SAYYIDUL AYYAM EDISI X | MEI

Page 1

EDISI X|MEI 2016

SAYYIDUL YYAM

MORAL DI UJUNG TANDUK

ketika anak-anak menjadi korban


In This Issue 5 Fokus|Menimbang Solusi Kekerasan Seksual 9 Dialog|FLP Maroko 13 Hot Topic|Manusia & Kekerasan Seksual 19 Kajian|Tujuan Syari’at dalam Menjaga Umat 25 Cerpen|Cappucino 34 Puisi|Bunyi 35 Resensi|Kitab “Silyatul Anfas” 41 Lifestyle|Mencegah Tindak Pencurian 47 Survei|Kekerasan Seksual & Hukuman 49 Pojok|Polos 1 EDISI X//MEI 2016


BEBAS BERKARYA MENULIS UNTUK GENERASI BANGSA MENULIS MASA DEPAN MENULIS SEJARAH

SAYYIDUL YYAM meet the team PPI Maroko Director of Content Agus G. Ahmad Executive Editor Azhari Mulyana Project Manager Rumaisah Murobbiyah

Office Manager Fakih Abd. Aziz Executive Assistant Rendika Agustianto Account Strategist Layyinah Nur CH. Creative Director Risky Muhammad H.

Interns Aniq Nawawi, Basyir Arif, Arif Afandi, Sarah Lathoiful, Arif Fadhila, Fahruddin, M. Sajid Contact 10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Mansour 10050 Rabat ppimaroko@gmail.com

EDISI X//MEI 2016 2


Publisher’s Note SEJAK beberapa hari terakhir, saya agak resah dan risih untuk membaca berita yang beredar di media-media masa, apa­ lagi yang sering muncul di beranda media sosial. Karena setiap hari harus mengecek pesan-pesan yang masuk dan beberapa info lain, tentu saja berita yang di-share oleh teman-teman tak luput dari pandangan. Dan yang ironis, mereka beramai-ramai menyiarkan berita tentang pemerkosaan dan pembunuhan, dengan korban yang berganti-ganti. Jujur, saya tak sampai hati untuk membacanya hingga tuntas, bahkan baru sampai ujung judul rasanya nyilu untuk meneruskan. Berita seperti ini hampir pasti adalah benar. Mereka yang menginfokan hampir pasti i­ngin­menyampaikan kebenaran. Rasanya, kasus “kopi Mirna” silam tak ada bobot­ nya dibandingkan kasus sekarang, tentang anak-anak sekolah yang meregang nyawa di tangan-tangan biadab. Terbukti, kasus racun sianida dalam segelas kopi yang lalu ramai jadi bahan “meme” dan gu­yonan. Bandingkan dengan kasus Yuyun dan Eno, tak ada bahan untuk ditertawakan, ma­ syarakat sepakat dengan kebejatan para pelakunya. Ramai-ramai publik menyebar foto tersangka dengan hashtag du­ kung hukuman mati. Para pelaku ini, en-

tah bagaimana saya harus menyebut­ nya. Mungkin kata “binatang” masih terlalu halus untuk mereka. Kematian atas dasar dendam sekiranya masih bisa diterima logika meskipun tetap salah dan tak pantas. Karena itu, kasus kopi sianida ataupun pembunuhan dosen masih agak “masuk akal” bagi para pembaca. Namun dalam kasus pemerkosaan ini, pembunuhan tak berdasar sedikit pun. Kematian seperti ini ditolak mentah-mentah oleh logika dan hati nurani kita. Yang membaca pastilah menelan ludah dan menahan nafas, kalau perlu menangis di tempat dengan cerita pilu ini. Apa yang salah dengan negeri kita? Apakah ini masih dalam topik pengalihan isu atau apapun itu? Entah. Yang jelas, mendengar anak-anak menjadi korban hawa nafsu se­ perti ini sudah keluar dari imajinasi terliar saya. Rasanya rindu membaca berita tentang polemik pilkada DKI atau topik-topik hangat seputar LGBT kemarin. Se­tidaknya saya mampu membaca berita-berita seperti itu sampai habis. Cukuplah saya membaca bobroknya para atasan di sana, daripada mendengar anak-anak kembali menjadi korban lingkaran setan ini. Semoga Tuhan mendengar keluhan kami.

Selamat membaca,

Agus G. Ahmad @goesghulam

3 EDISI X//MEI 2016


“Tuhan menilai apa yang kita beri dengan melihat apa yang kita simpan.” Buya HAMKA

Don’t forget visit us on facebook fanspage: PPI Maroko and our instagram: @ppimaroko and our twitter: @ppimorocco|Official Website: www.ppimaroko.com EDISI X//MEI 2016 4


SayyidulAyyam

FOKUS

HIDUP

Yang Kurang

Piknik

AKHIR-AKHIR ini, Indonesia seperti­ nya dalam keadaan darurat. Maraknya kasus kekerasan seksual saat ini menjadi cermin pengingat bagi kita masya­ rakat Indonesia untuk selalu mawas diri dalam setiap waktu. Dan seharusnya kita lebih paham lagi, bahwa kasus yang sedang hangat-hangatnya ini menandakan bahwa pemerintah harus lebih peka dan jeli dalam melindungi setiap warga negaranya, sesuai cita-cita bangsa yang tercantum dalam undang-undang.

Kasus kekerasaan seksual merupakan kejahatan yang sangat kejam. Dan lagi, kita semua tahu bahwa yang pa­ ling banyak menjadi korban kekera­ san seksual adalah wanita dan anakanak, contohnya seperti kasus Yuyun dan Eno. Untuk masalah ini, solusi paling dasar untuk menanggulangi maraknya kejahatan seksual adalah pembangunan karakter. Pembangunan karakter dimulai dari diri pribadi. Pembangunan karakter tidak terlepas dari peran tiga lembaga utama, yaitu keluarga, pemerintah dan lingkungan.

5 EDISI X//MEI 2016

Pembangunan karakter menjadi sa­ ngat penting dewasa ini dan harus dimulai dari kita, umat Islam, sebagai mayoritas warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi saat ini kita berada dalam situasi yang tak jauh berbeda dari sepuluh tanda kemunduran yang diprihatinkan oleh Thomas Lickona (guru besar pendidikan di Cortland University) dalam bukunya “Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility” (New York: Bantam Book, 1991). Thomas memperingatkan bahwa ka­ rakter suatu bangsa berada dalam ti­ tik kritis jika kesepuluh tanda kemunduran ini sudah tampak, yaitu: 1. Meningkatnya kekerasan di kala­ ngan masyarakat. 2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk. 3. Pengaruh kelompok sebaya yang kuat dalam tindakan. 4. Meningkatnya perilaku merusak diri, misalnya adalah penyalahgunaan narkoba, konsumsi minuman keras dll. 5. Semakin kaburnya pedoman moral


baik. 6. Menurunnya etos dan disiplin. 7. Merosotnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. 8. Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga. 9. Membudayanya akhlak buruk. 10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian.

ga menghasilkan pemikiran dan ide yang baru. Berikut adalah pemaparan dalam berbagai penelitian ilmiah.

Sebuah hasil penelitian dalam “Journal Applied Research in Quality of Life” menunjukan bahwa rasa bahagia bagi mereka yang suka liburan/piknik akan me­ ningkat tajam dibandingkan mereka yang tidak liburan. Bukan haKesepuluh tanda tersebut seperti­ nya nya itu, satu kali liburan juga dapat sudah banyak terlihat di sekeliling membuat seseorang merasa bahagia kita. Hendaknya kita menjadi lebih selama delapan bulan. Jeroen Nawijn, waspada untuk menjaga lingkungan sang kepala penelitian mengatakan, dan keluarga kita. “Tidak ada orang yang lebih bahagia selain mereka yang menikmati libuSolusi yang kedua adalah, penguatan ran.” Kalau sudah begini, masihkah paham keagamaan di lingkungan kita menolak peran piknik? Sederhamasyarakat. na memang, tapi harus diakui, ma­ syarakat kita mungkin kurang piknik. Seyogyanya, pemahaman keaga­maan pertama kali diperkenalkan oleh ke­ Sebuah penelitian yang dilakukan luarga, tempat pertama seorang anak oleh Nuffield Health kepada dua bemenempa diri dan me­ ngenal dunia. las orang, dimana enam orang diajak Seorang ayah/ibu menga­jarkan mana berlibur dan sisanya tinggal di rumah, yang baik dan yang buruk, mendo­ menghasilkan hasil yang berbeda. rong kepada lingkungan yang baik, Mereka yang berlibur punya sema­ mengajarkan cara berbagi dengan ngat yang lebih tinggi untuk memusesama, mengasihi antar sesama dan lai aktifitasnya kembali dibandingkan mengajarkan bahwa keberagamaan orang yang berdiam di rumah. De­ merupakan keniscayaan yang ada da- ngan pemikiran yang segar dan sehat lam dunia ini dan harus kita terima. serta jiwa yang bersih, segala macam pengaruh buruk dalam diri seseorang Kekerasaan seksual bisa jadi merupa- akan hilang, menjadikan ia manusia kan pengaruh lingkungan sekitar. Oleh yang bisa hidup dengan hal-hal posikarena itu, peran pemerintah sangat tif. besar dalam membendung pengaruh buruk yang ada--seperti narkoba-- Referensi: baik dengan mengeluarkan PERDA http://www.matahari.co.id/common/ tentang pelarangan obat-obat adiktif news_detail/24/241 maupun mengontrol lembaga-lemba- http://www.cnnindonesia.com/gayaga yang berperan aktif dalam masalah hidup/20150906173016-269-76952/ ini, seperti penguatan lembaga BNN. alasan-harus-sering-luangkan-waktu-untuk-piknik/ Dan yang ketiga adalah perbanyak piknik bagi individu. Piknik bisa dijadikan suntikan jiwa agar lebih fresh dalam menjalani kehidupan. Piknik berperan sebagai alat melepas segala kepenatan dan masalah hidup sehing-

RENDIKA Agustianto

EDISI X//MEI 2016 6


ALLEY

photo by: Jazmi Rafsanjani



FLP Maroko

Menoreh Mimpi Menulis di Afrika Yang Terlupakan Atas dasar Surat Keputusan Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena (FLP), FLP Wilayah Maroko diresmikan oleh Ketua Umum Sinta Yudisia Wisudanti, pada Rabu, 6 April 2016 di Hotel Yasmin, Rabat. Kami dari redaksi mengunjungi ketua FLP Maroko pertama, Aniq Nawawi untuk berbincang mengenai organisasi yang baru berdiri ini. Berikut wawancara kami.

