Dari Pelosok Menyinari Negeri (2022)

Page 1

FACHRODIN set5.indd 1 11/10/2022 19.17.54

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 2

1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

FACHRODIN set5.indd 2 11/10/2022 19.17.54

Aabidah Ummu Azizah ▪ Ahmad Amin Sulaiman ▪ Ahmad Fatoni ▪ Ahmad Sholikin ▪ Aisyatur Rosyidah ▪ Ali Usman ▪ Arafah Surur ▪ Azizah Herawati ▪ Bahrus SururIyunk ▪ Bekti Sawiji ▪ Bethari Berlianti KP ▪ Dhimas Raditya Lustiono ▪ Erni Juliana Al Hasanah Nasution ▪ Fadmi Sustiwi ▪ Hasnan Bachtiar ▪ Hizbullah Hanif ▪ Ilam Maolani ▪ Irvan Shaifullah ▪ Izna Nur Rahmah ▪ Khamid ▪ Kukuh Thoriq Ariefian ▪ Luqman Wahyudi ▪ Martin Sitompul ▪ Maulana Fajri Adrian ▪ Melva Tobing ▪ Mohamad Fadhilah Zein ▪ Muhammad Bintang Akbar ▪ Muhammad Fathi Djunaedy ▪ Muhammad Ridha Basri ▪ Muhammad Subarkah ▪ Musriadi Musanif ▪ Nani Puspita Sari ▪ Nibros Hassani ▪ Puji Purwanto ▪ Ria Pusvita Sari ▪ Rio Estetika ▪ Rizka Nur Laily Muallifa ▪ Rohadi ▪ Rosalia ▪ Saiful Rohman ▪ Shubhi Mahmashony Harimurti ▪ Sihabussalam ▪ Soesilo Abadi Piliang ▪ Sofiyatun ▪ Sri Darmi ▪ Syandri Syaban ▪ Taufiq Nugroho N ▪ Taufiq Nugroho Noor ▪ Vieki Ardhina

Penyunting: Tim Redaksi MPI PP Muhammadiyah

Editor: Muhammad Abdullah Darraz

FACHRODIN set5.indd 3 11/10/2022 19.17.54

Dari Pelosok Menyinari Negeri Menakar Sejarah Muhammadiyah dari Lokal

Penulis: Aabidah Ummu Azizah ▪ Ahmad Amin Sulaiman ▪ Ahmad Fatoni ▪ Ahmad Sholikin ▪ Aisyatur Rosyidah ▪ Ali Usman ▪ Arafah Surur ▪ Azizah Herawati ▪ Bahrus SururIyunk ▪ Bekti Sawiji ▪ Bethari Berlianti KP ▪ Dhimas Raditya Lustiono ▪ Erni Juliana Al Hasanah Nasution ▪ Fadmi Sustiwi ▪ Hasnan Bachtiar ▪ Hizbullah Hanif ▪ Ilam Maolani ▪ Irvan Shaifullah ▪ Izna Nur Rahmah ▪ Khamid ▪ Kukuh Thoriq Ariefian ▪ Luqman Wahyudi ▪ Martin Sitompul ▪ Maulana Fajri Adrian ▪ Melva Tobing ▪ Mohamad Fadhilah Zein ▪ Muhammad Bintang Akbar ▪ Muhammad Fathi Djunaedy ▪ Muhammad Ridha Basri ▪ Muhammad Subarkah ▪ Musriadi Musanif ▪ Nani Puspita Sari ▪ Nibros Hassani ▪ Puji Purwanto ▪ Ria Pusvita Sari ▪ Rio Estetika ▪ Rizka Nur Laily Muallifa ▪ Rohadi ▪ Rosalia ▪ Saiful Rohman ▪ Shubhi Mahmashony Harimurti ▪ Sihabussalam ▪ Soesilo Abadi Piliang ▪ Sofiyatun ▪ Sri Darmi ▪ Syandri Syaban ▪ Taufiq Nugroho N ▪ Taufiq Nugroho Noor ▪ Vieki Ardhina

Copyright © MPI PP Muhammadiyah, 2022 Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved

Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit

Penyunting: Tim Redaksi MPI PP Muhammadiyah Editor: Muhammad Abdullah Darraz Penyelaras akhir: Dinan Hasbudin AR Perancang sampul & Penataletak isi: desain651@gmail.com Diterbitkan oleh Penerbit Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Jl. Menteng Raya No. 62, Jakarta Selatan Telp./Faks.: 021-31934747, Email: mpijakarta62@gmail.com

Bekerja sama dengan: LAZISMU

Jl. Menteng Raya No. 62 Jakarta Pusat Telp. 021-3150400 HP: 0856-1626-222 Email: info@lazismu.org

464 hal; 15 x 23 cm ISBN: 978-602-60970-9-5 Cetakan I, Oktober 2022

FACHRODIN set5.indd 4 11/10/2022 19.17.54

Isi Buku

H. Fachrodin Award: Anugerah Karya Jurnalistik Muhammadiyah

• Roni Tabroni—xi

Pengantar Editor: Membangun Negeri dari Pelosok, Menakar Sejarah Muhammadiyah dari Lokal

• Muhammad Abdullah Darraz—xv

Sambutan Ketua MPI PP Muhammadiyah: Keteladanan Tokoh Lokal dan Kiprah Muhammadiyah dalam Membangun Negeri

• Dr. Muchlas M.T.—xxix

Sebuah Pengantar Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah: Berjuang dengan Hati: Mata Air Keteladanan dari Penjuru Nusantara

• Prof. Dr. Dadang Kahmad, M.Si—xxxiii

Sambutan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

• Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si—xxxvii

1. Kiprah Tokoh Muhammadiyah Lokal—1

Kesuksesan di Balik Kayuhan Sepeda Tua

• Azizah Herawati—2

Kiai Bedjo Darmoleksono: Organisatoris Pejuang dari Malang

• Ahmad Fatoni—8

Dai Tangguh Penjaga Keharmonisan Badui

• Mohamad Fadhilah Zein—14

Haji Mustari Ahmad: Berdakwah dengan Bahasa Orang Pinggiran

• Vieki Ardhina—21

v
FACHRODIN set5.indd 5 11/10/2022 19.17.54

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Saat China Muslim Memimpin Muhammadiyah

• Ilam Maolani—27

Tunas Melati Muda Penerus Dakwah Sang Surya di Tanah Legenda

• Rohadi—34

Ir. Abdul Wachid: Inspiring Muhammadiyah Person Bidang Social Welfare dari PAYM Bojonegoro

• Ahmad Sholikin*—43

Dakwah Semakin Merapat di Kota Santri yang Penuh Adat

• Aisyatur Rosyidah—49

Syarif Hidayat, Ketua PDM Inspiratif

• Ilam Maolani—56

K.H Abdurrachman: Sosok Seorang Pengasuh Pondok Pesantren dan Penulis Ilmu Faroid

• Khamid—63

R. Musaid Werdisastro: Menghidupi Muhammadiyah dengan Honor Tulisan

• Bahrus Surur-Iyunk—83

Satu Dekade Kang Dadan: Bersama PDM Kabupaten Tasikmalaya untuk Islam Berkemajuan

• Sihabussalam—93

Ustadz Haji Abdul Kadir Muhammad

• Bahrus Surur-Iyunk—101

K.H. Fathul Mu’in Dg Maggading: Sosok Ulama Kharismatik Muhammadiyah Sulawesi Selatan

• Syandri Syaban—107

Kisah Daud Sidiq: Penggerak Dakwah Muhammadiyah Metro yang Legendaris

• Izna Nur Rahmah—115

Mbah Roziqin dan Muhammadiyah Cepu: Mutiara dari Balun Sudagaran

• Nani Puspita Sari—120

K.H. Noor Su’udi: Sang Pencerah dari Ranting Dorang, Jepara

• Taufiq Nugroho Noor—126

vi
FACHRODIN set5.indd 6 11/10/2022 19.17.54

Prof. Dr. Zainuddin Maliki M.Si.: Wujudkan Mimpi dengan Belajar dan Kerja Keras

• Ria Pusvita Sari—133

Kiprah Tokoh Muhammadiyah Banyumas Dukung Dunia Pendidikan

• Puji Purwanto—142

K.H. Muchlas Hamim: Tokoh Lintas Generasi Aktif

• Ria Pusvita Sari—144

Rustamadji, Akademisi Nilai dari Sorong

• Rosalia—148

2. Dari Pelosok, Muhammadiyah Membangun Negeri—157

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

• Aabidah Ummu Azizah—158

Sang Surya Terbit di Kaki Bisma

• Sofiyatun—169

Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

• Soesilo Abadi Piliang—175

Muhammadiyah Lamongan: Dari Pengajian Ke Sepak Bola

• Irvan Shaifullah—184

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan: Buku Yang Menarik Perhatian dan Mampu Menjawab Pertanyaan

• Saiful Rohman—188

Menapak Jejak Tetirah dan Dakwah Kyai Dahlan di Lereng Kaki Gunung Bromo

• Luqman Wahyudi—198

Wajah Islam Pertama dan Lahirnya Sekolah Teladan: Kisah dari Kota Zending

• Nibros Hassani—209

Perjalanan Muhammadiyah di Kota Medan

• Martin Sitompul—217

vii Isi Buku
FACHRODIN set5.indd 7 11/10/2022 19.17.54

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Kapan Islam dan Muhammadiyah Hadir di Tanah Papua?: Sejarah Belum Dituliskan: Kapan Islam dan Muhammadiyah Tiba di Tanah Papua

• Muhammad Subarkah—223

Mengusir Kabut Hitam: Ranting Muhammadiyah Kadipiro Berkiprah Menggugah Masyarakat

• Muhammad Bintang Akbar—232

Sang Surya di Kampung Warmon Kokoda

• Muhammad Ridha Basri—246

Muhammadiyah Bukan Hanya Jogja, Ternate Juga

• Muhammad Fathi Djunaedy—255

3.

Tokoh Lokal ‘Aisyiyah dalam Gerakan

Muhammadiyah—263

Berasal dari Mislu (Kamis Sepuluh): Ummi Kalsum, Pendidik dari Aisyiyah Depok

• Melva Tobing—264

Hj. Fauziah AKM, Ber-‘Aisyiyah Tak Kenal Lelah

• Arafah Surur, S.Ag.—271

Raden Roro Martiningsih: Berjuang agar Guru Melek IT

• Ria Pusvita Sari—277

Selekta Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar Srikandi Aisyiyah

• Rio Estetika—282

4.

Geliat Program dan Amal Usaha

Muhammadiyah Lokal—289

Menjaga Pluralisme dalam Dakwah Kebangsaan

Muhammadiyah

• Fadmi Sustiwi—290

Bakti Muhammadiyah pada Masyarakat Suku Kokoda

• Bethari Berlianti KP—296

viii
FACHRODIN set5.indd 8 11/10/2022 19.17.54

Eksistensi PCM Nalumsari Membangkitkan Jama’ah Pedesaan

• Taufiq Nugroho N—302

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara AUM Yang Tak Pernah Berhenti Melayani Umat

• Dhimas Raditya Lustiono—311

Membidik Kawasan Bisnis Muhammadiyah: Wardah Foundation dalam Situasi Pandemi Covid-19 di Kota Serambi Mekkah

• Sri Darmi—323

Maklumat dan Putusnya Urat Takut Umat

• Bekti Sawiji—328

STAIM Tulungagung: Didominasi Mahasiswa-Dosen Nahdliyin

• Shubhi Mahmashony Harimurti—333

Kemenangan yang Masih: Menyimpan Rahasia Adalah Kemenangan Besar yang Menggetarkan

• Rizka Nur Laily Muallifa—340

Aisyiyah, Covid-19, dan Spirit Ta’awun untuk Negeri

• Erni Juliana Al Hasanah Nasution—346

Sungai Batang Cabang Muhammadiyah Pertama Di Luar Jawa: Kita Awali Cerita dari Pinggir Danau Maninjau

• Musriadi Musanif—351

Aksi Nyata Muhammadiyah: Antara Keikhlasan dan Profesionalisme

• Erni Juliana Al Hasanah Nasution—358 5. Pemikiran dan Kiprah Pemimpin Nasional Muhammadiyah—361

Dakwah K.H. Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial, Keagamaan dan Politik

• Kukuh Thoriq Ariefian—362

Bung Karno adalah Muhammadiyah

• Hizbullah Hanif—367

Menyigi Sosok Buya Hamka

• Maulana Fajri Adrian—372

ix Isi Buku
FACHRODIN set5.indd 9 11/10/2022 19.17.54

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Kuntowijoyo, Peletak Dasar Ilmu Sosial Profetik

• Hasnan Bachtiar—376

Kuntowijoyo: Mengilmukan Islam, Menghidupkan Peradaban

• Ahmad Amin Sulaiman—381

M. Amien Rais: Bapak Reformasi Penggagas Tauhid Sosial

• Hasnan Bachtiar—385

Moeslim Abdurrahman, Sang Pelopor Islam Transformatif

• Hasnan Bachtiar—392

Abdul Munir Mulkhan, Penggagas Sufitisasi Syariah

• Hasnan Bachtiar—397

Haedar Nashir, Moderasi dan Keindonesiaan

• Hasnan Bachtiar—403

Muhammadiyah “Yang Lain”: Kontribusi Intelektual Muda

• Ali Usman—408

Daftar Bacaan—413 Indeks—415

x
FACHRODIN set5.indd 10 11/10/2022 19.17.54

H. Fachrodin Award

Anugerah Karya Jurnalistik Muhammadiyah

Di awal periode Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mencanangkan sebua program berupa penghargaan karya jurnalistik di kalangan Muhammadiyah. Jika tidak salah membaca, belum pernah ada anugerak karya jurnalistik di ka langan Muhammadiyah. MPI periode ini (2015-2020/2022) membaca fenomena geliat tradisi menulis khususnya di bidang jurnalistik di in ternal Muhammadiyah tubuh subur. Awalnya, anugerah jurnalistik ini diusulkan bernama Anugerah KH. Ahmad Dahlan. Beberapa saat kesepakatan ini tidak pernah diu bah. Diskusi dan kajian dilakukan, khususnya penelusuran pada seja rah media kebanggaan Muhammadiyah yang sudah terbit ketika Mu hammadiyah masih berusia tiga tahun. Ditemuka nama yang sangat penting di balik kelahiran majalah yang hingga hari ini menjadi media paling tua dan masih terbit di Indonesia. Nama dimaksud adalah H. Fachrodin; yaitu orang yang sangat penting di balik kehadiran Maja lah Suara Muhammadiyah pada tahun 1915.

Berbekal pengalaman menjadi jurnalis di beberapa media sebe lumnya, H. Fachrodin kemudian dipercaya KH. Ahmad Dahlan un tuk memimpin penerbitan baru milik Muhammadiyah ini. Awalnya menggunakan arab jawi, majalah ini sejak awal sudah mengangkat isu-isu bernuansa pembaharuan. Memberikan pencerahan kepada pembacanya, Suara Muhammadiyah merupakan media dakwah seba gai kepanjangan tangan dari persyarikatan di bidang media yang pada saatnya sangat langka. H. Fachrodin akhirnya menjadi icon gerakan jurnalistik Muhammadiyah; pasca Suara Muhammadiyah, lahir me dia yang diterbitkan oleh Muhammadiyah di berbagai daerah, terma suk oleh Ortom dan Amal Usaha.

xi
FACHRODIN set5.indd 11 11/10/2022 19.17.54

Di tahun 2018, nama H. Fachrodin kemudian disepakati di in ternal MPI, sebagai bentuk penghormatan dan mengambil inspirasi dari perjuangan H. Fachrodin dalam membangun tradisi jurnalitik di kalangan Muhammadiyah. Diskusi selanjutnya, fokus pada penentuan produk jurnalistik apa yang akan dijadikan kriteria penilaian. Bebe rapa diskusi dilakukan, akhirnya ditentukan bahwa karya jurnalistik yang diapresiasi yaitu terkait dengan perjuangan para pahlawan per syarikatan yang ada di tingkat lokal. Kita ingin mengambil pelajaran, inspirasi sekaligus mengangkat para pejuang dakwah yang selama ini mungkin tidak dikenal, jauh dari sorot kamera, jauh dari liputan me dia mainstream. Namun, keberadaan mereka sangat dirasakan di dae rah, pedesaan, pelosok dan pulau-pulau terpencil.

Kader-kader Muhammadiyah pada dasarnya menyebar dan tidak melulu di perkotaan. Nyatanya, banyak area jauh dari hiruk pikuk per kotaan, berada di pedalaman, tidak luput dari para pengabdi persya rikatan yang terus berjuang untuk misi dakwah. Banyak di antaranya yang membangun amal usaha entah dengan cara seperti apa. Di per kotaan-perkotaan besar, pun kita terkadang menyaksikan kader-kader Muhammadiyah yang terkadang di luar struktur, tetapi punya peng abdian yang sangat inspiratif. Keteladanan tidak hanya ada di puncak kepemimpinan, tetapi ada di akar rumput, mereka yang terkadang ku rang disapa dan tidak tampak di permukaan dalam setiap perhelatan nasional Muhammadiyah.

Membagikan semangat dan ispirasi kader Muhammadiyah, men jadi misi utama dari Fachrodin award yang pertama ini. Kita akan menyaksikan para pengabdia yang ikhlas dan tiada lelah ini, akan tergambar terang dalam berbagai tulisan yang mengisahkan tentang mereka yang hebat itu.

Sebagai produk jurnalistik, kita juga menitik beratkan pada tek nik penulisan jurnalistik, faktualitas dan aspek inspiratif. Ini terkait dengan persoalan sudut pandang, bagaimana kecerdikan seorang pe nulis (jurnalis) dalam mengambil sisi-sisi unik dan menggambarkan aspek pengabdiannya, bukan fokus pada kekurangannya.

Sasaran anugerah ini, sesungguhnya bukan pada tokoh inspiratif nya, tetapi lebih pada jurnalis yang mengisahkan tentangnya. Sedang

xii
FACHRODIN set5.indd 12 11/10/2022 19.17.54

kan pada sebarana peserta, awalnya menghendaki ada pembatasan pada mereka yang berada di box redaksi setiap media, tetapi kemudian berkembang. Kami menyadari bahwa banyak kader Muhammadiyah yang tersebar di berbagai media di luar Muhammadiyah, juga banyak kader Muhammadiyah yang jelas-jelas aktif dan atau bekerja di media Muhammadiyah dan media afiliasi Muhammadiyah. Namun, berda sarkan banyak pertimbangan, agar anugerah ini juga terbuka bagi ka der-kader lainnya di luar media, maka fokusnya benar-benar kepada karyanya. Sedangkan penulisnya tidak dipersoalkan apakah mereka wartawan di media eksternal Muhammadiyah, di media internal, atau bahkan mereka yang tidak bekerja di media sekalipun, mendapatkan kesempatan dan peluang yang sama.

Setelah memastikan kriterai karya dan pesertanya, giliran kami menentukan siapa yang akan menggawangi misi perdana di persyari katan ini. Setelah diskusi panjang, di antara sekian banyak orang hebat di jajaran MPI, di antara sekian banyak wartawan senior baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas, kami bersepakat untuk menitipkan kegiatan penting ini pada Imam Prihandiyoko. Mas Imam (begitulah kami memanggilnya) dikenal sebagai wartawan senior di HU. Kompas. Pada saat mengemban amanah ini, beliau juga sedang memimpin langsung media rintisannya www.menara62.com.

Mengawali perhelatan, kami menggelar press converence di mar kas besar kami di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya No. 62 Jakarta Pusat, berbagai media pun hadir meliputnya. Kami menjelaskan terkait kegiatan Fachrodin Award. Ini penting sosialisa si massif, karena tidak biasa dilakukan di Muhammadiyah, sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan. Kami juga menjadikan kesempatan ini untuk menjelaskan kenapa namanya Fachrodin Award, siapa itu H. Fachrodin, dan bagaimana ketentuan dari anugerah ini.

Sosialisasi secara internal pun dilakukan. Beberapa jaringan di internal Muhammadiyah turut membantu menyampaikan kegiatan yang tidak biasa ini ke kader-kader yang tersebar di tanah air. Kami berharap award ini dapat memberikan kesempatan bagi kader-kader yang tersebar, bukan hanya di perkotaan tetapi juga di desa dan pelo sok tanah air.

xiii
FACHRODIN set5.indd 13 11/10/2022 19.17.54

Di tahun 2019, kegiatan ini dimulai dan diikuti oleh banyak ka der lintas generasi. Sayangnya, rencana penganugerahan yang akan digelar meriah di tahun 2020, harus dilaksanakan dengan terbatas dan daring. Rencana manusia ada batasnya, ketika pandemi Covid-19 me landa, maka kegiatan dilakukan di tempat masing-masing. Pasca penganugerahan, tugas selanjutnya, komitmen kami ba gaimana menyebarkan inspirasi tentang tokoh-tokoh lokal yang telah berjuang bagi tegaknya dakwah persyarikatan ini agar lebih abadi dan dibaca banyak kalangan. Salah satu upaya kami adalah mendekumen tasikannya dan membukukannya. Upaya ini tidak mudah sebab mem butuhkan penyuntingan menyeluruh, menyelaraskan gaya dan karak ter tulisan yang beragam, hingga mensiasati keterbatasan anggaran. Walaupun mungkin dianggap terlalu lambat, tetapi kami sejak awal bertekad bahwa batas akhir penerbitan adalah pra Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. Ketika Muktamar diundur dari 2020 ke 2022, maka rencana ini pun turut mengendor. Namun, di tahun ini, persis menjelang Muktamar di kota Surakarta ini, kami dengan bang ga mempersembahkan karya terbaik dari kader-kader hebat Muham madiyah, yang telah mencatatkan sebuah perjuangan dakwah para in spirator Muhammadiyah dalam menyinari negeri melalui karya nyata dan tak kenal lelah.

Anggaplah karya sederhana ini merupakan kado terindah kami dalam rangka upaya memancarkan inspirasi perjuangan para muja hid dalam melanjutkan perjuangan KH. Ahmad Dahlan melalui karya nyata. Mereka yang sungguh-sungguh mengabdi di luar batas kemam puan orang biasa. Dan dengan buku ini, kami berharap akan lahir para pejuang baru, yang tertulari semangat kebaikan dari tokoh-tokoh lo kal yang dituliskan dalam buku ini. Kemudian yang terpapar kebaikan ini akan tumbuh subur menanamkan kebaikan serupa dalam rangka mewujudkan masyarakat utama yang dicita-citakan.

Bandung, Mei 2022

Roni Tabroni

Wakil Ketua Bidang Penguatan Jurnalistik

MPI PP Muhammadiyah

xiv
FACHRODIN set5.indd 14 11/10/2022 19.17.54

Pengantar Editor

Membangun Negeri dari Pelosok

Muhammadiyah pada 18 November tahun 2021 ini telah mema suki usia 109 tahun masehi. Usia yang cukup panjang bagi per jalanan sebuah organisasi sosial keagamaan di Indonesia. Memasuki abad kedua ini, Muhammadiyah terus melangkah di atas pijakan yang semakin kokoh dengan mengelola berbagai amal usaha yang bukan hanya memberikan manfaat untuk dirinya, tetapi lebih jauh manfaat nya dirasakan oleh seluruh anak negeri, bahkan sudah merambah ke berbagai komunitas antar bangsa.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir (2010), ajegnya keberadaan Muhammadiyah menebar manfaat bagi semua karena sedari awal Muhammadiyah mengokoh kan dirinya melalui sistem dan budaya keorganisasian yang ditopang secara bersama, kolektif kolegial. Bukan hanya mengandalkan sistem keorganisasian di tingkat pusat, namun juga disangga oleh sistem dan budaya keorganisasian yang digerakkan dari bawah, baik di tingkat ranting, cabang, daerah, maupun wilayah. Kerja-kerja kongkret ber sama inilah yang dapat mewujudkan Muhammadiyah sebagai ormas Islam dengan amal usaha terbesar yang ada di dunia.

Muhammadiyah tidak dikelola dengan fanatisme ketokohan dan kultus individu, tetapi gerakan pembaruan Islam ini dibesarkan mela lui sistem organisasi yang jauh dari pengkultusan tokoh. Namun de mikian, di dalam tubuh Muhammadiyah itu sendiri kita tidak akan kesulitan untuk menemukan teladan-teladan yang menjadi lokomotif

xv
FACHRODIN set5.indd 15 11/10/2022 19.17.54

penggerak persyarikatan sekaligus mata air keteladanan bagi jamaah Muhammadiyah, bukan hanya di level pimpinan pusat, namun juga pada berbagai level struktur Muhammadiyah, baik di tingkat wilayah, daerah, cabang, maupun ranting.

Buku “Dari Pelosok Menyinari Negeri” yang ada di hadapan pem baca ini memperlihatkan kepada kita tentang peran-peran keteladan an yang telah dimainkan oleh para tokoh dan warga persyarikatan Muhammadiyah di tingkat lokal, yang dalam batas yang sangat jauh memiliki peran sentral yang sama kuatnya dengan peran-peran elit Muhammadiyah di tingkat pusat (Nasional). Pribadi-pribadi yang di hadirkan dalam berbagai tulisan dalam buku ini (terutama pada bab 1 buku ini) memiliki peran sebagai pelopor dan inisiator yang mengge rakkan gerbong Muhammadiyah di tingkat lokal, dan oleh karena itu mereka bukan hanya telah menghidupkan dan menghidupi Muham madiyah, tapi juga menjadi penyempurna langkah dan keberadaan Muhammadiyah, yang tanpa keberadaan mereka, mungkin Muham madiyah tidak akan meraih satu capaian besar sebagaimana yang telah Muhammadiyah raih hari ini.

Buku ini tidak berisi narasi sejarah besar Muhammadiyah yang biasanya selalu bertumpu pada tokoh-tokoh elit besar yang hadir di sepanjang sejarah keberadaan Muhammadiyah. Misalnya yang telah ditunjukkan dalam dua buah buku besar berjudul “100 Tokoh Mu hammadiyah yang Menginspirasi” (2014) dan “Percik Pemikiran To koh Muhammadiyah untuk Indonesia Berkemajuan” (2018). Kedua buku terbitan Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muham madiyah ini telah menghadirkan sejarah dan pemikiran tokoh-tokoh puncak-elit Muhammadiyah. Berbeda dengan kedua buku tersebut, tema sentral buku yang ada di hadapan pembaca ini justru lebih ba nyak menghadirkan tokoh-tokoh lokal dan geliat pergerakan Muham madiyah di tingkat lokal.

Kalau seandainya diizinkan untuk menggunakan istilah yang di perkenalkan mendiang Rosihan Anwar, seorang wartawan kawakan, buku ini berisi tentang narasi “petite histoire”, atau “Sejarah Kecil” Muhammadiyah, yang maknanya sama penting dengan sejarah besar Muhammadiyah yang berisi narasi-narasi utama tentang tokoh-tokoh

xvi
FACHRODIN set5.indd 16 11/10/2022 19.17.54

Membangun Negeri dari Pelosok

besar Muhammadiyah, atau pergerakan Muhammadiyah secara luas di Indonesia.

Mengapa sejarah lokal Muhammadiyah menjadi sangat penting untuk diungkapkan? Karena sebagaimana dikatakan oleh para seja rawan, sejarah itu bercerita tentang perubahan sebuah entitas, atau dalam hal ini sebuah komunitas. Dan perubahan tidak akan lahir me lainkan berawal dari peristiwa-peristiwa kecil atau benih-benih yang kecil yang akan terus tumbuh berkembang menjadi sebuah pohon yang besar dan rindang, yang dalam terminologi Bahasa Arab disebut syajarah. Maka narasi sejarah utama atau sejarah besar atau kebera daan pohon besar tidak akan hadir sekonyong-konyong tanpa adanya proses pertumbuhan dari benih-benih dan biji-biji yang kecil itu. Be nih-benih itulah yang dalam hal ini disebut sebagai sejarah kecil, atau “petite histoire”. Begitupun dengan sejarah keberadaan Muhammadi yah. Sebelum menjadi sebuah komunitas yang besar dengan berbagai kiprah, pergerakan, dan amal usahanya yang terbesar di dunia ini, ia pada awalnya adalah benih-benih ide yang berasal dari sang pendiri, Kyai Ahmad Dahlan.

Dengan kata lain sejarah Muhammadiyah pada awalnya ditanam melalui sejarah, narasi pemikiran dan praksis sosial yang ditorehkan seorang Kyai Dahlan ketika berinteraksi di sebuah kampung berna ma Kauman. Kemudian seterusnya sejarah Muhammadiyah disemai melalui musim semi pergerakan Muhammadiyah di berbagai daerah di tingkat lokal terutama tonggak awal persemaiannya terjadi anta ra tahun 1921-1923, ketika Muhammadiyah—semasa Kyai Ahmad Dahlan masih hidup—berhasil melakukan ekspansi keorganisasian melebarkan sayapnya dari Kauman Yogyakarta dan mendirikan ber bagai Cabang di berbagai daerah di Pulau Jawa. Berdasarkan sumber Sejarah Muhammadiyah, bagian Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah tahun 1995, dari Verslag Muhammadiyah tahun 1921, 1922, dan 1923, sebagaimana dikutip oleh Haedar Nashir dalam buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010), dinyatakan bah wa pada tahun 1921 telah berdiri 5 Cabang di antaranya Srandakan Yogyakarta (berdiri 26 Juni 1921), Imogiri Yogyakarta (25 September 1921), Blora Jawa Tengah (27 November 1921), Surabaya Jawa Timur

xvii
FACHRODIN set5.indd 17 11/10/2022 19.17.54

(27 November 1921), dan Kepanjen Jawa Timur (21 Desember 1921). Pada tahun 1922 telah berdiri 6 Cabang di antaranya: Surakarta Jawa Tengah (25 Januari 1922), Garut Jawa Barat (30 maret 1922), Jakarta (9 Maret 1922), Purwokerto Jawa Tengah (15 November 1922), Peka longan Jawa Tengah (26 November 1922), dan Pekajangan Jawa Te ngah (26 November 1922). Adapun pada tahun 1923, telah hadir 3 Cabang di antaranya Purbalingga Jawa Tengah (25 November 1923), Klaten Jawa Tengah (25 November 1923), dan Balapulang Jawa Te ngah (25 November 1923).

Setelah itu pergerakan Muhammadiyah terus berkembang hingga pada akhirnya tumbuh subur menghiasi seluruh daerah di seantero negeri ini. Sebagai tambahan informasi, berdasarkan catatan Haedar Nashir, hingga tahun 1927, telah terbentuk secara resmi 47 Cabang, 10 calon Cabang, dan 98 Ranting Muhammadiyah di berbagai daerah di tanah air. Di luar pulau Jawa, beberapa Cabang yang sudah berdiri itu adalah Cabang Gantoeng di Belitung, Makassar di Sulawesi Selatan, serta Padang Panjang dan Maninjau di Sumatera Barat. Cabang lain yang diproses untuk dibentuk pada tahun 1927 itu di antaranya Sigli, Kutaraja, Lhok Seumawe, Fort de Kock, Sekayu, Tebingtinggi, Medan, Kuala Kapuas, Peta dan Bengkulen. (Haedar Nashir, 2010)

Berdasarkan data tersebut, bisa dibayangkan bahwa sejarah per gerakan Muhammadiyah secara umum di negeri ini berbanding lurus dengan sejarah perkembangan Muhammadiyah di berbagai daerah di tingkat lokal. Bahkan keberadaannya tidak bisa dipisahkan satu de ngan lainnya. Keberadaan Muhammadiyah di tingkat pusat/nasional sudah pasti akan sangat bergantung pada keberadaan Muhammadi yah di tingkat lokal. Begitu juga sebaliknya.

Maka kita tidak bisa berbicara tentang Muhammadiyah atau se jarah Muhammadiyah secara umum, manakala kita mengabaikan lo kalitas dan sejarah lokal Muhammadiyah yang telah turut menyusun batu bata bangun Muhammadiyah yang megah dan gemilang ini. Ke tika kita mengabaikan satu saja unsur lokal dari perjalanan Muham madiyah, maka pada hakekatnya kita telah menanggalkan satu batu bata dari bangunan Muhammadiyah tersebut, dan dengan demikian Muhammadiyah tidak bisa lagi dianggap sebagai sebuah bangunan

xviii
FACHRODIN set5.indd 18 11/10/2022 19.17.54

Membangun Negeri dari Pelosok

yang utuh. Oleh karenanya keberadaan Muhammadiyah dan sejarah Muhammadiyah akan sangat bergantung pada keberadaan dan kiprah Muhammadiyah di tingkat lokal dengan narasi sejarah lokal yang me ngitarinya.

Dengan kata lain, untuk membaca Muhammadiyah secara utuh, kita perlu membaca Muhammadiyah dari berbagai aspek lokalitasnya. Bagaimana peran Muhammadiyah telah berkiprah bagi warga bangsa dan kiprahnya dapat diterima oleh warga setempat dari ujung terlu ar di sebelah barat Indonesia, hingga ujung sebelah Timur Indonesia, sehingga Muhammadiyah tak pernah absen hadir untuk turut menyi nari bumi pertiwi Indonesia.

Tulisan-tulisan yang tersusun dalam buku ini meski bukan bagi an dari hasil penelitian akademik mendalam, namun lebih cenderung berbentuk esai-esai pendek, tetapi kandungannya sangat berharga un tuk membantu kita melihat potret Muhammadiyah yang lebih utuh, seutuh untaian pulau yang saling berpegangan erat membentuk Indo nesia yang satu. Karena boleh jadi kiprah yang sangat luas dari perge rakan Muhammadiyah di tingkat lokal inilah yang menjadi salah satu sebab Indonesia sebagai sebuah Negara Kesatuan masih utuh hingga hari ini.

Muhammadiyah secara tulus telah melakukan pendampingan terhadap masyarakat Suku Kokoda yang awalnya hidup nomaden dan bertahan hidup dari hasil berburu di Tanah Papua dan mengarahkan mereka untuk bermukim dan bertahan hidup dengan cara bercocok tanam. Pengayoman lain yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah adalah terhadap suku Mentawai yang menempati berbagai pulau ter luar sebelah Barat Sumatera. Mungkin di beberapa daerah yang tak terjamah itu, negara belum bisa menjangkaunya dan menunaikan ke wajiban konstitusional menciptakan kesejahteraan bagi mereka. Te tapi Muhammadiyah dengan semangat pengabdiannya yang tanpa pamrih, telah membantu negara memenuhi kewajiban konstitusio nalnya tersebut terutama untuk memenuhi kesejahteraan sosial da lam bidang pendidikan dan ekonomi. Oleh karenanya, penting untuk membaca kembali kiprah Muhammadiyah di kalangan suku Kokoda Papua, sebagaimana yang telah ditulis beberapa penulis dalam buku

xix
FACHRODIN set5.indd 19 11/10/2022 19.17.54

ini (lihat buku ini pada halaman 142-150, 240-248, dan 290-295), juga pendampingan Muhammadiyah di kalangan suku Mentawai melalui tulisan yang berjudul “Muhammadiyah, membumikan Islam di Bumi Sikerei” (baca halaman 169-177).

Kajian Sejarah Muhammadiyah Lokal

Kajian akademik yang relatif lebih serius terhadap sejarah per gerakan dan perkembangan Muhammadiyah di tingkat lokal sebe tulnya sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari. Kajian pertama terkait hal ini adalah yang dilakukan oleh Mitsuo Nakamura (1976) ketika melakukan penelitian terhadap pergerakan Muhammadiyah di Ko tagede Jogjakarta. Meskipun Kotagede adalah bagian dari Jogjakarta dan berdekatan dengan Kauman sebagai pusat dan jantung kelahiran Muhammadiyah, namun kajian secara spesifik mengenai Muhamma diyah Kotagede merupakan satu penelitian yang menyasar kehidupan lokal Muhammadiyah. Hasil kajian ini kemudian diterjemahkan dan diterbitkan menjadi buku yang berjudul “Bulan Sabit Muncul dari Ba lik Pohon Beringin” (1983). Kajian lain dilakukan oleh Ahmad Adaby Darban yang meneliti tentang pergerakan Muhammadiyah di jantung kelahirannya, di Kampung Kauman sebagai sebuah risalah skripsi di Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1980. Di kemudian hari risa lah ini diterbitkan pada tahun 2000 dengan judul “Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah”. Beberapa kajian lain yang patut disebutkan dalam pengantar ini mengenai sejarah Muham madiyah lokal, terutama Muhammadiyah di pulau Jawa adalah seba gai berikut: Rachmawati Dwi Astuti (1990) menulis buku “Gerakan Muhammadiyah Bekonang tahun 1965-1985”. Syafiq A. Mughni dkk (2005) dengan judul “Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muham madiyah Jawa Timur1921-2004”, Faturrahim Syuhadi (2005) “Sejarah Muhammadiyah Lamongan 1936-2005”, Mu’arif (2012) “Sejarah dan Perkembangan Muhammadiyah Pekajangan 1922-2012”, Suwarno dan Asep Daud Kosasih (2013) melalui bukunya “Dinamika Sosial Gerakan Muhammadiyah di Banyumas”, Sudar Siandes (2015) “Mu hammadiyah Jakarta: dari Tanah Betawi hingga Megapolitan” dan

xx
FACHRODIN set5.indd 20 11/10/2022 19.17.54

Membangun Negeri dari Pelosok

Isria Rizqona Firdausy (2017) melalui sebuah tulisan berjudul “Per kembangan Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah Cabang Merden Purwanegara Banjarnegara”.

Adapun kajian sejarah Muhammadiyah lokal yang memotret per gerakan Muhammadiyah di luar pulau Jawa mendapatkan perhatian yang cukup ramai, terutama dengan munculnya berbagai karya-karya akademik dan penelitian. Karya pertama yang terlacak mengkaji se jarah Muhammadiyah lokal di luar Jawa adalah yang ditulis oleh M. Rusaini Rusin (1979). Rusin menulis sebuah buku berjudul “Muham madiyah di Pare-Pare: Studi Sosio-historis Gerakan Pembaharuan Islam di Kotamadya Pare-Pare”. Buku ini diterbitkan oleh Hasanud din University Press untuk Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Hasanuddin.

Buku lainnya ditulis sebagai sebuah laporan penelitian pada tahun 1983 oleh peneliti dari IAIN Antasari tentang “Hubungan antara Pa ham Keagamaan Muhammadiyah dengan Kegiatan Ekonomi Orangorang Muhammadiyah Alabio di Kalimantan Selatan”. Sahriyansyah pada 2012 menulis “Sejarah Muhammadiyah di Kalimantan Selatan 1925-2007”. Seno Hasanadi menulis “Perkembangan organisasi Mu hammadiyah di Minangkabau, Provinsi Sumatera Barat, 1925-2010” pada 2015. Sedangkan Salim Bella Pili dan Hardiansyah (2019) me nerbitkan “Napak Tilas Sejarah Muhammadiyah Bengkulu”.

Ibrahim Polontalo (1995) menulis tentang “Muhammadiyah di Sulawesi Utara, 1928-1990”. Adapun Dundin Zainuddin dan M. Azzam Mannan (1996) menulis “Agama dan Perubahan Sosial: Studi Kasus Muhammadiyah di Aceh” dan diterbitkan oleh Pusat Penelitian Ma syarakat dan Budaya LIPI. Sutarmo pada 1998 menulis sebuah lapor an penelitian berjudul “Gerakan Muhammadiyah di daerah Kampar: tinjauan sosio-historis hingga masa Orde Baru” yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian, Institut Agama Islam Negeri Sulthan Syarif Qasim. Sri Waryanti dkk pada 2005 menulis “Sejarah perkembangan Muham madiyah di Aceh”. Buku ini diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional di Banda Aceh. Adapun RB Khatib Pahlawan Kayo (2010) menerbitkan buku “Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) dalam Perspektif Sejarah”. Beberapa buku lain yang mengulas

xxi
FACHRODIN set5.indd 21 11/10/2022 19.17.54

Dari Pelosok Menyinari Negeri

kiprah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan telah ditulis, misalnya oleh Darmawijaya tahun 2007 dengan judul “Sejarah Muhammadiyah di Makassar”. Ilham Hamid (2015) menulis “Matahari Pembaharuan di Serambi Madinah: Menelusuri Tapak Sejarah Muhammadiyah Kota Makassar”. Mustari Bosra pada tahun yang sama menulis buku “Mena pak Jejak, Menata Langkah: Sejarah Gerakan dan Biografi Ketua-ketua Muhammadiyah Sulawesi Selatan”. Buku terakhir ini diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah bekerja sama dengan Majelis Pustaka dan In formasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, 2015. Adapun penulisan buku Muhammadiyah lokal untuk wilayah Indonesia timur telah dilakukan misalnya melalui buku karya Sya rifuddin Jurdi (2010) berjudul “Historiografi Muhammadiyah Bima: Akar Sejarah, Aktor Gerakan, dan Praksis Sosial”. Setahun setelahnya, Zainuddin Achied (2011) menerbitkan buku “Kiprah Perjuangan Mu hammadiyah NTT: Sebuah Catatan Sejarah tahun 1935-2010” Buku-buku yang telah ditulis secara beragam mengenai kiprah Muhammadiyah di ranah lokal ini telah memperkaya informasi dan pengetahuan kita betapa Muhammadiyah telah secara nyata dan me rata mengembangkan kepak sayap keorganisasiannya untuk menebar kan manfaat bagi seantero negeri.

Kepemimpinan Berbasis Organisasi Bukan Kultus Tokoh

Sebagaimana diketahui bersama, sejak awal Muhammadiyah ti dak dibangun dengan bergantung pada kharisma dan kultus indivi du pendiri dan pemimpinnya. Dalam alam kehidupan berorganisasi ala Muhammadiyah, kultus individu adalah sesuatu yang sangat dija uhi—untuk tidak mengatakan “diharamkan”. Maka wajar ada sebagian orang berpendapat, sejak awal Muhammadiyah bukanlah aliran Dah lanisme atau Mazhab Dahlaniyyah, untuk menyebutkan sikap taklid buta terhadap sosok Kyai Ahmad Dahlan. Maka dalam perjalanannya, pergerakan ini meskipun senantiasa mengambil api inspirasi dari se orang Dahlan, tapi tidak pernah benar-benar melakukan “taqlid buta” terhadap sang pendiri. Prinsip ini juga yang di kemudian hari meng inspirasi para penggerak dan tokoh pemimpin yang menakhkodai

xxii
FACHRODIN set5.indd 22 11/10/2022 19.17.54

Membangun Negeri dari Pelosok

Muhammadiyah sepanjang sejarah. Baik di level Nasional maupun di tingkat lokal (ranting, cabang, daerah, dan wilayah), Muhammadiyah selalu berpijak pada prinsip kolektif kolegial yang keputusan-keputus an keorganisasiannya selalu mengandalkan kesepakatan bersama atas dasar musyawarah dan dialog para pengurusnya. Meski demikian, bukan berarti di internal Muhammadiyah tidak terdapat teladan dan para champions yang hadir untuk menggerak kan roda organisasi dan geliat kehidupan berMuhammadiyah, baik di level nasional maupun di tingkat lokal. Kata kunci kepemimpinan di Muhammadiyah adalah bertumpu pada kepemimpinan yang meng gerakkan, yakni kepemimpinan yang menginspirasi orang di sekitar nya untuk bergerak mewujudkan kebaikan dan amal shaleh secara bersamaan. Dalam tulisan yang berjudul “Kisah Daud Sidiq: Peng gerak dakwah Muhammadiyah Metro yang Legendaris” (hal. 109113), begitu jelas tergambar bahwa kepemimpinan yang diperankan di Muhammadiyah sebagaimana diperankan oleh Kiyai daud Sidiq benar-benar merupakan kepemimpinan yang menggerakkan seluruh elemen warga Muhammadiyah. Bahkan kepemimpinan yang meng gerakkan itu tidak lekang oleh zaman. Selama hayat dikandung badan, upaya menggerakan roda organisasi dan tugas menginspirasi jamaah Muhammadiyah tetap menjadi tugas yang dipikul, meski usia tidak lagi muda. Keteladanan seperti ini telah menjadi pola dalam kehidup an di Muhammadiyah. Dan itu tidak hanya menjadi pola yang dimi liki oleh seorang ketua dalam kepengurusan Muhammadiyah. Keteladanan seperti itu juga bisa muncul dari pengurus lainnya, walaupun tugasnya hanya berkutat mengelola urusan administrasi di tubuh Muhammadiyah. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Pak Trimo, seorang sekretaris eksekutif Pimpinan Cabang Muhammadi yah Muntilan Kabupaten Magelang. Dengan segala kesederhanaan nya yang setiap hari berkantor dengan menggunakan sepeda tua, Pak Trimo telah menjadikan dirinya sebagai teladan bagi warga Muham madiyah di Muntilan, khususnya dan di kabupaten Magelang pada umumnya. Meski berpola hidup sangat sederhana, tetapi beliau telah menciptakan banyak prestasi bagi Muhammadiyah Cabang Muntilan. Berkat jasanya lah, PCM Muntilan dijadikan rujukan dalam pengelo

xxiii
FACHRODIN set5.indd 23 11/10/2022 19.17.54

laan administrasi bagi PCM lain se-Kabupaten Magelang. Berkat jasa nya pula PCM Muntilan dinobatkan menjadi PCM Unggulan Pertama tingkat Jawa Tengah (lihat halaman 2-7)

Dua contoh narasi di atas yang digambarkan dalam buku ini membuktikan bahwa kepemimpinan dalam Muhammadiyah tidak selalu bergantung pada sosok tokoh-tokoh puncak atau elitnya. Siapa pun yang berkiprah dalam persyarikatan Muhammadiyah bisa menja di teladan dan sosok inspirasi bagi perjalanan organisasi. Dan sistem kolektif kolegial dalam menjalankan persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan ruang yang sangat lebar yang memungkinkan hal seperti itu terjadi.

Elastisitas Dakwah Muhammadiyah

Tulisan-tulisan dalam buku ini memperlihatkan pada kita betapa dakwah yang diperankan Muhammadiyah selama satu abad lebih ini telah menjangkau sasaran yang sangat luas dan beragam. Dulu sering kali dakwah Muhammadiyah diidentikkan dengan masyarakat urban atau perkotaan dan tidak menjamah masyarakat pedesaan atau juga masyarakat pesisir. Pandangan asumtif seperti ini seolah terbantahkan dan tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Muhammadiyah telah melakukan dakwah ke berbagai lapisan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan, di kalangan masyarakat pesisir maupun di pe dalaman. Muhammadiyah yang selama ini diyakini sebagai kelompok modernis Islam di Indonesia, juga tidak alergi ketika harus menga yomi dan mengakomodasi kelompok masyarakat muslim tradisional, terutama dalam urusan Pendidikan. Bahkan di beberapa daerah Mu hammadiyah tanpa canggung memfasilitasi layanan akses pendidik an bagi kelompok masyarakat Non-Muslim, dengan tetap memenuhi hak-hak konstitusional mereka dalam beragama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Maka tidak heran jika di Kupang NTT, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kupang mayoritas berasal dari kalangan komunitas Kristen. Begitu juga yang terjadi di kampus Muhammadiyah Sorong, yang 70% mahasiswanya berasal dari kalangan Kristen.

xxiv
FACHRODIN set5.indd 24 11/10/2022 19.17.54

Membangun Negeri dari Pelosok

Di jenjang Pendidikan menengah (SMP dan SMA) Muhamma diyah, hal ini juga berlaku terutama yang terjadi di SMA Muhamma diyah Ende, SMP Muhammadiyah Serui Teluk Cenderawasih Papua, dan SMA Muhammadiyah Putussibau Kalimantan Barat. Di seko lah-sekolah rata-rata 2/3 siswanya berasal dari kalangan Kristen. Bagi siswa-siswa tersebut, Muhammadiyah menyediakan para guru agama sesuai dengan agama yang mereka peluk, dan tidak mewajibkan atur an memakai jilbab bagi siswi-siswi Non-Muslim. (Abdul Mu’ti, 2009)

Inilah model dakwah elastis yang dikembangkan oleh Muham madiyah di berbagai pelosok negeri ini. Di buku ini kita akan juga me nemukan banyak sekali contoh teladan yang sudah diprakarsai oleh para aktivis penggerak Muhammadiyah di tingkat lokal dalam upaya melakukan dakwah-dakwah yang sangat lentur, bukan hanya dalam bidang Pendidikan, tetapi juga dakwah yang membumi dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian warga setempat. Sebagaimana ditunjukkan oleh Fadmi Sustiwi dalam sebuah tu lisan yang berjudul “Menjaga Pluralisme dalam Dakwah Kebangsaan Muhammadiyah” (lihat halaman 284-289). Di dalamnya diuraikan tentang program Kemakmuran Hijau Pengelolaan Sumberdaya Alam berbasis Masyarakat yang diinisiasi oleh Majelis Pemberdayaan Ma syarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah di belantara hutan Berau, Kalimantan Timur. Tujuan utama dari program ini ada dua: pertama, pengurangan emisi karbon karena disebabkan laju kepunahan hutan guna menjaga kelestarian huta tropis sebagai paru-paru dunia. Kedua, pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan melalui sector pertanian.

