Kala Musibah Melanda

Page 1

Menemukan Rasa Aman di Dunia yang Rawan


KALA MUSIBAH MELANDA Menemukan Rasa Aman di Dunia yang Rawan sarminah duduk kelelahan di atas reruntuhan

bangunan yang tak lagi berbentuk. Ia baru saja mengais puing-puing, mencari sisa harta yang masih bisa diselamatkan. Perempuan berusia 50 tahun itu sama sekali tidak menduga bila gelombang tsunami setinggi enam meter menghancurkan rumah yang telah dihuninya selama lima tahun.

Sarminah adalah salah satu warga Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang menjadi korban derasnya terjangan ombak akibat erupsi Gunung Anak Krakatau pada Sabtu, 22 Desember 2018 silam. Gelombang tsunami malam itu terjadi tanpa peringatan. Karena usianya sudah senja, ia tidak bisa melarikan diri ketika bencana tiba-tiba datang.1 Apa yang kita pikirkan dan rasakan ketika peristiwa yang sangat buruk terjadi dalam hidup kita? Akankah kita kehilangan harapan? Atau kita justru akan menemukan jalan untuk bertahan, bahkan bertumbuh? Respons kita dalam menghadapi musibah akan menunjukkan jati diri kita yang sebenarnya. Sumber: https://www.idntimes.com/news/indonesia/vannyrahman/kisah-pilu-korban-tsunami-banten-terapung-hinggaterhempas-ombak/full 1

1)


Mengenali Ciri-Ciri Umum Musibah yang biasanya kita anggap sebagai musibah

adalah peristiwa kehilangan nyawa atau harta benda akibat malapetaka, tindak kekerasan, atau bencana alam yang mengerikan. Peristiwanya terjadi secara tiba-tiba, dan tidak terduga. Hidup yang sedang berjalan baik-baik saja dan normal tiba-tiba mengalami interupsi dan berubah selamanya tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Ada sejumlah ciri umum dari musibah yang memunculkan reaksi dukacita yang mendalam. Ciri-ciri tersebut adalah: Terjadi secara tidak terduga. Musibah datang secara tiba-tiba, menerjang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kita menjadi kaget dan terguncang, kehilangan arah, tidak tahu harus berbuat apa, dan merasa tidak siap. Tidak bisa dikendalikan. Musibah juga tidak bisa dicegah, diubah, atau dikendalikan. Kita tidak berdaya menghentikan peristiwa yang sudah terjadi dan merasa rapuh karena sadar kita tidak mungkin bisa mencegahnya. 2


Tidak terbayangkan. Dampak yang ditimbulkan terhadap hidup kita sungguh tak terbayangkan dan di luar pemahaman kita. Mungkin saja kita pernah menganggap hal itu tidak mungkin akan menimpa kita. Belum pernah terjadi sebelumnya. Seringkali kita tidak tahu harus berbuat apa atau bagaimana meresponsnya karena tidak pernah menghadapi hal semacam itu. Membuat kita merasa gamang dan rapuh. Setelah musibah berlalu, kita sering merasa hidup begitu rapuh. Hati kita terbelah antara berharap dan takut, putus asa dan tidak percaya. Dalam dunia yang penuh bahaya dan ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: kita semua rentan tertimpa musibah. Semua peraturan perundang-undangan tentang kepemilikan senjata, keamanan nasional, dan peralatan pengawasan berteknologi tinggi tidak bisa sepenuhnya menjamin tidak akan terjadi serangan teroris. Riset geologi yang tercanggih sekalipun tidak dapat mencegah terjadinya gempa bumi yang menghancurkan. Radar Doppler dan pantauan satelit tidak dapat menahan banjir bandang, meredakan angin ribut, atau menghentikan angin topan yang mematikan. Persoalannya tidak terletak pada kemampuan kita menyelidiki atau meramalkan kapan malapetaka akan terjadi, tetapi pada ketidakmampuan kita mencegah dan melindungi diri serta orang yang kita kasihi dari peristiwa semacam itu. 3


