Modul Pembelajaran Perkumpulan Pikul: Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Gender

Page 1




Lisensi Kecuali dinyatakan berbeda, seluruh isi dari modul ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons AttributionNonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. Pembaca/pengguna boleh menggabungkan, mengubah, menggunakannya dalam karyanya, selama mencantumkan modul ini sebagai sumbernya, dan menaruh lisensi seperti ini dalam hasil karya yang baru.


Pengantar Nusa Tenggara Timur memiliki keragaman bahan pangan dari berbagai tanaman dan tumbuhan yang sengaja ditanam di lahan maupun yang tumbuh liar di tegalan dan hutan. Keterbatasan air dan lahan yang ada berusaha diatasi petani dengan teknik polikultur, yaitu menanam berbagai jenis tanaman pangan di tempat yang sama pada waktu yang hampir bersamaan. Sistem tersebut mempertahankan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Disisi lain semakin banyak petani yang beranjak meninggalkan sistem tersebut dan berfokus menanam satu dua jenis tanaman untuk dijual ke pasar. Akibatnya ketersediaan bahan pangan untuk rumah tangga semakin lama semakin berkurang, baik secara jumlah maupun keragaman. Menurunnya pasokan bahan pangan dan kurang beragamnya pangan lambat laun menyebabkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah kurang gizi. Kondisi anomali cuaca (dan perubahan iklim) juga akan memperparah situasi ini. Dampak yang paling besar dirasakan dari anomali cuaca dan perubahan iklim pada sektor pertanian dan nelayan. Hal ini karena iklim merupakan faktor eksogen yang tidak dapat di kontrol. Dampak negatif paling terasa dari anomali dan perubahan iklim pada masyarakat petani lahan kering, terutama yang hanya mengandalkan jagung dan padi ladang sebagai hasil utama. Mereka adalah komponen yang paling rentan penghidupannya dan tidak siap ketika terjadi anomali iklim. Situasi yang sudah pincang ini memperburuk relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan dalam komunitas dalam aspek pembagian peran dalam keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan tingkat rumah tangga. Dampak negatif dari anomali cuaca dan perubahan iklim mengharuskan para petani dan nelayan untuk lebih bekerja keras agar kebutuhan pangan keluarga terpenuhi, terutama pada perempuan yang secara budaya bertanggung jawab terhadap pemenuhan pangan di tingkat rumah tangga. Selain itu konteks ketidak adilan karena gender ini dalam pengalaman kami; merupakan salah satu

hambatan utama dalam meragamkan pangan ditingkat rumah tangga. Pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun yang lampau telah berkampanye mengenai pentingnya keragaman pangan dan konsumsi pangan lokal, perubahan iklim dan hubungannya dengan konteks gender, namun hingga saat ini pemahaman mengenai berbagai kampanye yang dilancarkan tersebut belum banyak dipahami dan diterapkan. Oleh sebab itu, PIKUL dan OXFAM merasa perlu untuk mengembangkan modul pembelajaran yang secara khusus melatih warga untuk memahami tentang Ketahanan Pangan (termasuk Kedaulatan dan keragaman pangan), Perubahan Iklim dan Gender untuk individu dan kelompok- kelompok masyarakat yang berminat untuk memahami dan mempraktikkan pembelajaran ini. Modul ini terdiri dari 7 bagian yang dimulai dari Pangan Layak sebagai Hak Asasi dan Hak Konstitusi hingga hubungan antara Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Jender pada Isu Pangan. Idealnya modul ini digunakan dalam training selama 2-3 hari, sehingga memudahkan materi-materi di dalamnya diserap oleh peserta. Selain itu, modul juga dapat dipergunakan dalam aktivitas yang reguler, misalnya dalam paket pertemuan satu bulan sekali, atau mingguan. Modul ini adalah modul versi revisi dari Modul Pembelajaran Keberagaman Pangan untuk Ketahanan Pangan yang sudah diproduksi PIKUL pada 2015. Kami menyadari bahwa buku ini bukanlah modul yang sempurna. Namun kami berharap, berbagai materi di dalamnya dapat dipergunakan oleh para individu dan kelompok-kelompok untuk mengembangkan keragaman dan kedaulatan pangan di komunitasnya maupun wilayah yang lebih luas lagi. Semoga bermanfaat. Selamat mempergunakan! Tim Penyusun

1


2


Daftar Isi Pengantar 1 Daftar Isi 3 Untuk Siapa Modul Ini dibuat? Kontributor 5

4

Sesi 1. Pembukaan, Perkenalan dan Harapan 7 Perkenalan Pertama: Gambar Palok 7 Perkenalan Kedua: Globingo 7 Perkenalan Ketiga: Menyepakati Harapan dan Komitmen Belajar Lewat Pohon Harapan 9 Perkenalan Keempat: Baseline Target 10 Sesi 2: Mengenal Konsep Hak Atas Pangan, Ketahanan Pangan, dan Kedaulatan Pangan 11 Bagian 1: Pangan Sebagai Hak Asasi 11 Bagian 2: Memahami Ketahanan Pangan 14 Bagian 3: Memahami Kedaulatan Pangan 15 Bacaan 1: Pangan Layak sebagai Hak Asasi dan Hak Konstitusional Rakyat 16 Bacaan 2: Mengenal Konsep Ketahanan Pangan 18 Bacaan 3: Mengenal Konsep Kedaulatan Pangan 22 Sesi 3: Potensi Keanekaragaman Pangan dan Kedaulatan Pangan lewat Pangan Lokal 25 Bacaan 4: Keanekaragaman Potensi Pangan Lokal 28 Sesi 4. Apa Itu Perubahan Iklim (Pengetahuan Dasar tentang Perubahan Iklim) Sesi 5: Gender dan Sex 34 Bacaan 5: Gender dan Pangan

31

36

Sesi 6: Hubungan Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Gender

40

Sesi 7: Penutupan dan Evaluasi 44 Lembar Evaluasi

45

3


Untuk Siapa Modul Ini dibuat? Modul ini didesain untuk cocok menjadi bahan pembelajaran bagi : 타 Warga dan Pembelajaran level Warga 타 Pemerhati masalah pangan/ketahanan pangan dan hubungannya dengan Perubahan Iklim dan Gender 타 Pekerja Sosial, Staf LSM yang ingin mempelajari tentang 3 isu utama yang diajarkan pada modul ini 타 Dinas/Pemerintah yang membutuhkan sesi kreatif untuk menjelaskan tentang Pangan, Perubahan Iklim dan hubungannya dengan ketidakadilan gender.

4


Kontributor PIKUL dan Tim Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para kontributor yang telah mencoba menggunakan Modul ini dan memberi masukan bagi penyusunan Modul ini yang dilaksanakan lewat Training of Trainers, pada 22 – 23 Juni 2018, di Yayasan Alfa Omega, Kupang NTT. Para kontributor modul ini adalah sebagai berikut:

1. Melsim Imelda Lalus, #Kupang Batanam 2. Megawati Liu, Relawan Kejar PALOK, PIKUL 3. Caritas Y. Seran, KPL Tafena Monit, Kel. Lelogama 4. Indrawati Sembe, POLITANI Kupang 5. Semly Bureni, KPL Tafena Monit, Kel. Lelogama 6. Evania Sale Gegu, Bengkel APPEK 7. Hedwig B. Boimau, Relawan Kejar PALOK, PIKUL 8. Yusi A. Kenat, KPL Betab, Desa Oh Aem 1 9. Petrus Katu, CIS Timor 10. James Gerson Mansula, Relawan Kejar PALOK, PIKUL 11. Alberty M. Olla, Relawan Kejar PALOK, PIKUL 12. Simson Y. Tamoes, KPL Tafena Monit, Kel. Lelogama 13. Oni Simus Toleu, KPL Bibilu, Oh Aem 2 14. Esau Babu, KPL Betab, Desa Oh Aem 1 15. Uriana Tanaos, KPL Betab, Desa Oh Aem 1 16. Velda A. K. Masus, KPL Tafena Monit, Kel. Lelogama 17. Yusi Parala, KPL Betab, Desa Oh Aem 1 18. Herlince Laitabun, KPL Nakbuah, Desa Uitiuhtuan 19. Delvince Sherly Pong, KPL Nakbuah, Desa Uitiuhtuan 20. Dorma M. Taek, KPL Betab, Desa Oh Aem 1 21. Cendana Malafu, KPL Bibilu, Oh Aem 2 22. Derista Lote, KPL Dalen Mesa, Desa Uitiuhana 23. Riska Buy, KPL Dalen Mesa, Desa Uitiuhana 24. Uniasis Lafu, KPL Dalen Mesa, Desa Uitiuhana 25. Roni Usius Neno, KPL Nakbuah, Desa Uitiuhtuan 26. Wempi A. Tepa, KPL Dalen Mesa, Desa Uitiuhana 27. Hartini Naetasi, KPL Tafena Monit, Kel. Lelogama 28. Wasty Benu, Komunitas KABISHAT 29. MariaTualaka, KPL Tafena Monit, Kel. Lelogama 30. Yuni E. Baun, Relawan Kejar PALOK, PIKUL

5


Bagaimana membuat alur sesi yang menyenangkan?*

Sesi 1

Sumber: Materi VIBRANT Facilitation Training

6


SESI 1

Pembukaan TUJUAN < < < <

Peserta saling berkenalan Peserta dan Fasilitator mengetahui level pengetahuan dan keberagaman latar belakang peserta Peserta memahami tujuan pelatihan dan alur proses. Peserta menyepakati komitmen dan harapan mereka terhadap kegiatan pelatihan.

PROSES Perkenalan Pertama: Gambar Palok

WAKTU 60 Menit

METODE

01

Fasilitator memberikan salam kepada peserta dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran peserta serta para pihak yang berjasa atas terselenggaranya kegiatan.

02

Fasilitator memperkenalkan diri dan secara singkat menjelaskan latar belakang, tujuan pelatihan, dan target-target yang hendak dicapai dari pelatihan ini

03

Peserta diminta untuk sejenak memikirkan pangan lokal yang memiliki arti khusus di dalam kehidupannya dan menggambarkannya pada metaplan/kertas

04

Fasilitator meminta peserta untuk satu persatu memperkenalkan diri dengan cara menyebut nama, asal lembaga, pangan lokal yang dipilihnya serta secara singkat menceritakan mengapa pangan lokal itu yang dipilih.

Menggambar, Tabel Globingo, Pohon Harapan

ALAT & BAHAN Kertas Meta Plan/HVS, Alat tulis, Flipchart, Post It atau kertas dengan lakban kertas Gambar Pohon pada flipchart, 1 gambar (disiapkan sebelum sesi dimulai) Gambar baseline target, 3 gambar (disiapkan sebelum sesi dimulai)

Perkenalan Kedua: Globingo

01

Fasilitator membagikan tabel Globingo (tabel globingo disiapkan/difotocopi/diperbanyak sebelumnya) dan menjelaskan cara melakukan sesi Globingo dibawah ini.

02

Cara melakukan sesi Globingo adalah sebagai berikut: peserta diminta untuk mengisi 9 kolom yang ada pada tabel globingo sesuai pernyataan yang ada dengan cara berinteraksi dengan peserta yang lain dan bertanya. 1 7


orang hanya boleh mengisi 1 kotak saja. Bagi peserta yang telah berhasil mengisi semua kotak silahkan meneriakkan BINGO! dan sesi berakhir.

Sesi 1 03

Berikan waktu sekitar 3 – 5 menit bagi peserta untuk berkeliling sampai ada peserta yang berhasil mengisi semua kotak.

PENTING: Sesi ini bertujuan untuk perkenalan, sehingga fokus utama adalah agar peserta bergerak dan mencari teman baru sembari mengisi kolom. Pertanyaan dalam kolom 7, 8, 9 sifatnya hanya untuk mengetahui saja, bukan untuk menilai pengetahuan peserta.

04

Jika ada waktu, ajak peserta untuk bercerita tentang tabel globingo mereka, siapa peserta yang berhasil ditemui. .

05

Tabel Globinggo bisa dilihat pada tabel berikut*:

1. Cari peserta yang suka memasak

2. Cari peserta yang suka pernah mengunjungi 3 pulau di ndonesia

3. Cari peserta yang menjalankan usaha sendiri/wiraswasta

Nama:

Nama:

Nama Pulau:

Usaha:

5. Cari peserta yang pernah mendapat perhargaan di tingkat desa/kec/kab/provinsi

6. Temukan peserta yang bisa menyebutkan 3 makanan lokal di NTT pengganti beras

Nama:

Nama:

Jenis penghargaan:

Nama makanan:

7. Temukan peserta yang bisa menjelaskan apa itu perubahan iklim

8. Temukan peserta yang bisa membedakan antara gender dan seks:

9. Temukan peserta yang bisa membedakan antara “ketahanan pangan� dan “kedaulatan pangan�:

Nama:

Nama:

Nama:

Penjelasan:

Penjelasan:

Penjelasan:

Nama: Nama Masakan:

4. Cari peserta yang pernah diliput oleh media (TV, Radio atau Koran) Nama: Nama media:

* Masing-masing kotak hanya boleh diisi oleh 1 orang saja.