Dalam menggulirkan program ini, tentu Muhammadiyah meng hadapi tantangan kemajemukan di lapangan. Dan hal itu sebetulnya tidak menjadi persoalan utama bagi Muhammadiyah, apalagi sampai menghalangi jalannya berbagai program pemberdayaan yang sudah dicanangkan. Sebagaimana diketahui 99% masyarakat yang menjadi dampingan pada program di Berau ini adalah berasal dari kalangan non-Muslim. Pada dasarnya Muhammadiyah menjalankan program ini dengan prinsip “Nguwongke Wong” atau memanusiakan manu sia. Tidak ada dakwah Islamisasi yang disisipkan dalam program ini.

xxv
FACHRODIN set5.indd 25 11/10/2022 19.17.54

Bahkan prinsip-prinsip toleransi, tepa salira, dan kebersamaan dalam gotong-royong adalah nilai-nilai utama yang dikembangkan melalui program ini.

Konsep nguwongke wong itulah yang membuat di mana pun Mu hammadiyah berkiprah, mengajak para aktivis di lapangan untuk se lalu mengenal dan memahami kebiasaan serta juga adat istiadat dan budaya mereka yang dikunjungi. Contohnya adalah keharusan bersi kap toleran dan tidak mungkin mengadakan sebuah program di hari Minggu pagi, karena masyarakat setempat harus melakukan ibadah ke gereja. Kegiatan program juga harus ditunda manakala tetua adat akan mengadakan pesta nikah anaknya. Pada prinsipnya dalam hal melakukan dakwah kebangsaan melalui berbagai program tersebut Muhammadiyah tidak memaksakan penduduk setempat harus meng ikuti. Sebaliknya, Muhammadiyahlah yang menyesuaikan dengan si tuasi dan kondisi setempat. Model dan cara dakwah seperti inilah yang membuat Muhamma diyah dapat dipercaya oleh sebagian besar lapisan masyarakat dan dapat bertahan untuk hidup berdampingan dengan masyarakat atau komu nitas baru yang disambangi olehnya. Ada prinsip elastisitas dalam cara dan model berdakwah yang digalakkan oleh Muhammadiyah, dengan memperhatikan budaya dan nilai-nilai yang dikembangkan secara kon tekstual pada masyarakat yang menjadi lahan dakwah Muhammadiyah. Hal ini menjadi salah satu tips Muhammadiyah dapat bertahan dan re latif senantiasa dapat diterima oleh penduduk negeri ini. Buku yang ada di hadapan pembaca ini merupakan kumpulan berisi 58 tulisan hasil perhelatan ajang Penganugerahan Fachrodin Award 2020, yang akan membukakan banyak informasi bagi kita se mua tentang peran dan kiprah Muhammadiyah bersinergi dengan berbagai kelompok masyarakat di tingkat lokal dan bagaimana pene rimaan mereka terhadap berbagai tokoh dan keberadaan Muhamma diyah itu sendiri. Buku ini seolah menghadirkan ragam praktik terbaik (best practices) interaksi Muhammadiyah (baik tokoh, warga, berbagai programnya) sebagai sebuah organisasi Islam modern dengan amal usaha terbesar di dunia, yang mampu melakukan adaptasi dengan re alitas masyarakat Indonesia yang amat plural ini. Semoga dengan pe

xxvi
FACHRODIN set5.indd 26 11/10/2022 19.17.55

Membangun Negeri dari Pelosok

nerbitan kumpulan tulisan ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua tentang betapa besarnya kecintaan Muhammadiyah terhadap negeri ini, kecintaan terhadap masyarakat dan alam yang dimiliki oleh negeri ini dengan keragamannya, sebagaimana telah ditunjukkan oleh para penggerak Muhammadiyah di tingkat lokal. Akhirnya selamat mem baca buku yang sangat inpiratif ini!

Bogor, 18 November 2021

Muhammad Abdullah Darraz

xxvii
FACHRODIN set5.indd 27 11/10/2022 19.17.55
FACHRODIN set5.indd 28 11/10/2022 19.17.55

Keteladanan Tokoh Lokal dan Kiprah Muhammadiyah dalam Membangun Negeri1

Dr. Muchlas M.T.

Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, meru pakan salah satu unsur pembantu pimpinan di Muhammadiyah yang memiliki tugas dan tanggungjawab dalam melakukan publikasi, peningkatan kualitas kemampuan jurnalistik, serta membangun hu bungan dengan media baik internal maupun eksternal Muhammadi yah. Di samping itu, tentu saja MPI juga diamanahi untuk menggarap Museum Muhammadiyah, pengembangan sarana digital, publikasi dan penerbitan buku, pengembangan dakwah multimedia, serta me ngembangkan kerjasama dengan berbagai pihak.

Khusus dalam kaitan dengan penguatan jurnalistik, MPI pada akhir tahun 2020, telah melakukan penganugerahan Fachrodin Award, disertai webinar dengan mengangkat tema yang sama.

Fachrodin Award ini merupakan program yang pertama kali dila kukan, setelah dicanangkan pada tahun 2018, sebagai bentuk apresiasi terhadap para jurnalis dan penulis di kalangan Muhammadiyah dan masyarakat umum, yang selama ini sudah berkontribusi dalam mem bantu persyarikatan melalui publikasi di berbagai media.

1 Disampaikan pada Penganugerahan Fachrodin Award, 19 Desember 2020

xxix
FACHRODIN set5.indd 29 11/10/2022 19.17.55
Sambutan Ketua MPI PP Muhammadiyah

MPI PP Muhammadiyah, merasa perlu memberikan pengharga an kepada insan-insan yang telah berjasa dalam menulis dan mem publikasikan berbagai kegiatan Muhammadiyah dan kiprah tokoh lo kal Muhammadiyah yang telah mengabdikan hidupnya bagi dakwah dan pemberdayaan masyarakat di berbagai pelosok.

Tema tentang “Keteladanan Tokoh Lokal dan Kiprah Muhamma diyah dalam Membangun Negeri,” sengaja kami ambil, dengan harap an dapat membuka mata kita semua, bahwa besar dan langgengnya Muhammadiyah, di sana ada jasa besar para kader Muhammadiyah yang selama ini tidak pernah disorot kamera, tidak pernah diperbin cangkan di acara-acara besar, tidak pernah terlihat, dan juga mungkin tidak pernah disapa di forum-forum nasional Muhammadiyah. Berkat jasa-jasa mereka pula lah, Muhammadiyah menyebar dan mengakar, mengalir hingga ke pelosok pedesaan yang jauh dari gemerlap kota. Atas peran para penulis yang mampu menangkap denyut nadi dan nuansa kebatinan mereka, kami sangat mengapresiasi. Baik kader Muhammadiyah, maupun wartawan umum (non Muhammadiyah), termasuk juga peserta non muslim, yang telah menuliskan dan mem publikasikan kiprah tokoh lokal dan kegiatan Muhammadiyah, kami ucapkan terimakasih.

Kegiatan Fachrodin Award ini mungkin tidak seberapa dibanding jasa dari para penulis yang telah berkorban untuk mempublikasikan peran-peran Muhammadiyah yang selama ini sudah dilakukan. Teta pi Fachrodin Award ini hanya simbol dari kepedulian kami terhadap para penulis yang telah berjasa bagi Muhammadiyah.

Mudah-mudahan, di tahun-tahun ke depan, kegiatan Fachrodin Award ini akan menjadi tradisi tahunan dengan format dan kriteria yang mungkin berbeda. Ini semua kita lakukan, tiada lain merupakan bentuk kepedulian kami terhadap dunia informasi, dunia media, dan para insan jurnalis.

Dari keseluruhan naskah yang masuk, yaitu 67 naskah, kami me mandang semuanya bagus dan sangat menyentuh. Kami apresiasi ke pada seluruh partisipan yang telah berusaha menulis, mempublikasi kannya di berbagai media, kemudian mengirimkannya kepada kami.

xxx
FACHRODIN set5.indd 30 11/10/2022 19.17.55

Keteladanan Tokoh Lokal dan...

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir yang berkenan hadir menyaksikan, sekaligus memberikan kata pengantar bagi buku kum pulan tulisan hasil perhelatan Fachrodin Award ini. Terimakasih.[]

xxxi
FACHRODIN set5.indd 31 11/10/2022 19.17.55
FACHRODIN set5.indd 32 11/10/2022 19.17.55

Berjuang dengan Hati

Mata Air Keteladanan dari Penjuru Nusantara

Prof. Dr. Dadang Kahmad, M.Si Ketua PP Muhammadiyah

Jauh dari riuh dan hiruk pikuk perkotaan, jauh dari pusat kekua saan, dan berada dalam ruang sunyi, telah menjadikan para pe juang menjelma menjadi inspirasi. Di desa terpencil, di daerah yang kurang terjamah, tidak menyurutkan para pendakwah dan organisa toris Muhammadiyah untuk menyalakan pelita. Mereka merupakan orang-orang yang tidak tampak di permukaan, tidak hadir di tengah gelanggang, namun langkah dakwahnya, telah menghasilkan gerakan dan kontribusi nyata.

Salah jika Muhammadiyah dituduh sebagai organisasi dengan co rak perkotaan dan hanya cocok bagi masyarakat metropolis. Hampir tidak ada ruang di sudut paling terpencil sekalipun yang tidak men dapat layanan dakwah Muhammadiyah, baik berupa pendidikan, ke sehatan, tempat ibadah, layanan sosial, pemberdayaan ekonomi, atau apa pun yang mungkin menjadi kekhasan pelayanan kader Muham madiyah di tingkat paling lokal. Dari ujung Barat hingga Timur In donesia, Muhammadiyah hadir tanpa menepuk dada bahwa kamilah yang paling berjasa.

xxxiii
FACHRODIN set5.indd 33 11/10/2022 19.17.55

Semangat berkorban kader Muhammadiyah yang merata dari pu sat hingga pelosok, membuat hampir tidak ada hari tanpa peresmian Amal Usaha Muhammadiyah. Belum lagi amal yang tidak dalam ben tuk fisik, tidak terhitung jumlahnya. Hampir sulit menimbang berapa besar jasa Muhammadiyah untuk bangsa dan semesta ini. Data sta tistik terus bergerak. Kita mengabarkan jumlah sekian hari ini, besok sudah bertambah, dan terus begitu. Inspirasi dan perjuangan warga Muhammadiyah terus dinamis dan bergerak maju, mengepung kota dari desa dan pelosok negeri.

Di tengah telaga amal yang kian memancarkan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi negeri, para pengurus Muhammadiyah di tingkat pusat tentunya tidak bisa bertinggi hati, bahwa setiap gerak langkah persyarikatan ini tak lain merupakan kontribusi nyata kader-kader lo kal di pelosok yang setiap saat tanpa pamrih berjibaku dengan jalan dakwah masing-masing. Mereka terus bergerak untuk mengabdi di tengah keterbatasan fasilitas, minimnya dukungan finansial, kesulitan menghadapi medan yang terjal, dengan perjalanan dalam berdakwah yang mesti ditempuh dengan jarak yang sangat panjang, bahkan mere ka juga harus menghadapi kerasnya tantangan masyarakat lokal yang belum tentu dapat menerima dakwah pencerahan ala Muhammadi yah.

Atas semua perjuangan yang tidak terhingga, terhadap semua mujahid Muhammadiyah yang ada di berbagai daerah dan pelosok negeri, tidak ada apresiasi yang patut disampaikan, mungkin bukan puja-puji yang mereka butuhkan, selain mengambil telaga keteladan annya agar perjuangannya tidak sia-sia dan dapat dilanjutkan sebagai suluh bagi pencerahan bagi negeri. Atas semua perjuangan dan bakti nya, kita menjadikan sebagai cermin yang dapat menginspirasi siapa saja.

Keteladanan tokoh lokal dalam berjuang untuk dakwah persya rikatan sunggung luar biasa. Di tengah hening sepi suasana desa, di tengah rimbun pepohonan dan rimba raya, mereka terus bergerilya memancarkan harapan bagi seluruh manusia tanpa lelah. Tidak untuk dikenal dan bukan demi viral di jagat maya, apa yang dilakukannya semata bakti mereka pada negeri ini. Melalui organisasi Muhammadi

xxxiv
FACHRODIN set5.indd 34 11/10/2022 19.17.55

Berjuang dengan Hati

yah, setiap keringat yang menetes dipersembahkan bagi kemanusiaan dan dakwah Islam.

Kita dapat mengerti yang sesungguhnya, mengapa Muhammadi yah seperti tidak pernah kehabisan energi, sebab warganya yang terus bergerak walaupun tanpa rupiah. Muhammadiyah bukan industri, tidak ada yang menjanjikan secara duniawi. Spirit agama dan demi kemanusiaan itulah warisan abadi dari sang pendiri.

Jika Anda dapat membaca secara pelan-pelan seluruh konten buku ini, Insya Allah akan merasakan denyut Muhammadiyah di se luruh pelosok negeri. Apa yang tergoreskan secara apik dalam buku ini, merupakan kiprah para penulis tentang Muhammadiyah, bagai mana mereka memotret perjuangan orang-orang hebat itu dalam me lakukan pengabdian di tempatnya masing-masing. Apa yang tertulis, merupakan kisah nyata dari bakti subjek tulisan yang selalu mengin spirasi.

Buku ini, merupakan kumpulan tulisan yang hadir karena ter selenggara oleh kegiatan Fachrodin Award yang dilaksanakan oleh Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah. Dengan adanya kegiatan tersebut, maka kita menjadi mengerti bagaimana Muhammadiyah digelorakan oleh orang-orang hebat dari berbagai pelosok negeri.

Tulisan-tulisan yang tertuang, pada saat yang sama juga menu jukkan betapa banyaknya penulis Muhammadiyah yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Mereka telah merekam para pengabdi dan menuangkannya melalui rangkaian kata dan kalimat. Sedangkan Fachrodin award hanyalah wasilah bagaimana tulisan itu terhimpun. Tetapi secara natural sesungguhnya tradisi menulis sudah hadir dan selalu tumbuh dan terus berkembang.

Melalui kegiatan tersebut, kita dapat menangkap denyut nadi para pengabdi di berbagai pelosok negeri, yang mungkin selama ini jarang dibicarakan, tidak tampak di permukaan dan jauh dari liputan me dia massa. Walaupun demikian, tentu saja kita juga paham bahwa apa yang tertulis masih jauh dari sekian banyak orang yang juga melaku kan hal yang sama.

xxxv
FACHRODIN set5.indd 35 11/10/2022 19.17.55

Dari buku ini, akhirnya kita bisa melihat mata air keteladanan yang telah ditorehkan. Semoga saja, melalui perjuangannya, darah ji had KH. Ahmad Dahlan akan terus mengalir kepada kita dan generasi setelah kita. Upaya kecil ini mudah-mudahan semakin menggairah kan kembali cara kita bermuhammadiyah. Dan yang paling penting, bagaimana kita juga dapat menyadari, di tengah gemerlap amal usaha dan peran dakwah Muhammadiyah yang massif ini, betapa banyak nya ditopang oleh kader-kader yang dengan ikhlas mengabdi, bukan hanya untuk Muhammadiyah, tetapi juga untuk bangsa dan kemanu siaan universal.

Bandung, Oktober 2021

xxxvi
FACHRODIN set5.indd 36 11/10/2022 19.17.55

Sambutan

Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si

—Penganugerahan Fachrodin Award, 19 Desember 2020—

achrodin award merupakan satu ikhtiar untuk mengenang kembali dan juga menjadikan suatu inspirasi dari seorang tokoh yang boleh jadi tidak kenal banyak orang, tapi telah menggoreskan peran dan kon tribusi yang besar baik bagi Muhammadiyah maupun bagi bangsa.

F

Fachrodin adalah sosok kader dan tokoh Muhammadiyah gene rasi awal yang belajar banyak dari KH Ahmad Dahlan tapi juga se orang otodidak, dia biarpun tidak memperoleh pendidikan umum tetapi bertumbuh menjadi seorang penulis yang tajam dan disegani pemerintah Belanda saat itu. Karena kepiawaiannya dalam menulis, maka Fachrodin menjadi orang pertama yang memimpin redaksi ma jalah Suara Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1915.

Fachrodin dengan pikiran-pikirannya yang cerdas, tajam dan memperjuangkan nasib rakyat termasuk dalam usaha untuk mem bangkitkan perlawanan kaum buruh, khususnya pabrik tebu di Yog yakarta untuk memperjuangkan hak-haknya, sehingga dianggap an caman bagi pemerintah Belanda.

Pikiran-pikiran tajam dan progresif dari seorang Fachrodin, ini lah yang berwarna dari orientasi pemikiran yang bersifat kerakyatan atau orang biasa menyebut sebagai tokoh kiri Muhammadiyah, tetapi pandangan-pandangan progresif untuk rakyat, untuk perlawanan ter hadap pemerintahan Belanda itu lahir dari pemikiran keislaman

Fachrodin juga menjadi seorang yang piawai dalam menjalankan peran dakwah. Dia banyak diberi tugas oleh KH Ahmad Dahlan ge

xxxvii
FACHRODIN set5.indd 37 11/10/2022 19.17.55

nerasi awal yang banyak berperan, termasuk yang monumental dari Fachrodin adalah ketika diutus tahun 1921 menjadi perwakilan Mu hammadiyah selama 8 tahun mengkaji secara langsung tentang nasib para hujaz atau para haji di Indonesia di Saudi Arabia yang saat itu dianggap kurang memperoleh perlakuan kurang baik. Sehingga dari peran dan tugas selama 8 tahun di Saudi kemudian mendorong lahir nya Badan Penolong Haji Muhammadiyah.

Dan Fachrodin juga pernah bertugas untuk konferensi Islam di Kairo, Mesir mewakili Islam dan pergerakan Muhammadiyah. Peng alaman ini menunjukkan bahwa seorang tokoh yang tidak berpendi dikan umum tetapi menjadi aktivis Islam dan sekaligus juga mampu bergaul dengan berbagai kalangan termasuk dengan tokoh Suryo Pra tomo yang menjadi tokoh sosialis saat itu, mengantarkan dia menjadi tokoh muda Muhammadiyah yang melintas batas.

Dari pengalaman ini maka, layak jika Muhammadiyah mengenang dan menjadikan tokoh ini sebagai satu di antara  moment untuk me nyelenggarakan Fachrodin Award bagi generasi muda. Generasi muda dapat belajar dari tokoh ini. Bagaimana tokoh ini hadir dan berjuang membela rakyat. Seorang yang berpikiran cerdas, yang menjadi penulis, yang saat itu merupakan tokoh yang langka, yang bisa menerjemahkan aspirasi di dalam tulisan untuk kepentingan bangsa dan negara.

Dalam konteks inilah maka dengan tema Peran Keteladanan To koh Lokal Kontribusi Muhammadiyah untuk kemajuan bangsa, maka Fachrodin Award dapat dijadikan ikhtiar mereproduksi kehadiran tokoh dan pejuang Islam, pejuang bangsa untuk menjadi komitmen, inspirasi, dan role model bagi kaum muda. Bagaimana menjadi orangorang, menjadi warga dan menjadi sosok yang bisa memberi kontri busi bagi kemajuan bangsa dan negara.

Semoga Fachrodin Award menjadi inspirasi yang luas bagi ma syarakat kita menghargai para tokoh dan pahlawan bangsa. Sekaligus juga menjadikan inspirator dan juga role model bagi pengkhidmatan bagi warga bangsa, elite bangsa, bagi kemajuan Indonesia. Dari Islam dan Muhammadiyah lahir pandangan pengkhidmatan dan kontribusi untuk kemajuan bangsa.

xxxviii
FACHRODIN set5.indd 38 11/10/2022 19.17.55

Kiprah Tokoh Muhammadiyah Lokal

1
FACHRODIN set5.indd 1 11/10/2022 19.17.55

Kesuksesan di Balik Kayuhan Sepeda Tua

Azizah Herawati 1

Ini bukan kisah tentang Oemar Bakri. Pegawai Negeri pengayuh se peda kumbang di jalan berlubang yang dilantunkan Iwan Fals. Bu kan pula tentang ketegaran seorang Ainun yang begitu tegar berjuang di balik kesuksesan Habibie sampai kisah keduanya diangkat di film layar lebar. Atau tentang kehebatan sutradara Wahyu Agung Prasetyo di balik viralnya Film Tilik dengan tokoh Bu Tejo yang mengheboh kan.

Ini kisah tentang sosok sederhana yang masih setia mengayuh sepeda tuanya. Berjalan menyusuri hiruk pikuk jalan Magelang-Jogja sejauh hampir 20 kilometer. Setiap hari mengendarai sepeda sambil menebar senyum penuh semangat dari rumahnya yang berada di wi layah Kecamatan Mungkid menuju tempat kerjanya di wilayah Keca matan Muntilan, Kabupaten Magelang. Gayanya khas, mengenakan setelan batik nan rapi dan topi yang diletakkan di stang sepedanya. Sesekali membunyikan “kring-kring” sepeda tuanya untuk sekedar menyapa orang-orang di jalan yang dilintasinya. Tidak lupa senyum dan lambaian tangannya senantiasa menyertai keramahannya.

“Yang penting senang mbak! Bagi saya, menegakkan Islam me lalui Muhammadiyah sebagai bekal ibadah”, katanya sambil terkekeh.

1 Wakil Sekretaris Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Magelang berdomisili di Muntilan, Magelang

2
FACHRODIN set5.indd 2 11/10/2022 19.17.55

Kesuksesan di Balik Kayuhan Sepeda Tua

Setiap hari dia jalani rutinitas hariannya layaknya pegawai kebanyak an. Berangkat dari rumah jam 8 pagi dan pulang pada jam 13 siang.

Dia bukanlah seorang penceramah kondang yang ceramahnya banyak didengar dan laris diundang ke berbagai kota. Bukan pula se orang penulis terkenal yang buku-bukunya banyak dijadikan rujukan. Dia juga bukan pimpinan persyarikatan yang berada di garda terde pan. Namun, perannya yang luar biasa dalam menjaga amanah, tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan sebuah cabang. Ya, kesuksesan Mu hammadiyah Cabang Muntilan, Kabupaten Magelang ini tidak bisa dilepaskan darinya.

Namanya begitu akrab di telinga keluarga besar Muhammadi yah, khususnya di wilayah Kecamatan Muntilan dan sekitarnya. Dia begitu dibutuhkan banyak orang. Terutama untuk memperoleh kartu anggota Muhammadiyah. Melayani warga persyarikatan dengan sepe nuh hati dari mempersiapkan formulir, melengkapi persyaratan admi nistrasi sampai mengurus tercetaknya kartu. Dia juga tidak meminta imbalan sepeser pun. Warga yang membutuhkan cukup membayar bi aya administrasi sesuai ketentuan dan biaya transpor Magelang-Jogja. Meski harus menempuh perjalanan dengan bis umum menuju kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, dia jalani tanpa berat hati.

Guru-guru di lingkungan sekolah Muhammadiyah juga sangat mengenalnya. Jasanya dalam membantu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PCM Muntilan untuk menyelesaikan ber bagai administrasi terkait Guru Yayasan sangat berarti bagi mereka. Tulisan tangannya yang rapi bisa dilihat di buku-buku admi nistrasi dan data dinding kantor sekretariat Pimpinan Cabang Mu hammadiyah (PCM) Muntilan yang berada di Jalan KHA Dahlan 14 Muntilan. Menerima surat yang masuk ke PCM lalu mengarsipkannya dengan tertib adalah bagian dari tugasnya. Begitu juga mendistribu sikan surat ke 13 ranting, beberapa organisasi otonom (ortom) serta sejumlah amal usaha Muhammadiyah di wilayah Kecamatan Munti lan, Kabupaten Magelang. Tentu dengan mengayuh sepeda kesayang annya.

3
FACHRODIN set5.indd 3 11/10/2022 19.17.55

Tugas sampingannya adalah membantu pengurus gedung Darul Arqom Muhammadiyah Muntilan mengatur jadwal pemakaian ge dung. Gedung yang tadinya begitu sederhana satu atap dengan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) ‘Aisyiyah Muntilan itu sering disewa oleh instansi untuk kegiatan atau masyarakat untuk resepsi pernikah an. Gedung yang sudah mengalami tiga kali pemugaran dan berge ser tempat akibat perluasan BKIA yang kini telah berubah menjadi Rumah Sakit ‘Aisyiyah Muntilan (RSAM) itulah yang menjadi saksi militansi dan kegigihan lelaki pengayuh sepeda tua itu.

Mengawali karier sebagai penjaga malam di gedung pertemuan milik PCM Muntilan bernama Darul Arqom sambil menjadi loper koran serta berjualan buku bekas dengan gerobak dorong sejak ta hun 1979 adalah pengalaman tak terlupakan baginya. Sampai akhir nya ditarik oleh salah satu tokoh Muhammadiyah Muntilan dan resmi diangkat menjadi full timer kantor sekretariat Pimpinan Cabang Mu hammadiyah (PCM) Muntilan pada tahun 1981. Atau bahasa keren nya sekretaris eksekutif PCM Muntilan sekaligus penjaga kantor PCM dengan honor pertama 12.500 rupiah. Jika dihitung sampai saat ini, sudah 8 periode kepemimpinan yang dia alami. Dialah Hayat Sutrimo. Pria kelahiran Muntilan 71 yang lalu ini lebih akrab dipanggil Pak Trimo. Sesuai dengan namanya, orangnya nrimo, sederhana dan tidak pernah neko-neko. Sejak kecil memang suka berdakwah dari dusun ke dusun dengan mengendarai sepeda. Fathony salah satu mantan ketua PCM adalah sekian dari banyak sak si kesahajaan dan kesederhanaan Pak Trimo, “Dia orang yang rajin, tekun dan tanggung jawab dalam bekerja. Terpancar aura ketulusan dan keikhlasan dari wajahnya. Selalu ceria dan murah senyum. Kalau diajak bicara, dia memperhatikan kata demi kata dengan seksama”. Meskipun rutin berangkat ngantor, namun Pak Trimo juga se orang aktifis persyarikatan yang didirikan KHA Dahlan itu. Jabatan pertamanya adalah sebagai Ketua Ranting Pemuda Muhammadiyah Keji, Muntilan pada tahun 1976. Sejak menikah dengan Rusmiyati, Pak Trimo hijrah ke Paremono, Kecamatan Mungkid, kampung ha laman istrinya. Diapun tetap aktif di jajaran Pimpinan Ranting Mu

4
FACHRODIN set5.indd 4 11/10/2022 19.17.55

Kesuksesan di Balik Kayuhan Sepeda Tua

hammadiyah (PRM) Paremono. Sempat menjabat sebagai Ketua PRM setelah sebelumnya menjabat sekretaris selama 4 periode. Menempuh pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) Keji, Muntilan dan lulus pada tahun 1962. Pendidikan menengahnya di tempuh di SMP Negeri 1 Muntilan pada masa Gestapu. Putra dari Darjo dan Yahmi ini juga menceritakan bagaimana dia harus me ninggalkan bangku SMEA Muhammadiyah Karangkidul yang berada di Kota Magelang karena tidak mau merepotkan bibinya, tempatnya numpang tinggal selama di rantau. Kemudian mengikuti kursus kilat selama satu tahun. Itupun tidak mampu diselesaikannya karena ken dala biaya. Namun ketekunan dan kepiawaiannya dalam menata ad ministrasi PCM Muntilan sangat layak diacungi jempol. Bagaimana tidak? Sebagai sekretaris eksekutif-nya PCM, dia sangat hafal kode persuratan dan terus meng-update pedoman administrasi di setiap periodenya. Sesuatu yang sering jadi momok bagi pengurus organisasi pada umumnya. Namun Pak Trimo menjalankannya de ngan profesional. Berkat kinerjanya itulah PCM Muntilan menjadi ru jukan administrasi PCM se-kabupaten Magelang sejak Periode Muk tamar ke-45. Saat Gebyar Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang Tahun 2005, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Magelang mengadakan lomba administrasi dan PCM Muntilan men jadi juaranya.

Disusul prestasi yang masih hangat ketika PCM Muntilan dino batkan sebagai PCM Unggulan Pertama Tingkat Jawa Tengah pada ta hun 2016 lalu. Prestasi ini begitu lengkap dengan terpilihnya salah satu Ranting di Cabang Muntilan yang terpilih sebagai PRM Unggulan Ke dua di Jawa Tengah yaitu Ranting Gunungpring. Belum lagi Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Muntilan juga pernah meraih penghargaan sebagai PCA tergiat kedua se-Jawa Tengah. Paket komplit. Sehingga tidak mengherankan jika akhirnya PCM dan PCA Muntilan sering kedatangan tamu untuk studi banding terkait kegiatan dan keadminis trasian dari beberapa cabang dari luar Muntilan.

Dengan prestasi ini, tentunya PCM tidak tinggal diam. Bahkan jauh sebelum PCM menjadi juara, Pak Trimo pernah dibelikan sepe da. Namun nasib naas menimpanya, sepeda itu hilang. Sampai akhir

5
FACHRODIN set5.indd 5 11/10/2022 19.17.55

nya dalam sebuah kegiatan lima tahunan yakni Musyawarah Cabang Muhammadiyah Muntilan, ada program motorisasi Pak Trimo alias PCM akan memberi fasilitas sepeda motor kepada Pak Trimo. Namun dengan segala kerendahan hati, dia menolak. Begitulah Pak Trimo. Sosok sederhana, apa adanya dan tidak mau merepotkan orang lain. Hal yang begitu berat dilakukan orang lain, baginya itu merupakan kenikmatan dari Allah yang luar biasa. Sehingga di mata pak Trimo apa yang dilakukannya selama ini bukan lah kendala baginya. Keistiqomahan, ketawakalan dan kesyukurannya inilah yang membuat dirinya jarang sakit. Bahkan honornya yang ma sih jauh dari UMR tidak menyurutkan semangatnya untuk mengabdi pada persyarikatan.

PCM tak kurang akal untuk membalas jasa kepada ayah dari Anang Hartono ini. Atas inisiatif kader-kader muda anggota Maje lis Pembinaan Kader (MPK) PCM Muntilan, Pak Trimo didaftarkan untuk naik haji. Sebuah anugrah luar biasa yang diterimanya dengan penuh haru. Lebih haru dari keharuan para penerima proyek bedah rumah di layar kaca. Tidak butuh waktu lama untuk mengumpulkan donasi penghajian Pak Trimo. Dan alhamdulillah tahun 2015 Pak Tri mo sampai juga ke tanah suci.

Namun bukan Pak Trimo kalau tidak tahu berterimakasih. Ka kek dari cucu semata wayang bernama Aji Prabowo ini ngotot ingin mengundang seluruh donatur untuk berterimakasih. Khawatir me ngurangi keikhlasan para donator, akhirnya PCM Muntilan mengge lar semacam pengajian walimatussafar bagi Pak Trimo. Kalau dihitung secara matematika, PCM tidak akan pernah mampu membayar lunas terhadap apa yang telah Pak Trimo lakukan untuk PCM.

Kesan yang begitu mendalam disampaikan oleh salah satu man tan sekretaris PCM Muntilan, Achmad Sirdi. Dia kagum dan merasa sangat terbantu oleh keberadaan Pak Trimo. “Orangnya idealis, na mun terukur dan sangat menyukai sesuatu yang tertib. Mengerjakan administrasi dengan rapi. Sangat paham dan hafal kode persuratan ser ta selalu menyesuaikan dengan yang baru”.

Prestasi personal yang diraih Pak Trimo adalah ketika Pimpin an Daerah Muhammadiyah Kabupaten Magelang menggelar Malam

6
FACHRODIN set5.indd 6 11/10/2022 19.17.55

Kesuksesan di Balik Kayuhan Sepeda Tua

Penghargaan bagi para tokoh persyarikatan Muhammadiyah di wi layah Kabupaten Magelang dalam rangka peringatan Milad Muham madiyah tingkat Kabupaten Magelang pada tahun 2018. Di antara deretan tokoh yang diundang, salah satunya adalah Haji Hayat Sutri mo alias Pak Trimo. Penghargaan yang sangat disyukurinya sebagai salah satu apresiasi terhadap pengabdiannya sebagai Sekretaris Ekse kutif Pimpinan Cabang Muhammadiyah Muntilan sejak tahun 1981. Penghargaan ini begitu berkesan baginya, hingga penghargaan dalam pigura ini dipajang di ruang tamu rumahnya.

Ada kata mutiara yang mengatakan “Di balik laki-laki yang sukses, selalu ada perempuan yang hebat di belakangnya”. Nah, tepat pulalah kiranya jika dikatakan, “Di balik PCM yang sukses, selalu ada sosok hebat di belakangnya”. Dan sosok hebat itulah Hayat Sutrimo. Lakilaki sederhana pengayuh sepeda tua. Dialah nyawanya PCM Munti lan. Aktor di balik layar, tidak terlihat dan kadang dilupakan orang. Terimakasih, Pak Trimo. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kese hatan dan mencatat pengabdiannya terhadap PCM Muntilan sebagai amal ibadah. Amin.

7
FACHRODIN set5.indd 7 11/10/2022 19.17.55

Kiai

Bedjo Darmoleksono

Organisatoris Pejuang dari Malang Ahmad

KIAI Bedjo tidak pernah ragu membawa bendera Muhammadi yah dalam berdakwah. Ia selalu menunjukkan dengan tegas siapa dirinya dalam berinteraksi, terlebih saat berhadapan dengan komu nitas lain. Itu sebabnya, ia sangat marah ketika ada aktivis Pemuda Muhammadiyah yang suatu sore datang ke rumahnya dan meminta Kiai Bedjo agar tidak membawa bendera organisasi saat berdakwah dan mengembangkan Muhammadiyah di Batu, Malang.

Kiai Bedjo terkadang memang menampakkan sikap yang tem peramental. Namun dalam kehidupan rumah tangga, ia mampu me nampilkan sosok teladan dan pemimpin yang sabar. Kendati tidak memiliki keturunan, ia tidak pernah berpoligami. Ia juga tidak pernah terlihat bertengkar atau berkata kasar kepada istrinya.

Kiai Bedjo Darmoleksono—demikian panggilan lengkapnya— terlahir dengan nama Muhammad Bedjo pada Rajab 1327 H atau ta hun 1908 M di Malang, Jawa Timur. Bagi kalangan warga Muhamma diyah Malang Raya; Kota Malang, Kapubaten Malang, dan Kota Batu, nama Kiai Bedjo Darmoleksono sangat melegenda. Dalam berbagai forum, nama Sang Kiai masih sering disebut-sebut terutama oleh ge nerasi awal yang pernah bergaul dengannya.

Buku Sufi Tanpa Tarekat Praksis Keberagamaan Muslim Puritan (2013) yang ditulis Drs. Khozin, M.Si. (Dr.), menjelaskan bahwa Kiai

2 Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab FAI UMM

8
FACHRODIN set5.indd 8 11/10/2022 19.17.55

Kiai Bedjo Darmoleksono

Bedjo lahir dari pasangan Bapak Waturin dan Ibu Sarinah. Muham mad Bedjo adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tak seorang pun mengetahui asal usul panggilan Darmoleksono di belakang nama Mu hammad Bedjo. Bahkan sejak terlibat aktif di partai politik Masyumi dan Muhammadiyah, namanya lebih populer dengan panggilan Bedjo Darmoleksono.

Dalam catatan sejarah, pendidikan dasar Kiai Bedjo dilalui di Ma lang selama lima tahun, dan dilanjutkan ke pendidikan tingkat mene ngah pada wustho Muballighin Malang selama tiga tahun. Di antara teman-temannya, Bedjo muda tergolong murid yang memiliki sema ngat tinggi dalam menuntut ilmu, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Kiai Bedjo mencerminkan karakter pembelajar yang sangat gigih dalam menyelami samudera pengetahuan. Saat melanjutkan ke pen didikan lanjutan di Tabligh School Muhammadiyah, Yogyakarta, ia tetap menjaga tradisi thalabul ilmi dalam hidupnya. Selama tiga sete ngah tahun di Tabligh School, ia memiliki pergaulan yang dekat de ngan ulama (ahli ilmu).

Selain itu, profil Kiai Bedjo juga dikenal sebagai pejuang yang tangguh sejak usia belia. Mulai tahun 1930-an, Kiai Bedjo bergabung dalam Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Muhammadiyah. Adalah Fatimah (saudara ayahnya) dan suaminya H. Ridwan melihat bakat kepemimpinan dan kemampuan berorganisasi dalam diri Bedjo muda begitu menonjol di kalangan teman-teman seusianya.

Tidak banyak yang tahu apakah Kiai Bedjo pernah mengenyam pendidikan agama secara intensif di pondok pesantren. Namun me nurut H. Djamal Zakariah, bendahara Panti Asuhan Muhammadi yah Malang dan mantan anak kos di rumahnya selama 18 tahun, Kiai Bedjo pernah menimba ilmu agama di sebuah pondok pesantren yang berada di daerah Gading Kasri, Malang.

Setelah lulus dari pesantren itu, Kiai Bedjo langsung memulai perjuangannya dengan menjadi guru di beberapa sekolah. Sumber manjing Kulon adalah pelabuhan pertama titian kariernya sebagai guru Madrasah Diniyah Muhammadiyah. Ia juga menularkan ilmu nya di sejumlah sekolah seperti HIS Jalan Kawi, Wustho Muballighin,

9
FACHRODIN set5.indd 9 11/10/2022 19.17.55

HIS Negeri, MULO Wilhelmina, dan Suster School (Sekolah Mene ngah Tinggi Negeri). Tak pelak, hampir seluruh waktunya terkuras untuk mengajar baik pagi, siang sampai malam hari.

Pejuang Dakwah yang Tangguh

Kiai Bedjo sebagai ulama yang alim, memiliki konsentrasi penuh terhadap kondisi masyarakat, terutama dalam aspek keagamaannya. Ia mempunyai stamina ruhani di atas rata-rata, sehingga langkah per juangannya senantiasa mantap dan kokoh dari awal sampai akhir ha yatnya. Pergerakan dakwahnya dapat dicandra dari loyalitasnya yang tanpa batas demi mencerdaskan umat.

Hidup adalah perjuangan. Demikian kiranya simpul hidup Kiai Bedjo yang penuh totalitas di dunia dakwah. Kenyataannya, semasa ia berposisi sebagai bawahan atau pimpinan, perjuangannya sama saja, tak berkurang sedikit pun. Ia memiliki sifat yang mirip dengan ulama-ulama Muhammadiyah lainnya yang rela dan telaten memberi pencerahan bagi warga Muhammadiyah.

Masa itu, kendati ia menjadi ketua Pimpinan Daerah Muham madiyah Malang, Kiai Bedjo biasa berkeliling dari ranting ke ranting. Hal ini tentu memberi kesan yang kurang baik bila dilihat dari sudut pandang profesionalitas organisasi. Namun menjadi sangat baik jika ditilik dari sisi konsep dakwah yang senyatanya mengedepankan kete ladanan dan kepeloporan seorang pemimpin.

Dengan kedalaman ilmunya, Kiai Bedjo sering menjadi tempat rujukan warga Muhammadiyah Malang setiap ada masalah keaga maan, sosial, dan kehidupan rumah tangga. Sebagai mubaligh, sela in disibukkan dengan kerja harian, jadwal ceramahnya cukup padat. Hanya, kepandaiannya dalam mengatur waktu yang membuatnya bisa seimbang dalam menjalani semua amanah.

Di mata para murid dan teman-temannya, Kiai Bedjo adalah juru dakwah yang pantang mengeluh. Semangat juangnya tidak kenal lelah oleh apa pun. Semangat dakwah itu ia jaga hingga akhir hayatnya. Per nah pada suatu malam, Kiai Bedjo diundang kader pemuda Muham madiyah untuk mengisi kajian. Undangan itu sebenarnya mendadak,

10
FACHRODIN set5.indd 10 11/10/2022 19.17.55

Kiai Bedjo Darmoleksono

sudah malam, dan tempat pengajiannya cukup jauh. Pihak pengun dang tidak berharap banyak sebab sudah malam dan dadakan. Namun di luar dugaan, Sang Kiai dengan tegas langsung menyanggupi un dangan tersebut. Ia pun berangkat sendiri tanpa minta dijemput dan lebih memilih kendaraan umum.

Pada kesempatan lain, sebagaimana dituturkan Maryam, salah seorang anak kos Kiai Bedjo, walaupun sakit Sang Kiai tetap memenu hi undangan ceramah, di mana pun tempatnya. Suatu saat ia pernah dicegah oleh salah seorang aktivis persyarikatan sekaligus muridnya, agar lebih memerhatikan kesehatannya. Tetapi, Kiai Bedjo berkata, “Apa kamu bisa menjamin andai tidak ceramah saya bisa sembuh?” Hal ini menggambarkan kesungguhan tekad dan ketangguhan sikap nya dalam perjuangan di medan dakwah.

Dalam buku Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (2007), disebutkan dalam berdakwah Kiai Bedjo tidak hanya di mim bar-mimbar masjid, tetapi juga di sekolah, kampus, dan radio serta tu lisan di media massa. “Salah satu tulisannya ‘Islam Sontoloyo’ di Suara Muhammadiyah sempat membuat majalah itu dibreidel oleh presiden Soekarno,” papar buku tersebut.

Organisatoris yang Kharismatik

Menurut H. Zainal Abidin (PCM Batu periode: 1982-2000), selain dikenal sebagai pendakwah, Kiai Bedjo adalah seorang organisatoris sejati. Ia sosok yang mudah tunduk pada kebijakan organisasi daripa da putusan perorangan. Konon, Kiai Bedjo yang agak temperamental pernah memarahi salah seorang peserta rapat gegara perbedaan pen dapat. Tetapi perselisihan itu dapat diredam setelah pimpinan sidang mampu menjelaskan persoalan dengan merujuk pada AD/ART serta ketetapan yang berlaku dalam persyarikatan. Akhirnya Sang Kiai da pat menerima penjelasan pimpinan sidang.

Tulis Khozin (2013:146-147), waktu pemilihan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tahun 1977, terpilih suara terbanyak adalah Drs. Masyfuk Zuhdi. Namun, kemudian PP Muhammadiyah ternyata menetapkan Drs. Moh. Kasiram yang bukan suara terbanyak.

11
FACHRODIN set5.indd 11 11/10/2022 19.17.55

SK PP tersebut kemudian menyebabkan pendukung Drs. Masyfuk Zuhdi menggelar unjuk rasa menentang Drs. Moh. Kasiram. Menyi kapi kasus semacam itu, Kiai Bedjo menyarankan kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Malang agar mengamankan SK dan kebijak an PP Muhammadiyah.

Senioritas dan kharisma yang melekat dalam diri Kiai Bedjo, rupanya tidak terlalu sulit baginya untuk mempengaruhi kebijakan PDM setempat. Tak berlebihan bila ia disebut sebagai tokoh Muham madiyah yang kharismatik sehingga mudah mengarahkan dan mem bimbing jajaran birokrat di PDM Malang. Selain faktor senioritas, Kiai Bedjo hakikinya adalah seorang organisatoris yang sangat memahami rute dan karakter birokrasi Muhammadiyah di Malang Raya. Dalam sejarah keorganisasian, bakat kepemimpinan Kiai Bedjo diketahui sejak memimpin HW. Pimpinan Muhammadiyah menilai nya sebagai pemimpin yang sangat berpengaruh, sehingga ia kemudi an dipercaya menjadi pimpinan Muhammadiyah Cabang Malang. De dikasi yang ditunjukkan Kiai Bedjo menjadikan karier organisasinya kian bersinar. Sejak tahun 1942-1957 ia diberi kepercayaan sebagai Pimpinan Konsul Muhammadiyah Daerah Malang. Tahun 1965-1968, ia tercatat sebagai anggota Majelis Tanwir mewakili wilayah Jawa Ti mur.

PDM Kota Malang berada dalam kepengurusan Kiai Bedjo pada periode 1968-1971. Masa itu adalah masa-masa sulit karena keterba tasan fasilitas dan jumlah kader yang sangat sedikit dibandingkan luas nya area binaan Muhammadiyah. Belum lagi banyaknya benteng-ben teng tradisi yang harus dibongkar. Namun, gerak laju kepemimpinan Kiai Bedjo tetap berjalan dengan segenap energi. Semboyannya “sedi kit bicara banyak bekerja”, menjadi charger spirit yang mujarab bagi para kader persyarikatan.

Lantaran endapan darah pergerakan yang selalu bergelora dalam tubuh Kiai Bedjo, menjadikannya begitu mudah melakukan transmisi energi kepada pada murid dan teman-teman seperjuangannya. Inten sitas pergaulannya yang luas dengan masyarakat Malang, membuat nya paham betul tentang anatomi sosial kemasyarakatan sehingga ia cukup disegani oleh kalangan pemerintah daerah Malang.

12
FACHRODIN set5.indd 12 11/10/2022 19.17.56

Kiai Bedjo Darmoleksono

Karier organisasi Kiai Bedjo dalam persyarikatan mencapai pun caknya pada tahun 1979-1985 tatkala ia dipercaya menjadi pimpinan Majelis Tarjih Jawa Timur dan anggota Majelis Tarjih Pimpinan Pu sat Muhammadiyah. Adapun karier akademiknya juga menunjukkan grafik yang cemerlang. Dalam dokumen sejarah Universitas Muham madiyah Malang, nama Kiai Bedjo tercatat pernah sebagai Pembantu Rektor IV pada tahun 1977.

Sebagai aktivis organisasi keagamaan maupun pejuang dakwah, Kiai Bedjo telah berkontribusi besar dalam mengembangkan persyari katan Muhammadiyah dan mencerdaskan umat Malang Raya. Hingga akhirnya, ia wafat pada 6 Oktober 1986 dalam usia sekitar 78 tahun. Sebagai organisatoris yang kharismatik dan juru dakwah yang tang guh, namanya akan terus dikenang.