Bagaimana awal mula berdirinya Lalu, apakah FLP Maroko ini nanti­ nya berada di bawah naungan PPI FLP Maroko? Maroko atau berdiri sendiri? Sebenarnya ini berawal dari rekomendasi MUBES (Musyawarah Besar PPI Nah itu. Ternyata ada AD/ART yang Maroko) yang sudah lama. Dan tahun mengatur kalau organisasi ini (FLP) ini coba kami seriusi. Dan alhamdu­ harus independen. Tapi bagaimana pun ini anak kandung PPI Maroko. lillah tembus. Dan tujuannya pun untuk PPI Maroko. Tapi berkaca pada Yaman, FLP di sana Kenapa baru mengambil kesem­ selalu bekerja sama dengan PPI. patan sekarang? Kenapa tidak dari dulu? Karena jumlah pelajar Sebelumnya sudah ada yang menga- Indonesia di Maroko yang jukan. Tapi ditolak terus oleh pusat. sedikit, apakah menjadi Kami pun awalnya hampir ditolak. Ka- kendala? rena itu prosesnya agak panjang. Kami mengajukan sejak akhir September. Tidak. Taiwan hanya berisi Dan baru turun SK (Surat Keputusan) 12 orang pada mulanya. akhir Februari. Dulu beberapa senior Dan kita harus malu de­­juga pernah mengajukan. ngan Hongkong, di sana tak ada mahasiswa, tapi

9 EDISI X//MEI 2016


DIALOG FLP-nya jalan. Tiap tahun para TKI menerbitkan buku. Kami ingin Maroko lebih dari itu. Karena kita pelajar. Jadi tiap tahun FLP Maroko beram足 bisi untuk menerbitkan buku? Inginnya begitu. Sesekali kita memang harus bekerja untuk peradaban, haha.

SayyidulAyyam

Bicara soal keanggotaan. Apakah personel FLP Maroko hanya akan terpusat pada para pelajar? Tidak, kami ingin juga gandeng ibu-ibu DWP KBRI Rabat dll. Kira-kira kendala apa yang akan dihadapi FLP Maroko kedepannya? Saya tidak tahu persisnya seperti apa. Tapi secara keseluruhan kendala FLP ke depan sama dengan kendala PPI. Kita tersebar di berbagai kota. Itu kendala utamanya. Terlebih kalau pembelajaran sudah mulai aktif. Dan juga yang paling penting adalah menjaga keinginan menulis anggota. Bagaimana dengan keuangan? Ada iuran anggota, tapi belum berjalan. Di Maroko sudah ada dua organi足 sasi. Gak tega buat narik untuk FLP lagi, haha. Tapi untuk sementara kami punya donatur. Oh ya? Kalau boleh tau siapa? Haha, itu rahasia dapur. Karena anggota tersebar di ber足 bagai kota. Kegiatan apa yang akan Anda usung? Ada beberapa opsi. Yang paling mudah, mas Basyir (ketua divisi kaderisasi) akan mencoba mengaktifkan program resensi. Kedepannya kami akan

Aniq Nawawi

Ketua Forum Lingkar Pena Maroko

EDISI X//MEI 2016 10


mengadakan pelatihan online yang langsung dipandu FLP pusat. Kami juga berencana membentuk beberapa tim penulisan buku antologi. Disesuaikan tiap kota. Tapi itu semua mungkin jangka panjang. Saat ini, kami akan mulai dari resensi. Dan musim panas nanti akan diadakan pelatihan menulis yang kedua. Terakhir, apa yang ingin dicapai oleh Anda selaku ketua FLP Ma足 roko? Yang membedakan pelajar dengan selain pelajar itu dua hal. Pertama kemampuan berbicara, dan kedua kemampuan menulis. Saya ingin setiap anggota nantinya bisa memiliki karya tulis masing-masing. Entah dalam model apa.

Ketua FLP Maroko Aniq Nawawi (kanan) bersama Ketua FLP Pusat Sinta Yudisia Wisudanti.

Ketua Divisi Kaderisasi Basyir Arif (kiri) bersama Ketua FLP Maroko mendapatkan hadiah buku dari ketua FLP Pusat.

11 EDISI X//MEI 2016


photo by: @proudlymorocco

EDISI X//MEI 2016 12


MANUSIA dan Kekerasan Seksual

13 EDISI X//MEI 2016


HOT TOPIC KEMAJUAN teknologi begitu pesat menghujam. Peradaban manusia di­ bangun di atas panji-panji mo­ dernisasi. Kemajuan hanya dilihat dari seberapa canggih barang elektronik yang digunakan, betapa me­ gah gedung yang dibangun mencakar langit atau seberapa besar nominal harta yang dimiliki. Semua itu sudah menjadi mindset umum dalam memandang kesuksesan dan kemajuan individu atau kelompok. Sehingga meninggalkan satu poin penting dalam bersosialisasi dengan sesama yaitu “moral”.

SayyidulAyyam

dan lembaga mitra Komnas Perem­ puan sejumlah 16.217 yang meningkat 9% dari tahun sebelumnya. Tak berhenti di sana, lembaga yang intens dalam melindungi hak-hak perempuan ini membagi ranah kekerasan seksual menjadi tiga bagian:

1. Ranah Personal Di ranah ini paling banyak terjadi kasus kekerasan seksual dalam arti kekerasan yang terjadi dalam hubungan kekeluargaan, pernikahan dan relasi intim (pacaran) mencapai ¾ dari kasus yang terjadi hingga menembus angka yang fantatis 70.115 Semakin maju zaman semakin kasus. tergerus moral manusia yang hidup di dalamnya. Hal itu berlaku sampai 2. Ranah Publik sekarang serta masa-masa yang akan Artinya kasus kekerasan seksual yang datang. Kita bisa melihat realita di terjadi dimana korban tidak ada hubusekitar kita khususnya di negeri kita ngan kekerabatan dan pelakunya bisa tercinta, Indonesia. Berbagai kasus orang yang dikenal maupun orang tak menjamur subur yang berkaitan de­ dikenal. Terdapat 22.284 kasus yang ngan kekerasan seksual yang me­ terjadi di ranah ini. nimpa kaum perempuan dan para anak kecil. Mulai dari kasus Angelina, 3. Ranah Negara Emon, Yuyun dan yang terbaru tak Dalam data yang terkumpul, ditemukalah sadisnya yang menimpa Eno, kan bahwa pelaku kekerasan adalah gadis yang dibunuh dengan cara yang aparatur negara dalam kapasitas berkeji dan tidak manusiawi. tugas. Artinya setiap pejabat yang melakukan tindak kekerasan dalam Data dan Realita masa jabatan yang diemban dari neMelambungnya angka kekerasan sek- gara. Jumlah kasusnya mencapai sual ini tidak lepas dari perhatian dan 1.561. kepedulian yang santer dari masya­ rakat dan pemerintah. Komisi Nasio­ Data yang tersaji di atas tentang ra­ nal Anti Kekerasan terhadap Perem- nah kekerasan seksual terkumpul dari puan (Komnas Perempuan) mencatat penelitian yang dilakukan Komnas pada tahun 2015 terdapat 321.752 Perempuan selama 13 tahun (mulai kasus kekerasan terhadap perem­ tahun 1998-2010) dengan total kasus puan, dengan kisaran 881 kasus se- keseluruhan 93.960 kasus. tiap harinya. Hukuman atau Solusi? Angka tersebut didapat dari penga- Banyak kalangan mengecam aksi kedilan agama sejumlah 305.535 kasus kerasan seksual yang terjadi. Mulai

EDISI X//MEI 2016 14


dari rakyat hingga para pejabat pasti berpegang teguh dalam satu suara yaitu menolaknya. Berbagai macam hukuman yang ditawarkan mulai dari 5 tahun penjara sampai 20 tahun penjara. Lalu hukuman suntik kebiri dengan zat kimia dan pemasangan chip pada tubuh para pelaku agar bisa terkontrol gerak-geriknya dari layar monitor pihak berwajib. Bahkan pemerintah sudah menaikkan level kekerasan seksual yang semula cuma pelanggaran asusila biasa, hingga naik pada tingkat pelanggaran hukum luar biasa yang sejajar dengan korupsi dan terorisme. Tapi yang jadi pertanyaan sekarang, apakah hukuman yang semakin berat dan rumit ini menjadi sebuah solusi yang nyata? Atau hanya sebagai formalitas pemerintah sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyatnya? Apakah berkurang tindak kekerasan seksual atau malah semakin menggila? Dan masih banyak pertanyaan yang membuntut di balik peraturan hukum tanpa adanya solusi yang ditawarkan untuk menangani bencana krisis mo­ ral yang menimpa kita bersama.

tik berat penulis dalam menyumbang sebuah solusi adalah pendidikan mo­ ral dan keluarga. Pendidikan moral ini menjadi aspek penting dalam terciptanya masyarakat yang bisa menghargai satu sama lain. Bisa mengerti bahwa nyawa tidak dapat dibeli dan menjadi manusia yang manusiawi bukan hewani. Usaha yang paling dekat untuk mewujudkannya yaitu melalui keluarga. Keluarga sebagai madrasah pertama bagi setiap manusia. Tempat belajar menatap kehidupan dan arus balik untuk berkeluh-kesah akan kerasnya hidup. Di sini tugas orang tua menjadi poros utama mendidik anak-anak untuk menjadi pribadi yang bisa menghargai dan mengerti mana perkara yang baik dan buruk. Sehingga ketika beranjak dewasa dapat membaca si­ tuasi dan menyikapinya dengan benar.

Tak luput juga agama sebagai perisai ampuh dan benteng diri dalam me­ ngatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya di hari esok. Tanamkan kepada anak-anak tentang nilai-nilai kemanusiaan serta arti dari kehidupan yang bersumber dari aturan-atu­ Pendidikan Moral dan Keluarga ran yang telah ditetapkan dalam agaDua aspek penting yang menjadi ti­ ma dan tunduk untuk mematuhinya.

15 EDISI X//MEI 2016


Penutup Aku tulis pamphlet ini Karena kawan dan lawan adalah saudara Di dalam alam masih ada cahaya Matahari yang tenggelam diganti rembulan Lalu besok pagi pasti terbit kembali Dan di dalam air lumpur kehidupan Aku melihat bagai terkaca: Ternyata kita, toh, manusia! WS. Rendra Sajak di atas sebagai penutup tulisan singkat ini. Semoga kita menjadi pribadi yang manusiawi dan sadar bahwa kita ini manusia bukan yang lain. Manusiakanlah manusia maka engkau akan dimanusiakan oleh manusia secara manusiawi! Terima kasih.

