


PERBUDAKAN MODERN PADA ANAK BUAH KAPAL INDONESIA
Permasalahan pada pekerja migran terus meningkat seiring waktu, salah satunya adalah beberapa peristiwa yang dialami oleh Anak Buah
Kapal (selanjutnya disebut sebagai ABK). Keberadaan ABK seringkali
dikaitkan dengan seseorang yang bekerja untuk kapal asing. Padahal ABK
bukan hanya dipekerjakan oleh pihak asing namun juga dari badan hukum lokal hingga perorangan. ABK menjadi salah satu pekerja migran
yang rawan akan tindakan pidana dan/atau pelanggaran terhadap hak-hak
yang seharusnya mereka dapatkan Ketidaksesuaian upah dengan
perjanjian yang telah dibuat, jam kerja yang melebihi kapasitas, hingga
penyelundupan serta perdagangan orang ataupun tindakan lain yang mengarah pada praktik perbudakan modern (modern slavery) menjadi hal
yang biasa terjadi namun sangat sulit untuk mendapatkan perhatian
publik
Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak, seperti komunitas dan/atau organisasi terkait lain untuk menyuarakan hak-hak
ABK. Hukum Internasional bahkan telah beberapa kali menyebutkan mengenai keberadaan ABK serta membuat berbagai regulasi namun regulasi tersebut belum cukup untuk melindungi keberadaan mereka dari
tindakan melanggar hukum. Permasalahan bukan saja hanya bersumber dari regulasi namun juga dari kesadaran masyarakat serta pihak terkait
termasuk agensi penyalur ABK.
PENDAHULUAN
Sektor pelayaran dan perkapalan di Indonesia menjadi salah satu
sektor yang berperan penting dalam menjaga konektivitas antar wilayah
guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang merata Salah
satu profesi dalam sektor pelayaran dan perkapalan adalah profesi awak
kapal yang biasa disebut dengan Anak Buah Kapal (yang selanjutnya disebut sebagai ABK) ABK merupakan awak kapal selain nahkoda yang
bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal
untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan jabatannya yang
tercantum dalam buku sijil (monsterrol) (Kementerian Perhubungan
Indonesia, 2022). Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah
produksi perikanan laut terus mengalami peningkatan tiap tahunnya sehingga secara tidak langsung juga mempengaruhi jumlah permintaan
tenaga kerja di sektor pelayaran dan kelautan(Annisa Mutia, 2022). Hal
tersebut tentunya menunjukkan bahwa perlindungan hukum pada ABK
memiliki peranan yang cukup penting. Namun berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat sekitar
250 ribu ABK Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan asing dan belum terlindungi yang artinya status mereka tidak diakui secara hukum
atau ilegal, sehingga mereka rentan akan pelanggaran Hak Asasi Manusia (yang selanjutnya disebut sebagai HAM) (M Qustam Sahibuddin, 2020)
Berdasarkan laporan Kementerian Luar Negeri, menunjukan bahwa telah tercatat sejumlah laporan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada ABK di kapal perikanan berbendera asing pada tahun 2020 yang mencapai
1.451 laporan (Nur Aini, 2021). Sebagian besar pelanggaran HAM yang terjadi merujuk pada praktik perbudakan moderen (modern slavery) yang sering
terjadi pada ABK Indonesia. Praktik perbudakan modern sendiri didefinisikan sebagai salah satu pelanggaran HAM yang secara internasional telah disepakati untuk dihapuskan (Mende, 2019). Istilah perbudakan modern secara spesifik didefinisikan sebagai sebuah kondisi yang dimana seseorang memperlakukan orang lain sebagai sebuah
properti atau objek, sehingga merampas kemerdekaan seseorang dan dieksploitasi demi kepentingan orang yang melakukan praktik perbudakan yang dalam hal ini dapat dipekerjakan dan dibuang begitu
saja layaknya sebuah properti atau barang (Nugraha, 2015) Praktik
perbudakan modern yang sering terjadi pada ABK Indonesia tersebut
diantaranya adalah eksploitasi pekerja dengan memaksa ABK untuk
bekerja selama 18 jam atau lebih dalam sehari, upah kerja yang tidak layak, suasana tempat kerja yang kurang kondusif, kurangnya fasilitas
pendukung bagi kenyamanan dan kesejahteraan para pekerja (Nugraha, 2015). Praktik perbudakan modern tersebut ditunjukkan dengan adanya
kasus yang menimpa ABK Indonesia pada kapal milik PT. Pusaka Benjina
Resources yang berbendera Negara Thailand. Korban ABK Indonesia
mengalami berbagai paksaan untuk terus bekerja (eksploitasi kerja)
hingga menjadi korban tindak pidana perdagangan manusia akibat
adanya unsur penipuan oleh agen penyalur tenaga kerja dan perusahaan
kapal dalam pengurusan dokumen seperti kontrak kerja antara ABK
dengan perusahaan (Prisnasari, 2019)
Perlindungan HAM menjadi urgensi tersendiri dalam memberantas
praktik perbudakan modern sering yang menimpa ABK Indonesia Adapun
perlindungan bagi ABK Indonesia sebagaimana telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan Indonesia, salah satunya adalah adanya
