BAMBOO T-SHELTER: Hunian Sementara Bambu di Namo, Sigi - Sulawesi Tengah

Neni Muhidin

i

Bamboo T-Shelter Hunian Sementara Bambu di Namo Sigi – Sulawesi Tengah Kerjasama KUN Humanity System dengan dukungan International Medical Corps (IMC) Penulis: Neni Muhidin ISBN: 978-602-18976-8-3 Penerjemah: Ito Lawputra Fotografer: Parven Mohamad Penyunting: Ahmad Fauzi Desain sampul dan tata letak: BeforeAfter Penerbit: NEMUpublishing Jln. Tanjung Tururuka No. 27 Palu – Sulawesi Tengah Surel: nemubuku@yahoo.com Cetakan pertama, Juni 2019 iv + 100 halaman 16 x 11,5 cm © Hak Cipta dilindungi Undang-undang

ii

DAFTAR ISI PENGANTAR BAMBU – 1 Introduction – 3 Bamboo Work Flow – 18 BERKENALAN DENGAN BAMBU – 22 Getting To Know Bamboo – 24 SEJARAH BAMBU – 25 Bolovatu Mbulava – 30 Ijzerbamboe – 32 ETNOLOGI BAMBU – 36 Dinding Vitate – 40 EKOLOGI BAMBU – 48 Bambu dan Risiko Bencana – 51 EKONOMI BAMBU – 55 NAMO DAN BAMBU – 61 Demokrasi Bambu: Dari, Oleh, dan Untuk Warga – 64 Sekilas Tentang Namo – 66 Sejarah Namo – 70 Statistik Namo – 74

iii

RUMAH BAMBU NAMO – 76 Desain Rumah Bambu Namo – 88 Latrine – 94 Tempat Sampah – 96 BIBLIOGRAFI – 97 PENULIS – 98 KUN HUMANITY SYSTEM – 98 INTERNATIONAL MEDICAL CORPS (IMC) - 99

iv

PENGANTAR BAMBU

Hutan bambu Kete Kesu, Toraja

1

Rumah rusak di Namo

Gempabumi berkekuatan M 7.7 mengguncang Sulawesi Tengah pada Jumat petang, 28 September 2018. Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi, menjadi daerah yang paling terdampak dari lindu yang dipicu Sesar Palu Koro itu.

Gempabumi di kedalaman 10 km yang terjadi pada pukul 18.05 WITA itu memicu tsunami di Teluk Palu dan likuefaksi massif di Petobo dan Balaroa di selatan dan barat Palu, juga Jono Oge dan Sibalaya di Sigi. 4.402 jiwa meninggal dunia1 dan 172.999 jiwa mengungsi.

Laporan Finalisasi Data dan Informasi Bencana Padagimo per Tanggal 30 Januari 2019, Provinsi Sulawesi Tengah 1

2

INTRODUCTION A 7.7 magnitude earthquake occurred off Central Sulawesi area on Friday evening, 28th September 2018. Palu, Sigi, Donggala, and Parigi, were the most inflicted area of the terrifying earthquake triggered

by Palu-Koro fault movement. The quake struck 10 kilometres below the floor of the ocean at 6:05 pm, spawning tsunami on Palu strait, and causing major soil liquefaction at Petobo and Balaroa (Southern and Western Palu), also Jono Oge and Sibalaya at Sigi regency. The death toll is 4.402 and with a total of 172.999 refugees.

3

100.405 rumah rusak dalam

beragam kategori

Pengungsi 93.187 jiwa 29.867 kepala keluarga

Peristiwa bencana itu mengubah lansekap dan meninggalkan kerusakan pada bangunan-bangunan baik hunian maupun infrastruktur publik. 100.405 rumah rusak dalam beragam kategori. Berat, sedang, ringan, hilang.

Tidak hanya itu, layanan publik untuk logistik, kelistrikan, dan telekomunikasi, mengalami krisis. Akses di beberapa ruas jalan antar wilayah terputus karena tanah longsor akibat gempabumi.

Pengungsi terbanyak berada di Kabupaten Sigi (93.187 jiwa, 29.867 kepala keluarga), pun lokasi pengungsian (160 titik). Rumah-rumah yang rusak, termasuk yang hilang, sejumlah 30.538 unit.

4

Lokasi pengungsian 160 titik

Rumah-rumah yang rusak, termasuk yang hilang, sejumlah 30.538 unit

The disaster has changed the landscapes and has left damages on houses and also public infrastructures.

100.405 house are classified damaged as in heavy, medium, light, or even gone.

The access to logistics, electricity, telecommunication, were also in crisis. Some road access between borders were disconnected because of landslides caused by the quake.

Most refugees are in Sigi regency (93.187 souls, 29.867 families), spread through 160 shelter coordinates. It is estimated 30.538 houses are damaged or gone only in Sigi area.

5

Dari data kerusakan itu, rumah-rumah di Kabupaten Sigi menjadi yang paling banyak masuk dalam kategori rusak berat (13.144 unit) dibanding Palu, Donggala, dan Parigi. Titik lokasi kebutuhan pembangunan hunian sementara dalam data itu mencatat yang terbanyak adalah Kabupaten Sigi. Sebanyak 98 titik hunian sementara menyebar di Palu, Sigi, dan Donggala.

Sigi yang dimekarkan dari Donggala sejak 2008, adalah kabupaten terakhir yang menetas dari induknya setelah Palu dan Parigi Moutong. Kabupaten di arah selatan Palu itu adalah kabupaten yang tak memiliki garis pantai karena berada di pedalaman. Sekitar 70 persen wilayahya adalah hutan yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Nama yang terakhir, Lindu, adalah danau tektonik di jantung kabupaten yang memiliki 15 kecamatan dan 177 desa itu. Sigi identik pertanian, perkebunan, dan hutan.

Lansekap Namo

6

The data shows that most heavily damaged houses are in Sigi regency (13.144 units) than the ones in Palu, Donggala and Parigi. The coordinates of temporary housing needs also indicate that Sigi regency is on top of all areas. Now that there are around 98 coordinates of temporary housing clusters spread in whole Palu, Sigi and Donggala area.

Sigi, which was an expansion of Donggala since 2008, is the last new sub-divide regency since its previous successor Palu and Parigi Moutong. The Southern part of Palu, is the regency area formed that has no coast line and stretches to mountains and hills.

About 70 % of Sigi area are forests, part of Lore Lindu National Park. The latter mentioned, Lindu, ia a tectonic lake in the heart of the regency that covers 15 sub-districts and 177 villages. Sigi area is known with its agriculture, gardens and forests.

7

Peta Sesar Palu Koro 8

Palu Koro Fault Map

9

Sebagaimana Palu dan Donggala, termasuk Parigi Moutong, Sigi yang berpenduduk 234.588 jiwa2 juga dilalui sesar atau patahan Palu – Koro, fakta kebumian yang menjadi pemicu gempabumi. Sejarah mencatat aktivitas sesar aktif di Pulau Sulawesi itu letaknya membelah sejak dari utara Selat Makassar, masuk ke Teluk Palu, dan memanjang hingga ke Danau Matano dan Teluk Bone. Peristiwa demi peristiwa gempabumi merusak telah menjadi catatan tersendiri bagi perjalanan kebudayaan di Tanah Kaili, di pesisir pantai barat Donggala, Lembah Palu, dan Kulawi, khususnya pengetahuan lokal tentang kawasan dan hunian.