FAHRUDDIN Al-Mustofa

EDISI X//MEI 2016 16


Marhaban Ya Ramadhan photo by: Muhammad Sajid

17 EDISI X//MEI 2016


EDISI X//MEI 2016 18


SayyidulAyyam

KAJIAN

MAQASHID SYARI’AH Pendangan Terhadap Pergaulan Bebas dan Kekerasan Seksual SYARI’AT Islam hadir di tengah kehidupan manusia untuk mengatur, dan memperbaiki. Dalam setiap hukum syari’at yang ada, selalu terda­pat maksud dan tujuan. Dalam studinya, ilmu yang mempelajari tentang maksud adanya syari’at dikenal de­ ngan ilmu Maqashid asy-Syari’ah. Mari kita bahas tentang ini dulu. Secara etimologi, Maqashid asySyari’ah terangkai dari dua suku kata, maqashid dan asy-syari’ah. Maqashid adalah bentuk jamak dari “maqshud” yang telah tereduksi menjadi perbendaharaan kosa kata Bahasa Indonesia dengan arti “maksud dan tujuan”, yang berasal dari akar kata “qashada-yaqshudu”. Adapun syari’ah, secara bahasa berarti jalan menuju sumber air, atau jalan menuju sumber kehidupan. Sedangkan secara terminologi, maqashid asy-syari’ah adalah maksud dan tujuan dari adanya syari’at itu sendi-

19 EDISI X//MEI 2016

ri dalam setiap butir-butir hukum yang terlahir dari rahimnya. Imam Asy-Syathibi mendefinisikan, bahwa syari’at itu ditetapkan dengan tujuan agar tegaknya kemaslahatan pada manusia di dunia dan akhirat. Secara sederhana, ia menyebut “Al-Ahkam masyru’ah lii mashalih al-‘Ibad”. Hukum semata hadir demi terwujudnya kemaslahatan pada diri manusia. Selanjutnya, Asy-Syathibi merumuskan lima kaidah dasar maqashid asysyari’ah, yaitu: (1) Hifdz ad-din, menjaga agama; (2) Hifdz an-nafs, memelihara jiwa; (3) Hifdz al-’aql, memelihara akal; (4) Hifdz annasab, memelihara keturunan; dan (5) Hifdz al-mal, memelihara harta. Maqashid asy-syari’ah adalah konsep untuk mengetahui hikmah (nilai-nilai dan sasaran syara’ yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an dan Hadits) yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada manusia, demi terciptanya ke­


baikan dan kemaslahatan untuk manusia di dunia (dengan mu’amalah) dan akhirat (dengan aqidah dan ibadah). Semua ini terangkum dalam kebutuhan dharuriyat (primer), kebutuhan hajiyat (sekunder), dan tahsiniyat atau kamaliyat (tersier). Dharuriyah (kebutuhan primer) adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan dunia maupun akhirat. Jika tidak ada, maka bisa menyebabkan kehancuran dalam kehidupan dunia maupun a­khi­rat. Ini mencakup pada pemeliharaan ter­ hadap lima hal yang telah disebutkan sebelumnya; agama, jiwa, akal, nasab dan harta. Untuk menjaga hal-hal tersebut, Imam Syathibi menawarkan dua cara pendekatan. Pendekatan pertama dari sisi al-wujud (mewujudkan hal-hal yang baik) dan al-‘adam (menghindarkan hal-hal yang bisa merusak). Kemudian hajiyah (kebutuhan sekunder) adalah sesuatu yang diperlukan keberadaannya untuk kemudahan dalam hidup. Jika tidak ada maka akan membawa kesulitan dalam hidup, namun tidak sampai pada tahap kehancuran seperti yang pertama tadi. Dalam Islam kita mengenal adanya keringanan untuk meringkas shalat saat dalam perjalanan (qashar), ini termasuk contohnya. Sementara tahsiniyah (kebutuhan tersier) adalah sesuatu yang sepatutnya ada karena tuntutan kesopanan dan adat istiadat. Jika tidak, maka akan mencederai kesopanan dan dinilai tidak pantas. Contohnya menutup aurat dalam ibadah dan menjauhi makanan dan minuman yang najis. Sekarang mari membahas tentang kekerasan seksual dan pergaulan bebas yang sangat meresahkan masyarakat. Dan mengaitkannya dengan lima prin-

sip dasar dalam ilmu maqashid tadi. Di era modern ini terutama di Indonesia, sedang hangat insiden pemerkosaan yang terjadi pada pelajar, bahkan yang le­ bih memilukan lagi kenistaan ini menimpa pada anakanak di bawah umur seperti anak SD. Pun begitu banyak kejahatan dan kekera­ san yang terjadi pada kaum perempu­an. Mulai dari penganiayaan, pemerkosaan sampai pembunuhan. Padahal sudah dijelaskan dalam aga­ ma hal tersebut tidak dibenarkan karena me­ rugikan orang lain dan me­ rendahkan marta­bat para perempuan. Kesucian yang menjadi hal urgen pada diri wanita, sedang dikoyak dan dinodai oleh naluri kebinata­ngan manusia. Begitu juga pergaulan bebas yang sudah merajalela di berbagai kala­ ngan yang terjadi pada kaum remaja, dimana yang mereka inginkan hanyalah kesenangan belaka. Pergaulan bebas merupakan penyimpangan pe­r­ilaku masyarakat yang melewati ba­tas kewajaran aturan. Pergaulan bebas harus dihindari oleh setiap masya­rakat, khususnya bagi remaja yang emosinya masih labil atau masih mencari jati diri. Di usia remaja, lebih rentan terpengaruh serta belum memahami dengan baik hakikat dan konsekwensi dari apa yang mereka lakukan. Dengan lima pokok dalam maqashid asy-syari’ah di atas, tindakan kekerasan seksual dan pergaulan bebas yang terjadi di masyarakat dapat ditanggulangi dengan menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Pertama: menjaga agama, dituturkan dalam kitab “Muwafaqat” karya Imam Syathibi, manjaga agama berdasarkan klasifikasinya terbagi menjadi tiga macam, dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Jika kita tilik lagi dari

EDISI X//MEI 2016 20


potret maqashid, pergaulan bebas pada remaja dan kekerasan seksual, termasuk dalam kategori tahsiniyat. Memelihara agama dalam tahsiniyat guna menjunjung tinggi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksa­ naan kewajiban kepada Tuhan, seper­ ti menutup aurat baik dalam shalat maupun di luar shalat, membersihkan perbuatan-perbuatan tercela, misal­ kan perbuatan yang bisa mengundang pergaulan bebas para remaja yang masih labil. Semua ini agar terhindar dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Kedua: menjaga jiwa, menjaga jiwa adalah memelihara nyawa agar tidak terpisah dari raga, hidup secara terhormat dan memelihara jiwa agar terhindar dari tindakan penganiayaan, baik berupa pembunuhan, maupun pelukaan. Menjaga jiwa terletak pada tingkatan kedua setelah menjaga aga­ ma. Dari maksud menjaga jiwa ini, ditetapkan pula hukum jinayah (tindak kriminal) dalam Islam.

tingkatan hajiyat misalnya dengan memakan makanan yang lezat namun halal. Sementara itu, menjaga jiwa dalam tingkatan tahsiniyat contohnya adalah dengan menjaga adab-adab makan. Kekerasan seksual dan pergaulan bebas, akan berimbas pada penganiayaan terhadap korban seksual tersebut. Menjaga jiwa dalam kaidah maqashid syari’ah, dimaksudkan agar para pelaku kekerasan seksual tersebut mendapatkan hukuman setimpal, sekaligus sebagai langkah preventif bagi yang lainya. Mengacu pada aturan Al-Qur’an, maka si pembunuh idealnya harus dibunuh juga, berdasarkan pada ayat, “Kami tetapkan atas mereka di dalam (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishasnya.” (Q.S. Al-Maidah: 45) Ketiga: menjaga akal, menjaga akal dimaksudkan agar manusia da­ pat menggunakan akal layaknya manusia, jauh dari sifat-sifat buruk hewan, karena secara istilah dapat dikatakan bahwa manusia adalah hewan yang berpikir.

Menjaga jiwa merupakan salah satu maqashid asy-syari’ah yang sudah ditetapkan oleh Allah. Menjaga jiwa dalam tingkatan dharuriyat, dengan memenuhi semua hal yang dibutuhkan demi menjaga eksistensi hidup, seperti makanan dan keselamatan atau keamanan. Sedangkan dalam Menjaga akal merupakan salah satu

21 EDISI X//MEI 2016


tujuan dari hukum-hukum Allah dalam bidang mu’amalah dan jinayah. Menjaga akal dalam tingkatan dharuriyat adalah dengan menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan hilangnya akal, seperti minum minuman keras. Dalam tingkatan hajiyat misalnya menambah kemampuan akal dalam berpikir, de­ ngan cara menimba ilmu pengetahuan. Sedangkan pemeliharaan akal dalam tingkatan tahsiniyat adalah dengan menjaga akal dari halhal yang tidak berguna seperti berputus asa. Sudah jelas bahwa maqashid asysyari’ah ingin agar kita tidak me­ ngonsumsi khamr (minuman keras), narkoba, pil koplo dll. Semua ini dapat merusak akal kita. Tidak sedikit para remaja masih terbawa pergaulan bebas dengan berfoya-foya. Jika akal telah hilang, maka manusia tidak da­ pat dikatakan sebagai manusia seutuhnya, sebab salah satu unsur pokok pembeda antara manusia de­ngan binatang terletak pada akalnya. Karena itu, syari’at diturunkan agar akal manusia tetap terjaga dan digunakan untuk kemaslahatan diri, agama, dan negaranya. Diharamkannya seluruh makanan dan minuman yang me­ rusak akal karena tanpa akal manusia laksana binatang. “Law la al‘aql lakana an-Nas ka al-baha’im”.

Keempat: menjaga keturunan, menjaga keturunan atau kehormatan adalah memelihara kelestarian manusia dan membina sikap mental gene­ rasi penerus. Menjaga keturunan dalam tingkatan dharuriyat contohnya dengan me­ lakukan pernikahan yang sah untuk menghindari perzinahan. Pernikahan menjadi wajib hukumnya jika dikhawatirkan akan terjerumus pada lembah perzinahan. Pada tingkatan hajiyat, menjaga keturunan dilakukan dengan menyebutkan jumlah mahar yang diberikan kepada pengantin perempuan saat akad dilaksanakan. Sedangkan menjaga keturunan pada tingkatan tahsiniyat adalah dengan melaksanakan khitbah (lamaran). Peran maqashid asy-syari’ah ini menuntut manusia untuk memelihara keturunan dan kehormatannya, karena pergaulan bebas pada remaja bisa menyebabkan zina atas dasar suka sama suka, begitu juga perbuatan yang mendekati zina (pacaran), zina mata, zina hati, dan zina tangan. Semua ini yang sering terjadi pada para remaja maupun dewasa. Inilah dampak dari pergaulan bebas yang tak tersaring. Kita semestinya menjaga keturunan dengan pernikahan, bukan dengan seks bebas yang dapat merusak tatanan kehidupan manusia.