Apakah Anda menerima manfaat dari bacaan ini? Berikan tanggapan dan usul Anda di sini. KOMENTAR

BACA ARTIKEL LAIN

Jika Anda ingin menerima Seri Pengharapan Hidup terbaru secara rutin atau ingin membagikan materi ini kepada orang lain, silakan: Daftar di sini


Perasaan Kala Dilanda Musibah

james tak kuasa menahan kesedihan. Anak keduanya adalah salah satu penumpang Lion Air yang jatuh di Laut Jawa, Oktober 2018. Sang anak adalah karyawan sebuah bank yang baru mengikuti pelatihan di Bandung. James memandangi data penumpang pesawat di layar pusat krisis maskapai tersebut. Ia pun lemas setelah melihat nomor anaknya tertera di sana. Mata James berkaca-kaca ketika mengingat rencana anaknya untuk menikah di tahun 2019. Anak pertamanya dan sang istri juga berada di sana. Keduanya hanya bisa termenung melihat layar dan tampak sibuk dengan pikiran masingmasing.2

Dalam dunia yang penuh bahaya dan ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: kita semua rentan tertimpa musibah. Bagi seseorang yang mendadak mendapat kabar kehilangan yang begitu tragis atau selamat dari musibah yang dahsyat, perasaan bingung dan kehilangan arah merupakan sesuatu yang wajar. Perasaan yang umumnya melanda setelah kita mengalami tragedi adalah: Syok. Kekagetan luar biasa saat pertama kali mendengar atau mengalami malapetaka membuat seluruh sistem tubuh kita merespons dengan cara melindungi diri. Syok adalah bentuk mati rasa emosional yang langsung muncul setelah kita menyaksikan, selamat, atau menerima kabar terjadinya suatu musibah. 4


Sejumlah orang merasa melihat diri mereka sendiri tetapi tidak sanggup bereaksi. Kepedihan. Terlepas dari segala persiapan yang sudah dilakukan, tidak ada yang dapat melindungi kita dari kepedihan mendalam yang mengoyak batin setelah terjadinya tragedi, terutama ketika kita kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Rasa Takut. Rasa takut dan panik melanda mereka yang berusaha mati-matian mencari tempat berpijak setelah hidup mereka porak poranda oleh musibah. Dalam kondisi yang rentan ini, orang-orang bergumul dengan pikiran-pikiran seperti ini: • Mampukah aku melaluinya? • Bagaimana aku bisa meneruskan hidup tanpa sahabat terbaikku? • Akankah hidupku kembali normal? Amarah. Situasi yang dirasa tidak adil membuat kita sangat marah. “Itu tidak mungkin terjadi! Ini tidak adil! Apa yang telah kulakukan hingga aku yang harus mengalaminya?â€? adalah reaksi wajar dari orang-orang yang sedang berjuang memahami musibah yang menimpa mereka. Masa depan yang awalnya cerah tiba-tiba berubah suram. Apa yang selama ini dianggap normal, wajar, dan sering dianggap biasa, kini musnah dalam sekejap mata. Kita tidak menyukai perubahan itu. Kita menginginkan hidup kita yang lama. Namun, karena tidak bisa, kita menjadi marah. Sumber: https://tirto.id/kisah-pilu-keluarga-menanti-korbanlion-air-jt-610-c8P4 5

2)