Perkenalan Ketiga: Menyepakati Harapan dan Komitmen Belajar Lewat Pohon Harapan

8

01

Fasilitator menjelaskan bahwa sesi berikut adalah sesi untuk mengetahui harapan peserta.

02

Gambar Pohon yang sudah disiapkan sebelum sesi dimulai dan ditempelkan pada salah satu dinding, sebaiknya diluar ruangan.


03

Ajak semua peserta untuk keluar ruangan dan melihat sebuah pohon, dan minta peserta menjelaskan apa saja bagian-bagian utama pohon (akar, batang, daun, buah) dan fungsifungsinya.

04

Ajak peserta kembali ke lokasi dimana gambar pohon pada flipchart ditempelkan dan minta masing-masing peserta untuk menuliskan pendapat mereka pada post-it/kertas tentang “APA YANG BISA DIKONTRIBUSIKAN/DIBAGIKAN” pada pelatihan ini agar pelatihan ini dapat berjalan dengan lancar, misalnya: bersedia berbagi pengalaman, bersedia memimpin games, dll. Tempelkan hasil tulisan peserta pada bagian “AKAR POHON”. Ini menggambarkan fungsi akar pohon yang menyalurkan makanan pada pohon.

05

Dengan cara yang sama lakukan juga untuk mengisi bagian DAUN dengan HARAPAN PESERTA yang ingin dicapai lewat pelatihan ini dan bagian BATANG untuk KESEPAKATAN KELAS yang perlu disepakati bersama agar pelatihan ini dapat berjalan dengan lancar, dan “makanan” dari “akar” bisa sampai ke “daun” dan semua harapan peserta dapat dipenuhi.

06

Jika waktu memungkinkan lakukan juga dengan cara yang sama untuk mengisi bagian “BUAH” dengan apa yang menjadi “HARAPAN DI MASA DEPAN” peserta setelah mengikuti pelatihan ini.

Contoh Gambar Pohon Harapan DAUN: Apa yang menjadi harapan peserta, yang ingin dicapai setelah pelatihan ini

BUAH: Apa yang ingin dicapai dimasa depan setelah pelatihan ini

BATANG: Apa disepakati bersama agar pelatihan dapat berjalan maksimal AKAR: Apa yang bisa dikontribusikan atau disumbangkan peserta untuk mendukung pelatihan

9


Perkenalan Keempat: Baseline Target

01

Fasilitator menjelaskan bahwa sesi berikut adalah sesi untuk pengumpulan baseline pengetahuan peserta tentang 3 isu utama pada pelatihan ini.

02

3 Gambar Baseline yang sudah disiapkan sebelum sesi dimulai dan ditempelkan pada salah satu dinding, sebaiknya diluar ruangan. 3 Gambar baseline ini mewakili 3 isu yang akan dibahas dalam pelatihan ini: 1. Kedaulatan Pangan, 2. Perubahan Iklim, 3. Hubungan antara Kedaulatan Pangan, Perubahan Iklim & Gender.

03

Ajak peserta untuk berdiri berkerumun di sekitar Baseline 1. Kedaulatan Pangan dan minta peserta untuk memperkirakan level pengetahuan mereka terkait Kedaulatan Pangan.

04

Lalu minta peserta untuk menuliskan inisial nama mereka pada gambar baseline. Bagi peserta yang merasa sudah paham dengan isu Kedaulatan Pangan maka dapat menuliskan inisial mereka semakin ke posisi tengah, mendekati pusat target. Semakin ke arah luar target semakin “belum paham”.

05

Setelah selesai ajak peserta untuk melihat hasil baseline pertama dan minta pendapat peserta dari apa yang mereka lihat pada baseline. Kemungkinan besar akan terlihat perbedaan pengetahuan, ada peserta yang sudah cukup paham dan dapat menjadi “sumber pengalaman, atau narasumber” jika dibutuhkan ketika pelatihan.

Contoh Gambar. Baseline Target

06

Lanjutkan dan lakukan cara yang sama untuk 2 isu lainnya (Perubahan Iklim serta Hubungan Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Gender).

07

Pastikan flipchart Baseline Target ini ditempelkan kembali pada dinding ruangan pelatihan ketika sesi terakhir pelatihan ini.

CATATAN: Sesi awal ini terdiri dari 4 bagian dengan waktu yang relatif lama. Hal ini sengaja dilakukan sekaligus sebagai “ice breaking” dan awal interaksi para peserta. Dalam banyak pengalaman, memberikan waktu sesi yang cukup banyak untuk sesi “perkenalan” akan membantu interaksi antara peserta. Namun, jika waktu dan kondisi tidak memungkinkan dapat memilih 1 atau 2 bagian saja.

10


SESI 2

Mengenal Konsep Hak Atas Pangan, Ketahanan Pangan, dan Kedaulatan Pangan TUJUAN <

WAKTU

<

90 menit (30 menit presentasi, 60 menit diskusi)

< <

METODE Olimpiade Pangan (Lomba Cerdas Cermat, Susun Kata dan Tebak Gambar) Diskusi Kelompok

< <

Peserta memahami bahwa hak atas pangan merupakan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara yang dijamin undang-undang Peserta memahami indikator terpenuhinya atas pangan yang layak Peserta memahami konsep ketahanan pangan dan indikator terwujudnya kondisi Ketahanan Pangan Peserta memiliki pemahaman tentang paradigma kedaulatan pangan. Peserta memiliki pengetahuan tentang latar belakang lahirnya paradigma kedaulatan pangan. Peserta mampu memberikan penilaian atas kondisi ketahanan pangan dan kedaulatan pangan pada sebuah komunitas

PROSES ALAT & BAHAN · Bahan Bacaan yang sudah diperbanyak, · Hadiah (makanan kecil, atau sejenisnya) atau medali · Metaplan, Bel (atau sejenisnya), stopwatch (atau timer aplikasi hp). Kata-kata dalam amplop untuk lomba menyusun kata (lihat Bagian ISI AMPLOP KATA pada sesi ini) sesuai jumlah kelompok

Bagian 1. Pangan Sebagai Hak Asasi

01

Fasilitator menjelaskan tujuan sesi yang berlangsung dan durasi waktu

02

Mulai sesi dengan teknik diskusi brainstorming dari peserta tentang pendapat mereka, apa yang dimaksudkan dengan “Pangan sebagai Hak Asasi”, “Apakah benar Pangan adalah Hak setiap orang” dan probing responrespon penting dari peserta.

03

Setelah itu jelaskan juga bahwa di sesi ini pembelajaran tentang Hak Atas Pangan akan dilakukan dengan metode Olimpiade dengan 3 lomba: 1. Cerdas Cermat, 2. Susun kata dan 3. Tebak Gambar. 11


04

Minta peserta untuk berkelompok menjadi 3 atau 5 kelompok, minta mereka mencari nama kelompok yang unik/keren.

05

Minta setiap kelompok untuk menentukan wakil untuk lomba Cerdas Cermat (3 orang). Sementara Lomba Susun Kata dan Tebak Gambar akan dilakukan secara berkelompok.

06

Bagikan bahan Bacaan 1: Pangan Layak sebagai Hak Asasi dan Hak Konstitusional Rakyat kepada semua peserta.

07

Berikan waktu sekitar 5 menit semua peserta untuk membaca Bahan Bacaan 1 dan jelaskan bahwa pertanyaan pada lomba cerdas cermat nanti akan diambil dari bahan bacaan 1 ini.

08

Lalu atur agar semua kelompok duduk berdekatan dan tempatkan 3 orang wakil kelompok yang akan menjadi juru bicara duduk di bagian depan, dan siapkan agar lomba cerdas cermat bisa dimulai.

09

Untuk meningkatkan kompetisi, fasilitator bisa menawarkan hadiah bagi kelompok pemenang.

10

Dalam lomba ini Fasilitatorlah yang akan menjadi juri.

11

Lalu peserta mulai membacakan pertanyaan dan para wakil peserta akan menjawab. Semua pertanyaan dijawab dengan cara “rebutan”. Bagi kelompok yang tahu jawabannya bisa mengangkat tangan dan hanya boleh menjawab setelah dipersilahkan fasilitator. Siapa tercepat dan benar yang mendapat poin.

12

Bisa juga diciptakan “bel” kreatif untuk masing-masing kelompok dari peralatan/barangbarang yang ada di sekitar lokasi pelatihan.

13

JANGAN LUPA, tanyakan perasaan peserta setelah melakukan aktifitas Cerdas Cermat ini.

14

Pertanyaan Cerdas Cermatnya ada dibawah ini.

PERTANYAAN dan JAWABAN UNTUK LOMBA CERDAS CERMAT Pertanyaan 1. Apa yang disebutkan dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak setiap manusia tentang pangan? Jawab: Karena pentingnya Hak atas pangan yang layak, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob), salah satu dari tiga 3 instrumen pokok “International Bill of Human Rights”, mewajibkan negara dari bangsa-bangsa beradab –yaitu yang menghormati hak asasi manusia— untuk mengakui “hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus” (Pasal 11.1 ); dan mengakui hak mendasar dari setiap orang untuk bebas dari kelaparan (Pasal 11.2).

12


Pertanyaan 2. UUD'45 dengan tegas menjamin hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan hak atas pangan yang layak. Hal ini ditegaskan pada pasal berapa? Jawab: Pada Pasal 28 (A) dan Pasal 28 (C). Di dalam UUD 1945 hasil Amandemen terakhir, pengakuan Hak atas pangan yang layak adalah bagian tak terpisahkan dari Pasal 28 A “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan 28 C ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Pertanyaan 3. Apa tanda bahwa Pemerintah Indonesia telah Meratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Ekosob? Jawab: Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi (mengadopsi kebijakan) Kovenan Internasional tentang Hak Ekosob melalui Undang- undang Nomor 11 Tahun 2005. Dengan Undang-undang ini, Kovenan Ekosob menjadi bagian dari produk perundang-undangan Republik Indonesia. Pertanyaan 4. Sebutkan 5 Pangan lokal pengganti beras yang ada di NTT? Jawab: Sorgum, Jagung, Ubi Jalar, Keladi, Pisang Tanah Pertanyaan 5. Ada 3 Undang-undang di Indonesia yang dengan tegas menjamin Hak Warga Negara atas pangan yang layak. Sebutkan Undang-undang apa saja itu? Jawab: UUD'45, UU No.11 tahun 2015 tentang Hak Ekosob dan UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan. Konsekuensi dari UUD 1945, UU No 11 Tahun 2005, dan UU No 18 Tahun 2012 adalah hak atas pangan yang layak bukan sekedar hak asasi tetapi juga hak konstitusional setiap warga negara Indonesia. Dengan itu, negara di pihak lain memiliki kewajiban asasi dan kewajiban konstitusional untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak rakyat atas pangan. Pertanyaan 6. Ada 7 aspek penting dari Hak Atas Pangan Yang Layak. Sebutkanlah minimal 3 aspek lainnya? Jawab: Aspek penting Pangan yang layak adalah: 1. KETERSEDIAAN PANGAN, 2. KUALITAS PANGAN dan 3. KUANTITAS PANGAN yang MEMADAI, 4. BEBAS DARI SUBSTANSI YANG MERUGIKAN (AMAN), 5. DITERIMA OLEH BUDAYA, 6. AKSESIBILITAS, dan 7.BERKESINAMBUNGAN. 13


Pertanyaan 7. Pilihan salah satu jawaban yang benar. Selain kewajiban legal formal menjamin hak konstitusional warga negara atas pangan, siapakah yang bertanggung jawab menjamin pemenuhan hak atas pangan kita? a. Kita semua b. Negara c. Pemerintah d. Perserikatan Bangsa-Bangsa Jawab: a. Kita semua, ya, walaupun Negara memiliki kewajiban konstitusional menjamin hak atas pangan setiap warga negara, namun kita semualah yang bertanggung jawab menjamin pemenuhan hak atas pangan kita.***

Bagian 2: Memahami Ketahanan Pangan

01

Fasilitator menjelaskan kita akan masuk pada lomba “Olimpiade Pangan” berikutnya yaitu Lomba Menyusun Kata.

02

Fasilitator menyiapkan amplop kata, menyerahkan pada wakil kelompok dan menjelaskan cara melakukan lomba ini sebagai berikut: setiap kelompok akan berlomba menyusun katakata dalam amplop menjadi sebuah kalimat berkaitan dengan “Ketahanan Pangan”. Bagi kelompok yang paling cepat menyelesaikan kalimatnya dengan benar yang menang.