EDISI X//MEI 2016 22


Apalagi dengan pemerkosaan yang merupakan zina paling keji. Kelima: menjaga harta, contoh menjaga harta pada tingkatan dharuriyat adalah dengan mencari harta dengan jalan yang halal. Sedangkan pada tingkatan hajiyat, seperti melakukan transaksi jual beli yang memudahkan. Dan pada tingkatan tahsiniyat dengan menghindari penipuan. Seperti halnya pergaulan bebas yang terjadi pada remaja yang tidak terpantau oleh orang tuanya, mereka menghalalkan sesuatu yang haram dengan cara apapun yang penting bisa mendapatkan uang untuk berfoya-foya atau bahkan untuk membeli narkoba dan mabuk-mabukan. Oleh karena itu, terdapat hukuman potong tangan bagi mereka yang mengambil harta orang lain tanpa hak dalam jumlah yang telah ditentukan. Atau ta’zir berupa kuru­ ngan yang akan memotong umur­ nya di penjara. Pada masa sekarang, pemeliharaan lima hal pokok ini terkandung dalam hak asasi manusia, tentunya tiap hak memilik ba­ tasan, yaitu hak-hak orang lain. Dengan meng­atasnamakan HAM lalu semena-mena mengambil hak hidup orang lain, apa namanya jika bukan perbuatan merusak dan keji?

SRI Hidayanti

23 EDISI X//MEI 2016


EDISI X//MEI 2016 24


CAPPUCINO sebuah cerpen

TEMPAT itu selalu ramai, di waktu yang sama juga sepi, hening. Orang-orang dengan berbagai model dapat kalian temukan di sana, mulai dari anak sekolahan, penjual bunga, pegawai kantor, mereka yang datang sendirian maupun berdua dengan sang kekasih. Dan juga, seorang wa­ nita muda dengan blues biru lengan panjang dan celana levis cokelatnya.

na demam.

“Mas, halo, mas?” Wanita itu melambaikan tangan, di hadapannya tampak seorang lelaki tak menggubris. “Mas, mas E-Erik?”

“Oh, itu mbak, hmm, isi formulirnya aja mbak, terus foto 4x6 tiga lembar. Itu aja mbak Ar-dila.” Ia tampak berusaha keras mengeja nama yang ada di KTP, Mita Ardila.

“Hmm, terus gimana mas?” “Eh? Gi-gimana apa ya?” jawabnya bingung. “Itu loh mas, syarat buat kartu anggota perpustakaan, selain fotocopy KTP?”

“Oh, Ma-maaf mbak? Ada yang bisa saya bantu?” “Terima kasih mas.” Balasnya sambil tersenyum kecil. “Oh iya, panggil Mita “Itu mas, KTP-nya mau saya ambil.” aja mas. Saya permisi dulu.” Senyumnya masih merekah sampai ia berba“KTP? Oh maaf mbak, maaf! Saya lik badan. lupa.” Erik tampak gugup, matanya berkedip cepat. KTP yang ia genggam “Be-bentar mbak!” Erik sedikit menge­ dari tadi kini dikembalikan. “Mbak, raskan suara, menahan wanita tadi kok tau nama saya?” untuk pergi. Beberapa pengunjung tampak menoleh ke arahnya. “Oh, itu mas.” Ia menunjuk pin nama di atas saku baju Erik. Erik menunduk “Iya? Ada apa lagi mas?” malu, wajahnya merah seperti terke-

25 EDISI X//MEI 2016


“Ini formulirnya ketinggalan mbak.” Jawabnya sembari menjulurkan kertas formulir berwarna hijau, dengan kedua tangan yang bergetar. Mita perlahan menyambut kertas yang seakan tak ingin dilepas oleh Erik. “Satu lagi mbak, tadi ada yang salah. Fotonya itu lima lembar mbak, bukan ti-tiga.” Ia berkata seperti itu dengan isyarat empat jari, tampak sekali groginya. Mita tertawa kecil, lalu kembali berbalik badan. Sementara Erik masih berdiri menatap punggungnya sampai keluar. Tangannya tak sempat melam­ bai. Dasar lelaki payah. *** Sudah tiga bulan, sejak pertama kali wanita itu datang ke perpustakaan. Dan Erik baru tahu namanya hari ini, Mita Ardila, lewat KTP pula. Sementara di benak Erik hari itu masih terbayang jelas, hujan pertama di bulan Desember. Erik berjaga sampai lepas senja, dari balik jendela perpustakaan ia dapat melihat halte di pinggir jalan. Tak ada yang istimewa, ramai seperti biasa. Jika ada yang menarik perhatiannya, mungkin seorang wanita yang duduk di sana sejak sore hari, dengan baju cokelat berkeren­ da, rambut panjangnya menyentuh bahu. Entah sudah berapa kali bis datang dan pergi, penumpang naik dan turun, namun wanita itu tetap di sana, diam tak bergeming. Tiap Erik menatap keluar jendela, wanita itu masih belum beranjak, dan jam buka perpustakaan pun habis, sementara hujan belum bosan menemani. Sudah hampir jam enam, bis terakhir sebentar lagi sampai, Erik bergegas ke halte, dan di sana hanya tinggal wanita itu seorang. Suasana­ nya agak canggung, mereka diam dalam lamunannya masing-masing. Erik hanya berdiri di pojok halte, bebe­rapa kali terlihat memeriksa jam tangan dan mengamati jalan sekitar. Sese-

kali ia menoleh ke belakang, tanpa ada rasa cemas bila tak sengaja mata mereka saling bertemu, karena sedari tadi wanita itu terus menunduk, mungkin sedang berdoa, batin Erik. Samar-samar cahaya lampu menerobos di balik rintik hujan, mulai sebatas titik kecil sampai akhirnya cukup menyilaukan pandangan. Suara mesin bis semakin dekat saja, Erik segera meringkas payung di tangan­ nya. Dan bis yang ditunggu akhir­nya tiba juga, berhenti tepat di depan halte, tampak masih banyak bangku kosong di dalam. Erik langsung beranjak, kaki kirinya sudah di ambang pintu masuk, tangan kanannya juga sudah merogoh uang receh di saku celana, namun langkahnya terhenti sampai di situ. Ada yang mengganjal kakinya. Ada yang tertinggal di belakang sana, seorang wanita duduk sendirian sejak sore tadi, dan bis terakhir sudah hampir berlalu, tapi ia masih diam tak bergeming. Wanita seperti itu, ia tak sedang menunggu apapun atau siapapun, hanya sedang kesepian. Sama seperti Erik yang mengurung diri di perpustakaan selama ini. “Mas! Mau naik gak?” Teriak supir bis dari dalam. Erik menggeleng, kaki­ nya ia tarik kembali. Supir bis itu terlihat jengkel, sumpah serapah keluar dari mulutnya sambil tancap gas. Hari itu Erik pulang terlambat. Ia mencari caffe terdekat dari halte, membeli dua gelas cappucino, lalu kembali lagi ke halte setelah sholat. Malam yang melelahkan, berkali-kali Erik membuka obrolan namun tak direspon. Cappu­ cino yang dibelinya sampai dingin. “Maaf mbak, saya gak tahu mbak suka minum apa.” Erik tak berani bertatapan langsung, dan lebih memilih duduk berjauhan. Jarak di antara mereka berdua cukup untuk ditempa-

EDISI X//MEI 2016 26


ti tiga orang. “Eh, i-ini gak saya kasih apa-apa kok mbak minumnya. cappucino biasa, hehe.” Erik gagal mencairkan suasana. Hawanya malah semakin dingin. Ia mencoba membuka pembicaraan kembali. “Hmm, saya egois ya mbak. Gara-gara saya suka cappucino jadi gak mikir pesan yang lain. Padahal tadi ada coffe latte, espresso, mochachino.” Ia menghela nafas sejenak. “Saya suka cappucino dari paman saya. Dari dulu paman yang ngasuh saya sampai lulus sekolah. Orang tua saya…” Erik menatap langit malam yang masih menangis. “Meninggal pas saya masih kecil, kecelakaan.” Matanya tampak berkaca-kaca, kemudian tersenyum getir. “Jadi yah, paman udah saya ang­ gap ayah sendiri. Waktu baru masuk kuliah, paman ngedrop, saya jadi sering main ke Rumah Sakit. Tiap mampir paman pasti titip cappucino, padahal gak boleh sama dokter. Saya bilangin bolak-balik paman cuma senyum. Dasar orang tua. Katanya saya masih terlalu kecil buat ngajarin paman.” Ia meneguk sisa cappucino di gelasnya. “Terakhir kali saya bawa cappucino, paman udah pergi. Akhirnya gelas terakhir saya minum sendiri. Yah, sejak itu saya mulai se­ ring minum cappucino.” Erik belum pernah bercerita panjang-lebar sebelumnya, apalagi soal kehidupan pribadi, ia cenderung menutup diri. Dan malam itu, batasan yang dibuatnya sudah ia langgar, berbagi kisah dengan orang yang tak dikenal. “Maaf, saya jadi curhat, haha.” Erik menoleh ke samping, lawan bicara­nya masih membisu. “Hmm, gak peduli siapapun orangnya, kalau ada kena­ ngan yang indah akan sulit untuk dilupakan. Paman, ayah, ibu. Malam ini juga akan jadi kenangan. Saya gak

27 EDISI X//MEI 2016


kenal mbak siapa, tapi kalau saya ninggalin mbak sendirian di sini, ra­ sanya saya udah buat kenangan yang buruk. Itu juga sulit dilupakan mbak.” Lalu ia berdiri dari tempatnya, memeriksa sisa tetes hujan malam itu. “Hujannya udah mau reda.” “Kamu gak pulang?” Tiba-tiba terdengar suara wanita menyahut. “Nanti, lagian gak ada yang nunggu saya di rumah. Eh?” Erik menoleh, kalimatnya putus di tengah-tengah. Kali ini mereka berdua saling bertukar pandang. Dan baru ia sadari, mata yang tersembunyi di balik ke­sedihan itu sangat indah, seperti kaca. Ia sampai bingung mau berkata apa. “Kamu gak pulang?” Wanita itu meng­ ulangi pertanyaannya. “Eh, i-iya, nanti.” Cappucino yang dari tadi di­ campakan akhirnya diminum juga, walaupun hanya seteguk. “Gak enak, dingin. Tapi, terima kasih cappucino-nya.” Wanita itu berdiri setelah berjam-jam duduk, dan cappucino di tangan kanannya. Tanpa menoleh ke belakang ia langsung menyetop taksi yang lewat, lalu masuk, dingin sekali. Kali ini Erik yang diam tanpa suara. Sebelum pergi, jendela taksi itu terbuka setengah, dari balik kaca terdengar suara seorang wanita.

“Kalau saya ninggalin mbak sendirian di sini, rasanya saya udah buat kenangan yang buruk.”

