SISTEM SOSIAL BUDAYA PADA MASYARAKAT INDONESIA
Nur Aliifah Kurniati
Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan
Nuraliifah.2021@student.uny.ac.id
Abstrak
Indonesia merupakan negara kepulauan yang penduduknya memiliki banyak sekali ragam kebudayaan. Tentunya kebudayaan-kebudayaan itu memiliki sebuah sistem yang mengatur tentang budaya-budaya tersebut. Tak terkecuali dalam masalah sosialnya, karena sosial dan budaya merupakan sebuah komponen yang saling terikat dan berpengaruh. Sehingga terbentuk sistem sosial-budaya yang merupakan gabungan dari sistem sosial dan sistem budaya. Sistem sosial budaya sangat berguna dalam mengatur kemajemukan pada masyarakat Indonesia, karena komponenkomponen yang dimiliki keduanya sangat terikat satu sama lain.
Kata kunci: Sistem, Sosial, Budaya, Pengaruh Abstract
Indonesia is an archipelago whose population has a wide variety of cultures. Of course, these cultures have a system that regulates these cultures. No exception in social problems, because social and cultural are a component that is bound and influential. So that a socio-cultural system is formed which is a combination of social system and cultural system. Socio-cultural systems are very useful in regulating plurality in Indonesian society, because the components owned by the two are very tied to each other.
Keywords: System, Social, Culture, Influence
1. Pendahuluan
Berbeda dengan negara lainnya, Indonesia merupakan sebuah negara yang
berbentuk kepulauan. Dalam data Gasetir Nasional tahun 2020 disebutkan bahwa
Indonesia memiliki sebanyak 16.771 pulau. Pada setiap pulau memiliki
karakteristiknya masing-masing, hal itu membuat masyarakat di setiap pulau
memiliki banyak perbedaan dan keunikannya karena adanya perbedaan letak
geografis dengan pulau yang lain sehingga menyebabkan munculnya perbedaan ras, etnik, dan kebudayaan. Banyaknya perbedaan yang terjadi di Indonesia sering
dikenal dengan istilah kemajemukan masyarakat Indonesia, di mana masyarakat
Indonesia memiliki banyak sekali adat istiadat hingga agama yang dianut. Menurut
Sensus BPS (2010), Indonesia memiliki 1.340 suku juga memiliki sebanyak 2.500
jenis bahasa
Dalam banyaknya perbedaan yang terjadi di Indonesia, tentunya setiap
individu masih membutuhkan kebutuhan untuk bersosialisasi, sehingga perlu adanya sebuah sistem yang mengatur tentang sosial dan kebudayaan. Adat istiadat merupakan bagian dari sistem budaya yang menjadi perhatian dari sistem sosialbudaya, karena sistem sosial-budaya merupakan gabungan dari sistem sosial dan sistem budaya. Sesuatu bisa dikatakan sebuah sistem apabila mereka memiliki hubungan yang berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Sama seperti sistem sosial-budaya, sistem sosial merupakan sebuah komponen bagaimana manusia dapat saling berinteraksi, sedangkan sistem budaya merupakan gagasan-gagasan dari individu yang hidup bersama membentuk sebuah organisasi di mana sudah tercipta kebudayaan yang telah disepakati bersama di dalam organisasi tersebut. Sehingga, maksud dari sistem sosial-budaya adalah komponen-komponen setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lain yang sesuai dengan adat istiadat yang
berlaku di dalam atau di luar kebudayaan individu tersebut. Apabila suatu masyarakat tidak memiliki sebuah sistem, maka tidak ada yang mengatur bagaimana kegiatan sosialisasi itu berjalan, akibatnya suatu masyarakat akan menjadi berantakan.