03

Sebelum lomba dimulai, minta seluruh peserta untuk membaca bahan Bacaan 2. Mengenal Konsep Ketahanan Pangan. Setelah membaca lomba bisa dimulai.

04

Jangan lupa tanyakan perasaan peserta setelah aktifitas ini dilakukan.

ISI AMPLOP KATA: KALIMAT DIBAWAH INI DICETAK DAN DIGUNTING PER KATA ATAU BEBERAPA KATA Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.” KALIMAT PANDUAN (KALIMAT PANDUAN INI DICETAK DAN DIMASUKAN BERSAMA POTONGAN KATA DARI KALIMAT DI ATAS, untuk membantu peserta menyusun kata. Ketahanan Pangan ……… ……… terpenuhinya ……… ……… ……… sampai dengan ………, yang tercermin dari ……… ……… ……… ………, baik ……… maupun ………, ………, ………, bergizi, ………, dan ……… serta tidak ……… ……… agama, ………, dan ……… masyarakat, untuk ……… hidup ………, ………, dan ……… secara ……….”

14


Bagian 3: Memahami Kedaulatan Pangan

01

Fasilitator menjelaskan kita akan masuk pada lomba ketiga dari “Olimpiade Pangan” berikutnya yaitu Lomba Tebak Gambar.

02

Mulai sesi dengan teknik diskusi brainstorming dari peserta tentang pendapat mereka, “apa perbedaan antara Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan?” dan probing respon-respon penting dari peserta.

03

Dalam kelompok, peserta akan berlomba melakukan aktifitas “tebak gambar” dan akan berkompetisi antara kelompok. Kelompok yang berhasil menebak dengan benar adalah pemenangnya.

04

Sebelum dimulai sebar bahan Bacaan 3. Mengenal Konsep Kedaulatan Pangan dan berilah waktu secukupnya untuk semua peserta membaca (sekitar 5 menit).

05

Setelah membaca setiap kelompok diminta untuk memilih 5 kata/frasa kunci, minimal 1 kata dan maksimal 3 kata. 1 kata atau 1 frasa mewakili sebuah arti/konsep yang diambil dari Bacaan 3, misalnya: “Daulat”, “Daulat Pangan”, “Pangan Adil” atau “Generasi Masa Depan” yang berhubungan dengan Kedaulatan Pangan. Kata atau Frasa inilah yang akan ditebak oleh masing-masing kelompok.

06

Sebelum dimulai pastikan setiap kelompok tidak menebak hasil kerja mereka, tetapi harus menebak hasil kerja dari kelompok lain.

07

Lalu secara bergantian, minta salah satu wakil dari kelompok untuk ke depan, membaca “kata/frasa” yang ditugaskan dan anggota kelompok menebak kata/frasa apa yang dimaksudkan. Batasi waktu untuk setiap tebakan, misalnya 1 menit.

08

Setelah ditebak, ajak peserta untuk menjelaskan apa kata/frasa yang dimaksudkan dalam gambar.

09

Sebelum sesi berakhir, pastikan bahwa peserta memahami perbedaan antara paradigma “Ketahanan Pangan dengan Kedaulatan Pangan”. ***

15


CATATAN: Untuk Lomba Cerdas Cermat, mohon perhatikan kalimat dalam Bacaan 1 dibawah ini yang dicetak tebal.

Bacaan 1: Pangan Layak sebagai Hak Asasi dan Hak Konstitusional Rakyat

T

anpa pangan yang memadai, manusia tidak bisa hidup layak. Sementara kehidupan layak adalah salah satu syarat menjadi manusia seutuhnya. Karena itu, pangan yang layak adalah hak asasi, hak yang dimiliki setiap orang sebagai syarat bagi kemanusiaannya. Karena pentingnya Hak atas pangan yang layak, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob), salah satu dari tiga 3 instrumen pokok “International Bill of Human Rights”, mewajibkan negara dari bangsa-bangsa beradab –yaitu yang menghormati hak asasi manusia— untuk mengakui “hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus” (Pasal 11.1 ); dan mengakui hak mendasar dari setiap orang untuk bebas dari kelaparan (Pasal 11.2). Di dalam Komentar Umum Nomor 12 tentang Hak Atas Bahan Pangan Yang Layak, Komite PBB untuk Hak Ekosob bahkan menekankan bahwa Hak Asasi Manusia atas bahan pangan yang layak mempunyai arti penting yang krusial untuk pemenuhan dari semua hak asasi. Boleh diartikan, tiada guna membicarakan hak asasi lainnya jika hak asasi atas pangan yang layak tidak terpenuhi. Apa yang dinyatakan Komite Hak Ekosob PBB pada 1999 ini hampir sama seperti pidato PresidenSoekarno 54 tahun sebelumnya. Di dalam pidatonya pada 15 Agustus 1945 di BPUPKI, Bung Karno menyatakan, “….buat apa kita membikin grondwet, apa gunanya grondwet itu kalau ia tidak dapat mengisi perutnya orang yang hendak mati kelaparan. Grondwet yang berisi ”droits de I' homme et du citoyen” itu, tidak bisa menghilangkan kelaparannya orang yang miskin yang hendak mati kelaparan.... Dengan demikian, Bung Karno menegaskan bahwa pemenuhan pangan adalah urusan penting kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana Undang-Undang Dasar (grondwet) tidak ada gunanya jika hanya mengatur “Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara” (droits de I' homme et du citoyen) tanpa menjamin terpenuhinya hak atas pangan rakyat Indonesia. Droits de I' homme et du citoyen merupakan pernyataan pengakuan hak asasi manusia yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis (Agustus 1789), berisi pernyataan atas kemerdekaan individu yang kini lebih dikenal sebagai Hak Sipil Politik. Tidak mengherankan jika jauh sebelum Kovenan HAM Ekosob diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 196; konstitusi Indonesia, UUD 1945 telah mengakui HAM Ekosob, termasuk hak atas pangan, berserta semangat kekeluargaan dan gotong-royong sebagai prinsip di dalam jalan mewujudkannya. Di dalam UUD 1945 hasil Amandemen terakhir, pengakuan Hak atas pangan yang layak adalah bagian tak terpisahkan dari Pasal 28 A “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan 28 C ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi (mengadopsi kebijakan) Kovenan Internasional tentang Hak Ekosob melalui Undang- undang Nomor 11 Tahun 2005. Dengan Undang-undang ini, Kovenan Ekosob menjadi bagian dari produk perundang-undangan Republik Indonesia. Pengakuan atas pangan sebagai Hak Asasi Manusia juga terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yang menyatakan bahwa: a) Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia

16


yang berkualitas. Konsekuensi dari UUD 1945, UU No 11 Tahun 2005, dan UU No 18 Tahun 2012 adalah hak atas pangan yang layak bukan sekedar hak asasi tetapi juga hak konstitusional setiap warga negara Indonesia. Dengan itu, negara di pihak lain memiliki kewajiban asasi dan kewajiban konstitusional untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak rakyat atas pangan. Kewajiban untuk menghormati mensyaratkan negara untuk TIDAK mengambil langkah-langkah yang MENGABKIBATKAN individu atau komunitas warga negara terhalang upayanya di dalam memenuhi hak atas pangan. Kewajiban melindungi artinya Negara WAJIBmengambil tindakan mencegah perusahaan, kelompok warga, atau individu menghalang akses individu atau komunitas warga lainnya dari pemenuhan pangan. Kewajiban memenuhi terdiri atas kewajiban memfasilitasi dan kewajiban menyediakan. Kewajiban memfasilitasi berarti negara bertanggungjawab untuk memperkuat akses mesyarakat kepada pemanfaatan sumber daya dan sarana-sarana untuk memproduksi pangan atau pada mata pencaharian yang berdampak pada kemampuan mengakses sumber pangan di pasar. Sementara kewajiban menyediakan berlaku pada kondisi khusus, yaitu ketika warga negara berhadapan dengan kondisi tertentu yang membuat mereka tidak dapat secara mendiri mengusahakan pemenuhan pangan. Misalnya, masyarakat yang mengalami bencana alam atau para pengungsi akibat konflik, berhak untuk mendapat jaminan penyediaan pangan dari negara.

Lantas, apa yang dimaksud dengan Hak Atas Pangan yang Layak? Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 menjelaskan Pangan sebagai ''segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.” Sementara Hak Atas Pangan yang Layak, jika mengacu pada rumusan Komite PBB untuk Hak Ekosob adalah: KETERSEDIAAN bahan PANGAN dalam KUALITAS dan KUANTITAS yang MEMADAI untuk memenuhi kebutuhan makanan individu, bebas dari substansi yang merugikan (AMAN), serta BISA DITERIMA dalam budaya setempat. AKSESIBILITAS bahan PANGAN itu berkesinambungan dan tidak mengganggu pemenuhan Hak Asasi Manusia lainnya. Pada pengertian di atas, ada beberapa istilah atau konsep penting, antara lain: KETERSEDIAAN PANGAN, KUALITAS PANGAN dan KUANTITAS PANGAN yang MEMADAI, BEBAS DARI SUBSTANSI YANG MERUGIKAN, DITERIMA OLEH BUDAYA, AKSESIBILITAS, dan BERKESINAMBUNGAN. ***

Daftar Referensi Farid, Hilmar. “Kertas Kerja Untuk Forum Diskusi Interseksi, 'Civil Rights Dan Demokratisasi: Pengalaman Indonesia.'” The Interseksi Foundation, n.d. http://interseksi.org/archive/publications/essays/articles/ catatan_civilrights.html. “General Comment 12: The Right to Adequate Food (art. 11).” OHCHR, May 12, 1999. “International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.” OHCHR, n.d. http://www.ohchr.org/EN/ ProfessionalInterest/Pages/CESCR.aspx. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 2012 Nomor 227. Kementerian Sekretariat Negara, 2012 Republik Indonesia. Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 118. Kementerian Sekretariat Negara, 2005. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 99. Menteri Sekretaris Negara, 1999.

17


Bacaan 2: Mengenal Konsep Ketahanan Pangan

S

etiap kita yang pernah menghadiri acara yang berisi pidato pejabat, kampanye politisi atau penyuluhan pekerja LSM pasti pernah mendengar istilah Ketahanan Pangan. Istilah ini seolah-olah wajib diucapkan, terutama ketika berbicara kesejahteraan rakyat. Ketahanan Pangan merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris, food security. Ada banyak lembaga yang memberikan pengertian ketahanan pangan. Pengertian tersebut berkembang dari waktu ke waktu. Istilah ketahanan pangan berangkat populer ketika digunakan di dalam Konferensi Pangan Dunia yang pertama pada 1974. Konferensi itu berlatar belakang kondisi krisis pangan dunia (1972-1974) dimana sejumlah negara, terutama importir pangan, kesulitan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya akibat turunnya pasokan dan naiknya harga pangan di pasar global. Maka ketahanan pangan saat itu diartikan sebagai “ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu … ... untuk menjaga keberlanjutan konsumsi pangan ... dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga." Pengertian ini digunakan oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) pada 1975. N a m u n p e n i n g kat a n p ro d u ks i p a n g a n d u n i a o l e h diberlakukannya revolusi hijau ternyata tidak menjamin semua orang dapat menikmati pangan yang cukup. Maka fokus konsep ketahahan pangan pun berubah, perhatian lebih besar diberikan pada level rumah tangga dan individu, serta pada sisi permintaaan. Pada 1992, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperbaiki pengertian ketahanan pangan dengan menekankan pada kepentingan kehidupan yang sehat di tingkat rumah tangga dan individu, yaitu “akses setiap Rumah Tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat.” Setahun kemudian, pada World Food Conference on Human Right di tahun 1993, aspek kesinambungan dan keberterimaan oleh budaya setempat ditambahkan, sehingga pengertian Ketahahan Pangan menjadi “kondisi terpenuhinya gizi setiap individu dalam jumlah dan mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai budaya setempat. Pada World Food Summit 1996, FAO merumuskan, Ketahanan pangan terwujud ketika semua orang, pada setiap waktu, memiliki akses fisik dan ekonomis terhadap tercukupinya pangan bergizi yang aman yang memenuhi kebutuhan gizi dan pilihan pangan mereka untuk hidup aktif dan sehat. Kini, FAO menggunakan definisi terbaru yaitu "Keamanan pangan tercapai, jika pangan yang memadai (secara kuantitas, kualitas, keamanan, dan penerimaan sosial budaya) tersedia dan dapat diakses untuk dimanfaatkan secara memuaskan oleh semua individu setiap saat agar hidup sehat dan bahagia. 18