ratifikasi Universal Declaration of Human Right (UDHR) 1948 yang
merupakan konvensi internasional yang membahas tentang hak asasi
manusia Berdasarkan pasal 4 UDHR yang menyatakan bahwa tidak
seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun harus dilarang (The United Nations, 1948). Selain itu, perlindungan terhadap ABK juga telah diatur
dalam beberapa peraturan di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Peraturan
Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
Pekerja Migran Indonesia, dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran
dan Awak Kapal Perikanan Migran. Namun, hingga saat ini penerapan
perlindungan HAM terhadap ABK Indonesia yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan masih belum optimal Hal tersebut
ditandai dengan meningkatnya ABK Indonesia yang mengalami
perbudakan modern selama bekerja Berdasarkan data yang
dipublikasikan oleh Komunitas Indonesia Fisherman Association (Infisa)
yang berkantor di Desa Wangandawa, Kecamatan Talang, Kabupaten
Tegal, Jawa Tengah, telah tercatat sebanyak 1.300 aduan yang masuk sejak
tahun 2008 hingga tahun 2021 (Tresno Setiadi, 2022). Selain itu, adapula
data laporan yang diperoleh dari beberapa instansi yang diantaranya
adalah 73 laporan yang masuk pada Badan Perlindungan dan
Penempatan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jawa Tengah sejak tahun
2019 hingga tahun 2023, 17 laporan yang masuk pada Dinas Perindustrian
dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Tegal sejak tahun 2017 hingga
tahun 2020, dan 17 laporan yang masuk pada Pelaut Indonesia Sejahtera
(selanjutnya disebut sebagai PIS) sejak tahun 2022 hingga tahun 2023
Permasalahan dalam penerapan perlindungan HAM terhadap ABK
Indonesia juga dipengaruhi oleh adanya perseorangan dan perusahaan
penyalur yang melakukan penempatan pekerja tanpa izin (ilegal) Praktik
ilegal tersebut sering terjadi pada skema P to P yang merupakan
mekanisme penempatan pekerja yang difasilitasi oleh BP2MI yang
melibatkan pihak swasta dari Indonesia yakni P3MI dan negara penerima
(Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, 2023) Praktik ilegal yang
biasa terjadi ditandai dengan adanya penempatan ABK tanpa melalui
pelatihan keahlian dan keterampilan dasar sebagai pelaut, bahkan sering
pula terdapat pemalsuan sertifikat keahlian yang secara terorganisir
dilakukan oleh perorangan maupun perusahaan badan hukum tertentu. Selain itu, ditemukan juga praktik penyaluran ilegal yang dilakukan oleh
sebuah komunitas ABK, yaitu komunitas Infisa. Komunitas Infisa
merupakan sebuah komunitas yang dibentuk oleh beberapa perusahaan
penyalur untuk mewadahi ABK yang telah habis masa kontrak kerjanya.
Komunitas Infisa dibentuk dengan tujuan untuk bergerak dalam membela
hak-hak ABK dan memberikan penyuluhan bersama beberapa dinas
terkait kepada masyarakat mengenai penempatan serta perlindungan
ABK Namun berdasarkan temuan hasil penelitian lapangan telah
ditemukan mengenai adanya penyaluran penempatan ABK ilegal yang dikelola oleh komunitas Infisa Adapula praktik penempatan perseorangan
yang tidak melakukan pendataan administrasi pada beberapa dinas terkait yang menyebabkan meningkatnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kasus perbudakan modern pada pekerja.
ABK merupakan salah satu pekerja migran di sektor pelayaran dan perkapalan yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan meningkatnya produksi di sektor perikanan laut. Namun pada kenyataannya, regulasi yang dibuat dianggap belum berjalan secara optimal untuk mengakomodir kepentingan ABK Banyaknya kasus perdagangan orang, jam kerja yang mengarah pada eksploitasi manusia, upah kerja yang tidak layak, suasana tempat kerja yang kurang kondusif, hingga kurangnya fasilitas pendukung para pekerja, hingga adanya tumpang tindih kepentingan antar lembaga membuat ABK menjadi salah satu dari sekian banyak hal yang bisa saja terjadi pada ABK Selain itu, kesalahan perorangan yaitu tingkat kesadaran dan kewaspadaan masyarakat menjadi hal yang juga patut untuk dibenahi sebagai salah satu langkah antisipatif untuk mengurangi tindak pidana pada ABK.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maka untuk mengoptimalkan perlindungan terhadap hak ABK Indonesia dirumuskan beberapa rekomendasi diantaranya sebagai berikut:
A.BP2MI Jawa Tengah
Pihak BP2MI Jawa Tengah diharapkan dapat membentuk, menerapkan dan mengawasi secara ketat kebijakan mengenai pengaturan kompetensi keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh calon pekerja migran Indonesia khususnya pada bidang Perkapalan Selain itu, pihak
BP2MI Jawa Tengah juga diharapkan dapat melakukan perjanjian
kerjasama dengan instansi pemerintahan di daerah kabupaten dan kota dalam pengawasan pelaksanaan penempatan pekerja yang dilakukan melalui skema P to P oleh P3MI.
B. Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal
Pemerintah daerah Kabupaten Tegal diharapkan dapat segera melakukan percepatan harmonisasi Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2022 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Awak Kapal Niaga
Migran Dan Awak Kapal Perikanan Migran dan menyusun langkah
strategis dalam melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap
ABK dan P3MI yang beroperasi di wilayah Kabupaten Tegal
C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tegal
DPRD Kabupaten Tegal diharapkan dapat membentuk rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diperuntukan kepada beberapa dinas terkait seperti Disperinaker Kabupaten Tegal, dan Kepolisian Resort Kabupaten Tegal untuk melakukan pengawasan, penyidikan, dan penindakan terhadap perorangan, badan hukum, perusahaan, serta komunitas yang memiliki keterkaitan dengan sektor perkapalan dan pelayaran.
D.Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Tegal
Disperinaker Kabupaten Tegal diharapkan dapat melakukan langkah
strategis dalam melakukan pengawasan lapangan terhadap seluruh aktivitas perusahaan penempatan di daerah Kabupaten Tegal, khususnya pengawasan mengenai perizinan, pelaksanaan pelatihan, pembuatan kontrak kerja serta penyaluran pekerja sampai di atas kapal.
Selain itu, Disperinaker Kabupaten Tegal diharapkan juga dapat
memberikan penyuluhan secara berkelanjutan kepada masyarakat mengenai alur administrasi pekerja hingga perlindungan PMI
sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
E Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Tegal
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Tegal diharapkan dapat
melakukan langkah strategis dalam melakukan pengawasan dan
penegakan yang berkelanjutan terhadap segala aktivitas di wilayah
pelabuhan Jongor dan pelabuhan Tegalsari, termasuk aktivitas para nelayan lokal dan keluar masuknya kapal ke area pelabuhan.
Secara garis besar, penulis merekomendasikan untuk
pengoptimalan koordinasi antar sektoral pada pemerintahan dalam hal
penempatan serta perlindungan ABK terhadap adanya
ketumpang-tindihan fungsi dan/atau tugas pada beberapa instansi, seperti
Kementerian Ketenagakerjaan, BP2MI Jawa Tengah, Pemerintah Daerah
Kabupaten Tegal, hingga Disperinaker Kabupaten Tegal. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat mematuhi dan/atau menjalankan ketentuan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang
Penempatan Dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran Dan Awak Kapal
Perikanan Migran
Annisa Mutia, 2022 Produksi Perikanan Laut RI Capai 546,50 Ribu Ton di 2021, Ini Sebarannya di Provinsi [WWW Document]. Databoks. URL
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/11/11/produksi-perikanan-la ut-ri-capai-54650-ribu-ton-di-2021-ini-sebarannya-di-provinsi (accessed 8.29.23).
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, 2023. Mekanisme dan Persyaratan
Bekerja Ke Luar Negeri
Kementerian Perhubungan Indonesia, 2022 Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pengawakan Kapal Niaga.
M Qustam Sahibuddin, 2020 Carut Marut Tata Kelola Penanganan ABK Indonesia
[WWW Document] Pus Kaji Sumberd Pesisir Dan Lautan LPPM- IPB Univ
URL
http://pksplipbac id/berita/detail/carut-marut-tata-kelola-penanganan-abkindonesia (accessed 8 23 23)
Mende, J., 2019. The Concept of Modern Slavery: Definition, Critique, and the Human Rights Frame Hum Rights Rev 20, 229–248
https://doiorg/101007/s12142-018-0538-y
Nugraha, M.T., 2015. Perbudakan Modern (Modern Slavery) Analisis Sejarah dan Pendidikan. -Turats 9, 49. https://doi.org/10.24260/at-turats.v9i1.308
Nur Aini, 2021 Kemlu Catat Hingga 1451 Kasus ABK Indonesia di Kapal Asing
[WWW Document]. Republika. URL
https://internasional.republika.co.id/berita//qrlapb382/kemlu-catat-hingga-1451-kasus-abk-indonesia-di-kapal-asing (accessed 8 26 23)
Prisnasari, I, 2019 Modern Slavery Pada Anak Buah Kapal (Abk) Perikanan Dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia Jurist-Diction 2, 475
https://doi.org/10.20473/jd.v2i2.14229
The United Nations, 1948 Universal Declaration of Human Rights
Tresno Setiadi, 2022 Eksploitasi ABK Bekerja di Kapal Asing Sering Terjadi, INFISA: Paling Banyak Gaji Tak Dibayar [WWW Document]. Kompas.com. URL
https://regionalkompascom/read/2022/06/13/204012478/eksploitasi-abk-bek erja-di-kapal-asing-sering-terjadi-infisa-paling-banyak (accessed 8 26 23)