Bambu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan itu meski akhirnya ditinggalkan karena pengaruh modernisasi.

2

10

Kabupaten Sigi Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sigi, 2018

Segmen-segmen Sesar Palu Koro

Just like Palu, Donggala and Parigi Moutong, Sigi which has a population of 234.588 souls, is also marked by Palu-Koro fault lines, the highly active earth tectonic plate that has become a trigger of the quake. History records the active fault movements in Sulawesi island, stretches from North of Makassar strait, entering the Palu gulf, all through Lake Matano and the Bone gulf. Several times of massive and devastating quakes occurred, remembered by the heritage along Kaili land, through coastal area of Donggala, Palu valley, and Kulawi, especially passing on local knowledge of places and housing.

Bamboo has become inseparable of that knowledge, although it has now been left for long, because of the modernization.

11

Pasca peristiwa 28 September 2018, setelah melalui masa tanggap darurat, baik pemerintah pusat dan daerah maupun masyarakat, memasuki tahapan baru yakni rehabilitasi dan rekonstruksi. Tidak ketinggalan dalam tahapan itu respons dari negara-negara di dunia yang turut membantu proses percepatan pemulihan, termasuk organisasi-organisasi kemanusiaan. Satu di antaranya adalah KUN Humanity System yang didukung oleh International Medical Corps (IMC).

Hadir sejak tanggap darurat dengan bantuan logistik dan kesehatan, KUN Humanity System, didukung oleh International Medical Corps (IMC), menggagas program hunian sementara berbahan bambu di masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Program yang berbasis masyarakat ini mengembalikan kebudayaan bambu sebagai potensi alam yang etnologis, ekonomis, ekologis, dan adaptif terhadap pengurangan risiko bencana.

Desa Namo menjadi lokasi dari program pembangunan hunian sementara bambu KUN Humanity System - International Medical Corps (IMC). Desa dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kulawi, kecamatan terluas di Kabupaten Sigi.

Melalui pendekatan yang berbasis masyarakat, kegiatan dari program hunian sementara bambu adalah berbagi pengetahuan tentang bambu dalam beragam aspek: sebagai tanaman yang ramah terhadap lingkungan, dapat tumbuh dengan mudah dan cepat, dan bernilai ekonomis.

Sebelum memulai program, masyarakat, khususnya warga Desa Namo dibekali pengetahuan tentang keragaman dan kegunaan utama bambu.

12

Post disaster of 28th September 2018, after passing the emergency response period, the central and local government, along with the society, are entering the state of rehabilitation and reconstruction. A lot of responses come from other countries, supporting recovery process, including those of the humanity organisations. One of them is KUN Humanity System supported by International Medical Corps (IMC).

Having been present since the emergency response period, KUN Humanity System, supported by the International Medical Corps (IMC), focus on distributing logistics and health services. They also come with the idea or building temporary housing out of bamboo materials throughout the rehab & recon period. This local adaptation program is meant to redefine a long history of bamboo culture as a potential natural resource that is ethnological, economical, ecological, and adaptable towards reducing disaster risks.

Namo village has become the location of this bamboo implementation of temporary housing by KUN Humanity System - International Medical Corps (IMC). It is the most densely populated area in Kulawi, as it is the widest sub-district in Sigi regency.

Through a society based approach, the activities at the bamboo temporary housing are dedicated to shared the knowledge of bamboo plants in many aspects: as an ecofriendly plants, fast and easily grown, and has economic values. Before the program was executed, the villages of Namo were prepared with basic knowledge about varieties and functions of Bamboo.

13

14

Pengetahuan tentang bambu untuk warga Desa Namo yang dilatih dalam pendekatan kelompok itu mewujud dalam karya pembangunan rumah hunian, jamban/ peturasan komunal, dan tempat sampah rumahan.

The implementation of their learned Bamboo knowledge were visualized through their own hand made of housing, toilets and/or public bathrooms, also waste baskets.

15

16

17

Tahap pengolahan untuk ketahanan bambu menjadi hal utama dalam transfer pengetahuan kepada warga, selain musyawarah dalam pelatihan untuk menyepakati detil desain bangunan yang akan dikerjakan.

PENAMPUNGAN 1

Penampungan awal sebelum dikirim ke lokasi pemotongan

Daya tampung: 600 batang Tenaga kerja: 2 Orang

PEMOTONGAN

Pemotongan pada ujung dan pangkal bambu untuk menyisakan ukuran maksimal 6 meter/batang Estimasi produksi: 400 batang/hari Alat: Gergaji duduk 2 buah Tenaga kerja: 2 orang

PELUBANGAN

Pembersihan pada seluruh ruas yang dilakukan dari ujung kepangkal Estimasi produksi: 450 batang/hari Alat: Besi cor 10 mili meter Tenaga kerja: 2 orang

PENCUCIAN

Pembersihan pada seluruh ruas yang dilakukan dari ujung kepangkal Estimasi produksi: 450 batang/hari Tenaga kerja: 3 tim (15 orang) Alat cuci: Karung nylon 18

The processing stage of Bamboo for its enormous strength characteristics has become the main thing in this knowledge transfer to the local residents, along with the public discussion to agree on the housing design they were about to build.

DISTRIBUSI

Tahapan akhir dari seluruh rangkaian proses pengawetan

PENAMPUNGAN 2

Penampungan untuk bambu yang akan direbus dan telah direbus

Daya tampung: 1500 batang Tenaga kerja: Dari perebusan

PEREBUSAN

Dilakukan selama 3 jam untuk sekali perebusan Estimasi produksi: 320 batang/hari Tenaga kerja: 2 orang Alat perebusan: Drum Bahan perebusan: Garam + insuline

PENJEMURAN

Proses pengeringan vertikal

Durasi pengeringan: 5 Hari Daya tampung: Maksimal 600 batang/hari Tenaga kerja: Dari pencucian 19

Program hunian sementara bambu yang diinisasi oleh KUN Humanity System melalui dukungan International Medical Corps (IMC), dilakukan dengan pendekatan yang berbasis masyarakat. Program di masa rehabilitasi dan rekonstruksi itu mengalami revival, menjadi hidup kembali sebagai spirit kebudayaan yang telah lama berperan dan menyatu bersama kehidupan masyarakat khususnya di Namo, Sigi.

Selalu ada hikmah di balik peristiwa. Gempabumi M 7.7 yang terjadi di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi pada 28 September 2018 itu meninggalkan jejak memilukan.

Kehilangan saudara, handai taulan, dan harta benda khususnya hunian. Di tengah upaya pemulihan, bambu yang telah lama hidup sebagai kebudayaan, adalah tanaman yang tumbuh di semua daerah terdampak bencana di atas. Bambu memberi pesan harapan tentang masa depan. Peristiwa kemanusiaan itu mengembalikan ingatan kita kepada material bangunan penting itu. Bambu.

20

The bamboo temporary housing initiated by KUN Humanity System is supported by the International Medical Corps (IMC), and was done with a society based approach. Through the rehab & recon period, this program ignites a revival that blends perfectly with the local wisdom spirit that has long been playing vital role in the lives of many people, especially the villagers of Namo, Sigi Regency.