Pengakuan Indonesia atas Konsep Ketahanan Pangan Pemerintah Indonesia secara formal mengadopsi konsep ketahahan pangan ini sejak paruh kedua tahun 1990an, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pasal I ayat 17 UU ini mendefinisikan Ketahanan Pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata, dan terjangkau.” Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 yang mengganti UU Nomor 7 Tahun 1996 memperbaiki pengertian Ketahanan Pangan menjadi “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”

Ketersediaan, Akses, dan Pemanfaatan, dan Stabilitas Pangan Kerangka konseptual Ketahanan pangan memiliki empat dimensi utama, yaitu ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, pemanfaatan pangan, dan stabilitas pangan. Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan baik yang berasal dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan, maupun impor dan bantuan pangan dari negara lain. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, regional, kabupaten dan tingkat masyarakat. Menurut FAO, kondisi ketersediaan pangan tercapai ketika pangan layak tersedia saat orang membutuhkan. Akses Pangan adalah kondisi dimana rumah tangga dan setiap individu di dalam rumah tangga memiliki sumber daya untuk mendapatkan pangan yang layak (baik dengan memproduksi sendiri, membeli atau menukar dengan barang lain, atau mendapatkannya sebagai pinjaman atau bantuan dari pihak lain) bagi kebutuhan gizinya. Aksesibilitas terdiri atas aksesibilitas yang bersifat ekonomis dan yang bersifat fisik. Aksesibilitas ekonomis berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga untuk membeli pangan. Ia bisa berarti harga pangan relatif murah atau pendapatan rumah tangga yang relatif tinggi sehingga pangan bisa dibeli tanpa mengorbankan kebutuhan dasar lainnya. Aksesibilitas fisik seringkali dikaitkan dengan ketersediaan sarana-prasara yang memungkinkan rakyat mengakses sumber pangan, terutama dari pasar. Karena itu indikator yang sering digunakan untuk mengukur aksesibilitas fisik adalah sarana-prasaranan transportasi dan bangunan pasar. Tetapi ada pula yang melibatkan kondisi fisik individu seperti orang cacat, lanjut usia, atau sakit parah. Maka aksesibilitas fisik juga diartikan sebagai setiap individu, termasuk yang mengalami keterbatasan fisik dapat menjangkau sumber pangan. Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi. Pemanfaatan pangan ini mencakup juga teknik penyimpanan, pengolahan, penyiapan, dan penyajian pangan yang bersih dan aman. Agar ketahanan pangan terpenuhi, rumah tangga atau individu harus memiliki akses pada pangan layak sepanjang waktu. Frasa “pada sepanjang waktu” pada pengertian ketahanan pangan mengaju pada dimensi stabilitas dari konsep ketahanan pangan. Stabilitas berarti ketersediaan dan akses rumah tangga atau individu terhadap pangan 19


harus dijaga agar tidak berkurang meski terjadi perubahan kondisi lingkungan yang tiba- tiba, seperti krisis ekonomi atau krisis iklim, atau siklus periodik seperti kelangkaan pangan menjelang musim panen. Ketersediaan, akses, dan pemanfaatan merupakan determintan fisik dari ketahanan pangan. Ketiganya merupakan satu kesatuan salur yang berelasi hierarkis, dimana ketersediaan terletak di dasar, lalu akses, dan ujungnya adalah pemanfaatan. Tanpa ketersediaan pangan, tidak mungkin ada akses dan pemanfaatan. Sebaliknya pangan mungkin tersedia, tetapi belum tentu dapat diakses rumah tangga atau individu. Demikian pula, rumah tangga dan individu mungkin memiliki akses atas pangan, tetapi tidak memanfaatkannya dengan baik.

Pangan Layak (Adequate Food): Jumlah, Mutu, Keamanan, dan Keberterimaan Ketika kita bicara JUMLAH PANGAN yang layak, kita tidak mengukurnya dari porsi yang mengenyangkan atau tidak. Beraneka ragam pangan hanyalah bentuk tampak dari kandungan berbagai unsur gizi di dalamnya. Kadungan gizi inilah yang dibutuhkan tubuh kita agar sehat dan dapat beraktivitas dengan baik. Maka bicara jumlah pangan adalah bicara kandungan gizi yang diperoleh tubuh. Indikator dari jumlah gizi yang dibutuhkan itu disebut Angka Kecukupan Gizi (AKG), yaitu rata-rata energi dan protein yang dibutuhkan setiap orang per harinya untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2013 menetapkan AKE sebesar 2.115 kkal

Jenis Serealia Umbi – umbian Pangan hewani Minyak dan lemak nabati Buah biji berninyak Kacang – kacangan

Gula Sayuran dan buah Lain – lain ( bumbu) Total

Contoh beras, jagung, sorgum, dll ubi kayu, ubi jalar, kentang, keladi, ubi hutan ikan, daging, telur, susu minyak kelapa, minyak jagung, minyak kelapa sawit, margarine mete, kelapa, kenari, kemiri, cokelat Kacang kedelai, kacang tanah, kacang turi, kacang polong, brenebon, kacang nasi, kacang hutan gula tebu, gula kelapa, gula lontar, dan sirup Semua jenis buah dan sayur

Jumlah Kalori 1.000 120

Berat (Gram)

SkorPPH

275

50

25,0

100

6

2,5

240 200

150

12

24,0

20

10

10,0

60

10

3

30,0

100

35

5

1,0

100

30

5

5,0

120 60 2.000

250

6

2,5

0

3

0,0

870

100

100

Sumber: Diolah dari Lampiran Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.140/10/2009

20

%


energi dan 57 gram protein pada tingkat konsumsi. Demikian juga soal KUALITAS PANGAN, tidaklah terletak pada mahal atau tidaknya bahan pangan yang dikonsumsi, tetapi pada kombinasi berapam pangan yang memenuhi standar yang disebut Pola Pangan Harapan (PPH). Untuk mengukur tingkat kualitas pangan yang kita konsumsi, beragam bahan pangan itu diberikan skor atau nilai lalu dijumlahkan. PPH disebut berkualitas sempurna ketika penjumlahan dari tiap- tiap pangan yang kita konsumsi bernilai 100. Semakin mendekati seratus berarti semakin berkualitas konsumsi pangan kita. Aspek ketiga dari pangan yang layak adalah KEAMANAN PANGAN. Pangan yang aman adalah yang terhindar dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Hal-hal yang sering terkait dengan isu pangan yang aman adalah sanitasi pangan, bahan tambahan (seperti bumbu penyedap, pewarna, pengawet), rekayasa genetika dan kemasan pangan. Aspek keempat adalah KEBERTERIMAAN SECARA SOSIAL-BUDAYA, termasuk agama. Pangan bukan sekedar soal gizi. Ia terkait juga dengan cara pandang dan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Nasi aking, yaitu nasi sisa yang dijemur lalu dimasak kembali mungkin masih mengandung gizi, tetapi apakah nilai masyarakat tentang kepantasan membolehkan ia diklaim sebagai bahan pangan? ***

Daftar Referensi: FAO. “Food Security.” Policy Brief, no. 2 (June 2006). _____. Trade Reforms and Food Security: Conceptualizing The Linkages. Roma, 2003. _____. “An Introduction to the Basic Concepts of Food Security,” 2008. http://www.fao.org/docrep/013/al936e/al936e00.pdf. Maxwell, Simon. “Food Security: A Post-Modern Perspective.” Food Policy 21, no. 2 (May 1996): 155–70. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Berita Negara RI Tahun 2013 Nomor 1408. Menteri Hukum dan HAM, 2013. _____. Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Berita Negara RI Tahun 2014

21


Bacaan 3: Mengenal Konsep Kedaulatan Pangan Paradigma Ketahanan pangan menuai kritik keras, terutama dari kalangan petani dan pejuang hak atas pangan. Salah satu sebab utamanya adalah karena paradigma Ketahanan Pangan “tidak memperdulikan” dari mana asal pangan, selama itu tersedia (diimpor atau didatangkan dari luar). Ini berarti membuka peluang besar pangan bergeser dari “apa yang dihasilkan” menjadi “apa yang bisa dibeli”. Selama pangan bisa dibeli, entah dari mana asalnya maka kondisi pangan dianggap sedang baik-baik saja. Dalam paradigma ini, pangan bergeser dari “makanan” menjadi “komoditi/barang jualan”. Paradigma ini dinilai hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan internasional yang bergerak di bidang industri pangan. Bukannya menjamin setiap orang mendapatkan pangan yang layak sebagai hak asasinya, pendekatan ketahanan pangan justru menempatkan pangan sebagai komoditi perdagangan, dan masyarakat, terutama di negara berkembang sebagai pasar-nya. Sebagai dampak lanjutnya, kaum tani penghasil pangan justru menderita karena hasil pertanian mereka kalah bersaing dengan produk pangan yang diimpor murah dari negara-negara maju. Selain itu, pendekatan ketahanan pangan menyebabkan penyeragaman konsumsi pangan pada jenis-jenis pangan tertentu dan ketergantungan masyarakat pada ketersedian pangan di pasar. Akibatnya, sumber-sumber pangan lokal mulai ditinggalkan. Dampaknya pada tingkat individu atau rumah tangga, ketika harga pangan di pasar naik karena berbagai faktor, atau penghasilan masyarakat turun, misalnya karena krisis ekonomi yang berdampak pada PHK, masyarakat pun kehilangan akses atas pangan, dan teriakan kelaparan pun terdengar di mana-mana. Sementara dampaknya pada tingkat negara adalah hilangnya kedaulatan bangsa untuk merumuskan kebijakan pangan yang sesuai karakteristik alam dan sosial budaya serta kehendak rakyatnya. Kebijakan pangan yang dikeluarkan semata-mata untuk memuluskan kepentingkan pelaku perdagangan pangan, baik di level internasional, pun nasional. Konsep ketahanan pangan, terlepas dari tujuan baiknya untuk menjamin hak atas pangan, memang memiliki cacat yang memungkinkan peyimpangannya dari tujuan mulia yang diklaimnya: dari upaya untuk menjamin hak atas pangan, menjadi ruang bebas bagi perusahaan pangan meraup untung besar. 22


Itu karena, yang pertama, dimensi ketersediaan pangan di dalam konsep ini tidak membatasi dari mana asal pangan dan siapa yang memproduksi. Dimensi ketersediaan pangan di dalam konsep ketahanan pangan, sebagaimana diulas pada bagian sebelumnya, mencakup pula pangan impor. Kedua, dimensi akses pangan di dalam konsep ini menekankan pada akses fisik berupa ketersediaan infrastruktur yang menopang mekanisme pasar sebagai mode distribusi pangan, dan pada akses ekonomi berupa daya beli masyarakat atas pangan yang terdapat di pasar. Dengan ini pangan ditempatkan sebagai semata-mata komoditi yang diperdagangkan, dan untuk mendapatkannya individu dan rumah tangga harus ditingkatkan penghasilannya agar memiliki daya beli. Aspek Akses rakyat atas sumber daya produksi yang memungkinkannya memproduksi pangan secara mandiri tidak tercakup di dalam konsep ketahanan pangan. Kedaulatan Pangan Sebagai Pendekatan Pangan Berkeadilan. Menjawab ketidakmampuan konsep ketahanan pangan untuk menjawab pemenuhan hak atas pangan, gerakan petani dan aktivis anti-neoliberalisme mengajukan paradigma baru yang disebut Kedaulatan Pangan. Konsep dan kerangka kerja “Kedaulatan Panganâ€? awalnya dideklarasikan pada 1996 dalam sebuah pertemuan rakyat Internasional di Meksiko yang dihadiri oleh perwakilan organisasi petani, perempuan pedesaan, dan masyarakat adat. Mereka mendiskusikan kecemasan terhadap sistem pertanian pangan yang diciptakan oleh pelaku bisnis pangan di negara-negara maju yang kekusaan dan dampak buruknya kian meluas ke seluruh dunia. Sistem pangan ini menyebabkan pelaku besar industri pangan kian kaya sementara kelaparan semakin luas dan petani kian dimiskinkan. Paradigma kedaulatan pangan umumnya diartikan sebagai hak atau kemampuan rakyat lokal/setempat untuk mengontrol sistem pangan mereka sendiri, termasuk pasar, sumber daya ekologi, budaya pangan, dan moda produksi. Tetapi paradigma ini terus berkembang, diperkaya oleh nilai dan pengalaman komunitas-komunitas masyarakat produsen dan konsumen pangan dari berbagai belahan dunia. Pada 2007, sekitar 500 perwakilan komunitas dari 80 negara hadir di dalam forum internasional kedaulatan pangan di NyĂŠlĂŠni, Mali. Para p e s e r t a b e r h a s i l m e r u m u s ka n paradigma kedaulatan pangan sebagai berikut: § Kedaulatan pangan adalah hak

untuk memproduksi pangan yang sehat dan sesuai dengan kultur setempat dengan metode yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dan hak untuk menentukan pangan dan sistem pertanian sendiri. 24


