Artikel Populer (Diseminasi Riset)

Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Keberadaan Sentra Kerajinan Seeng di Tanjungsiang Subang Oleh: Muhammad Syahrul Fadhilah

Sentra kerajinan adalah suatu tempat dimana terdapat pengrajin yang memiliki keterampilan untuk menghasilkan suatu karya dengan tangan yang indah dengan cermat dan teliti. Sentra kerajinan memiliki pengrajin dengan proses dan hasil karya yang berbeda. Pada umumnya sentra kerajinan menghasilkan suatu karya untuk diperjual belikan kepada konsumen yang tertarik dengan hasil karya dari pengrajin. Pengrajin hidup dari penjualan hasil karya yang telah dibuat.

Namun pada saat ini dengan keadaan kesehatan dunia semakin parah akibat pandemi Covid 19, semua aspek kehidupan merasakan kerugian akibat pandemi Covid 19. Pandemi Covid 19 mengharuskan masyarakat untuk tetap dirumah dan menjaga protokol kesehatan. Pemerintah juga sebagai pihak yang berwenang dalam membuat kebijakan, pada saat pandemi Covid 19 membuat kebijakan terkait pembatasan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

COVID-19 ternyata tidak hanya berdampak pada sisi kesehatan saja. Namun juga berdampak pada sentra kerajinan yang termasuk UMKM di Indonesia. Dampak dari pandemi COVID-19 terlihat dari banyaknya pelaku UMKM yang menghentikan usahanya serta mengalami penurunan kapasitas produksi hingga penghasilan. Selain itu, para pelaku UMKM juga mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri menghadapi dampak pandemi COVID-19 terutama pengrajin yang melakukan kegiatan produksi secara turun temurun yang menerapkan ilmu dari generasi sebelumnya. Salah satunya para pengrajin seeng daerah tanjungsiang subang.

Seeng merupakan salah satu kerajinan logam yang terbuat dari tembaga, kuningan ataupun aluminium. Seeng berfungsi sebagai alat menanak nasi yang telah digunakan dari sejak zaman dahulu. Hampir di setiap rumah penduduk masyarakat waktu itu memiliki seeng, baik seeng yang terbuat dari tembaga, alumunium, kuningan atau pun seng, hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan begitu pula dengan ukurannya. Seeng ini bentuknya tinggi ramping dan tipis, pada bagian dalam berongga seperti silinder, bagian bawah membesar, bagian atas juga membesar, namun menyempit di tengah dan alasnya bundar agak cembung ke bawah. Dalam perkembangannya, kepemilikan dan penggunaan seeng untuk menanak nasi ini sudah jarang sekali ditemukan terutama di masyarakat perkotaan. Seiring dengan perkembangan zaman yang lebih maju dan pengaruh teknologi yang lebih maju juga, berpengaruh pula kepada penggunaan dan pemakaian seeng. Hal tersebut bukan saja berpengaruh pada penggunaannya melainkan juga pengrajin seeng itu sendiri. Selain bahan pembuatan untuk seeng yang sulit didapatkan dan harganya juga relatif mahal, penggunaan seeng itu sendiri dalam kehidupan rumah tangga untuk kegiatan memasak sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Kemudian fungsi seeng atau dandang sebagai salah satu alat memasak nasi sudah tergantikan oleh rice cooker. Penggunaan rice cooker jauh lebih mudah dan praktis dibanding menggunakan seeng dalam hal memasak nasi.

Daerah Tanjungsiang memang sejak lama dikenal sebagai sentra pembuatan seeng. Konon banyaknya pengrajin seeng di Tanjungsiang terkait dengan peristiwa Bandung Lautan Api 23 Maret 1946. Saat itu terjadi perpindahan masyarakat secara besar-besaran keluar daerah termasuk ke Subang.

Berdasarkan penuturan pengrajin seeng yaitu Pak Mahri, beliau melaporkan bahwa saat ini masyarakat di daerah Tanjungsiang mengalami pengurangan kegiatan produksi seeng karena permintaan dari konsumen sangat berkurang. Keadaan tersebut dimulai pada saat awal pandemi tahun 2020. Biasanya sebelum pandemi banyak permintaan dari konsumen yang membeli seeng disini untuk acara pernikahan. Selain untuk acara pernikahan seeng ini pada saat itu banyak permintaan untuk konsumen yang ingin menjualnya ditempat lain secara online maupun offline. Online biasanya konsumen menjual kembali di marketplace seperti Shoppee maupun sosial media seperti Facebook namun jika offline konsumen yang biasa beli disini menjualnya kembali di daerah pariwisata.

Keberadaan pengrajin seeng di daerah Tanjungsiang, Subang pun mengalami penurunan yang sangat mengkhawatirkan. Menurut Pak Mahri pada saat pandemi banyak teman-teman maupun saudara yang merupakan pengrajin seeng mengalami kesulitan secara ekonomi karena hampir semua pengrajin seeng yang berada disana pendapatan utamanya dari penjualan seeng. Ada juga pengrajin yang masih melakukan kegiatan produksi hingga sekarang namun terdapat pengurangan jumlah pegawai dan hanya memproduksi sedikit seeng sebagai stok. Pak Mahri sendiri merupakan pengrajin seeng dari generasi sebelumnya. Ilmu yang dimiliki oleh Pak Mahri berasal dari orang tua yang dulu merupakan pengrajin seeng.

Pak Mahri merasa khawatir dengan keberadaan pengrajin seeng yang semakin lama semakin sedikit. Pak Mahri cukup menyayangkan apabila kerajinan seeng ini tidak ada yang meneruskan dimasa depan karena menurut Pak Mahri seeng ini bisa disebut sebagai identitas tradisional yang seharusnya dilestarikan.

Pandemi COVID-19 berdampak

pada mata pencaharian, waktu,

kesejahteraan dan

keberadaan pengrajin seeng sendiri. Oleh karena itu Pak Mahri sebagai pengrajin seeng berharap agar ada solusi dari pemerintah sehingga usaha mereka masih bisa menghasilkan dan tetap bertahan.