Ditinggalkan. Setelah musibah berlalu, mereka yang selamat dan harus kembali menata hidup seringkali merasa ditinggalkan sendirian. Orang-orang yang mereka kasihi, tempat tinggal mereka, kota mereka, tempat kerja mereka, kehidupan mereka yang lama telah musnah. Sekarang mereka merasakan beban yang sangat berat karena harus menjalani hidup sendirian. Terasing. Orang sering menarik diri dan tidak mau bertemu dengan teman-teman dan keluarga yang mungkin dapat menjadi sumber penghiburan yang sangat berharga di tahaptahap awal yang krusial sesudah terjadinya musibah. Namun, perasaan terguncang yang luar biasa, kepedihan, ketakutan, dan kemarahan yang begitu besar seringkali membuat seseorang yang selamat dari bencana merasa bahwa menyendiri adalah pilihan terbaik. Kewalahan. Musibah menghujani kita dengan berbagai perasaan yang melanda kita bertubi-tubi. Seperti berada di arena tinju bersama seorang petinju kelas berat yang menghujani lawannya dengan pukulan bertubitubi, demikianlah musibah dapat menghantam kita hingga jatuh terkapar. Kita berakhir dalam keadaan babak belur secara emosional. Ketidakmampuan untuk Fokus. Akibat menumpuknya beban emosional yang berlebihan, seseorang tidak mampu lagi memusatkan perhatian pada kebutuhankebutuhan dasar. Orang yang selamat dari musibah, tim penyelamat, dan mereka yang berduka kadang-kadang sampai lupa makan, 6


tidur, berganti baju, menyisir rambut, atau melakukan hal-hal mendasar dalam hidup sehari-hari. Untuk melakukan kegiatan biasa saja butuh upaya yang sangat keras, bahkan kerap terasa mustahil dan sia-sia saja dikerjakan. “Untuk apa? Toh semuanya sudah musnah.� Kita tidak menyukai perubahan itu. Kita menginginkan hidup kita yang lama. Namun, karena tidak bisa, kita menjadi marah.

Apa Yang Direnggut Musibah dari Kita musibah menimbulkan perasaan bahwa hidup kita terusik. Apa yang dahulu kita anggap aman, terjamin, dan stabil tiba-tiba berubah. Halhal yang tadinya kita harapkan, impikan, dan andalkan mendadak musnah dalam sekejap. Hidup yang sudah kita rencanakan sebelumnya tiba-tiba berubah arah secara drastis.

Kehilangan Rasa Aman. Dunia bukan tempat yang aman. Kebanyakan kita tahu tentang hal itu, tetapi hanya sedikit yang benarbenar menyadarinya. Kita justru cenderung menipu diri sendiri dengan keyakinan bahwa kita aman dari musibah apa pun. Tragedi menegaskan kenyataan yang tidak bisa disangkal bahwa kita sebenarnya sangat rentan. Kita disadarkan bahwa sesungguhnya hidup ini tidak aman. 7


Kehilangan Kendali. Musibah menghancurkan ilusi bahwa kitalah yang memegang kendali atas dunia yang berbahaya ini. Kekuatan bencana alam yang maha dahsyat seperti angin puting beliung, badai, banjir, gempa bumi, dan banyak peristiwa lain dalam hidup kita memaksa kita menghadapi kenyataan bahwa sebenarnya kita hanya memiliki sedikit kendali atau bahkan tidak sama sekali atas hidup dan orang-orang yang paling berarti bagi kita. Tak peduli sesayang apa pun kita pada keluarga atau teman, kita tidak dapat melindungi mereka dari bahaya, sakit, ataupun kematian. Kita justru cenderung menipu diri sendiri dengan keyakinan bahwa kita aman dari musibah apa pun. Kehilangan Kepercayaan Diri. Bencana yang tragis dapat meruntuhkan kepercayaan diri bahwa kita mampu mengatasi apa pun yang menimpa kita. Meski pernah melewati berbagai cobaan hidup di masa lalu, musibah memaksa kita mempertanyakan kemampuan kita menghadapi apa pun. Kehilangan Perspektif. Orang yang kurang atau tidak beriman sering diperhadapkan pada pilihan-pilihan rohani yang tidak pernah mereka sadari sebelumnya. Awalnya, ketika segala sesuatu mulai menjadi tidak terkendali dan membuat mereka kewalahan, mereka cenderung secara naluriah berdoa untuk 8