§ Kedaulatan pangan mengutamakan orang-orang yang memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi

pangan sebagai inti dari sistem dan kebijakan pangan, dan bukannya tuntutan pasar dan perusahaanperusahaan besar. § Kedaulatan pangan membela kepentingan generasi masa depan. § Kedaulatan pangan juga menawarkan suatu strategi untuk berjuang serta menghancurkan rejim pangan dan

perusahan dagang yang ada saat ini, serta menuju sistem pangan, pertanian, peternakan dan perikanan yang bisa ditentukan secara lokal. § Kedaulatan pangan mengutamakan kepentingan ekonomi dan pasar lokal dan nasional serta

memberdayakan kembali petani kecil, rumah tangga pertanian, nelayan, peternakan kecil; serta produksi, distribusi, dan konsumen pangan yang berdasarkan pada kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan. § Kedaulatan pangan juga mempromosikan sistem perdagangan yang transparan yang dapat

menjamin pendapatan yang berkeadilan bagi setiap orang serta menjamin hak setiap orang untuk bisa mengendalikan konsumsi pangan dan nilai gizi mereka sendiri. § Kedaulatan pangan menjamin hak untuk menggunakan dan mengelola tanah, wilayah, air, bibit,

ternak dan keanekaragaman hayati pada tangan-tangan yang bekerja memproduksi pangan. § Kedaulatan pangan merupakan hubungan sosial baru yang bebas dari penindasan dan

ketidaksetaraan antar laki-laki dan perempuan, rakyat, ras, kelas sosial dan generasi. Sebagai masyarakat desa, yang sebagian besar merupakan penghasil pangan, pantaslah jika upaya kita untuk memenuhi hak atas pangan didasarkan pada paradigma kedaulatan pangan. Dengan paradigma ini, kita sendiri lah –bukan perusahaan penjual benih, bukan LSM pemberi bantuan, bukan pula pemerintah – yang merencakan visi, prinsip, nilai, dan langkah-langkah untuk secara merdeka memanfaatkan potensi yang ada disekitar kita untuk memenuhi hak atas pangan yang layak. Ringkasnya, kita berjuang mewujudkan ketahanan pangan, yaitu kondisi dimana setiap individu dan rumah tangga, baik yang ada saat ini, pun generasi demi generasi yang hadir kemudian, dapat menikmati pangan yang layak bagi kesehatan dan kebahagiaan hidupnya. Perjuangan untuk mencapai itu didasarkan pada paradigma ketahanan pangan, yaitu kemandirian kita untuk menyusun arah dan tindakan berbasis sumber daya yang kita miliki.***

Daftar Referensi: Bernstein, Henry. “Food Sovereignty via the 'peasant Way': A Sceptical View.” The Journal of Peasant Studies 41, no. 6 (2014): 1031–63. Forum for Food Sovereignty. “Deklarasi Nyeleni, Desa Nyéléni, Sélingué, Mali,” n.d. http://nyeleni.org/spip. php?article332. Globar Justice. “The Six Pillars of Food Sovereignty,” n.d. http://www.globaljustice.org.uk/six-pillars-foodsovereignty. World Development Movemen. “Tricky Questions Briefing: Food Sovereignty,” September 2012. http://www. globaljustice.org.uk/sites/default/files/files/resources/food_sov_tricky_questions.pdf.

24


SESI 3

Potensi Keanekaragaman Pangan dan Kedaulatan Pangan lewat Pangan Lokal WAKTU 45 Menit

TUJUAN < <

METODE

Peserta memahami pentingnya keberagaman pangan Peserta mengetahui program penganeragaman pangan pemerintah dari masa ke masa dan memahami kelemahannya

Diskusi Kelompok

PROSES ALAT & BAHAN

01

Fasilitator meminta peserta untuk membentuk kelompok beranggotakan 4-6 orang. Para peserta perempuan sebaiknya membentuk kelompok sendiri. Demikian pula aparat desa atau kelurahan. Jika peserta cukup beragam, kelompok bisa diatur agar bervariasi berdasarkan lokasi tinggal (ada kelompok desa dan kota, dst).

02

Mintalah masing-masing kelompok memilih 1 lokasi target untuk menjadi contoh, misalnya Desa/Kelurahan dari salah satu peserta anggota kelompok.

03

Sebar bahan Bacaan 04 dan beri waktu untuk peserta membacanya.

04

Fasilitator memandu agar setiap kelompok mengisi tabel Ketersediaan dan Pemanfaatan Pangan. Mengisi tabel ini adalah sebagai latihan untuk mengecek posisi Ketahanan Pangan sebuah komunitas.

Ÿ Tabel Pemetaan

Ketersediaan dan Pemanfaatan Pangan yang sudah dibuat pada flipchart atau kertas plano, dengan jumlah tabel sesuai jumlah kelompok Ÿ Panduan pertanyaan “Seberapa Daulatkah Pangan Kita?” yang sudah dicetak sesuai jumlah kelompok. Ÿ Post it kecil beragam warna Ÿ Spidol

25


05

Minta kelompok berdiskusi dan menuliskan jawaban pada Post it dan tempelkan pada tabel, agar mudah dipindahkan. Keterangan cara pengisian ada pada bagian bawah tabel.

06

Beberapa saat sebelum diskusi dan pengisian akan selesai dan sesaat sebelum presentasi, sebarlah lembar PANDUAN PERTANYAAN SESI 3 (dalam box di bawah ini). Mintalah setiap kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan dari PANDUAN PERTANYAAN SESI 3 tersebut. Dan minta setiap kelompok untuk memberi skoring antara 1 – 10 (skor 1 “berisiko” dan skor 10 “berdaulat”) pada panduan pertanyaan paling terakhir.

07

Mintalah setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kelompok mereka dan ajak peserta untuk berdiskusi tentang apa yang mereka rasakan dari sesi ini.

LEMBAR PANDUAN PERTANYAAN SESI 3: Seberapa Daulatkah Pangan Kita? § Apakah pangan kita cukup beragam dan tersedia sepajang waktu? § Apakah pangan kita dapat selalu diakses (diperoleh, dibeli, atau dihasilkan)? § Apakah kita cukup mengkonsumsi pangan yang beragam (cukup berganti menu, minimal terdiri dari 3 elemen kandungan penting makanan bergizi? § Apakah setiap individu di dalam rumah tangga mengonsumsi pangan beragam? § Apakah kondisi ketahanan pangan desa terpenuhi? § Apakah kita berdaulat pangan atau bergantung pasar? § Skor Kedaulatan Pangan kita: ?

Tabel Pemetaan Ketersediaan dan Pemanfaatan Pangan

Nama Sumber Pangan

Pemanfaatan

Ketersediaan Kandu ngan Utama

Tempat tersedia Kebun

Halaman

Hutan

Pasar

Masa Terse dia

Kondisi Aksesibilit as

Dikonsum si sebagai

Frekuensi Konsumsi

Ket

Yang Mengkonsumsi Ayah

Ibu

Anak

Keterangan cara pengisian tabel: Ÿ Nama Sumber Pangan: Segala jenis sumber pangan (hewani dan nabati), yang dibudidaya atau

yang dikumpulkan dari hutan Ÿ Kandungan Gizi Utama: Apakah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral atau beberapa sekaligus. Kandungan gizi dapat diperkirakan dengan mengacu pada bahan bacaan Bacaan 04 Keanekaragaman Potensi Pangan Lokal pada sesi selanjutnya. 26


Ÿ Tempat tersedia: Centang pada kolom yang sesuai (Kebun/Halaman/Hutan/Pasar (Kios) Ÿ Masa Ketersediaan: Rincikan keterangan tentang masa ketersediaan, apakah sepanjang waktu, Ÿ

Ÿ

Ÿ Ÿ

atau pada bulan-bulan tertentu Kondisi Aksesibilitas: Berikan keterangan rinci tentang aksesibilitas sesuai tempat tersedia. Jika di pasar (kios) apakah harga cukup murah untuk diakses warga atau pada masa tertentu harga menjadi terlalu mahal, sehingga sebagian penduduk tidak bisa mengaksesnya. Jika di Hutan, apakah cukup mudah masyarakat mengambilnya, dll. Dikonsumsi sebagai: berikan penjelasan bagaimana dan untuk apa sumber pangan tersebut dikonsumsi. Misalnya Jagung, sebagai pangan pokok, dihidangkan bergilir dengan besar, atau dicampur beras. Frekuensi Konsumsi: Setiap hari/setiap ... hari dalam seminggu/...kali dalam sebulan/.....kali dalam setahun/Hanya pada konsdisi tertentu (misalnya ketika gagal panen)/dll Yang mengonsumsi: berilah tanda centang pada anggota keluarga yang mengonsumsinya. Berikan penjelasan (keterangan) jika ada yang tidak mau mengonsumsinya

27


Bacaan 4: Keanekaragaman Potensi Pangan Lokal

P

ada pembahasan bahan bacaan sebelumnya, kita sudah tahu bahwa yang dibutuhkan manusia dari bahan pangan adalah kandungan gizinya. Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal; perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta kondisi kesehatan seluruh kelompok umur. Dengan gizi yang cukup dan seimbang, tubuh manusia tidak mudah terkena penyakit infeksi, terlindung dari penyakit kronis, serta produktivitas kerja lebih tinggi. Jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia agar dapat hidup sehat dan aktif ada banyak ragamnya, setidaknya 40 jenis. Kita lebih akrab mengenal pengelompokan zat gizi itu kedalam zat gizi makro, yang terdiri dari karbohidrat, protein (aneka jenis Asam Amino) dan lemak; serta zat gizi mikro yang terdiri dari aneka macam vitamin dan berbagai jenis mineral. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga dan cadangan makanan dalam tubuh. Sumber karbohidrat adalah berbagai jenis serealia (padi, jagung, sorgum, Jawawut, jelai, dll), berbagai jenis umbi-umbian (singkong, uwi, gembili, gadung, talas, ubi jalar, kentang, bengkuang, dll), dan buah seperti sukun dan pisang. Protein berfungsi untuk pertumbuhan, mempercepat proses penyembuhan, dan sistem kekebalan tubuh. Sumber protein umumnya berasal dari pangan hewani seperti daging dan telur dan pangan nabati yang tergolong kacang-kacangan. Lemak berfungsi untuk menyediakan energi jangka panjang, membantu pembuatan hormon, membentuk bagian otak dan sistem saraf, membentuk membran sel untuk setiap sel di dalam tubuh, mengangkut vitamin A, D, E, dan K ke seluruh tubuh, dan membantu mengatur suhu tubuh. Pangan sumber utama lemak antara lain daging, susu, krim, minyak kelapa, kelapa sawit, minyak sayur, dan cokelat. (Sumber lemak jenuh); kacang- kacangan, biji-bijian, bakatul, ikan, dan alpukat (lemak tak jenuh); serta mentega dan keju (lemak trans). Sementara zat gizi mikro berupa berbagai macam vitamin dan mineral berfungsi untuk melancarkan metabolisme tubuh. Buah-buahan dan sayur-sayuran adalah sumber utamanya. Telah dibahas pada bahan bacaan sebelumnya, pangan yang berkualitas diukur dengan indikator yang disebut Pola Pangan Harapan (PPH), yaitu kombinasi sumber pangan yang memenuhi kebutuhan gizi yang lengkap dan seimbang. Pangan harus dikombinasikan karena tidak ada satu jenis panganpun yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Mungkin Air Susu Ibu (ASI) adalah satusatunya yang demikian, tetapi itu pun hanya untuk kebutuhan bayi yang baru lahir hingga berusia 6 bulan.