Kiai Bedjo telah meninggalkan karya nyata dan keteladanan yang selalu terekam dalam ingatan sejarah persyarikatan Muhammadiyah. Kini, nama Kiai Bedjo diabadikan sebagai nama masjid “KHM. Bedjo Darmoleksono” yang berlokasi di dalam kompleks RSU Universitas Muhammadiyah Malang. Sebab tokoh Sang Kiai memiliki kaitan se jarah yang sangat erat dengan Muhammadiyah dan Universitas Mu hammadiyah Malang.[]

13
FACHRODIN set5.indd 13 11/10/2022 19.17.56

Dai Tangguh Penjaga Keharmonisan Badui3

Perjalanan menuju Desa Cepak Buah, Lebak, Banten, dipenuhi ek sotisme alam yang indah. Di sekeliling jalan banyak pepohonan rindang dan rumah tradisional. Mendekati desa, ada jurang cukup dalam di sisi kiri atau kanan jalan. Hal itu merupakan pemandangan biasa bagi warga setempat. Sungai di dalam jurang menjadi teman ke hidupan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagi pengunjung, khususnya yang dari kota, tentunya peman dangan itu menambah eksotisme travelling. Penat selama empat jam dari tol Jakarta hingga Serang, hilang lantaran keindahan di Lebak. Tidak berlebihan, pemandangan di sini memang luar biasa. Bahkan, “negeri di atas awan” yang sempat viral di media sosial, bisa dicapai dari desa ini dengan perjalanan beberapa jam saja. Desa Cepak Buah masuk kategori Desa Badui Luar, yakni lokasi bagi warga Badui yang tidak lagi terikat dengan ajaran-ajaran adat. Sekitar 300 meter dari desa ini, terdapat Desa Badui Adat yang dikhu suskan bagi warga Badui yang masih memegang teguh ajaran leluhur. Namanya desa Ciboleger. Pengunjung tidak boleh sembarangan di desa tersebut. Semua harus mengikuti aturan, karena jika melanggar akan mendapat teguran dari tetua adat. Kondisi berbeda ketika berada di Badui Luar. Warga yang sudah keluar dari desa adat, memiliki ke 3http://menara62.com/dai-tangguh-penjaga-keharmonisan-badui/

14
FACHRODIN set5.indd 14 11/10/2022 19.17.56

Dai Tangguh Penjaga Keharmonisan Badui

bebasan untuk memiliki sejumlah barang, mulai dari telepon seluler hingga naik mobil.

Di antara Badui Luar, ada warga muslim atau yang lebih dikenal Badui mualaf. Meski sudah keluar, mereka tetap berinteraksi secara harmonis dengan warga Badui Adat. Jumlah mereka bertambah setiap tahun seiring dengan meningkatnya aktivitas dakwah di sana. Bebe rapa organisasi masyarakat (ormas) Islam intensif memberikan ban tuan kepada warga Badui yang masuk Islam tanpa ada paksaan. Hal ini menjadi penting, jika ada kelompok yang memaksa atau mengajak warga Badui pindah agama, akan menimbulkan penolakan dari ke lompok adat dan bisa saja memicu konflik sosial.

Salah satu ormas yang aktif membina mualaf adalah Muhamma diyah. Melalui Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadi yah, pembinaan terhadap Badui Mualaf gencar dilakukan. Ada sosok penting perjalanan dakwah di Badui, yakni Muhammad Kasja. Put ra Badui asli yang mualaf sejak 1990, kemudian bergabung dengan Muhammadiyah. Baginya, perjalanan dakwah di Badui penuh dengan suka dan duka. Dia tumbuh dalam kehidupan adat Badui yang kemu dian melanjutkan hidupnya sebagai dai.

Amanah membina muallaf diembannya hingga saat ini. Hidup nya bersahaja. Kesederhanaan tampak dari rumah yang ditinggalinya bersama keluarga. Di samping rumah, ada masjid dan madrasah yang dibangun dari bantuan banyak pihak. Di masjid ini, dakwah Islam gencar dilakukan untuk menebar cahaya Ilahi.

“Kehidupan warga Badui Mualaf sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Badui Adat. Mereka saling membaur dan penuh dengan ke harmonisan,” kata Kasja saat ditemui di kediamannya.

Dakwah tanpa memaksa adalah kunci yang dipegang Kasja sela ma ini. Memang demikian yang terjadi sebenarnya. Selama puluhan tahun berdakwah di Badui, dia tidak pernah meminta warga untuk pindah agama. Prinsip itu dipegangnya demi menjaga keharmonisan sosial.

“Kita tidak mengajak warga Badui untuk masuk Islam. Tetapi, ada keinginan dari diri mereka sendiri untuk mengenal Islam,” jelasnya.

15
FACHRODIN set5.indd 15 11/10/2022 19.17.56

Jumlah Badui Muallaf di Lebak mencapai 500 kepala keluarga (KK). Ini prestasi dakwah yang digapai melalui perjalanan penuh liku. Kasja tentu tidak sendiri. Dia dibantu oleh banyak organisasi. Selain Muhammadiyah, ada pula Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Lemba ga ini mengoordinasikan pembangunan rumah untuk Badui Mualaf, yang lokasinya masih berdekatan. Satu komplek perumahan masih dalam proses pembangunan yang dilakukan secara bertahap.

“Ketika diterjunkan di desa ini tahun 2005, saya dibekali uang ha nya seratus ribu rupiah untuk tiga bulan. Bukan hanya saya sendiri, melainkan juga untuk menghidupi keluarga,” kenang Kasja menceri takan suka duka dalam berdakwah.

Dia pun bercerita pernah didatangi preman dan dimintai duit. Bahkan, para preman itu datang ke rumahnya sambil membawa sen jata tajam.

“Boro-boro memberi duit, lah untuk diri kita sendiri saja kesulit an,”kenang Kasja lagi.

Kasja tentu bersyukur kondisi kehidupannya kian lebih baik. Ba nyak pihak yang peduli dengan dakwah di Badui, tentunya berimpli kasi pada membaiknya roda kehidupan di daerah tersebut. Apakah Kasja dan Badui Mualaf lainnya mengekslusifkan diri?

“Kita tetap bergaul dengan warga Badui Adat. Ada juga Badui Muallaf yang keluarganya masih di desa adat. Tidak mungkin mereka memutuskan silaturahim,” katanya.

Inilah keindahan dan keharmonisan warga Badui yang memang dipenuhi kebersamaan. Kasja mengakui sejak dahulu, warga Badui memang terkenal dengan keramahan dan gotong-royong. Artikulasi dakwah yang dilakukannya selalu menitikberatkan pada keharmoni san dan keramahan. Salah satu buktinya ada pada tradisi tanam padi yang dilakukan warga.

Jangan bayangkan menanam padi di Badui seperti di sawah pada umumnya. Kontur perbukitan menjadikan tradisi bercocok tanam sa ngat berbeda dengan wilayah lain. Menanam padi dilakukan secara gotong-royong dan penuh kebersamaan. Bagi Kasja, tradisi seperti itu menjadi kesempatan bersosialisasi dengan masyarakat setempat.

“Di sini memang mayoritas berprofesi sebagai petani,” kata Kasja.

16
FACHRODIN set5.indd 16 11/10/2022 19.17.56

Salah satu warga, Samin, menjelaskan tradisi menanam padi di Badui terbilang unik. Sekelompok pria melangkah sambil menumbuk tanah dengan kayu dan diikuti wanita di belakangnya yang menebar bibit padi. Di situ letak keunikannya.

“Begini memang tradisi menanam padi di Badui. Nanti, pindah lagi ke ladang yang lain,” kata Samin saat menunjukkan aktivitas war ga Badui di salah satu ladang.

Ada istilahnya menanam padi seperti itu, yakni ngasek pare. Bagi warga Badui, ngasek pare merupakan peninggalan leluhur yang harus diikuti. Bibit yang ditanam dibiarkan begitu saja. Biasanya, enam bu lan kemudian mereka kembali ke ladang untuk panen. Ada kewajiban bagi warga Badui yang sudah berkeluarga, yakni harus terlibat dalam ngasek pare. Suaminya menumbuh tanah dengan kayu, diikuti istrinya di belakang yang menebar bibit.

“Jumlah padi yang dipanen tergantung berapa banyak yang tum buh. Biasanya diikat, kadang ada seratus ikat, ada juga lima puluh ikat. Itu tergantung keluasan tanah,” kata kepala suku Badui adat, Amin, saat ditemui di ladang.

Bertani ala Badui berbeda dengan kebanyakan. Mereka tidak me ngenal traktor, pupuk, pestisida ataupun teknologi pertanian lainnya. Semua digantungkan pada kondisi alam. Ini pula yang menjadi aturan atau larangan berlaku bagi warga Badui adat. Tidak boleh menggu nakan peralatan modern. Bahkan, saat memanen padi, mereka masih menggunakan alu atau antam untuk memisahkan sekam dari beras. Alu ditumbuk ke lesung yang terbuat dari kayu. Di dalam lesung itu, ada sekam padi yang kemudian menghasilkan beras. Ada larangan juga bagi wanita yang menumbuk beras di lesung, yakni mereka dila rang berbicara.

Beras kemudian dikarungkan dan dimasukkan ke dalam lumbung padi yang disebut leuit. Leuit ini berupa bangunan kecil dindingnya terbuat dari anyaman bambu beratap daun rumbia yang biasanya ada di setiap rumah warga. Padi dari hasil panen ini menjadi kekayaan warga Badui, karena selain untuk konsuM.Si. pribadi, sebagian lain dijual ke pasar.

17
FACHRODIN set5.indd 17 11/10/2022 19.17.56

Kondisi ini yang membedakan antara warga Badui Adat dan Ba dui Mualaf. Bangunan rumah warga Badui adat tidak boleh meng gunakan batu bata atau tembok, namun harus berbentuk panggung dan berbahan kayu atau bambu. Perbedaan lainnya ketika menyimpan beras. Badui Mualaf menyimpan padi di dalam rumah, tidak harus di leuit.

Cara berpakaian pun menunjukkan perbedaan. Warga Badui Adat masih mengenakan jamang sangsang, yakni baju berlengan pan jang dengan cara pakai hanya disangsangkan atau hanya dilekatkan pada tubuh. Desain baju sangsang berlubang pada bagian leher sam pai dada serta tidak menggunakan kerah, kancing, dan kantong. Baju adat ini didominasi dengan warna putih dan tidak boleh dijahit meng gunakan mesin jahit. Warna putih pada baju diartikan dengan kehi dupan mereka yang suci dan tidak terpengaruh budaya luar. Badui Mualaf seperti kita kebanyakan, mereka mengenakan kaos dan celana panjang. Perbedaan ini yang kemudian mencirikan bahwa warga sudah tidak terikat dengan aturan adat.

Islam Agama Pembebasan

Meningkatnya jumlah mualaf di Badui tidak lepas dari sikap war ga yang mulai “jenuh” dengan banyaknya aturan adat. Kehidupan modern sedikit demi sedikit menggoda mereka dan itu yang kemu dian melunturkan kepercayaan terhadap kehidupan adat. Tidak boleh punya telepon seluler, tidak boleh memiliki televisi, tidak boleh naik mobil, menjadi “kejenuhan” bagi sebagian warga Badui. Terlalu ba nyak “ketidakbolehan” mengantarkan warga Badui untuk keluar dari kehidupan adat dan akhirnya bersinggah ke Islam.

Seperti yang diceritakan Samin, dirinya sudah tidak betah berada dalam kehidupan adat. Dia mengaku tidak ingin “mengotori” agama Badui Adat karena ingin keluar dari kehidupan adat. Ketika ditemui di rumahnya, Samin sudah memiliki alat-alat modern, mulai televisi, kulkas, kipas angin hingga telepon seluler.

“Saya tidak mau mengotori agama yang di dalam itu, saya men cari tahu bagaimana caranya keluar. Kebetulan ada ustaz di sini, saya

18
FACHRODIN set5.indd 18 11/10/2022 19.17.56

ngobrol-ngobrol dengan dia. Pak, saya mau masuk Islam. Awalnya, pak ustaz tidak begitu menanggapi, setelah dua dan tiga kali saya ta nya, baru dia menanggapi. Saya lalu dibawa ke Cilegon,” kenang pria ini saat pertama kali masuk Islam.

Dia pun mengisahkan perjalanannya menjemput hidayah tanpa ada paksaan siapa pun.

“Tidak ada yang memaksa. Ini dari diri saya sendiri ingin menjadi muslim,” terangnya.

Pendapat yang sama disampaikan Hamzah, pria yang kini sudah memiliki rumah di kompek perumahan Badui Mualaf. Dia mengisah kan awalnya hanya bersilaturahim dengan sekelompok muslim, lalu merasa tertarik untuk masuk Islam.

“Kalau di Islam tidak banyak larangan, tapi di adat banyak tidak bolehnya,” kata Hamzah saat ditemui di rumahnya yang baru ditem pati enam bulan.

Sebagai organisasi dakwah, Muhammadiyah tentu aktif menja lankan tugas dan fungsinya membina Badui Mualaf. LDK Muham madiyah memainkan peran bersama elemen dakwah lainnya menebar rahmat dan hidayah Ilahi. Seperti yang diungkapkan Kasja, dakwah di Badui bersifat pasif. Hal itu dilakukan untuk menghindari penolakan dari tetua Badui adat yang bisa saja berujung pada konflik sosial. Ten tu hal itu akan memperburuk citra dakwah di sana.

“Paling penting adalah membina para Badui yang sudah muslim. Mereka kita berdayakan secara ekonomi, lalu kita teguhkan iman dan Islam mereka melalui pengajian dan beribadah bersama-sama,” kata Kasja.

Sebagai dai pelopor di Badui Luar, Kasja menyelenggarakan pe ngajian secara rutin. Dia pun berbaur dengan mualaf untuk mengeta hui perkembangan pemahaman agama. Pendekatan dari hati ke hati membuat mualaf yang dibinanya kian dekat. Tidak ada jarak antara Kasja dengan warga mualaf lainnya. Masjid di desa ini menjadi sak si bagaimana perjuangan Kasja mengenalkan Islam tidak mudah dan melalui jalan yang terjal.

“Saat ini kita membina pada Badui Mualaf dengan menyediakan tempat tinggal,” kata Kasja.

19
FACHRODIN set5.indd 19 11/10/2022 19.17.56

Rumah menjadi kebutuhan tidak terelakkan bagi Badui Mualaf. Sejak mengikrarkan syahadat, otomatis warga Badui “terusir” dari lingkungan adat. Mereka pun pindah ke rumah tetangga atau saudara yang sudah berada di Badui Luar.

Pembangunan perumahan Badui mualaf berada di Kampung Ciater, Desa Sangkanwangi, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten. Pembangunan perumahan ini berada di atas tanah seluas 10 hektar. Hingga 2019, sudah dibangun 40 unit dari total 120 rumah. Sisanya, akan dilakukan pembangunan secara bertahap. Bantuan pun datang silih berganti dari berbagai lembaga yang memiliki kepedulian ter hadap kehidupan Badui Mualaf. Di komplek perumahan itu pun di bangun masjid yang menjadi pusat kegiatan agama. Semarak periba datan diharapkan mampu menumbuhkan semangat keagamaan bagi warga Badui yang telah tersentuh dengan Islam. Mereka pun semangat untuk mempelajari Islam demi kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.[]

20
FACHRODIN set5.indd 20 11/10/2022 19.17.56

Haji Mustari Ahmad

Berdakwah

dengan Bahasa Orang Pinggiran

Vieki Ardhina 4

Matahari yang tadinya begitu membakar kulit di pinggir pantai Pelabuhan Kalianget kini mulai berkomproni. Bahkan, ia sea kan memberi kesejukan dan kedamaian bagi mereka yang menikmati tenggelamnya. Merah temaramnya menyiratkan semangat betapa ma lam tidak sekedar untuk merebahkan punggung dan seluruh raga. Da lam temaramnya ingin mengingatkan bahwa keheningan malam dii syaratkan ada semangat untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Waktu di pelabuhan Kalianget Sumenep menunjukkan pukul 17.30. Saatnya mencari musalla atau masjid untuk menunaikan salat Maghrib dan Isya’ sekaligus. Dan tidak lupa untuk tidak berlama-lama berdzikir mengingat jam keberangkatan kapal menuju Pulau Kangean tepat pukul 19.00. Kapal Sumekar yang kumal itu tidak pernah lelah nya melayani orang Kangean hilir-mudik dari Kangean-Kalianget tiga kali seminggu. Kapal inilah yang akan berlayar selama 10 jam menuju pelabuhan Batu Guluk Kangean. Kangean adalah pulau tersendiri dari Pulau Madura. Luasnya seluas kabupaten Sampang. Di sekelilingnya ada puluhan, bahkan mungkin ratusan pulau, yang berserakan. Ada yang berpenghuni dan ada yang tidak. Tentang keindahannya jangan ditanyakan. Pecinta laut bisa tidak mau pulang. Tapi, meski sudah otonomi daerah, namun

21
FACHRODIN set5.indd 21 11/10/2022 19.17.56
4 Mahasiswi Sastra Indonesia FIB Unair Surabaya, Alumni Madrasah Mu’allimat Muhammdiyah Yogyakarta

Kangean sangat merana dan tidak tersentuh oleh tangan kebijakan pe merintah.

Di malam hari, listrik sering mati. Jangan bermimpi di Kangean akan ketemu listriknya PLN full di siang hari. Kendati telah meng hasilkan hasil bumi yang melimpah bagi Sumenep, Kangean tetaplah menjadi bagian yang kurang tersentuh kebijakan dari Kabupaten Su menep dan juga Madura. Menjadi kabupaten sendiri? Mimpi, mimpi dan mimpi. Pulau inilah yang ditempati dan digumuli seorang tokoh yang, menurut saya, sangat inspiratif. Tokoh itu bersnama Ustadz Haji Mustari Ahmad.

Khas dengan Trill-nya

Tubuhnya terlihat agak sedikit tambun, namun tetap lincah ber gerak. Dengan sepeda motor trill-nya, ia menyusuri pulau Kangean Sumenep hingga ke pedalaman dan pegunungan terjal Kangean da lam rangka menghidupkan Muhammadiyah. Saat musim hujan, keti ka sepeda motor biasa tidak bisa melewati jalan pematang persawahan yang leduk, lelaki tua itu tetap bisa lewat. Ketika sepeda motor lain tidak mampu naik ke atas perbukitan melewati jalan berbatu, lelaki yang sangat aktif ini melenggang begitu saja. Dengan sepeda motor bertangki kuning itu pula ia mengikuti kegiatan Muhammadiyah hingga ke Yogyakarta dan Jakarta. Setidaknya, itulah gambaran seo rang aktifis gerakan Islam modernis di Pulau Bekisar bernama Haji Mustari Ahmad.

Ia akrab dan tidak pernah mengalami kesulitan bergaul dengan semua kalangan. Ketika seorang menteri atau gubernur datang ke Ar jasa Kangean, ia bertanya dan melakukan pendekatan untuk Muham madiyah dan warga Kangean. Ketika diundang Bupati untuk sebuah acara silaturrahmi dengan tokoh-tokoh masyarakat lainnya, ia tidak segan untuk mengingatkan penguasa yang kadang sedikit lupa dengan kondisi Kangean yang mengenaskan. Apalagi sekedar dengan camat dan kepala dinas, sangat biasa.

Terhadap kalangan masyarakat biasa, ia tidak lupa untuk turun dan bercerita tentang keadaan yang mereka alami. Hampir seluruh

22
FACHRODIN set5.indd 22 11/10/2022 19.17.56

Haji Mustari Ahmad

pelosok di Kangean yang luasnya mencapai 425 km itu pernah ia kun jungi. Gaya bahasa dan komunikasinya pun selalu bisa menyesuaikan dengan siapa ia berbicara. Selalu ada bahan yang cocok untuk dibica rakan dengan mereka. Beliau dapat berbicara tentang apa saja.

Sebagai Ketua PCM Arjasa dari tahun 1990an hingga wafatnya (2005), ia adalah penceramah agama dan pemandu warga Persyari katan Kangean. Sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Ama nat Nasional Arjasa Kangean, ia mengerti tentang teori politik dan seluk-beluk pemerintahan. Sebagai Ketua Yayasan Pondok Pesantren Modern Islamiyah, ia memahami penyelenggaraan pendidikan dan kegiatan sosial.

Mungkin karena keluwesannya tersebut, Haji Mustari Ahmad menjadi mudah diterima dalam berdakwah. Ketika berhadapan de ngan seorang intelektual-akademis, ia memakai bahasa mereka. Ke tika berhadapan dengan masyarakat awam, ia memakai bahasa orang awam. Muhammadiyah Kangean selama periode 1990-2005 pada gilirannya mengikuti pergerakan aktif Haji Mustari Ahmad. Karena pergerakannya, 11 Pimpinan Ranting berdiri dan menjadi aktif mela kukan kegiatan.

Berawal dari Cinta

Itulah Haji Mustari Ahmad. Dilahirkan di Kampung Gilin, Desa Beranta Pesisir, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, pada 17 Juni 1944. Dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah, ia “nyantri” ke Pondok Pesantren Persis (Persatuan Islam) Bangil Pasuruan. Sepulang dari Bangil, ia membantu ayahnya berdagang kayu.

Suatu saat, ia diutus oleh ayahnya untuk mengantarkan uang ke Pulau Kangean, pusat kayu jati saat itu. Untung tak dapat ditolak, ia kecantol cinta dengan gadis Kangean bernama Marti’ah. Pada tanggal 24 Oktober 1963, Mustari muda mengakhiri masa lajangnya. Mulai saat itulah Mustari muda menetap di Kangean. Dari pernikahannya, ia dikaruniai lima orang anak: Ummi Fariqah, Muhammadi, Amran, Inayah Hartinah dan Anas.

23
FACHRODIN set5.indd 23 11/10/2022 19.17.56

Pada tahun 1964, Muhammadiyah Arjasa dirintis dan didirikan. H. Sudomo, seorang pegawai Depdikbud Kecamatan Arjasa, menjadi Ketua Cabang pertama. Meski tidak besar, namun Muhammadiyah saat itu didukung oleh tokoh-tokoh lokal yang cukup kuat. Mereka itu adalah H. Abu Bakar, Kepala Desa Pandeman beberapa kali periode yang menanamkan nilai-nilai Islam berorientasi Muhammadiyah di Desa Pandeman; H. Sudomo, H. Adnan, H. Ahmad DS, H. Mustari Ahmad, H. Musarraf, pengusaha muda sukses saat itu, H. Nangrang Muhajir, H. Hasbullah, H. Sulaiman, H. Attaurrahman, H. Musahun, H. Imran Rawi, H. Abdurrahman dan H. Mansyuri. Pada paruh kedua tahun 1967, Mustari Ahmad mengundang se orang mubalig yang juga pamannya sendiri, Ust. Salihin Bahar, seo rang dai asal Desa Beranta Pamekasan, untuk menjadi penceramah pada acara pengajian. Meski hanya sebulan berada di Kangean, Ust. Salihin Bahar “sempat” melakukan dua hal. Pertama, ia mendirikan dan mengaktifkan kelompok pengajian. Kedua, ia merintis berdirinya masjid At-Taqwa yang ada di Kampung Pasar Desa Kalikatak Arjasa Kangean.

Ber-Muhammadiyah dalam Tekanan Menurut Bapak H. Musarraf, salah seorang sesepuh Muhammadi yah Arjasa yang pernah “ngaji” kepada Ust. Salihin, “Masjid itu berdiri di atas empat tiang kayu jati yang diangkat dari Desa Sawah Sumur, 6 kilo dari Desa Kalikatak, bergenteng daun kelapa, berlantai tanah bia sa. Empat kayu ini dibawa malam-malam agar tidak ketahuan orang.” Pendirian masjid Muhammadiyah pertama ini diiringi cemoohan dan ancaman dari mereka yang tidak menyukai cikal bakal berdirinya Muhammadiyah. Seorang tukang kayu dari Desa Kolo-Kolo, setiap hendak bekerja untuk pembangunan masjid itu, ia tidak berani me lewati jalan umum mengingat ancaman yang begitu gencar. Ia harus melewati persawahan luar desa. Sepulang Ust. Salihin Bahar, datanglah Ust. Hasan Basri yang le bih halus dalam penyampaian pencerahan pemikiran Muhammadi yah. Kedatangan Ust. Hasan Basri juga hanya dalam rangka mengisi

24
FACHRODIN set5.indd 24 11/10/2022 19.17.56

Haji Mustari Ahmad

pengajian dan tidak ada maksud berdakwah dalam jangka waktu yang lama.

Tantangan luar biasa dihadapi warga Persyarikatan Kangean. Ke tika warga Muhammadiyah mengadakan shalat Id di Alun-alun Ar jasa pada awal tahun 1970-an, mereka mengatakan, “Orang Muham madiyah itu kayak kambing yang mau merumput di Alun-alun. Lebih mengenaskan lagi, lapangan yang telah disiapkan semalaman, paginya telah dipenuhi kotoran manusia. Jamaah yang hendak shalat Id harus berpindah tempat dengan membuat shaf yang baru”, cerita Hj. Arafah Surur, Ketua PD Aisyiyah Sumenep yang asli Kangean.

Kedatangan Ust. Abd Kadir Muhammad pada tahun 1974 men dorong didirikannya Yayasan Pondok Pesantren Modern Islamiyah (PPMI) yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial. Yayasan terse but diketuai oleh H. Sudomo merangkap sebagai Ketua PCM saat itu. Sepeninggal Sudomo dan Ust Kadir Muhammad, Yayasan dipegang oleh Haji Mustari Ahmad. Pada masa inilah Yayasan berkembang me nyatu dengan Muhammadiyah dan partai politik, Partai Amanat Na sional. Maklum, Haji Mustari Ahmad memegang kendali Ketua PC Muhammadiyah Arjasa, Ketua Yayasan PPMI dan sekaligus Ketua DPC PAN Arjasa.

Yayasan PPMI adalah kepanjangan tangan dari Muhammadiyah. Orang pasti akan bertanya, “mengapa harus ada yayasan dalam yaya san? Mengapa harus ada YPPMI di dalam Muhammadiyah?” Dalam catatan Bahrus Surur yang pernah menjabat sebagai Ketua Yayasan PPMI, Yayasan ini dididirikan sebagai langkah “kamuflase” menutupi Muhammadiyah mengingat sorotan masyarakat yang tajam terhadap Muhammadiyah saat itu. Sejak 10 tahun yang lalu yayasan ini sesung guhnya sudah bubar dan seluruh asetnya sudah diserahkan secara pe nuh kepada Muhammadiyah.

Pada tahun 2004, berkat kerja keras dan kegigihannya keliling Kangean dan Sapeken, PAN ketambahan seorang anggota dewan dari Dapil 7 (Kangean-Sapeken). Ia sempat melaporkan keberhasilannya tersebut kepada PWM Jatim dalam sebuah pertemuan, “Alhamdu lillah, kami dapat mengantarkan seorang anggota Dewan dari Dapil

25
FACHRODIN set5.indd 25 11/10/2022 19.17.56

7, meski dengan kursi roda (karena hanya mengandalkan sisa suara),” tuturnya suatu hari.

Mestinya Mustari Ahmad sendiri yang menduduki kursi legislatif tersebut. Namun, karena terganjal ijazah, kursi caleg tersebut “diberi kan” kepada anak menantu H. Musarraf yang juga tokoh Muhamma diyah dan PAN Arjasa. Bahrus Surur yang sekarang menjadi Wakil Ketua PDM Sumenep. Sebelum PAN lahir, Mustari sendiri telah aktif di PPP.

Selain pergerakannya yang aktif, Mustari Ahmad benar-benar menjadi tempat mengadu dan mencari pembelaan bagi warga Persya rikatan yang punya masalah. Bahkan, ketika Gubernur Sularso datang ke Kangean, H. Mustari Ahmad tidak segan untuk memperjuangkan guru PNS dari anak-anak muda Muhammadiyah Kangean. Yang menarik dari Haji Mustari adalah kegigihannya dalam me ngembangkan Muhammadiyah ke pelosok-pelosok, serta kepemim pinannya yang turun langsung ke lapangan. Ia pernah memperbaiki sendiri rumah orang miskin yang buta di Pandeman dan menyantuni nya setiap bulan. Ia pernah memimpin langsung pembangunan jem batan Duko bersama warga Muhammadiyah, ketika masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan kondisi sekitar. Ia membangun dan membina sendiri kampung binaan di Dusun Patereman Angkatan Arjasa. Haji Mustari Ahmad meninggal pada tanggal 21 Maret 2005 ber tepatan dengan 11 Shafar 1426, sehari setelah Musyawarah Cabang Pemuda Muhammadiyah Arjasa. Ketika itu, ia masih terpilih sebagai Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Arjasa. Semoga kita bisa me neladani ketulusan, keluwesan dan kesabarannya dalam berdakwah.[]

26
FACHRODIN set5.indd 26 11/10/2022 19.17.56

Saat China Muslim Memimpin Muhammadiyah

Ilam Maolani 5

Tahun 1960-1965, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tasikmalaya diketuai oleh seorang pengusaha keturunan Chi na Muslim, yaitu H. M. Bahaudin. Dilahirkan di Ciamis pada tahun 1910 dari pasangan Ibu Rawita dan Bapak Madhafi. Ayahnyalah yang merupakan keturunan China. Nama asli ayahnya adalah Yong A Poi. Nama asli M. Bahaudin sebelum masuk Islam adalah Yong A Cang. Ketika kecil, orangtua beliau bercerai. Beliau ikut ke Ibunya di Ci amis. Pendidikan M. Bahaudin hanya sampai jenjang Sekolah Mene ngah Pertama (SMP). Pada usia 13 tahun beliau masuk Islam dan usia 16 tahun oleh ibunya dimasukkan ke sebuah pesantren di Kampung Tonjong Imbanagara Ciamis. Sekitar empat tahun beliau mondok di pesantren itu. Selama mondok beliau memiliki kemampuan membaca dan menulis Al-Qur’an serta berbagai pengetahuan agama lainnya. Setelah tamat mondok, pada tahun 1930, usia beliau saat itu 20 tahun, menikahi seorang perempuan yang berusia 16 tahun bernama Siti Khadijah. Dikarunia anak sebanyak sepuluh orang, yaitu Titi, Yati Rohayati, Farid Wajdi, Nunung Mu’minah, Ikom Komariah, Yeyeh Maryah, Eni Nuryani, Papat Fatonah, Asep Farid Mansur, dan Enung Nurhayati.

Tahun 1940 beliau membuka usaha pandai besi, lalu beralih membuka usaha pembuatan mesin penggilingan padi, dan akhirnya 5 Pegiat Literasi Muhammadiyah Kota Tasikmalaya

27
FACHRODIN set5.indd 27 11/10/2022 19.17.56

‘bermetamorfosis’ menjadi usaha Bengkel Karoseri yang bernama Pa pandayan. Lokasinya berada di seberang Masjid Al-Manar Jalan KHZ. Mustafa No. 276 Kota Tasikmalaya. Bengkel ini melayani karoseri untuk bus besar, bus kecil, dan mobil. Bengkel Karoseri Papandayan ketika itu maju pesat, sangat terkenal dan dapat dianggap merupakan satu-satunya bengkel karoseri di Indonesia saat itu. Pelanggan atau pe mesannya berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Meski lulusan SMP, M. Bahaudin sangat piawai dalam membu at mesin-mesin yang bahannya berasal dari rongsokan bekas. Kepi awaiannya diperoleh dari belajar secara otodidak. Rongsokan bekas dibelinya dari Ciroyom Bandung. Mesin-mesin penggilingan padi pun mampu dirakitnya dengan baik. Merk mesin penggilingan pa dinya adalah Nikisami. Ketika itu pernah salah satu direktur perusa haan dari Jepang mengunjungi tempat pembuatan mesin penggiling an padi, karena penasaran dengan proses pembuatan mesinnya dan nama merknya yang hampir mirip dengan mesin buatan Jepang.

Bersamaan dengan dibukanya bengkel karoseri, dibuka pula penggergajian kayu sebagai pasokan untuk karoseri. Karoseri yang be liau produksi bahan-bahannya berasal dari kayu jati. Saking populer dan uniknya bahan karoseri, pernah pejabat dari Dirjen Perhubungan Darat meninjau bengkel karoserinya dan memberikan apresiasi yang luar biasa. Meski pada akhirnya sejak tahun 1980 sampai 1990 bengkel ini menggunakan bahan dari besi untuk karoserinya.

Pribadi M. Bahaudin terkenal tegas dan disiplin. Kepada anak-anaknya beliau mengajarkan kemandirian, kerja keras, dan pan tang membiasakan meminta. Justru yang harus ditanamkan adalah pembiasaan memberi atau bersedekah. Setiap setelah pulang sekolah, anak-anaknya ditugaskan secara bergilir untuk menjaga gudang karo seri. Ketika belanja bahan-bahan karoseri ke Bandung atau Jakarta, tiga atau empat anaknya selalu dibawa. Dalam hal penguasaan baha sa, di samping mampu berbahasa Sunda dan Indonesia, beliau juga sangat menguasai bahasa Mandarin, melebihi kemampuan bahasa orang-orang China yang ada di Tasikmalaya.

Awal mula ketertarikan M. Bahaudin kepada Muhammadiyah adalah sejak salah seorang Mubalig Muhammadiyah saat itu (Ustadz

28
FACHRODIN set5.indd 28 11/10/2022 19.17.56

Saat China Muslim Memimpin Muhammadiyah

Taufik Ali) diminta beliau untuk mengajari keluarganya mengaji di ru mahnya. Seiring dengan waktu, pelan-pelan tapi pasti, akhirnya atas dorongan dan inspirasi dari Ustadz Taufik Ali, beliau menjadi anggota Muhammadiyah.

Pada tahun 1960, melalui Musyawarah Daerah Muhammadiyah yang bertempat di Komplek Perguruan Muhammadiyah Jalan Rumah Sakit Tasikmalaya, M. Bahaudin terpilih menjadi Ketua PDM Tasik malaya periode 1960-1965. Pada masanya, terdapat dua proram kerja yang menjadi andalannya, yaitu program di bidang pendidikan dan tablig. Kantor Muhammadiyah waktu itu bertempat di Jalan KHZ. Mustafa No. 264 Tasikmalaya.

Pada bidang pendidikan, dibangun dua lantai sekolah PGA (Pen didikan Guru Agama) yang berlokasi di Komplek Perguruan Muham madiyah Jalan Rumah Sakit Tasikmalaya. Dalam rangka membantu kelancaran pembangunannya, beliau sampai menjual mobil kesayang an satu-satunya yaitu Mobil Jeep Willys. Uang hasil penjualan Mobil Jeep tersebut disumbangkan ke Panitia Pembangunan Sekolah PGA. Sebelum dijual, Mobil Jeep Willys sering menjadi kendaraan untuk keperluan dakwah Muhammadiyah ke berbagai tempat, seperti ke Ka walu, Singaparna, Cibalanarik, Tanjungkerta Ciawi, Sukahening, Ci amis, dan daerah lainnya. M. Bahaudin sendiri yang menyetir mobil itu. Di komplek Perguruan Muhammadiyah sering diadakan pengaji an, baik pengajian bagi guru-guru, anggota Muhammadiyah, maupun pengajian umum. Dengan tetap semangat dan tanpa melihat jabat an beliau sebagai Ketua PDM, beliau sering menjadi pendengar atau mustami’ dari pengajian-pengajian tersebut. Pengajian itu diasuh oleh Ustadz Aen, Ustadz Taufik Ali dan Ustadz Haris.

Pada tahun 1965, beliau berpikir dan bertekad untuk membe li tanah dan membangun masjid yang langsung diwakafkan kepada Muhammadiyah. Dengan bermodalkan menjual dua truk miliknya, beliau membeli tanah seluas 223 meter persegi di dekat rumahnya dan membangun masjid yang diberi nama Masjid Al-Manar, tepatnya di Jalan KHZ. Mustafa No. 276 Tasikmalaya. Waktu itu masjid belum di desain untuk dua lantai atau lebih. Cukup bangunan masjid biasa.

29
FACHRODIN set5.indd 29 11/10/2022 19.17.56

Di samping diperuntukkan bagi umum, semua karyawan Beng kel Karoseri Papandayan yang berjumlah 50 orang diwajibkan untuk melaksanakan ibadah di masjid ini. Kegiatan keagamaan di masjid ini bukan hanya salat berjamaah yang lima waktu, tetapi juga ada Salat Jum’at dan pengajian. Yang unik dan menarik, setiap menjelang gaji an tiap Hari Kamis, semua karyawan dikumpulkan di masjid. Setelah salat Duhur diadakan pengajian sampai waktu Asar tiba. Setelah salat Asar berjamaah baru dibagikan gaji kepada para karyawan. Dari pe ngajian karyawan inilah selanjutnya berkembang menjadi pengajian umum. Adapun pengajian khusus untuk anak-anak dilaksanakan seti ap hari setelah salat Magrib. Para mubalig pengisi pengajian karyawan tiap Hari Kamis berasal dari Ustadz-Ustadz Muhammadiyah, seperti H. Taufik Ali, H. Uun, H. Hasan Asyari, H. Said, H. Aen, H. Muslim, H. Omo, H. Haris, H. Sodikin. Adapun pengajian anak-anak diasuh oleh H. Surjo dan H. Uba. Sementara pengajian umum dilaksanakan setiap malam Senin setelah salat Isa.

H. M. Bahaudin termasuk sosok yang ramah, dermawan, dan di kenal luas pergaulan serta relasinya. Bukan hanya sebagai pengusaha, beliau pun sering mengisi ceramah, imam dan Khatib Jum’at di Masjid Al-Manar. Perjuangan dan pengorbanan beliau terhadap Muhamma diyah sangatlah besar. Kedermawanan beliau tampak ketika mewa kafkan tanahnya dibangun Masjid Al-Manar untuk Muhammadiyah. Lalu beliau menjual tanah sawah yang terletak di belakang Showroom Toyota Sinar Mas (masih di Jalan KHZ. Mustafa). Hasil penjualan nya dibelikan tanah di daerah Jalan BKR Dadaha Kota Tasikmalaya dan tanah tersebut langsung diwakafkan untuk Muhammadiyah. Di atas tanah wakaf itulah dibangun TK Aisyiyah dan Kantor Aisyiyah sekarang. Bukan hanya mewakafkan tanah yang dibangun Masjid AlManar dan TK serta Kantor Aisyiyah, keluarga beliaupun ikut mem bantu dalam pendanaan pembangunannya. Lebih dari itu, ketika Pe santren Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya akan dibangun pata tahun 1996-1997, keluarga beliau ikutserta mewakafkan tanahnya un tuk keperluan pendirian pesantren.

30
FACHRODIN set5.indd 30 11/10/2022 19.17.56

Saat China Muslim Memimpin Muhammadiyah

Bersamaan dengan pembangunan Masjid Al-Manar di Kota Tas ikmalaya, beliau juga membangun sebuah masjid dan madrasah di Imbanagara Kab. Ciamis, di atas tanah miliknya. Khusus di masjid itu diadakan pengajian umum setiap Malam Jum’at dan lagi-lagi para mubalig pengisi pengajiannya berasal dari ustadz-ustadz Muhamma diyah.

Dikarenakan sering bergaul dengan H. M. Bahaudin dan terin spirasi kedermawanan beliau, H. Asik yang merupakan kolega dekat nya, membangun sebuah masjid di Jalan Gunung Pereng Tasikmala ya, yang diberi nama Masjid At-Taqwa. Masjid ini digunakan setiap hari untuk salat berjamaah yang lima waktu, pengajian rutin setiap hari Ahad dan penyelenggaraan salat Jum’at. Pada setiap momen Idul Adha, keluarga H. M. Bahaudin menyembelih beberapa ekor sapi dan dagingnya dibagikan kepada semua warga dengan tidak memandang apakah warga itu Muhammadiyah atau bukan. Yang pasti dagingnya harus disebarkan kepada umat Islam.

Inspirasi kedermawanan beliau terhadap Muhammadiyah, dua di antaranya berasal dari dorongan atau motivasi H. Taufik Ali yang sering mengisi pengajian di Masjid Al-Manar, serta pemahaman dan perenungan beliau terhadap Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 177, AlIsra ayat 23-37, dan Al-Furqon ayat 63-77. Ketiga surat ini sering men jadi materi kajian Ustadz Aen pada pengajian di Kampus Perguruan Muhammadiyah, dan beliau menjadi salah seorang pendengarnya. Sa king cintanya pada ayat-ayat tersebut, beliau sering membacanya keti ka menjadi imam salat dan membahasnya pada waktu beliau menjadi pengisi ceramah atau khatib Jum’at di Masjid Al-Manar.

Keluasan pergaulan beliau sangat kentara, bukan hanya dengan warga pribumi (yang notabene warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama) tetapi juga dengan warga Etnis China, terutama para pengu saha China yang ada di Tasikmalaya. Semua pengusaha China Tasik malaya mengenal sosok beliau. Melalui interaksi dan komunikasi H. M. Bahaudin yang ramah dan menyejukkan dengan mereka, maka ada beberapa pengusaha China yang tertarik terhadap Islam dan pada akhirnya masuk Islam, seperti Pemilik Toko Minyak Sereh (Chong

31
FACHRODIN set5.indd 31 11/10/2022 19.17.56

Lie) di Jalan KHZ. Mustafa, Pemilik Toko Sinar Galih (Ending) di Ja lan Nagarawangi.

Para Tokoh Pimpinan Pusat Muhammadiyah seperti Kasman Singodimedjo, Safrudin, dan Ibrahim Adjie, pernah berkunjung ke rumah beliau. Beliau sangat dekat dengan tokoh NU terkenal di Tas ikmalaya, H. Sayudi. Bahkan beliau cukup akrab dengan Pimpinan Pesantren Miftahul Huda Manojaya, K.H. Khoer Affandi. Beliau se ring mengikuti pengajian di pesantrennya dan bersilaturahim ke ru mahnya, pun K.H. Khoer Affandi sering bersilaturahim ke rumahnya yang di dekat Masjid Al-Manar.

Kecintaan beliau kepada Muhammadiyah, juga dibuktikan de ngan memasukkan semua anaknya ke lembaga pendidikan Muham madiyah. Ada yang di SMP Muhammadiyah Tasikmalaya, PGA Mu hammadiyah Tasikmalaya, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, dan Muallimat Yogyakarta. Putrinya yang bernama Hj. Nunung Mu’minah pernah menjadi Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Tasikmalaya. Pada tahun 1961-1962, Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah mengalami kesulitan untuk membuat perangkat drumben. Tanpa berpikir panjang, M. Bahaudin membuat dua perangkat alat drumben di bengkelnya langsung. Satu perangkat untuk Pemuda Muhammadiyah dan satu perangkat lagi untuk Nasyiatul Aisyiyah. Acara-acara Muhammadiyah waktu itu sangat meriah karena diiringi oleh pasukan drumben Pemuda Muhammadiyah dan NA. Pada tang gal 17 Agustus 1964, ada acara pawai. Barisan-barisan Ormas Islam pun ikut pawai dan barisan paling depannya adalah pasukan drum ben Muhammadiyah. Pasukan drumben Muhammadiyah bersaing dengan pasukan drumben dari PKI (sekretariat drumben PKI di da erah Gunung Pereng Tasikmalaya). Pawai itu dinilai oleh panitia dan barisan pasukan drumben Muhammadiyah meraih Juara 1. Menjelang peristiwa G 30 S PKI, M. Bahaudin termasuk salah satu tokoh yang akan dihabisi oleh PKI. Maka guna menjaga dan mengha lau PKI, setiap hari keluarga dan Pemuda Muhammadiyah secara ber giliran mengadakan piket keamanan di rumahnya. Berkat kesigapan semua komponen Muhammadiyah, Alhamdulilah akhirnya PKI tidak

32
FACHRODIN set5.indd 32 11/10/2022 19.17.56

Saat China Muslim Memimpin Muhammadiyah

mampu meneruskan niatnya untuk menghabisi beliau. Beliau selamat dari maksud licik dan busuk PKI.

Pada tahun 1982 beliau wafat di usia 72 tahun. Wafat ketika membuat kusen untuk disumbangkan kepada Panitia Rehab Masjid At-Tanwir di Komplek Perguruan Muhammadiyah.

Perkembangan Muhammadiyah Tasikmalaya (sekarang telah di bagi menjadi dua, yaitu PDM Kota dan Kabupaten Tasikmalaya) yang kini semakin maju tidak terlepas dari jasa perjuangan dan pengorban an H. M. Bahaudin. ‘Artefak-artefak’ tanah dan bangunan yang telah diwakafkan kepada Muhammadiyah, saat ini begitu ‘gagah’, megah, dan penuh dengan aktivitas Keislaman serta Kemuhammadiyahan. Pada tahun 2012 Masjid Al-Manar direhab sehingga terdiri atas tiga lantai. Lantai 1 untuk Kantor PDM dan Majelis, lantai 2 untuk masjid, dan lantai 3 untuk Kantor Ortom. Lagi-lagi rehab Masjid Al-Manar tiga lantai ini didukung dananya oleh keluarga beliau. Masjid ini se karang kelihatan megah dan ramai oleh berbagai kegiatan. Kantor dan TK Aisyiyah pun begitu padat dengan kegiatan pembelajaran dan kegiatan Ortom Aisyiyah. Pesantren Amanah Muhammadiyah Kota Tasikmalaya telah menjadi salah satu pesantren Muhammadiyah ung gulan di Jawa Barat. Komplek Perguruan Muhammadiyah yang bera da di Jalan Rumah Sakit saat ini sudah ‘menjelma’ menjadi Perguruan Muhammadiyah berbagai jenjang, seperti TK Aisyiyah, SD Muham madiyah, SMP Muhammadiyah, MTs Muhammadiyah, MA Muham madiyah, SMA Muhammadiyah, dan SMK Muhammadiyah.

Terima kasih H. M. Bahaudin dan keluarga yang telah memberi kan inspirasi, khususnya bagi warga Muhammadiyah, umumnya bagi umat Islam. Semoga segala kebaikannya dibalas Allah Swt dengan pa hala berlipat ganda. Aamiin.[]

33
FACHRODIN set5.indd 33 11/10/2022 19.17.56

Tunas Melati Muda Penerus Dakwah Sang Surya di Tanah Legenda

Rohadi

Groep Moehammadijah Dahromo Kotagede, begitu SK Moeham madijah Hindia Timoer yang diterbitkan tertanggal 1 Juli 1928, untuk meresmikan dakwah Muhammadiyah yang telah beberapa tahun dirintis oleh Mbah Amat Sidiq, Mbah Yusuf, Mbah Marjuki, Mbah Khawari, Mbah Khamim, Mbah Abdullah Mukhsin, dan Mbah Abdullah Rofie, dan Mbah Yusuf di sebuah dusun bernama Dahromo di Pleret selatan. Sungguh hal yang menakjubkan memang, ditengah daerah yang penuh diselimuti legenda, mitos, dan hal-hal berbau ta khayul, atau dalam bahasa persyarikatan dikenal dengan TBC (Takha yul, Bid’ah, dan Churafat), berdiri sebuah Ranting Muhammadiyah yang berkembang dengan pesat dan besar. Di sebuah lembah yang merupakan bekas sebuah lautan buatan yang dibuat pada zaman Sul tan Agung Hanyakrakusuma yang memerintah kesultanan Mataram Islam pada tahun  1591-1670 M.