There’s always a lesson behind every event. The 7.7 magnitude earthquake on 28th September 2018 at Palu, Sigi, Donggala and Parigi, has left a heartbreaking trace. Losing brothers and sisters, relatives, and possessions especially house. While trying to recover, bamboo plant has long been a part of culture, always found in every corner of the inflicted areas from the disaster. Bamboo has given us a message of hope about the future. The disaster has recovered our memories back to a significant composite of a building: which is bamboo.

21

BERKENALAN DENGAN BAMBU

Hutan bambu Uventumbu, Palu

22

Bambu telah menjadi bagian dari kebudayaan dan ikut membentuk peradaban manusia. Bambu hadir dalam keseharian manusia, mewujud dalam kebutuhan baik primer maupun sekunder sebagai sandang, pangan, dan papan. Beragam gen dan spesies tanaman bambu di seluruh dunia tumbuh dalam iklim tropis yang berbeda mengikuti keragamannya. Bambu atau buluh atau aur yang dikenal dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris ditulis sebagai Bamboo. Ensiklopedia tumbuhan mengklasifikasi bambu sebagai Poaceae, rerumputan berongga dengan ruas-ruas pada batang yang bertumbuh cepat, berbeda dari jenis kayu pada umumnya. Meski dimaknai sebagai kayu, dalam regulasi pengelolaan kehutanan di Indonesia, bambu disebut sebagai komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu.

23

GETTING TO KNOW BAMBOO Bamboo has long become a part of culture, and shaped human civilization. Bamboo exists in the daily lives of mankind, primarily or secondarily, by becoming clothing, food and housing materials. Varieties of genes and species of bamboo plants are spread across the globe, they grow in each unique tropical climates; ubiquitous. ‘Bambu’ or bamboo in English.

The encyclopedia of plants has put bamboo as family of Poaceae, kinds of grasses with hollow stems that fast-grows, unlike any other common trees. Despite the label of woods given to bamboo, in the Indonesian forestry regulations, bamboo is listed as a non wood commodity of the forest.

Sayur Rebung

24

SEJARAH BAMBU

Taipa, Pamona Barat, Poso

25

Di bagian pengantar buku ensiklopedia bambu paling berpengaruh karya Oscar Hidalgo-Lopez, Bamboo: The Gift of the Gods (2003), periset bambu ternama dari Kolombia itu menulis bahwa anatomi dan fisiologi adalah bagian terpenting untuk memahami perilaku, struktur, dan kegunaan lain bambu, tanaman pemberian para dewa dari zaman purba. Bambu telah hidup sekian lama bersama manusia di seluruh belahan dunia, termasuk ragam kebudayaan di Indonesia, meski dunia memaknai kedekatan bambu dengan Cina yang mengidentikkan tanaman itu dengan kebudayaannya.

Kita menyebutnya Negeri Tirai Bambu, istilah politik di era perang dingin untuk menggambarkan batas negara blok komunis itu dengan negara-negara tetangganya di blok kapitalis.

THE HISTORY OF BAMBOO In the foreword of the Encyclopediae of Bamboo compiled by famous Oscar Hidalgo-Lopez of Columbia, Bamboo: The Gift of the Gods (2003), he says that the anatomy and physiology are essentials in understanding behaviours, structures and other use of bamboo, a plant given by the gods of ancient times. Bamboo has long lived with humans through the globe, including the various heritage in Indonesia, although the world always consider bamboo identical with Chinese culture. Even the country China, we call it ‘The Land of Bamboo Curtain’, a political label given during the cold war era, only to define the borders of the communist state with its neighboring countries of capitalist blocks.

26

Dodoha Tentena, Poso

27

Bahasa Cina untuk bambu adalah Zhu, 獚, elemen penting kebudayaan bangsa itu memaknai karakter bambu sebagai panjang umur, musim panas, dan gambaran tentang kebangsawanan.

Mitologi tentang bambu hidup dalam kebudayaan bangsa-bangsa serumpun di Asia sebagai kisah genesis,menempatkan bambu tidak sekadar sebagai tanaman tetapi juga pemaknaan tentang kesuWburan perempuan (matrilineal).

28

The Chinese term of bamboo is Zhu, 竹, a very vital element of the nation’s culture, encompasses bamboo as symbol of long live, summer and nobility.

The mythology of bamboo lives in many Asian cultures as part of genesis story (creation of earth), putting bamboo no only as plants but also its symbol of women’s fertility; matrilineality.

29

Bolovatu Mbulava Satu dari genesis, kisah muasal manusia di kebudayaan Kaili, Sulawesi Tengah, adalah mitos Bolovatu Mbulava atau cerita tentang bambu kuning emas yang dari dalam bilahnya menjelma seorang perempuan pertama yang bertemu lelaki yang turun (To Manuru) dari langit ke bumi. Pertemuan sepasang manusia itu menjadi mitos yang menjelaskan sakralitas bambu.

Bolovatu Mbulava adalah bambu berukuran sedang yang dikenal di Lembah Kaili, di Palu, Donggala, dan Sigi. Digunakan sebagai hiasan, selain Bolovatu yang besar dan tebal dan Bolovatu Nggarui yang berduri.

Avo, Awo, atau bambu Betung. Valo, Walo, dan Walo Nipi yang tipis, adalah penyebutan lain dalam bahasa Kaili dan Kulawi.

30

Uventumbu, Palu

One of the genesis story, of how humans were created, told by generations of Kailinese, Central Sulawesi, that of Bolovatu Mbulava, or the story of how the first woman came out of a golden bamboo stem, to meet her first man (To Manuru) who came to earth from beyond. The fate that let them meet each other has been a myth that explains how sacred bamboo is considered by the people.

Bolovatu Mbulava is a medium sized bamboo which is very popular in Kaili valley, in Palu, Donggala, also Sigi.

It is often made as accessories, except for large and thick Bolovatu and the thorny Bolovatu Nggarui. The other local names; Avo, Awo, or ‘bambu betung’. The thin Valo, Walo and Walo Nipi are some of the names of bamboo in different language of Kaili and Kulawi.

31

Ijzerbamboe Di masa Hindia Belanda, catatan-catatan ekspedisi yang dilakukan oleh para agamawan dan saintis Eropa menunjukkan peran bambu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian warga di Sulawesi Tengah, khususnya bagi kebudayaan Kaili, Kulawi, Lore, dan Pamona. Beberapa nama dari para pejalan yang melakukan pencatatan di masa itu adalah Albertus Christiaan Kruyt, Nicholaus Adriaani, Paul dan Fritz Sarasin, Eduard Cornelis Abendanon, dan Walter Alexander Kaudern. Nama yang terakhir, Kaudern, adalah ahli fauna dan etnografi berkebangsaan Swedia, yang bahkan mencatat enam seri buku tentang ragam kebudayaan di Pulau Sulawesi dan secara khusus dari keenam bukunya itu membicarakan tentang Sulawesi Tengah dan bambu.

32

During the Dutch East Indies era, journals of the expeditions made by missionaries and scientists of Europe, mentioned bamboo as part of daily lives for the people especially from Kaili, Kulawi, Lore and Pamona of Central Sulawesi; long ago, the name resides between Solowesi and/or Celebes Island. Of the many explorers who set their foot in Sulawesi, such as; Albertus Christiaan Kruyt, Nicholaus Adriaani, Paul dan Fritz Sarasin, Eduard Cornelis Abendanon, and Walter Alexander Kaudern. The latter name, Kaudern, is an expert of animals and ethnography from Sweden, who compiled six volumes of his journey, describing the various cultures he observed in Sulawesi island, and there, he also talked about Central Sulawesi and bamboo plants.