28


Dengan demikian, jalan untuk memperoleh gizi yang cukup dan seimbang adalah melalui penganekaragaman konsumsi pangan, dan tentu saja karena itu juga berarti penganekaragaman ketersediaan pangan. Program Penganekaragaman Pangan Pemerintah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pangan menjelaskan penganekaragaman pangan sebagai upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Undang-undang ini mengamanatkan penganeragaman pangan sebagai 1 dari 13 hal yang dimuat di dalam Rencana Pangan Nasional, dan menetapkan sembilan cara melaksanakan penganeragaman pangan. Beberapa tahun sebelumnya, sebagai tindaklanjut amanat UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996; Presiden SBY menerbitkan Pepres Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Menteri Pertanian segera menindaklanjutinya dengan menerbitkan Permentan Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kebijakan pemerintah tentang penganekaragaman pangan memang bukan hal baru. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno (1960an), pemerintah gencar mengkampanyekan konsumsi berasjagung, yang mengandung dua pengertian: beras dicampur jagung, atau menggilirkan beras dan jagung di dalam konsumsi sehari-hari Pada masa Orde Baru, Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1974 dan Inpres Nomor 20 Tahun 1979 tentang perbaikan menu makanan rakyat melalui penganekaragaman jenis pangan. Saat itu, pemerintah gencar menyelenggarakan berbagai lomba masak dengan bahan baku Sagu, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. Pada tahun 1991/1992, Pemerintah Orba memperkenalkan Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG) yang bertujuan utama mendorong masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah tangga untuk menanam aneka jenis pangan. Program ini diperluas pada 1998/1999. Tetapi setelah sekian lama pemerintah menggeluarkan kebijakan penganekaragaman pangan, kenyataannya justru ketersediaan dan komsumsi pangan justru semakin mengarah pada penyeragaman. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang meski secara nasional terus membaik, tetapi masih jauh dari target yang ditetapkan. Pada 2013 skor PPH nasional hanya 88,9, meski naik dari tahun sebelumnya 83,2. Skor PPH yang jauh dari skor maksimal 100 -- juga di bawah skor target Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 sebesar 91,5 -- adalah karena komposisi konsumsi masyarakat masih lebih banyak berupa pangan sumber karbohidrat dari jenis serealia. Persentasi riil konsumsi pangan dari kelompok serealia (padi-padian) mencapai lebih dari 60 persen. Sementara komposisi idealnya hanya 50 persen. Di sisi lain, konsumsi pangan kelompok umbi-umbian tidak lebih dari 3 persen, padahal komposisi yang disarankan sebesar 6 persen. Konsumsi pangan sumber energi (pangan pokok) itu sendiri juga tidak beragam. Saat ini hampir seluruh rumah tangga di Indonesia telah menjadikan beras sebagai makanan utamanya. Kecenderungan itu bahkan terjadi di daerah-daerah yang kondisi lingkungannya tidak mendukung budidaya padi. 29


Kondisi ini terjadi karena politik pangan negeri ini, terutama sejak Revolusi Hijau (masa Orde Baru) menganak-emaskan beras. Meski –sebagaimana dipaparkan di atas—pemerintah memiliki programprogram penganekaragaman pangan, program tersebut tidak lebih dari sekedar proyek kampanye, seperti gerakan sehari tanpa beras, aneka lomba pengolahan pangan non-beras, dan pidato pejabat publik pada berbagai seremoni. Berbagai kebijakan pangan di sisi supply (penyediaan) dan demand (permintaan atau akses) sangat “berwajah beras.” Pada sisi supply, pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) padi untuk menjaga gairah petani padi terus memproduksi beras. Pemerintah menyelenggarakan operasi pasar murah, menggelontorkan beras cadangan pemerintah (Bulog) untuk mengendalikan kenaikan harga beras. Pemerintah memberlakukan kebijakan impor beras ketika produksi nasional dianggap tidak mencukupi permintaan akan beras. Kebutuhan pangan pegawai publik juga dijamin dengan jatah beras bulanan. Kebijakan-kebijakan ini tidak ditemukan untuk jenis bahan pangan lainnya. Sementara pada sisi demand, pemerintah menggunakan pendekatan meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan melalui peningkatan daya beli. Karena berbagai kebijakan sisi supply mendukung distribusi beras hingga ke pelosok maka peningkatan daya beli adalah berarti peningkatan kemampuan masyarakat membeli beras di pasar. Pangan Lokal Sebagai Sumber Keberagaman Pangan Masyarakat Indonesia sejatinya mengenal begitu banyak sumber pangan lokal, baik yang berasal dari hewan, pun tumbuhan. Untuk jenis sumber pangan nabati saja, tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan dan biji-bijan sebagai sumber karbohidrat; 100 jenis kacang-kacangan, 450 jenis buah-buahan serta 250 jenis sayur-sayuran dan jamur. Potensi yang besar itu tidak terdapat di pasar, melainkan di kebun warga, pekarangan rumah, bekas kebun, atau di hutan dan sungai. Sebagian telah dibudidayakan, dan lebih banyak lagi yang tumbuh liar dirawat alam. Pada 2013, PIKUL melakukan Pemetaan Pangan Lokal di Pulau Sabu-Raijua, Pulau RoteNdao, Pulau Lembata dan daratan Pulau Timor bagian barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan) dan mendapatkan tingkat keberagaman pangan lokal yang sangat tinggi di semua lokasi ini. Hasil pemetaan telah dibukukan dan dapat di unduh pada link ini: http://www.perkumpulanpikul.org/download/buku/Pemetaan-pangan-lokal-pikul.pdf Sayangnya, program pemerintah yang mengutamakan pangan unggulan padi, jagung, ubi kayu, dan kacang kedelai menyebabkan generasi saat ini perlahan lupa akan kayanya keberagaman sumber pangan kita. Pada ***

Daftar Referensi: Anwar, Khoirul, and Hardinsyah. “Konsumsi Pangan Dan Gizi Serta Skor Pola Pangan Harapan Pada Dewasa Usia 19-49 Tahun Di Indonesia.” Jurnal Gizi Dan Pangan, 1, 9 (March 2014): 51—58. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI. Roadmap Diversifikasi Pangan Tahun 2012-2015. 2nd ed. Jakarta: Kementerian Pertanian RI, 2012. “Laporan Badan Ketahanan Pangan 2013.,” n.d. http://bkp.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/laporantahunanbkp2013.pdf. Prasetyo, Teguh Jati, Hardinsyah, and Tiurma Sinaga. “Konsumsi Pangan Dan Gizi Serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Pada Anak Usia 2-6 Tahun Di Indonesia.” Jurnal Gizi Dan Pangan, 3, 8 (November 2013): 59—166. Sarundjani, Ninan. “Pembangunan Gizi Ke Depan: Pendekatan Komprehensif Dan Lintas Sektor.” presented at the Widyakarya Pangan dan Gizi IX, Agustus 2008.

30


SESI 4

Apa Itu Perubahan Iklim (Pengetahuan Dasar tentang Perubahan Iklim) WAKTU 60 Menit

TUJUAN < <

METODE Menyusun Gambar, Menonton Video

ALAT & BAHAN

Peserta mengetahui perbedaan antara iklim dan cuaca Peserta mengetahui tentang proses, penyebab dan dampak dari Perubahan Iklim.

PROSES 01

Fasilitator menjelaskan tentang tujuan sesi

02

Mulai sesi dengan menanyakan pendapat peserta tentang apa itu perubahan iklim. Lakukan probing dan paraphrasing seperlunya untuk memicu diskusi.

03

Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok dan membagikan amplop potongan gambar ke setiap kelompok.

04

Ajak peserta untuk menonton 2 video pendek tentang Perubahan Iklim yang bisa diunduh pada link: http://bit.ly/videoccpikul

05

Lalu minta setiap kelompok menyusun gambar-gambar tersebut menjadi sebuah “bagan” / gambar yang menjelaskan proses, penyebab dan dampak dari Perubahan Iklim. Agar menarik, munculkan sedikit kompetisi dengan membatasi waktu atau menyiapkan hadiah bagi kelompok pemenang.

Ÿ

ŸVideo pendek, (Video

beserta subtitle dapat didownload di: http://bit.ly/videoccpikul ŸAmplop ŸGambar/Potongan Gambar menjelaskan proses terjadinya perubahan iklim dalam amplop sesuai jumlah peserta. (Lihat bagian MATERI MENYUSUN GAMBAR pada sesi ini.) ŸFlipchart ŸHadiah (makanan kecil atau hadiah yang lain)

31


06

Setelah susunan gambar sesuai dan benar, pilihlah kelompok yang berhasil menyusun gambar dengan benar dan minta mereka menjelaskan tentang gambar mereka. Panduan gambar “Perubahan Iklim� dapat dilihat pada Panduan Gambar pada halaman berikutnya.

07

Tanyakan apa perasaan peserta setelah menonton video pendek tersebut.

08

Tutup sesi dengan mengulang kembali beberapa hasil penting dari hasil diskusi.

GAMBAR YANG BENAR TENTANG PERUBAHAN IKLIM

32


GAMBAR UNTUK MATERI MENYUSUN GAMBAR, DIPOTONG-POTONG SESUAI GAMBAR DAN DIMASUKKAN DALAM AMLOP SESUAI JUMLAH KELOMPOK

EFEK RUMAH KACA (Suhu bumi meningkat, akibat panas matahari yang terperangkap)

33


SESI 5

Gender dan Seks TUJUAN < <

Peserta bisa membedakan apa itu “gender” dan apa itu “seks” (jenis kelamin) Peserta memahami bagaimana gender mempengaruhi aspek kehidupan kita termasuk perbedaan peran, akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak atas pangan.

PROSES WAKTU 30 Menit

METODE · Permainan “Gender dan Seks”

ALAT & BAHAN ŸMetaplan ŸSpidol

01

Fasilitator menjelaskan tujuan sesi dan beritahukan bahwa sesi ini akan dilakukan lewat permainan “Gender dan Seks”

02

Sebar bahan Bacaan 5. Gender dan Pangan dan berikan waktu yang cukup agar peserta membaca seluruh bahan bacaan.

03

Ajak peserta untuk berbaris sejajar, dan beritahukan baha Fasilitator akan membacakan beberapa pernyataan dari “Tabel Pernyataan Gender atau Seks”, dan peserta diminta untuk memilih apakah pernyataan itu apakah “gender” atau “sex”. Jika peserta merasa pernyataan itu adalah “gender” maka peserta melompat ke DEPAN (atau ke KANAN, sesuai posisi berbaris) dan jika memilih “seks” maka peserta melompat ke BELAKANG (atau ke KIRI, sesuai posisi berbaris) CARA LAIN: Ÿ Bagi metaplan/metaplan kepada peserta masing-masing orang 3 lembar, dan mintalah mereka menuliskan 3 kata/frasa yang muncul dikepala ketika mendengar kata “LAKI-LAKI” Ÿ Bagi lagi metaplan/metaplan kepada peserta

masing-masing orang 3 lembar, dan mintalah mereka menuliskan 3 kata/frasa yang muncul dikepala ketika mendengar kata “PEREMPUAN” 34


Ÿ Fasilitator membacakan pernyataan “Gender

dan Seks” dan setelah peserta melompat ajak peserta berdiskusi tentang pilihan mereka

04

Akhiri sesi permainan “Gender dan Seks” dengan bertanya apa perasaan peserta mengenai aktifitas ini.

05

Diakhir sesi minta peserta menyimpulkan apa itu Gender dan apa itu Seks dan bagaimana Gender berpengaruh dalam pemenuhan hak dasar manusia. “Tabel Pernyataan Gender atau Seks”

Pernyataan

Gender

Laki-laki itu kuat bekerja

x

Perempuan sebaiknya bekerja dirumah saja

x x

Perempuan menyusui Memasak, mencuci, memandikan anak adalah tugas perempuan

x

Laki-laki tidak boleh menangis

x

Laki-laki punya penis dan jakun, perempuan punya vagina dan payudara

Sex

x

dst...

35


Bacaan 5: Gender dan Pangan Ketidakadilan jender terjadi hampir di seluruh siklus proses produksi makanan hingga ke meja makan. Tidak seimbangnya jender tersebut terwujud dalam ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumbersumber produksi seperti tanah, tenaga kerja, teknologi pertanian, dan pasar. Angka kesenjangan antara laki-laki dan perempuan tersebut adalah 20-30%, terutama disebabkan oleh ketimpangan sumber daya. Tingkat hasil yang setara akan dapat dicapai, apabila kesempatan perempuan untuk mengakses sumber daya di lahan garapan sama dengan laki-laki. Hasil pertanian di negara berkembang akan meningkat antara 2,5% hingga 4 % bila keadilan jender tersebut tercapai. Ini juga akan berdampak pada pengurangan angka gizi-kurang sebesar 12% sampai 17% di dunia (Holmes, 2015; FAO, 2011) Sebelum lebih jauh berbicara mengenai ketimpangan jender dalam proses produksi dan konsumsi pangan, sebaiknya kita mencoba untuk memahami konsep jender terlebih dahulu, yang bagi banyak kalangan masih samar. Jender seringkali diartikan sebagai seks atau jenis kelamin secara harfiah. Perbedaan Seks dan Gender Seks atau jenis kelamin adalah pengelompokan secara biologis, misalnya perempuan memiliki organ reproduksi yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan memiliki rahim, sedangkan laki-laki tidak. Perempuan memiliki vagina, dan laki-laki memiliki penis. Sedangkan konsep jender mengacu pada satu karakteristik atau sifat yang dianggap melekat pada lakilaki atau perempuan tersebut, dan dikonstruksi secara sosial dan budaya (Fakih:1997). Perempuan selalu diasosiasikan memiliki lemah lembut, cengeng, tidak kuat dan sebagainya. Sedangkan laki-laki diidentikan sebagai sosok yang macho, kuat, dan rasional. Padahal pada kenyataannya sifat atau karakter tersebut dapat dipertukarkan, laki-laki juga bisa lemah lembut dan tidak kuat, dan banyak perempuan yang rasional serta kuat. Secara singkat Seks/Jenis Kelamin

Jender

Seks adalah kategori biologis dan ditentukan oleh Jender adalah definisi dan identitas sosial. karakteristik genetik dan anatomis. Seks/jenis kelamin bersi fat alamiah dan tidak Jender dikontruksi secara sosial budaya dibentuk oleh manusia. Seks tidak dapat dipertukarkan. Meskipun dalam kasus Jender dapat dipertukarkan. transgender ada perubahan jenis kelamin melalui operasi, tetapi secara umum organ-organ seksnya tetap sama . Anatomitubuh perempuandan laki-laki disemuatempat di Jenderdikonstruksisecarasosialdandapatdipertukarkan. dunia sama, karena itu seks/jenis kelamin adalah sama. Konstruksi jender bisa beragam bentuknya di kelompok budayayangberbeda, di negarayangberbeda,di waktu yang berbeda, dan dari satu keluarga dengan keluarga lainnya, bahkan juga dalam satu keluarga.