“Saya gak suka cappucino. Tapi mulai hari ini, saya mulai sedikit suka.” Lalu taksi itu pun berlalu. Sungguh malam yang panjang. Erik terdiam di sana, tak mengerti dengan maksud kata-kata tadi. *** Wanita itu duduk di perpustakaan setelah lewat dua hari, dengan blues biru dan celana levis cokelat, tepat di samping jendela, memegang buku “Sang Alkemis” Paulo Coelho. Hari itu Sabtu terakhir di bulan Desember. Mereka berdua tak bertegur sapa, apalagi sampai mengob­ rol, bahkan terkesan baru pertama kali bertemu. Kenangan malam itu terkubur dalam benak masing-ma­ sing. Walaupun tak sempat menya­ pa, Erik tahu satu hal, wanita yang dilihat­ nya murung kemarin sudah mulai tersenyum sekarang. Senyum yang tak sempat dilihatnya malam itu, ternyata sungguh menawan. Ah, Erik menepuk-nepuk wajah­nya, berusaha kembali ke kehidupan nyata. Erik tak percaya dengan cinta pada pandangan pertama, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini sekedar rasa lega melihat wanita itu bisa tersenyum. Namun saat wanita itu lewat di depannya, apa yang bergemuruh di dada Erik kian jelas, jantung­ nya berdegup kencang, dan ia mulai tersenyum sendiri. Baiklah, kalau pun ini cinta, tetap bukan cinta pada pandangan pertama, mereka berdua sudah bertemu sebelumnya, Erik berusaha menghibur diri. Aneh sekali, tak biasanya ia seperti itu. Sampai jam tutup perpus mereka berdua masih tak saling menyapa, bahkan wanita itu sama sekali tak menoleh saat lewat di depannya, hanya Erik yang terus menatap dari belakang. Rasa­ nya kejadian semalam hanya mimpi belaka, ya, hanya mimpi.

EDISI X//MEI 2016 28


Esoknya wanita itu datang kembali, lalu esoknya lagi, lagi dan lagi. Erik sampai hapal jadwal kunjungannya ke perpus. Selalu tiap Selasa, Kamis, Sabtu dan Minggu. Dengan pakaian yang berbeda-beda. Kaos putih dibalut cardigan merah marun dan celana hitam di hari Selasa. Baju cokelat berkerenda dan rok panjang gelap di hari Kamis, blues biru dan celana levis cokelat di hari Sabtu, dan di akhir pekan selalu kemeja dengan garis hitam putih yang lengannya digulung sampai ke siku. Apapun, selalu terlihat indah jika dia yang memakai. Erik selalu memerhatikan wanita itu, dari balik mejanya, dari celah-celah buku yang ia baca tiap hari.

kan? Terkadang ada sedikit aroma alkohol tersisa dari tangan­nya, mungkin dia seorang perawat? Ah, shift perawat juga minimal empat hari dalam seminggu, waktunya tak cukup untuk ia datang ke perpus. Mungkin guru? Ya, mungkin. Entah itu privat atau di sekolah-sekolah. Saat kosong mengajar pasti ia sempat untuk datang kemari. Tunggu dulu, dan kenapa juga Erik harus mencari tahu pekerjaan wanita itu? Ia mulai senyum-senyum sendiri. Entahlah apa pekerjaaannya, cukup wanita itu datang dan duduk di samping jendela, ia tak peduli hal yang lain. Erik hanya ingin ber­ kenalan dengan resmi, karena dulu tak sempat menanyakan namanya. Namun ketika wanita itu lewat, malu kembali membungkam. Wajar saja, sejak ditinggal sang paman, ia yang dari awal sudah menutup diri semakin menyendiri, dan lebih memilih menjadi penjaga perpustakaan, berkubang dalam buku-buku yang menjadi temannya, yang ia anggap menyenangkan dan tak banyak bica­ ra. Apalah dayanya untuk menggoda seorang wanita? Hingga akhirnya Erik sendiri yang memutuskan untuk sekedar mengaguminya dari jauh.

Padahal Erik yang lebih dulu mengajaknya ngobrol saat berjumpa di halte pertama kali, sungguh pelik, kini sekedar ‘hai’ saja ia bingung bagaimana harus berucap. Setiap mata mereka tak sengaja bertemu, Erik segera memalingkan wajah, membuang mukanya ke halaman buku yang sudah habis ia baca. Ingin menyapa tapi entah siapa namanya, ingin bertanya pun bingung bagaimana harus memulai. Sebenarnya ia hanya malu, dan malu itu yang selalu mendekapnya di dasar laut. Berenang bersama ikan-ikan dalam fan- “Mas, kalo mau minjam buku gimana tasinya sendiri. ya?” Sudah tiga bulan berlalu, wanita itu selalu membaca buku karangan Paulo Coelho, novel-novel Umberto Eco, cerpennya Putu Wijaya, dan seminggu terakhir ia tampak membaca buku “War and Peace” Leo Tols­ toy. Selera sastranya bagus juga. Dan lagi ia tak pernah absen untuk berkunjung ke perpustakaan. Wanita itu jelas bukan pegawai kantoran, terlihat dari baju yang dipakainya tiap datang, lagipula tak ada kantor yang libur empat hari dalam se­ minggu,

29 EDISI X//MEI 2016

“Buat kartu anggota dulu mbak.” Matanya masih mengejar paragraf terakhir yang hampir habis ia baca, barulah Erik menoleh ke arah suara tadi. “Eh?” Tiba-tiba ia terdiam, seorang wanita dengan buku “War and Peace” berdiri di depannya. Erik memeriksa bangku di samping jendela, kosong. Ini bukan khayalan. “A-ada apa mas?” Wanita itu kembali bertanya seraya tersenyum. Erik mungkin tak bisa bercermin, namun


wajahnya lambat laun mulai meme­ gunanya kertas kado jika ditulis de­ rah. ngan gamblang seperti itu? Memang seorang pecundang, bahkan ia tak “Eh, iya. Tadi, apa ya mbak?” Sudah tahu arti dari sebuah ‘kejutan’. jelas dari awal ia mendengar, namun begitu saja lupa apa yang didengar- Kurang dari setengah jam lagi nya tadi. waktu buka perpus berakhir. Di dalam hanya tinggal beberapa orang dengan “Mau minjem buku, mas.” Lagi-lagi ia hitungan jari, salah satunya seorang tersenyum. Sejak kapan ia mulai se­ wanita dengan blues biru lengan panring senyum begini ya? Entahlah, Erik jang dan celana levis cokelat. Duduk tak mau ambil pusing. Pada akhir­ di samping jendela, membaca “Jenya, butuh tiga bulan sampai Tuhan jak Langkah” Pramoedya. Biasanya mengabulkan angannya, butuh wak- jam sekian wanita itu sudah pulang, tu selama itu hanya untuk berkena­ namun hari itu dia terus membaca, lan. Pengetahuan Erik tentang wanita terus menunggu. Sementara lelaki itu meningkat pesat setelah melihat pecundang tadi tak kunjung mengerKTP-nya. Ia bernama Mita Ardila, ti. Dan kini tinggal mereka berdua di ulang tahunnya 25 Juni, dan lagi ia dalam sana. belum menikah. Ternyata hanya me-

lihat tanda pengenal seseorang bisa sebahagia ini. ***

25 Juni 2015 Lelaki itu berkali-kali memeriksa sebungkus kado di bawah meja­ nya. Dibungkus kertas berwarna cokelat dengan pita kecil di tengah­ nya. Dari bentuknya sudah bisa ditebak apa yang menunggu di dalam sana. Persegi panjang, dengan ukuran pas di genggaman. Pasti buku. Lelaki itu memang seorang pecundang yang tak bisa mengungkapkan perasaannya. Dan kado itu, hanyalah sepatah kata dari sekian ratus paragraf yang tak sempat diucapkan.

“Hmm, m-mbak, udah mau tutup.” Erik menghampiri bangku samping jendela itu. Tangannya diselipkan di belakang punggung. Dari cara ia memainkan kakinya, jelas sedang grogi. Mita mengembalikan “Jejak Langkah” ke raknya semula. Lalu melangkahkan kakinya keluar tanpa bicara. Kaki kirinya sudah di ambang pintu, namun langkahnya terhenti mendengar namanya dipanggil. “Mita!” Erik hampir berteriak. Wanita itu menoleh. Mata mereka kembali bertemu. Lalu lelaki pecundang tadi datang menghampirinya. Dan kini mereka saling berhadap-hadapan.

“Selamat ulang tahun.” Erik meng­ Dear, Mita Ardila. Selamat membaca. ulurkan kado yang dibungkusnya semalaman. Ia tak berani menatap Aish, dia ini bodoh atau apa? Lalu apa langsung, terlalu malu. Bahkan war-

EDISI X//MEI 2016 30


na kertas dan pitanya sengaja disera­ “Ini kan satu jalur dengan rumahku,” sikan dengan warna baju Mita hari batinnya. itu. Cokelat. Hari itu perpustakaan tutup le­ “Terima kasih.” Mita tersenyum mene­ bih cepat. Erik bergegas menuju halte, rima hadiah pemberiannya. Lalu tak beruntung bis datang lebih awal dari terasa air mata mulai menetes mem- biasanya. Ia segera masuk dan duduk basahi pipinya, jatuh ke lantai. di bangku belakang, samping jendela. Rasanya lebih tenang jika bisa “Kamu nangis?” Belum sempat ber- melihat keluar, memerhatikan meretanya lebih lanjut, Mita sudah terlan- ka yang berlalu-lalang dari balik jenjur berlari keluar. Dari balik jendela dela. Ia tak sabar untuk cepat sampai itu, ia terlihat naik bis yang datang, ke alamat yang dituju. La­ ngit mulai lalu duduk di bangku paling belakang. mendung di atas sana, lalu rintik hujan mulai turun, gerimis menemani *** perjalanannya. Rasanya seperti per Mereka pertama bertemu saat tama kali mereka bertemu dulu. Hari hujan akhir tahun, mengetahui nama berhujan seperti ini. Untung ia tak masing-masing di bulan Maret, dan lupa membawa payung. Kemudian ia menjadi semakin dekat pada 25 Juni turun di halte terakhir, dan mengam2015. Lalu berpisah sehari setelah- bil ojek dari sana. Ting tong. Dengan nya, awal bulan Juli Mita tak per- gugup ia beranikan diri menekan bel nah kembali. Apa dia tidak suka de­ itu. “Semoga tak salah rumah,” ia ngan kadonya? Mungkin. Tapi sampai berkata dalam hati. Kemudian tamharus absen selama ini, melewati pak seorang wanita membuka pintu, hari-harinya di perpustakaan, ada apa wajahnya sedikit lebih tua dari Mita. gerangan? Erik hanya bisa meman- Tapi senyum di wajahnya hampir sedangi fotonya yang sengaja ia taruh rupa. di dompet. Dan bangku samping jendela itu masih tetap kosong, sepi. “Siapa ya?” wanita itu bertanya soAh, dasar bodoh, dari dulu memang pan. hanya buku-buku yang menemani Erik, sekarang pun tetap sama, tak “Maaf, itu… saya temannya Mita. Ini ada yang berubah. Tapi kenapa tera- benar rumahnya?” Erik sedikit gugup sa ada yang hilang? Seperti dulu saat menjawab. pamannya pergi. Erik merogoh rak di mejanya yang berisi berkas-berkas “Kamu, E-rik?” pendaftaran. Lalu akhirnya ia menemukan itu, berkas pendaftaran Mita “Eh? I-iya, mbak… tahu dari mana?” Ardila. Seharusnya di sana tercantum Erik semakin bingung. alamat rumah Mita. Dan ini dia, Erik mulai mencatat di kertas kecil “Pe- “Kita ngobrol di dalam aja mas, di rum. Modernhill Blok C5/5 Agathis”. luar sedang hujan pasti dingin.” Ia

31 EDISI X//MEI 2016


mempersilakan Erik masuk. Mereka belum pernah berjumpa sebelumnya, namun wanita itu tak sedikit pun curiga pada Erik.