Laut buatan yang dalam bahasa Jawa disebut segara yasan dan ke mudian menjadi nama kelurahan Segoroyoso. Konon, awalnya dibuat sebagai tempat latihan bagi prajurit angkatan laut Mataram Islam da lam persiapan menyerang Batavia, Tempat itu dipenuhi banyak mitos dan takhayul di sekitarnya. Dalam majalah Djawa yang terbit tahun 1940, RM. Gandhajoewana menulis di halaman 213-217, tentang tra disi Rebo Wekasan dan mitos pertemuan sang Sultan Agung dengan Nyi Roro Kidul di Bukit Permoni yang terletak di sebelah barat dusun

34
FACHRODIN set5.indd 34 11/10/2022 19.17.56

Dahromo. Paham ini ada peninggalan berupa selo amben, payung, te ken, tapak kuda sembrani, dan Gua Siluman. Kabut TBC itu kian pekat bila kita melihat ke arah timur Dahro mo, di situ terdapat makam Raden Datuk Kusumo yang diklaim seba gai wali keturunan Rasulullah yang dikeramatkan dan sering diziarahi. Di sebelah selatan Dahromo terdapat gunung Pasar Setan yang tidak kalah diselimuti halimun kabut tebal TBC tentang titik pertemuan dan bertransaksinya para makhluk halus. Di tengah kabut TBC yang tebal itulah melalui perjuangan Mbah Shidiq dan koleganya menying sing sinar Sang Surya secara perlahan menyinari lembah Dahromo. Dari perjuangan keras generasi pertama yang beberapa di antara nya ikut mengaji langsung di Kauman Jogja, serta komunikasi inten sif Mbah Abdul Kanan dan kawan-kawan, yang saat itu ikut bekerja membangun Musholla Muhammadiyah di dusun Prenggan (sekarang di kompleks SD Muhammadiyah Kleco 1 dan 2),  maka lahirlah Gro ep Moehammadijah Dahromo Kotagede. Bahkan, melalui kegigihan para da’i terutama Mbah Amat Sidiq, sinarnya juga menerangi wila yah sekitarnya, seperti Dusun Karet, Pungkuran, Suren, Kanoman, dan Kedungpring. Tertulis indah juga nama-nama para da’i yang ikut mengembangkan dakwah Muhammadiyah di Dahromo (semoga Al lah memberikan kebaikan kepada mereka), yaitu Mbah Musidi, Mbah Muryadi, Mbah Abdul Khamid, Mbah Mulyorejo, Mbah Sakir, Mbah Muksom, dan Mbah Munaji.

Estafet Kepemimpinan Muda

Dan pagi ini, aku duduk sendiri di atas Bukit Permoni, meman dang ke ufuk timur, sambil melihat indah sinar pagi sang Mentari yang pelan merambat naik, selayak taM.Si.l Pimpinan Ranting Mu hammadiyah Dahromo yang sedang berbenah memasuki gerbang abad kedua, di dalam kemudi seorang anak muda bernama Triyanto. Setelah melalui estafet panjang kepemimpinan kolektif kolegial, mu lai dari masa bakti Bapak Shidiq, Bapak Muh. Yusuf, Bapak Asmuni Abdurrahman, Bapak Drs. Pratomo, Bapak Wasul Shodiq, Bapak Gu

35
Tunas Melati Muda Penerus Dakwah
FACHRODIN set5.indd 35 11/10/2022 19.17.56

narto, Bapak H.M. Arwan, Bapak Guwanto, dan sekarang dilanjutkan oleh Mas Triyanto.

Mas Yanto, begitu dia biasa dipanggil, Pak Guru sekolah dasar itu adalah temanku sendiri, aku ingin menceritakan tentangnya, bukan karena kami sahabat dekat sejak aktif bersama di IRM Banguntapan Pleret, tapi karena aku berharap semoga banyak generasi muda yang tertular semangatnya, yang tiada enggan dan segan siap menerima es tafet kepemimpinan Persyarikatan di usia muda. Aku juga berharap bahwa tulisan ini menjadi doa seorang sahabat yang menjadi peman tik baginya, agar lebih bersemangat mengemban amanah sebagai Ke tua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dahromo. Walaupun masih berusia muda untuk ukuran menjadi nakhoda sebuah Ranting, dia mulai aktif di PRM Dahromo dalam usia 25 ta hun dan terpilih sebagai ketua Ranting Muhammadiyah Dahromo di usia 35 tahun. Tapi, aku yakin dengan pengalamannya selama ini, dia mampu menjadi nakhoda yang tangguh. Cucu dari Mbah Abdullah Siraj, seorang yang sangat dikenal rajin dan teguh ibadahnya, dan put ra ketiga dari Lik Amir, guru ngajiku di masa kecil ini, memang sejak kecil dididik dalam keluarga yang agamis dan berpaham Muhamma diyah.

Mbah Abdullah Siraj terkenal sebagai orang yang sangat rajin beribadah dan ahli jama’ah di kampung kami. Bahkan, hujan deras di subuh hari tak mengendurkan semangatnya untuk tetap berjamaah subuh. Demikian juga Paklik Amir, yang aku tahu begitu memegang paham Muhammadiyah dengan sungguh-sungguh semenjak mu danya, bahkan ketika banyak teman-temannya belajar bela diri plus ilmu-ilmu kanuragan kekebalan, beliau menolak yang demikian itu. Pergaulan di Kotagede semasa beliau muda sebagai perajin kulit, lalu menjadi rekan kerja di proyek bangunan bersama Mbah Amat Satari tokoh sepuh Muhammadiyah Dahromo, serta kehadiran rutin di pe ngajian yang diadakan Ranting atau Cabang, benar-benar membentuk karakter beliau. Tak heran jika buku Himpunan Putusan Tarjih selalu berada di meja ngaji beliau, ketika mengajar kami dahulu.

Latar belakang pendidikan putra tersayang Bu Lanjariyah ini me mang biasa. Memulai sekolah dasar di SD Muhammadiyah Wono

36
FACHRODIN set5.indd 36 11/10/2022 19.17.56

Tunas Melati Muda Penerus Dakwah

kromo II, melanjutkan SMP Negeri Gondowulung, kemudian SMK Negeri 5 Jogja, dan menjadi sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Namun demikian, Mas Triyanto menambah ilmu penge tahuan agama, dengan cara selain mengaji langsung pada Pak Amir beliau juga mengaji kepada beberapa guru agama dan aktif di banyak kajian ilmu lainnya.

Beranjak remaja, disaat aku mengenalnya, Mas Triyanto sangat aktif di organisasi otonom Muhammadiyah IRM, PM, TPA Al-Hida yatul Ulum Dahromo, dan organisasi pemuda PERSADA. Mas Triyan to sangat gemar mengajak remaja-remaja lain untuk ikut aktif dalam kegiatan keagamaan di lingkup Ranting kami, dimana ada 10 masjid/ musholla Muhammadiyah yang aktif membina warganya.  Aku ter masuk yang diajak Mas Triyanto untuk ikut aktif di kegiatan-kegiat an keagamaan dan kemuhammadiyahan. Dengan sabar Mas Triyanto menuntun kami, membimbing kami untuk aktif, mulai dari tingkat Ranting, Cabang, hingga ke tingkat Daerah. Masa-masa itu berjalan sangat indah, persahabatan yang terjalin dalam ikatan Persyarikatan, pelan namun pasti, menjaga kami dari goda dan coba di usia remaja.

Selayak Robin bagi Batman di komik, semisal Nakula Sadewa di dunia wayang, begitulah perumpamaan kami dalam menjalani masa sebagai aktifis dakwah di usia muda. Selalu bersama dalam satu masa bakti kepengurusan, misal saat Mas Triyanto menjadi ketua PC IRM Banguntapan Pleret, aku menjadi wakilnya. Ketika dia menjadi ketua Pimpinan Ranting Pemuda Muhammadiyah Dahromo, aku juga men jadi wakilnya. Begitu kebersamaan itu terus terbentuk, hingga akhir nya kami harus berpisah ketika aku menikah dan harus pindah rumah ke Sewon. Saat itu Mas Triyanto terpilih menjadi ketua baru Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dahromo, sementara  aku menjadi sekerta ris 2.

Perpisahan itu sungguh terasa sangat menyedihkan, namun aku bersyukur kepada Allah atas banyak kesempatan untuk bertumbuh kembang dan menimba ilmu bersamanya. Dari Mas Triyanto aku bela jar bagaimana menjadi kader persyarikatan yang selalu siap menerima amanah  Muhammadiyah kapan pun dan dimana pun. Seperti saat ia membimbingku ketika ikut belajar membesarkan AUM SMA Muham

37
FACHRODIN set5.indd 37 11/10/2022 19.17.56

madiyah Pleret, bagaimana dia terpilih sebagai salah satu tenaga awal pendidik di SD Unggulan Aisyiyah Bantul, dan ketika dia dengan si gap  sami’na wa atho’na menjalankan tugas sebagai kepala sekolah di sekolah rintisan baru SD Unggulan Aisyiyah Pandak. Dari pancaran pengalamannya itulah yang membuatku bersemangat saat mendapatkan amanah ikut mengembangkan SD Muhammadiyah Pandes Program Plus, dan kemudian ikut merintis dari nol Pondok Pesantren Muham madiyah Boarding School (MBS) Pleret Bantul. Mas Triyanto juga per nah dipercaya sebagai Ketua LSBO PCM Pleret dan saat ini juga aktif sebagai salah satu anggota Majelis Tabligh PDM Bantul. Dengan latar pengalaman itulah yang membuat aku yakin, atas pertolongan dan bimbingan Allah, Mas Triyanto di usia mudanya akan mampu menjadi nakhoda bagi Ranting Muhammadiyah Dah romo. Ranting Muhammadiyah Dahromo adalah salah satu pimpinan ranting tertua di Kabupaten Bantul dengan karakter sangat unik dan khas, dimana mayoritas anggotanya adalah petani, tukang, pedagang, dan buruh dengan latar pendidikan yang biasa-biasa saja. Namun, sa ngat jelas dalam ingatanku dan dari penuturan para sesepuh kampung dan orang tua kami, dengan kondisi pendidikan dan masyarakat yang seperti itu, bagaimana roda organisasi persyarikatan Muhammadiyah berjalan sangat dinamis dan sangat tertata administrasinya, juga ke giatannya. Pernah, di tahun 1965, tiga personil kader muda Dahro mo yaitu Pratomo, Jumarno, dan Gunarto ikut terpilih sebagai PGT (Pasukan Genderang Terompet Hizbul Wathan) di bawah koordinator Bapak H. Djarnawi Hadikusumo, Bapak Affandi, dan Bapak Harjibun B.A. yang ditunjuk oleh PP Muhammadiyah untuk mengikuti kirab di Solo.

Menggembirakan Dakwah Amal Usaha Muhammadiyah

Di lapangan amal usaha, alhamdulillah masih sangat jelas je jak-jejak peninggalannya, 10 Masjid dan musholla, SD Muhammadi yah Wonokromo II, PAUD dan TK ABA Dahromo, TPA Al-Hidaya tul Ulum, beberapa petak kebun dan sawah produktif, menjadi bukti nyata.

38
FACHRODIN set5.indd 38 11/10/2022 19.17.56

Tunas Melati Muda Penerus Dakwah

Berbekal semangat muda, pengalaman yang kompleks, dan wa risan amal usaha dari para pendahulu itulah Mas Triyanto membuat beberapa program dalam menjalankan roda organisasi PRM Dahro mo. Di bidang peribadatan, untuk menyemarakkan dan menggembi rakan jamaah di 10 masjid dan musholla Muhammadiyah, diseleng garakan Safari Subuh Berjamaah oleh PRM Dahromo. Kegiatan safari ibadah, yang biasanya diadakan oleh instansi pemerintahan setahun sekali saat tarawih ramadhan, dimodifikasi dan diadakan sepekan se kali oleh PRM Dahromo. Selain membersamai sholat berjamaah di masjid dan musholla Muhammadiyah, kegiatan ini juga diisi dialog dan sambung rasa antara pengurus PRM Muhammadiyah Dahromo dan jamaah. Alhamdulillah, dengan sarana ini menjadi stimulus dan penggiat bagi kegiatan jamaah di 10 masjid dan musholla Muhamma diyah di lingkup Ranting Dahromo. Program untuk penguatan AUM juga diluncurkan, salah satunya adalah pembentukan tim pengembang SD Muhammadiyah Wonokro mo II. Berbekal pengalaman Mas Triyanto di dunia pendidikan, maka dibentuklah sebuah tim yang merupakan sinergi dari PCM Pleret, PRM Dahromo, pihak sekolah, serta tokoh-tokoh masyarakat Dah romo dan sekitarnya. Dengan tugas ikut mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah, tim ini dibentuk di bawah koordinasi langsung Mas Triyanto.

Program lainya adalah Festival Takbir Keliling Pimpinan Ran ting Muhammadiyah Dahromo. Menilik semangat yang menggebu dari adik-adik Angkatan Muda Muhammadiyah Dahromo, serta be sarnya jumlah jamaah (anggota) Ranting Muhammadiyah Dahromo yang membawahi Dusun Dahromo I, Dahromo II, dan Trukan Barat. Festival ini diadakan dalam rangka menggembirakan Angkatan Muda Muhammadiyah dan mengeratkan jamaah Ranting Muhammadiyah Dahromo. Di samping itu, juga dikuatkan beberapa program unggul an PRM Dahromo di berbagai bidang yang telah berjalan selama ini seperti kegiatan PHBI, kajian-kajian dan pembinaan rutin di 10 mas jid dan musholla Muhammadiyah.

Perlunya sentral kegiatan Muhammadiyah di Ranting Dahromo juga mendorongnya untuk mengadakan program pendirian gedung

39
FACHRODIN set5.indd 39 11/10/2022 19.17.56

sekretariat PRM Dahromo, yang alhamdulillah, atas bantuan semua pihak juga sudah berdiri. Adapun program impiannya yang telah tertulis di program jang ka panjang PRM Dahromo adalah menjadikan Dahromo sebagai Kampung Muhammadiyah. Untuk merealisasi rencana ini, secara fisik akan dibangun sebuah gapura Selamat Datang di Kampung Muham madiyah, juga pemasangan atribut-atribut Muhammadiyah di setiap rumah warga. Dan secara psikis, tentunya, dibangun dan dibina men tal spiritual kehidupan sehari-hari warga dalam suasana Islami yang bernafaskan Pedoman Hidup Islami warga Muhammadiyah. Dengan berbinar senyum, aku menatap sang Mentari yang ham pir sepenggalah naik, cerah bersinar, selayak hatiku yang bahagia dan berharap melihat semakin bersinar Sang Surya, menuju abad kedua nya di lembah Dahromo tercinta. Aku turun dari Bukit Permoni ini perlahan, sambil mencium aroma semilir angin yang mengabarkan bahwa di sebelah tenggara lembah Dahromo, sekira 3,5 hektar ta nahnya akan dibebaskan untuk pendirian sebuah pondok pesantren Muhammadiyah, MBS Pleret. Semakin adem hati ini, terdengar sa yup-sayup nyanyian Mars Sang Surya di telingaku, membuncah ha rapan akan munculnya generasi yang semakin Islami, di bawah sinar Sang Surya di atas lembah Dahromo ini.

Ya Allah, semua adalah skenario-MU yang indah. Sambil terse nyum kuambil air wudhu di langgar paling selatan di Dahromo II, salah satu langgar wakaf Muhammadiyah dari keluarga Ibu Hajjah Wajirah. Semoga harapan dan doa-doa Dhuha ini Engkau Ijabahi, ya Rabbi......

Pelan, merambat gelora semangat membuncah di dada, dan kem bali terdengar di telinga, mantab derak suara mars Sang Surya di da lam jiwa,

40
FACHRODIN set5.indd 40 11/10/2022 19.17.56

Lihatlah matahari telah tinggi

Di ufuk timur sana

Seruan Ilahi Rabbi

Sami’na wa Atho’na

Ya Allah, Tuhan Rabbiku

Muhammad junjunganku

Al Islam agamaku

Muhammadiyah gerakanku

Muhammadiyah gerakanku

Lembah Dahromo

Di masa pandemi Juli 2020

41
Tunas Melati Muda Penerus Dakwah
FACHRODIN set5.indd 41 11/10/2022 19.17.56
Foto saat musyawarah ranting dan terpilih sebagai ketua
42
Dari Pelosok Menyinari Negeri Kegiatan Safari Subuh dan Maghrib berjamaah PRM Dahromo
FACHRODIN set5.indd 42 11/10/2022 19.17.57
Jalan sehat PRM Dahromo memperingati Milad Muhammadiyah

Ir. Abdul Wachid

Inspiring Muhammadiyah Person Bidang Social Welfare dari PAYM Bojonegoro Ahmad Sholikin*

Abdul Wachid, begitulah namanya sederhana tapi memiliki karya yang monumental. Sosok manusia sederhana, yang selalu meng gunakan baju kemeja putih, dan bercelana coklat, kadang berpeci hi tam. Segudang prestasi dan penghargaan telah ia peroleh, tetapi tidak pernah membuatnya berhenti untuk menggerakkan roda perkaderan di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah (PAYM) Bojonegoro. Meski rambutnya sudah memutih, tetapi tidak mengendurkan se mangatnya untuk terus berpikir keras demi masa depan anak-anak bangsa yang diasuhnya di PAYM Bojonegoro. Meski pernah ber kali-kali jatuh terbaring sakit, tetapi tidak pernah sekalipun ia menye sali apa yang telah ia lakukan untuk anak asuhnya. Meski berkali-kali merasa dikecewakan oleh anak-anak didiknya, tetapi tidak pernah membuatnya patah arang untuk selalu berkarya untuk anak-anak bangsa ini.

Dalam bahasa Hannah Arendt, beliau merupakan manusia dalam strata tertinggi. Yaitu, manusia yang senantiasa gelisah melihat sekitar, dan dari kegelisahan itu ia mampu untuk menggerakkan segala poten si yang dimilikinya. Bertindak adalah manifestasi dari keimanan, dan ia percaya semua yang telah tercipta di muka bumi ini tidak pernah sia-sia. Selain itu bertindak juga bisa ditafsirkan sebagai manifestasi dari ungkapan syukur manusia atas anugerah Tuhan untuk selalu ber usaha bermanfaat bagi orang lain.

43
FACHRODIN set5.indd 43 11/10/2022 19.17.57

Konsep “bertindak” “man of action” “kerja...kerja...kerja...” ada lah konsep yang coba diterapkan oleh beliau dalam mendidik karak ter dan kepribadian anak asuh di PAYM Bojonegoro. Manifestasi dari pemikiran dan tindakan Abdul Wachid adalah menyantuni anak ya tim (kaum marginal) dan menjadikannya para kader Muhammadiyah yang mampu bertindak seperti konsep Hannah Arendt. Pemikiran dan tindakan Abdul Wachid telah terlembagakan dengan sangat baik di PAYM Bojonegoro yang terletak di Jalan Basuki Rahmad Gg. Aspol 89 A untuk asrama Putra, dan di Jalan Sunan Kali Jaga, Desa Sukorejo untuk asrama putri.

PAYM Bojonegoro sebagai Karya Integral, Fenomenal dan Monumental Abdul Wachid

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Kota Yogyakarta, yang saat ini telah memiliki tempat di hati masyarakat di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan karena kepeloporannya dalam membangun institusi pendidikan dan amal-amal usaha, sosial kemasyarakatan yang terbi lang modern yang benar-benar dapat memajukan dan memenuhi ha jat hidup masyarakat. Kepeloporan dan amaliah yang konkret inilah yang menjadi ciri khas dari gerakan Islam ini.

Muhammadiyah menjadi Penting dan strategis karena telah menghadirkan Islam yang bercorak pembaharu dan berorientasi pada aspek Amaliah. Muhammadiyah saat ini telah memiliki 318 Panti Asuhan yang tersebar di seluruh Indonesia raya. Aspek inilah yang da pat dinilai sebagai bentuk pembelaan Muhammadiyah terhadap anak yatim dan kurang mampu (kaum marjinal).

Tetapi jika kita bandingkan dengan amal usaha Muhammadiyah yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan, akan kelihatan sa ngat timpang, kerena jumlah mereka sudah mencapai ribuan sedang kan panti asuhan masih berjumlah ratusan. Selain itu Panti Asuhan milik Muhammadiyah belum mampu untuk menciptakan kader yang berpotensi untuk bisa berkontestasi dalam ranah kepemimpinan Mu hammadiyah.

44
FACHRODIN set5.indd 44 11/10/2022 19.17.57

Ada kisah “Cak Nanto” yang saat ini menjadi Ketua Umum Pemu da Muhammadiyah yang berasal dari panti asuhan, tetapi itu satu dari sekian banyak potensi pimpinan di Muhammadiyah saat ini. Jumlah nya sedikit sekali alumni Panti Asuhan yang mampu menjadi Pimpin an Muhammadiyah mulai dari level ranting, cabang, wilayah ataupun di pusat. Fenomena ini menunjukkan bahwa panti asuhan masih men jadi objek, belum bisa menjadi subjek dalam Muhammadiyah. Realitas inilah yang membuat Abdul Wachid (Ketua Umum Pan ti Asuhan Yatim Muhammadiyah Bojenegoro) gelisah, yang akhirnya membuat sesuatu yang berbeda dengan PAYM Bojonegoro dibanding kan dengan panti asuhan milik Muhammadiyah lainnya. Dengan latar belakang kemiskinan yang ada di Bojonegoro, Abdul Wachid mulai menanamkan sebuah ideologi pembebasan kepada setiap anak asuh yang baru masuk menjadi santrinya. Hal itu terangkum dalam sembilan landasan ideologis yang dia jarkan oleh Abdul Wachid kepada semua santri-santri di PAYM Bojo negoro;

1. Dalam hidup ini hindari pemujaan terhadap materi. Sebab ia akan menghilangkan hati nurani, memupuk sikap iri, dengki, dan menjauhkan kita dari ridlo Ilahi.

2. Bahwa hidup ini sangat singkat karena itu harus memanfaatkan waktu dengan cermat. Usahakan melaksanakan yang paling wajib dan setelah itu melaksanakan yang sunah.

3. Harta abadi untuk bekal akhirat ialah harta yang di-infaq-kan ke pada keluarga dan juga masyarakat. Hidup sederhana dalam realita.

4. Pikiran, tenaga dan fasilitas yang kita miliki dapat bermakna se bagai bekal hari akhir, apabila semaksimal mungkin digunakan untuk kepentingan umum, walau demikian tetap tidak mening galkan hal pribadi dan keluarga.

5. Tenaga serta energi hanya satu, tidak semua tenaga terpakai. Ke senangan, kenikmatan, boleh kita nikmati, tetapi dengan amat di batasi. Dan hal ini sangat berat.

45
FACHRODIN set5.indd 45 11/10/2022 19.17.57

6. Lahirnya perubahan dimulai dari: sikap, perilaku, kebiasaan “ti dak normal”, selalu penuh dengan cemoohan, cacian, butuh pe ngorbanan segalanya, waktu tiada henti dan istiqomah.

7. Beraktivitas dengan kecepatan tinggi layaknya Matahari. Tidak ada waktu tersisa. Besok mati.

8. Kader militan, pejuang, atau pahlawan adalah orang yang mampu melampaui dirinya. Ia telah selesai dengan dirinya.

9. Tutuplah kehidupan ini dengan karya integral, fenomenal, serta monumental. (Presentasi  Landasan Ideologis “Integritas Moral sebagai Landasan Pokok Anak Jaman”)

Sembilan landasan ideologis inilah yang membuat PAYM Bojo negoro memiliki sebuah karakteristik yang tidak dimiliki oleh panti asuhan lain. Konteks Bojonegoro yang diceritakan oleh Indonesianis DR. C.L.M. Penders dalam buku “Bojonegoro 1900-1942 ‘A Story of Endemic Poverty in North-East Java-Indonesia” menunjukkan bahwa Bojonegoro memiliki sejarah kemiskinan yang luar biasa. Kondisi seperti inilah yang membuat Abdul Wachid selalu me ngatakan kepada para santrinya bahwa kemiskinan itu merupakan musuh bersama. Dan beliau memiliki keyakinan yang kuat bahwa itu semua bisa dikalahkan dengan pendidikan dan kewirausahaan yang ada di PAYM Bojonegoro.

PAYM Bojonegoro selain menyekolahkan anak asuhnya kedalam sekolah formal, juga memberikan pendidikan yang bersifat dialogikal antara pendidik dan terdidik. Sejalan dengan pendidikan yang mem bebaskan ala Paulo Fairre, Abdul Wachid memberikan kebebasan seti ap anak asuhnya untuk berdialog dengan bidang-bidang Amal Usaha yang dimiliki panti ini.

Konsep ini mampu memberikan suntikan semangat para san tri-santri di PAYM untuk menuntut ilmu sesuai dengan bidang yang dia minati hingga ke level yang lebih-tinggi. Terbukti banyak alumni dari PAYM yang bisa kuliah di Universitas Brawijaya (Ali Fahmi Dim yatih, Eko Sentiko, Subandi) Universitas Airlangga (Penulis, Nyuharto

46
FACHRODIN set5.indd 46 11/10/2022 19.17.57

E.P, Devi Ersa, Johan A.L, Gunawan, Supriono, Arif B.P., Rudi, Zaenu ri, Winarti, Ali Alamsyah, Taufiqurrahman, dkk.).

Poltek Negeri Malang (Mukhlisin dan Jarwoto) UMM (Khusnul Khuluq, Sanut, Rinanto, dan Rubiyati, dkk) Universitas Trunojoyo (Eko.P) bahkan ada 4 anak asuh yang pernah dikirim ke Jepang (Lu luk, Mahmud, Senja, Yuli) dan hingga saat ini sudah puluhan santri yang sedang lanjut kuliah di kampus prestisius di Indonesia. Dan hing ga saat ini telah puluhan santri yang mendapatkan berbagai beasiswa masuk Perguruan Tinggi baik Negeri maupun milik Muhammadiyah.

Keberhasilan dari sistem pendidikan yang dibangun di PAYM ini mampu memunculkan kesadaran transformatif dalam diri anak asuhnya. Kesadaran yang dibangun ketika mereka masih berada di panti akan terbukti keberhasilannya ketika, kebanyakan anak-anak ini mampu untuk survive dengan berbagai dinamika kampus dan mereka kebanyakan adalah penerima beasiswa.   Anak-anak ini telah menjadi sebuah contoh dari keberhasilan se buah sistem yang dibangun di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Bojonegoro. Ketika para anak-anak ini mampu mendapatkan selayak nya apa yang harus mereka dapatkan (pendidikan yang memanusia kan manusia), mereka mampu untuk berbicara banyak, baik dalam level kepemimpinan di persyarikatan dan hingga menjadi pemimpin bangsa ini.

Belajar dari Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Bojonegoro ini, maka Muhammadiyah di umurnya yang sudah seabad lebih akan ba nyak sekali mendapatkan ilmu dan konsep di PAYM ini dapat dijadikan sebagai role models bagi konsep pendidikan dalam mendidik kader Muhammadiyah. Realitas selama ini dikalangan Muhammadiyah selalu menampilkan bahwa Panti Asuhan Muhammadiyah merupakan sebuah lembaga yang hanya menjadi objek, dan dipandang sebelah mata dalam sistem pengkaderan.

Maka dengan adanya PAYM Bojonegoro dengan konsep pendi dikan pembebasannya bisa menjadi contoh bahwa Panti Asuhan pu nya potensi yang besar bagi pengkaderan Muhammadiyah. Khusus nya bagi Panti asuhan di seluruh Indonesia, akan menegaskan bahwa ketika panti itu menjadikan anak asuhnya sebagai pelaku (bukan se

47 Ir.
Abdul Wachid
FACHRODIN set5.indd 47 11/10/2022 19.17.57

bagai objek) maka mereka akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang terbebas dari kemiskinan yang selama ini menjadi problem uta ma bangsa ini.

Abdul Wachid seorang Pahlawan yang telah selesai dengan dirinya

Tafsir sosial yang dilakukan oleh Abdul Wahid melalui PAYM Bo jonegoro dalam menjawab berbagai problematisasi yang ada di Bojo negoro di era abad 20 ini adalah sangat lugas. Penerjemahan teks-teks Al-Qur’an ke dalam praksis sosial dilakukan oleh Abdul Wahid de ngan sangat praksis.

Realitas ini bisa jadi karena Abdul Wachid tidak banyak berteori, sehingga dapat kita katakan bahwa Abdul Wachid merupakan man of action seperti yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan pada eranya yang bukan hanya menjadi  man of thought. Sampai batas-batas tertentu, ungkapan ini tentu benar. Tetapi secara lebih mendasar apa yang dila kukan oleh Abdul Wahid bukan berarti tanpa refleksi kritis dan men dalam terhadap kondisi yang dihadapi.

Refleksi kritis terhadap realitas sosial yang terjadi dan kemudi an mencarikan solusi yang tepat untuk mengentaskannya inilah yang harus bisa menjadi sebuah semangat baru dalam pengentasan kemis kinan di Indonesia secara mendasar. Akan tetapi di samping berbagai pencapaian dan prestasi PAYM Bojonegoro ini masih benyak memi liki kekurangan-kekurangan yang harus di benahi dan di kritisi.

Bersikap kritis merupakan cara yang efektif agar gerakan sosial Muhammadiyah ini berjalan dengan lebih baik, karena pada hakikat nya yang membuat bangsa ini maju adalah adanya konflik bukan ka rena adanya konsensus. Dengan adanya berbagai refleksi dan kajian secara terus menerus maka organisasi Muhammadiyah menjadi lebih besar dan lebih sempurna dalam mengamalkan ajaran-ajaran yang te lah di sampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an-Nya.[]

48
FACHRODIN set5.indd 48 11/10/2022 19.17.57

Dakwah Semakin Merapat di Kota Santri yang Penuh Adat

Aisyatur Rosyidah

“Ibarat sebuah pisau yang selalu terasah, maka akan mudah untuk membelah”. Nampaknya, hal tersebut berlaku bagi para pejuang muballigh Muhammadiyah dalam menjejakkan kiprahnya di seluk beluk wilayah Indonesia. Mental para muballigh yang terasah menja dikan dakwah yang diampunya terasa mudah karena ghirah-nya. Impresi para muballigh Muhammadiyah di bumi Allah SWT, sekaligus menjaga urat dakwah yang secara berkelanjutan ditrans misikan antara kader militannya, menjadi faktor agung Muham madiyah dapat bertahan hingga hari ini. Hal ini menjadi sebuah keniscayaan dalam mengenal sosok tokoh-tokoh muballigh Muham madiyah, sebagai bukti eksistensi Muhammadiyah yang kini diakui di berbagai belahan dunia. Salah satunya adalah Muhammad In’am. Ka der militan Muhammadiyah yang sedari 44 tahun lalu telah memulai dakwah pertamanya di Kota Santri Timur Jawa, alias Gresik.

Kota santri bukan menjadi alasan utamanya agar berdakwah lebih mudah dengan asuM.Si. bahwa masyarakatnya telah mengenal Islam sebelumnya. Karena, bukan dakwah bila bisa diterjang dengan mu dahnya, dan bukan dakwah namanya bila berhenti pada tempat yang aman lalu menyudahiny. Karena menurutnya dakwah adalah konsis tensi, dan hidup adalah untuk berdakwah.

Bila melihat sejarahnya, terpilihnya Jawa Timur sebagai sasaran dakwah oleh kelima para wali menyisakan keistimewaan budaya, de ngan karakterstik khusus yang terasa kental bagi para pendatang, se

49
FACHRODIN set5.indd 49 11/10/2022 19.17.57

kaligus warga yang bermukim di wilayah timur Jawa ini. Di antaranya adalah pengaruh dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim sebagai pele tak podasi awal dakwah Islam di wilayah Giri-Gisik atau lebih dikenal sebagai Gresik. Kemudian Sunan Giri yang melanjutkan dakwah dari Maulana Malik Ibrahim. Adapula Sunan Ampel di kawasan Surabaya, Sunan Bonang di wilayah Tuban, dan Sunan Drajat di wilayah Sedayu6 . Gresik, sebagai kota yang menyimpan erat peniggalan dua wali songo menjadi sasaran dakwah yang beliau mulai sejak usia yang cu kup terbilang muda, yaitu dua puluh tahun. Dua puluh tahun bagi kaum milenial sekarang adalah umur yang rentan dengan adaptasi diri selepas pendidikan menengah dan menghadapi realitas dunia yang sesungguhnya. Namun beliau, di usia tersebut telah beranjak dari rumahnya untuk berhijrah dan berdakwah demi agamanya.

Lebih jauh lagi, sejatinya semangat dakwah beliau mulai terpa cu sejak mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Muham madiyah tingkat tiga di Jombang. Waktu itu, beliau melihat seorang penceramah yang piawai dari Tebu Ireng, yaitu KH. Abd Karim saat mengisi ceramah pada sebuah acara di dekat kediaman rumahnya. Lebih lanjut, saat beliau mengenyam pendidikan tingkat V di PGAN dan melihat bahwa di sekitar desanya seringkali menjadi tempat tu juan mahasiswa FIAD (dulu namanya adalah Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Mu hammadiyah Surabaya) yang mengabdikan diri di desa-desa tertentu semasa Ramadhan, semakin memacu ghirah-nya untuk mengukir re kam dakwah berikutnya. Berkuliah di jurusan dakwah menjadi keinginan luhur yang di harapkan. Berlatar belakang keterbatasan finansial tidak mengha langinya untuk memulai jejak dakwah yang didambakannya. Hingga akhirnya beliau mengajar di lembaga Masyhudiyah atau Madrasah Tarbiyatul Athfal yang berafiliasi Muhammadiyah pada tahun 1976 di kawasan Giri-Gresik, sambil melanjutkan jenjang pendidikan tinggi di FIAD Surabaya secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan ka

6 Dewi Evi Anita, Walisongo Mengislamkan Tanah Jawa, Jurnal Wahana Akademika, Vol. 1, No. 2, Oktober, 2014.

50
FACHRODIN set5.indd 50 11/10/2022 19.17.57

Dakwah Semakin Merapat di Kota Santri yang Penuh Adat

rena masyarakat Giri pada waktu itu sangat menolak pergerakan Mu hammadiyah yang dianggap baru dan menyesatkan.

Menurut beliau, “hidup adalah ibadah”. Ini sejalan dengan kisah menarik saat beliau aktif menjadi Mahasiswa FIAD di Surabaya. Bila bepergian ada kalanya beliau mengenakan kartu tanda FIAD sebagai tameng agar tidak melakukan hal mubadzir lainnya. Khawatir bila ter cabut nyawanya, sedang ia telah bermaksiat dan ada kartu tersebut, maka sejatinya ia malu sebagai seorang mahasiswa jurusan dakwah.

Pada kisah lainnya, pengalaman dakwahnya secara sembu nyi-sembunyi di kota santri berbenturan dengan adat dan pemaham an gamang para warganya dalam memahami Islam. Dikisahkan oleh beliau bahwa pada tahun 1982, saat beliau pertama kali berkhutbah dan shalat jum’at di perguruan Muhammadiyah Giri, para warga me nolak keras hingga mengumpulkan siasat dengan mengancam akan membakar perguruan Muhammadiyah kala itu. Alasanya, karena ber dasarkan kebiasaan dan adat masyarakat, dalam satu desa tidak boleh ada dua tempat yang mengadakan shalat jum’at.

Penanganan masalah ini kemudian diredam oleh pihak KORA MIL yang menjaga perguruan Muhammadiyah di Giri dari serang an warga seminggu lamanya. Kegeraman dan adat kebiasaan warga setempat yang keluar dari nilai luhur Islam dianggap sebagai sumbu utama dalam gerak dakwah Muhammadiyah di daerah yang dijuluki Kota Santri tersebut. Bukan semakin menutupi, tetapi hal ini beliau maknai sebagai gerbang awal dalam membumikan paham Islam yang sesungguhnya melalui Muhammadiyah.

Setelah peristiwa tersebut, gerakan Muhammadiyah mulai ter cium eksistensinya. Hal ini memberikan pilihan bagi para kader Muhammadiyah setempat untuk melanjutkan dakwah atau menyu dahinya. Desakan warga yang menilai bahwa Muhammadiyah akan merusak adat dan paham setempat menjadi gemuruh utama untuk segera menyingkirkan Muhammadiyah.

Bukan memilih untuk mundur dan melebur dengan masyarakat sekitar, beliau memantapkan diri untuk berkiprah di Muhammadiyah secara terang-terangan. Mengawali sepak terjang dengan menjadi wa kil PCM Kebomas pada tahun 1985-1990 sekaligus sebagai Koordi

51
FACHRODIN set5.indd 51 11/10/2022 19.17.57

nator Majelis Tarjih PDM Gresik (sejatinya pada tahun 1990 di Rapat MUSYDAH Ujung Pangkah beliau terpilih menjadi ketua PDM, tapi beliau menolak karena usia yang masih terlalu muda, yakni 35 tahu in). Pada tahun 1995-1999 beliau ditunjuk sebagai ketua PDM Gresik. Tahun 1999 beliau mengundurkan diri dari ketua PDM karena menja bat sebagai anggota DPRD Gresik. Tahun 2000-2005 menjabat sebagai bendahara PDM Gresik. Pada periode 2005-2010 menjadi ketua PDM Gresik, dan pada periode 2010-2015 menjadi wakil ketua PDM Gre sik, sekaligus merangkap sebagai anggota Majelis Tabligh PWM Jatim dari tahun 2005-2020.

Sepanjang karier beliau bersama para pejuang Muhammadiyah inilah, Amal Usaha Muhammadiyah di Gresik terhitung menjadi te rus berkembang. Seperti pada tahun 2008 dengan dimulainya pemba ngunan Gedung Dakwah Muhammadiyah pada masa kepemimpina nya. Lalu berdasarkan data tahun 2018, amal usaha Muhammadiyah di Gresik tercatat terdiri atas 71 Sekolah (termasuk 36 SD/MI, 19 SMP/Mts, 10 SMA, 4 SMK, dan 2 MA); 45 TKA/PAUD, 4 Pondok Pe santren, 2 RS Muhammadiyah, 3 Klinik/BP/PKU, 125 masjid, 1 Uni

52
Muhammad In’am saat sedang mengisi seminar di salah satu sekolah Muhammadiyah di Gresik sumber: https://pwmu.co/tag/pdm-gresik/
FACHRODIN set5.indd 52 11/10/2022 19.17.57

Dakwah Semakin Merapat di Kota Santri yang Penuh Adat versitas Muhammadiyah, serta 5 Panti Asuhan Yatim Muhammadi yah)7. Pada tahun 2019, Amal Usaha Muhammadiyah menanjak pada bidang pendidikan dengan menambahnya 5 bangunan sekolah Mu hammadiyah.

Salah

Sumber: https://twitter.com/sd_muh_manyar

Peresmian

7 Lihat: https://pwmu.co (diakses pada 30 Januari 2018)

53
satu Amal Usaha Muhammadiyah Gresik tingkat Sekolah Dasar lima bangunan sekolah baru di Gresik oleh Haidar Nasir di tahun 2019 Sumber: http://m.muhammadiyah.or.id
FACHRODIN set5.indd 53 11/10/2022 19.17.57

Inilah segelintir kisah perjuangan para pemuda hingga penerus perjuangan Muhammadiyah. Menjadi pejuang dakwah bukanlah hal yang mudah. Sosok seperti Nabi SAW saja pernah mengalami kesulit an dan himpitan saat proses transmisi dakwah Islam. Berdakwah ada lah bentuk dari representasi Islam secara aktual yang wajib dimiliki semangatnya oleh setiap muslim.

Beliau tidak pernah merasa sulit saat membawa nama Muham madiyah sekaligus tidak menghawatirkan stigma masyarakat terha dap keluarganya. Baginya, Muhammadiyah dalam pahamnya adalah memperjuangkan Islam itu sendiri.

Beliau bukanlah seseorang yang berusaha berbaik diri dan mele burkan kemauan orang lain agar diberi keluasan dan kebaikan tempat hidup. Menurutnya, sebagai kader Muhammadiyah, selama memang adat atau paham setempat belum sesuai dengan nilai Islam, apalagi menyangkut masalah aqidah, maka beliau secara tegas menolaknya.

Di samping itu, bentuk toleransi yang beliau tonjolkan adalah de ngan selalu berbuat baik pada siapa pun dan tetap bertawadhu’, baik terhadap tetangga ataupun keluarga dekat. Sepenggal kisah perjuang an lainnya ada pada tetangga yang selalu berada di garda terdepan menolak kehadiran Muhammadiyah. Namun karena para kader Mu hammadiyah mewujudkan keislaman dengan damai dan membumi kan nilai luhur Islam, sehingga Muhammadiyah bukan hanya sekedar organisasi atau perkumpulan orang saja, tetapi bisa menjelma sebagai organisasi dinamis yang mampu merangkul kalangan nir-organisato ris hingga kalangan non-muslim.

Muhammadiyah dalam menangani kerasnya watak penduduk ti mur Jawa ini, lambat laun membuat impresi warga sekitar terhadap Muhammadiyah semakin melunak, hingga warga setempat mulai mengakui eksistensi Muhammadiyah. Perjalanannya memang tidak mudah dan tidak singkat. Tapi perjuangan dengan peluh dan waktu yang konsisten setidaknya telah berhasil menyisakan hikmah yang luar biasa melekat.

Gresik dalam sejarahnya di berbagai literatur dan penelitian ada lah sebuah wilayah dengan peralihan tiga masa pemerintahan (Kera jaan Giri Kedaton dalam kekuasaan para sunan, Kabupaten Tandes,

54
FACHRODIN set5.indd 54 11/10/2022 19.17.57

Dakwah Semakin Merapat di Kota Santri yang Penuh Adat

Kabupaten Surabaya, hingga berdiri sendiri sebagai Kabupaten Gre sik)8. Ini bukanlah hal yang mudah bagi para kader Muhammadiyah untuk memanifestasikan nilai tauhid dan mengakomodir watak dan budaya masyarakat Gresik kala itu. Karena, setelah era wali, makin banyak penyimpangan adat dan budaya yang hinggap menjadi bagian relung hidup masayarakat Giri-Gresik.

BerasuM.Si. bahwa wilayah Gresik telah merekam jejak ghirah para wali terdahulu, hingga menjadi jalur mudah dalam meneruskan transmisi pergerakan Muhammadiyah adalah pendapat yang salah kaprah. Muhammadiyah tetaplah menjadi gerakan tabu yang menjajal keberanian para penda’i di sana.

Muhammadiyah, dalam gerakannya menurut beliau mengusung amal usaha untuk seluruh masyarakat sekitar. Muhammadiyah dalam cita-citanya demi menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tidak akan berdampak bila bukan dari perjuangan para kadernya yang berorientasi merespons keluhan masyarakat setempat dengan tangkas.

Muhammadiyah menurutnya, bergerak dan memimpin berpikir kritis serta berusaha mendudukkan kembali porsi purifikasi Islam da lam kehidupan manusia, tidak memarsialkannya, dan tidak pula me nutup pintu ijtihad. Keberhasilan Muhammadiyah bukan hanya terli hat dari tertumpasnya gerakan adat menyimpang di masyarakat, tetapi konsistensi Muhammadiyah dalam berkarier di kancah nasional dan internasional dengan mengintegralkan paham keagamaan dan duni awi yang seimbang adalah ciri dari keberhasilan Muhammadiyah itu sendiri.[]

8 lihat Zainuddin Oemar, Kota Gresik 1896-1916, Sejarah Social Budaya Dan Ekonomi, Jakarta: Ruas, 2010. lihat Tim penyusunan Buku Sejarah Kota Gresik Sebuah Perspektif Sejarah dan Hari jadi, Gresik: PT. Semen Gresik, 1991.

55
FACHRODIN set5.indd 55 11/10/2022 19.17.57

Syarif Hidayat, Ketua PDM Inspiratif

9

Syarif Hidayat, sebuah nama yang mudah untuk dihafal dan dike nal. Lelaki kelahiran Tasikmalaya, tanggal 11 September tahun 1944, dari pasangan Suami Istri Bapak Mahfudin dan Ibu Adah, men jadi Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tasikma laya periode 2015-2020.

Riwayat Pendidikannya dimulai dari SD Mangkubumi I (lulus Ta hun 1957), SMPN 2 Tasikmalaya (lulus Tahun 1960), Sekolah Perawat Bandung (lulus tahun 1963), Akademi Perawat Bandung (lulus Tahun 1976), Administrasi Negara STIA Tasikmalaya (lulus Tahun 1986), dan terakhir Magister Administrasi Negara STISIP Garut (lulus Ta hun 1998).

Riwayat pekerjaan diawali menjadi Staf Perawat di Bagian Pe nyakit Dalam RS. Fatmawati Soekarno Cilandak Jakarta (tahun 19631964), Kepala Sal Penyakit Dalam RS. Persahabatan Indonesia-Rusia Rawamangun (Tahun 1964-1965), Kepala Balai Pengobatan Sukah ening (Tahun 1965-1967), Kepala Balai Pengobatan Pagerageung (Tahun 1967-1973), Kepala Balai Kesehatan/ Puskesmas Manonjaya (Tahun 1973-1976), Kepala Puskesmas Kawalu (Tahun 1976-1980), Kepala Puskesmas Tawang (Tahun 1980-1982), Kepala Seksi Penyu luhan DKK Kab. Tasikmalaya (Tahun 1982-1997), Direktur Aka demi Perawat Muhammadiyah (Tahun 1997-1999), Kepala Balai

9 Pegiat Literasi Muhammadiyah Kota Tasikmalaya

56
FACHRODIN set5.indd 56 11/10/2022 19.17.57

Syarif Hidayat, Ketua PDM Inspiratif

Khitan Melati (Tahun 1982-2007), Kepala Koperasi Kesehatan Kab/ Kota Tasikmalaya (Tahun 1985-sekarang), Dosen STIA Tasikmalaya (Tahun 1985-2007), Sekretaris Yarsi Tasikmalaya (Tahun 1996-2007), Anggota DPRD Kota Tasikmalaya (Tahun 2002-2003), Wakil Wali kota Tasikmalaya (Tahun 2003-2007), Walikota Tasikmalaya (Tahun 2007-2012).

Pengalaman organisasinya antara lain: PII (Tahun 1967-1969), Ketua DPD PAN Kabupaten Tasikmalaya (Tahun 1999-2000), Ketua DPD PAN Kota Tasikmalaya (Tahun 2002-2006), Ketua Lembaga Haji Muhammadiyah Jawa Barat (Tahun 1990-2012), Ketua Yayasan Fakir Miskin (Tahun 1990-2006), dan Ketua Dewan Pertimbangan PPNI Jawa Barat (Tahun 2004-2015).