Sumber: Programme on Women's economic, Social and Cultural Rights (PWSCR)

Mengidentifikasi kesenjangan Gender Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, jender adalah sebuah kontruksi sosial budaya yang terjadi sejak jaman dahulu hingga kini. Bentuknya bisa berbeda antar suku, bahkan keluarga. Di Nusa Tenggara Timur setiap suku juga memiliki cara pandang yang berbeda-beda pula mengenai perempuan dan laki-laki. Hal ini terlihat dari bagaimana perempuan dan laki-laki disimbolkan. 36


Kotak berikut ini menuliskan contoh simbolisasi perempuan dan laki-laki di Nusa Tenggara Timur: Masyarakat Lamaholot, Adonara Masyarakat Lamaholot mengkontruksi peran perempuan dengan simbolisasi nepan nolan (yang memberi hidup, yang bisa disamakan dengan pengadaan pangan), kayo wai (air yang memberi kehidupan, jika dihubungkan dengan kerja domestik berarti pengadaan air untuk konsumsi rumah tangga), ape pade (energi yang memberi terang, berhubungan dengan kebutuhan memasak dan penerangan rumah), dan kapel lelu (kapas putih, yang dalam konteks kerja domestik bisa diartikan sebagai pengadaan kapas untuk menenun pakaian) (Rahayu, 2011; Lamahoda, 2009). Suku Dawan, Timor Barat Orang Dawan menempatkan ruang kerja perempuan sebagai apao ume, yang dapat ditafsirkan sebagai orang yang menjaga rumah. Perempuan yang menjadi panutan adalah yang berada di rumah. Berbeda dengan simbolisasi terhadap ruang kerja laki-laki yaitu benas fani na'ik atau parang dan kapak tajam. Alat yang digunakan untuk menebang pohon saat membuka lahan garapan. Selain dimaknai sebagai alat produksi untuk membuka ladang, simbol senjata juga dilekatkan pada laki-laki sebagai orang yang berhadap-hadapan dengan musuh. Dalam hal ini, musuh adalah binatang yang akan mengganggu proses perladangan (Rahayu, 2011; Neonbeno, 2007) Simbol-simbol pembagian ruang kerja antara perempuan dan laki-laki tersebut, dilakukan turun temurun dan dianggap sebagai hal yang “alamiah” atau kodrat. Padahal hal tersebut dapat diubah dan dipertukarkan. Perubahan peran tersebut memerlukan proses yang sangat panjang. Dahulu kala, perempuan pada jaman berburu dan mengumpulkan makanan mencari bahan pangan dengan mencongkel tanah untuk mencari umbi-umbian, yang kemudian berkembang menjadi sistem perladangan. Perempuan juga menemukan cara untuk membiakan hewan-hewan, yang kemudian meningkatkan ketrampilan perempuan untuk memelihara beternak di sekitar tempat tinggal mereka. Saat itu, laki-laki berburu binatang di hutan (Reed, 1974). Kemudian terjadi perubahan terhadap peran perempuan dan laki-laki secara bertahap sejalan dengan perkembangan tersebut. Laki-laki pada awalnya hanya membantu perempuan mengerjakan pekerjaan yang tidak membutuhkan ketrampilan. Mereka membersihkan semak-semak, menumbangkan pohonpohon dan mempersiapkan lahan untuk pengolahan yang akan dilakukan oleh perempuan. Perlahanlahan laki- laki semakin terampil dan terlibat pada proses kerajinan kaum perempuan. Pada akhirnya, pengembangan keseluruhan rangkaian teknik-teknik industrial dari berbagai ketrampilan tersebut dilakukan oleh laki-laki (Reed, 1974). Sejalan dengan semakin majunya berbagai teknik industrial, perempuan semakin tergeser ke ruang domestik, mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan uang atau sesuatu yang digunakan untuk kebutuhan utama keluarga (seperti beras, jagung dan lain-lain). Hal tersebut juga diperkuat dengan simbol-simbol yang digunakan masyarakat untuk memisahkan ruang kerja perempuan dan laki-laki. Meskipun pada kenyataannya di saat yang bersamaan perempuan tetap menjadi tenaga “tak berupah” yang bekerja di pertanian. Semakin majunya industrialisasi juga menyerap kembali perempuan untuk memperoleh uang tunai dalam “membantu perekonomian keluarga”. Banyak perempuan harus pergi ke kota bahkan luar negeri untuk menjadi buruh industri kosmetik, garmen maupun pekerja rumah tangga, dan perempuan yang menetap di desa bekerja sebagai buruh penggarap tanah tetangga di musim tanam. 37


Dalam pengelolaan lahan, umumnya pihak yang menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam di ladang adalah suami atau laki-laki. Terutama untuk tanaman komoditas. Perempuan membantu membuka lahan, mengolah tanah dan memanen (PIKUL, 2013). Selama proses ini, perempuan ketika pulang ke rumah juga harus memasak, mencuci baju, membersihkan rumah, mencari kayu bakar, mengambil air sambil mengasuh anak, sementara laki-laki bisa beristirahat atau pergi berbincang dengan keluarga dan tetangga. Proses penyimpanan umumnya lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Tahap ini mereka harus menjaga persediaan dari tikus dan mencek apakah persediaan dalam kondisi baik (tidak fufuk). Terkadang mereka harus tidur di rumah bulat yang kurang memiliki ventilasi memadai demi menjaga perapian tetap menyala untuk mengawetkan bahan pangan. Sistem pengasapan untuk pengawetan bahan pangan di rumah bulat menurunkan kesehatan perempuan (Hormat, 2015).

Tabel Ilustrasi Pembagian Kerja dalam Budidaya Tanaman Jenis Pekerjaan

Lembata %

Rote %

TTS %

Kab. Kupang %

Membuka Lahan, membakar, membuat pagar Suami

100

86,6

100

100

Istri

100

46,6

64

38

Mengolah tanah, menanam, menyiangi, menjaga/memelihara Suami

100

86,6

100

100

Istri

100

86,6

100

100

Suami

100

86,6

100

100

Istri

100

86,6

100

100

Suami

0

NA

27

50

Istri

100

6,6

100

100

Memanen, mengangkut hasil, menyimpan hasil

Mengambil dari tempat penyimpanan dan mengolah hasil

Di tingkat konsumsi, persediaan yang cukup bukan berarti perempuan juga akan mengkonsumsi makanan yang memadai untuk dirinya, bahkan ketika hamil. Perempuan seringkali merasa bertanggungjawab untuk memberikan prioritas kepada suami dan anak dalam hal pangan sehingga menerapkan strategi penanggulangan negatif, misalnya dengan mengurangi asupan makanan untuk diri sendiri (Holmes, 2011). Dampak Ketimpangan Gender Tanggung jawab produktif dan reproduktif yang lebih besar pada perempuan memiliki dampak bagi kesehatan ibu. Tahun 2010, data nasional menunjukkan sebanyak 44,8% ibu hamil mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang kurang dari angka kecukupan energi yang diperlukan. Kekurangan asupan makanan ini angkanya lebih tinggi di daerah pedesaan yaitu sebesar 48%, dibandingkan dengan perkotaan 41,9%. Dari data tahun 2013, angka prevalensi risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada perempuan hamil di tingkat nasional adalah 24,2 %, dan perempuan tidak hamil 20,8 %. Nusa Tenggara Timur menempati peringkat tertinggi dengan 38


prevalensi risiko KEK perempuan hamil 45,5% dan perempuan tidak hamil 46,5% (Balitbang Kemenkes, 2010 dan 2013). Beban yang ada pada perempuan juga berpengaruh terhadap kualitas penyiapan makanan dan perawatan anak. Waktu yang harus dibagi antara berbagai pekerjaan di ladang atau di luar rumah dengan mengurus pekerjaan rumah tangga menyebabkan perempuan juga harus menerima kenyataan dirinya tidak dapat menerapkan pengetahuan mereka mengenai gizi dan perawatan anak (Holmes, 2015). Sebagai contoh, seringkali seorang ibu terpaksa menghentikan pemberian ASI kepada bayinya, dan meminta kakak maupun nenek yang menjaga bayi di rumah memberikan teh manis sebagai gantinya. Walaupun dirinya menyadari bahwa ASI jauh lebih baik daripada teh manis. Waktu yang terbatas tersebut juga telah membuat perempuan sulit untuk meragamkan bahan pangan yang ada, mereka cenderung memasak seadanya karena kelelahan. Pada sebagian kasus, kombinasi antara buruknya gizi perempuan terutama saat hamil dan ketiadaan waktu untuk merawat anak menyebabkan tingginya angka gizi kurang dan buruk. Di Nusa Tenggara Timur, tahun 2010, angka prevalensi gizi buruk-kurang berdasarkan berat badan per umur sekitar 29,4%, dan angka ini naik menjadi 33,1% dari jumlah balita yang ada di tahun 2013. Jumlah ini di atas perhitungan nasional yaitu 18,4% di tahun 2010 dan 19,6% pada 2013 (Balitbang kemenkes, 2010 dan 2013) Ketimpangan gender merupakan salah satu yang memiliki kontribusi terhadap status kesehatan perempuan dan anak-anak. Oleh sebab itu, untuk mencetak generasi yang sehat dan cerdas di masa depan perlu berbagai upaya untuk mengurangi ketidakadilan jender yang terjadi dalam masyarakat.***

Daftar Referensi: Food and Agriculture Organization (2011). The State of Food and Agriculture, Women in Agriculture: Closing the Gender Gap for Development 2010-2011, diunduh pada tanggal 15 Desember 2015 dari http:// www.fao.org/docrep/013/i2050e/i2050e.pdf . Rome: FAO. Holmes, Rebecca, Vita Febriani, Athia Yumna, Muhammad Syukri (2015). Peran Perlindungan Sosial dalam Menangani Masalah Kerawanan Pangan dan Gizi-kurang di Indonesia: Sebuah Pendekatan Gender. Jakarta: The Smeru Research Institute. Hormat, George (2015). Laporan Assement Jagung untuk Proyek PRISMA (tidak dipublikasikan). Jakarta: YIPD Kementrian Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta, Balitbangkes Kemenkes Kementerian Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2010). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Jakarta, Balitbangkes Kemenkes March, Candida, Ines Smyth, and Maitraye Mukhopadhy (1999). A Guide to Gender-Analysis Framework. Oxford: Oxfam GB Mudita, I Wayan (2013). Pemetaan Pangan Lokal di Pulau Sabu Raijua, Rote Ndao, Lembata dan Daratan Timor Barat (Kabupaten Kupang dan TTS). Kupang: PIKUL Rahayu, Ruth I. (2011). Mulia Tapi Beban: Relasi Perempuan dengan Air, Pangan dan Energi, dalam Pembagian Kerja secara Jender di Nusa Tenggara Timur (Working Paper). Kupang: PIKUL. Reed, Evelyn (1974). Evolusi Perempuan dari Klan Matriarkal Menuju Keluarga Patriarkal. Diterjemahkan oleh Perempuan Mahardika tahun 2011. Jakarta: Kalyanamitra. Programme on Women's economic, Social and Cultural Rights (PWESCR). What is sex? What is Gender?. PWESCR tools. Diunduh dari http://www.pwescrleadership.org/pdf/Sex_and_Gender.pdf pada tanggal 20 Juni 2014.

39


SESI 6

Hubungan Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Gender WAKTU 60 Menit

TUJUAN <

METODE · Global Snap · Power Walk

ALAT & BAHAN

Ÿ

ŸPost it 2 warna berbeda Ÿ12 peran “Power Walk” yang

sudah dituliskan dalam post it. 12 peran ini dapat dibaca pada “Bagian 2. Power Walk” pada sesi ini. ŸLembar Pernyataan untuk Power Walk. Pernyataan ini dapat dibaca pada “Bagian 2. Power Walk” pada sesi ini.