33

Satu dari jenis bambu yang dicatat Kaudern di serial permainan dan tari adalah bambu untuk ritus adat Raego Vunja, perayaan syukuran setelah panen. Beberapa batang bambu didirikan dan menyerupai pohon dengan ornamen khas Vunja. Pemerintah kolonial menyebutnya Ijzerbamboe atau bambu besi karena keras, lurus, dan panjang diameternya yang berbeda dari jenis bambu yang lain. Penamaan lain bambu besi adalah bambu Toraja atau dalam bahasa Pamona di pesisir Danau Poso disebut Woyo Watu atau bambu batu.

Bambu telah digunakan di Kulawi sebagai penanda batas wilayah sebelum militer Belanda tiba di sana pada awal abad 20. Bambu adalah benteng kampung. Disebut Bente.

34

One of bamboo varieties that Kaudern wrote, was used in a series of games blended with dancing using bamboo for a ritual called Raego Vunja, a celebration of harvest by the locals. Some of these bamboo stems were sticked into the earth, in a shape as if it is a tree decorated with Vunja signature ornaments. The colonials called it Ijzerbamboo or iron bamboo for its characteristics of stiffness, straightness and the length also unique diameter than the rest of bamboo varieties.

Other names given to the iron bamboo by the locals, such as: Torajan bamboo or in Pamona language throughout the area of Lake Poso, it is called Woyo Watu or stone bamboo.

Bamboo has been used in Kulawi area as mark of borders between areas, long before the Dutch army arrived there later in the 20th century. Bamboo is considered a fortress. People there call it as Bente.

35

ETNOLOGI BAMBU

Rumah tua di Namo

36

Bambu telah digunakan sebagai material untuk konstruksi bangunan rumah hunian, rumah adat Lobo dan Bantaya sebagai tempat pemufakatan adat, dan lumbung padi Paningku (besar), Mari (kecil), dan Gampiri. Gudang dan makam para bangsawan pun dibuat dari kombinasi antara bambu dan kayu, di bagian bawah, struktur rangka, dinding, maupun atap bangunan.

Sketsa Paningku Walter Kaudern

Bamboo has long been used as a material for house construction, e.g. The traditional house of Lobo and Bantaya where people gather there for a communal adat meetings, and the construction of granary Paningku (means big), Mari (means small) and Gampiri.

Certain warehouse and graves of the nobles are made by the combination of bamboo and woods, even as part of the frame, walls or the roof of a building.

37

Lobo Kahintuwua di Moa, Sigi

Nama-nama bangunan di atas dimaknai sebagai pembagian fungsi3. Beberapa nama bangunan lainnya di Lembah Palu dan Kulawi adalah Baruga, Souraja, Kataba, Palava, Sou, dan Bantaya. Pembagian juga diperuntukkan untuk pola pemukiman. Ngata untuk komunitas besar, Kinta untuk komunitas kecil, dan Boya sebagai kombinasi dari dua pola pemukiman, Ngata dan Kinta.

Koleksi Taiganja, Drs. Ing Huong dkk, Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah, Palu 1993 3

38

The names of certain part of buildings as mentioned above are indicating a distribution of use. Some other traditional buildings throughout Palu and Kulawi valley are named as Baruga, Souraja, Kataba, Palava, Sou, and Bantaya. Different names also indicate the size of the community; Ngata for a large community, Kinta for a small community, and Boya as the combination of both Ngata and Kinta.

39

Dinding Vitate Selain rangka, lantai, atap, bagian utama dari sebuah bangunan adalah dinding. Bambu telah mengambil peran penting dalam bagian ini. Sebelum pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan tembok, baik hunian, rumah adat, maupun lumbung tempat penyimpanan hasil panen, dinding dari bangunanbangunan di Sulawesi Tengah (Midden Celebes) itu terbuat dari bilah tipis bambu yang dianyam dan membentuk kekhasannya pada pola-pola anyaman.

Dikenal dengan penulisan Vitate. Dinding dari anyaman Vitate masih dapat ditemui di rumah-rumah warga, khususnya di Kulawi.

Pola anyam Vitate di Kulawi dalam catatan Kaudern mengidentifikasi perbedaan antara kampung yang satu dengan yang lain. Perbedaan dari sisi vertikal dan persamaannya secara horisontal.

Pola anyam Vitate yang paling sering ditemui

40

Vitate Wall Apart from the frame, the floor, the roof, other main components of a house is the wall. Bamboo has an important role in this part. Before the arrival of the Dutch colonial who introduced concrete walls, the houses, granaries, the buildings in Central Sulawesi (Midden Celebes) were made of bamboo woven, and known for its unique signature of woven pattern called Vitate. Walls made of Vitate woven can still be found today in some residents of the people especially in Kulawi area.

The Vitate woven pattern in Kulawi was mentioned in Kaudern’s notes, identifies a village with one another.

The difference of pattern can be seen from the vertical side and the equation from its horizontal side.

Pola anyam Vitate di Tobaku

Pola anyam Vitate di Siwongi

41

Di bagian atap, selain ijuk atau rumbia dari serabut pohon Enau, atap Sirap rumah-rumah tua Kulawi juga sedari dulu telah menggunakan bahan dari bambu.

Bilah-bilah bambu juga digunakan sebagai penyangga dudukan pada atap dan pada bagian lantai bangunan.

Tak sekadar material, bambu telah memaknai dirinya sebagai bangunan itu sendiri.

42

In the roof part of the house, while using ijuk or rumbia made of Enau tree, most traditional house in Kulawi also told were using bamboo.

The bamboo strips are also used as support of the roof and for the floor of a house or building. Bamboo has been the very essence of the construction itself.

43

Alat-alat musik tradisional yang digunakan dalam ritus adat dan pertunjukan seni di lembah Palu dan Sigi terbuat dari bambu. Ada Lalove, Pare’e, Santu, dan Mbasi-mbasi.

Lalove

44

Mbasi-mbasi

Paree

There are some traditional music instruments made of bamboo, used in some rituals and art performances in Palu and Sigi valley. They are called as: Lalove, Pare’e, Santu, and Mbasi-mbasi.

Sketsa Paree Walter Kaudern

45

Ragam motif sulam Taliwalo

Bambu hadir dalam permainan anak-anak, kotak penyimpanan, dan ornamen tradisi. Anak-anak menggunakan bambu sebagai senjata dalam permainan perang, dikenal dalam banyak penyebutan: Hopu dalam bahasa Kulawi, Palapudu, Pontu-pontu, Panaguntu. Di bagian utara Maluku dan Sulawesi disebut Dodorobe.

Bambu berdiamater besar untuk meriam juga digunakan anak-anak sebagai permainan. Selain itu, bambu digunakan sebagai kotak menyimpan tembakau, disebut Tongka. Dalam ornamen tradisi, taliwalo atau taliwalu (tali bambu) di penutup kepala perempuan menjadi sulaman pembungkus kain kulit kayu.

46

Bamboo exists also throughout children toys, of storage boxes and ornaments of traditions. Kids use bamboo as a weapon, pea-shooter during their game of acting as if they were at an actual war, known in many names: Hopu (Kulawi), Palapudu, Pontu-pontu, Panaguntu. People in Northern Maluku and Sulawesi call it Dodorobe.