meminta pertolongan dan campur tangan Allah yang mungkin tidak mereka kenal. Kemudian, setelah rasa syok mulai mereda, seperti yang sering terjadi, mereka mulai menyalahkan Allah, atau setidak-tidaknya mempertanyakan kehadiran-Nya atau ketidakhadiran-Nya dalam musibah tersebut. Namun, dampak merusak dari suatu musibah adalah menjerumuskan kita dalam keragu-raguan terhadap Allah dan kebaikan-Nya. Kehilangan Harapan. Hal yang paling dihancurkan dalam musibah adalah harapan. Padahal harapanlah yang membuat kita bisa bertahan hidup. Saat impian musnah, kita merasa sangat putus asa. Saat kita menyadari bahwa hidup tidak akan pernah sama lagi, kita bertanya: “Untuk apa lagi aku hidup kalau apa yang sangat kuinginkan sudah tidak ada? Ketika pasanganku, anak-anakku, kesehatanku, karirku, rumahku, hidupku, semuanya lenyap, untuk apa lagi aku hidup?� Saat kita terpuruk oleh musibah—kepercayaan diri hancur, keselamatan terancam, dan perspektif berubah–seringkali kita tidak bisa melihat makna atau hikmah positif dari penderitaan kita.

9


Apa Yang Ditinggalkan Musibah Bagi Kita musibah tidak hanya merenggut sesuatu

dari kita, tetapi juga meninggalkan bekas luka yang tidak kita inginkan—seperti perasaan bersalah yang dirasakan oleh orang yang selamat dari bencana, kedukaan yang traumatis, dan gangguan stres pasca-trauma yang akut. Mari kita lihat bagaimana bekas-bekas luka ini mempengaruhi mereka yang selamat dari suatu musibah. Perasaan Bersalah yang Dirasakan oleh Mereka yang Selamat. Mereka yang selamat dari suatu bencana yang hebat, ketika banyak orang lain di sekitar mereka terluka parah atau meninggal, merasa sulit merayakan keselamatan itu, di saat begitu banyak keluarga lain berduka karena kehilangan yang mereka alami. Sebagian bahkan berpikir terlalu jauh dengan meyakini anggapan yang tidak masuk akal bahwa sebenarnya keselamatan mereka telah mengorbankan orang-orang yang tidak selamat. Rasa bersalah yang palsu ini menyulut 10


timbulnya perasaan malu, tidak berdaya, dan kebencian kepada diri sendiri yang tidak sehat dan menghancurkan rasa percaya diri dalam diri seseorang yang selamat. Dan seringkali hal ini menuntun kepada duka yang traumatis. Duka Traumatis. Gelombang keterkejutan dari suatu kehilangan yang tragis dan tidak terduga telah melontarkan mereka yang ditinggalkan ke dalam tingkat kedukaan yang lebih hebat, yang dikenal sebagai duka traumatis. Semakin hebat, semakin menakutkan, dan tidak terduganya rasa kehilangan itu, semakin rumit dan berkepanjangan rasa dukanya. Mereka yang dapat mengatasi dukanya bukan berarti tidak terluka. Bahkan sebaliknya, mereka memanfaatkan kedukaan yang mereka alami secara produktif sebagai kesempatan untuk bertumbuh, daripada hanya sekadar menjalaninya. Proses ini membutuhkan waktu. Duka bukanlah suatu peristiwa, melainkan suatu perjalanan. Hidup tidak akan pernah sama lagi, tetapi masih dapat menjadi baik kembali. Perjalanan kita melalui duka kadang-kadang menyingkapkan hal-hal yang mungkin tidak pernah kita lihat jika kita tidak mengalaminya. Bagi sebagian orang, musibah berujung pada berbagai komplikasi yang membutuhkan pertolongan khusus. Pada saat itulah dibutuhkan materi-materi dan bantuan dari konselor profesional. Gangguan Stres Akut (GSA). Sebulan setelah mengalami peristiwa traumatis dan mengancam jiwa yang menimbulkan ketakutan amat sangat, perasaan tidak berdaya, atau 11