Syarif mulai mengenal Muhammadiyah ketika beliau bertugas menjadi Kepala Balai Pengobatan Sukahening Kabupaten Tasikmala ya (Tahun 1965-1967). Saat itu di Sukahening terdapat seorang tokoh Muhammadiyah yang bernama Ustadz Sofyan. Di setiap acara penga jian Ustadz Sofyan, Syarif selalu hadir menjadi mustami atau pende ngarnya. Seringkali ia bertanya tentang agama dan Muhammadiyah kepada Ustadz Sofyan. Dari komunikasi dan interaksi dengan Ustadz Sofyanlah pelan-pelan ia tertarik kepada Muhammadiyah. Pada Ta hun 1976 ketika menjabat Kepala Puskesmas Manonjaya, Syarif men jadi Anggota Muhammadiyah dengan Nomor Baku Muhammadiyah (NBM)/Kartu Tanda Anggota (KTA) Muhammadiyah 580353. Selan jutnya kiprah jabatan beliau di Muhammadiyah berawal dari menja di Direktur Akademi Perawat Muhammadiyah Tasikmalaya (Tahun 1997-1999), lalu berlanjut menjadi Ketua Lembaga Haji Muhammadi yah (LHM) Jawa Barat sejak Tahun 1990 sampai Tahun 2012. Selama menjadi Ketua LHM, beliau sering memberikan materi tentang Perja lanan Haji dan pernah beberapa kali menjadi Pembimbing Haji. Semenjak menduduki jabatan sebagai Kepala Balai Pengobatan Sukahening Tahun 1965 sampai menjadi Walikota Tasikmalaya peri ode 2007-2012, beliau terkenal sebagai kader Muhammadiyah yang berkiprah di ‘dunia’ eksekutif dan legislatif. Perhatian beliau pada Muhammadiyah selama rentang waktu tersebut sangatlah besar. Be liau sering memberikan santunan kepada warga Muhammadiyah dan

57
FACHRODIN set5.indd 57 11/10/2022 19.17.57

bantuan kepada sekolah-sekolah Muhammadiyah. Demi Muham madiyah, beliau tak segan-segan untuk mengeluarkan uang. Pernah setelah beliau tidak menjabat lagi sebagai Direktur Akademi Perawat Muhammadiyah, datang Bendahara Akper Muhammadiyah ke ru mahnya untuk meminjam uang karena kekurangan dalam menggaji pegawai dan guru. Tanpa berpikir panjang beliau langsung memin jamkan uang tersebut pada bendahara. Dalam pikiran beliau, yang penting Akper Muhammadiyah harus berjalan lancar, jangan sampai gaji tersendat hanya gara-gara tidak ada dana.

Setelah beliau tidak menjadi Walikota lagi pada akhir tahun 2012, maka waktu beliau untuk Muhammadiyah semakin banyak. Melalui Musyawarah Daerah Muhammadiyah Kota Tasikmalaya pada Tahun 2016 di Graha Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (Umtas), be liau terpilih menjadi Ketua PDM periode 2015-2020.

Sejak beliau dilantik menjadi Ketua PDM, maka beliau bersama pimpinan lain segera menyusun unsur pembantu pimpinan dan mem buat program kerja melalui Rakerda akhir Tahun 2016 di Panganda ran. Pada Rakerda itu terdapat empat program prioritas, yaitu penye lesaian sertifikasi tanah wakaf Muhammadiyah, pembangunan Masjid Muhammadiyah, pemberian bantuan dan santunan kepada orangorang yang membutuhkan, dan pembentukan cabang baru.

Dalam upaya mempercepat sertifikasi tanah wakaf Muhammadi yah, beliau mengajak mantan Kepala Badan Pertanahan, Dr. H. Ce cep Subagja, untuk bergabung di Majelis Wakaf dan Kehartabendaan. Beliau menganggap Dr. H. Cecep Subagja akan mampu membantu nya dalam menyelesaikan sertifikasi tanah wakaf Muhammadiyah. Pembangunan Masjid Muhammadiyah pun menjadi skala prioritas, terutama dikarenakan beliau memperhatikan dari ujung Jalan Ir. H. Juanda Kota Tasikmalaya ke jalur Singaparna Kabupaten Tasikmalaya yang berjarak 12 Km, tidak terlihat satu pun simbol Muhammadiyah di pinggir jalan. Maka ditetapkan salah satu programnya adalah pem bangunan Masjid Muhammadiyah di daerah Mangkubumi Kota Tas ikmalaya, jalur menuju Singaparna. Bersama LazisMu, Muhammadi yah berupaya lebih membumikan spirit Al-Ma’un dengan program pemberian bantuan dan santunan. Kemudian penambahan cabang

58
FACHRODIN set5.indd 58 11/10/2022 19.17.57

Syarif Hidayat, Ketua PDM Inspiratif

baru juga menjadi skala prioritas sebab di Kota Tasikmalaya yang terdiri atas sepuluh kecamatan, baru ada delapan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM). Idealnya, di sepuluh kecamatan tersebut ter dapat sepuluh PCM.

Sejak Muhammadiyah berdiri di Tasikmalaya pada Tahun 1936, baru satu lembar sertifikat tanah wakaf yang sudah atas nama Per syarikatan Muhammadiyah. Dengan dorongan semangat dan moti vasi dari Ketua PDM, Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Dr. H. Cecep Subagja, segera secara maraton melakukan pendataan dan sertifikasi atas aset tanah wakaf Muhammadiyah Kota Tasikmalaya. Pada awal tahun 2017, diperoleh data bahwa terdapat 66 bidang aset tanah Muhammadiyah, dengan luas tanah 99.453 meter persegi dan luas bangunan 16.301 meter persegi. Ke-66 aset tanah tersebut ter diri atas tanah wakaf sebanyak 53 buah, hak milik sebanyak 1 buah, hak guna bangunan sebanyak 1 buah, dan wakaf manfaat sebanyak 1 buah. Dengan kepiawaian dan kekompakan semua unsur, akhirnya pada akhir Bulan Oktober 2019, sertifikasi aset tanah wakaf Muham madiyah Kota Tasikmalaya tuntas. Pada tanggal 5 November 2019, salinan ke-66 bidang tanah wakaf atas nama Persyarikatan Muham madiyah itu diserahkan langsung oleh Ketua PDM yang didampingi sekretaris dan bendahara serta Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabenda an, kepada Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi wakaf, Dr. H. M. Goodwill Zubir di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jakarta. Pada tanggal 30 November 2019, salinannya juga diserahkan langsung oleh Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan didampingi sekretaris dan wakil ketua PDM, kepada Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat di Kantor PWM Jl. Sancang Kota Bandung. Sele sainya sertifikasi aset tanah wakaf Muhammadiyah ini merupakan se buah prestasi yang sangat besar selama kepemimpinan Syarif Hidayat. Selanjutnya, pada pada Tahun 2017 dimulai pembangunan Mas jid Muhammadiyah Ma'had Al-Hidayah di Jalan AH. Nasution Ciba tur Kec. Mangkubumi Kota Tasikmalaya. Selama satu tahun setengah masjid ini dibangun dengan menghabiskan dana kurang lebih 1,2 mil yar. Di awal tahun 2019 penggunaan masjid ini diresmikan oleh Ketua PWM Jawa Barat, H. Suhada. Bersamaan dengan peresmian Masjid

59
FACHRODIN set5.indd 59 11/10/2022 19.17.57

Muhammadiyah, diresmikan pula penggunaan Klinik Pratama Melati Muhammadiyah Dokter 24 Jam yang berada di Jalan Perintis Kemer dekaan Kota Tasikmalaya, berdampingan dengan rumah dan Klinik Khitan Syarif. Klinik yang awalnya didirikan oleh Syarif, dr. Dudun, dan dr. Empud, dengan biaya pembangunan 1,8 milyar, akhirnya di wakafkan ke Muhammadiyah.

Tiga hal yang sangat luar biasa dan inspiratif berkaitan dengan masjid dan klinik ini adalah: Pertama, Ketua PDM Kota Tasikmalaya, Syarif Hidayat, mewakafkan tanah di pinggir jalan raya seluas 10 bata (140 meter persegi) kepada Muhammadiyah untuk dibangun Masjid Muhammadiyah; Kedua, Syarif Hidayat dan keluarganya menyum bang dana sebesar hampir 600 juta bagi pembangunan masjid ini; Ketiga, Syarif, dkk yang berjuang dan berkorban membangun Klinik Melati Muhammadiyah dengan biaya yang cukup besar, secara suka rela klinik tersebut diwakafkan ke Muhammadiyah. Realita ini menja di bukti bahwa Beliau adalah seorang dermawan. Beliau telah mampu memberikan sesuatu kepada Muhammadiyah, bukan mendapatkan sesuatu dari Muhammadiyah. Sebuah ‘fenomena’ sosok tokoh yang unik, menarik, dan luar biasa.

Di samping menginfakkan hartanya demi pembangunan Masjid dan Klinik Muhammadiyah, beliau juga sering memberikan ceramah di Cabang dan Ranting Muhammadiyah disertai dengan pemberian santunan uang atau beras yang dikeluarkan dari ‘kantong’ beliau sen diri. Bahkan tak jarang beliau berceramah di luar Muhammadiyah sambil memberikan santunan pada peserta pengajian yang dianggap kurang mampu, yatim, piatu atau yatim piatu.

Rentang waktu tahun 2016 sampai 2019, terjadi beberapa benca na, seperti gempa bumi di Lombok NTB, Palu Sulawesi Tengah, dan Tsunami Banten. Ketua PDM mendorong LazisMu untuk menghim pun dana bantuan guna meringankan beban korban bencana. Puluh an juta rupiah terkumpul dari warga Muhammadiyah Kota Tasikma laya. Bantuan dana tersebut ada yang dikirimkan langsung oleh Ketua PDM (seperti ke Lombok NTB) dan ada yang dikirim lewat transfer rekening.

60
FACHRODIN set5.indd 60 11/10/2022 19.17.57

Syarif Hidayat, Ketua PDM Inspiratif

Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Gunungsari PCM Su karatu memiliki sebuah pesantren yang dulu terkenal dengan sebut an Pesantren Kikisik. Pada awal tahun 2019 kondisi fisik bangunan pesantren ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan bantuan. Santri pun sudah tidak ada. Pengelola pesantren meminta bantuan ke pada PDM agar pesantren ini direhab. Secara responsif, Ketua PDM menyuruh bendahara bekerjasama dengan LazisMu serta dana dari beliau, untuk segera membantu rehabilitasi bangunan pesantren. Tak lebih dari tiga bulan, rehabilitasi Pesantren Kikisik beres. Pertengah an Tahun 2019, peresmian Pesantren Kikisik yang saat ini lebih di titikberatkan pada Pesantren Tahfizh Qur’an, dilakukan oleh Ketua PDM sambil pemberian santunan kepada warga yang kurang mampu. Akhirnya kini Pesantren Kikisik beroperasi kembali serta memiliki santri kurang lebih 80 orang.

Suatu hari pernah datang ke rumahnya seorang ustadz yang bera sal dari sebuah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Ustadz ini me mohon kepadanya untuk memberikan bantuan sehubungan dengan kondisi rumahnya yang mengkhawatirkan dan hampir ambruk. Syarif tidak mempertimbangkan bahwa yang datang ini dari Kabupaten Tas ikmalaya (bukan dari Kota Tasikmalaya), beliau langsung menyang gupi untuk membantu rehabilitasi rumah ustadz tersebut. Beliau ber pandangan bahwa dalam hal membantu orang yang membutuhkan, jangan melihat asal teritorial atau daerah orang, yang penting orang ini layak dibantu, maka harus dibantu. Sebulan kemudian rehabilitasi rumah ustadz itu selesai.

Berkaitan dengan pendirian cabang baru, pada Tahun 2018, PCM Cibeureum Kota Tasikmalaya dibentuk. Dengan dibentuknya PCM Cibeureum, maka PDM Kota Tasikmalaya memiliki sembilan PCM. Dengan demikian tinggal satu kecamatan lagi yang belum mempunyai PCM, yaitu Kecamatan Purbaratu. Target Tahun 2020, PCM Purba ratu dibentuk.

Secara faktual Syarif Hidayat merupakan kader Muhammadi yah yang berhasil berkiprah dan populer, baik di lingkungan masya rakat yang notabene warga Muhammadiyah maupun warga Nah dlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Persatuan Umat Islam

61
FACHRODIN set5.indd 61 11/10/2022 19.17.57

(PUI), dan lain-lain. Kelebihan plus kekuatan besar pada diri Syarif adalah mampu memasuki semua kalangan dan lingkungan masyara kat serta kebiasaannya berdakwah dan menjadi pembicara/pemateri di forum-forum ilmiah sejak dahulu sampai sekarang. Beliau sering terjun ke masyarakat untuk menyampaikan misi ajaran Islam lewat kepiawaiannya berceramah. Beliau sering menjadi imam dan khatib Jumat, pemateri pengajian, imam dan khatib Idul Fitri, Idul Adha. Ti dak sedikit acara tablig akbar yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang diundang untuk menjadi penceramah tunggalnya adalah beliau. Ketika tampil di depan umum, sangat tampak keluasan wawasannya dalam ilmu agama, hafalan Al-Qur’annya kuat, penguasaan Baha sa Inggrisnya bagus serta pengetahuan umumnya sangat mendalam, terutama dalam hal ilmu manajemen organisasi dan kepemimpinan. Dalam menyampaikan pesan-pesan religius sangat mengena terhadap audiens. Kisah atau cerita inspiratif dan humor-humor atau joke-joke segar, selalu ‘mengalir’ ketika berceramah. Akhirnya, meskipun Syarif Hidayat telah berhenti atau pensiun dari Walikota Tasikmalaya, tetapi sekarang beliau menjadi ‘Walikota’ Muhammadiyah Tasikmalaya.

62
FACHRODIN set5.indd 62 11/10/2022 19.17.57

K.H Abdurrachman

Sosok Seorang Pengasuh Pondok Pesantren dan Penulis Ilmu Faroid Khamid

Temanggung. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tembarak Kabu paten Temanggung yang diketuai oleh Sirbanun dan para anggo tanya, pada tahun 1970 merasakan keprihatinan yang mendalam atas kondisi generasi muda di daerahnya yang minim sekali mempunyai pemahaman agama yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Padahal dengan mempunyai pemahaman agama yang benar, menjadi syarat pokok dan mendasar bagi seseorang untuk mengarungi kehidupan yang sesungguhnya. Kepandaian seseorang di bidang ilmu pengeta huan apa pun jika tidak didasari dengan pemahaman dengan agama yang benar, tidak akan berarti sama sekali dalam hidup. Karena ma nusia diciptakan hidup di dunia ini tidak ada tujuan lain kecuali ha nya untuk beribadah kepada Allah ta’la semata dan tidak ada tujuan lainnya.

Cabang Muhammadiyah Tembarak yang pada tahun 1970 mene rima tanah wakaf dari Pengurus Ranting Muhammadiyah Purwodadi Tembarak yang diketuai oleh MuhsyaM.Si. yang berukuran 20 X 30 m2 beserta bangunan rumah setengah jadi, yang berdiri di atasnya dan berlokasi di Dusun Temanggungan Desa Purwodadi. Sejak me nerima tanah wakaf hingga beberapa tahun kemudian, kondisi tanah wakaf tersebut terkatung-katung pembangunannya dan belum terber dayakan dengan baik. Para pengurus Muhammadiyah Cabang Tem barak yang setelah menerima tanah wakaf mengadakan beberpa kali

63
FACHRODIN set5.indd 63 11/10/2022 19.17.57

Pengasuh Ponpes Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung (1917 1999) M

rapat secara intensif, bertujuan untuk mematangkan penggunaan ta nah wakaf yang dimiliknya untuk kemaslakhatan ummat. Beberapa kali para pengurus Cabang Muhammadiyah banyak mengusulkan berbagai masukan untuk segera mungkin mengoptimal kan penggunaan tanah wakaf yang dimilikinya, akhirnya para pengu rus mengadakan rapat pada tahun 1980 di rumah Haji Ngudi Mukti di dusun Greges Kecamatan Tembarak yang dihadiri oleh semua pengu rus Pimpinan Muhammadiyah Cabang Tembarak. Adu argumentasi dari para peserta rapat yang satu sama lainnya saling memberikan alasan dan masukan dan serta saling mempertahankan gagasannya masing-masing, membuat suasana rapat semakin ramai dan samasama kuat. Akhirnya keputusan akhir dalam rapat menyetujui bersa ma secara serempak untuk mendirikan pondok pesantren bertepatan

64
K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 64 11/10/2022 19.17.57

pada hari Senin, 15 Muharom 1403 Hijriyah / 01 November 1982 Ma sehi dengan nama “Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah”, yang didirikan oleh Muhammadiyah Cabang Tembarak.

Kondisi tanah wakaf meskipn sudah berdiri sebuah bangunan rumah setengah jadi dan belum bisa digunakan untuk suatu kegiat an, akhirnya dalam rapat tersebut sekaligus membentuk pantia pem bangunan yang para pengurusnya terdiri H Ngudi Mukti, H Thohir dan Sukaton Pamuji. sebagai ketua pemabangunan, Asrofi sebagai Sekretaris dan Istichori sebagai Bendahara pembangunan.

Langkah panitia pembangunan yang setelah dibentuk kepanitia an langsung mengumpulkan seluruh pimpinan ranting muhammadi yah Secabang Tembarak yang terdiri atas sebelas ranting yang terdiri atas ranting Drono yang diketuai oleh Suratman, Ranting Gendon yang diketuai oleh Jahri, Ranting Ngawen yang diketuai oleh Turat, ranting Greges yang diketuai oleh H Amin, Ranting Menggoro yang diketuai oleh H Makhali, Ranting Bumiayu yang diketuai oleh Zaenu ri, Ranting Bagusan Yang diketuai oleh Dimyati, Ranting Ngadipiro yang diketuai oleh Muhtadi, Ranting Purwodadi yang diketuai oleh MuhsyaM.Si., Ranting Tlodas yang diketuai oleh Ismail dan ranting Selopampang yang diketuai oleh Zubaidi.

Kondisi tanah wakaf meskipun sudah terdapat bangunan rumah yang bertembok dan belum sempurna, tetapi sebagian pondasi belum terisi tanah dan membutuhkan tanah urug untuk segera bisa dipasang batu bata. Rapat panitia pembangunan yang memutuskanan bahwa secara bergiliran semua ranting Muhammadiyah secabang Tembarak untuk kerja bakti dan bergiliran, menjadi kesepakatan dan diputuskan untuk mengurug pondasi bangunan yang membutuhkan tanah urug dengan jumlah yang banyak.

Dalam pelaksanaan kerja bakti, masing-masing ranting akhirnya melaksanakan tugas secara bergiliran sesuai jadwal. Ranting Drono yang terletak di ujung utara dengan jarak lebih dari satu kilometer, dengan berjalan kaki mereka membawa cangkul, minuman dan ma kanan. Beberapa ranting lainnya yang letak dusunnya lebih dekat dan tidak begitu jauh dengan lokasi tanah wakaf, mereka rata-rata berja lan kaki juga untuk menuju pondok dan dilokasi tempat kerja bak

65 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 65 11/10/2022 19.17.57

ti yang mau difungsikan untuk pondok pesantren. Para bapak, para ibu, anak-anak, dan para remaja yang ikut juga dalam kerja bakti di masing-masing ranting, mereka penuh semangat saat tiba gilirannya. Aneka jenis makanan seperti nasi jagung yang menjadi ciri khas ma syarakat di Tembarak, mudah dijumpai di setiap hari di waktu kerja bakti. Para orang tua berusia lanjut yang fisiknya masih sama sehat, mereka tampak ikut kerja bakti juga dan berasal dari beberapa ranting di cabang Tembarak.

H Ngudi Mukti dan H Thohir yang mengetahui secara persis kondisi bangunan yang ada dan belum bisa dipakai sama sekali un tuk sebuah kegiatan dan telah diputuskan untuk didirikan pondok pe santren, beliau berdua tergerak untuk membelikan keperluan semua atap bangunan rumah yang berupa asbes. Setelah asbes yang dibelikan terpasang, bangunan tersebut akhirnya bisa ditempati meskipun din ding dan lantainya belum sempurna dan masih membutuhkan banyak penyempurnaan.

Panitia pembangunan yang telah bekerja keras, dituntut menyem purnakan bangunan supaya segera bisa digunakan, mendapat keper cayaan penuh sesuai dengan hasil rapat. Konsolidasi dengan para pimpinan cabang dalam rangka penggalangan matrial bangunan, me mudahkan mereka dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab nya. Setelah bangunan yang dibangun bisa ditempati dan digunakan meskipun apa adanyadan belum sempurna, para panitia pembangun an mengadakan rapat kembali dan membahas tindak lanjut dari mu syawarah-musyawarah sebelumnya bersama dengan para Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tembarak.

Donatur pembangunan yang terdiri atas H Ngudi Mukti, H Iz zudin, H Abdul Malik, H Thohir, H Ramelan dan H Makhali, mere ka menjadi donatur utama dalam pembangunan pondok pesantren. Berbagai kebutuhan material yang berasal dari para donatur dan para muhsinin lainnya, jumlahnya mengalami kenaikan dan bisa diguna kan untuk menyelesaikan pembangunan dan bisa difungsikan seperti yang direncanakan.

66
FACHRODIN set5.indd 66 11/10/2022 19.17.57

Sosok Seorang Kyai yang dicari. Sirbanun yang menjabat sebagai Ketua Cabang Muhammadiyah Tembarak, bersama dengan para pimpinan lainnya, mengadakan ra pat intensif untuk mengoptimalkan keberadaan pondok pesantren yang telah diputusan di tingkat cabang. Kyai Abdurrachman yang me rupakan sosok seorang kyai yang berdomisili di Bumiayu Tembarak, disepakati pada rapat tersebut untuk diboyong ke pondok pesantren milik Cabang Muhammadiyah Tembarak yang beralamat di Dusun Temanggungan Desa Purwodadi dan menetap di pondok bersama de ngan para santri. Setelah adanya pendekatan dari para pengurus Mu hammadiyah Cabang kepada beliau, dengan kerendahan hati beliau Kyai Abdurrachman menyanggupi untuk menetap di pondok dan me ninggalkan rumah yang berada di Desa Bumiayu. Semua anak beliau yang setelah dimintai izin untuk pindah rumah dan menetap di pon dok memberikan dukungan dan dorongan, hati beliau merasa lega. Beberapa ruang kamar yang menyatu dengan bangunan pondok yang baru saja selesai dibangun pada 1982, siap untuk ditempati oleh beliau Kyai Abdurrachman. Selang beberapa hari kemudian, para pengurus cabang Muhammadiya langsung memboyong Kyai Abdur rachman ke pondok. Kabar kepindahan Kyai Abdurrachman yang sudah menetap di pondok bersama istri yang bernama Maktubah, tersebar luas diseluruh ranting secabang Muhammadiyah Tembarak. Hausnya akan ilmu agama dari warga yang mau belajar ilmu agama, selang beberapa hari kemudian para remaja banyak berdatangan ke pondok di setiap sare hari hingga setelah shubuh dan belajar menga ji kepada Kyai Abdurrahman. Berbagai kitab kuning yang diajarkan oleh Kyai Abdurrohman, diajarkan kepada para remaja yang memang butuh terhadap ilmu-ilmu agama. Kyai Abdurrachman yang merupakan anak sulung dari empat bersaudara dari pasangan Thoyubi dengan Marfuatun, lahir di Tem barak pada tahun 1917. Beliau mempunyai tujuh orang anak, lima laki-laki dan dua perempuan. Jumlah cucu keseluruhannya sembi lan belas orang. Masa kecil beliau setamat dari Sekolah Rakyat (SR) di Tembarak, beliau nyantri di Pondok Pesantren Salakan Payaman Magelang dan melanjutkan belajar nyantri ke Pondok Pesantren Pon

67 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 67 11/10/2022 19.17.57

col Beringin Salatiga. Sekembalinya dari pondok, beliau aktif berorga nisasi dan menjadi pengurus partai politik. Keaktifan beliau di orga nisasi menambah pengalaman dan wawasan dan berpikir lebih luas, sehingga ide-ide yang dimiliki beliau membuka cakrawala baru dan berpandangan luas.

Mempunyai kemampuan keagamaan yang luas

Para santri Kalong10 yang merupakan cikap bakal adanya para santri yang belajar kitab kuning kepada Kyai Abdurrachman, mereka berasal dari lingkungan sekitar dari berbagai kampung di lingkungan kecamatan Tembarak. Bahkan rata-rata usia mereka hiterogin, mulai dari usia tingkat sekolah lanjutan pertama, sekolah lanjutan atas hing ga usia menjelang dewasa baik putra maupn putri. Waktu mengaji me reka terbagi menjadi berbagai kelompok mulai kelompok waktu sore hari, waktu malam hari dan waktu setelah shubuh. Keadaan yang de mikian, diikutinya dengan penuh ketekunan. Pagi harinya mereka itu pulang kembali ke rumah asal masing-masing dan berlangsung cukup lama selama beberapa tahun sejak kyai Abdurrachman berada di pon dok. Model mengaji yang bentuknya berupa Sorogan, masing-masing santri sama menghadap langsung kepada kyai saat mempelajari sebuah kitab kuning yang diajarkan. Berbagai jenis kitab kuning yang terdiri atas kitab Kitab Ajrimiyah, Kitab Taqrib, Kitab Bulughun Marom, Kitab Akhlaq Lilbanin, Lafal Makna Al-qur’an, Tafsir dan beberapa jenis kitab kuning lainnya, kesemuanya diajarkan oleh Kyai Abdurrachman. Para santri yang lebih awal menyelesaikan sebuah kitab kuning atau tamat, mereka disuruh oleh Kyai Abdurrachman untuk membe rikan pengajaran kepada santri lain yang tingkatannya lebih rendah. Model yang diterapkan oleh Kyai Abdurrachman semacam itu, mem buat antar sesama santri lebih akrab dan mudah berinteraksi. Sehing ga kitab-kitab yang diajarkan oleh beliau bisa dipelajari dengan sesa ma teman lainnya sesama santri. Hanya saja bagi santri yang tingkat kemampuan kitabnya masuk dalam kategori lebih tinggai dibanding

10 Santri Kalong: Santri yang belajar di pondok hanya pada waktu malam hari dan di siang harinya pulang ke rumah.

68
FACHRODIN set5.indd 68 11/10/2022 19.17.57

lainnya, dia bertugas memberikan untuk mengajarkan kepada santri lainnya atas perintah dan saran dari beliau Kyai Abdurrachman. Kelompok mengaji dari para bapak di lingkungan sekitar Desa Purwodadi, meraka juga belajar mengaji pula kepada Kyai Abdurrac hman dengan cara berkelompok dan mempelajari sebuah kitab ter tentu yang salah satu kitabnya bernama “Faroid”, dan kitab jenis lain dengan sistem mingguan. Tiap satu minggu sekali mereka datang ke pondok dan belajar bersama-sama kepada beliau Kyai Abdurrachman yang waktunya sore hari. Para remaja putri dari lingkungan sekitar, mereka juga mengaji yang bentuknya mingguan atau seminggu sekali kepada Kyai Abdurachman meskipun mengaji juga di setiap hari. Ktab Jaal Mani’ Zalal Mani’ merupakan salah satu jenis kitab yang diajar kan oleh Kyai Abdurrachman kepada khusus remaja putri, kandung an isinya yang membahas secara detail mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kewanitaan seperti masalah haid, nifas dan sejenisnya, dibahas secara rinci di dalam kitab tersebut dan berkaitan erat dengan fiqih Seiring berjalannya waktu, keberadaan Kyai Abdurrachman su dah menetap di pondok, beliau sering kali memberikan pengajian ke

69 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 69 11/10/2022 19.17.58
K.H Abdurrachman duduk paling tengah berkopiah putih bersama dengan para pengurus Ponpes Al Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung (Dok. Pondok)

liling di beberapa ranting yang ada di Cabang Muhammadiyah Tem barak dan sekitarnya. Pada acara-acara tertentu, Kyai Abdurrachman juga sering diminta untuk memberikan pengajian dan menyanggupi nya. Karena mereka sangat butuh terhadap ilmu beliau, Kyai Abdur rachman jarang sekali menolak. Keadaan lampu penerang yang masih berbahan bakar minyak tanah di tahun 1982 dan penerangan listrik belum masuk di wilayah kecamatan Tembarak, jika waktu malam hari Kyai Abdurrachman diminta untuk mengisi pengajian di salah satu rumah warga sekitar yang berdekatan dengan lokasi pondok, beliau berjalan kaki untuk menghadirinya dan didampingi oleh beberapa santri sambil membawa lampu penerang yang berupa senter baterai bahkan penerang lain yang berbahan bakar minyak tanah. Disepan jang perjalanan yang memakan waktu cukup lama, setiba di rumah warga yang dituju, waktunya sudah agak kemalaman mereka yang mengundang memakluminya.

Alat transportasi sepeda motor dan mobil yang masih langka di miliki oleh warga secara umum, saat yang mengundang mempunyai kendaraan, Kyai Abdurrachman sering dijemput dan diantar pulang di setiapa memberikan pengajian di ranting-ranting secabang Mu hammadiyah Tembarak. Jadwal rutin mengisi pengajian di beberapa ranting yang diisi oleh Kyai Abdurrachman, menjadi agenda rutin dan terjadual dan beliau laksanakan, meski agenda utama beliau adalah mengajar mengaji kepada para santri di pondok.

Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah di Mata Masyarakat.

Berdirinya pondok Pondok Pesantren Al-Mu’min Muham madiyah Tembarak pada tahun 1982 yang mulai tersebar di luar wi layah kecamatan Tembarak kabupaten Temanggung dan beberapa daerah lain disekitarnya, seperti kabupaten Magelang, kabupaten Pur worejo, kabupaten Wonosobo, Kabupaten Kendal, Kabupaten Sema rang dan kabupaten lain. Ditahun itu pula Pimpinan cabang Muham madiyah Tembarak yang diketaui oleh Sirbanun mempunyai niat kuat untuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Majelis Dikdasmen

70
FACHRODIN set5.indd 70 11/10/2022 19.17.58

cabang yang membidangi masalah pendidikan yang diketuai oleh Su bandi, Nursalim dan Abu Saeri, mendapat kepercayaan penuh untuk mengurus izin pendirian. Izin operasional pendirian Madrasah Tsa nawiyah dari Kementerian Agama akhirnya turun memberikan izin pengesahan operasional, maka secara resmi Madrasah Tsanawiyah Al-Mu’min Muhammadiyah secara syah berhak menyelenggarakan pembelajaran yang tempatnya berada di pondok pesantren dan ber ada dalam satu lokasi dan satu gedung di pondok. Majelis Dikasmen Daerah Temanggung yang memberikan dukungan penuh atas berdi rinya Madrasah Tsanawiyah, memberikan berbagai dorongan terkait dengan masalah pendidikan yang wajib dilaksanakan. Kesempatan bagi para siswa yang telah selesai dan menamatkan pendidikanya di tingkat dasar madrasah ibtida’iyah atau sekolah dasar, secara langsung bisa melanjutkan pendidikannya ke madrasah tsanawiyah yang ada di pondok pesantren yang didirikan oleh Muhammaditah Cabang Tem barak.

Awal Mula Pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah

Tiga orang tokoh yang terdiri atas Kyai Abdurrachman, Wiryo Su darjo dan Rabussalim, mereka bertiga mengumpulkan sejumlah uang dengan jumlah tertentu untuk digunakan membeli sejumlah peralat an sekolah yang terdiri atas buku tulis, penggaris, pensil dan beberapa alat tulis lainnya dengan jumlah yang cukup banyak. Peralatan sekolah tersebut diserahkan kepada Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Ca bang Tembarak untuk diberikan kepada anak-anak yang akan berse kolah di Madrasah Tsanawiyah Al-Mu’min Muhammadiyah dengan cuma-cuma atau gratis. Para pimpinan Majelis Dikdasmen yang terdi ri atas Subandi, Nursalim dan Abu Saeri, menerima bantuan tersebut, dengan lapang dada menerimanya dengan sambutan baik dan terima kasih. Dalam jangka waktu tertentu, dari kerja keras para pimpinan Majelis Dikdasmen Cabang Tembarak, akhirnya terkumpul sejum lah siswa Madrasah Tsanawiyah yang siap untuk belajar sebanyak 18 orang siswa yang terdiri atas; Rokiban, Muhlasin, Istachori, Sholihin, Taqwin, Nurcholis, Abrori, As’ari, Muslikhah, Hani’ah, Nastangin,

71 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 71 11/10/2022 19.17.58

Sarowiyati, Sri Nuryati, Istichofah, Intiyah, Muawanah, Rubaiyah, Siti Sakwanah, Sutarti dan Fitriyah. Kedelapan belas siswa pertama ters but diberi buku dan alat tulis dari Majelis Dikdasmen Cabang.

Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan guru yang menjadi masalah di awal pendirian madrasah tsanawiyah, dengan kerja keras Majelis Dikdasmen, terkumpulah sejumlah 19 orang guru dan siap untuk memberikan pengajaran. Mereka itu adalah: Mukri, Muh SyaM. Si., Subandi, Anhari, Titik Sumiati, Siti Zahri, Nurjannah, Yatmin Bu diyono, Muhtadi, Nasikhin, Jasri Fauzi, Kholil, Wahyu Wibowo, Zai nal Muttaqien, Purwota, Romadhon, Mursidin, Asfuri dan Maskhuri. Proses belajar mengajar yang berlangsung pada waktu sore hari di Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah Purwodadi, semua mebe ler yang dipakai menggunakan milik MIM Purwodadi dan berlang sung selama empat bulan. Selebihnya dari empat bulan, proses belajar mengajar berpindah tempat dan berada di pondok yang letakknya di Dusun Temanggungan dan tanpa menggunakan meja dan bangku ke las. Keadaan ruang kelas yang hanya terdiri atas papan tulis, meja guru dan kursi guru sederhana dan belum ada sama sekali meja siswa dan kursi siswa, sebanyak 18 siswa tersebut tiap hari menerima pelajaran dengan duduk di atas lantai kelas dan beralasakan tikar. Proses pem belajaran sepanjang hari yang seperti itu, tidak menurunkan semangat belajar para siswa dan para guru. Para siswa yang tidak mempermasa lahkan terhadap kondisi yang ada, mendorong para guru termotivasi dan bersemangat untuk memikirkan jalan keluarnya supaya para sis wa bisa belajar dengan layak.

Tugas para guru yang tidak sebatas mengajar dan mempunyai tu gas lain untuk keberlangsungan proses pembelajaran bagi para siswa, kebutuhan alat tulis seperti kapur tulis erta yang lain menjadi tang gung jawab dari para guru juga. Dengan kebersamaan dan langkah yang sama, semua guru yang telah menyanggupkan diri menjadi guru di Madrasah Tsanawiyah Al-Mu’min Muhammadiyah, keadaan yang sedemikian rupa meskipun mereka mempunyai tugas di luas mengajar guna keberlangsungan pembelajaran, kesemuanya merasakan kenik matan menjalankan tugasnya dan diniatkan sebagai lahan berda’wah. Seseorang yang dipandang mempunyai kelebihan di di lingkungan

72
FACHRODIN set5.indd 72 11/10/2022 19.17.58

warga Muhammadiyah, orang-orang tersebut sering diminati infak nya oleh para guru untuk membeli berbagai keperluan madrasah se perti kapur tulis, kertas dan berbagai hal yang terkait. Tanggapan dari mereka yang yang dimintai bantuan, dengan senang hati bisa berinfak. Dorongan kepada para guru untuk tetap semangat, menjadikan ber tambah semangat pula dalam mengajar para siswa. Semangat para sis wa dalam proses pembelajaran di setiap hari yang duduk di atas lantai dengan beralaskan tikar, membangkitkan semangat pula kepada para guru dengan tulus dan ikhlas.

Santri Pertama Kali yang Menuntut Ilmu di Pondok

Santri kalong yang sejak Pondok Pesantren Al-Mu’min Muham madiyah Tembarak resmi berdiri, yang semula terdiri atas beberapa orang dari lingkungan sekitar tak berapa lama menjadi semakin ber tambah pula yang sebagian besar berasal dari lingkungan kecamatan Tembarak. Para siswa madrasah Tsanawiyah yang secara resmi men jadi siswa di madrasah, dengan melihat para santri kalong yang di se tiap pagi hari mereka pulang ke rumah yang baru saja selesai belajar mengaji kitab dari pondok, mereka menjadi tertarik juga untuk ikut belajar mengaji seperti mereka.

Seiring berjalannya proses pembelajaran yang dilakukan oleh Kyai Abdurrachman yang di setiap hari mengajarkan berbagai kitab kuning kepada para santri kalong, dengan dibukanya lembaga pendi dikan madrasah tsanawiyah, beliau juga mengajarkan beberapa kitab kuning tingkat dasar pula kepada para siswa madrasah tsanawiyah di waktu siang hari secara klasikan. Sehingga dengan pengajaran yang diberikan oleh Kyai Abdurrohman tersebut, para siswa madrasah tna sawiyah menjadi memahami beberapa kitab kuning yang diajarkan yang sebelumnya tidak mengetahui sama sekali.

Para siswa yang dengan belajar kitab kuning secara klasikal di dalam kelas menjadi mengetahui isi kitab yang diajarkan oleh Kyai Abdurrachman, model pembelajaran kitab tersebut menjadi semakin tersebar luas di lingkungan daerah asal para dan membuat daya tarik masyarakat di beberapa kampung. Melalui cara tersebut mereka yang

73 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 73 11/10/2022 19.17.58

sama sekali belum tahu kitab kuning yang ingin belajar kitab kuning, menjadi tertarik. Kebiasaan para santri kalong yang di setiap sore hari berdatangan ke pondok dan menyatu dengan para remaja yang lain yang lebih awal belajar kitab kuning yang diajarkan oleh Kyai Abdur rachan, menjadi pemandangan rotin yang setiap hari diketahui oleh para siswa madrasah tsanawiyah. Keadaan pondok pesantren yang sejak pagi hari ramai dengan proses belajar mengajar dari para siswa madrasah tsanawiyah, sore hari hingga malam hari ramai juga dengan kegiatan kepondokan yang mempelajari berbagai kitab kuning. Semakin bertambahnya santri ka long yang belajar kitab dan datang ke pondok pula, Kyai Abdurrach man menerapkan model pembelajarannya melalui dua model. Model sorogan yang setiap santri menghadap langsung kepada beliau dan bergantian satu persatu dan ada juga yang berkelompok di setiap me ngaji suatu kitab. Model kedua adalah pembelajaran klasikal, dimana proses pembelajaran yang disampaikan oleh Kyai Abdurrachman se mua santri berada dalam satu tempat atau ruangan dan mereka mene rima pengajaran sebuah kitab tertentu dari Kyai.

Dua model inilah yang diterapkan oleh Kyai Abdurrachman di Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak dalam memberikan pengajaran. Disela-sela waktu saat beliau tidak mengajar ngaji, beliau rajin menulis dan dibukukan dalam sebuah buku khu sus sesuai dengan jenis kitabnya. Dari hasil tulisan yang telah dibuat, beliau menggandakan dalam lembaran kertas dengan difoto copi dan diberikan kepada para santri. Kebiasaan seperti inilah yang biasa dila kukan oleh Kyai Abdurrachman. Semua tulisan yang telah ditulis oleh beliau, mayoritas merupakan sebuah tulisan tangan yang memudah an bagi semua santri untuk mempelajari. Karena isi tulisannya meru pakan sebuah cara praktis dan mudah untuk memahami dari sebuah masalah tertentu sesuai bidangnya, para santri menjadi lebih mudah untuk memahami tulisan-tulisan beliau untuk dipelajari dengan mo del sorogan atau klasikal sesuai dengan jenis kitabnya. Memasuki tahun kedua usia madrasah tsanawiyah pada tahun 1983, para siswa yang belajar ke madrasah tsanawiyah dan berasal dari luar kecamatan Tembarak mulai berdatangan. Dan santri yang

74
FACHRODIN set5.indd 74 11/10/2022 19.17.58

hanya khusus belajar mengaji saja dan tidak bersekolah juga banyak. Mereka itu semata-mata hanya belajar mengaji dan mempelajri kitab kuning di Pondok Pesantren Al-mu’min Muhammadiyah. Jadwal me ngaji bagi para santri yang hanya mengaji semata yang waktunya le bih banyak dibanding dengan para santri lain yang mereka belajar di pondok dan bersekolah, kegiatan mereka berjalan mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas pada waktu siang hari dan waktu ke giatannya sesuai aturan yang berlaku di madrasah tsanawiyah yang kurikulumnya berasal dari Kementerian Agama.

Para siswa/santri yang berasal dari luar daerah yang datang ke pondok yang telah resmi menjadi santri dan terdaftar sebagai siswa di madrasah tsanawiyah dan sambil mengaji dan bersetatus sebagai santri, mereka menerima pelajaran-pelajaran kepondokan kitab ku ning dan sejenisnya, waktu belajar mengajinya lebih sedikit diban ding dengan para santri lain yang hanya menjadi santri semata dan tidak terdaftar sebagai siswa di madrasah tsanawiyah. Meskipun yang mengajari kitab-kitab kuning juga beliau Kyai Abdurrachman. Ber tambahnya jumlah santri terus mengalami perkembangan untuk bel ajar di Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak dari tahun ketahun dan baru memiliki unit madrasah tsanawiyah, bebe rapa tahun kemudian para santri yang berasal dari daerah Kabupa ten Temanggung mulai banyak yang masuk ke pondok. Pertimbangan mereka memasukkan putra-putrinya ke pondok pesantren karena di ajarkan ilmu-ilmu agama sebagaimana yang diajarkan oleh Kyai Ab durrachman. Diajarkannya pelajaran kitab kuning yang menjadi ciri khas Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah, melekat kepada sosok Kyai Abdurracman yang mempunyai kemampuan di bidangnya secara khusus.

Beberapa tahun kemudian di tahun 1985, minat para santri yang berasal dari luar daerah Kabupaten Temangungg untuk belajar ke pon dok semakin mendapat kepercayaan dari banyak masyarakat, mereka berasal dari kabupaten Magelang, Kabupaten Purworwjo, Kabupaten Kendal dan Kabupaten lain dan dari Karesidenan Kedu, bahkan santri dari Jakarta dan luar Jawa juga berdatangan ke Pondok. Seperti dari

75 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 75 11/10/2022 19.17.58

Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur dan lainnya. Pengajaran kitab kuning yang diajarkan pula oleh Kyai Abdur rachman dengan sistem klasikal dan masuk di semua kelas pada unit Madrasah Tsanawiyah, mempermudah para santri lebih cepat dalam memahami berbagai kitab kuning. Jenis-jenis kitab kuning tingkat pemula yang diajarkan oleh beliau Kyai Abdurrachman, terdiri atas kitab Al-jurrumiyah/Jurrumiyah yang disusun oleh Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash shanhajji alias Ibnu Ajurum seorang ahli dan pakar bahasa dari Negara Maroko pada tahun 1324 M. Kitab ini membahas rumus dasar pelajaran bahasa arab klasik. Kitab Jurumi yah ini menjadi kitab wajib di lingkungan Pondok Al-Mu’min Mu hammadiyah. Sedangkan kitab kuning yang membahas tentang fiqih, kitabnya bernama KitabTaqrib, penulis kitab ini adalah Abi Suja’, dia seorang Alim, Ahli Fiqih, Imam dan Syaikh Mazdhab Syafi’i, lahir di Basra Irak (1042-1107). Kitab Bulughul Maram penulis kitab ini Ibdu Hajar al—Asqolani (773 H-852H). Kitab Bulughul Maram ini meru pakan kitab Hadits tematik yang memuat hadist yang dijadikan sum ber pengambilan hukum fikih (istimbat). Kitab Alfiyah/Imriti, kitab ini ditulis oleh Syeh Muhammad Jamaludin ibdu Abdillah ibnu Malik Al-Thay yang berasal dari timur Negara Mesir. Berbagai jenis kitab kuning lain yang tingkatannya lebih lebih tinggi, diajarkan kepada para santri yang telah mengkhatamkan kitab-kitab dasar seperti yang disebutkan.

Model mengaji sorogan yang sangat menguntungkan bagi para santri yang rajin, mereka akan lebih cepat untuk bisa mempelajari berbagai jenis kitab kuning yang tingkatannya lebih tinggi. Para santri yang mempunyai kemampuan lebih tinggi kitabnya, diwajibkan untuk mengajari kitab kuningnya kepada adik-adik kelas lain yang tingkat an kemampuan kitabnya lebih rendah. Model pembelajaran semacam ini, menambah keakraban antar sesama santri dan lebih leluasa untuk mempelajarinya.

Anjuran menela’ah kitab bagi semua santri yang telah selesai di ajar oleh Kyai Abdurachman, berlaku bagi semua santri tanpa pan dang bulu. Pada saat para santri sama menela’ah kitab yang baru sele

76
FACHRODIN set5.indd 76 11/10/2022 19.17.58

sai diajarkan, suasana menjadi penuh keramaian karena semua santri pondok melafalkan berbagai jenis kitab sambil menela’ah. Adu saling tanya dan memahami isi yang terkandung di dalamnya, memenuhi beberapa ruang yang terdiri atas beberapa kelompok mengaji kitab yang berada di ruangan. Bergantinya jadwal mengaji antara santri put ra dan santri putri yang dipisahkan oleh ruangan yang berbeda, para santri yang menunggu gilirannya sudah berjejer rapi sambil menela’ah kitab kuning yang mau dijarkan oleh Kyai Abdurrachman. Para santri yang mengalami kesulitan dalam memahami kitab yang dipelajarinya, para kakak kelas yang kemampuan kitabnya lebih tinggi menjadi tem pat pertanyaan bagi para adik kelas untuk memecahkan permasalahan yang dialaminya, meskipun Kyai Abdurrachman menjadi aduan uta manya.

Penerapan Pembelajaran Kitab Kuning di Semua Unit Pendidikan

Penerapan pengajaran kitab kuning dengan model klasikal dan sorogan, pengajarannya dimulai sejak berdirinya pondok pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah pada tahun 1982 yang diasuh pertama kali oleh beliau Kyai Abdurrohman dan dikembangkan oleh para guru yang membidangi keahlian pada kitab kuning klasik dan modern, yang membahas masalah ilmu tata bahasa arab, ilmu Fiqih, ilmu Aqi dah, ilmu Muamalah, ilmu tafsir dan yang lainnya.

Penerapan pembelajaran kitab kuning tersebut, diajarkan oleh Kyai Abdurrachman sejak para santri masuk ke pondok mulai dari unit Madrasah Tsanawiyah yang berdiri pada tahun 1982, dan unit Madrasah Aliyah yang berdiri pada tahun 1986. Ciri khas pembela jaran yang mengajarkan kitab kuning dan merupakan identitas pon dok pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung, penerapan dan model pembelajarannya dilaksanakan di semua unit pendidikan sejak mulai dari kepala sekolah madrasah tsanawiyah pe riode pertama tahun (1982-1983) dijabat adalah Jazri Fauzi / Suban di, periode tahun (1983-1999) kepala sekolah dijabat oleh Dulwahab, periode tahun (1999- 2004) kepala sekolah dijabat oleh Surandi,S.Ag,

77 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 77 11/10/2022 19.17.58

periode tahun (2004-2005) kepala sekolah dijabat oleh Miftahul Ami li, periode tahun (2005-2007) kepala sekolah dijabat oleh Drs, Wah yu Cinto Gumono, periode tahun (2007-2020) kepala sekolah dijabat oleh Samsul, M.Pd.

Madrasah Aliyah yang berdiri pada tahun 1986 dan merupakan salah satu unit pendidikan formal yang didirikan oleh pondok pesan tren, ciri khas pembelajarannya juga mengajarkan kitab kuning yang merupakan identitas pondok, penerapan dan model pembelajarannya diberlakukan dan dilaksanakan mulai kepala sekolah periode perta ma pada tahun (1986-1988) yang dijabat oleh Drs, Muhlasin, periode tahun (1988-1989) kepala sekolah dijabat oleh Abdul Manan, perio de tahun (1989-2002) kepala sekolah dijabat oleh Syamsuri Adnan, periode tahun (2002-2020) kepala sekolah dijabat oleh Drs, Makmun Pitoyo, M,Pd.

Sekolah menengah kejuruan yang berdiri pada tahun 2004 dan Kyai Abdurrachman telah wafat dan tidak mengalami, ciri khas pem belajaranya juga mengajarkan kitab kuning dan diberlakukan mulai kepala sekolah periode perintisan pertama pada tahun (2004-2012) yang dijabat oleh Drs, Makmun Pitoyo, M.Pd., Kepala sekolah periode penataan pada tahun (2012-2020) dijabat oleh Heri Rusmanto, S.Pd, M.Md.

