2 minute read

Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Advertisement

“Tidak ada isu gender pada lembaga kami atau pada masyarakat kita”. Itu ungkapan yang sering kita temukan ketika membincangkan isu gender dengan pimpinan lembaga, baik pemerintah maupun swasta, serta dengan anggota masyarakat. Mungkin saja pernyataan tersebut benar adanya meskipun tidak didukung oleh data, baik kuantitatif maupun kualitatif. Akan tetapi untuk memastikan apakah terdapat isu gender pada lembaga dan masyarakat maka dibutuhkan data, sehingga pernyataan tentang tidak ada isu gender di lembaga atau di masyarakat dapat diterima secara objektif.

Lembaga pemerintah sudah menempatkan data sebagai bagian penting untuk merencanakan dan mengukur hasil pembangunan. Data tersebut bahkan juga dikaitkan dengan prestasi kinerja yang dicapai oleh setiap lembaga. Namun demikian, data yang disajikan umumnya bersifat agregat tanpa terpilah, khususnya berbasis jenis kelamin. Data yang berbentuk agregat disajikan secara sederhana dan bersifat umum akan tetapi tidak memberikan informasi yang cukup tentang capaian pembangunan dilihat secara terpilah, khususnya berbasis jenis kelamin.

Istilah data terpilah sebenarnya merupakan istilah yang digunakan sesuai kepentingan tertentu. Pemilahan penduduk berdasarkan usia, pemilahan penduduk berdasarkan kategorisasi status sosial ekonomi (miskin, menengah, kaya), pemilahan penduduk berdasarkan pekerjaan, dan pemilahan-pemilahan lainnya sering ditemukan, meskipun dalam pemilahan tersebut jarang untuk memasukkan kategori jenis kelamin.

1

Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan sulitnya untuk mengukur pencapaian pembangunan berdasarkan kategori jenis kelamin.

Pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin atau lebih dikenal dengan istilah data terpilah gender menjadi dasar dalam analisis pembangunan dalam perspektif gender. Pemerintah, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengeluarkan kebijakan tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak melalui Permen PPPA No. 5 Tahun 2014. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan acuan pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan analisis serta penyajian data terpilah secara terpadu sebagai bahan informasi dan pengambilan keputusan untuk pelaksanaan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong semua pengambil kebijakan memiliki sensitivitas gender dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi.

Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap kesetaraan gender sejalan dengan target pembangunan pembangunan milenium (Millenium Development Goals) yang dilanjutkan dengan target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), di mana salah satu target pembangunan adalah kesetaraan gender (gender equality) yang ditetapkan pada target ke-5. Terdapat 5 tujuan dari target pembangunan kesetaraan gender, yaitu: 1. Mengakhiri segala bentuk diskriminasi 2. Menghapus segala bentuk kekerasan 3. Menghapus semua praktek yang membahayakan 4. Menyadari dan menghargai pelayanandan pekerjaan

2

5. Memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan berpolitik, sosial, dan ekonomi.

Gambar 1 Kondisi IPM Indonesia Tahun 2010-2019

Sumber: bps.go.id

Pengarusutamaan gender/PUG (gender mainstreaming) mulanya dipromosikan oleh UN sebagai rekomendasi utama PBB sebagai rekomendasi utama dalam Deklarasi dan Platform Aksi 1995 setelah

Konferensi Dunia Keempat PBB tentang Perempuan. Kebijakan kesetaraan gender yang sudah ada sebelumnya seperti kesempatan yang sama atau pendekatan tindakan positif, mengimplikasikan diskriminasi sebagai penyebab ketidaksetaraan gender (Squires 2005; Rees 2005). PUG, sebaliknya, menyiratkan bahwa negara harus mengubah kebijakannya, mewajibkan pemerintah dan organisasi yang mengadopsi untuk mempertimbangkan masalah kesetaraan gender dalam semua pembuatan kebijakan, di semua bidang. Perhatian terhadap tindakan negara dalam menghasilkan ketidaksetaraan gender ini berasal dari teori dan aktivisme feminis (Carney 2002, p.19; Walby 2007, p.453), yang telah

3