kengerian yang mencekam, sebagian orang mengalami kesulitan menyesuaikan diri untuk kembali kepada kehidupan normal. Periode penyesuaian diri ini dapat berlangsung dua hari sampai satu bulan lamanya. Ciri-ciri seseorang yang membutuhkan pertolongan profesional untuk mengatasi dampak trauma adalah: • Mati rasa, keterasingan, atau hilangnya emosi-emosi normal • Kurangnya kesadaran terhadap keadaan sekitar, seperti “linglung” • menarik diri atau menjauh dari orang lain • Terus mengingat trauma yang dialaminya melalui gambaran-gambaran yang timbul dalam ingatan, pikiran, mimpi, ilusi, atau kilas balik • Menghindari apa saja yang berpotensi mengingatkan kembali pada trauma • Meningkatnya kecemasan atau keresahan yang terlihat dari sulit tidur, mudah tersinggung, susah konsentrasi, terlalu tegang, reaksi terkejut berlebihan, atau kegelisahan motorik. Gangguan Stress Pasca Trauma (GSPT). GSPT adalah GSA tingkat tinggi. GSPT adalah bentuk stres akut yang lebih gawat dan berlarutlarut, berlangsung lebih dari satu bulan, dan jika kronis, dapat diidap selama bertahuntahun oleh orang yang selamat dari bencana. Gangguan ini bisa saja baru muncul enam bulan setelah trauma terjadi—kemunculannya dipicu oleh suatu peristiwa yang mengingatkan 12


orang itu kembali kepada kenangan buruk dari peristiwa tersebut. GSPT mengakibatkan timbulnya gangguan, penderitaan, atau kerusakan yang cukup parah dalam seluruh aspek kehidupan orang yang selamat tersebut, baik secara sosial, pekerjaan, hubungan, maupun rohani. Perjalanan kita melalui duka kadang-kadang menyingkapkan hal-hal yang mungkin tidak pernah kita lihat jika kita tidak mengalaminya.

Apa yang Dapat Diajarkan Musibah kepada Kita kebanyakan dari kita lebih suka menghindari

musibah. Itu wajar. Namun, para spesialis manajemen menyatakan bahwa teror, musibah dan kematian yang dihadapi “berpotensi menjadi pengalaman yang memerdekakan dan mempercepat pertumbuhan.�

Musibah, terutama yang membawa kita menyadari tentang kefanaan diri sendiri, sering memaksa kita menguji keyakinan kita yang belum teruji tentang tujuan dan makna hidup kita di dunia. Suka atau tidak, terbentuknya keyakinan yang mendalam seringkali merupakan hasil tempaan dalam perapian trauma dan kesengsaraan. Seringkali, justru di tengah-tengah segala keburukan itulah, kita mendapat pelajaran terpenting yang membentuk fondasi bagi sisa hidup kita selanjutnya. 13


Hal yang Terpenting. Sebagaimana para pelaut menggunakan Bintang Utara untuk memandu dan mengarahkan kapal mereka ke arah yang benar, krisis traumatis sering memaksa kita memeriksa apakah hidup kita sudah mengarah ke hal-hal yang terpenting. Perhatian kita mudah sekali teralihkan oleh urusan pemenuhan kebutuhan hidup seharihari, sehingga kehilangan sudut pandang yang lebih besar tentang apakah makna dan tujuan bagi hidup kita di dunia yang penuh dengan bahaya ini. Mengenal dan Mengasihi Allah. Ini adalah hubungan dasar yang harus menjadi pusat dari segala sesuatu. Jika ada hubungan lain, tidak peduli sepenting apa pun itu, yang mengambil alih kedudukan utama Allah sebagai Bintang Utara kita, maka hubungan lain itu pasti akan gagal. Setelah hubungan kita dengan Allah berada pada tempat yang semestinya, barulah kita dapat mengarahkan ulang hubungan kita yang lain, dengan Allah sebagai pusatnya. Mengasihi Orang Lain. Siapa yang paling berharga di mata kita? Pasangan kita? Anak-anak kita? Orangtua kita? Kawan kita? Hubungan-hubungan tersebut akan semakin bermakna ketika kasih kita kepada Allah mempengaruhi kasih kita terhadap orang lain. Bahkan, kasih yang tulus kepada orang lain merupakan ungkapan ketaatan kasih kita yang terdalam kepada Allah.