2. Pembahasan
2.1 Kebudayaan
Istilah “budaya” dalam kehidupan sehari-hari sering dikaitkan dengan
ras, etnis, atau bangsa. Budaya juga tidak awam dikenali karena erat keterkaitannya dengan seni, ritual, musik, atau berbagai jenis peninggalan di masa lampau (Kusherdyana, 2020). Pengertian kebudayaan secara etimologis
berasal dari kata “budaya” atau dalam bahasa Inggris disebut “culture”, sedangkan dalam bahasa Latin disebut “colere” yang artinya “mengolah”
atau “mengerjakan” sesuatu yang berkaitan dengan alam. Kata “budaya”
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”, sebuah bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Pada sebuah
penjelasan lain yang masih secara etimologis, “budaya” merupakan
perkembangan dari kata majemuk “budi daya” yang artinya pemberdayaan
yang berwujud cipta, karsa, dan karya (Kusherdyana, 2020). Sedangkan
kebudayaan menurut para ahli seperti Dewantara (Kusherdyana, 2020)
menjelaskan, kebudayaan atau budaya yang dalam bahasa Jawa disebut
dengan “kabudayan” memiliki persamaan terminologi dengan kata “kultur” (bahasa Jerman), “cultuur” (bahasa Belanda), dan “culture” (bahasa Inggris) yang berarti hasil atau buah dari peradaban manusia. Kata “kultur” berasal dari bahasa Latin “colere” yang berubah menjadi “cultura” yang memiliki
arti usaha untuk memelihara dan memajukan akal, budi, dan juga jiwa.
Sedangkan Koentjaraningrat (Kusherdyana, 2020) berpendapat bahwa
kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, juga hasil karya manusia yang berasal dari proses belajar. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa hampir semua tindakan manusia merupakan sebuah
kebudayaan, karena tindakan-tindakan manusia tersebut diperoleh dengan
melalui proses belajar.
Kebudayaan dapat terbentuk karena adanya sebuah dorongan dan tuntutan berbagai kebutuhan pada setiap lapisan masyarakat. Kebudayaan
terbentuk melalui 3 aspek:
1. Kebutuhan jasmaniah yang meliputi minuman, makanan, oksigen, dan pakaian
2. Kebutuhan sosial yang meliputi komunikasi dengan individu lain atau anggota dari suku bangsa lain, mengikuti organisasi, kerjasama, dan lain sebagainya
3. Kebutuhan kejiwaan yang meliputi keteraturan, keajegan, kehormatan, kebanggaan, dan lain sebagainya.
Menurut Koentjaraningrat (2009), kebudayaan terbagi menjadi 7 unsur, yaitu:
1. Bahasa
Bahasa merupakan alat bagi manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya sebagai makhluk sosial. Bahasa juga merupakan komponen penting dalam membangun tradisi budaya yang menciptakan pemahaman mengenai fenomena sosial yang dapat diungkapkan secara verbal atau simbolik. Sehingga manusia dapat meneruskan atau mewariskan kebudayaan dengan mudah kepada generasi selanjutnya menggunakan bahasa.
2. Pengetahuan
Dalam kajian antropologi atau ilmu kebudayaan, pengetahuan bukan tentang peralatan hidup, teknologi, dan ide manusia yang bersifat abstrak, tetapi juga bagaimana pengetahuan itu digunakan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Beberapa contoh pengetahuan dalam ilmu kebudayaan antara lain tentang alam dan sekitarnya; tumbuhan yang tumbuh di daerah sekitar tempat tinggal; binatang yang hidup di daerah sekitar; zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda di lingkungannya; tubuh manusia; sifat-sifat dan tingkah laku manusia; juga ruang dan waktu.
3. Organisasi sosial
Kehidupan dalam bermasyarakat diatur oleh adat istiadat juga aturan di dalam lingkungan di mana seseorang itu hidup. Kerabat merupakan
kesatuan sosial yang paling kecil, dan kemudian manusia akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan untuk membentuk organisasi sosial. Perkawinan merupakan pembentuk kekerabatan yang akan menjadikan kekerabatan itu menjadi suatu komunitas atau organisasi sosial.
4. Peralatan hidup dan teknologi
Manusia selalu mempunyai naluri untuk mempertahankan hidupnya, itulah mengapa mereka selalu terdorong untuk membuat peralatan yang dapat menunjang kebutuhan hidupnya. Masyarakat tradisional dapat menjadi salah satu contoh manusia yang dapat menciptakan peralatan untuk hidup, di mana mata pencaharian mereka adalah petani dan hidup yang cenderung nomaden. Terdapat delapan sistem peralatan dan unsur kebudayaan yang mereka gunakan, yaitu alat-alat produktif; senjata; wadah; alat untuk menyalakan api; makanan, minuman, dan jamujamuan; pakaian dan perhiasan; tempat berlindung dan perumahan; dan alat-alat transportasi.