<

Peserta bisa memahami bagaimana Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Gender saling terhubung satu sama yang lain Peserta dapat menyadari siapa kelompok paling rentan dari dampak negatif komplikasi isu Ketahanan Pangan, Perubahan iklim dan ketikakadilan karena Gender

PROSES 01

Fasilitator memulai sesi dengan menjelaskan tujuan Sesi ini dan menjelaskan bahwa Sesi paling terkahir dari modul ini akan dilakukan dengan 2 latihan yaitu: GLOBAL SNAP (Tepuk Global) dan POWER WALK (Jalan Kekuasaan)

02

Lalu sesi masuk ke aktifitas pertama GLOBAL SNAP (Tepuk Global). Bagian 1. Global Snap Cara melakukan aktifitas ini adalah sebagai berikut:

01

40

Fasilitator membagi peserta menjadi 2 kelompok. Secara rahasia (tanpa diketahui kelompok yang lain) beritahukan kepada Kelompok pertama bahwa mereka adalah kelompok Perubahan Iklim dan Pangan, yang mewakili isu GLOBAL (terjadi di level Nasional atau Dunia).


02

Lalu lakukan yang sama kepada kelompok 2, beritahukan secara rahasia bahwa Kelompok 2 adalah Kelompok Ketidakadilan Gender, yang mewakili isu LOKAL (terjadi di level provinsi atau di Kabupaten). PASTIKAN kedua kelompok ini tidak saling mengetahui isu mereka.

03

Lalu mintalah 2 kelompok peserta untuk berdiskusi secara diam-diam dan minta mereka menuliskan 7 hal yang tentang isu mereka. 1 hal dituliskan dalam kertas 1 post it. Misalnya, Kelompok Pertama akan menuliskan: Harga Pangan Naik, Musim Panas Lebih Panjang atau Kekeringan. Sedangkan di kelompok kedua menuliskan: Beban Tambahan Bagi Perempuan, KDRT, dll. usahakan masing-masing kelompok menuliskan pada post-it yang berbeda warna.Sekali lagi, Pastikan bahwa kedua kelompok tidak saling mengetahui apa yang dituliskan

04

Setelah selesai menulis 7 (atau 9 hal) untuk masing-masing kelompok, kumpulkan hasil kerja kelompok, lalu minta 7 orang wakil masing-masing kelompok untuk duduk berjajar saling berhadapan dan Kompetisi Global Snap akan dimulai.

05

JELASKAN CARA BERMAIN GLOBAL SNAP SEBAGAI BERIKUT: Setiap kelompok akan diminta untuk membacakan post-it mereka satu persatu oleh wakil mereka dimulai oleh kelompok pertama dan diikuti oleh kelompok kedua. Lalu, bagi anggota kelompok yang lain yang mengetahui hubungan antara Hal yang dituliskan pada kelompok pertama dan kedua (hubungan antara Pangan-Perubahan Iklim/Kelompok pertama dan Gender/Kelompok Kedua) silahkan menepuk tangan dan berteriak “SNAP!” yang boleh menjawab adalah yang telah meneriakkan snap! dan dipersilahkan oleh “juri”. Yang membacakan kalimat pada post-it tidak boleh melakukan “snap”.

06

Mintalah 2 orang peserta menjadi juri bersama Fasilitator.

07

Jika ada anggota kelompok yang berhasil menjelaskan dengan baik hubungan antara kedua isu (yang dituliskan pada kelompok pertama dan kedua) berhak mendapatkan 1 poin. Kelompok yang mengumpulkan poin terbanyak yang menang.

08

Diakhir sesi, jangan lupa tanyakan perasaan peserta ketika melaksanakan Bagian 2. Power Walk

01

Jelaskan bahwa setelah menlihat keterhubungan antara isu Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Ketidakadilan karena Gender, sesi berikutnya peserta akan melihat siapa kelompok paling terkena DAMPAK NEGATIF dari situasi ketimpangan akibat perubahan iklim dan ketidakadilan karena gender, yang akan dilakukan lewat latihan “POWER WALK”

02

Mintalah 18 orang sukarelawan dari peserta untuk ikut serta dalam aktifitas ini yang akan melakukan peran 18 elemen individu dalam masyarakat. 18 peran tersebut adalah 1. Mahasiswa, Laki-laki, Sedang belajar di Universitas 2. Anggota Dewan, Anggota DPRD, Laki-laki 3. Remaja 16 tahun, Perempuan, putus sekolah 4. Ibu rumah tangga, sehari-hari dirumah mengurus anak dan keluarga, tidak ada pendapatan bulanan. 41


5. PNS, Menerima Gaji Bulanan, Perempuan 6. Orang dengan disabilitas fisik, menggunakan kursi roda, Perempuan 7. Istri Pengusaha Muda, punya usaha yang sukses 8. Pemudi, berhenti kuliah karena hamil tanpa rencana 9. Aktifis Pemuda, Aktif di Gereja, Organisasi, Laki-laki 10. Aktifis Gender, Ikut banyak Organisasi, Perempuan. 11. Sukarelawan, sering mengikuti kegiatan sosial, kenal banyak orang, perempuan 12. Aktifis LSM, S2 luar negeri, Kerja di Lembaga Internasional, Laki-laki 13. Petani, Tidak punya tanah, bekerja paruh waktu di lahan orang, laki-laki 14. Istri Petani, Tidak punya tanah, bekerja paruh waktu di lahan orang, 15. Remaja, putus sekolah, sedang mencari kerja, perempuan 16. Anak muda, gaji lumayan, sosialita, sering traveling dan membantu aksi sosial, perempuan 17. Pemulung, menghidupi keluarga, 2 anak, laki-laki 18. Calon Anggota Dewan, akan maju jadi anggota DPR di PILKADA berikutnya, laki-laki

03

Kosongkan ruangan pelatihan bagian tengah (atau dapat dimainkan diluar ruangan)

04

Mintalah 18 orang ini untuk berdiri sejajar dalam satu garis dan jelaskan bahwa garis “start” adalah posisi mereka sekarang dan garis “finish” ada didepan mereka (sekitar 16 langkah di depan) dan mereka akan berjalan menuju garis finish. Pada garis finish, tuliskan “FINISH, SEMUA HAK DASAR TERPENUHI”.

05

Jelaskan bahwa Fasilitator akan membacakan 12 pernyataan yang berkaitan dengan isu Ketahanan Pangan, Perubahan Iklim dan Gender dalam konteks Pemenuhan Hak dan jika pernyataan ini sesuai dengan “peran” yang diperankan maka peserta dengan peran tersebut dapat maju 1 langkah menuju garis finish. Begitu seterusnya sampai 12 pernyataan ini dibacakan.

06

Sebelum membacakan 12 pernyataan, minta para 18 orang peserta ini untuk sejenak membayangkan peran yang diperankan, bagaimana orang itu, fisiknya, kondisi rumahnya, tempat dia bekerja dan lingkungannya.

07

Lalu bacakan 12 pernyataan POWER WALK satu persatu. Pernyataan tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2.

Saya merasa nyaman berada di masyarakat / komunitas saya Saya punya banyak waktu untuk menonton film dan bersenang-senang dengan teman saya 3. Saya tetap bisa dapat uang walaupun kekeringan dan gagal panen. 4. Saya bisa membiayai diri untuk jalan-jalan berlibur 5. Saya tidak akan pernah kelaparan, tidak susah jika ingin makan dan selalu mampu membeli makanan. 6. Saya yakin anak-anak saya akan lebih baik dari saya 7. Saya yakin akan mudah mendapatkan pekerjaan 8. Jika terjadi bencana, Saya bisa menyelamatkan diris sendiri dengan segera. 9. Saya puas dengan hidup saya 10. Saya bisa membiayai biaya rumah sakit sendiri tanpa BPJS 11. Saya dapat mengekspresikan pendapat saya dimuka umum tanpa harus mendapat ijin 42


12. 13. 14. 15. 16.

dari orang lain. Saya jauh dari bahaya kekerasan JIka saya ke dokter saya bisa berbicara dengan dokter tanpa ditemani Saya bisa membiayai dan mendukung kebutuhan seorang anak Saya punya penghasilan yang lumayan Saya akan selalu dikonsultasikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan hidup saya.

08

Pada akhirnya akan ada peserta yang karena perannya akan maju dengan cepat ke garis “finish” dan akan ada yang tertinggal di belakang, bahkan tidak bergerak dari garis “start”

09

Minta para peserta yang tidak ikut bermain untuk melihat kondisi disparitas ini. Lalu mintalah para 18 orang tersebut memberitahukan siapakah peran yang mereka perankan.

10

Lalu mintalah peserta berefleksi tentang latihan ini, terutama pada kondisi kesenjangan yang terjadi, yang digambarkan dari posisi masing-masing orang terhadap garis “finish” pemenuhan hak.

11

Pandu peserta dengan beberapa pertanyaan refleksi ini: § Apakah dari pernyataan yang dibacakan ada yang spesifik berkaitan dengan Ketananan pangan, perubahan iklim dan Ketidakadilan karena gender? Pernyataan mana saja? § Siapakah yang paling cepat maju mendekat ke garish finish? § Siapakah yang ketingggalan dibelakang? § Apakah situasi ini terjadi pada lingkungan kita? § Apa yang menyebabkan? § Bagaimana mengurangi kesenjangan ini? § Siapa paling mungkin untuk berperan aktif untuk “memberi tahu yang didepan” dan “mengajak/mendorong” yang ketinggalan di belakang?

12

Tutup sesi dengan menanyakan perasaan peserta mengenai latihan “Power Walk” tadi. ***

43


SESI 6

Penutupan dan Evaluasi TUJUAN < <

Peserta bisa merefleksikan pembelajaran dan pengatahuan yang didapat dari pelatihan ini Peserta melakukan evaluasi terhadap pelatihan.

PROSES WAKTU 60 Menit

01

Fasiitator menjelaskan tujuan sesi

02

Fasilitator mengajak untuk semua peserta kembali melihat ke “Pohon Harapan” yang dibuat di hari pertama dan mengajak mereka mengecek apakah tujuan yang ingin dicapai dari pelatihan ini (bagian daun) terpenuhi atau tidak. Ajak beberapa peserta untuk melihat dan mengecek harapan mereka.

03

Lalu ajak lagi semua peserta untuk menuju pada flipchart yang berisi Baseline Target yang dibuat di hari pertama

04

Lalu minta peserta untuk melihat inisial mereka dan menuliskan inisial mereka di posisi yang baru. Semakin ke arah tengah target berarti ada perubahan pengetahuan.

05

Sebar lembar evaluasi Peserta dan mintalah untuk diisi oleh peserta.

05

Ucapkan terima kasih dan tutup sesi pelatihan.***

METODE · Brainstorming

ALAT & BAHAN ŸLembar Evaluasi

44


LEMBAR EVALUASI LINGKARI/TANDAI JAWABAN YANG BENAR atau TULISKAN PADA KOTAK YANG TERSEDIA A.TENTANG MATERI PELATIHAN A1. Pelatihan ini menambah pengetahuan Bapak/Ibu tentang KETAHANAN PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN: Tidak Setuju

Setuju

Sangat Setuju

A2. Pelatihan ini memberi pengetahuan BARU bagi anda tentang PERUBAHAN IKLIM Tidak Setuju

Setuju

Sangat Setuju

A3. Pelatihan ini memberi pengetahuan BARU bagi anda tentang KETAHANAN PANGAN, PERUBAHAN IKLIM dan hubunganngya dengan isu KETIDAKADILAN KARENA GENDER Tidak Setuju

Setuju

Sangat Setuju

A4. Pengetahuan dan pembelajaran dari pelatihan ini akan bisa/mudah diterapkan: Tidak Setuju

Setuju

Sangat Setuju

A5. Apa pembelajaran/pengetahuan yang paling diingat dari pelatihan ini? Tuliskan jawaban dalam kotak yang tersedia:

A6. Apakah menurut Bapak/Ibu pelatihan ini bagus dan berkualitas? Tidak Setuju

Setuju

Sangat Setuju

C. Apakah pelatihan ini menambah pengetahuan baru bagi anda? Mohon jelaskan:

45


D. Secara umum, apa pendapat Bapak/Ibu tentang Pelatihan ini:

E. Jika Bapak/Ibu punya usulan, bagaimana sebaiknya pelatih an seperti ini dilakukan di masa mendatang?

46

N A M A (Boleh tidak diisi)

: …………………………………………………………………….

J.KELAMIN

: Perempuan / Laki-laki

ASAL DESA/LEMBAGA

:………………………………………………………………………


47


2018


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.