Children often use a large diameter bamboo stem as a mini cannon toy. Bamboo is also made as a box to keep tobacco leaves, called as Tongka. In the ornaments of traditions, taliwalo or taliwalu (bamboo rope) put on women’s head is beautifully converted to embroidery to covering cloth made of tree bark.

47

EKOLOGI BAMBU

Uwe Hapoo di Namo

48

Sumber energi fosil seperti minyak bumi , gas alam, dan batu bara, memiliki keterbatasan cadangan.

Bambu yang ramah terhadap lingkungan memberi aspek adaptif atas realitas perubahan iklim. Selain bisa tumbuh dengan mudah di berbagai bentang alam Indonesia, bambu dapat mengendalikan erosi, mencegah hilangnya unsur hara, dan memperbaiki struktur pada tanah4.

Beragam kegunaan, keunggulan, dan utamanya peran tanaman bambu atas keseimbangan ekosistem telah menempatkan tanaman ini dalam penerapannya sebagai material bangunan hunian yang ramah terhadap lingkungan.

Bambu Sebagai Alternatif Penerapan Material Ekologis: Potensi dan Tantangannya, Efa Suriani, Emara Indonesia Journal of Architecture, Agustus 2017 4

49

Hutan bambu di Namo

The Ecology of Bamboo The fossil energy such as oil, natural gas, and coals are limited on supply. Bamboo is eco-friendly and adaptive in any climate change situation. Not only bamboo can survive by growing in any part of Indonesian landscapes, but it can also control erosion, prevent nutrient loss and improve the earth structures.

Lots of use, and advantages and the roles of bamboo plants for the balance of ecosystem should be considered ideal for its use on the construction of ecofriendly house.

50

Bambu dan Risiko Bencana 20 rumah bambu5 telah menyelamatkan para penghuninya yang bahkan tidak mengalami cedera dalam peristiwa gempabumi Limon, Kosta Rika, 22 April 1991. Gempabumi berkekuatan M 7.7 dan di kedalaman 10 km itu merusak secara signifikan bangunanbangunan tembok di sekitar 20 rumah bambu yang saling tarik ke sisi-sisi saat lindu berguncang. Elastisitas bambu dengan konstruksi ikatan, disemat, atau baut, adalah cara yang paling banyak ditemukan di Asia dan Amerika. Sistem penulangan yang menghubungkan antara bagian satu dan bagian yang lain menjadi yang paling kritis dalam konstruksi bangunan. Bambu hadir dalam urgensi itu.

Hunian sementara bambu yang telah ditempati warga menjadi solusi trauma. Gempabumi Banggai berkekuatan M 6.9 di kedalaman 10 km dan berpotensi tsunami, terjadi pada pukul 18.40 wita, 12 April 2019. Gempabumi itu terasa sampai di Palu, Sigi, dan Donggala. Di Namo, dalam kesaksian warga, guncangannya terasa diredam oleh hunian bambu mereka, termasuk gemuruh yang diredam atap Rumbia.

Tidak demikian halnya oleh hunian permanen dari tembok dan atap seng.

5

Bamboo Building and Culture, Darel DeBoer dan Karl Bareis, 2000 51

Bamboo and Disaster Risks About 20 house made of bamboo has kept its residents survive, without any single harm, through the Limon Quake, Costa Rica, on 22nd April 1991. The 7.7-magnitude quake that struck 10 kilometres below the floor of the ocean had damaged all concrete buildings significantly. The elasticity of bamboo implemented in the construction of knot, or bolt tie, is a popular practice through Asia and America. Frame system that connects the parts one another is critical for the building construction. Bamboo has become the solution.

Bamboo temporary housing has been occupied by residents becomes a trauma solution. The Banggai earthquake with a magnitude of M 6.9 at a depth of 10 km and potentially tsunami, occurred at 18:40 a.m., 12 April 2019. The earthquake was felt to reach Palu, Sigi and Donggala. In Namo, in the testimony of the residents, the shock was felt dampened by their bamboo house, including the roar that was muted by the roof of Rumbia. Not so by permanent housing with zinc roofs.

52

Rumah Bahareque Amerika Latin, Jagadish Vengala

Hunian sementara bambu di Namo

53

Kombinasi kekuatan dan kelenturannya menjadikan bambu ideal untuk bangunan, yang jika dibangun dengan baik bisa sangat tahan terhadap kerusakan akibat angin kencang, banjir, dan gempabumi6.

Bukan gempabumi yang membunuh manusia, tetapi bangunan yang runtuh akibat gempabumi. Bangunan yang menimpa dan mengancam nyawa. Bangunanbangunan yang tidak tahan gempabumi dalam skala tertentu.

The combination of strength and elasticity, has made bamboo very ideal for a building, that if wellconstructed, might also resilient to damaged caused by gale, floods and earthquake.

It is not the earthquake that kills humans, but the collapse of buildings caused by the quake. The buildings fall and threatens lives. Some of these buildings are not designed to handle certain scales of earthquakes.

6

54

Humanitarian Bamboo Guidelines, Indonesia Draft 1, Dave Hodgkin, 2008

EKONOMI BAMBU

Proses pembangunan hunian sementara bambu di Namo

55

Potensi luas lahan bambu Indonesia 2.104.000 hektar

Dalam kawasan hutan seluas 690.00 hektar

Di luar kawasan hutan seluas 1.414.000 hektar

Indonesia adalah negara ketiga terbesar penghasil bambu di Asia setelah Cina dan Thailand. Dalam Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, terbit Juni 2015, disebutkan potensi luas lahan bambu di Indonesia sebesar 2.104.000 hektar, terbagi dalam tanaman bambu dalam kawasan hutan seluas 690.00 hektar dan di luar kawasan hutan seluas 1.414.000 hektar7.

Potensi luas lahan untuk menanam bambu di Indonesia tentu masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan tanaman lainnya yang dipersiapkan untuk kebutuhan industri. Pengetahuan tentang bambu menjadi tantangan baru untuk memahami tanaman yang secara etnologis dekat dengan masyarakat Indonesia ini sangat bernilai secara ekologi dan utamanya ekonomi yang berorientasi kesejahteraan masyarakat.

Effendi Arsad, Teknologi Pengolahan dan Manfaat Bambu, Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru, 2015 7

56

Indonesia is the third largest bamboo supplier in Asia, after China and Thailand. In the Journal of Research for Forest Commodity & Industry on June 2015 edition, it was written that Indonesia has a 2.104.000 hectares of bamboo land use of its growth potential, divided into forest bamboo of 690 hectares and the rest out of forest area covering 1.414.000 hectares.

The land potential for growing bamboo plants in Indonesia is relatively smaller than other plants prepared for industry needs. The knowledge about bamboo plants is reaching a new challenge to be able to understand the plants which is ethnologically close to the society in Indonesia, as it has ecological value, and economical value for the prosperity of the society themselves.

57

Program prioritas untuk penyintas pasca bencana alam 28 September 2018 adalah pembangunan hunian sementara (huntara) dari konstruksi panel baja ringan, dinding GRC (Glassfiber Reinforced Cement), dan atap spandek zincalume. Estimasi biaya per unit huntara (12 pintu) termasuk fasilitas 8 pintu toilet dan sanitasi di setiap unitnya adalah Rp. 470.555.000. Setiap pintu dihuni oleh satu rumah tangga atau kepala keluarga.