5. Ekonomi atau mata pencaharian Pada kebudayaan, sistem perekonomian atau mata pencaharian digunakan oleh suatu kelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Contohnya seperti kelompok pada masyarakat tradisional yang memiliki mata pencaharian yang berfokus pada pertanian (mata pencaharian yang sudah ada sejak dahulu dan termasuk dalam mata pencaharian paling tua yang dilakukan oleh masyarakat pada masa lampau), seperti berburu dan meramu; beternak; bercocok tanam di ladang; menangkap ikan; dan bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi.
6. Religi
Dalam kajian antropologi, religi erat kaitannya dan tidak tapat dipisahkan dengan emosi keagamaan. Emosi keagamaan merupakan sesuatu yang ada di dalam diri manusia yang mendorong manusia untuk melakukan
aktivitas atau tindakan yang bersifat religius. Sehingga manusia dapat memunculkan anggapan dan konsep bahwa sebuah benda dianggap sakral karena adanya emosi keagamaan. Terdapat tiga unsur yang ada pada sistem religi selain emosi keagamaan, yaitu sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan umat yang menganut religi tersebut.
7. Kesenian
Kesenian merupakan unsur kebudayaan karena seni merupakan tanda dari adanya sebuah kebudayaan. Seni terbagi ke dalam beberapa jenis, ada yang disebut dengan seni rupa yang merupakan karya seni yang dapat dilihat oleh mata dan dirasakan dengan rabaan, contohnya seperti relief, patung, ukiran, dan lukisan. Yang kedua adalah seni musik yang merupakan karya seni dengan memanfaatkan seni vokal atau instrumental. Yang ketiga adalah seni sastra yang terdiri atas prosa dan puisi, seni sastra merupakan pemanfaatan dari penggunaan bahasa. Yang keempat adalah seni gerak atau yang sering disebut juga dengan seni tari, yaitu karya seni yang dapat ditangkap melalui indra pendengaran dan penglihatan. Dalam kesenian juga terdapat seni film dan foto yang dapat menampilkan kehidupan manusia beserta kebudayaannya yang dikemas berupa film dokumenter atau karya-karya foto.
2.2 Sistem Budaya
Dalam kebudayaan, tentunya terdapat sebuah sistem budaya. Sistem budaya merupakan bagian dari kebudayaan yang di dalamnya membahas tentang adat istiadat, seperti sistem norma, nilai budaya, dan semua norma yang telah berkembang di masyarakat. Dalam konteks yang lebih luas, sistem budaya (dalam bahasa Inggris disebut cultural system) juga merupakan kumpulan ideide juga gagasan dari manusia-manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Gagasan dan kumpulan ide-ide tersebut tidak dapat terlepas satu sama lain dan selalu menyatu menjadi sebuah sistem yang dinamakan adat
istiadat yang di mana adat istiadat mencakup sebuah pranata-pranata juga sistem norma dan nilai budaya yang ada di dalam masyarakat, termasuk norma agama (Setyawan, 2012:3)
Sistem budaya tentunya juga memiliki fungsi, yaitu menata tindakantindakan juga tingkah laku yang dilakukan oleh manusia melalui proses belajar dengan menggunakan proses pembudayaan atau institutionalization (pelembagaan) seperti pewarisan, pendidikan, pengajaran, dan pembiasaan yang berkelanjutan (Kistanto). Dalam proses pembudayaan, setiap individu mempelajari juga menyesuaikan alam pikiran dan sikap mereka dengan adat istiadat, norma, dan peraturan yang ada di dalam kebudayaan itu. Proses pembudayaan ini tidak terjadi secara cepat dan begitu saja, tetapi membutuhkan proses dan waktu yang panjang. Proses ini dimulai dari seorang individu sejak mereka masih kecil yang berawal dari lingkungan keluarganya ketika meniru sebuah tindakan dan menjadikan tindakan itu sebagai sebuah kebiasaan.
Kemudian setelah bertambahnya usia, individu itu mulai meniru tindakantindakan dari lingkungan luar dan sekitar tempat tinggal. Setelah tindakan meniru telah memberikan motivasi yang diinternalisasi dalam kepribadiannya, maka tindakan meniru tersebut akan menjadi suatu pola yang mantap dan norma-norma yang mengatur tindakannya akan menjadi sebuah kebudayaan.
Dalam proses tersebut tentunya ada individu yang mengalami kegagalan ketika menjalani proses pembudayaan yang biasa disebut dengan deviants. Pada individu yang mengalami deviants, mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya sehingga mereka juga kesulitan dalam beradaptasi dengan sistem sosial, norma-norma, juga pranata yang ada di dalam lingkungan sekitarnya (Setyawan, 2012:3).
