahwa walau mereka berbeda-beda, tetapi mereka tetap satu. Satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa. Selanjutnya adalah sila keempat, yang berbunyi “Ker-

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

32


akyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. ada poin penting yang harus kita garis bawahi yaitu tentang permusyawaratan. Ini sesuai dengan ajakan Islam kepada musyawarah. Saking pentingnya bermusyawarah, Allah sampai menjadikannya salah satu nama surat dalam Al-Qur’an. Surat Asy-Syuro. Di surat itu ayat ke 38 Allah berfirman: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” Yang terakhir adalah “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. yang kembali menegaskan keadilan, tidak hanya untuk suatu kalangan, suatu kelompok, mayoritas, atau minoritas, tetapi bagi seluruh warga Indonesia hal ini juga sejalan dengan Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 52 yang menyuruh kita untuk bersikap adil kepada semua

manusia. Sebagai seorang muslim yang berkebangsaan Indonesia, maka sepatutnya kita menerapkan Pancasila dalam kehidupa kita sehari-hari. Bukan berarti kita menafikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup kita, karena pada implementasinya pun tidak ada hal yang kontradiktif antara Pancasila dan AlQur’an. Keduanya bisa berjalan berdampingan untuk kesejahteraan kita. “Walau hanya singkat, tetapi bisa kita simpulkan bahwa para perumus Pancasila tidak menginginkan adanya perpecahan di negri Indonesia.” Bahwa Allah menyuruh kita untuk menaati Allah, RasulNya dan para pemimpin kita. Maka menjadi muslim yang juga “Pancasilais” adalah salah satu cara untuk mentaati para pemimpin. Karena Pancasila adalah dasar negara yang sudah ditentukan oleh pemimpin di tempat kita berpijak, Ibu Pertiwi.

33 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


BIODATA PENULIS

Nama: Arif Afandi Zarkasyi Pendidikan: S1 Universitas Mohammed V Rabat

For Your Info Jika kucing berada dalam kondisi yang cukup tenang untuk tidur, maka sistem gelombang otaknya sama dengan pola manusia yang bermimpi ketika tidur.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

34


P OJOK

Ada seorang detektif kulit hitam terlilit masalah uang. Sebuah kasus menggiringnya kemana ia tak bisa melangkah maju/mundur. Pelik sekali. Di ujung sana seorang wanita -kulit hitam- menelepon dari ruang kerja, sedikit cekcok dengan kekasih detektifnya. Pertengkaran ditutup dengan bumbu gombal dan rayuan ala hollywood. Ciamik! Sekilas adegan dalam film Inside Man karya Sutradara Amerika ternama Shelton Jackson “Spike” Lee, yang juga berkulit hitam. Sejujurnya ini bukan film tentang diskriminasi kulit hitam (walaupun banyak pemeran negro disana), pun juga bukan tentang rasisme warga Amerika (walaupun tampak adegan seorang Sikh yang berjenggot disangka sebagai teroris). Lebih daripada itu, disini menghadirkan kejahatan indah nan heroik dari para terduga “pembajak bank”. Pahlawan dan penjahat selalu menjadi dua tokoh yang bertolak belakang, bersaing satu sama lain untuk merebut perhatian masyarakat, bertikai di halaman depan warta kota, ataupun saling adu ketangkasan dan bertaruh harga diri serta kehormatan. Asumsi ini tumbuh dan berkembang di hati tiap orang. Walaupun tanpa

oleh: G.

PENJAHAT

disadari, justru mereka (pahlawan dan penjahat) adalah sepasang kekasih, suami-istri yang sering bertikai, bertengkar problema rumah tangga, namun keduanya sadar dan paham, mereka paling mengerti satu sama lain. Dalam istilah yang intim, kita sering mengucapkannya sebagai “kemesraan”. Penjahat di film Inside Man sudah barang tentu bajingan bagi para sandera disana. Perampokan bank besar-besaran, dengan menyandera seluruh nasabah dan karyawan yang -apes nya- ada di dalam bank, bukan main. Detektif Keith Frazier (yang diperankan sangat menggoda oleh Denzel Washington) harus menunda acara kencannya dengan sang kekasih lantaran kasus ini, sungguh kasihan. Namun justru jasa konseling datang dari dalang dibalik perampokan bank. Detektif Frazier yang berusaha mengontak bos penjahat untuk bernegoisasi, mendapat lampu hijau ketika diperkenankan masuk ke dalam bank, dengan dalih memeriksa sandera. “Kuberitahu, semua tempat sudah dikepung. Jika jadi kau, aku tak nyaman disini.”

35 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


“Tidak? Aku punya orang dalam.” “Kenapa tak keluar dari pintu depan saja?” “Akan kulakukan. Aku akan keluar dari depan jika sudah siap.” “Bisa kau lakukan hari ini?” “Kurasa tidak. Ada proposal lain?” “Oh tidak, jangan katakan proposal, pacarku dia ingin proposal dariku.” “Usiamu terlalu muda untuk menikah.” “Bukan, aku terlalu miskin. Mungkin sebaiknya aku merampok bank.” “Kalian saling mencintai?” “Ya, memang.” “Kalau begitu, uang tak ada artinya.” “Terima kasih, peram pok bank.” ... Dialog diakhiri meski dengan adegan kekerasan. Detektif Frazier menjatuhkan perampok dan bergulingan bersama di tangga. Komplotannya yang lain mengarahkan pistol ke kepala detektif. Detektif menyerah dan keluar dari pintu depan. Penjahat terkadang muncul sebagai bentuk penyeimbang dari dominasi pahlawan. Sebagai pendobrak aturan dan hukum-hukum yang selalu hanya datang sejenak, kemudian menghilang. Detektif Frazier mungkin keluar tanpa membebaskan sandera,

namun polemik cinta dengan sang kekasih sedikitnya telah terobati. Itulah guna terima kasih. Sekali lagi, pahlawan dan penjahat selalu saling mengerti, selalu saling memahami. Polisi dan pencuri yang kejar-kejaran, pencuri kabur dengan memikirkan perasaan polisi untuk mengejar, pun juga sebaliknya. Akhir kasus ini tak ada korban jiwa. Tak ada uang yang dirampok. Tak ada gedung yang rusak. Lalu? Detektif Frazier kembali ke bank beberapa hari setelah kasus ditutup, masih menyandang nama detektif. Di depan pintu ia bertabrakan dengan seorang nasabah yang akan keluar dari depan. Malam harinya sang detektif pulang ke rumah, ditunggu sang kekasih gelapnya. Saat membuka baju, ia baru sadar sebongkah permata menyelip di jasnya. Ah, pencuri tadi yang keluar lewat pintu depan. Terima kasih, perampok bank. ... Sementara di dalam mobil perampok bank sedang sibuk berdiskusi. “Kau yakin memberikannya?” “Dia orang yang tepat untuk menerimanya.” (Red.)

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

36


35 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.