14


apa yang tidak penting sama sekali. Musibah

mengajar kita untuk tidak menganggap penting hal-hal sepele. Bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh budaya yang berkembang saat ini, rencana dan harta yang kita miliki bukan merupakan sesuatu yang penting pada akhirnya. Rencana Kita. Apa yang paling kita hargai? Seringkali yang terungkap di masamasa kehilangan yang tragis adalah kenyataan bahwa ternyata selama ini kita menjalani hidup menurut rencana kita sendiri dan bukan rencana Allah. Kita sering meminta supaya Dia mengikuti rencana kita dan mengabulkan impian kita, bukannya dengan rendah hati menyerahkan hati kita untuk mengikuti panggilan-Nya. Ketika musibah datang secara tidak terduga, barulah kita menyadari bahwa semua rencana kita ternyata tidak berarti sama sekali. Harta Kita. Musibah juga membuka mata kita bahwa selama ini ternyata kita menghamburkan terlalu banyak waktu dan tenaga untuk menganggap penting hal yang 15


tidak penting, dan mengabaikan hal yang penting sebagai sesuatu yang tidak penting. Allah ingin kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada-Nya, baik di masamasa jaya maupun saat musibah menimpa. Sayangnya, Allah seringkali harus menggunakan musibah untuk mendapatkan perhatian kita. Jika kita mengizinkan Allah mengajar kita melalui musibah-musibah yang kita alami, Dia dapat memperlengkapi kita untuk hidup dengan penuh keyakinan di dunia yang penuh bahaya. Seringkali, justru di tengah-tengah segala keburukan itulah, kita mendapat pelajaran terpenting yang membentuk fondasi bagi sisa hidup kita selanjutnya.

Hidup dengan Keyakinan di Dunia yang Penuh Bahaya Menjalani Penderitaan dengan Baik. Atlet yang ingin unggul dalam cabang olahraga apa pun pasti pernah mengalami kesakitan dan penderitaan. Hal yang sama juga dialami oleh mereka yang menjalani hidup. Semua musibah pasti meninggalkan bekas luka. Mereka yang selamat dari bencana dan bertumbuh melalui musibah akan menjadi semakin rendah hati dan berpengharapan karena penderitaan yang telah mereka alami. Ingatlah, kita dapat memanfaatkan ketahanan kita terhadap musibah untuk menguatkan iman kita demi menapaki perjalanan selanjutnya. 16


Berpusat kepada Apa yang Masih Dimiliki. Orang yang dimatangkan oleh musibah dapat belajar dan meyakini, bahwa trauma, bencana, dan bahkan kematian bukanlah akhir segalanya. Meski tetap berduka karena kehilangan yang dialaminya, tetapi sama seperti kehidupan, ada pengharapan dalam kedukaan, karena mereka fokus pada apa yang masih mereka miliki dan yang tidak akan dapat hilang. Kenanglah Mereka yang Meninggal. Banyak yang mengenang kepergian orang yang dikasihi dengan cara melakukan hal-hal positif untuk memberikan semangat bagi mereka yang masih hidup. Ada sebagian yang mendirikan yayasan guna menolong anak-anak yang kehilangan orangtua akibat musibah. Ada pula yang menulis buku tentang perjuangannya mengatasi dukacita yang traumatis. Lewat buku itu, orang tersebut dapat menceritakan pengalamannya dan menguatkan orang lain yang sedang tertimpa musibah. Orang-orang tersebut bersedia menggunakan kesempatan yang ada untuk menebus kehilangan tragis yang rasanya tak mungkin sanggup mereka lewati. Menjalin Hubungan dengan Sesama Korban yang Selamat. Salah satu cara yang paling berhasil untuk menolong mereka yang selamat dari bencana adalah menjalin hubungan dengan mereka yang memiliki pengalaman serupa. Mereka yang selamat dari bencana membutuhkan teman bicara. Mereka butuh menceritakan kisahnya. Mereka ingin orang yang mendengar cerita mereka benar-benar memahami luka-luka yang tidak 17


terlihat—segala kengerian, ketakutan, perasaan terasing, perasaan bersalah, kesepian, dan dukacita yang mereka tanggung. Mereka juga perlu mendengar. Mereka perlu mendengarkan orang lain yang selamat dari bencana bercerita tentang pergumulan-pergumulan mereka untuk memahami situasi yang tidak terpahami. Mereka membutuhkan pengharapan agar dapat hidup dengan baik, meskipun bekas-bekas lukanya masih ada.