Para Direktur Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung sejak periode perintisan pertama pada tahun (1989-2001) yang dijabat oleh Joni Sukaton, Direktur pondok perode perintisan kedua pada tahun (2001-2006) yang dijabat oleh Drs. Zae nudin, Direktur pondok periode pemantapan tahun (2006-2009) yang dijabat oleh Miftahul Amili, Direktur pondok periode pengembangan tahun (2009-2020) yang dijabat oleh Syamsuri Adnan, S.Pd., kesemu anya mengajarkan pembelajaran kitab kuning sebagai ciri khas yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah walau pun kitab-kitab jenis lainnya juga diajarkan kepada para siswa / santri.

78
FACHRODIN set5.indd 78 11/10/2022 19.17.58

Kefektifan penerapan pembelajaran kitab kuning

Sejak pondok pesantren mendirikan madrasah tsanawiyah pada tahun 1982, para siswa yang berasal dari lingkungan sekitar pondok telah diajari kitab kuning oleh Kyai Abdurrachman secara klasikal dan model sorogan. Dalam perkembangnnya setelah para santri banyak yang berasal dari berbagai daerah di luar Kabupaten Temanggung hingga dari luar Pulau Jawa, mereka secara penuh mendapatkan peng ajaran kitab kuning selama menjadi santri dengan melalui dua model, yaitu klasikan dan sorogan. Sehingga beberap jenis kitab kuning wa jib yang harus dipelajari oleh para santri, diajarkannya kepada semua santri supaya mereka mempunyai kemampuan paham terhadap kitab kuning yang sering dianggap asing.

Bagi para santri yang berasal dari madrasah tsanawiyah dan me lanjutkan ke madrasah aliyah yang berdiri pada tahun 1986, mereka mempunyai kemampuan lebih dalam mempelajari kitab kuning. Ka rena kitab kuning yang diajarkan oleh Kyai Abdurrachman tingkatan nya lebih tinggi dibanding yang diajarkan kepada para santri tingkat madrasah tsanawiyah.

Kitab Monumental

Kitab Faroid yang mulai diajarkan oleh Kyai Abdurrachman ke pada para santri di tingkat Madrasah Aliyah, kitab tersebut tidak ha nya memahami arti dan makna yang terkandung pada lafal dan kali matnya. Akan tetapi kitab faroid tersebut memerlukan pemahaman berkesinambungan yang terikat dan menyatu di semua bab dan mulai dari bab pertama sampai bab terakhir yang tidak boleh timpang dalam memahami. Jika terdapat kesalahan pemahaman pada bab dasarnya, seperti pada bab Furudhul Muqodaroh, bab Ashobah dan bab Khi jab dan Mahjub akan berakibat salah secara keseluruhan kepada bab pembahasan lainnya atasnya.

Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan mempelajri kitab ilmu faroid yang diajarkan oleh Kyai Abdurrohman, memerlu kan konsentrasi penuh dan teliti serta sering kali untuk dikaji. Tanpa melalui hal-hal tersebut akan sulit untuk bisa memahami ilmu faroid.

79 K.H Abdurrachman
FACHRODIN set5.indd 79 11/10/2022 19.17.58

Setiap mempelajari pada bab tertentu, pembelajarannya sering kali di ulang-ulang dan sudah menjadi hal biasa dalam belajar ilmu faroid dari Kyai Abdurrachman. Karena kitab tersebut membutuhkan pema haman yang sangat mendalam sebelum para santri tingkat madrasah aliyah diberi pelajaran ilmu faroid, para remaja dan para orang tua dari lingkungan sekitar yang berdekatan dengan Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak dan sekitarnya, mereka lebih dahulu berguru dan belajar kepada Kyai Abdurrohman pada hari-hari tertentu dan berlangsung satu kali dalam satu minggu. Kyai Abdurrachman yang merupakan salah satu kyai yang mengu asai dan paham terhadap ilmu faroid, oleh banyak orang di kalangan diakui keahlian ilmunya. Orang-orang yang sering kali meminta ban tuan kepada Kyai Abdurrohman untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan masalah harta pusaka, beliau Kyai Abdurrachman mampu memberikan jalan penyelesaiannya dengan baik dan diterima sesuai aturan yang benar berdasarkan Al-Qur’an.

Para ahli waris yang pada awalnya hidup damai, dengan adanya harta pusaka yang ditinggal oleh orang tua jika tidak dibagi secara adil akan meimbulkan kekacauan dalam keluarga tersebut. Salah satu ja lan pemecahannya adalah diselesaian secara adil sesuai dengan aturan yang ada dan telah diatur dalam Ilmu Faroid yang membahas tentang masalah-masalah harta pusaka secara terperinci bagi para ahli waris, saudara dan orang lain yang menjadikan sebab-sebab bisa mendapat kan harta pusata atau sebab-sebab tidak bisa mendapatkan harta pu tidsaka.

Ilmu Faroid yang diajarkan oleh beliau Kyai Abdurrachman, ber pijak pada Al-Qur’an:

80
ييثنلا ظح لثم ركلذل مكدلوا ف للا مكيصوي ناو كرت ام اثلث نهلف يتنثا قوف ءۤاسن نك ناف امهنم دحاو كل هيوبلو ۗ فصلنا اهلف ةدحاو تنك ل نكي مل ناف لو ل نك نا كرت امم سدسلا FACHRODIN set5.indd 80 11/10/2022 19.17.58

Artinya:” Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak pe rempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya sepe renam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempu nyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibu nya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pem bagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui si apa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksan”. (QS. An-Nisa’ (4 ):11).

Kegigihan beliau Kyai Abdurrachman menyusun buku faroid ini termotifasi oleh satu sebuah hadist nabi yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh radhiyalluanhu berkata. “Belajarlah ilmu faroid, karena ilmu faroid merupakan separo atau setengah dari ilmu yang akan dilupa kan oleh manusia dan merupakan ilmu yang akan pertama kali dicabut dari ummatku”. (HR Ibnu Majah dan Ad-daruqutni) Salah satu hadist lain yang menjelaskan pentingnya ilmu faroid, Bahwa Nabi Sholalallahu, Alaihi wa Salam bersabda,“ Pelajarilah ilmu faroid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (mati), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah

81 K.H Abdurrachman هملف ةوخا ل نك ناف ثللثا هملف هوبا هثروو لو مكؤۤابا ۗ نيد وا اهب صوي ةيصو دعب نم سدسلا ةضيرف ۗ اعفن مكل برقا مهيا نوردت ل مكؤۤانباو ١١
نا ۗ للا نم
اميكح اميلع نك للا
FACHRODIN set5.indd 81 11/10/2022 19.17.58

akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian harta pusaka (warisan), mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup melerai mereka,” (HR. Imam Ahmad, At Tirmidzi dan Al Hakim.)

Buku Ilmu Faroid yang ditulis oleh Kyai Abdurrohman, diselesai kan sekitar enam tahun lamanya sejak beliau menjadi pengasuh pon dok pada tahun 1982 dan diterbitkan pada tahun 1988 dengan meng gunakan tulisan tangan berjumlah 82 halaman. Buku tersebut dicetak kembali pada tahun 1996 dengan beberapa revisi sebelum beliau wafat pada bulan Juli 1999.[]

82
FACHRODIN set5.indd 82 11/10/2022 19.17.58

R.

Musaid

Werdisastro Menghidupi Muhammadiyah dengan Honor Tulisan Bahrus Surur-Iyunk

Belum banyak yang tahu siapa yang menjadi penggerak pertama Muhammadiyah di Sumenep dan bagaimana gerakan di masa awal? Sebab, sebagaimana banyak orang tidak percaya, bagaimana mungkin Muhammadiyah yang sering dipertentangkan vis-à-vis de ngan NU itu bisa diterima masyarakat Madura? Hal ini tampak dari sebuah anekdot dan sekaligus kenyataan yang terasa sinis, “Orang Ma dura itu 90 persen Muslim, sementara 10 persennya adalah Muham madiyah.” Seakan, Muhammadiyah itu bukan Islam.

Kendati demikian, Alhamdulillah Muhammadiyah tetap bisa ber diri dan hidup di bumi ujung timur Pulau Garam ini. Atas dasar keu nikan posisi Muhammadiyah di hari masyarakat Madura itulah kajian sejarah ketokohan awal Muhammadiyah Sumenep ini ditelisik. Ada banyak tokoh yang terlibat dalam pendirian “benang basah” bernama Muhammadiyah di Sumenep. Namun, ada satu tokoh yang menurut penulis layak untuk mendapat perhatian khusus sebagai penggerak (lokomotif) atas berjalannya gerbong.

Pertanyaannya sekarang adalah, siapakah dia yang berani mem perjuangkan pemahaman Islam khas Muhammadiyah di basis masya rakat tradisional yang cenderung skeptik dan kolot? Mengapa ia bisa terpanggil untuk mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah di Madura? Dengan modal sosial dan finansial apa ia membangun

83
FACHRODIN set5.indd 83 11/10/2022 19.17.58

fondasi awal Muhammadiyah? Dan bagaimanakah akhir kelanjutan dari pergerakan dakwahnya di Madura, khususnya di Sumenep?

Sastrawan Keturunan Keraton

Salah satu penggerak awal berdirinya Muhammadiyah di Sume nep adalah seorang sastrawan-budayawan keturunan Keraton Sume nep, Raden Musaid Werdisastro. Raden Musaid lahir di Sumenep pada tahun 1870. Raden Musaid Werdisastro adalah cicit dari seorang ahli sastra yang cukup terkenal karena berhasil membaca tulisan di tebing Mandirada Sumenep, yaitu R. Kiai Abdurrahman Werdisastro. Raden Musaid mendapat pendidikan mantri hewan di Solo. Di masa awal pernikahannya dengan Aminatuzzuhra, keduanya hidup prihatin. Maklum, Musaid masih belum memiliki pekerjaan te tap. Ia bekerja serabutan, seperti ikut membantu membangun rumah, baik di Sumenep, Pamekasan maupun Bangkalan. Istrinya juga beker ja membatik hingga larut malam, sampai-sampai mengalami cedera mata ringan. Bahkan, hingga sudah memiliki 4 putera (R. Sulaiman, Mariyatul Kibtiyah, R. Abdullah dan Muhammad Saleh), Musaid ma sih belum memiliki pekerjaan tetap.

Kendati demikian, Musaid tetap mengutamakan pendidikan dua puteranya, Abdullah dan Muhammad Saleh. Setelah lulus HIS, Abdul lah Werdisastro melanjutkan pendidikan di Mosvia (sekolah pamong praja) di Probolinggo. Dan Saleh Werdisastro sendiri setelah HIS me lanjutkan ke Kweekschool (sekolah guru tingkat SMP) di Probolinggo, dilanjutkan ke HKS (sekolah setingkat SMA) di Purworejo dan Mage lang. Kelak Saleh Werdisastro menjadi Bupati Kedu dan Solo. Bahkan, menjadi orang kepercayaan Presiden Soekarno.

Pada suatu saat, di masa libur sekolah, Saleh muda pulang ke Sumenep. Ia membuka lemari pakaian ayahnya. Ternyata, tidak ada isinya. Saat ditanya, ibunya hanya menjawab, “Dijual untuk membia yai sekolahmu.” Dari sini Saleh berjanji, setelah sekolah ia tidak akan membebani orang tuanya lagi.

Raden Musaid termasuk orang yang taat beribadah dan berpe ngetahuan luas tentang agama. Kendati ekonominya tidak stabil, tapi

84
FACHRODIN set5.indd 84 11/10/2022 19.17.58

ia memiliki lemari yang isinya buku-buku agama. Ia juga pecinta ma salah budaya, sastra dan sejarah. Rupanya, keterdesakan ekonominya tidak menghalanginya untuk mendalami pemahaman keagamaan dan mencintai ilmu pengetahuan. Bahkan, ia memiliki konsen yang cukup serius untuk tetap menulis dan bergumul di dunia literasi.

Pecinta Dunia Literasi

Sebagai penulis, ia memiliki tekad untuk mendokumentasikan sejarah Sumenep. Bertahun-tahun ia mempelajari naskah-naskah ke raton, melakukan wawancara dengan berbagai narasumber dan mela kukan kunjungan ke berbagai tempat. Dari apa yang telah dilakukan selama bertahun-tahun itulah ia menulis dalam bahasa Madura buku “Babad Soengenep”. Buku ini berisi sejarah sekaligus legenda-legenda yang berkembang dalam masyarakat Sumenep.

Buku yang ditulis dengan huruf hanacaraka ini diterbitkan oleh Balai Pustaka di Batavia pada tanggal 15 Pebruari 1914. Buku ini pada gilirannya menjadi acuan penulisan sejarah bagi para penulis sejarah Indonesia dan Belanda. Atas karyanya ini, Raden Musaid sudah tidak lagi sebagai sastrawan lokal, tapi nasional. Babad Sumenep pada gi lirannya menjadi sebuah naskah budaya yang memperkaya khazanah budaya-sejarah bangsa.

Kendati penulisnya adalah seorang Muhammadiyah puritan, na mun pembacanya memperlakukan buku tersebut layaknya barang ke ramat. Buku itu biasanya dibaca bersama sekeluarga atau sekelompok warga. Sebelum membacanya, masyarakat memulainya terlebih dahu lu dengan selamatan kecil.

Sebelum meninggal, R. Musaid pernah berpesan kepada ahli warisnya bahwa isi buku itu sebagian berisi kisah nyata dan sejarah, sedangkan sebagiannya lagi berisi legenda dan kiasan atas kenyata an sejarah. Hal ini terpaksa dilakukan agar buku ini bisa diterbitkan. Terlebih lagi Belanda saat itu sangat ketat dalam menyeleksi isi buku. Sebenarnya, setelah Indonesia merdeka, R. Musaid memiliki niat un tuk menuliskan kembali sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tapi, sayang, niat itu tidak terlaksana.

85
R. Musaid Werdisastro
FACHRODIN set5.indd 85 11/10/2022 19.17.58

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Dengan buku itu Raden Musaid berupaya mengobarkan sema ngat perjuangan anti penjajahan kolonial Belanda melalui simbol dan kiasan yang banyak terdapat dalam Babad yang dikarangnya. Buku tersebut memang ditulis menggunakan Bahasa Madura dengan Ak sara Jawa, sehingga praktis pihak Belanda menjadi gagap dalam me nangkap maksud rahasia sang penulis. Sebaliknya, pemerintah Hindia Belanda memberikan apresiasi dan penghagaan yang tinggi kepada Raden Musaid berupa sejumlah Gulden dan sebuah Gelar “WERDI SASTRO”. Inilah penghargaan atas kecintaannya pada dunia literasi.

Berawal dari Honor Tulisan

Dari Babad Soengenep, Balai Pustaka memberikan imbalan honor sebesar F2000, suatu jumlah yang sangat besar. Dengan uang tersebut, R. Musaid dapat memperbaiki hidupnya sekeluarga. Ia membeli sa wah secara berangsur hingga mencapai 13 Ha. Kalau panen, padinya memenuhi pendopo dan halaman rumahnya, bahkan sering sampai ke jalan depan rumah. Kendati demikian, Raden Musaid juga tetap hidup sederhana. Ia tetap menjadi perawat (penjaga) kompleks pe makaman Pringgoloyo dan melakukan pembersihan makam setelah panen dua kali setahun.

Dari honor tulisan itu pula R. Musaid bisa menghidupi dan menghidupkan Muhammadiyah di pendopo rumahnya. Dalam setiap pengajian, keluarga R. Musaid menyiapkan suguhannya. Bahkan, dari hasil panen padi di sawahnya, ia berbagi kepada kaum duafa dan fakir miskin. Setiap orang yang datang ke rumahnya selalu disuguhi makan dan pulangnya diberi satu mangkok (sapangobugan) beras. Rupanya, berdakwah tidak selalu diawali dengan pengajian. Hampir mirip de ngan apa yang telah dilakukan oleh sang pendiri Persyarikatan, KHA. Dahlan dengan “pengajaran Al-Ma’un”-nya.

Raden Musaid memiliki kedekatan dengan Kyai Haji Mas Mansur yang berdarah Sumenep. Dalam berbagai biografi disebutkan bahwa K.H. Mas Achmad Marzuki (ayahanda Mas Mansur) terhitung masih keturunan dari bangsawan Sumenep. Sebagai ulama muda kharisma tik, Kyai Haji Mas Mansur berhasil membawakan kehalusan dakwah

86
FACHRODIN set5.indd 86 11/10/2022 19.17.58

yang menyentuh sehingga memberi pengaruh yang luar biasa kepada pribadi Raden Musaid.

Dengan kemampuan finansial yang telah dimiliki dan kedekat an hubungan dengan K.H. Mas Mansyur inilah menjadi tonggak awal perjuangan R. Musaid Werdisastro dan kawan-kawan dalam mendi rikan, menghidupi dan menghidupkan Muhammadiyah di Sumenep. Pergerakan awal Muhammadiyah di Sumenep diawali dengan penga jian bersama warga sekitar dan ulama lokal.

Gegara Slogan ‘Ar-Ruju’ Ilal-Quran wa Sunnnati Rasulillah’

Pada awal tahun 1920-an, sebagaimana catatan Huub de Jonge, antropolog asal Belanda, dalam bukunya Madura dalam Empat Za man: Pedagang, Perkembangan Ekonomi dan Islam (1989), Muham madiyah sebenarnya sudah masuk di daerah Prenduan, Pragaan Su menep. Hanya saja, pertentangan ulama setempat yang cukup keras menjadikan Muhammadiyah tidak berkembang. Menariknya, bebe rapa anggota yang berpindah ke Sumenep tidak berhenti membangun komunitas pengajian Muhammadiyah. Dan berawal dari Sumenep inilah Muhammadiyah mulai menggeliat, yaitu ketika dipelopori oleh Raden Musaid.

Pada tahun 1926, Muhammadiyah sebenarnya sudah masuk di kota Sumenep, meski tidak bersifat resmi-organisatoris. Sebagaimana yang pernah ditulis seorang pelaku sejarah dan tokoh Muhammadi yah Sumenep periode awal, H. Muhd. Ali Sastronegoro (alm), dulu ada seorang mubalig pertama bernama K. Moh. Fanan dari Jogja—te patnya Magelang, yang kemudian pindah ke Jember dan meninggal di sana. Biografinya bisa dibaca dalam Siapa & Siapa, 50 Tokoh Muham madiyah Jawa Timur (Hikmah Surabaya).

Pada tahun 1927, Muhammadiyah—bisa dikatakan—berdiri. The founding fathers saat itu adalah R. Musaid Werdisastro, R. Wiryoat modjo, R. Tjitrowidjojo, dan M. Ismail Sosrosoegondo, seorang guru HIS di Sumenep. Pertemuan pertama kali diadakan di pendopo ru mah R. Musaid Werdisastro di Bangselok yang dihadiri oleh cukup banyak, baik dari kaum santri maupun kalangan pegawai saat itu.

87
R. Musaid Werdisastro
FACHRODIN set5.indd 87 11/10/2022 19.17.58

Pada periode ini, kegiatan pengajian rutin yang selalu dihadiri an tara 50-60 orang ini diadakan dua kali setiap minggu. Dua kiai Sume nep saat itu sering mengisi secara bergantian. K.H. Abusuja’ mengisi setiap malam Rabu, sedangkan K.H. Zaenal Arifin pada malam Sabtu. Dan, pendopo rumah R. Musaid Werdisastro menjadi pusat kegiatan Muhammadiyah saat itu. Setiap bulan dihadirkan pembicara dari Jog jakarta dan Surabaya, sehingga semakin semarak. Pengajian ini berjalan cukup lama, meski akhirnya bubar. Tidak dibubarkan aparat keamanan, tapi dibubarkan oleh jamaahnya sendiri karena munculnya isu perbedaan paham dan pemikiran di antara ja maah pengajian, terutama terkait dengan slogan “ar-Ruju’ Ila Kitabil lah wa Sunnati Rasulillah”, Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah Ra sul.” Di samping itu, soal madzhab dan penafsiran tentang bid’ah juga menjadi perselisihan yang cukup tajam di antara jamaah pengajian.

Sebenarnya, pada tahun 1926, ketika KH. Hasyim Asy’ari men dirikan ormas Nahdlatul Ulama (NU), R. Musaid juga ikut dalam kegiatan NU. Ada kisah menarik sekaligus memilukan dari keikut sertaannya di NU. Suatu ketika, dikabarkan akan datang seorang kiai besar NU ke Sumenep untuk memberikan pengajian. Disepakati akan ditempatkan di pendopo rumah R. Musaid Werdisastro. Namun, tibatiba kiai besar itu membatalkan kedatangannya dan digantikan oleh kiai lain.

Karena kiai yang ditunggu-tunggu dan didambakan itu batal hadir, maka tidak ada seorang pun yang datang ke pertemuan pe ngajian tersebut. Padahal, R. Musaid telah mempersiapkan konsuM. Si.nya, termasuk kopinya. Karena begitu banyaknya kopi yang telah disiapkan, kopi itu akhirnya diletakkan di jalan-jalan agar bisa dimi num oleh orang-orang yang lewat. Pilu, tapi begitulah adanya. Hingga akhirnya R. Musaid berketetapan hati, “Mulai sekarang, dalam beru mah tangga aku tidak mau beristri dua. Mulai hari ini aku akan di Muhammadiyah saja.”

88
FACHRODIN set5.indd 88 11/10/2022 19.17.58

Kebangkitan Kaum Muda

Meski—bisa dikatakan—bubar, namun ada dua tokoh penting yang tetap menghidupkan Muhammadiyah secara diam-diam, yaitu R. Musaid Werdisastro dan M. Ismail Sosrosoegondo. Mereka berdua mengumpulkan pengikut Muhammadiyah yang masih tersisa—meski hanya belasan orang saja. Sampai akhirnya, pada tahun 1928, M. Is mail dipindah dari Sumenep.

Dalam rentang 1929-1931, Muhammadiyah seakan berpindah ke tangan para pemuda. Tantangan semakin besar dan meluas. Namun, kegiatan yang diadakan semakin meluas pula: mulai dari pemben tukan Aisyiyah, Hizbul Wathan, Taman Pustaka; pendirian ranting ke Ambunten, Pasongsongan, Pasean, Tanjung Saronggi dan Pakong; dan pembagian zakat fitrah kepada kaum duafa dan fakir miskin. Ke giatan terakhir ini menjadi menarik dan (seakan) mendekonstruksi kebiasaan kalangan tradisional yang selalu memberikan zakatnya ke pada para kiai dan ulama lokal lainnya.

Pada tahun 1931 hingga masuknya penjajahan Jepang, Muham madiyah semakin semarak dengan hadirnya kader-kader muda po tensial. Seperti R. Moh. Saleh Werdisastro, putera R. Musaid Wer disastro yang saat itu menjadi kepala sekolah HIS Partikelir (PHIS) Sumekar Pangabru; R. Sedonegoro, kepala SD Pangarangan; Abd Rahman Wongsodiredjo; dan lain-lain. R. Moh. Saleh terpilih seba gai Ketua, Muh. Ali Sastronegoro sebagai Wakil Ketua dan R. Musaid Werdisastro sebagai penasehat. Inilah bagian dari kesadaran regenera si dan kaderisasi. Belum berjalan selama sepuluh tahun, kaum muda Muhammadiyah awal sudah disiapkan dan ditampilkan. Karena ke ikhlasan ber-Muhammadiyah, para generasi awal tidak memandang jabatan di Persyarikatan sebagai kemapanan status quo atau prestise sosial.

Semangat kaum muda ini terbukti dengan kegiatan yang dila kukan pada tahun-tahun berikutnya. Muhammadiyah awal mulai mengadakan shalat Id di lapangan—tepatnya sebuah tegalan di desa Pamolokan. Bukan hanya cemoohan dan cercaan bermunculan di masyarakat, tetapi juga disakiti. Pada saat itu, pelayanan kesehatan

89
FACHRODIN set5.indd 89 11/10/2022 19.17.58
90
FACHRODIN set5.indd 90 11/10/2022 19.17.58

R. Musaid Werdisastro

dengan mendirikan PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) juga di dirikan.

Di bidang pendidikan, Muhammadiyah Sumenep mulai membu ka Madrasah Diniyah di pendopo rumah R. Musaid Werdisastro. Di sinilah KH. Mas Mansyur mengirimkan salah seorang keponakannya untuk mengajar di Madrasah Diniyah tersebut. Di kemudian hari, ke ponakan KH. Mas Mansyur yang bernama Abdul Kadir Muhammad menjadi pencerah dan pelopor Muhammadiyah di Pulau Kangean. Raden Musaid Werdisastro sendiri meninggal pada 27 Mei 1956 pada usia 85 tahun. Beliau dimakamkan di Asta Tinggi, sebuah tempat pemakaman para Raja Sumenep dan keturunannya hingga sekarang.

Keberanian untuk Perjuangan

Dalam konteks inilah posisi dan peran R. Musaid menjadi pen ting. Pertama, sebagai seorang fasilitator ia berani menjadikan pen dopo rumahnya sebagai pusat kegiatan awal berdirinya Persyarikatan. Bukan hanya ketentraman jiwa dan keluarganya yang ia pertaruhkan untuk menghidupkan Muhammadiyah, tetapi juga honor dari hasil keringatnya menulis buku juga dia berikan sebagai bagian dari pe ngorbanan untuk Muhammadiyah.

Kedua, meski ia adalah seorang sastrawan, budayawan dan penu lis hebat, namun ia tetap mampu dan bisa membesarkan Muhamma diyah. Siapa yang menyangka jika beliau adalah seorang pengarang buku Babad Soengenep yang terkenal itu. Babad Soengenep menjadi dokumen penting yang bisa dijadikan literatur awal untuk mempel ajari Madura, khususnya Sumenep, secara lebih mendalam. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang aktifis Muhammadiyah un tuk tidak menulis dan bergumul dengan dunia literasi. Bapak Haedar Nashir selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah telah memberikan teladan dalam hal ini.

Ketiga, Menghidupkan dan menghidupi Muhammadiyah tidak hanya untuk hari ini saja. Mungkin begitulah pemikiran para pendi ri awal Muhammadiyah di Sumenep. Sebelum akhirnya mereka me ninggalkan Muhammadiyah karena panggilan Allah, mereka telah

91
FACHRODIN set5.indd 91 11/10/2022 19.17.58

menyiapkan terlebih dahulu generasi dan kaderisasi berikutnya. Jadi, bukan hanya Amal Usaha Muhammadiyah saja yang akan diwariskan kepada Persyarikatan dan generasi berikutnya, tetapi juga pimpinan Muhammadiyah harus “mewariskan” generasi yang mampu menerus kan kelangsungan hidup selanjutnya. Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya bagi kita semua. Amin…

92
FACHRODIN set5.indd 92 11/10/2022 19.17.58

Satu Dekade Kang Dadan

Bersama PDM Kabupaten Tasikmalaya untuk Islam Berkemajuan Sihabussalam

Muhammadiyah adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia. Selain Muhammadiyah ada ormas Islam yang sama besar yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Muhammadiyah berdiri le bih awal dari pada NU, ormas yang lahir pada 1912 tersebut dikenal dengan konsep Islam berkemajuan dan telah banyak menitihkan tinta emas untuk kemajuan agama bahkan negara.

Melihat tahun lahirnya, ormas tersebut lahir sebelum Indone sia merdeka, artinya, kontribusi Muhammadiyah tidak hanya pasca kemerdekaan tetapi ikut terlibat dalam berjuang melawan penjajah sehingga Indonesia merdeka seperti saat ini. Semangat KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah tergambar dalam pergerakan ormas ini, semangat menangkal tahayul, khurafat, dan motivasi pem baru menjadi tenaga ormas tersebut dalam bergerak.

Dengan usia 110 tahun, menegaskan ormas ini sangat mapan da lam segala hal, persebaran Muhammadiyah sudah tidak diragukan lagi lebih dari 50 PWM (Pempinan Wilayah Muhammadiyah) beser ta dengan 19 PCIM (Pengurus Cabang Istimewa Muhammadiyah) tentunya dengan jumlah tersebut pergerakan Muhammadiyah tidak hanya bertumpu pada pusat, tetapi peran dan kiprah di daerah perlu diperhatikan, terutama peran dalam memajukan umat dan bangsa.

93
FACHRODIN set5.indd 93 11/10/2022 19.17.58

Gerakan Awal Muhammadiyah Tasikmalaya

Salah satu daerah yang terdapat gerakan dan amal usaha Muham madiyah adalah Kabupaten Tasikmalaya. Di daerah tersebut peranan Muhammadiyah dalam sektor ekonomi, pendidikan, dan sosial atau yang disebut degan amal usaha Muhammadiyah tidak bisa dipandang sebelah mata. Kemajuan, khususnya di daerah tersebut dengan adanya pesantren Al-Furqan Singaparna dan penyebaran pesantren At-Tajdid beserta lembaga sekolahnya menjadi salah satu bukti peranan Mu hammadiyah dalam memajukan umat dan bangsa. Pada tahun 1965 PDM Kab. Tasikmalaya secara struktural dibentuk, akan tetapi secara kultural Muhammadiyah di Tasikmalaya jauh sebelum kemerdekaan yaitu pada tahun 1930-an tepatnya di daerah Rawa, Leuwisari, Kabu paten Tasikmalaya sehingga muncul tokoh-tokoh Muhammadiyah Jawa Barat yang aktivitas dan pergerakannya diawali dari Rawa, Le uwisari.

Menurut kang Dadan, ketua PDM Kabupaten Tasikmlaya dua priode (2005-2020) banyak muballigh dan aktifis Muhammadiyah Tasikmalaya berasal dari Rawa. “Jadi sumber yang menjadi mubaligh dan aktivis Muhammadiyah Tasikmalaya sekarang itu dari Rawa, bahkan yang dari Bandung juga dari Rawa”. Ucap Kang Dadan Lanjutnya, beliau menyebutkan tokoh dari Rawa yang paling mutaakhir itu ada K.H Ezet Muttaqin, K.H Hambali Ahmad, dan K.H Iping. Ketiga tokoh tersebut bukan hanya penggerak Muhammadiyah di Tasikmalaya, tetapi beliau berperan besar dalam dakwah Muham madiyah di Jawa Barat.

Gerakan Muhammadiyah di Kabupaten Tasikmalaya secara struk tural muncul pada tahun 1965 dengan tokohnya yaitu bapak Guru Wira Dimaja tepatnya di daerah Singaparna. PDM Kabupaten Tasik malaya dengan usia 55 tahun pada tahun sekarang, artinya dengan mencapai setengah abad PDM Kabupaten Tasikmalaya telah membe rikan pengaruh positif dan kemajuan bagi warga Tasikmalaya bahkan secara tidak langsung akan mengubah keadaan bangsa dan negara.

94
FACHRODIN set5.indd 94 11/10/2022 19.17.58

Satu Dekade Kang Dadan

Puncaknya, kiprah dan peran Muhammadiyah Tasikmalaya ter jadi dalam satu dekade terakhir (10 tahun terakhir) di bawah kepe mimpinan kang Dadan. Akrab disapa dengan Kang Dadan, namanya Dadan Ahmad Sufyan, lahir di Tasikmalaya, 2 Januari 1966. Kang Da dan menempuh pendidikan SD sampai SMA di Tasikmlaya tepatnya di Singaparna.

Kapan kang Dadan mulai berkiprah di Muhammadiyah? Apa saja usaha kang Dadan untuk Muhammadiyah Tasikmalaya? Bagaimana peran Muhammadiyah satu dekade terakhir?

Pada tahun 1973, pengkaderan Muhammadiyah Tasikmalaya di mulai, tepatnya di Mesjid At-Taqwa Cikiray, Singaparna. Pada tahun tersebut kang Dadan masih dalam bangku SD. Dengan mengikuti pengkaderan tersebut kang Dadan akhirnya menjadi tokoh penting dalam waktu satu dekade terakhir dan membuat Kang Dadan berkem bang dengan nilai-nilai Muhammadiyah yang telah ia dapat sejak ke cil. Menurutnya, pengkaderan pada tahun tersebut merupakan cikal bakal nilai-nilai Muhammadiyah dikembangkan dan dijadikan satu patokan.

Lanjutnya, pengkaderan berikutnya pada tahun 1991. Sepulang belajar dari salah satu perguruan tinggi di Bandung, kang Dadan melanjutkan kiprah keorganisasian di tanah kelahirannya. Bergerak sebagai kader Muhammadiyah, pada tahun 1990-1995 ia masuk dan aktif di PCPM (Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah), sekali gus pada tahun tersebut ia menjabat sebagai ketua PRISMA (Pemu da dan Remaja Islam Mesjid At-Taqwa). Pada tahun selanjutnya, ia melanjutkan perjuangan di Muhammadiyah dengan masuk ke PDPM (Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah) Kota Tasikmalaya sam pai tahun 2005.

Dengan segudang pengalaman mengikuti berbagai organisasi dan lahir dari rahim Muhammadiyah, ini menjadi bekal dalam berjuang di dunia Muhammadiyah untuk menjadikan organisasi ini sebagai wa dah untuk memajukan bangsa dan agama Islam. Dengan demikian konsep Islam berkemajuan akan tercapai.

95
FACHRODIN set5.indd 95 11/10/2022 19.17.58

Kang Dadan sebagai kader yang militan tentunya ia akan terus berjuang bersama Muhammadiyah. Perjuangannya tidak berhenti, dan pada tahun 2005 kang Dadan masuk PDM Tasikmalaya. Pada tahun itu juga ia mengawali perjuangannya di PDM sampai saat ini. Muhammadiyah di Tasikmalaya semakin meluas dengan adanya pe misahan antara PDM Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Tepatnya, pada tahun 2009 PDM Kota Tasikmalaya resmi berdiri dengan Ba pak Oyon Sumaryono sebagai ketuanya. Pada selanjutnya yaitu tahun 2010 MUSDA (Musyawarah Darah) dilakukan, salah satunya pemi lihan ketua PDM yang baru.

Tahun 2010, kang Dadan terpilih sebagai ketua PDM Kabupaten Tasikmalaya dan jabatan ketua itu bertahan selama dua priode. Da lam dua periode tersebut banyak torehan prestasi yang telah diukir oleh Kang Dadan. Peningkatan kualitas dan kuantitas dakwah yang menjadi fokus pada periode pertama ini. Dalam hal kualitas dakwah termasuk di dalamnya sosial, pendidikan, dan kesehatan itu semuanya ditingkatkan salah satu caranya yaitu dengan cara memperbaiki terle bih dahulu konsep-konsep pelayanan terhadap umat.

Lanjutnya, untuk meningkatkan kuantitas PDM Kabupaten Tas ikmalaya salah satunya dengan membuka sebanyak mungkin dan berusaha mengembangkan cabang dan ranting di daerah Kabupaten Tasikmalaya. “Menjadi sebuah tantangan bagi kami untuk membuka cabang dan ranting perlu adanya aturan tegas dan jelas”, tutur kang Dadan.

Hasilnya, pada periode selanjutnya peningkatan kuantitas jelas terlihat dari 7 PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) sampai se karang sudah ada 12 PCM, di antara cabang yang baru yaitu pemekar an PCM di daerah Cigalontang, yang tadinya 1 kini menjadi 2, PCM Cipatujah juga termasuk PCM yang baru.

Walaupun adanya peningkatan PCM di Kabupaten Tasikmala ya, persentase jumlah PCM Kabupaten Tasikmalaya masih di bawah 50%, dari seluruh (39) kecamatan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya yang berkembang secara struktural baru 15 PCM, artinya dari 39 itu baru 30%-an angka yang telah dicapai. Tetapi, secara keseluruhan per

96
FACHRODIN set5.indd 96 11/10/2022 19.17.58

Satu Dekade Kang Dadan

kembangan kuantitas mengalami peningkatan walaupun tidak secara signifikan. Menegaskan, amal usaha dan dakwah Muhammadiyah di Tasikmalaya mengalami kemajuan.

Kemajuan dan peran dalam sosial PDM ini mengadakan tebar he wan kurban. Diawali pada 2012 kegiatan ini terus menunjukan kema juan. Jelas, pada kegiatan ini bukan hanya ritual ibadah saja tetapi ke pedulian terhadap sesama. Pada kegiatan ini sasaran utamanya ialah masyarakat yang keadaan ekonominya masih di bawah garis kemis kinan. Di samping menyentuh masyarakat dengan keadaan ekonomi yang kurang, kegiatan ini bertujuan untuk mensejahterakan masyara kat yang akidahnya masih lemah (orang muallaf).

“Sejak tahun 2012 kita selalu menebar hewan kurban kepada ma syarakat-masyarakat miskin, tetapi akidahnya kurang. Contoh seder hananya ke Cipatujah para muallaf Kristen di Kalaksanan, Cikawung Ading, Cipatujah dan di Cisemut, Cipanas, Cipatujah”, ucap ketua PDM Kabupaten Tasikmalaya Dadan Ahmad Sufyan saat dihubungi, 20 Februari 2020.

Di antara bentuk sosial lainnya, dilakukan di daerah Salawu de ngan terus melakukan pendekatan secara intensif bersama masyara kat eks-Ahmadiyah selama kurang lebih 3 tahun. “Gerakan-gerakan Muhammadiyah juga dilakukan ke daerah Salawu Ahmadiyah dan mantan Ahmadiyah, bahkan saya sejak 2012-2015 pada hari Ahad se tiap dua kali dalam satu bulan selalu ke lapangan (ke Salawu),” ungkap kang Dadan.

Usaha-usaha tersebut kang Dadan lakukan agar Muhammadiyah di Kabupaten Tasikmalaya bisa menjadi gerakan yang tidak hanya bergerak untuk kemajuan agama tetapi lebih membuktikan bahwa Muhammadiyah di Tasikmalaya itu dapat berperan dalam berbagai sektor, terutama dalam sosial.

Pendidikan

Kemajuan dan perkembangan dakwah Muhammadiyah Tasik malaya (PDM) terjadi dalam bidang pendidikan atau yang disebut degan amal usaha Muhammadiyah. Data pendidikan yang berada da

97
FACHRODIN set5.indd 97 11/10/2022 19.17.58

lam naungan Muhammadiyah sebanyak 18, mencakup sekolah dan lembaga pesantren. Pesantren yang cukup besar di antranya Pesantren Al-Furqan Singaparna, At-Tajdid di Cikedokan, dan Pesantren Qur rata A’yun.

Ada 5 sekolah jenjang SLTP yang menjadi amal usaha Muham madiyah Tasikmalaya yaitu SMP Plus Muhammadiyah Singaparna, SMP Plus Qurratu A’yun, MTs Muhammadiyah Singaparna, MTs Muhammadiyah Cipaku, dan MTs Muhammadiyah Leuwisari. Untuk jenjang SLTA di antara SMA Muhammadiyah Singaparna, SMA Mu hammadiyah Rawa, dan MA Al-Furqan Singaparna.

Amal usaha pendidikan mencapai puncak kemajuan pada tahun 2020, kemajuan tersebut dengan dibangunnya kampus 2 pesantren dan sekolah At-Tajdid yang semula hanya di daerah Cikedokan, seka rang, pesantren tersebut sudah mempunyai kampus 2 di Jl. Panying kiran No. 34, Arjasari, Leuwisari, Tasikmalaya.

Pelayanan Umat

Pada tahun 2019 lalu, kang Dadan sukses membentuk LAZISMU (Lembaga Zakat Infaq dan sodaqoh Muhammadiyah) di Kabaputen Tasikmalaya. Pembentukan itu bertujuan agar PDM Kab.Tasikmalaya, khususnya, dapat memberikan pelayan terhadap umat lebih baik lagi. Tujuannya, untuk melayani masyarakat yang termarginalkan dalam hal dan bentuk apa pun. Menurutnya, “Pada tahun 2019, saya lebih mengoptimalkan tentang pelayanan umat untuk kaum-kaum yang termarginalkan, di antaranya pembentukan LAZISMU. Segala yang berhubungan dengan petaka, LAZISMU selalu hadir”.

Dampak dari pembentukan LAZISMU tersebut dapat mendobrak kemajuan operasional PDM Kab. Tasikmalaya, seperti adanya kenda raan yang fungsinya untuk melayani umat. Pendapatan LAZISMU ti dak hanya sebatas berbentuk uang (material) tetapi non material pun ada, bahkan lebih banyak.

Pada periode selanjutnya, pelayanan terhadap umat lebih berfokus pada peningkatan kapabilitas internal dan kualitas pelayanan. Pening

98
FACHRODIN set5.indd 98 11/10/2022 19.17.58

Satu Dekade Kang Dadan

katan kualitas tersebut didasarkan pada bahwa Muhammadiyah itu bukan hanya sebatas organisasi Islam yang berbentuk dakwah secara sempit, tetapi pengertian dakwah yang dipahami oleh Muhammadi yah lebih luas, meliputi pendidikan, sosial, kesehatan, dan lain-lain.

“Satu hal dan lain sisi Muhammadiyah tidak hanya organisasi da lam bentuk dakwah tertentu, tetapi dakwah dalam bentuk lainnya juga dapat berjalan banyak, dari pendidikan, sosial, dan kesehatan. Yang utamanya adalah sesuai dengan target dan tujuan AD/ART yang per tama, Muhammadiyah itu adalah gerakan Islam amar ma’ruf nahyi munkar untuk menciptakan masyarakat sebenar-benarnya berdasar kan Al-Quran dan As-Sunnah,”, imbuhnya.

Pemberdayaan Ekonomi

Dalam pembangunan dan pemberdayaan ekonomi kang Dadan bersama PDM Kab. Tasikmalaya pada tahun-tahun terakhir berhasil membangun amal usaha berupa satu gedung yang dikhususkan untuk pelatihan dan workshop keahlian menjahit, gedung tersebut dibangun bersamaan dengan pembangunan kampus dua Pesantren At-Tajdid. Tentu, dengan adanya fasilitas tersebut memberikan peluang kepada masyarakat untuk belajar dan menekuni ilmu menjahit. Di samping itu, Muhammadiyah Kab. Tasikmalaya mendapat peningkatan ekono mi, yang hasilnya tetap untuk dakwah dan melayani umat.

Tidak hanya dalam bidang keterampilan, usaha untuk mendong krak perekonomian PDM Kab. Tasikmalaya salah satunya dengan membangun budidaya ikan. Usaha ini juga keberadaanya masih dalam lingkungan kampus dua Pesantren At-Tajdid. Kang Dadan mengata kan usaha yang dilakukannya harus mempunyai semangat; pertama, diwajibkan untuk dana organisasi; kedua, untuk berdakwah.

Sebanyak dan sebaik apa pun program yang direncanakan oleh satu organsasi tidak akan berarti apa pun apabila eksekutornya tidak sungguh-sungguh dalam menjalankannya. Program akan terlaksana dengan baik dan dirasakan oleh banyak orang apabila ia terus berju ang, optimis, loyalitas, totalitas, dan tanggung jawab terhadap diri sen

99
FACHRODIN set5.indd 99 11/10/2022 19.17.58

diri, organisasi, dan orang lain. Kang Dadan adalah orang yang telah memberikan tauladan bagaimana berjuang, terutama dalam wadah Muhammadiyah untuk Islam berkemajuan.

Ia (kang Dadan) bersama PDM Kabupaten Tasikmalaya berha sil memberikan hal yang baru dan memberikan efek yang signifikan bagi kemajuan umat, khususnya di daerah Kabupaten Tasikmlaya dan umumnya bagi bangsa.

100
FACHRODIN set5.indd 100 11/10/2022 19.17.58

Ustadz Haji Abdul Kadir Muhammad

Bahrus Surur-Iyunk 11

Ustadz Kadir Muhammad—begitu beliau sering dipanggil atau ada yang menyingkatnya Ustadz HAKAM—lahir di Surabaya pada tanggal 22 Pebruari 1916. Lahir dari keluarga priyayi-santri pasangan Nafisah, seorang wanita dari Sepanjang Sidoarjo, dan H. Mas Muham mad, seorang priyayi-ningrat tinggal di Surabaya. Kadir dibesarkan dalam lingkungan agamis yang pluralis. Sejak usia 6 tahun, Kadir kecil telah ditinggal ayah ibunya. Di an tara saudara-saudaranya yang lain, hanya Kadir kecil yang mau diam bil-asuh oleh pamannya, K.H. Mas Mansur. K.H. Mas Mansur adalah adik dari H. Muhammad. Kadir kecil tinggal dan besar dalam asuhan langsung K.H. Mas Mansur. Ia disekolahkan di Madrasah Mufidah yang dikembangkan dengan sistem dan kurikulum Mesir, hingga ta mat Madrasah Tsanawiyah pada usia 18 tahun. Sementara, saudara Abdul Kadir yang lain ada yang mendapatkan didikan langsung dari Hasan Gipo, Ketua Tanfidziah NU pertama.

Pada tahun 1934, Kadir remaja diutus oleh K.H. Mas Mansur untuk mengajar di Sumenep, Madura. Saat itu, ada sebuah Madrasah Muhammadiyah yang telah didirikan oleh Raden Musaid Werdisastro. Kebanyakan dari murid Madrasah Muhammadiyah ini adalah cucucucu Raden Musaid sendiri. Raden Musaid inilah yang menfasilitasi kegiatan dan berdirinya Muhammadiyah di Sumenep.

11 Wakil Ketua PDM Sumenep

101
FACHRODIN set5.indd 101 11/10/2022 19.17.58

Di Pulau Madura, Abdul Kadir muda memulai berdakwah dari lingkungan keluarga besar Raden Musaid. Keberadaannya bisa cepat diterima dan akrab disapa dengan sebutan “Ustadz”. Beliau juga ber dakwah di lingkungan Masjid Jami Sumenep. Demikianlah Ustadz Abdul Kadir Muhammad yang beretnis Jawa tetapi sangat memahami karakteristik orang Madura dan terbukti fasih dalam berbahasa Ma dura. Karenanya, ia tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi da lam komunitas yang berbahasa dan berbudaya Madura. Sebelum kedatangan Kadir remaja, K.H. Mas Mansur pernah ber interaksi dengan Raden Musaid. Sebagai ulama muda kharismatik, Kyai Haji Mas Mansur berhasil membawakan kehalusan dakwah yang menyentuh, sehingga memberi pengaruh yang luar biasa kepada pri badi Raden Musaid. Beliau memilih jalan yang tidak biasa ditempuh oleh kebanyakan budayawan dan kaum adat Madura yang mengam bil jarak atas gerakan dakwah. Semangat Raden Musaid justru me luap-luap untuk mengikuti cara beragama yang diajarkan oleh Mas Mansur dengan menempatkan agama dan budaya secara proporsio nal, tanpa mengesampingkan adat-budaya yang bersendi syara’ dan berpilar kitabullah.

Pada tahun 1937, Mas Mansur menyurati Raden Musaid bahwa keponakannya, Kadir Muhammad, menaruh hati kepada salah seo rang cucunya bernama R. Fatimatuz Zahra yang telah berusia 14 ta hun. Fatimah sendiri adalah cucu R. Musaid dari puterinya, R. Ay. Mariatul Kibtiyah, yang tidak lain juga murid Abd Kadir di Madrasah Muhammadiyah. Maka, jadilah K.H. Mas Mansur berbesan dengan R. Musaid yang sesungguhnya seorang budayawan dan penulis “Babad Songenep”.

