Sinyo Sipit (Novel Perjuangan)

Page 168

Informasi yang kuterima, Djarot akan kembali memasuki kota Surabaya...” “Bojonegoro? Nama kota ini menarik hati Hian Biauw. Karena di kota itu kata orang Effendi bergabung dengan pasukan Djarot. Tapi melakukan tindakan melawan perintah komandan adalah satu sikap yang salah. Bisa-bisa komandan akan mendapat hukuman dari Pusat. Padahal ia merasa bahwa Mayor Mangku adalah seorang komandan yang bijaksana. “Soalnya bukan cuma itu," jawab Hian Biauw malas. “Apanya lagi? Kita menyakiti hati komandan” “Tapi komandan kita terlalu melempem” “Kau kira kita-kita saja yang jagoan?” Hendro diam. Hendro memang seringkali bersikap diam kalau ia merasa omongan orang lain benar dan ia belum bisa segera menjawabnya. “Kita mesti memaklumi bahwa perang yang kita kehendaki sebenarnya memang bukan perang yang seperti ini. Perang seperti ini adalah kemauan dari Pusat," ujar Hian Biauw kemudian. Apa yang diutarakan oleh Hendro ini adalah satu sikap yang bukan berdiri sendiri. Bukan hanya sikap Hendro seorang, tapi sikap kebanyakan pejuang yang tergabung. Gambaran dari siatuasi para pejuang yang ada dimana-mana. Mereka resah kalau tidak punya senjata, sampai berani merebut senjata dari teman-teman sendiri. Tapi kalau punya senjata seperti sekarang ini, mereka tetap harus berdiam diri. Sepintas memang bisa kelihatan seperti satu lelucon. “Kita harus berbuat apa seandainya kau yang jadi komandan?" tiba-tiba tanya Hendro. Pertanyaan yang di luar dugaan. “Aku tak mungkin jadi komandan. Tak ada orang Tionghoa yang jadi komandan” “Perang seperti ini sebenarnya tak perlu ada komandan. Siapa yang berani bertempur itulah yang ditunjuk sebagai komandan”

168


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.