Angka per unit huntara yang tersebar itu jika dibagi 12 pintu adalah sekira Rp. 40.000.000. Selain hunian, kebijakan pemerintah untuk kompensasi bagi kerusakan rumah warga diberikan berdasarkan hasil penilaian: rusak berat, sedang, ringan, termasuk rumah yang hilang akibat tsunami dan likuefaksi.

Gambaran di atas jika dikomparasi dengan hunian berbahan bambu tentu jauh berbeda, utamanya dari aspek ekonomi, pembiayaannya, meski kendalanya ada pada ketersediaan sumber daya bambu.

Dalam konteks industri, selain untuk konstruksi bangunan, mebel, kriya, musik, fesyen, peralatan dapur, dan pernik lainnya, bambu dapat menjadi biomassa, energi terbarukan untuk kelistrikan. Beragam kebutuhan dari kegunaan ekonomis bambu seperti gambaran di atas tentu memberikan harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bambu yang ditanam hasilnya akan kembali dituai oleh warga.

58

Desain hunian sementara Kementerian PU dan Perumahan Rakyat

59

The priority program for the survivors of 28th September 2018 disaster is to build temporary housing (called ‘huntara’) of light steel panels, Glassfiber Reinforced Cement, and zincalume spandek roof. It is estimated the cost per unit of temporary housing cluster (12 doors) including 8 toilets and sanitation system in each unit would reach Rp 470.555.000. Each door would be inhabited by one family. The simple math is each house costs Rp 40.000.000. The government also initiates compensations to damaged house based on the criteria of : heavily damaged, medium damaged, lightly damaged, or gone because of the tsunami and liquefaction.

If we compare the cost of building house from bamboo material, it would be a huge difference, although we still have to think about the availability of bamboo resources.

Speaking of industry context, while the bamboo can be used for building constructions, furnitures, handycrafts, music instruments, fashion, kitchen utensils, and other accessories, it can also become a biomass energy resource to support electricity. All these needs out of bamboo mutual use as pictured above would provide a hope for better living. If people start growing bamboo, they would eventually sow the benefit.

60

NAMO DAN BAMBU

61

Luas Namo 490 hektar

Jenis tanah Podzolik atau tekstur lempung berpasir serta memiliki unsur kandungan alumunium dan besi yang tinggi, hutan primer 400 hektar

hutan sekunder untuk pemanfaatan ekonomi 90 hektar

Dalam dokumen Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) 2017 – 2049 yang disusun Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Topolingku Ngata dan Perkumpulan Imunitas, tanaman bambu di Desa Namo yang dibagi dalam zona perlindungan dan zona pemanfaatan, tercatat sebanyak 882 rumpun (441.000 batang) di zona perlindungan, 4.018 rumpun (200.900 batang) di zona pemanfaatan.

62

In Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) Document 20172049 which is compiled by the Institution of Forestry Village Caretaker Topolingku Ngata and Perkumpulan Imunitas, the bamboo plants in Namo Village are divided into protection zone and utilization zone, of 882 clusters (441.000 stems) in the protection zone and 4018 clusters (200.900 stems) in the utilization zone.

Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi

63

DEMOKRASI BAMBU: DARI, OLEH, DAN UNTUK WARGA

Bambu Avo tipis Rp. 6,000 – 10,000 per batang Vitate Rp. 80,000 – 120,000 per lembar

Bambu Avo tebal Rp. 8,000 – 12,000 per batang Rumbia Rp. 5,000 – 7,000 per lembar

Bambu yang ekologis itu tumbuh dengan baik di alam Indonesia, termasuk di Sulawesi Tengah, juga khususnya di Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, yang secara etnologis bahkan dekat dalam banyak penanda kebudayaannya. Kebaikan bambu yang multiguna tentu akan memberi dampak ekonomis bagi peningkatan pendapatan warga yang bermuara kepada kesejahteraan masyarakat.

Aktivitas transaksi ini memberi dampak pertumbuhan ekonomi warga dan proses pembangunan hunian sementara bambu di Namo.

64

The ecologic bamboo would grow very well anywhere in Indonesia, including in Central Sulawesi, also in Namo village, of Kulawi sub-district, Sigi regency, where bamboo is still familiar ethnologically and culturally. The multifunction of bamboo would certainly affected the economy of the people.

This activity had an impact on the economic growth of residents and the process of building bamboo temporary housing in Namo.

65

Sekilas tentang Namo Desa Namo adalah gerbang kedua dari arah Palu sebelum memasuki ibu kota Kecamatan Kulawi di Desa Bolapapu. Gerbang pertamanya adalah Desa Salua. Bulu (gunung) Momi atau lebih dikenal dengan penyebutan Gunung Posa atau potong yang bersejarah di Perang Kulawi saat penjajahan Belanda itu adalah penanda yang memisahkan Salua dan Namo di poros Palu – Kulawi. Namo juga menjadi penanda untuk mengakses Kecamatan Lindu karena gerbang kecamatan yang memiliki danau itu berbatasan langsung dengan akses jalan utama Desa Namo.

Lansekap Desa Namo

66

A Glance of Namo Namo Village is the second entrance gate from Palu to Bolapapu village of Kulawi sub-district. The first gate is Salua village. Mount Momi or people call it more familiar as Mount Posa or potong is historical during the Kulawi War at the time against Dutch colonial armies; it is a spot that divides Salua and Namo village as part of trans Palu-Kulawi. Namo is also a transit to access for Lindu sub-district because of the road that connects them.

67

Jarak Namo dari Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah adalah sejauh 65 km. Dari Namo ke Desa Bolapapu, ibu kota Kecamatan Kulawi sejauh 6 km dan jarak ke kantor sementara Sekretariat Daerah Kabupaten Sigi di Kotarindau, Dolo, sejauh 53 km. Lama tempuh dari Palu ke Namo 2 jam perjalanan darat.

Ada 16 desa se Kecamatan Kulawi. Sebagian besar desa berada di wilayah-wialayah pedalaman yang letaknya cukup jauh dari akses jalan provinsi poros Palu – Kulawi.

Salua, Namo, Bolapapu, Boladangko, dan Sungku adalah desa-desa yang dilalui oleh jalur di poros utama yang menghubungkan Kecamatan Kulawi dengan kecamatan hasil pemekaran, Kecamatan Kulawi Selatan.

68

The distance of Namo from Palu city is 65 kilometres.

From Namo to Bolapapu village the centre of Kulawi sub-district is 6 kilometres distant, and 53 kilometres away to the temporary office of Sigi Regency Representative Office in Kotarindau, Dolo. It takes about 2 hours of drive from Palu to Namo.

There are 16 villages in the entire Kulawi sub-districts.

Most of them are lied in the deep of the woods, remote from access to the asphalt road of trans Palu-Kulawi.

The only villages that are connected by the modern road are Salua, Namo, Bolapapu, Boladangko, and Sungku; they all link Kulawi sub-district with newly expanded sub-district, the South Kulawi.

69

Sejarah Namo Namo lebih tua usianya dari Kabupaten Sigi yang dimekarkan dari kabupaten Induknya, Donggala. Namo menjadi desa sejak tahun 2005, Sigi menjadi kabupaten sejak tahun 2008.