Dengan biduk rumah tangga yang baru, Ustadz Kadir muda se makin aktif dengan dakwah ke desa-desa di wilayah Sumenep. Ia ikut mendirikan dan membina gerakan Nasyiatul Aisyiyah. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan adalah mengajari anggota NA unutk membuat bunga kertas. Yang lebih menarik lagi, lagu mars NA sering dijadikan lagu hiburan pada saat acara perkawinan. Mungkin inilah terobosan Ustadz Kadir untuk menyebarkan Muhammadiyah secara kultural.

102
FACHRODIN set5.indd 102 11/10/2022 19.17.59

Ustadz Haji Abdul Kadir Muhammad

Ustadz Kadir sendiri adalah seorang pegawai Departemen Agama atau—tepatnya—salah satu Panitia Haji Indonesia (PHI). Satu saat, Ustadz Kadir pernah ditugaskan untuk mengantarkan sejumlah uang ke Jakarta dalam rangka urusan haji. Nahas tak dapat dihalang, Ustadz Kadir yang saat itu membawa uang dalam jumlah besar kecopetan di Kertosono yang saat itu memang terkenal dengan copetnya.

Atas kejadian itu, Ustadz Kadir dimutasi ke Pulau Keitual, Ma luku Tenggara. Dijalaninya pemutasian itu dengan penuh tanggung jawab. Sebagai seorang dai, ia tidak pernah berhenti untuk berdakwah dan mengembangkan Islam. Beberapa tahun kemudian, Ustadz Kadir diangkat menjadi Kepala Departemen Agama Jawatan Ambon. Beliau sempat mendirikan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di sana.

Hingga suatu saat, ia “diberhentikan” dari jabatan Kepala dan di biarkan terkatung-katung tak menentu. Bahkan, tidak digaji selama 11 tahun. Puteri sulungnya, Hj. Fauziyah, menuturkan betapa semua yang ia miliki dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama beberapa tahun.

Perjalanan mengenaskan ini berawal ketika Ustadz Kadir dipang gil ke Jakarta. Dalam pertemuannya dengan Menteri Agama saat itu, Ustadz Kadir disarankan untuk masuk dan aktif di salah satu ormas Islam, karena Ustadz Kadir saat itu sangat kental dengan “darah” Mu hammadiyahnya. Ustadz Kadir menolak. Ironis, belum sampai Ustadz kadir menapakkan kakinya di Ambon, jabatan Kepala saat itu telah digantikan oleh seorang bernama Ali Fauzi. Ustadz Kadir tidak me miliki jabatan apa pun dan dibiarkan terkatung-katung tanpa gaji dan tunjangan dari negara.

Merasakan getirnya mempertahankan ideologi Muhammadiyah, Ustadz Kadir akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung hala man, Sumenep Madura. Ia kembali mengajar di Madrasah Muham madiyah dan aktif berdakwah dari desa ke desa, dari masjid ke masjid.

Pada tahun 1968, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Panarukan (Situbondo) melamar Ustadz Kadir untuk menjadi pengasuh pondok Pesantren Modern di Panarukan. Pondok Pesantren yang dirintis oleh Ustadz Kadir ini berhasil mendidik kader-kader Muhammadiyah, ter

103
FACHRODIN set5.indd 103 11/10/2022 19.17.59

utama dari Kepulauan Kangean, Sapeken dan Sepudi. Santri-santrinya mendiaspora ke wilayah Kepulauan Sumenep dan menjadi kader Mu hammadiyah di daerahnya.

Namun, karena beberapa hal, Ustadz Kadir pun kembali ke Su menep. Di Sumenep, Ustadz Kadir muncul dengan tekad baru dalam dirinya. Ia berkeinginan untuk berdakwah ke Pulau Kangean. Ketika hendak berniat berangkat ke Kangean, keluarganya di Sumenep sem pat menawarkan tanah dan bantuan dana untuk mendirikan sekolah di Sumenep, agar Ustadz Kadir tidak ke Kangean. Bahkan, sebagian putera-puterinya pun tidak menyetujui keberangkatannya ke Pulau Bekisar. Meski akhirnya, putera-puterinya sadar bahwa salah satu manfaat kepergian dakwah ke Kangean adalah untuk menghibur diri dari posisi yang tidak adil di Departemen Agama.

Lebih dari sekedar menghibur diri, ada satu landasan filosofis yang patut diteladani dari Ustadz Kadir mengapa ia lebih memilih Kangean daripada Sumenep. Beliau mengatakan, “Oreng Sumenep rea dhung-matedhung. Mon ejagai tak lekas jagha. Lain ben oreng Kang ean. Orang Kangean rea tedhung ongguhan. Mon ejagai lekas jagha.” “Orang Sumenep itu pura-pura tidur. Kalau dibangunkan ia hanya pura-pura bangun dan tidak cepat bangun. Sementara, orang Kangean itu tidurnya tidur beneran. Kalau mereka dibangunkan akan cepat ba ngun sungguhan”. Ungkapan Ustadz Kadir ini sebenarnya menggam barkan bagaimana cara berpikir masyarakat Sumenep atau mungkin Madura pada umumnya dalam merespons dakwah Islam dan gerakan dakwah Persyarikatan.

Ustadz Kadir masuk Pulau Kangean pada tahun 1974. Pada 1975, beliau membawa isteri dan beberapa putera-puterinya. Berbe kal pengalaman dan kedalaman ilmu yang dimilikinya, Ustadz Kadir memantapkan Muhammadiyah dari sisi kultural dan struktural. Se cara kultural, ia mendirikan dan mengaktifkan pengajian. Ia bersama pengurus Muhammadiyah yang sudah ada mendirikan lembaga pen didikan. Menariknya, lembaga pendidikan yang didirikan bersama tokoh-tokoh masyarakat Kangean tidak diberi label Muhammadiyah, melainkan dengan label YPPMI, Yayasan Pondok Pesantren Modern Islamiyah.

104
FACHRODIN set5.indd 104 11/10/2022 19.17.59

Ustadz Haji Abdul Kadir Muhammad

Dari Yayasan inilah lahir Madrasah Tsanawiyah (1976), baru kemudian mendirikan Madrasah Diniyah Ibtidaiyah Darul Arqam (1977). Belakangan, MI ini berubah menjadi Madrasah Diniyah Da rul Arqam, karena terlibas aturan Pemerintah yang tidak mengakui MI masuk sore. Ustadz Kadir juga merintis TK At-Taqwa (1978) yang belakangan menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal At-Taqwa, di mana pengelolanya bukan ‘Aisyiyah melainkan Yayasan tersebut. Ustadz Kadir membuka sekolah tingkat Madrasah Aliyah (1982) yang ber kembang menjadi SMA Muhammadiyah 3 Arjasa Kangean. Hingga kini, semua jenjang pendidikan yang tidak berlabel Muhammadiyah ini tetap eksis dan berkembang, meski berada di luar lajur struktural Muhammadiyah. Ustadz Kadir nampaknya paham betul betapa label “Muhamma diyah” masih belum menguntungkan untuk membangun sebuah kul tur berbasis ideologi Muhammadiyah. Nuansa perbedaan yang tidak kondusif ini memaksa the founding fathers Muhammadiyah di Kang ean untuk ber-taqiyah, menyembunyikan ideologi dan label Muham madiyah untuk sementara waktu—meski metode dan kurikulumnya khas asli Muhammadiyah. Dalam sistem pengajaran lembaga pendi dikan ini ada mata pelajaran Kemuhammadiyahan, kegiatan Hizbul Wathan, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan sebagainya.

Dengan strategi semacam ini, lembaga pendidikan yang “di dalam Muhammadiyah dari luar berbau NU” ini bertahan dan lebih fleksibel dalam memasuki ranah birokrasi pemerintah dan, terutama, Depar temen Agama yang seringkali eksklusif sektarian-keormasan. Ia akan dipandang lebih tahan banting dari terpaan perbedaan yang tajam, dan terasa seakan tiada beda dengan yang lain. Ustadz Kadir sendiri tidak menjabat sebagai Ketua Yayasan tersebut. Yayasan tersebut dike tuai oleh Sudomo yang belakangan menjadi Kepala Departemen Pen didikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep.

Selama berada di Kangean inilah Ustadz Kadir berkirim surat ke Menteri Agama. Setelah lima kali, persis pada masa Prof. Dr. Mukti Ali, permohonan gaji Ustadz Kadir diterima—meski dipotong. Pada tahun 1983, Ustadz Kadir pulang ke Sumenep dalam rangka peng obatan isteri tercintanya. Karena begitu cintanya Ustadz Kadir pada

105
FACHRODIN set5.indd 105 11/10/2022 19.17.59

Kangean, beliau sempat meminta izin untuk berlayar ke Kangean pada waktu sehari sebelum isterinya meninggal. Meski sempat kembali ke Kangean, setahun kemudian, 1984, Ustadz Kadir dipanggil Allah. Ia meninggalkan 15 orang anak: Fauziyah (lahir 1938) yang pernah men jabat Ketua PDA Sumenep 3 periode, Nafisah (1939), Mutmainnah (1940), Hasananiyah, Jamal Qadri (1944), Mardiyah (1946), Zuhriyah (1948), Hamidah (1950) pernah menjadi Kepala Madrasah MTs YP PMI dan Ketua PCA Arjasa Kangean, Rukayyah (1952), Rahmaniyah (1953), Nanik Jauliyah (1955), Diah Khalidah (1957) menjadi Ketua PCA Arjasa Kangean, Muhaimin Qodri (1959), Hanifah (1961) dan Raihanah meninggal pada usia 33 hari. Salah satu yang membuat kalangan non-Muhammadiyah di Kangean sungkan kepada Ustadz Kadir adalah kemampuan manajer ial kepemimpinannya. Beliau bukanlah tokoh lokal Kepulauan mela inkan pendatang, sehingga membuat kalangan non-Muhammadiyah saat itu “gentar” dengan kehadirannya. Mungkin “jam terbang” yang pernah beliau lakoni menjadikannya sebagai ikon baru saat itu. Wal lahu a’lamu bi al-shawab.

106
FACHRODIN set5.indd 106 11/10/2022 19.17.59

K.H. Fathul Mu’in Dg Maggading

Sosok Ulama Kharismatik Muhammadiyah Sulawesi Selatan12 Syandri Syaban

Menelusuri sejarah tokoh-tokoh Islam khususnya tokoh perge rakan Sulawesi-Selatan memang sangat menarik, karena akan memberikan gambaran utuh bagaimana gerak pemikiran dan dakwah terus mengalir dari satu generasi ke generasi. Generasi yang berperadaban adalah generasi yang mengenal se jarahnya dan generasi yang berakhlak adalah generasi yang mene genal ulamanya. Artikel singkat ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali salah satu tokoh sentral pergerakan Islam khususnya di Sula wesi-Selatan pada abad-20.

Sejak meninggal 35 tahun silam, nama besarnya seakan hilang tenggelam oleh zaman. Tidak pernah sekalipun nama atau perannya terekam di media-media cetak ataupun online, berbeda dengan mu rid-murid yang tumbuh besar di bawah asahunnya. Beliau mungkin tidak lagi dikenal, tapi jasa-jasa pengkaderan dan pembinaannya tidak akan pernah dilupakan.

12 https://www.pilarindonesia.com/2020/05/mengenang-sosok-ulamakharismatik.html?m=1

h ttps://www.pilarindonesia.com/2020/05/aktivitas-dan-karakter-khfathul-muin.html?m=1

107
FACHRODIN set5.indd 107 11/10/2022 19.17.59

KH. Fathul Muin Dg Maggading (1919-1985)

Fathul Muin Dg Maggading dilahirkan pada hari Selasa, 17 De sember 1919 di Desa Pakalli Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Se bagian informasi menyebutkan bahwa nama Fathul Muin terinspirasi dari nama sebuah buku yaitu kitab Fathulmuīn, yang merupakan sa lah satu kitab fiqih mazhab Syafiiah yang sangat populer.

Lahir dari pasangan H. Ba Alwi dan Ibu Hj. Husnah. Ayahnya, H. Ba Alwi merupakan salah satu pimpinan grup Muhammadiyah Maros 1929. Terkenal dengan keteguhan dan konsistensi memegang prinsip-prinsip syariat Islam. Selain terkenal dengan keteguhan dan keberaniannya, H. Ba Alwi juga terkenal dengan keilmuannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah literatur sejarah berdirinya Muhammadiyah cabang Pao Tombolo-Gowa.

Haji Ba Alwi yang meninggal pada Kamis, 25 Maret 1971 memiliki hubungan yang cukup baik dengan Buya Hamka. Ketika ditugaskan mempersiapakan Muktamar sekaligus mengembangkan Muhamma diyah di Kota Makassar sekitaran tahun 1930an, Buya Hamka sering kali menginap di rumah Ba Alwi. Oleh karena itu, menurut keluarga Fathul Muin, walaupun tidak pernah belajar secara langsung, akan tetapi, Fathul Muin sempat menimbah pemikiran-pemikiran Hamka ketika mendengarkan diskusi-diskusi Buya Hamka bersama ayahnya.

Fathul Muin Dg Maggading adalah anak kedua dari empat belas bersaudara, lebih dikenal dengan nama Dg Maggading atau dalam ke luarga akbar disapa dengan ba’ba Maggading.

Sebelum memimpin Muhammadiyah cabang Makassar tahun 1960, pada masa mudanya, ia aktif sebagai pejuang kemerdekaan, sumbangsih besarnya adalah di bulan Januari 1946, sebuah peristi wa heroik terjadi, di mana para pemuda yang dipimpin oleh Fathul Muin Dg Maggading menurunkan bendera Belanda di depan rumah Controleur kemudian merobek bagian birunya dan mempertontonkan kepada masyarakat di depan kantor Karaeng Turikale. Peristiwa ini bermakna bahwa masyarakat Maros adalah masyarakat pejuang yang siap berkorban untuk bangsa dan negara.

Peristiwa inilah yang menjadikan Fathul Muin begitu dihargai dan disegani oleh elit pemerintah ketika memimpin organisasi Mu

108
FACHRODIN set5.indd 108 11/10/2022 19.17.59

K.H. Fathul Mu’in Dg Maggading

hammadiyah, tidak terkecuali walikota Makassar yaitu Muhammad Daeng Patompo yang juga merupakan juniornya dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sebagai penghargaan akan perjuangan Fathul Muin, pemerintah kota Maros mengabadikan bulan Januari sebagai bulan lahir kota Maros yaitu 4 Januari 1471.

Pendidikan, Guru, dan Murid

Pengembaraan intelektual Fathul Muin Dg Maggading secara umum dibagi menjadi dua fase. Pertama, Pendidikan non-formal, yang dimulai sejak kecil dimana ia tumbuh besar di bawah asuhan langsung sang ayah, H. Ba Alwi. Karekter keras, kepribadian tegas, dan kematangan ilmu sang ayah terwariskan kepadanya. Ilmu-ilmu agama dasar dipelajarinya dari kedua orang tuanya yang terkenal sa ngat agamis.

Fathul Muin Dg Maggading terkenal sangat ulet dalam menun tut ilmu, di antara tempat yang telah dijelajahiya adalah Makkah al-Mukarramah. Ulama-ulama Makkahlah yang sangat banyak mem pengarui cara berfikirnya sekembali ke tanah air. Selain itu, beberapa wilayah di Indonesia pun dikunjunginya seperti Bukit Tinggi, Pan dang Panjang, Sumatera Barat.

Selain perjalanan ilmiah ini, kematangan intelektualnya semakin terasah dengan hadirnya tokoh-tokoh Muhammadiyah dari Sumatera yang diutus ke Makassar seperti Prof. H. Darwis Zakariah, S.S Jama’an, Gazali Sachlan, dan Haji Kamaluddin. Ditambah dengan kegemaran nya berdiskusi dengan uluma lokal yang sezaman dengannya, di an taranya: Dr. S. Madjidi, KH. Ahmad Marzuki Hasan, KH. Djabbar Asyiri, KH. Sanusi Ma’gu dan ulama yang lainnya di Sulawesi Selatan. Fase kedua: Pendidikan formal, K.H. Fathul Muin mulai menem puh studi sekolah dasar Belanda Inlandsch School (Sekolah Bumi Pu tera) di Maros. Kemudian melanjutkan pendidikannya di MULO. Se kolah lanjutan tingkat pertama singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs dengan tingkatan yang sama dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia juga pernah mengenyam pendidikan Mua’llimin Padang Panjang Bukit Tinggi Sumatera Barat.

109
FACHRODIN set5.indd 109 11/10/2022 19.17.59

Keilmuan Fathul Muin Dg Maggading, bukan hanya didapatkan dari bangku sekolah, akan tetapi juga dihasilkan dari kesungguhan nya menekuni berbagai jenis keahlian, kemampuan dan skil bahasa juga sangat baik, ia menguasai tiga bahasa asing: bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Ia terkenal juga sebagai seorang pengha fal al-Quran (Hafidz) yang memiliki lantunan bacaan al-Quran yang khas. Orang yang pernah salat bersamanya memiliki kesan tersendiri dengan irama bacaannya.

Di antara tokoh yang secara langsung atau tidak telah mempega ruhi cara berfikir KH. Fathul Muin adalah ulama Sumatera Barat yang telah disebutkan sebelumnya dan juga ulama lokal Sulawesi Selatan seperti KH. Malik Ibrahim, KH. Abdurrahman Syihab, Dr. S. Madjidi, KH. Marzuki Hasan, dan KH. Djabbar Asyiri.

Bersama tiga kawan seperjuangannya yang lain yaitu K.H. Djab bar Ashiri, Dr. S. Madjidi, dan KH. Marzuki Hasan, ke empat ulama ini digelari “Imam Empat” Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Mereka dengan kesungguhan berhasil membangun institusi pendidikan dan pengkaderan, yang menjadi cikal bakal perkembangan dakwah di Su lawesi Selatan pada abad 20, yaitu Pendidikan Ulama Tarjih Muham madiyah yang bermula di Darul Arqam Gombara Makassar. Dari hasil pengkaderannya, perjalanan sejarah dan dakwah di Sulawesi-Selatan, ditemukan begitu banyak tokoh masyarakat, muballigh, politisi, yang merupakan hasil binaannya. Mereka ber beda-beda organisasi, tetapi semuanya tetap mengusung semangat sang guru. Di antara murid-muridnya yang sampai sekarang membe rikan sumbangsih perubahan dalam masyarakat baik skala nasional maupun skala Sulawesi—Selatan. Berikut nama-nama yang pernah dikader langsung oleh Fathul Muin: K.H. M. Arief Marzuki (Pimpinan Pusat Pesantren Darul Isti qomah), Abdullah Said (Muhsin Kahar) (Pendiri Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Kalimantan Timur), Dr. Drs. H. Muh. Alwi Uddin (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan Periode 2010-2015), KH. Dr. Muhammad Zaitun Rasmin (Pimpinan Pusat Ormas Wahdah Islamiyah/Sekjen MUI pusat), KH. Muhammad Said Abdul Shamad (Ketua LPPI Makassar), KH. Abdul Djalil Tha

110
FACHRODIN set5.indd 110 11/10/2022 19.17.59

K.H. Fathul Mu’in Dg Maggading

hir (Pimpinan Pondok Pesantren Darul Aman Gombara Makassar), H. Dain Yunta (Ketua Pertama Yayasan Fathul Muin), Syarifuddin Patna (Politisi PDI-P Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan), TaM.Si.l Lin rung (Politisi PKS, Anggota DPD RI dari Dapil Prov. Sulawesi Selat an), Anshar Amiruddin (Anggota Dewan Mudzakarah. Ketua Dewan Pembina Pesantren Hidayatullah Samarinda), Haris Abdurrahman (Mantan Politisi Partai Bulan Bintang Sulawesi Selatan), dan sederetan nama-nama tokoh lainnya di Sulawesi Selatan seperti Drs. KH. Jala luddin Sanusi, KH. Bakri Wahid, Drs. H. Usman Maisar, Drs. Muham mad Tahir Hasan, Drs. H. M. Dahlan Yusuf, A. Iskandar Tompo, Drs. H. Zainuddin Sialla, K.H. Mukhtar Wakka, Agus Dwikarna, Qasim Saguni, Syamsuddin Thalib, H. Nasir, H. Sahabuddin, Arif LA dll.

Aktivitas dan Karakter

KH. Fathul Muin memimpin cabang Muhammadiyah Makassar berawal dari tahun 1960, kemudian menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah tahun 1970 sampai meninggal dunia tahun 1985. Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah sangat berkembang di masa kepemimpinannya, pada periode inilah Muhammadiyah memi liki aset usaha yang melimpah ruah, lokasi perkebunan yang sangat luas bekururan ratusan hektar yang berlokasi di Maros, Bone, Banta eng, dan beberapa wilayah di Sulawesi Selatan.

Pada masa kepemimpinannya berdiri Rumah Bersalin yang ke mudian hari berkembang menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Khadijah, demikian halnya dengan berkembangnya dakwah melalui radio dengan adanya radio amatir (Radam) al-Ikhwan yang dijadikan sebagai corong dakwah yang sangat bermanfaat untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran Muhammadiyah.

Rumah sakit Ibu dan Anak Sitti Khadijah didirikan oleh to koh-tokoh Muhammadiyah cabang Makassar dengan tujuan menja di sumber dana yang bisa menunjang kegiatan-kegitan persyarikatan Muhammdiyah. Di samping itu untuk dapat membantu umat pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya di bidang ke sehatan. Tokoh-tokoh pendiri Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Khadi

111
FACHRODIN set5.indd 111 11/10/2022 19.17.59

jah Muhammadiyah cabang Makassar antara lain: KH. Fathul Muin Dg Maggading, H. Abdul Razak Dg Sako, H. Hanafi, H. Chalid, H. Abd. Hamid Perdi.

Pembelian awal tanah rumah sakit ini sebesar 1 juta rupiah ta hun 1960-an oleh Hj. Rasyidah Dg Bau adik bungsu kiai Fathul Muin. Pembeliannya penuh dengan perjuangan. Untuk itu, KH. Fathul Muin harus beberapa kali bolak balik Makassar-Jakarta menyelesaikan pem bebasan lahan rumah bersalin ini. Selain Rumah Bersalin, radio adalah merupakan sarana dakwah yang sangat efektif pada zaman itu, dan ini sangat disadari oleh Fat hul Muin Dg Maggading sebagai pemimpin visioner, walaupun pen dirian Radio Amatir al-Ikhwan tidak sebagaimana pendirian Rumah Bersalin Sitti Khadijah di mana Fathul Muin terjun langsung mengu rusi pembelian sampai pembangunan. Adapun radio amatir (radam) al-Ikhwan ini, asal mulanya adalah inisiatif jamaah dan pemuda Mu hammadiyah ketika itu yang direstui olehnya. Di sinilah juga nampak fikih dakwahnya, walaupun terkenal begitu kerasnya dalam mengu sung pemurnian ajaran Islam, secara khusus dalam bidang aqidah, akan tetapi pada masalah-masalah wasilah dakwah (metode dakwah) baru ini, baginya tidak menjadi sebuah masalah.

Fathul Muin dari segi fisik ia berperakawaan tinggi, tegap, berkulit sedikit gelap, tatapan mata yang tajam, dan bersuara yang lantang. Be rani menyuarakan kebenaran serta siap menerima setiap konsekuensi kebenaran yang ia sampaikan. Hal ini terbukti dengan keberaniannya berhadapan langsung dengan siapa saja, termasuk salah satu Walikota Makassar yaitu Muhammad Dg Patompo, yang ketika itu memboleh kan perjudian Lotre Totalisatore (Lotto) untuk mencari pemasukan tambahan pembangun kota. Di antara perkataannya yang cukup keras kepada Walikota adalah, “Anda kurang ajar. Apakah tidak bisa Anda membangun kota Makassar kecuali dari uang haram perjudian”?

Oleh karena itu, pada saat terjadinya kasus penggayangan Lot to, walaupun tidak terlibat langsung dalam aksi, akan tetapi pe muda-pemuda yang terlibat, semuanya terispirasi dari ceramah-cera mahnya tentang keburukan yang akan ditimbulkan oleh perjudian ini. Akibatnya, beberapa kali ia harus diperiksa bahkan sempat ditahan

112
FACHRODIN set5.indd 112 11/10/2022 19.17.59

K.H. Fathul Mu’in Dg Maggading

pihak berwajib karena dianggap sebagai dalang aksi. Konsep amar makruf nahi mungkar dihayatinya dengan sangat dalam. Setiap pe langgaran akan direspons dengan cepat sebagaimana ia rutin melaku kan pengecekan terhadap aset-aset organisasi.

Fathul Muin juga seorang yang wara’. Sifat ini nampak ketika ia memimpin Rumah Bersalin Sitti Khadijah. Sebagai seorang direktur, tidak pernah sama sekali ia memanfaatkan asset milik rumah sakit untuk kepentingan pribadinya.

Selain itu, ia juga sangat tegas. Ketegasannya terlihat ketika me nyaksikan ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, apakah itu pelanggaran agama ataupun keorganisasian. Sebagaimana dike luarkannya sebagian penghuni dari asrama Ta’mirul Masajid karena melanggar aturan.

Seorang yang ulet dan pekerja keras, ia memiliki kelebihan yang jarang didapatkan pada orang lain di zamannya dan setelahnya. Seba gai seorang ulama yang aktivitasnya banyak berdakwah, ia juga ada lah seorang pekerja keras yang ulet, hampir semua bisa dilakukannya, berdagang, bertani, berladang, berkebun, beternak semua dilakoninya penuh keikhlasan demi kemajuan dakwah.

Teguh di atas pendirian. Kiai dikenal sebagai seorang panutan da lam keteguhan, berbagai masalah harus diresponnya yang terkadang harus membutuhkan pengorbanan. Salah satu contoh keteguhan yang begitu berkesan dalam kehidupannya adalah ketika menghadapi kasus Lotto, dan Asas Tunggal Pancassila di masa Orde Baru. Suatu ketika di tanyakan kepadanya: “Ustadz, kenapa Anda masih terus menyuarakan pengharaman Lotto, sedangkan DPRD dan sebagian ustad-ustad telah membolehkannya!” Mendengarkan pertanyaan seperti ini, ia menja wab, “Jangankan DPRD, DPR RI, seluruh dunia pun kalau menghalal kan Lotto, maka saya akan tetap mangatakan bahwa itu HARAM!” Sebagai salah satu pimpinan Muhammadiyah, K.H. Fathul Muin Dg Maggading sangat disiplin, dan memiliki dedikasi yang sangat ting gi terhadap organisasi yang dipimpimnya. Hampir setiap kesempatan yang ada, di dalam atau di luar kota Makassar dimanfaatkannya untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat, melalui ceramah-cera mahnya. Masjid Raya Maros merupakan salah satu masjid yang sering

113
FACHRODIN set5.indd 113 11/10/2022 19.17.59

dijadikan tempat membagi ilmunya. Dalam ceramah-ceramahnya selalu membahas masalah-masalah yang terkini, dan solusinya sesu ai tuntunan al-Quran. Di antara tema-tema ceramah yang seringkali disampaikannya adalah, masalah wajibnya kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah, pentinggnya memahami makna dien, shalat, dan akh laq.

Yang sangat penting pada diri Kiai Fathul Muin adalah sema ngatnya menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam kehidupan sehari-hari. Di antara Sunnah Rasulullah yang kembali dihidupkan pada masanya adalah sunnah I’tikaf di se puluh hari terakhir Ramadhan, memperketat aturan interaksi antara laki-laki dan perempuan sehingga ia memisahkan antara pelajar lakilaki dan perempuan pada proses belajar di kelas, mempermudah urus an pernikahan dan memperketat aturan acara resepsi dengan tidak campur baur, pelaksanaan salat ied dilaksanakan di lapangan dengan memilih tempat dipinggiran kota, dan beberapa Sunnah yang ketika itu telah ditinggalkan oleh masyarakat muslim khususnya di kota Ma kassar dan sekitarnya.

Pergi Untuk Selamanya

K.H. Fathul Muin wafat saat melaksankan tugas yaitu melakukan inspeksi ke salah satu lokasi tambak miliknya dan milik organisasi. Tepatnya di Desa Kuri Maros pada hari Rabu, 18 September 1985 di umur 65 tahun.

Ia meninggalkan dua orang istri, delapan anak, empat putra, dan empat putri, dikuburkan di pekuburan Bonto Jolo Maros, walaupun sempat ditawarkan kepada pihak keluarga agar jenazahnya dikebumi kan di taman makam pahlawan sebagai bentuk penghormatan bagi perjuangan kemerdekaan dimana sampai ia meninggal tercatat seba gai anggota Veteran Kemerdekaan dengan pangkat Mayor. Tawaran pemerintah ini ditolak oleh pihak keluarga, dengan alasan amanah. Jauh hari sebelum wafat, kiai meninggalkan wasiat jika Allah menak dirkan ia lebih dulu meninggal dunia agar dimakamkan di pemakam an umum.[]

114
FACHRODIN set5.indd 114 11/10/2022 19.17.59

Kisah Daud Sidiq

Penggerak Dakwah Muhammadiyah Metro yang Legendaris Izna Nur Rahmah

Sebagai gerakan Islam yang berkemajuan, Muhammadiyah harus selalu berjuang menggerakkan Islam, menjadikan Islam itu hidup dan menghidupkan, selalu bergerak aktif dan dinamis sehingga keha diran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam benar-benar dirasakan oleh setiap orang. Bukan hanya bagi orang Islam dan anggota Mu hammadiyah saja, tapi semuanya. Spirit tersebut menjadi penyema ngat bagi Daud Sidiq untuk mempejuangkan Muhammadiyah yang tangguh di Kota Metro. Sosok nya dikenal sebagai pendakwah yang berperan besar dalam perkembangan Muhammadiyah di Kota Metro.

Kiprah Sukses Seorang Anak Panti

Awalnya pria kelahiran Banjarsari Metro 29 September 1947 silam adalah anak Panti Asuhan Budi Utomo milik Muhammadiyah. Panti asuhan ini lah tempatnya berproses, belajar dan mengembangkan diri. Sejak tahun 1963, ia memulai karier dan pengabdiannya di Muham madiyah. Merasa telah melakukan penjelajahan ilmu dan pengalaman berharga di Panti tersebut, Daud Sidiq tepatnya di tahun 1963-1964 mengabdi menjadi guru honorer di Madrasah Ibtidaiyah Muhamma diyah (MIM) Banjarsari Metro. Bersamaan dengan itu, ia juga mulai berkecimpung menjadi Ketua Bagian Dakwah Pemuda Muhammadi yah Ranting Banjarsari.

115
FACHRODIN set5.indd 115 11/10/2022 19.17.59

Berselang satu tahun, Suami Siswaty tersebut mencoba mengikuti ujian guru agama. Berkat kegigihan dan kemampuannya, dia dinyata kan lulus dan ditugaskan oleh Negara menjadi guru di MIM Banjarsa ri Metro tercatat sejak tahun 1964-1966. Karier Daud Sidiq terbilang sukses. Setelah 11 tahun menjadi guru di Amal Usaha Muhammadi yah, ia dipilih menjadi Kepala PGA Muhammadiyah yang saat itu— sebelum adanya pemekaran wilayah—masih terletak di Lampung Te ngah. Tak berhenti di situ, pada tahun 1981 ia dipromosikan menjadi Pengawas Pendidikan Agama Islam TK, SD/MI di Kecamatan Metro. Hingga tahun 2000 Daud Sidiq tetap berkiprah menjadi Pengawas PAI di berbagai Kecamatan, khususnya di Lampung Tengah.

Penggerak Cabang dan Ranting Berkemajuan di Kota Metro Aktif menjadi pengawas PAI tidak membuat Daud Sidiq surut da lam menggembirakan dakwah Muhammadiyah dan mengasah kepi awaianya dalam memimpin. Di tahun 1969 ia diberi mandat sebagai Ketua DPC IMM Metro Lampung Tengah. Berselang sekitar 11 tahun, tepat ditahun 1981 ia pun dipercaya menjadi Kepala SD Muhamma diyah Metro dan Kepala Panti Asuhan Budi Utomo Muhammadiyah Metro. Sejak ditunjuk sebagai Ketua PDM Kota Metro selama dua peri ode (2010-2020), Daud Sidiq selalu berusaha untuk mengoptimalkan peran dan fungsi Cabang dan Ranting di Kota Metro. Sebagai anak seorang kolonisasi (transmigran) dirinya paham betul tentang seluk belum Kota Metro, Metro dikenal dengan masyarakat yang majemuk dan terdiri atas banyak pendatang baik dari pulau Jawa atau Sumatra, para pendatang itu bergabung dan bertemu di Kota Metro, ‘’Metro itu artinya mitra yang berarti saudara atau sama-sama sebagai perantau,‘’ jelasnya.

Dalam usia senja nya, Daud Sidiq terus berupaya menggerakkan dan memajukan cabang dan ranting Kota Metro, melalui dakwah ja maah, dakwah pengembangan dan peningkatan kemakmuran anggota jamaah. Faktanya dari segi jumlah cabang dan ranting Muhammadi yah Kota Metro terpenuhi bahkan lebih dari 100%. Secara pemerin

116
FACHRODIN set5.indd 116 11/10/2022 19.17.59

Kisah Daud Sidiq

tahan, Kota Madya Metro hanya terdiri atas 5 Kecamatan, yaitu Met ro Pusat, Metro Utara, Metro Selatan, Metro Barat dan Metro Timur, sedangkan Muhammadiyah berhasil memiliki 6 Cabang, satu cabang lainya berada di Kec. Metro Pusat yaitu Cabang Hadimulyo. Hadimul yo sendiri sudah terbentuk sejak lama, sejak zaman Lampung Tengah Lama dan merupakan cabang tertua di Lampung Tengah Lama. Kondisi ranting pun tak kalah menggembirakanya, PDM Kota Metro mengupayakan agar ranting tersebar di setiap kelurahan. Fakta nya, terdapat 22 Kelurahan di Kota Metro dan Muhammadiyah berha sil membentuk 23 Ranting. Kehadiran cabang dan ranting Muhamma diyah di Kota Metro menjadi mayoritas dibanding dengan kabupaten/ kota lain yang ada di Lampung. Ini artinya, di akar rumput, di tingkat basis atau di jaringan paling bawah, Muhammadiyah di Kota Metro mengalami kemajuan yang sangat menggembirakan. Menurutnya, Muhammadiyah Kota Metro harus memiliki ran ting yang diperkuat, sebab ranting adalah sumber kekuatan persyari katan. Di ranting itu anggota Muhammadiyah mulai membangun diri, masyarakat, dan amal usaha. Pembinaan anggota dilakukan melalui pengajian anggota, iuran anggota dan upaya lainnya. Anggota yang sudah memahami Islam dan Muhammadiyah diharapkan bisa menja di inti jamaah yang akan menggerakan dakwah jamaah. Keberhasilan dakwah jamaah sangat ditentukan oleh kualitas anggota Muhamma diyah, sementara itu kualitas anggota sangat ditentukan oleh keberha silan pembinaan di ranting. Jika pembinaan anggota ranting berhasil insyaAllah dakwah jamaah juga akan berhasil. Selama ini kota Metro dikenal solid dalam kepengurusan serta memiliki banyak amal usaha. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduknya adalah pendatang dari berbagai daerah dan kualitas ekonominya sudah tercukupi. Meskipun demikian, untuk menjadi seorang pimpinan persyari katan itu tidak mudah apalagi dalam mewujudkan pertumbuhan seca ra kelembagaan di ranting dan cabang, baik secara vertikal dan hori zontal, sehingga pemimpin butuh beberapa Majelis yang membidangi di bawahnya.

Beragam kegiatan dilakukan untuk menggelorakan dakwah di tingkat ranting, seperti kegiatan di Ranting Iringmulyo Cabang Metro

117
FACHRODIN set5.indd 117 11/10/2022 19.17.59

Timur yang terpusat di Masjid Baitur Razaq. Tiada hari tanpa mengaji, mengupas beragam kitab hadits seperti Riyadush Sholihin, Al-Lukluk wa al-Marjan, dan mengaji rutin setiap subuh sejak tahun 2008. Daud Sidiq juga tak pernah absen menjadi penceramah keliling di seluruh ranting Muhammadiyah di Kota Metro.

Perintis Amal Usaha Unggulan

Setiap gagasan dan pokok pikiran yang akan diwujudkan dalam persyarikatan Muhammadiyah tentu saja tidak dapat diwujudkan oleh beliau sendiri, tetapi harus diikuti oleh sekelompok orang seca ra bersama dan saling bekerja sama. Hal itu lah yang dilakukan oleh suami dari Siswaty ini dalam memperluas dakwah Muhammadiyah di Kota Metro. Terbukti selama 2 Periode kepemimpinan menjadi Ke tua umum PDM Kota Metro berhasil merintis AUM unggulan di Kota Metro.

Sebut saja PT Metro Solar Investama (M.Si.) yang kini telah ber usia 10 tahun berhasil memiliki tiga badan usaha, Pertama Muham madiyah Business Centre (MBC), sebuah swalayan milik Muhamma diyah yang diresmikan langsung oleh M. Din Syamsudin tahun 2015 silam dan menyediakan berbagai macam sembako dan perlengkapan rumah tangga lainya. Kedua Metro-M yang merupakan toko kompu ter. Ketiga Surya Gemilang dengan beragam alat bangunan yang dipa sarkannya. Termasuk juga ketika sekolah akan membangun gedung bisa dikelola dan dikonsultasikan ke PT M.Si. tersebut. Hingga kini sekolah Muhammadiyah di berbagai daerah seperti di Kecamatan Labuhan Maringgai, Seputih Banyak, dan Kalianda telah merasakan manfaatnya.

Di samping itu, Metro memiliki banyak amal usaha di bidang pendidikan baik dari segi jenis dan jenjang. Mulai pra sekolah hingga Perguruan Tinggi telah dikenal lewat prestasi yang diukirnya. Seper ti SD Muhammadiyah 1 Metro yang kini mencapai 48 kelas dengan jumlah 1.400 siswa. SMP Ahmad Dahlan dengan berbagai macam prestasi nasional yang telah diraihnya, dan UM Metro yang merupa kan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Terbaik se-Sumatera. ‘’Mestinya,

118
FACHRODIN set5.indd 118 11/10/2022 19.17.59

Kisah Daud Sidiq

Pemerintah harus berterimakasih kepada Muhammadiyah, karena sumbangsihnya sangat besar terhadap kota Metro,’’ ujar Anggota BPH Universitas Muhammadiyah Metro sejak 2013-2021.

Di bidang kesehatan pun PDM Metro memiliki RS Muhammadi yah dengan jumlah karyawan sebanyak 400 orang. Kini rumah sakit tersebut telah meraih predikat Akreditasi Paripurna KARS Versi Snars 1. Di tahun 2020 ini pihak manajemen sedang konsentrasi terhadap pembangunan gedung B RSU Muhammadiyah Metro setinggi 7 lantai. Puncaknya, Daud Sidiq di tahun 2019 mendapatkan penghar gaan Muhammadiyah Award dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hingga di usia ke 73 ia tetap aktif dan memberikan kontribusi pemi kiran yang cemerlang kepada generasi penerus. Ia berpesan, Amal Usaha Muhammadiyah yang saat ini sedang diupayakan untuk terus berkembang jangan sampai yang sudah ada itu hilang, yang ada te tap utuh dan harus bertambah. Pria yang memiliki 4 orang anak ter sebut mengisyaratkan dengan istilah patah tumbuh hilang berganti, sebelum patah sudah harus tumbuh, sebelum hilang harus sudah ada ganti, sehingga Amal Usaha dan gerak dakwah Muhammadiyah dari waktu ke waktu tetap terjaga kelestarianya.[]

119
FACHRODIN set5.indd 119 11/10/2022 19.17.59

Mbah Roziqin dan Muhammadiyah Cepu Mutiara

dari Balun Sudagaran

Mbah Roziqin, demikian orang-orang memanggilnya. Bertubuh tinggi, kurus, dengan kulit gelap khas lelaki Indonesia. Berpem bawaan tenang dan sabar. Sorot matanya tajam namun teduh. Se nyumnya tidak terlalu lebar tapi tulus. Tertawanya khas, dengan pun dak yang berguncang-guncang namun tidak terasa berlebihan. Tidak pernah beliau tertawa terbahak sampai memperlihatkan giginya, na mun siapa pun bisa merasakan kebahagiaanya. Bicaranya lembut tapi tegas, to the point. Kharismatik. Satu kata yang cukup untuk meng gambarkan sosoknya. Melihat beliau, penulis membayangkan sosok Oemar Bakri-nya Iwan Fals, karena memang beliau seorang guru ber sepeda kumbang dengan tas kulit (bukan) dari kulit buaya. Mbah Roziqin lahir di Lamongan, 18 September 1938 sebagai putra ke-4 dari 14 bersaudara. Beliau menyelesaikan sekolah dasar (dahulu disebut Sekolah Rakyat), di Lamongan pada tahun 1953. Se lanjutnya, menyelesaikan SMP di Tuban, tahun 1956. Kemudian, me lanjutkan ke SGA di Semarang dan lulus tahun 1959. Sebagai PNS, beliau ditempatkan sebagai guru SD di Cepu pada tahun 1961. Selang waktu antara kelulusan dan penempatan tidak disia-siakan beliau. Dasarnya, simbah ini tipikal orang yang haus ilmu, pintar, tekun dan sabar sehingga waktu satu tahun beliau manfaatkan dengan mengikuti kursus Bahasa Belanda, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris di Surabaya.

120
FACHRODIN set5.indd 120 11/10/2022 19.17.59

Mbah Roziqin dan Muhammadiyah Cepu

Bahkan, untuk memperdalam ilmu Bahasa Arabnya, beliau sempat “nyantri” di pondok Langitan, Tuban. Beliau juga mahir di bidang seni musik, baik tradisional maupun modern. Beliau menguasai gamelan, suling, gitar, dan harmonika. Istilah kerennya, beliau ini adalah sosok pemuda multi talenta. Barangkali, kalau pada zaman dahulu ada kon tes pencarian bakat semacam ‘Indonesia Mencari Bakat,’ mbah Rozi qin bisa lolos seleksi. Awal penempatan sebagai Pegawai Negeri, beliau ditempatkan di SD Negeri di wilayah Sambong, salah satu kecamatan di Kabupaten Blora. Selang 2 bulan kemudian, beliau dipindahkan ke SD Negeri 5 Balun, Cepu. Kepiawaiannya berbahasa Inggris dan Arab yang menja dikan beliau dipindahkan ke kota Cepu. Pada waktu itu, Cepu adalah salah satu kota kecamatan di Blora yang maju perekonomiannya kare na terdapat pusat pelatihan dan pendidikan minyak dan gas yang ter besar se-Asia Tenggara. Banyak pendatang dari negara Asia Tenggara yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Karena nya, masyarakat yang bisa berbahasa Inggris, termasuk siswa sekolah SMP dan SMA, sangat berperan dalam menjembatani komunikasi antara pendatang dengan penduduk lokal. Kemahiran Bahasa Inggris mbah Roziqin diperlukan di kota Cepu. Kurangnya tenaga pengajar Bahasa Inggris membuat beliau diminta mengajar Bahasa Inggris di SMP Negeri Cepu. Beliau juga diminta mengajar Bahasa Inggris bagi karyawan Perhutani Cepu. Di kota inilah beliau mencapai puncak ka rier sebagai Kepala Ranting Dinas P&K Cepu sampai pensiun. Kegiatan mengajar di beberapa sekolah belum terasa cukup bagi seorang mbah Roziqin. Di sela kesibukannya mengajar, beliau ma sih mengajar mengaji anak-anak di sekitar rumah kontrakannya. Apa yang mbah Roziqin lakukan sejalan dengan moto hidupnya: se baik-baik manusia adalah yang memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Karenanya, tidak heran apabila rumah kontrakannya seti ap hari ramai dengan kegiatan. Ramai oleh anak-anak tetangga yang belajar mengaji. Ramai pula oleh suara anak hasil pernikahan dengan Siti Munawaroh, gadis Bojonegoro lulusan PGA yang menjadi teman hidupnya. Gadis sholihah putri bapak Fatchoerrohman, pemilik koskosan tempat adiknya tinggal. Benar adanya pepatah yang mengata

121
FACHRODIN set5.indd 121 11/10/2022 19.17.59

kan bahwa silaturahim membuka pintu rezeki. Rezeki jodoh mbah Roziqin beliau dapatkan dari silaturahim kepada adiknya. Pernikahan yang berlangsung tahun 1960 itu dikarunia 8 anak; putra-putri. Pada masa itu, hanya ada 3 masjid besar di Cepu yang digunakan untuk sholat Jum’at. Salah satunya adalah masjid At-Taqwa. Di sini lah beliau berjumpa dengan seorang tokoh Muhammadiyah Cepu, H. Abdul Qodir. Seringnya bertemu dan berdiskusi membuat Pak Abdul Qodir meyakini bahwa pemuda Roziqin menyimpan potensi emas dalam dirinya. Beliau kemudian “menguji” mbah Roziqin dengan meminta beliau menjadi Imam dan Khotib sholat Jum’at di masjid At-Taqwa. Penampilan perdananya memukau hadirin jama’ah sho lat Jum’at pada waktu itu. Gayung bersambut, mbah Roziqin merasa mendapat “rumah” yang sesuai bagi perjuangan dakwahnya. Sebalik nya, Muhammadiyah Cepu yang pada waktu itu baru bangkit kembali setelah vakum beberapa lama serasa mendapat angin segar. Kehadir an sosok tenaga muda yang ringan tangan dan menyimpan potensi tinggi sangat membantu perjuangan Muhammadiyah Cepu. Cara be liau berbagi ilmu juga sangat mengena, tidak hanya di kalangan para pemuda, namun juga orang-orang tua, pria maupun wanita. Bacaan Al-Qur’annya bagus, baik tajwid maupun makhrojnya, tartil, dengan suara yang lembut. Ketika menyampaikan kajiannya, beliau sampai kan dengan sistematis, detail, dan jelas dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam. Kepintarannya dalam Bahasa Arab sa ngat membantu ketika beliau menyampaikan tafsir suatu ayat. Beli au akan membahas mulai dari asal kata sampai “asbabun nuzul”nya kenapa sampai dimaknai dan ditafsirkan seperti itu. Penafsirannya bukan penafsiran parsial namun holistik dan komprehensif. Kadang, satu ayat saja bisa menghabiskan waktu 1 jam. Bahasan yang “berat” terasa ringan dan tidak membosankan bila mbah Roziqin yang me nyampaikan. Mbah Roziqin mengajar di dua tempat yang sifatnya semacam Training of Teachers bagi pengurus Muhammadiyah dan Aisyiah. Di dua tempat ini, beliau menggunakan kitab tafsir Ibnu Katsir seba gai pegangan. Sedangkan untuk referensi, banyak sekali kitab yang menjadi rujukan mbah Roziqin dalam menyampaikan materi. Beliau

122
FACHRODIN set5.indd 122 11/10/2022 19.17.59

Mbah Roziqin dan Muhammadiyah Cepu

mempelajari beberapa kitab terlebih dahulu sebelum menyampaikan suatu materi. Selain dua tempat tersebut, beliau juga mengisi kajian di tempat Bapak Wisnu, seorang pegawai Pertamina Cepu yang memang sudah menyelenggarakan kajian rutin sebelum mbah Roziqin ma suk Cepu. Biasanya beliau memanggil guru dari berbagai kota di luar Cepu. Namun, semenjak mengenal mbah Roziqin, beliau kemudian mantap memilih beliau sebagai ustadz tetap di kajian beliau. Kajian di rumah bapak Wisnu tidak menggunakan kitab tertentu tetapi berdasarkan tema yang diangkat dari pertanyaan peserta. Per tanyaan-pertanyaan peserta inilah yang menyemangati mbah Roziqin untuk selalu meng-upgrade ilmu. Beliau tidak pernah menyampaikan sesuatu tanpa dalil yang kuat. Karenanya, apabila ada pertanyaan yang beliau belum yakin jawabannya, beliau tidak segan mengatakan bahwa beliau belum tahu dan minta waktu untuk menjawab di lain kesem patan. Beliau tidak hanya “ngeles” tapi memang bersungguh-sungguh mencari jawabannya. Menurut cerita bapak Fathoni, putra no 2: “Ba pak itu kalo diberi pertanyaan dan belum yakin dalilnya, maka beliau akan segera mencari jawabnya dengan membuka kitab-kitab yang re levan dengan pertanyaan. Bapak akan ‘nggelar’ kitab di ruang tamu seperti orang buka lapak menggelar dagangannya. Tidur sampai larut ditemani kopi. Beliau juga tidak segan untuk bertanya pada orang lain yang sekiranya lebih tahu dari beliau. Yang jelas beliau itu tekun, pan tang menyerah, dan pantang malu untuk mencari tahu.”