“Sudah setangah tahun ini Mita selalu minum cappucino tiap pagi. Dan sering keluar rumah juga, padahal dulu kerjaannya di kamar terus. Saya sebagai kakaknya ikut senang. “Mau teh atau kopi?” Udah lama soalnya gak liat Mita semangat kayak gitu, terakhir kali pas “Cappuci… eh maaf mbak, gak usah masih ngampus. Mita itu orangnya…” repot-repot.” Kata-katanya terputus, terlihat jelas matanya berkaca-kaca, dan sedikit “Cappucino juga boleh. Tunggu air mata menetes dari sisinya. Kemusebentar ya.” Seraya tersenyum, dian cepat-cepat ia seka. “Maaf mas, wanita itu lalu meninggalkan Erik saya jadi nangis.” sendiri di ruang tamu. Dari foto-foto yang terbingkai rapi di sana, bisa “Mita, kenapa mbak?” perasaan Erik dipastikan ia tak salah alamat. Mita tidak tenang. Pasti ada yang salah. memang selalu tampak cantik, di foto Wanita itu merogoh sesuatu di bawah sekali pun. Erik membandingkan foto meja. yang ia simpan di dompetnya de­ ngan foto-foto yang ada di sana, itu “Mita titip ini ke mas Erik, dia buat memang Mita, tak salah lagi. sendiri, adik saya itu emang tekun. Beda sama mbaknya.” Ia memberikan “Adik saya cantik ya?” wanita tadi da- sweeter biru kepada Erik. “Ini juga tang membawa dua gelas cappuci- mungkin sebaiknya mas yang bawa. no. Sedikit mengagetkan Erik yang Mungkin dia gak mau ini dibaca mas, sedang memerhatikan foto-foto itu, tapi gak apa-apa… Mita juga sudah dompetnya sampai terjatuh. pergi.” Air matanya tak terben­ dung lagi, wanita itu terisak-isak di tempat “Eh, mbak, maaf.” duduknya. Erik hanya terpaku, diam seribu bahasa. Diambilnya buku diary “Gak apa-apa kok. Silakan duduk dari sang kakak. Itu milik Mita Ardimas.” la, namanya tertera di sana. Perlahan Erik membuka lembar demi lem“Jadi, mbak ini,” bar halaman. Ia baru sadar sesuatu, wanita yang selama ini ia kenal ter­ “Saya kakaknya Mita, salam kenal. nyata mengidap gagal ginjal. Itulah Mita banyak cerita tentang mas Erik, mengapa selalu tercium bau alkohol makanya saya tahu. Maaf ya kalo adik dari tangannya. Jadwal cuci darah­ saya sudah ngerepotin mas.” nya selalu tiap Selasa dan Kamis, dan masih ia sempatkan untuk duduk di “Eh gak kok mbak, enggak sama se- bangku pinggir jendela itu. Erik mukali. Lagian kita cuma sekedar kenal lai menangis. Mita tak pernah datang aja.” kembali karena terbaring di rumah

EDISI X//MEI 2016 32


sakit, berjuang sendirian. Dan kini ia pergi, tanpa sempat minum cappucino berdua lagi. “Dear diary, malam ini aku bertemu pah­ lawan di halte. Dengan segelas cappucino, haha, rasanya enak juga. Anyway, dia pulang naik apa ya? Sudah malam, harusnya tadi aku tanya namanya.” “Dear diary, hari ini aku beranikan diri ke perpustakaan. Dari samping jendela aku bisa melihat langsung wajahnya. Teduh, walaupun dia agak kaku. Hari ini aku cuma diam, bodoh! Harusnya aku tanya namanya, basa-basi sedikit.” “Dear diary, akhirnya… setelah tiga bulan aku bisa ngobrol, basa-basi ingin pinjam buku, hehe, klasik banget ya. Yang penting aku sudah tahu namanya, Erik. Nama yang bagus.” “Dear diary, menunggu seharian di dalam perpus. Harusnya mas Erik sudah tahu ulang tahunku, jelas tertulis di KTP. Tapi sampai sore aku tak mengobrol sama sekali, mungkin aku yang terlalu berharap. Sampai tinggal berdua di sana, aku masih terus berharap, dia malah bilang perpusnya sudah mau tutup, dasar bodoh! Aku hanya ingin diberi ucapan selamat, dan ternyata... dia malah sudah menyiapkan kado, senang sekali! Tapi, berapa lama lagi ya aku bisa bertemu? Aku ingin hidup lebih lama, aku ingin hidup seribu tahun lagi! Air mata ini kenapa tak kunjung berhenti?” ***

TAMAT

33 EDISI X//MEI 2016

oleh: INAS Pramoda


B U N Y I.

ditulis oleh: ROYYA Nahriyyah

Photo by: Fitroh Mochammad

Ini hanya tentang kami dan bunyi Perlahan terpupuk tanpa disadari Lalu juang tak ubahnya dihantam berkali-kali Tawa, tangis, dan kerutan dahi sebagai bukti Dan kala senja dengan mendung menaungi Terdengar bisikan mendekap sunyi Seulas senyum simpul padamu kuberi Ajari hati menata rindu kini dan nanti Nyatanya, ‘bunyi’ bahagia kami

EDISI X//MEI 2016 34


RESENSI buku Judul Kitab: Silwah al-Anfas wa Muhadatsah al-Akyas bi man Aqbara min al-’Ulama wa as-Sulaha bi Fas Penulis: Syaikh Islam Abi Abdillah Muhammad Bin Ja’far bin Idris Alkattani Pentashih: Dr. Hamzah bin Ali Alkattani (cucu pengarang) Penerbit: Dar Tsaqafah, Casablanca Tahun Terbit: 2005 Tebal: 4 Jilid

BERBICARA tentang Ulama Ghorb al-Islam (Ulama Barat Islam) berarti berbicara tentang mereka yang hidup di daerah barat. Bagian barat ini me­ nyangkup Libya, ke barat sampai Maroko, ke selatan sampai Senegal dan ke utara sampai Andalusia. Uniknya, setiap negara ini pasti mempunyai pusat keilmuan yang terkenal. Contohlah Sijilmasah di Aljazair, Cordoba dan Granada di Spanyol, Syinqith di Mauritania dan yang terakhir paling barat Maroko ada di kota Fez. Kota Fez sendiri adalah sebuah kota

35 EDISI X//MEI 2016

yang dibangun oleh Moulay Idris pada hari Kamis tanggal 4 Ja­nuari 808 M/1 Rabi’ul Awwal 192 H. Kota yang sa­ ngat indah dan selalu memanjakan para pengunjung­ nya. Kota ini dulu merupakan salah satu kota yang menjadi ibukota ber­bagai dinasti Islam mulai dinasti Idrisiyyah, Muwahidin sampai Alawiyyin sekarang. Fez terakhir menjadi ibukota kerajaan pada tahun 1956 M, tahun dimana raja Mohammad V memindahkannya sekitar 300 km ke arah barat yaitu Rabat.


Dalam kitab ini diterangkan tentang Ula­ma dalam lingkup luas, bukan hanya tentang syari’at saja, pun para ahli dalam sejarah, matematika, fisika, astronomi dll. Dari segi kronologisnya, kitab ini membahas Ulama Fez mulai dari Moulay Idris Akbar (w. 213 H) sampai periode Ulama abad 19 Masehi. Kitab ini dikarang oleh Imam Muhammad Bin Ja’far Alkattani mulai tahun 1302 H sampai 1316 H/1894 M (14 tahun). Waktu yang lama ini tidak lain karena proses pengumpulan materi dari berbagai buku, cerita masyarakat, dan selembaran-selembaran tulisan di kulit yang menuliskan tentang Ula­ ma Fez yang tersebar di berbagai tempat.

faedahnya, dan faedah adanya kuburan wali di suatu tempat, tata cara ziarah yang benar, sholat di kuburan dll. Baru kemudian berbicara tentang Ulama Fez mulai abad ke 9 sampai abad 19 Masehi. Hal yang aneh dan berbeda dari kebanyakan buku biografi sejarah.

Dari segi metode dalam mengarang kitab ini, Imam Muhammad Bin Ja’far menggunakan tiga cara sebagai berikut: 1. Sayrurah Jughrafiyyah. Metode ini adalah menekankan tentang Bahs Maidani atau penelitian lapangan. Pengarang bergerilya dan menelusuri setiap gang, jalan di kota Fez dan beberapa kuburan untuk mengumpulkan beberapa cerita masyarakat. Dan dalam setiap biografi Ulama Keponakan beliau Syaikh Abdul Hay yang diceritakan dalam buku ini da­ Alkattani dalam kitabnya “I’lamu pat dipastikan ada tempat dimana Hadir Waalaat” menyebutkan alasan Ulama tersebut dimakamkan, misalsang paman mengarang kitab ini: nya di Bab Futuh, Bab Boujlod, Bab Rasif dll. “Sesungguhnya sebab ihtimam (konsern) beliau (Imam Muhammad bin 2. I’timad li al-Kutub Sabiqah. Penga­ Ja’far Alkattani) untuk mengum- rang kebanyakan bersandar dan mepulkan (Ulama Fez) adalah karena nukil dari kitab sebelumnya, seperbanyak cerita yang berkembang da- ti kitab “Ar-raudh al-‘Athir al-Anfas” lam masyarakat tentang beberapa karya Ibnu ‘Aichoun dan kitab “Mankuburan orang sholih dan sholihah dhumat al-Mudra’ fi Shulahai Fas”. yang mempunyai karomah, jazab dan khowariq (sesuatu yang di luar 3. Mu’jam. Ini adalah metode yang jangkauan manusia) di Fez tapi su- sangat terkenal bagi para penulis bio­ dah terlupakan. Banyak nama-nama grafi. Yaitu dengan bersandar pada di makam Ulama fez yang (senga- kamus-kamus ahli sejarah. ja) dihilangkan. Maka dari itu, beliau terdorong untuk mengarang sebuah Dari segi sosio-politiknya, kitab ini kitab yang membicarakan tentang dikarang oleh beliau sesaat sebebio­grafi Ulama fez secara khusus.” lum penjajahan Spanyol dan Prancis di Maroko. Suatu masa dimana para Ada yang berbeda dalam kitab “Sil- penjajah sedang gencar-gencar­ nya watul Anfas” ini, biasanya kitab bio­ mencari materi untuk memahami grafi sejarah diawali dengan kapan daerah “baru” yang akan dijajah­nya. berdirinya, adat-adatnya dll. Tapi, Dan materi yang sangat berbobot dalam kitab ini Imam Muhammad Bin untuk itu adalah buku Nawazil Fiq­ Ja’far Alkattani justru memulai­ nya hiyyah, dan Biografi Ulama. Karena dengan hukum fiqih ziarah kubur, dua kitab ini sangat menggambarkan

