memberikan hasil positif yang besar sekali, tetapi hasil yang positifnya adalah silaturrahmi. Sebab, ini penting. Pertemuan keterbukaan silaturrahmi dengan para senior ini sangat diperlukan bagi direksi,” ujarnya khusus kepada Duta Rimba. Dari Puslitbang, perjalanan kunjungan berlanjut ke Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Ngawi, Jawa Timur. Di salah satu dari 3 KBK yang dimiliki Perum Perhutani tersebut, terdapat 65.017 pohon. Di sini, kepada para Rimbawan Senior juga diperagakan alat pembuat lubang tanam yang diproduksi oleh Puslitbang Perhutani. Alat ini merupakan perpaduan traktor dan bor. Mata bor yang terdapat di alat bernama Pe Ha Pe Tech 2011 ini ada dua yang masing-masing berfungsi untuk tipe tanah yang keras dan lunak. Lepas dari sini, rombongan bergerak ke KPH Ngawi. Lalu mengunjungi Pusat Persemaian Kucur KPH Ngawi yang terletak di Desa Sidolayu, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Di sinilah dilakuka pembuatan stek pucuk. Di sini pula di tahun 2007 dibangun kebun pangkas yang bibit awalnya 200.000, sedangkan di tahun 2011 bibitnya 2.500.000. Meninggalkan kebun oangkas Kucur, rombongan bergerak ke Solo. Selepas magrib, ramah tamah berlangsung di Kantor KPH Surakarta. Setelah itu, rombongan pun beristirahat. Selanjutnya, dilakukan tindak lanjut hasil diskusi dan kunjungan lapangan ini oleh Tim Perumus.
Prospek ke Depan Dari hasil kunjungan lapangan Rimbawan Senior ke Jawa Tengah tersebut, terlihat sumbangan JPP klon ini terhadap sunia kehutanan. Yaitu, pengembangan JPP ini telah meningkatkan produktivitas hutan,
NO. 42 • TH. 7 • MARET-APRIL 2012
dari semula riap volume hanya 4,8 meter kubik per hekatare per tahun, kini menjadi 13,6 meter kubik per hektare per tahun. Selain itu, JPP juga memperpendek daur ekonomis jati. Sebab, dengan diperolehnya klon jati yang cepat tumbuh, HTI mulai mengembangkan usaha jati, tidak lagi perlu menunggu panen saat 60 – 80 tahun tetapi cukup 20 tahun saja. Juga, JPP merupakan terobosan baru teknologi produksi bibit jati dengan metode stek pucuk jati yang pertama di dunia. Menyimak hal itu, adalah wajar jika optimisme pun terlontar. Direktur Utama, Bambang Sukmananto, menyebut, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang, ia yakin akan ada prospek yang sangat bagus. Tentu saja hal itu harus diimbangi dengan secara konsisten melakukan program-program penelitian dan memanfaatkan secara optimal hasil-hasil teknologi. “Sekarang ini umur JPP paling tua kan sudah sembilan tahun. Tahun ini saya akan lebih intensif lagi, karena sudah ada bukti bahwa selama sembilan tahun ini perkembangannya bagus. Masalahnya kan masalah perubahan biaya. Karena kalau namanya lebih intensif, biayanya kan lebih mahal. Nah, hitung-hitungannya tadi sudah. Nggak masalah. Biayanya lebih mahal kalau produknya lebih bagus, nggak masalah,” ujarnya. Sementara itu, di luar Perhutani, saat ini tengah dikembangkan hasil penelitian jati yang lain. Selain jati trasgenik yang sedang diteliti ITB, juga ada pengembangan system pengakaran jati dengan nama Jati Unggul Nusantara (JUN). Di bawah kendali Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) milik Kementerian Kehutanan, usaha JUN mulai dikembangkan sekitar lima tahun lalu. KPWN melakukan riset dan rekayasa selama beberapa tahun. Hasilnya, JUN memiliki
akar tunggang majemuk dibanding jati asal yang berakar tunggang. Jenis akar ini memastikan JUN bertumbuh lebih besar dan hanya berusia 5 tahun. Panen perdana JUN dilakukan awal April 2012 oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Menanggapi hal itu, Bambang Sukmananto menyebut, JPP punya keunggulan ketimbang produk lain. ”Yang jelas, bibitnya kita lebih unggul. Yang kedua, sistemnya kita lebih unggul. Kenapa sistemnya kita lebih unggul? Karena kita didukung oleh Litbang yang cukup. Kemudian perawatannya juga lebih bagus. Tetapi, JUN itu juga bagus untuk kelas mereka. Tetapi kalau untuk kelas perusahaan ya lain. Jadi, kita mau memproduksi yang seperti itu tetapi kelasnya lebih bagus,” katanya. Senada dengan itu, Wardono Saleh yang menjabat Direktur Utama Perhutani pada 1987-1993, kepada Duta Rimba mengatakan bahwa produk JUN masih harus diuji kualitasnya. Sementara JPP saat ini sudah menunjukkan hasil yang membanggakan. Terkait prospek JPP ke depan, Bambang pun menyebut tahun ini Perhutani akan lebih intensif menanam bibit jati kualitas unggul tersebut. Diharapkan dapat terrealisasi sebesar 70 persen dari lahan Perhutani yang ada. Jika sudah begitu, optimisme pun kian besar. Tinggal mensinergikan optimisme itu dengan optimalisasi kinerja yang mumpuni. Sehingga, sebuah hal yang membanggakan pula ketika para Rimbawan Senior mendapat proyeksi selama diskusi dan kunjungan lapangan ini betapa cerahnya masa depan pengelolaan hutan jati, lewat pengembangan JPP. Seperti kata Direktur Umum dan SDM Perum Perhutani, Akhmad Fakhroji, di hadapan Rimbawan Senior, “Jangan khawatir dengan masa depan hutan jati di Indonesia.” Salut! •DR
DUTA Rimba 91