medialaspela
JUMAT - KAMIS
8 - 14 NOVEMBER 2019
Edisi No 186 12 HALAMAN
Yo Kite Punye Jembatan Bangka Sumatra
Gubernur Erzaldi Sayangkan Tragedi Sijuk
Anarki Bukan Cerminan Melayu Babel Jangan Rusak Perdamaian Ikon Pariwisata dengan Anarki Warga Belitung Mulai Hidup dari Wisata Banyak Jenis Pelanggaran pada Tragedi Sijuk Oleh: Agus Ismunarno dan Andini Dwi Hasanah Erzaldi: Proses Hukum Harus Ditegakkan
GUBERNUR Kepulauan Bangka Belitung Dr H Erzaldi Rosman SE MM menandaskan Tragedi Sijuk bukanlah cerminan
Masyarakat Melayu Kepulauan Bangka Belitung. “Kita sangat menyayang kan dan prihatin atas tragedi ini. Kewibawaan pemerintah diluluh lantakan oleh oknum masyarakat yang sudah sangat jelas melanggar
hukum,” tegas Gubernur Erzaldi dalam wawancara khusus dengan Wartawan Utama LASPELA Media Group, Agus Ismunarno beberapa saat sesudah kejadian. Tragedi anarkis penambang ilegal itu, kata Gubernur Erzaldi,
sangat mencoreng nilai kearifan lokal masyarakat dan budaya urang Melayu yang selalu ramah, santun, beradab, dan
REI Babel Sediakan Rumah untuk MBR Semakin Sinergikan Properti dan Wisata Ir Thomas Jusman MM Kembali Pimpin REI Babel
MUSDA VI DPD REI BABEL 2019 digelar di Soll Marina, 1 November 2019 dan terpilih kembali Ir Thomas Jusman MM menjadi Ketua REI Babel tiga tahun ke depan. Sudah banyak kiprah yang dilakukan REI Babel dalam pemenuhan salah satu Trilogi kehidupan manusia yakni sandang, pangan, papan. Seberapa besar kontribusi dan rekam jejak REI Babel bagi mas-
INDEX Hal 3. Hal 6. Hal 9. Hal 12.
Prof Dr Bustami Rahman: "Pilih yang Lembut!" “Biarlah batang beruas-ruas Kita memilih batang berlumut Biarlah orang berkeras-keras Kita memilih yang lemah lembut.”
ADAT MELAYU sejatinya harus pandai memilih sikap dan perilaku yang lembut sebagaimana dikristalkan dalam pantun. Namun demikian, kata Mantan Rektor UBB, Prof Bustami, sikap dan perilaku orang secara alamiah mengikuti pula hukum aksi reaksi. Yang alamiah inilah dalam hidup orang Melayu diusahakan 'diukur' baik buruknya. Jika tak pantas atau tidak patut menurut adat, maka ditegurlah
dengan cara yg beradat. Jika pun berkali-kali keburukan terus dilakukan, maka hukum adat atau sanksi sosial yang lebih keras diberlakukan. Dalam hal diterapkannya hukum positif di wilayah manapun di wilayah hukum republik Indonesia, kata Prof Bustami, adalah berpulang kepada tatacara hukum positif. Akan tetapi, tatacaranya itu mestilah tidak boleh berlebihan dan melampaui batas kemanusiaan. Nilai adat dan agama telah pula tertuang di dalam Pancasila
khususnya kemanusiaan yang adil dan beradab. "Silakanlah hukum positif diberlakukan sesuai prosedurnya. Adat dan agama berdiri pada garis etiknya," tandas Bustami Rahman menanggapi aksi anarki Tr a g e d i Sijuk. (*)