EDISI X//MEI 2016 36


fotografi keadaan masyarakat secara detail. Kitab ini termasuk kitab yang menjadi pedoman para penjajah/orientalis untuk memahami keadaan orang Fez secara pemikiran, sosial, keilmuan, politik dll. Dan dari sana­ lah, manuskrip kitab ini sekarang tersebar di Eropa baik dalam arsip negara atau universitas-universitas ternama.

materi dari kitab Silwatul Anfas: 1. Al-I’lam bi Man Halla Marrakech wa Aghmaat (kitab biografi Ulama Marra­kech) karya Ibnu Ibrahim. 2. ‘Umdah ar-Rawin fi Tarikh Tatowin (Sejarah Tetouan) karya al-’Allamah Ahmad bin Muhammad Arraouhuni.

3. Al-Ma’sul (kitab sejarah Ulama Sous) 20 jilid karya al-Mukhtar asSampai sekarang kitab ini menjadi Sousi. pedoman bagi para penerjemah biografi sejarah Ulama Maroko. Baik da- 4. Tuhfah al-Akyas bi syarh ‘Amaliyyat lam negeri ataupun luar negeri. Se- Fas karya Syerif al-Mehdi Alouzzani. bagai contoh kitab dalam negeri yang secara jelas menyebutkan tentang 5. Zahroul Ass Fi Buyutatati Ahli Fas nukilannya dari kitab Silwatul Anfas karya Abdul Kabir bin Hasyim Alkatadalah kitab “al-Masadir al-’Arabiyah tani. li Tarikh al-Maghrib” (Referensi Arab untuk Sejarah Maroko) karya Alman- 6. Al-Istiinas bi Tarajim Fudholai Fas nouni. Di sana disebutkan: karya al-Hafid Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Shiddiq Al-Ghumari. “Sesungguhnya ‘Silwatul Anfas’ ini termasuk satu diantara referensi 7. Nadhm “Silwatul Anfas” oleh Adiib terbesar yang berbicara mengenari (Sastrawan) Alhasan Bannouna sesejarah Rijal Fez (Ulama Fez) dari banyak 3 jilid. pertama sampai waktu penulisnya mengarang. Dan tidak ada pembuku- 8. Studi Terhadap Referensi “Silwatul an sebelumnya dan setelahnya yang Anfas” oleh orientalis Prancis Roni Bache. Diterbitkan dalam kumpulan bisa membandingi isinya.” Peringatan dan Teks Muktamar InterBerikut daftar kitab yang mengambil nasional Orientalis di Aljazair 1904 M.

37 EDISI X//MEI 2016


Akhir kalimat, saya ingin mengutip salah satu bait yang memuat tentang kemasyhuran kota Fez, bait yang dikarang oleh Abou ‘Isyrin dalam kitab­nya “Adab al-’Arabi fi al-Maghrib al-Aqsha”:

‫سالم محب مـن صميـم السرائر‬

*

‫سالم على فـاس ووادي الجواهر‬

‫أتـذكر عهـدا مـن مودة زائــر‬

*

‫إال أيها الـوادي الرفيـع مكانـة‬

‫وأجمل من نهـر الفـرات لناظـر‬

*

‫فإنك صنو النيل ذوقـا ومنظـرا‬

Salam untuk penduduk Fez dan oase permata. Salam cinta dari relung hati. Wahai para pencari tempat tinggi. Aku mengingatmu dengan janji tentang tenangnya pengunjung. Sungguh kamu mengan­dung keindahan dan pemandangan sungai Nil. Dan lebih indah dari sungai Eufrat untuk para pengunjung.

FAKIH Abdul Azis

EDISI X//MEI 2016 38


39 EDISI X//MEI 2016


CENGKLAK

photo by: Amrullah WD EDISI X//MEI 2016 40


SayyidulAyyam

LIFE STYLE

TIPS Terhindar dari Copet di Luar Negeri

41 EDISI X//MEI 2016


PENCURIAN, pencopetan, dan tindak kejahatan yang lain kerap kali dikhawatirkan dan ditakutkan ketika sedang dalam perjalanan. Baik perjalanan jarak jauh atau dekat, di negeri sendiri, terlebih di luar negeri. Kehilangan merupakan suatu kewajaran, karena pada hakikatnya bahkan diri kita hanya titipan, bukan milik kita. Namun, sebagai pelajar yang sedang merantau dan jauh dari orang­ tua, kita tentu sangat gelisah jika tertimpa musibah kehilangan benda-benda penting, kan? Terlebih jika di dalamnya terdapat dokumen pen­ ting seperti kartu identitas pelajar, paspor dll. Pun kejadian kejahatan seperti ini bisa juga memberi trauma psikologis bagi korban. So, berusaha mencegah hal tersebut agar tidak terjadi tak ada salahnya bukan? Saat berada di luar negeri, biasanya orang asing menjadi ‘sasaran empuk’ bagi pencopet, padahal status kita hanya sebagai pelajar, bukan macam turis yang berduit banyak itu. Pa­lingpaling dompet kita isinya lebih ba­ nyak kartunya. Hehehe...

Hal yang paling utama agar tidak kecopetan adalah dengan tidak menarik perhatian pencopet.

Berbusana sederhana dan tidak mengeluarkan benda berharga saat berada di jalan atau gang sepi, pasar, serta di kendaraan umum. Karena terkadang ‘niat mencopet’ datang karena penampilan kita menarik perhatian mereka. Ada baik­ nya pula saat berada di kendaraan umum, kita simpan se­ mua barang berharga di saku dalam tas, jas, atau jaket (agar mudah memastikan bahwa barang tersebut masih pada tempatnya tanpa perlu mengecek atau mengeluarkannya, karena pencuri bisa mengetahui letak barang berharga kita jika kita se­

EDISI X//MEI 2016 42


ring mengeceknya) dan menyisakan uang secukupnya di saku. Usahakan untuk tidak menaruh dompet di saku belakang celana, ya.

Saku adalah tempat yang sangat rawan saat berada dalam kendaraan umum. Sebisa mungkin jangan menaruh barang berharga di saku. Jika memakai jaket/jas dengan saku dalam, alangkah baiknya menaruh uang di sana, serta tak lupa meresle­ ting jaket kita. Sejauh pengalaman penulis, tempat ini yang paling aman. Apabila tas tersebut memiliki resleting ganda, usahakan untuk memindahkannya ke atas untuk memudahkan kita dalam memastikan bahwa tas tersebut sudah tertutup rapat. Bagi kawan-kawan perempuan, jika kalian berada dalam sebuah perjala­ nan singkat dan kiranya cukup de­ ngan membawa tas tangan saja, ba­ wa uang secukupnya saja, lalu pas­tikan tas berada di bagian depan tubuh.

Jika tas yang kita bawa adalah ransel, jangan letakkan di punggung, tetapi di bagian depan badan. Dan usahakan jangan sering dibuka.

43 EDISI X//MEI 2016


Sebagian besar dari kita tentu pernah mengalami hari dimana kita terpaksa pulang dari suatau tempat sedangkan hari telah larut dan tidak ada pilihan lain selain berjalan kaki. Hmmm, waduh, bagaimana ini?

Alangkah lebih baik jika berjalan lewat jalan besar yang masih ramai di malam hari, meskipun harus memutar. Juga tetap berhati-hati serta was-was terhadap sekitar, jangan sekali-kali mengeluarkan telepon genggam atau benda berharga lainnya, berjalan dengan fokus dan jangan melamun. Untuk pengalaman selanjutnya, usa­ hakan untuk tidak keluar rumah sendiri pada malam hari, mengira-ngira seberapa jauh tempat tujuan kita, berapa lama waktu yang harus ditempuh agar tidak terulang lagi di waktu lain.

Mengenai perjalanan siang hari tentu kita tidak dapat terlepas dari penggunaan sarana transportasi umum. Mulai dari bus, tramway, subway, kereta, dan sebagainya.

Transportasi umum merupakan tempat paling rawan terjadi pencopetan selain pasar dan jalanan sepi. Untuk mengantisipasi hal buruk yang tidak diinginkan, kita pastikan terlebih dahulu angkutan umum yang akan dinaiki, jika terlihat penuh, le­ bih baik menunggu kendaraan selan­ jutnya daripada memaksakan diri dan berdesakan. Lebih aman bila kita mendapatkan tempat duduk, namun jika tempat duduk terisi penuh hindari berdiri dekat pintu masuk/keluar karena tempat ini merupakan sasaran pencopet. Nah, setelah kita ber-ikhtiar dengan melakukan hal-hal di atas, kita pun perlu mengenali ciri pencopet. Secara fisik dan penampilan, tidak ada ciri khusus dari para pencopet, apalagi di luar negeri, tentu lebih sulit menge­ nalinya karena berbeda dengan dalam negeri. Namun kita dapat mengetahuinya dengan memerhatikan sikap dan ge­rak-gerik seseorang ketika berada dalam sebuah kendaraan umum.

EDISI X//MEI 2016 44


Kita coba untuk sedikit meningkatkan rasa curiga, memerhatikan keadaan sekitar kita.

Jika kita akan pergi ke sebuah tempat festival atau tempat lain seperti pasar, kita dapat mengantisipasinya dengan menaruh beberapa jarum pentul di dekat kunci resleting tas kita (tas punggung maupun tas tangan).

Eits, tapi jangan terlalu berlebihan ya, bisa jadi malah kita yang dicuri­ gai. Salah satu cara mengenali pencopet adalah biasanya ia memerhatikan seluruh penumpang dengan menya­ pukan pandangannya ke seluruh tempat dengan gerak-gerik mencurigakan. Mereka ini biasanya mengambil posisi strategis, yaitu di dekat pintu kendaraan umum, karena biasanya orang akan lengah terhadap barang bawaannya saat turun dan lebih konsentrasi ke jalan, terutama jika kendaraan tersebut sedang dalam kondisi penuh sesak. Jadi kita harus waspada, memeluk tas eraterat pada saat naik maupun turun dari kendaraan.