Bagaimana Kita Dapat Menolong. Orang mengalami trauma dalam berbagai tingkatan: • Mereka yang selamat dari bencana yang dialami secara langsung. • Keluarga dari mereka yang selamat. • Keluarga yang berdukacita karena kehilangan sanak saudaranya. • Keluarga yang selamat, tetapi kehilangan segala-galanya. • Pihak-pihak yang memberi bantuan dan melakukan misi penyelamatan, dan para penanggung jawab yang juga mengalami trauma atas apa yang dilihat dan dihadapinya di lokasi bencana. • Kalangan media yang datang meliput, dan orang-orang yang secara tidak langsung mengalami trauma ketika mendengar kabar tentang bencana tersebut. Sadarilah bahwa Anda tidak dipanggil untuk menolong semua orang, tetapi Anda mungkin dapat menolong seseorang. Pertimbangkanlah 18


cara-cara berikut yang dapat Anda pakai untuk menolong mereka yang sedang mengalami musibah: Beri Mereka Waktu. Janganlah mengharapkan apa pun dari mereka yang selamat, atau dari anggota keluarganya, terutama di tahap-tahap awal mereka mengalami trauma. Beri mereka waktu dan ruang untuk berduka. Biarkan mereka memproses luka hati mereka, sementara Anda berusaha untuk melihat, mendengar, dan merasakan penderitaan itu bersama mereka. Mereka yang selamat dari bencana membutuhkan teman bicara. Mereka butuh menceritakan kisahnya. Jangan Berusaha Memperbaikinya. Tidak ada yang dapat Anda lakukan untuk memperbaiki masalahnya. Anda tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi, membangkitkan yang meninggal, atau mengembalikan yang telah hilang. Mendampingi mereka yang menderita sudah cukup menguatkan mereka. Tidak masalah jika kita tidak tahu harus mengatakan apa. Sentuhan atau pelukan yang Anda berikan dapat meyakinkan mereka bahwa Anda hadir bersama mereka. Menangislah Bersama Mereka. Air mata merupakan salah satu pemberian paling berharga yang dapat Anda berikan kepada mereka yang telah mengalami kehilangan 19


besar. Kita perlu mendengarkan ketika mereka menceritakan penderitaan mereka, turut meneteskan air mata, ikut berduka atas apa yang terhilang, dan bersukacita bersama mereka untuk apa yang masih mereka miliki. Penuhi Kebutuhan Mereka yang Mendesak. Orang yang berada di tahap awal trauma sangatlah terguncang oleh penderitaannya, sehingga sering lupa mengurus diri sendiri—makan, ganti pakaian, mandi, bahkan tidur. Hal-hal yang dahulu biasa dilakukan sekarang terlupakan sama sekali. Menolong mereka yang berduka dengan mengatur pemakaman, mengurus surat-surat, mengumpulkan sampel-sampel DNA untuk keperluan proses identifikasi korban yang dikasihi, memilihkan baju untuk acara pemakaman, mengatur transportasi bagi anggota keluarga, menyetrika baju untuk acara pemakaman, dan masih banyak kebutuhan mendesak lainnya dapat menolong mereka yang sedang berduka untuk tidak merasa sendirian dalam melakukan tugastugas yang menyakitkan tersebut. Berdoa Bersama dan Untuk Mereka. Dalam beberapa tahapan trauma, seringkali orang tidak sanggup berdoa. Mengambil inisiatif untuk berdoa atas nama mereka yang sedang mengalami trauma, sedih, dan berduka merupakan hak istimewa yang tidak boleh kita sia-siakan. Betapa besar kekuatan yang dapat kita berikan kepada mereka yang merasa terlalu letih untuk berdoa, ketika mereka mendengar kita menyebutkan nama mereka di hadapan Allah. 20