Meski demikian, Namo adalah wilayah pemukiman baru di Kulawi. Ada 5 kampung inti di Distrik Kulawi dalam catatan Kaudern sejak tahun 1911, yakni Bolapapu, Panapa, Boladangko, Sungku, dan Mataue.

Dahulunya wilayah selatan Sulawesi Tengah itu dalam penyebutannya disebut Kulawi raya. Selain Kulawi, ada Tamungkulowi, Toro, Tobaku, Banggaiba, Tole, dan Lindu.

70

The History of Namo Namo is older than Sigi regency which actually was an expansion from Donggala regency. Namo has become a village since 2005, while Sigi has become a regency since 2008.

Thus, Namo is a new area for inhabitant in Kulawi. There are 5 core backwoods in Kulawi district according to Kaudern’s notes since 1911; they were Bolapapu, Panapa, Boladangko, Sungku and Mataue. Long ago, this Southern part of Central Sulawesi was actually called the great Kulawi.

There are also known Tamungkulowi, Toro, Tobaku, Banggaiba, Tole and Lindu.

71

Ada 8 rukun tetangga dan 4 dusun di Desa Namo. Keempat dusun itu dibagi dalam tiga nama: Sadaunta, Sapoo, dan Laone yang memiliki dua dusun.

Dua dari nama dusun di Namo, Sadaunta dan Laone, secara toponim atau penamaan rupa bumi dipercaya adalah nama tumbuhan atau pohon.

Berbeda dengan Sapoo yang merupakan nama anak sungai.

Disebut Uwe Hapoo, anak sungai yang bermuara ke induknya, Sungai Miu. Sebuah hulu mata air panas juga mengalir ke Namo. Disebut Uwe Rani yang letaknya di RT II. Uwe Rani dalam bahasa setempat bermakna Air Panas.

Serupa penamaan lainnya di RT III yang disebut Kume, nama pohon yang tumbuh di Namo.

Yang paling menarik adalah nama Sapoo yang dipercaya adalah penyebutan lain dari Hiapo, bulu halus yang gatal di batang bambu.

72

There are 8 neighborhoods and 4 backwoods in Namo village. The 4 backwoods are divided into three names: Sadaunta, Sapoo, and Laone which has two backwoods.

Two of the backwoods.

Sadaunta and Laone, are actually named from a certain plants or trees.

Different with Sapoo which is the name of a river; often called Uwe Hapoo, the water disembogues to the Miu river. There is also a hotspring runs to Namo. It is called Uwe Rani which is located at RT II. Uwe Rani means hotspring. At RT III, there is Kume, a name of a tree that grown in Namo.

The interesting thing about there naming is the name Sapoo, which is believed as other name of Hiapo, the fuzz in the bamboo stems that usually cause itch.

73

Statistik Namo Luas desa Namo adalah 16 km persegi dengan jumlah penduduk 1.320 jiwa (311 rumah tangga). Namo adalah desa dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Kulawi.

74

The Statistics of Namo The Namo village is 16 kilometres square wide, inhabited by 1320 souls (311 families). Namo is a village with the most densely populated area in Kulawi subdistrict.

75

RUMAH BAMBU NAMO

76

Pasca gempabumi 28 September 2018 yang terjadi di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi, KUN Humanity System dengan dukungan International Medical Corps (IMC) memulai gagasan pembangunan rumah hunian sementara dari material bambu di Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi. Sebelumnya KUN Humanity System - International Medical Corps (IMC) telah lebih dulu melakukan intervensi kemanusiaan di Namo melalui kegiatan distribusi logistik dan bantuan kesehatan, termasuk psiko-sosial.

After the 28th September 2018 disaster that happened in Palu, Sigi, Donggala, and Parigi, KUN Humanity System with supported International Medical Corps (IMC) has started the idea of building temporary house made of bamboo materials in Namo village, Kulawi sub-district, Sigi regency. Previously, KUN Humanity System - International Medical Corps (IMC) had made a humanity intervention in Namo through logistics distributions and health also social-psychology services.

77

Pendekatan dilakukan empatik agar program berorientasi, berbasis, bermanfaat bagi masyarakat.

Secara paralel KUN mendirikan bangunan contoh, memberikan pengetahuan dan pelatihan teknis pemanfaatan bambu untuk warga. Inisiasi dari pendekatan tersebut disambut dengan baik oleh International Medical Corps (IMC) untuk diimplementasikan.

Pak Puhe sedang mengerjakan rumahnya

78

The empathic aprroachment has been done to reach an oriented, based and useful for the people around. KUN has built an exemplary building, to pass the knowledge and technical training for the people to utilize bamboo resources. The initiation of this approach was welcomed by the International Medical Corps (IMC) to be implemented.

79

Tak mudah memulai gagasan ini di awal karena persepsi masyarakat tentang bambu yang telah berubah seiring berjalannya waktu dan kuatnya pengaruh modernisasi yang membentuk persepsi. “Awalnya banyak yang ragu karena bambu di sini hanya dipakai buat pagar dan kandang. Ternyata setelah ada rumah bambu yang jadi, warga dikasih pelatihan pengolahan dan konstruksi bambu, warga sendiri yang bangun rumahnya,� kata Sukarman (50 tahun), Kepala Desa Namo yang telah memimpin desa itu selama satu periode sejak 2014.

80

Pak Nurzam

It was not easy when initiating this concept because a lot of things are going on, especially with people’s mindset about bamboo.

“At first, many had doubts, because around here, bamboos are only for fences and sheds. But they build a bamboo house, and they trained us to process and contruct bamboo, so we can built our own house with it,” said Sukarman (50 years), the village chief of Namo since 2014.

Pak Anwar

81

Pak Karno

Salah seorang ketua kelompok di Desa Namo, Karno (44 tahun) yang membangun di atas bekas puing rumahnya yang rusak akibat gempabumi 28 September 2018 menambahkan tentang performa hunian sementara bambu yang dia bangun. Menurutnya kekuatannya ada pada kuda-kuda, kaki rumah dan keseimbangan dari sayap seperti yang dirancang dalam desain awal.

82

One of the group leader in Namo village, Karno (44 yrs) who started to build his new house just above his previously house that became ruins after the earthquake in 28th September 2018. He said that the performance of the bamboo house that he’s still working on now, the strength lies on the foundations, the pillars of the house, and the balance of wings as planned from the early design.

83

Rumah-rumah telah berubah dari kayu dan bambu menjadi tembok, kombinasi batu bata atau batako dan campuran semen. Bambu telah kadung berfungsi sekadar sebagai material untuk membuat pagar dan kandang ternak. Perubahan persepsi ini karena hilangnya kearifan lokal dan sejarah yang melatarinya.

Faktor lainnya adalah pengetahuan tentang pengolahan bambu, khususnya pengawetan.

84

Today, most house in are no longer made of woods and bamboos for their walls, but prominently the lay of bricks and cement mixtures. Bamboo has lost its role as the necessary material for building house, but alternatively to make fences and sheds. This change of perception is because the knowledge for the local wisdom and historical views about bamboo has completely been forgotten by them. Other factors is because the lack of knowledge for bamboo processing, especially its preservation techniques.

“Sebagai kepala desa, saya merasa banyak terbantu oleh teman-teman NGO, termasuk teman-teman KUN - IMC yang datang ke Namo dan membawa ide membangun rumah bambu.�

85

KUN Humanity System - International Medical Corps (IMC) menargetkan pembangunan hunian sementara bambu di Desa Namo sebanyak 52 unit.