“Itu semua jika kita sedang dalam transportasi umum, kalau di tempat ramai seperti pasar, gimana dong?�

45 EDISI X//MEI 2016

Letakkan lebih dari satu jarum di semua resleting, dengan posisi yang sekiranya dapat menghalangi aksi pencopet. Tapi jangan sampai lupa jika kita meletakkan jarum di tempat tersebut, bisa jadi malah kita yang terkena jebakannya, hehe. Setelah selesai bepergian, jangan lupa untuk melepaskan semua jarum itu, ya. Dan yang terakhir, mari kita biasakan untuk berdoa serta tawakkal kepada Allah setiap sebelum me­ lakukan perjalanan. Semoga setiap langkah perjalanan yang kita lakukan (terutama dalam menuntut ilmu) mendapat ridho dan selalu dalam lindungan-Nya. Amin.


DETAIL photo by: Kusnadi

EDISI X//MEI 2016 46


SURVEI kata mereka, Kekerasan seksual itu... harusnya di... FAKIH Abdul Azis

SARAH Lathoiful

Ketua PPI Maroko

Aktifis Fatayat NU Maroko

“INI sudah mencederai dua pelesta­ rian wajib yang diusung oleh tujuan Syari’at Islam (Maqashid Syari’ah). yaitu pelestarian dalam menjaga diri dan menjaga keturuan. Dalam Islam, menjaga (kehormatan) diri di­ atur secara rinci sekali, bisa dibuktikan apabila ada nyawa melayang maka tebusannya adalah dengan nyawa tersangka hilang. Tidak ada nilai tawar. Kemudian yang kedua, menjaga keturunan, penjagaan ini diatur de­ ngan ketentuan hukuman jilid (cambuk) dan rajam bagi mereka yang berzina atau memerkosa. Maka dari itu, apabila Indonesia ingin mengurangi angka pemerkosaan sekaligus pembunuhan anak, mungkin dengan mene­rapkan Maqashid Syari’ah yang berupa menjaga diri dan keturu­ nan yaitu dengan qishos, dan sebagainya, saya yakin akan berkurang!”

47 EDISI X//MEI 2016

“RASYID Ridho pernah mengungkapkan, jika terjadi kerusakan serta kebobrokan pada suatu bangsa, maka itu adalah salah pemerintahnya, dan jika terjadi kedamaian pada suatu bangsa, maka itu adalah buah usaha pemerintah­nya. Pemerintah yang dimaksud Rasyid Ridha tentu saja adalah suatu sistem. Maraknya kekerasan terhadap wanita atau anak-anak, bagaimana pun adalah kesalahan sistem yang ada. Sekali lagi ini adalah masalah kita bersama. Hukum terhadap para pelaku haruslah hukum yang menakutkan, dalam istilah fiqhnya, hukum yang memiliki kandungan izdijar dan zajr, adalah sesuatu yang menakutkan yang akan menghasilkan efek jera. Apapun bentuknya, saya sekata de­ ngan pak presiden berupa kebiri, bahkan jika perlu, hukuman mati!”


1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12 13

14

15

16 17 19

18 20

21

22 23

25

26

24

27

28 30

32

29

31

33

34

35 37

36

38

39

40 41

42

43

44 45

46

47

Mendatar: 3. Pengarang buku “War and Peace” 7. Mailliw Renhcob 13. Laut (Perancis) 14. Komik petualangan karya Herge 15. Negara dengan ibukota Tirana 16. Benda untuk penghargaan 18. Kutip 19. Otorisasi legal untuk menunda pembayaran hutang 21. Masakan mie Jepang terkenal 23. Meditasi 25. Zat yang menambah gairah seksual 28. Kepanjangan A.A. pada A.A. Navis 31. Alat musik khas Indonesia 33. Uang yang dibagikan saat Imlek 34. Hembusan angin 35. Panggilan untuk anak perempuan 36. Download 37. Suntikan 39. Rongga dada 40. Tingkatan masyarakat dalam Hindu 42. Majelis tinggi dari legisatif di Amerika dsb. 43. Jenjang akhir dari proses fibrosis hati 44. Tangga nada 45. Karangan faktual dengan panjang tertentu 46. Ringkasan transaksi antar penduduk negara dengan negara lain dalam jangka tertentu

Menurun: 1. Pemenang OSCAR untuk aktor terbaik 2016 2. Rancangan pembangunan di masa Orba 4. Tumpuk (sinonim) 5. Kota pusat keilmuan di Aljazair 6. Merk motor asal Jepang 8. Unsur logam dengan simbol Li 9. Aktor di film “Desperado” 10. Berantakan, cerai-berai (bongkar-) 11. Legenda film Hollywood di era hitam putih 12. Tanaman pengganggu 17. Panggang (Perancis) 20. Punya indera keenam 22. Istilah efek minum alkohol gelas pertama di Bali 24. Penyakit (Inggris) 26. Suara tinggi dalam bernyanyi 27. Rambut keriting 29. Anak keempat dalam tradisi Bali 30. Kaum pinggiran, terkucilkan 32. Secara serentak dilakukan 38. Salah satu jenis kain 41. Kue tradisional yang berisi gula merah 47. Daya tahan

TTS 01

Jawaban dikirim via email: ppimaroko@gmail.com


SayyidulAyyam

POJOK

POLOS SALAH satu yang menjadi keunggulan dan kebanggan angkatan 90-an dibandingkan sekarang adalah “ketidaktahuan” mereka. Bahkan veteran-veteran di bawah ‘90 lebih wah lagi, mereka tidak tahu sampai tahap terkesan bodoh. Atau begitu yang orang bilang. Padahal bukan bodoh, ada satu kata yang luput kita ucapkan, polos. Kita tahu betapa polosnya anak-anak di generasi yang belum secanggih sekarang ini. Jika belum tahu, coba tanyakan pada guru dan ayah ibu di rumah, mereka yang satu angkatan itu, tanyakan seberapa polos mereka dulu. Mereka yang sekarang sudah membangun biduk rumah tangga dan mendapatkan pekerjaannya masing-ma­ sing. Dulunya mereka hanya bocah ingusan yang sering main di luar rumah sampai menjelang Maghrib. Sering berlari keluar rumah kala hujan datang dan bocah-bocah seumuran yang memanggil nama mereka dari depan pintu. Bahkan mungkin--sekali lagi mungkin--jika mereka salah satu dari bocah yang buang air besar di celana semasa SD dulu. Coba tanyakan, mungkin guru dan orangtua kita termasuk. Kata “pacaran” masih terlalu jauh dan sulit untuk diterka maknanya, apalagi sampai dicontohkan di kehidupan nyata. Mereka

hanya suka berteriak riuh ketika ada teman sekelas yang tak sengaja tertinggal di dalam kelas berdua. Mereka berdua yang diteriaki, mukanya sudah merah pa­dam dan besoknya tak mau masuk kelas. Mereka tidak tahu bagaimana cara mereka lahir ke dunia. Beberapa menebak ketika ayah dan ibu mereka menikah, secara otomatis mereka langsung datang, simsalabim! Tanpa ada sebab. Mungkin sebab yang pa­ling masuk akal saat itu adalah dengan berpegangan tangan. Sekarang, coba bisikkan ini ke bocah-bocah kelas 6 SD yang ba­nyak menenteng gadget canggih itu, bahwa berpegangan tangan dapat menyebabkan kehamilan. Niscaya mereka tertawa, kalau perlu sampai terbatuk-batuk. Ya, generasi tua yang pernah muda me­ mang tidak tahu apa-apa dulu. Ketika dibilang hamil hanya dengan bersentuhan mereka percaya. Mereka takut tak sengaja menghamili temannya sendiri. Ketika disuruh pulang sebelum Maghrib karena nanti diculik Kolong Wewe, mereka nurut dan bahkan jika terpaksa mengesot sampai ke rumah saat bedug sudah dipukul. Mereka bukan bodoh, hanya polos. Saking polosnya, mereka sekedar tahu yang berada di antara dua pahanya itu hanya berguna untuk buang air kecil. Beberapa lelaki

Oleh: Agus G. Ahmad

49 EDISI X//MEI 2016


tak ingin punya sama sekali, agar tak usah repot-repot disunat. Lihat, dulu mana ada sekolah yang menyuruh anak-anaknya menutup aurat rapat. Bahkan sekolah Islam sekali pun seragamnya terbuka. Namun, tak banyak berita tentang pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya.

man yang sudah seperti ini. Rasanya melihat dunia menjadi terbalik, para orangtua sekedar punya HP hitam-putih untuk menelepon, beberapa dari mereka bahkan tak bisa mengirim pesan. Sementara anakanak SD sudah dibekali dengan HP canggih merek terbaru, untuk apa?

Sekarang, dimana hampir semua hal serba syar’i, berita pemerkosaan berkali-kali mondar-mandir di media masa. Ada yang hilang dari anak-anak sekarang, kepolosan. Rasa polos mereka telah direnggut, mereka jadi terlalu cepat dewasa sebelum waktunya. Anak-anak sekarang sudah lihai berpacaran, bagaimana teknik-teknik merayu dan menghibur pasangan. Suatu pencapaian yang luar biasa untuk generasi sebelumnya. Mereka belajar dari siapa? Tak mungkin guru mengajarkan hal-hal seperti ini di luar batas, kan? Apalagi orangtua. Tapi ada yang bisa diakses mereka, layar kaca dan media-media informasi yang lain.

Di rumah, layar kaca tak terbendung jam tayangnya, dengan tayangan yang tak sesuai untuk umur mereka. Mereka belajar pergaulan bebas itu darimana jika bukan dari sini? Kalian penggemar sinetron mungkin dapat mengucapkan dalil beribu-ribu panjangnya. Namun ingat, dulu pernah ada masa dimana anak-anak mati karena dibanting temannya, mereka yang katanya meniru adegan Smackdown di TV. Anak-anak memang seperti ini, otak mereka disetel untuk meniru yang mereka lihat, mengucapkan yang mereka dengar. Jadi siapa yang salah sampai anak-anak menjadi sedewasa sekarang?

Informasi tentu bagus. Tapi tak semua informasi harus diketahui oleh beberapa orang. Terkadang ada beberapa hal yang memang harus dibiarkan gaib sampai waktunya. Terlalu banyak tahu juga da­pat me­ nimbulkan masalah. Apalagi untuk mereka, anak-anak, di tengah perkembang­ an za­

Anak-anak seharusnya dibekali sifat polos dari awal, tanpa sifat polos ini, anak-anak tak lagi lucu dan menggemaskan. Sekarang banyak orang dewasa bertubuh anak kecil, dan anak kecil yang meminjam raga orang dewasa. Kalau sudah begini, istilah “masa kecil kurang bahagia” bisa hilang.

EDISI X//MEI 2016 50


website: www.ppimaroko.com


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.