2.3 Sistem Sosial
Talcot Parsons merupakan seorang sosiolog yang berasal dari Amerika, ia adalah orang pertama yang menemukan dan memperkenalkan teori sistem sosial. Teori sistem sosial merupakan sebuah teori yang menjelaskan tentang dinamika organisasi dalam istilah-istilah dari jaringan sosial (hubungan dan interaksi) individu dengan individu lain di dalam atau di luar organisasi. Para tokoh sistem sosial berpendapat bahwa sistem sosial lebih menekankan pada hubungan-hubungan yang berlangsung antar manusia dan manusia, manusia dan masyarakat, masyarakat dan masyarakat, yang hampir atau bahkan selalu dalam kerangka suatu satuan atau organisasi untuk memenuhi hajat, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya sesuai fungsinya masingmasing (Kistanto).
Parsons menyusun strategi untuk analisis fungsional yang meliputi semua sistem sosial, termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi kompleks dan juga masyarakat keseluruhan. Sebagai suatu sistem sosial, ia mempunyai bagian yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya di dalam satu kesatuan. Kesemuanya saling mengkait satu sama lain dalam kebudayaan yang saling menguntungkan (Setyawan, 2014:5). Menurut paham fungsionalisme (Parson, 1951), sistem sosial merupakan sistem interaksi yang berlangsung antara dua individu atau lebih, yang masing-masing mengandung fungsi dalam satuan masyarakat.
Menurut Setyawan (2014:6), dalam sebuah sistem sosial terdapat empat hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Adanya dua orang atau lebih
2. Adanya atau terjadinya interaksi di antara mereka
3. Memiliki tujuan
4. Memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya.
Parsons (Setyawan, 2014:6) juga berpendapat bahwa sistem sosial tersebut dapat berfungsi apabila memenuhi empat persyaratan fungsional, yaitu:
1) Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya.
2) Mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya (bersama sistem sosial).
3) Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dalam sistem sosial.
4) Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, konsep latensi (latency) pada berhentinya interaksi akibat keletihan dan kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya yang mungkin terlibat.
Sistem sosial juga memiliki unsur-unsur yang membentuk dan mengatur struktur sistem sosial itu sendiri. Terdapat sepuluh unsur dalam sistem sosial, yaitu:
1. Keyakinan (pengetahuan),
2. Perasaan (sentimen),
3. Tujuan, sasaran, atau cita-cita,
4. Norma,
5. Kedudukan peranan (status),
6. Tingkatan atau pangkat (rank),
7. Kekuasaan atau pengaruh (power),
8. Sangsi,
9. Sarana atau fasilitas,
10. Tekanan ketegangan (stress-strain).
Setiap individu manusia memiliki warisan genetik yang berbeda dari individu lainnya. Warisan-warisan genetik tiap individu memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengembangkan warisan-warisan budaya
2.4 Sistem Sosial-Budayayang sangat beraneka ragam yang sejak semula meliputi dimensi-dimensi sosial dan budaya, yang kemudian membangun sistem sosial-budaya bagi kelangsungan dan pengembangan kehidupannya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa sistem sosial-budaya merupakan gabungan dari sistem sosial dan sistem budaya sehingga menjadi suatu sistem kemasyarakatan yang meliputi
hubungan-hubungan sosial yang dengan itu setiap individu dalam masyarakat
dapat menghasilkan dan mengembangkan unsur-unsur budaya untuk
memenuhi hajat-hajat sosial dan budaya suatu masyarakat dalam
melangsungkan dan mengembangkan kehidupan sosial-budayanya.
Sistem sosial-budaya memiliki unsur pokok, yaitu:
a. Kepercayaan
b. Perasaan dan pikiran
c. Tujuan
d. Kaidah
e. Kedudukan dan peranan
f. Pengawasan
g. Sanksi
h. Fasilitas
i. Kelestarian dan kelangsungan hidup
j. Keserasian kualitas kehidupan dengan lingkungan
2.5 Sistem Sosial-Budaya di Indonesia
Indonesia dikenal luas sebagai bangsa dengan realitas sosial-budaya
yang begitu majemuk. Hubungan sosial-budaya antar masyarakat di Indonesia merupakan produk sejarah yang panjang, yang dari zaman ke zaman
mengalami perkenalan dan pergaulan dengan bangsa-bangsa, agama-agama, dan kebudayaan-kebudayaan dunia. Demikian juga, nasionalisme Indonesia, kebangsaan Indonesia pun terbentuk, terbangun dan teruji oleh sejarah panjang, dari hasil interaksi “bangsa Indonesia” dengan bangsa-bangsa, agama-
agama, dan kebudayaan-kebudayaan dunia. Pengalaman ini membentuk
nilai-nilai lama dan nilai-nilai baru dalam masyarakat Indonesia. Sebagian
nilai-nilai lama hendak ditinggalkan atau diperbaharui, sedangkan nilai-nilai
baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan peradaban bangsa pada masa sekarang dan masa mendatang harus senantiasa dipahami, diwujudkan dan diuji dalam pergaulan sosial-budaya (Kistanto, 2008:9).