Tempat Perlindungan dan Pengharapan Kita yang Utama. di manakah kita dapat menemukan keyakinan

yang teguh untuk melanjutkan hidup kita, terutama ketika musibah melanda? Daud, seorang raja yang tidak asing lagi dengan berbagai musibah dalam hidupnya, pernah menulis:

Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah. Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapanNya; Allah ialah tempat perlindungan kita. Nasihat Daud yang dikumandangkan 1.000 tahun sebelum Masehi itu masih berlaku di masa sekarang. Satu-satunya tempat perlindungan bagi mereka yang terluka dan 21


patah hati ada di dalam Allah yang telah memperlihatkan betapa Dia sangat mengasihi dan mempedulikan kita. Firman Tuhan mengatakan: “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1). Ini merupakan ajakan Yesus kepada kita untuk menjalani hidup dengan penuh keyakinan dan pengharapan, meskipun kita diperhadapkan pada kehilangan. Percaya kepada Yesus berarti bergantung kepada-Nya untuk segala sesuatu yang tidak akan pernah musnah. Kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya memberi jaminan bagi mereka yang percaya kepada-Nya bahwa mereka akan menerima anugerah, belas kasihan, damai sejahtera, pengampunan, kehidupan kekal, dan kasih yang tidak berkesudahan dari-Nya. Walaupun kita mungkin kehilangan banyak hal dalam hidup ini, Yesus memberikan jaminan bahwa Dia hadir dan tinggal beserta kita sekarang, serta berjanji membawa kita tinggal bersama-Nya di surga kekal kelak. Jaminan dan janji itu dapat menjadi benteng pengharapan dan damai sejahtera yang tidak tergoyahkan bagi kita di masa-masa sulit.

Diterjemahkan dan diadaptasi dari Discovery Series “When Tragedy Strikes—Finding Security in a Vulnerable World” Penulis: Tim Jackson Penerjemah: Yudy Himawan Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974 22


Maukah Anda Mengenal Yesus? berbicaralah dengan seorang teman kristen

untuk tahu lebih banyak tentang Yesus. Juga tersedia buklet Kisah Tentang Pengharapan, yang dapat lebih memperkenalkan tentang Yesus kepada Anda. Buklet ini dapat diperoleh tanpa dikenakan biaya. Untuk mendapatkannya, silakan menghubungi kami (daftar alamat tercantum di balik sampul depan) atau memindai QR-code ini dengan ponsel Anda untuk membaca materinya secara online. Anda juga bisa mengakses santapanrohani.org untuk melihat materi cetak maupun materi digital yang kami terbitkan.

23


Ingin lebih mengenal Tuhan? Bacalah firman-Nya Ingin lebih mengenal Tuhan? Bacalah firman-Nya dengan bantuan renungan dengan bantuan renungan Santapan Rohani Santapan Rohani

Pilihlah media yang sesuai untuk Anda. Pilihlah media yang sesuai untuk Anda.

CETAK CETAK

Menerima edisi Menerima cetak edisi secara triwulan. cetak secara

triwulan.

E-MAIL E-MAIL

Menerima e-mail Menerima e-mail secara harian.

secara harian.

APLIKASI APLIKASI

Our Daily Bread/ Our Daily Bread/ Santapan Rohani di Android & iOS. Santapan Rohani

di Android & iOS.

HUBUNGI KAMI:

H U B21 U N2902 G I K A8950 MI: +62 +62 815 8611 1002 +62 21 2902 8950 +62 878 7878 9978 +62 815 8611 1002 Santapan.Rohani +62 878 7878 9978 indonesia@odb.org Santapan.Rohani santapanrohani.org ourdailybread.org/locations/ indonesia@odb.org

santapanrohani.org Materikami kami tidak tidak dikenakan Materi dikenakanbiaya. biaya. ourdailybread.org/locations/ Pelayanan kami didukung oleh

Pelayanan kami didukung lewat persembahan kasih dari para pembaca kami. persembahan kasih dari para pembaca kami.

Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami. WR534


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.