Satu unit hunian sementara dengan material bambu, dalam desain perencanaannya membutuhkan sekira 150 batang bambu berdiameter besar dan tebal dan 20 batang bambu tipis berdiamater sedang. Luas bangunan hunian sementara bambu adalah 4 x 6 meter.

12 titik untuk tiang pondasi hunian sementara bambu

86

KUN Humanity System - International Medical Corps (IMC) has targeted 52 units of temporary housing construction in Namo village. Each unit of bamboo house would consume 150 bamboo stems of thick and wide diameter, and 20 bamboo stems of think and medium diameter. One bamboo house is 4x6 metres wide.

87

Desain Rumah Bambu Namo Sebelum memasuki tahap pembangunan, program hunian sementara berbahan bambu yang digagas oleh KUN Humanity System dan didukung oleh International Medical Corps (IMC), dimulai dengan pelatihan warga, pendirian gudang, dan tempat pengolahan bambu di Desa Namo dan di Panorama Lasoani, Palu. Di dua lokasi itu juga didirikan sampel hunian sementara bambu.

Sampel hunian sementara bambu di Panorama, Palu

88

The Design of Namo Bamboo House Before entering the construction stage, the temporary housing made of bamboo program initiated by KUN Humanity System and supported by the International Medical Corps (IMC), began with a series of in house trainings for the villagers, building a warehouse, and a centre for bamboo processing located in Namo village and in Panorama Lasoani, Palu. There are exemplary bamboo temporary house in both places as sample.

89

90

91

92

93

LATRINE

94

95

TEMPAT SAMPAH

96

BIBLIOGRAFI • • • • • • • • • • • •

• • •

Bamboo, As a Sustainable Material for Future Building Industry, Katarzyna Krawczuk, KEA – Kobenhavn Erhvervsakademi, Oktober 2013) Bamboo Building and Culture, Darel DeBoer dan Karl Bareis, 2000 Bamboo The Gift of The Gods, Oscar Hidalgo Lopez, 2003 Bambu sebagai Alternatif Penerapan Material Ekologis: Potensi dan Tantangannya, Efa Suriani, Emara Indonesia Journal of Architecture, Agustus 2017 Di Balik Pesona Palu Bencana Melanda Geologi Menata, Badan Geologi, 2018 (pdf) Ethnographical studies in Celebes: Results of the Author’s Expedition to Celebes 1917 – 1920, Waltern Alexander Kaudern, Göteborg: Elanders Boktryckeri Aktiebolag, 1925 Humanitarian Bamboo Guidelines, Indonesia Draft 1, Dave Hodgkin, 2008 (pdf) Kabupaten Sigi Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sigi, 2018 Kecamatan Kulawi Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sigi, 2018 Koleksi Taiganja, Drs. Ing Huong dkk, Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah, Palu 1993 Laporan Finalisasi Data dan Informasi Bencana Padagimo per Tanggal 30 Januari 2019, Provinsi Sulawesi Tengah (pdf, 2019) Paleoseismologi Tropis Indonesia (Dengan Studi Kasus di Sesar Sumatera, Sesar Palukoro-Matano, dan Sesar Lembang (Disertasi), Mudrik Rahmawan Daryono, Institut Teknologi Bandung, Mei 2016 Petunjuk Praktis Persyaratan Bangunan Hunian Sementara (Huntara), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (pdf, tanpa tahun) Seismic Performance of Bamboo Housing– an Overview, Jagadish Vengala cs,Indian Plywood Industries Research and Training Institute (IPIRTI), India, Teknologi Pengolahan dan Manfaat Bambu, Effendi Arsad, Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru, 2015

97

Penulis Neni Muhidin adalah pegiat literasi di Nemu Buku, perpustakaan komunitas yang didirikannya di Palu sejak tahun 2007. Selain menulis hasil-hasil penelitian sosial, juga menulis esai kebudayaan, liputan jurnalistik mendalam, dan karya sastra. Beberapa hasil penelitiannya yang telah dibukukan adalah Narasi Orang Biasa: Profil Kampung dan Kader WVI Palu (November 2012), Pelabuhan Donggala: Dulu, Kini, dan Nanti (Desember 2013), Kisah Dari Miu (Desember 2013).

Neni Muhidin is a literacy activist in Nemu Buku, a community based library that he established in Palu since 2007. While actively writing on social research activities, he also writes essays about cultures, feature journalistic, and other literature works. Some of his research findings have been published into books e.g. Narasi Orang Biasa: Profil Kampung dan Kader WVI Palu (November 2012), Pelabuhan Donggala: Dulu, Kini, dan Nanti (Desember 2013), Kisah Dari Miu (Desember 2013).

KUN Humanity System adalah lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yang sukses menggabungkan pemberdayaan lokal dan konservasi dalam kerja-kerja tanggap darurat mereka. Kata KUN bermakna "aku" dalam bahasa Jawa.

KUN Humanity System is a successful Indonesian NGO that combines local empowerment and conservation with its emergency response work. The word KUN means "me' in Indonesia's traditional Javanese language.

98

International Medical Corps (IMC) adalah lembaga responsif global terkemuka yang telah memberikan bantuan darurat kepada mereka yang terkena dampak konflik, wabah penyakit atau bencana alam di lebih dari 80 negara dari lima benua selama 35 tahun terakhir. Pengalaman sebelumnya di Indonesia meluas hampir 20 tahun ke belakang dan mencakup respon untuk Maluku Utara pada tahun 2000, Bali pada tahun 2002, Aceh pada tahun 2004-2008, dan Padang pada tahun 2009. Juga bermitra dengan LSM di Indonesia, 118 YAGD, dan di Palu, bermitra dengan IBU Foundation dan Yayasan Kemanusiaan Muslim Indonesia IMC is a leading global first responder that has provided emergency relief to those affected by conflict, disease or natural disaster in more than 80 countries of five continents over the past 35 years. Its previous experience in Indonesia extends back nearly 20 years and includes responses to North Maluku in 2000, to Bali in 2002, to Aceh in 20042008 and to Padang in 2009. It has also partnered with the Indonesia NGO, YAGD 118, and in Palu, it is partnering with IBU Foundation and Yayasan Kemanusiaan Muslim Indonesia INDONESIA CONTACT:

Yogi Mahendra ymahendra@internationalmedicalcorps.org Skype: yogi_mahendra Tel: +62 (21) 5083 5500 l Mobile: +62 (0) 8134 1934 5506

COUNTRY OFFICE:

AIA Central, Level 31, Jln. Jenderal Sudirman, Kav. 48A, Jakarta Selatan, Indonesia – 12930

HEADQUARTERS CONTACT:

AIA Central, Level 31, Jln. Jenderal Sudirman, Kav. 48A, Jakarta Selatan, Indonesia – 12930

HEADQUARTERS: 12400 Wilshire Blvd, Suite 1500 I Los Angeles, CA 90025 Phone: 310-826-7800 I Fax: 310-442-6622 DC OFFICE: 1313 L St. NW, Suite 110 I Washington, DC 20005 Phone: 202-828-5155 I Fax: 202-828-5156 UK OFFICE: Ground Floor 161 Marsh Wall I London, E14 9SJ Phone: +44 (0) 207 253 0001

99