Sistem sosial-budaya Indonesia merupakan sebagai totalitas nilai, tata sosial, dan tata laku manusia Indonesia harus mampu mewujudkan pandangan hidup dan falsafah negara Pancasila ke dalam segala segi kehidupan
berbangsa dan bernegara
Menurut Kistanto (2017:8), terdapat tiga poin macam kebudayaan atau sub-kebudayaan pada masyarakat Indonesia, yaitu:
1) Kebudayaan Nasional Indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD
1945
2) Kebudayaan suku-suku bangsa
3) Kebudayaan umum lokal sebagai wadah yang mengakomodasi lestarinya perbedaan-perbedaan identitas suku bangsa serta masyarakat-masyarakat yang saling berbeda kebudayaannya yang hidup dalam satu wilayah
Sementara itu, Harsya W. Bachtiar (Kistanto, 2008:10) berpendapat bahwa terdapat empat sistem berkembangnya kebudayaan di Indonesia, yaitu:
1. Sistem budaya etnik, yang berasal dari bermacam-macam etnik yang masing-masing memiliki wilayah budaya yang terdiri atas 18 etnik atau
lebih
2. Sistem budaya agama-agama besar yang bersumber dari praktik
agama-agama Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan Katholik.
3. Sistem budaya Indonesia yang terdiri dari bahasa Indonesia (dari Melayu), nama Indonesia, pancasila dan UUD RI
4. Sistem budaya asing yang bersumber dari India, Belanda, Arab/Timur
Tengah, China, Amerika, Jepang, dan sebagainya.
Hampir semua tindakan manusia merupakan sebuah kebudayaan karena tindakan-tindakan manusia tersebut diperoleh dengan melalui proses belajar. Kebudayaan juga tidak dapat terbentuk begitu saja, melainkan ada aspek yang dapat membentuk kebudayaan sehingga menjadikan kebudayaan tersebut menjadi kebiasaan pada sebuah masyarakat. Pada sistem sosialbudaya masyarakat Indonesia, tentunya semua prinsip sistem sosial-budaya harus sesuai dengan perwujudan dari nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 sehingga sosial dan budaya pada masyarakat Indonesia dapat tetap lestari dan tidak terkikis oleh globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Wawan; Mahyudi, Johan & Sukri, Muhammad. (2018). Unsur-Unsur
Kebudayaan dalam Teks Nggahi Dana pada Masyarakat
Dompu: Suatu Pendekatan Arketipel Pragmatik. Lingua, 15(2): 131-146. DOI: 10.30957/lingua.v15i2.484.
Kistanto, N. H. (2008). SISTEM SOSIAL-BUDAYA DI Indonesia Sabda:
Jurnal Kajian Kebudayaan, 3(2).
https://doi.org/10.14710/sabda.3.2.%p
Kistanto, N. H. (2017). TENTANG KONSEP KEBUDAYAAN. Sabda:
Jurnal Kajian Kebudayaan, 10(2).
https://doi.org/10.14710/sabda.3.2.%p
3. KesimpulanKusherdyana, R., & Misran. (2020). Pemahaman Lintas Budaya. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Sulaeman, M.,(2012). Ilmu Budaya Dasar: Pengantar ke arah ilmu sosial budaya dasar. Bandung: Refika Aditama.
LAMPIRAN POWER POINT













































































































