Beberapa kesaksian mereka yang pernah belajar ngaji kepada be liau menunjukkan kapasitas dan kebesaran ke-kyaian seorang mbah Roziqin. Muhammad Najib, salah seorang murid mengajinya menu turkan: “Pada saat mengajar tafsir, kita para siswa membawa tafsir Ibnu Katsir yang ada terjemahannya. Mbah Roziqin membawa kitab tafsir Ibnu Katsir yang asli bertuliskan Arab gundul. Kalo dalam istilah pe santren sering disebut Kitab Kuning. Nah, saat salah satu diminta mem baca terjemahannya, mbah Roziqin sering sekali menginterupsi. “Stop! Sebentar. Terjemahan itu salah, seharusnya diterjemahkan begini,” kata beliau. Kemudian beliau menerangkan dimana letak kesalahannya. Jadi beliau itu benar-benar paham Bahasa Arab. Beliau benar-benar teliti.

123
FACHRODIN set5.indd 123 11/10/2022 19.17.59

Beliau benar-benar detail menerangkan. Ini yang tidak semua ustadz bisa melakukan.”

Ustadz Zaenal Arifin, seorang ustadz muda yang diharapkan menjadi penerus beliau mengatakan: “Mbah kyai Roziqin itu memi liki tiga keistimewaan. Pertama, ilmu Al-qur’an, ilmu hadist dan ilmu usul fiqihnya sangat dalam. Kalau membahas suatu hukum fiqih, beli au membeberkan semuanya, 4 madzhab beliau jelaskan. Perbedaannya dimana, persamaannya apa, ayat dan hadistnya bagaimana, semua di bahas sampai tuntas. Kedua, semua bukunya ada catatannya dan dikri tisi apabila ada kekurangannya. Ketiga, beliau menguasai kitab Alfiah. Kitab Alfiah itu buku syair berirama tentang tata Bahasa Arab karya Imam Malik. Kitab ini merupakan salah satu dari dua buku dasar pen didikan Bahasa Arab. Karena itulah, Kyai-kyai Nahdhatul Ulama di Cepu mengakui kekiaian beliau dan segan kepadanya. Istimewanya, beliau pelajari sendiri semua ilmu itu secara otodidak. Tak terhitung banyaknya kitab yang beliau punya. Dalam ilmu hadits, bisa dikatakan beliau ini serasa Syeh Al-Bani bagi Muhammadiyah Cepu. Mbah Roziqin tidak hanya memberi namun beliau juga mengisi. Ibarat sebuah gelas berisi air, apabila dituang terus menerus, airnya akan berkurang. Supaya penuh lagi, gelas itu harus diisi air kemba li. Begitulah prinsip mbah Roziqin. Beliau merasa harus selalu mencharge ilmunya. Oleh karena itu, di tengah keterbatasan dana (maklum beliau seorang pegawai negeri dengan 8 anak), beliau masih menyi sihkan dana untuk membeli kitab setiap 3 bulan sekali. Mbah Nyai Roziqin pernah bercerita: “Suatu saat bapak pernah tindak Banten, untuk urusan dinas, dengan membawa uang sekitar 600 ribu. Beliau habiskan 600 ribu untuk beli kitab yang beliau perlukan dan memang sangat bagus kitab itu. Lah, sebagai istri kan saya tanya. Loh pak la kok dipundutke kitab kabeh. Kui duit gaji sewulan lho. Apa jawab bapak? “Ora popo bu, ilmu gak akan berkurang. Insya Allah iki sing bakal dadi tabungan akhirat bapak. Mengko lak ono rezeki liyane.” Dan memang, Allah Swt tidak ‘sare’. Rezeki datang darimana saja dalam bentuk apa saja. Istri dan anak-anak yang sholih dan sholihah adalah salah satu bentuk rezeki yang diberikan Allah kepada Mbah Roziqin.

124
FACHRODIN set5.indd 124 11/10/2022 19.17.59

Mbah Roziqin dan Muhammadiyah Cepu

Bagi mbah Roziqin, menuntut ilmu sejak dalam buaian sampai liang lahat tidak hanya slogan tapi beliau mengamalkannya. Beliau memang tidak pernah bertahun-tahun mempelajari kitab di pondok pesantren namun ketekunannya mempelajari kitab dilakukan setiap hari sembari mengamalkan dan memenuhi kewajibannya yang lain. Mempelajari, mengamalkan, dan mengajak yang lain untuk mengka ji Al-Qur’an adalah passion beliau. Beliau memang tidaklah sebesar KH. AR. Fahrudin atau Prof. DR. Yunahar Ilyas. Bahkan beliau tidak pernah menduduki posisi puncak sebagai pemimpin dalam organisasi Muhammadiyah Cepu (dan memang beliau tidak tertarik). Namun beliau adalah kyai-nya Muhammadiyah Cepu. Beliau juga bukan Kyai dengan sejuta umat, karena beliau tidak suka mengisi pengajian ak bar. Beliau suka mengajar dalam bentuk kajian terbatas namun tuntas. Mastery Learning. Di saat pendidikan di Indonesia baru mengetrap kan konsep belajar tuntas pada Kurikulum 2013, mbah Roziqin sudah melakukannya sejak tahun 1960-an.

Pengurus Muhammadiyah tidak akan pernah melangkah sebe lum berkonsultasi kepada beliau, apalagi bila berkenaan dengan iba dah dan hukumnya. Karenanya, ketika Allah Swt ‘memanggil pulang’ hamba terkasihNya pada 14 Desember 2008, Muhammadiyah Cepu merasakan kehilangan yang sangat besar. Seorang Kyai yang bahkan tidak pernah mau diberi fasilitas gratis apabila beliau sakit dan rawat inap di PKU Muhammadiyah. Suatu teladan yang luar biasa di tengah maraknya mental ‘gratisan.’ Setelah 12 tahun kepergian beliau, kapa sitas keilmuannya belum ada yang mampu menggantikan sampai saat ini. Keteladan akhlakul karimah dan kesederhanaan hidup terus ter patri dalam dada setiap orang yang mengenal beliau. Wilujeng sare, mbah. Ilmu yang panjenengan sebar, In syaa Allah menjadi amal sho leh yang tak putus pahalanya. Do’a kami, semoga dilapangkan kubur, diganjar Jannatil Firdausi di kelak kehidupan akhirat. Aamiin.[]

125
FACHRODIN set5.indd 125 11/10/2022 19.17.59

Sang

K.H. Noor Su’udi

“Sebagai seorang mubaligh Muhammadiyah, K.H. Noor Su’udi memiliki komitmen yang tinggi untuk menegakkan tauhid yang murni, din yang hanif dan masyarakat utama yang dibangun berda sarkan syari’at yang benar, yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan As-sun nah. Itulah ciri Mubaligh Muhammadiyah. Itulah misi yang dibawa Persyarikatan Muhammadiyah. Membangun ummat dengan Tauhid yang murni dan benar.” Tulis Dr. Abdul Mu’ti di buku “Pencerahan Ummat dengan Syahadah”. K.H. Noor Su’udi. 2001

K.H Noor Su’udi adalah perintis berdirinya Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Dorang, Jepara. Beliau lahir di Desa Dorang, Nalumsari, Jepara, pada tanggal 7 April 1941, masih dalam suasana penjajahan belanda. Ayahnya adalah Mito Kusumo seorang Kamituwo yang humanis. Ibunya adalah mbah Rasimah, seorang wanita hebat yang kemudian menjadi single parent dalam mendidik anaknya. Beli au mempunyai kakak perempuan (satu ayah beda ibu), yaitu mbok de Kasminah. Dalam usia 10 tahun, dia sudah menjadi yatim ditinggal oleh ayahnya untuk selama-lamanya. Hal itu tidak menjadikan mbah Rasimah putus asa mendidik anaknya yang telah lama dinanti kela hirannya.

Pendidikan informal K.H Noor Su’udi berguru kepada K.H. Oe mar. Beliau Kyai besar Desa Dorang putra Mbah H. Dahlan dan Mbah Maryam. Menurut ibu penulis, Hj. Lantrifah Oemar, Mbah K.H. Oe mar adalah lulusan Pondok pesantren Tebu Ireng Jombang. Secara

126
FACHRODIN set5.indd 126 11/10/2022 19.17.59

nasab ilmu, sesungguhnya K.H Noor Su’udi mempunyai nasab ilmu sampai ke K.H. Hasyim Asy’ari. Peran mbah Rasimah sebagai seorang ibu sangat luar biasa dengan menitipkan putranya ke Mbah H. Oemar sehingga menjadi murid yang sholih, cerdas, sopan dan istiqomah. Hal inilah yang di kemudian hari Noor Su’udi muda dipilih menjadi anak mantunya. Pendidikan formalnya di tempuh di SR Blimbing Rejo dan Mayong (1948-1954), Madrasah Sabilul Ulum (Mayong Lor), Madrasah Ma’ahid Kudus (1954-1959), dilanjut kan ke PGA Kudus (1966), pernah juga kuliah di IKIP Muhammadi yah Kudus (1975) hanya sampai semester 4, karena IKIP Muhamma diyah Kudus pindah ke Surakarta. Tentang keluarganya, beliau menikah di tahun 1959 dengan Hj. Lantrifah binti K.H oemar dikaruniai 8 orang anak; Ali Khumaidi Noor, S.H, Drs. Badrudin Noor, Nazli Astutik Noor, Drs. Firdaus Abi din Noor, Siti Fatmayanti Noor, A.Md., Riana Immawati Noor, S. Pd, Taufiq Nugroho Noor, S. Sps I, S,Pd, Fatwa Natal Noor, S.E. Sedangkan dengan istri kedua, ibu Widji mempunyai seorang anak putri, yaitu Ida Kristiana, S.E, M. Si. Walaupun dengan istri kedua tidak berlan jut lama K.H. Noor Su’udi telah berhasil memualafkannya menjadi seorang muslimah. Harapan beliau, menjadikan anak-anaknya tidak hanya sebagai kader biologis tetapi juga sebagai kader ideologis un tuk meneruskan amanah K.H. Ahmad Dahlan dalam “menghidupkan Muhammadiyah”. Pesan beliau kepada anak penerusnya adalah, ”te taplah mendakwahkan Islam lewat gerakan Muhammadiyah”. Mere ka melaksanakan amanah untuk aktif di persyarikatan di mana pun mereka berada, baik di level ranting, cabang, daerah ataupun wilayah, semua sama mulyanya. Di sisi lain, selain menjadi mubaligh beliau adalah seorang PNS, guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Kariernya dimulai dari guru PAI SDN Sidi Gede, SDN 1 Pelemkerep, SDN 1 Do

127
K.H. Noor Su’udi
FACHRODIN set5.indd 127 11/10/2022 19.17.59

Dari Pelosok Menyinari Negeri

rang (1967- 1980), SMP Bakti Praja Mayong (1980-1984) dan terakhir di SMA Islam Sultan Agung 2 Kalinyamatan Jepara (1984-2001).

Pergulatan K.H. Noor Su’udi dengan Muhammadiyah dimulai dari Madrasah Ma’ahid Kudus. Madrasah ini di tahun 1960-an men jadi tempat berseminya dakwah kelompok Islam moderat dan puritan (Muhammadiyah) di Pantura timur (Kudus, Jepara, Demak dan Pati). Sebagian besar para perintis dan mubaligh Muhammadiyah di daerah itu adalah alumni Madrasah Ma’ahid. Seperti; K.H. Noor Su’udi, K.H. Sudjadi (Dorang), K.H. Ali Mahmudi (Kuanyar), K. Umar Hasyim (Blimbing Rejo), Mustain (Nalumsari), Ustadz Noor Aziz (Tiga Juru) dan banyak lagi yang penulis belum bisa menyebutkan. Tokoh penting yang sering disebut K.H. Noor Su’udi, yang telah memengaruhi gerak an Muhammadiyahnya adalah “kang Ikhsan (Ahmad Zaini Ikhsan) kepala Madrasah Ma’ahid Kudus waktu itu. Ada juga K.H. Musman Tholib, (pernah menjadi kepala sekolah SMA Muhammadiyah Kudus, Pernah juga menjadi ketua PWM Jawa Tengah) yang sering memberi taushiyah di Ranting Dorang. Berawal dari inilah gerakan Muhamma diyah didakwahkan di desa Dorang. Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dorang adalah sebuah ran ting yang unik di Kabupaten Jepara. Secara geografis, desa ini berada di ujung timur selatan wilayah Jepara. Berbatasan dengan Kabupaten Kudus di sebelah timur dan Kabupaten Demak di sebelah selatan. Ta hun 1960-an, desa Dorang adalah sebuah desa yang termasuk kata gori desa miskin, pelosok, belum dialiri listrik, jalan belum beraspal dan sering terlanda banjir. Secara sosiologis desa ini adalah desa yang plural. Masyarakatnya terdiri atas; santri, abangan dan Kristen. Desa Dorang merupakan satu desa di kabupaten Jepara yang mempunyai komunitas non-muslim dengan rumah ibadahnya yang megah sejak 1950-an. Perintisnya adalah seorang mantan Kyai, yaitu H. Abdullah. Dia asli putra desa Dorang, putranya K.H. Muhammad Noor. Paman dari K.H Oemar. Hal ini yang menjadikan agama ini bisa berkembang. Di sinilah peran K.H Noor Su’udi lewat pendirian PRM Dorang men dakwahkan gerakan Islam berdasar Al-Qur’an dan Assunah untuk menjaga ummat agar tetap menjaga keyakinan dan aqidahnya.

128
FACHRODIN set5.indd 128 11/10/2022 19.17.59

K.H. Noor Su’udi

Peran dakwah Muhammadiyah di Desa Dorang diawali dengan berdirinya Masjid At-Taqwa Dorang yang berada di Dukuh Gempol tahun ±1967 di tanah wakaf Mbah Muryati dan K.H Noor Su’udi. Ber samaan dengan itu, juga berdiri musholla At-Taqwa yang kemudian berubah menjadi Mushola KH. Noor Su’udi. Nama Musholla tersebut diambil dari nama tokoh perintis Muhammadiyah untuk mengenang jasa-jasanya dalam mendirikan PRM Dorang. Masjid At-Taqwa sen diri dulunya masih berupa bangunan yang masih belum layak disebut masjid, sehingga banyak orang yang mencela masjid itu dengan se butan pondok. Walaupun Masjid At-Taqwa Dorang sudah digunakan untuk sholat jama’ah dan sholat jum’at. Celaan itu untuk menurunkan semangat mental warga Muhammadiyah. Namun hal itu tidak me nurunkan semangat (ghiroh) dalam memperjuangkan agama Allah. Masjid At-Taqwa merupakan pusat peradaban Muhammadiyah dan ritual ibadah di Desa Dorang yang dibangun di tengah-tengah masya rakat abangan yang miskin dan mengalami kekosongan spiritual pada masa itu. Sedangkan Mushola K.H Noor Su’udi (rumahnya) menjadi tempat penguatan ilmu agama bagi sebagian besar anak-anak muda desa Dorang. Dakwah perjuangan K.H Noor Su’udi mendirikan PRM Dorang dibantu oleh beberapa kawan dan muridnya, seperti; M Sofwan, K.H. Sudjadi, Sunardi, Karjono, Karsono, Hudi, Andriyanto, Sukahar, Pai min, Mashoeri Fadhil dan lain sebagainya. Pada Tahun 1967 mereka berjuang mendirikan masjid sendiri di dukuh Gempol. Hal ini dipicu oleh suasana kebatinan untuk menjadikan dukuh Gempol yang abang an menjadi masyarakat kaum yang santri. Di sisi lain riak-riak kecil dengan golongan tua (K.H Oemar) menambah semakin mantabnya niat mereka mendirikan masjid. Sebelumnya, K.H Noor Su’udi adalah murid tercinta K.H. Oemar dan juga termasuk santri yang aktif meng ajar ngaji dan aktifis Masjid Jami’ Baitussalam. Konflik ini menurut Hj Lantrifah (istri K.H Noor Su’udi), mengakibatkan keluarga kecilnya, yang sudah mempunyai dua putra, yaitu; Ali Khumaidi dan Badrudin Noor hampir berpisah. Tetap ikut suaminya menjadi Muhammadiyah atau ikut ayahnya (K.H. Oemar). Sebuah pilihan hidup yang dilematis, ketika itu Noor Su’udi muda belum mempunyai pekerjaan tetap (baru

129
FACHRODIN set5.indd 129 11/10/2022 19.17.59

di angkat menjadi PNS sebagai guru PAI SD tahun 1966). Rintangan Pendirian PRM Dorang sungguhlah tak mudah dan ringan. Bahkan di tahun 1965-an rumah beliau pernah dikepung gerombolan orang dengan pedang tajam yang mengerikan karena K.H. Noor Su’udi ditu duh melindungi tetangga yang dianggap PKI, tetapi para kader muda tetap setia mendampinginya. Beliau terus berusaha memperkenalkan Muhammadiyah kepada warga Desa Dorang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan se hari-hari. Dengan dibantu generasi yang lebih muda (murid-murid nya) seperti; Zubaidi, Garbin, Mulyanto, Burdi, Karmiyadi, Badrudd din dan yang lain, PRM Dorang semakin berkembang. Di tahun 1977 Masjid At-Taqwa (sering disebut pondok) dibongkar dan dibentuk selayaknya Masjid dengan ada Qubahnya. Dakwah memperkenalkan Muhammadiyah terus berjalan. Sedikit demi sedikit masyarakat mu lai lebih tahu dan paham apa sebenarnya Muhammadiyah itu. K.H. Noor Su’udi termasuk Kyai Muhammadiyah yang otentik, artinya beliau mubaligh yang berdakwah tidak hanya di desa Dorang tetapi hampir di seluruh wilayah kabupaten Jepara. Wilayah Dakwah nya mulai Donorojo, Keling, Mbucu, Cepogo, Bangsri, Jepara kota, Pecanggaan, Kalinyamatan Mayong sampai Nalumsari. Karier berMu hammadiyah dari Ketua PRM, Ketua PCM dan bahkan ketua PDM Jepara. Beliau termasuk yang merintis pendirian PCM Nalumsari, se telah memecahkan diri dari Kecamatan Mayong. Beliau ikut merintis pendirian SMA Muhammadiyah Mayong yang dipimpin oleh Bapak Umar Hasyim. Tokoh-tokoh seperti Bp Noor Chamid, Bapak Said Oet, K.H Ali Mahmudi, pemuda Yusuf juga ikut mendirikan lagi PKU Muhammadiyah Mayong yang pernah ada di tahun 1980-an, dengan Bapak Abdul Madjid sebagai ketuanya. K.H. Noor Su’udi juga berdak wah di instansi pemerintah dan masyarakat umum, tetapi yang pa ling penting beliau mampu mendirikan Ranting di tempat tinggalnya. Seperti Bapak Umar Hasyim, kawannya juga mendirikan Ranting di desa Blimbing Rejo, tetangga desa. Kyai otentik tidak pernah lalai un tuk menyebarkan dakwah dimulai di tempat asalnya. Hal inilah yang menjadi contoh setiap mubaligh dan kader Muhammadiyah di mana pun berada untuk menghidupkan ranting. Sebagaimana Bapak Prof.

130
FACHRODIN set5.indd 130 11/10/2022 19.17.59

K.H. Noor Su’udi

Dr. Din Syamsudin juga mendirikan Ranting Pondok Labu (tempat tinggalnya) setelah beliau turun dari ketua umum PP Muhammadi yah. Ranting dan cabang adalah ujung tombak perjuangan dakwah Muhammadiyah. Kalau tak ada ranting maka terputuslah dakwah di akar rumput ummat.

Perjuangan meneruskan dakwah tak kalah beratnya. Para kader harus mampu mempertahankan bahkan meningkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut K.H Badrudin Noor (Putra ke dua K.H. Noor Su’udi, tokoh PRM Dorang mengatakan bahwa, de ngan tingkat partisipasi jamaah yang tinggi PRM Dorang memiliki berbagai Amal Usaha misalnya: Masjid Taqwa Dorang, Madrasah Diniyah Al-Islah Dorang, Mushola At-Taqwa Brang Kulon di tanah waqaf Mbah Sipah, Musholla Al-Mujahidin di Gempol, Musholla KH. Noor Su’udi, BMT Surya Bersinar, PAUD dan TK ABA Dorang. Mas jid Taqwa mengalami beberapa pemugaran karena kualitas bangunan dan memenuhi jamaah yang semakin tambah (1967, 1977, 1992, 2012). Perjuangan PRM Dorang saat ini tidak bisa dilepaskan dari peran para pemuda-pemudinya sebagai penerus amal usaha dan perjuangan Mu hammadiyah. Mereka adalah PR IPM, PR TSPM, PR Nasyi’atul Aisyi yah dan PR Pemuda Muhammadiyah Dorang. Merekalah yang meng aktifkan kegiatan PRM Dorang. Mereka memberdayakan Madrasah Diniyah al-Ishlah Muhammadiyah sebagai tempat pendidikan agama dan melatih pergerakan. Dalam rangka milad setengah abad (ke-50) PRM Dorang membuat acara sepeda santai dengan hadiah sepeda gu nung diikuti oleh 1000 orang pada tahun 2017. “Hal ini memberi pe san bahwa dakwah Muhammadiyah di Desa Dorang semakin diakui masyarakat umum”, Kata Ustadz Taufiq Nugroho Noor, S. Sos I, S.Pd, tokoh muda PRM Dorang yang juga putra nya yang kedelapan. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jepara, K.H. Fachrur Rozy, memberikan kesaksian,” K.H Noor Su’udi adalah Mu baligh yang konsisten dalam perjuangannya membesarkan Muham madiyah di Jepara. Beliau termasuk tokoh yang sangat tegas terhadap kelompok “sempalan” di tahun 1990-an yang ingin merusak Muham madiyah dari dalam. Beliau sosok mubaligh yang juga sebagai sosok guru dan ayah bagi kader muda seperti saya.” Beliau juga menambah

131
FACHRODIN set5.indd 131 11/10/2022 19.17.59

kan semoga kita bisa mengambil suri tauladan dari para tokoh pen dahulu Muhammadiyah Jepara seperti; Bapak H. Lembah Soekiman (Kalinyamat), Bapak H. Miryadi (Kedung), Bapak Noor Chamid (Ma yong), Bapak Nahid (Mlonggo), Bapak H. Mustain (Bangsri), Bapak Dr. H. Saefudin Waspada dan lain sebagainya. Perjuangan K.H. Noor Su’udi akan terus di hidup-hidupkan dan digembirakan sampai kapan pun demi terciptanya masyarakat utama. Beliau wafat di Desa Dorang pada hari selasa, tanggal 21 November 2006. Pesan beliau, “Tetaplah Mendakwahkan Islam lewat Gerakan Muhammadiyah.”[]

132
FACHRODIN set5.indd 132 11/10/2022 19.17.59

Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si. Wujudkan Mimpi dengan Belajar dan Kerja Keras Ria Pusvita Sari

Pergi ke luar negeri adalah cita-cita masa kecil Zainuddin Maliki (66), anggota DPR RI FPAN Dapil X Jawa Timur. Saat masih du duk di bangku sekolah dasar, Zainuddin kecil punya harapan ingin pergi ke luar negeri. Ia mengetahui tentang luar negeri dari membaca. Di kemudian hari, cita-citanya itu pun terwujud. Saat menjadi mahasiswa, Zainuddin telah keliling ASEAN, mengikuti diskusi pe muda di Malaysia dan Singapura. Keberhasilannya itu dipengaruhi nuansa hidup yang penuh suka duka.

Saat Usia Sekolah Dasar

Zainuddin Maliki menempuh pendidikan dasar tahun 1960 di sebuah madrasah ibtidaiyah yang sederhana. Dindingnya terbuat dari bambu. Lantainya tanah, sehingga ia bisa menjumlah hitungan dengan kakinya. Sekolah itu dibangun oleh masyarakat setempat. Ta nahnya merupakan wakaf dari neneknya, di Desa Tanen Rejotangan, Tulungagung.

Putra pasangan Syahri dan Siti Muawanah itu mengetahui ten tang luar negri dari membaca. Ia mengaku baru bisa membaca kelas IV sekolah dasar.

“Waktu kelas III saya minta ke orang tua saya diantar ke sekolah, tidak mau naik kelas IV karena belum bisa baca. Sampai di sekolah

133
FACHRODIN set5.indd 133 11/10/2022 19.17.59

diberitahukan orang tua, guru saya gak mau. Kata guru saya, kalau belum bisa baca ya belajar,” kisahnya melalui WhatsApp Call, Rabu (1/4/20).

Usai kejadian tersebut, Zainuddin kecil akhirnya belajar memba ca didampingi orang tuanya di rumah. Ia masih ingat betul, bacaan pertama kali Ketika ia bisa baca. Sebuah buku cerita berjudul Terpijak olehnya Pecahan Kaca

Sejak itu, Zainuddin kecil mulai suka membaca. Ia selalu memba ca tulisan apa pun yang ia temui. Ada sobekan kertas di jalan, ia ambil, lalu dibacanya.

Minat baca yang sangat kuat itu membuatnya menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah. Karena lokasi sekolah dekat dengan rumah neneknya, Zainuddin kecil membaca semua buku di perpusta kaan. “Habis pulang, makan, shalat, balik lagi ke sekolah baca buku,” ungkapnya.

Tak Ada Alasan untuk Tidak Sekolah

Saat SD, Zainuddin mengaku tertarik dengan hiburan orang desa, yaitu nonton wayang kulit. Kala itu, sangat jarang seseorang meng gelar wayang kulit. Hanya orang kaya yang punya hajat. “Nah saya gak mau terlewatkan itu, nutuk sampe pagi, semalam suntuk. Pulang ngantuk,” kenangnya.

Waktu berangkat sekolah tiba. Karena susah dibangunkan, sebab masih mengantuk, Zainuddin pun disiram air menggunakan gayung. “Disiram gitu aja di tempat tidur. Akhirnya berangkatlah saya ke se kolah,” kisahnya.

Pria kelahiran Tulungagung, 7 Juli 1954 itu mengatakan, ibunya mempunyai prinsip ‘tidak ada alasan untuk tidak sekolah’. Hal itu, kata dia, karena ibunya telah merasakan akibat jika seorang anak tidak se kolah.

Ibunya sudah yatim sejak kecil, sehingga diasuh neneknya, yang masih berpikiran tradisional. “Perempuan itu paling-paling ya macak, masak, manak. Gak boleh sekolah. Nah ibu saya kan patuh, jadi gak sekolah,” ujarnya.

134
FACHRODIN set5.indd 134 11/10/2022 19.17.59

Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si.

Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur tahun 2008-2016 itu melanjutkan, ibunya menyesal setelah dewasa dan mengetahui te man-temannya yang sekolah menjadi sejahtera hidupnya. Ada yang menjadi pegawai, ada juga yang menjadi guru. Sementara ia miskin.

Ganti Siram Anaknya

Pengalaman disiram air oleh ibunya itu, membuat Zainuddin cu kup disiplin terhadap anak kandungnya. Pernah suatu hari, putrinya tidur saat guru les matematika datang. Ingat dirinya pernah disiram air oleh ibunya, Zainuddin pun me nyiram putrinya tersebut. Jika dulu Zainuddin tidak marah saat disi ram air, putrinya justru sebaliknya.

Putrinya tak mau dibilang pemalas. Ia ingin sukses, pintar, dan kaya. Namun tidak melalui Matematika, tapi dari Bahasa Inggris. Ka rena itu, ia tak pernah absen jika waktunya les Bahasa Inggris. “Kalau Matematika bikin orang kaya, mestinya yang kaya itu kan guru saya. Nyatanya di sekolah saya itu, satu-satunya guru yang gak punya mobil itu guru Matematika,” ujar Zainuddin menirukan put rinya.

Menjadi Mahasiswa selama Tiga Menteri

Didikan menuntut ilmu yang keras dari orang tuanya, membuat Zainuddin menanamkan pentingnya sekolah di pikirannya, walaupun membutuhkan biaya yang tidak mudah. Saat mahasiswa, ia mengaku selalu meminta keringanan penundaan pembayaran SPP. Akibatnya, ia menjadi mahasiswa selama tiga menteri, yaitu Men teri Agama Abdul Mukti Ali, Alamsjah Ratoe Perwiranegara, dan Mu nawir Sjadzali. Pernah, hasil ujian skripsinya ditunda karena ia belum membayar SPP. “Padahal sudah ujian akhir. Setahun kemudian saya baru bisa bayar Rp 8 ribu waktu itu, ujian saya nilainya hangus, suruh kuliah ulang,” kisahnya.

135
FACHRODIN set5.indd 135 11/10/2022 19.17.59

Akhirnya, Zainuddin berhasil lulus dan menjadi pegawai negeri. Namun ia tak berhenti membaca buku. Bahkan, buku koleksinya jauh lebih banyak dari pada temannya yang menjadi dosen.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Program Pascasar jana Universitas Airlangga (Unair). Selama kuliah itu, ada saja pihak yang membantu membiayai, bukan beasiswa. Dia mengisahkan, saat ia bertugas sebagai staf humas di Departemen Agama, ia banyak me nerima tamu kunjungan. Salah satu tamu yang sering ia layani adalah Direktur Jenderal Bimbingan Islam Prof. Dr. Andi Rasdiyanah. Kare na tertarik dengan hobi membaca dan semangat sekolah Zainuddin, sang tamu tadi pun memberikan bantuan biaya pendidikan, tanpa di minta. “Ada aja yang ngasih, sehingga lulus S2,” ungkapnya.

Bahkan, Zainuddin berhasil sebagai lulusan terbaik tahun 1996 di Ilmu Sosial Unair. Karena lulus terbaik, Zainuddin mendapat beasis wa program doktor sampai selesai tahun 2002 oleh Unair.

Hobi Membaca dan Menulis Dukung Karier

Zainuddin diangkat menjadi Direktur Program Pascasarjana Uni versitas Muhammadiyah Sidoarjo (UM.Si.da) pada tahun 2002. Ia ke mudian mengumpulkan kembali tulisannya selama kuliah, lalu meng editnya, dan menjadikan buku.

Tak tanggung-tanggung, buku-bukunya itu diterbitkan oleh Gad jah Mada University Press. Ada juga beberapa buku yang diterbitkan oleh penerbit buku di Yogyakarta. Termasuk thesis dan disertasinya.

Hobi membaca dan menulisnya itu mengakibatkan ia dapat me nerbitkan banyak buku yang akhirnya mendapat angka kredit. Angka kreditnya itu bisa untuk mendapatkan gelar guru besar.

Tahun 2003 ia diangkat menjadi Rektor Universitas Muhamma diyah Surabaya hingga 2012. Tahun 2019 ia terpilih menjadi anggota DPR RI.

Ia mengaku tak pernah terpikir menjadi anggota DPR RI. Namun sebelumnya ia pernah menjadi anggota DPR propinsi saat zaman orde baru, masa transisi. “Terus 2019 itu diperintah oleh PWM Jatim untuk maju jadi caleg, akhirnya saya jalankan, lalu terpilih,” ungkapnya.

136
FACHRODIN set5.indd 136 11/10/2022 19.17.59

Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si.

Baginya, tugas menjadi anggota DPR itu tidak mudah. Ia menga takan, tugas tersebut harus dijalankan penuh rasa tanggung jawab karena mewakili suara rakyat, sedangkan rakyat kita pada umumnya masih tertinggal. Baik pendidikannya, maupun ekonominya.

“Sehingga kemudian taraf hidupnya masih sangat tertinggal. Ini harus diperjuangkan. Mendesak, mendorong, agar pemerintah memi kirkan rakyat memiliki pendidikan yang baik, rakyat memiliki kese jahteraan yang baik. Nah itu tidak mudah,” paparnya.

Kisah Kerja Keras Zainuddin Maliki

Hidup di tengah himpitan kemiskinan yang tidak mudah, mem buat Zainuddin terbiasa bekerja keras. Menurutnya, salah satu jalan keluarnya adalah melalui pendidikan, sekolah yang sungguh-sung guh, dengan segala cara.

Dia bercerita, saking miskinnya, keluarganya pernah mengalami ‘hari ini makan apa’. Jangankan besok, makan apa hari ini pernah dia lami satu keluarga. Ia merupakan anak ketiga dari sebelas bersaudara. Saat menempuh kuliah di Surabaya, tepatnya ketika momen Idul Adha, ia pernah mengalami kekurangan makanan. Tidak ada satu pun makanan. Uang juga tak punya.

Ketika itu sempat terbersit dalam pikirannya, kalau setelah shalat Ied ia pergi ke Masjid Al Falah, maka akan dapat nasi bungkus. “Maka saya bisa terbebas dari kelaparan. Dapat nasi bungkus, kemudian ban tu nyembelih daging kurban,” kisahnya.

Namun pikiran itu tak dilakukannya. Ia sadar, jika niatnya salah. Datang ke masjid ingin membantu menyembelih hewan kurban atau mencari nasi bungkus. “Saya pikir niat saya sudah gak bener. Niat saya mau cari nasi bungkus, bukan bantu nyembelih kurban,” tegasnya.

Menurutnya, jika ia datang ke masjid untuk mencari nasi bung kus, apa bedanya dengan orang yang dapat kupon lalu menunggu pembagian di masjid. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap di rumah, memilih kelaparan.

Kejadian tersebut ternyata berulang pada momen Idul Adha di tahun berikutnya. Entah bagaimana Allah mengatur semuanya. Ia bisa

137
FACHRODIN set5.indd 137 11/10/2022 19.17.59

makan setelah mengumpulkan kertas-kertas yang tidak terpakai, lalu dijual. Dapatlah nasi sepiring.

Pengalaman hidup yang keras itu mendorongnya untuk selalu kerja keras dan sekolah dengan sungguh-sungguh supaya bisa hidup lebih baik.

Pelajaran kerja keras itu juga diperoleh dari orang tuanya. Ia didi dik untuk tidak boleh tidak sekolah dan selalu sekolah dengan segala daya dan upaya. Bahkan orang tuanya rela gali lobang tutup lobang untuk membayar SPP, sampai lulus.

Hal itu membuatnya berpikir jika orang tuanya yang di desa, tidak pernah sekolah tapi bisa menyekolahkan anaknya, masa dia tidak bisa menyekolahkan anaknya sampai sukses.

Ciri Negara Maju

Melihat pendidikan di Indonesia saat ini, Zainuddin mengatakan pemerintah masih kurang serius. Pasalnya, gaji guru masih rendah, sarana pendidikan belum bagus merata serta sulit mendapatkan ba han-bahan bacaan.

Sementara di Malaysia, kata dia, gaji guru cukup memenuhi. Se kolahnya merata bagus-bagus. “Dulu orang Malaysia belajar ke Indo nesia. Sekarang orang Indonesia belajar ke Malaysia,” kritiknya.

Tak hanya itu, lanjutnya, Universitas Indonesia (UI), perguruan tinggi terbaik di Indonesia, menempati peringkat 296 tingkat dunia pada 2019 kemarin. Malaysia mempunyai lima perguruan tinggi yang peringkatnya di atas UI. “Jadi pendidikan kita ketinggalan. Kalau bangsa Indonesia ingin maju, maka harus serius ngurusi pendidikan,” tuturnya.

Zainuddin mengatakan, negara yang maju itu bukan negara yang kaya sumber daya alam dan penduduknya banyak. Tapi, kata dia, ne gara maju itu yang pendidikan dan mentalnya baik.

Oleh karena itu, ia mengatakan ada negara yang penduduknya se dikit, sumber daya alamnya sedikit, tapi sangat maju. Mereka hidup sejahtera dengan peradaban yang bagus.

138
FACHRODIN set5.indd 138 11/10/2022 19.17.59

Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si.

Ia menyayangkan, Indonesia dengan sumber daya alam yang ba nyak, terbang dari Sabang ke Merauke enam jam baru sampai karena luasnya, tapi mengapa kalah maju. “Karena pendidikannya belum ba gus. Oleh karena itu kita harus sungguh-sungguh memperbaiki pen didikan,” tegasnya.

Baginya, kisah K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan semangat ingin memperbaiki nasib bangsa Indonesia mela lui iman dan ilmu yang luas dapat menjadi contoh sebuah amal yang baik. “Amalnya itu harus didasari pada keimanan dan ilmu supaya kemudian menjadi bangsa Indonesia yang berkemajuan. Itu melalui pendidikan,” kata dia.

Akhirnya, ia mengatakan Muhammadiyah menjadi organisasi yang maju karena serius mengurusi pendidikan di samping usaha-usa ha yang lain, seperti kesehatan, kemanusiaan, ekonomi, dan lain-lain. Zainuddin menyayangkan mayoritas umat Islam di Indonesia masih ada di lapisan bawah, belum bisa menjadi elit. Memang Indo nesia mayoritas agamanya Islam, namun kata Zainuddin, dari sepuluh orang terkaya di Indonesia, sembilan di antaranya bukan Islam. “Oleh karena itu nasib umat Islam tidak kunjung membaik,” ungkapnya.

Harapan Besar untuk para Pendidik

Meski demikian, ia menaruh harapan besar kepada semua guru di Indonesia, khususnya di sekolah dasar. Menurutnya, pendidikan yang sangat menentukan itu sekolah dasar. “Mengapa disebut sekolah da sar, karena memberi dasar, memberi basic,” tegasnya.

Oleh karena itu, kata dia, sesungguhnya dari sekian jenjang pen didikan itu yang paling menempati posisi strategis adalah pendidikan dasar bahkan PAUD, karena memberikan basic education. “Kalau da sarnya kuat, maka selebihnya akan baik,” ujarnya.

Ia berharap guru-guru dapat bekerja profesional, penuh dengan kompetensi untuk memberikan basic education. Karena itu, Zainud din menegaskan pemerintah harus memperhatikan pendidikan anakanak SD kita.

139
FACHRODIN set5.indd 139 11/10/2022 19.17.59

“Beri sarana yang baik, beri guru-guru kesempatan untuk me ningkatkan kompetensinya, lalu mendidik anak-anak secara profesi onal sehingga anak-anak Indonesia memperoleh basic education yang baik,” tuturnya.

Baginya, belajar yang baik itu sejak usia dini. Karenanya, Zainud din berharap guru dan orang tua segera menemukan potensi yang di miliki anak didiknya.

Ia mengatakan, pendidikan yang bagus bukan berangkat dari ku rikulum, tapi dari potensi dan minat anak, serta dari watak bawaaan nya. Ia menambahkan, kalau potensi dan minatnya dikenali lebih dini, lalu dikembangkan sejak dini, maka akan menjadi anak yang berhasil.

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Ti mur tahun 2010-2020 itu meyakini setiap anak pasti mempunyai mi nat dan potensinya masing-masing, tidak bisa disamaratakan. “Oleh karena itu mengenali per individu siswa itu penting. Lalu memberi mereka motivasi untuk belajar sejalan dengan minat dan potensi yang dimilikinya. Watak anak juga harus dikenali guru supaya bisa mendi dik dengan tepat,” paparnya.

Kepada semua guru, Zainuddin mengingatkan, ada anak yang belajar efektif sambil bermain, bergerak, bahkan teriak-teriak. Namun ada juga anak yang baru bisa belajar dengan baik kalau sambil melihat, mendengar, dan lain-lain.

Menurutnya, guru juga perlu mengenali cara belajar anak. “Kalau guru benar-benar mengenali, maka bisa mengembangkan seluruh po tensi anak didik kita, baik potensi kognitif, afektif, psikomotoriknya,” kata dia.

Anak Indonesia Bermimpi Besar

Untuk anak-anak Indonesia, Zainuddin berpesan harus punya mimpi besar. Ia meyakinkan, Allah akan memberi seperti apa yang dimimpikan, dibayangkan oleh hambaNya. “Kalau mimpinya besar ya akan diberikan oleh Allah. Jadi harus punya cita-cita besar, mimpi besar,” tuturnya.

140
FACHRODIN set5.indd 140 11/10/2022 19.17.59

Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si.

Dari situ, kata dia, Allah akan memberi jalan untuk mewujudkan mimpi besarnya. Tugas anak-anak, lanjutnya, belajar dengan sung guh-sungguh, tidak boleh mengeluh. “Jangan kemudian kehilangan semangat untuk mengembangkan diri meraih cita-cita. Harus mau kerja keras,” tegasnya.[]

141
FACHRODIN set5.indd 141 11/10/2022 19.18.00

Kiprah Tokoh Muhammadiyah Banyumas Dukung Dunia Pendidikan

Bangunan Masjid 17 Purwokerto, Kabupaten Banyumas terlihat modern. Masjid yang berada di Jl. Dr. Angka sebelah SMA Mu hammadiyah 1 Purwokerto menyimpan sejarah panjang perkem bangan kiprah Muhammadiyah di dunia pendidikan di Kabupaten Banyumas.

Bangunan dua lantai dengan luas 24 x 24 meter itu dibangun sejak 2014 dan mulai dimanfaatkan untuk ibadah pada 2016. Namun, nama Masjid 17 sebenarnya sudah ada sejak lama 1956.

Awalnya masjid itu memiliki luas bangunan dengan lebar sekitar 9 meter dan panjang 20 meter. Bangunan masjid saat itu dengan mo del joglo. Beberapa tokoh Muhammadiyah Banyumas yang memiliki kiprah besar dalam pembangunan masjid, antara lain Kiai Abu Dardi ri dan Lurah Sokanegara, Suwarno.

Angka 17 yang disematkan menjadi nama masjid memiliki ba nyak arti. Seperti, dibangun atas prakarsa 17 tokoh Muhammadiyah dan modal awal pembangunan masjid Rp 17 ribu.

“Ada yang mengatakan angka 17 itu jumlah tokoh Muhammadi yah,” kata Manager Masjid 17 Purwokerto, Michrodin, Jumat (29/5). Di kompleks masjid terdapat pondok pesantren modern Muham madiyah. Tempat itu sebagai media dakwah dan pendidikan, sekaligus untuk pengaderan. Seiring waktu, di kompleks itu didirikan Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) yang merupakan embrio dari Se kolah Pendidikan Guru (SPG) Muhammadiyah dan SD Muhamma

142
FACHRODIN set5.indd 142 11/10/2022 19.18.00

Kiprah Tokoh Muhammadiyah Banyumas Dukung Dunia Pendidikan

diyah pada tahun 1964. “Dulu Muhammadiyah hanya bentuk penga jian-pengajian,” katanya.

Kemudian para tokoh Muhammadiyah di Banyumas mulai me ngembangkan amal usaha dengan merambah pada bidang pendidik an. Tidak hanya sekolah dasar, di kawasan itu juga didirikan IKIP Mu hammadiyah tahun 1968.

Operasional pendidikan itu bergantian. Pagi hari, dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar SGTK dan SD Muhammadiyah, kemu dian sore hari untuk IKIP Muhammadiyah.

Pusat pendidikan di kawasan itu berkembang. Pada 1980-an, SD Muhammadiyah dan SGTK pindah lokasi. Begitu juga IKIP Muham madiyah pindah di daerah Dukuhwaluh (sekarang menjadi Universi tas Muhammadiyah Purwokerto).

Sedangkan di kawasan Masjid 17 itu dibangun SMA Muham madiyah 1 Purwokerto. Juga Gedung Pimpinan Daerah Muham madiyah (PDM) Banyumas. Di gedung tersebut disematkan nama Abu Dardiri.

“Mereka ikut mengembangkan dengan berbagai amal usahanya dalam mendukung dunia pendidikan di Banyumas,” kata Michrodin.

Selain mendukung pengembangan dunia pendidikan, Kiai Abu Dardiri juga menjadi salah satu tokoh Muhammadiyah yang ikut mengusulkan berdirinya Kementerian Agama RI.

Kiai Abu Dardiri menjadi konsul Muhammadiyah Banyumas yang berkedudukan di Kota Purwokerto saat itu membawahi wilayah eks Karesidenan Banyumas.[]

143
FACHRODIN set5.indd 143 11/10/2022 19.18.00

K.H. Muchlas Hamim

Tidak banyak tokoh lintas generasi, yang masih terus aktif hingga usia senja. K.H. Muchlas Hamim, salah satu dari yang sedikit itu. Dalam usia 86 tahun, ayah lima anak ini masih tampak energik. Ter libat dalam berbagai kegiatan dakwah. Mulai dari yang rutin seperti khutbah Jum’at, hingga kegiatan-kegiatan Persyarikatan lainnya. Mes kipun rambut dan jenggot sudah ‘sempurna’ putihnya, kakek 7 cucu dan 2 cicit itu masih kuat berjalan. Penglihatannya pun masih jelas, tanpa bantuan kacamata. Anak ke-2 dari 10 bersaudara, putra pasangan Bu Soimah dan Pak Hamim, ini memiliki dua resep soal kesehatannya yang masih tergo long prima itu. Pertama, menjaga pola makan. Kedua, dia mengang gap dakwahnya sebagai hiburan sehingga tanpa beban. “Jadi senang. Rapat itu kan sering. Biasanya tiap Senin,” ujarnya soal rapat rutin yang dia ikuti sebagai Wakil Ketua PDM Kabupaten Gresik. Aktivitasnya di Muhammadiyah dimulai pada 1960, di Pimpinan Ca bang Muhammadiyah (PCM) Dukun, Gresik. “Saat itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur dijabat H Sholeh Ibrahim. Periode kepemimpinan sebelum K.H. Anwar Zein,” tuturnya. Diceritakan, ketua PCM Dukun saat itu tidak pernah ganti. “Sele sai Musycab saya lagi. Musycab saya lagi. Banyak sekali,” ungkapnya. Bahkan, lanjutnya, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik belum ada saat itu. Ini membuat Muhammadiyah Cabang Du kun harus bergabung dengan PDM Jombang yang saat itu dipimpin

144
FACHRODIN set5.indd 144 11/10/2022 19.18.00

Zuhal Kusumo. “Beliau asli Jogja. Tapi, tempat tinggalnya di Jom bang,” ungkapnya.

Pria kelahiran Dukun, Gresik, 2 Februari 1933 tersebut menam bahkan, tahun 1960 itu cabang Dukun, Jombang, Mojokerto, Sura baya, dan Porong bergabung ke PDM Jombang. Menurutnya, Mu hammadiyah saat itu belum merata seperti sekarang. Sehingga secara struktural belum bisa sesuai administrasi pemerintahan.

Di Gresik saja, kata dia, Muhammadiyah Ranting Sidayu berga bung ke Cabang Dukun. Tak hanya itu, Ranting Jatisari, Glagah, La mongan juga bergabung ke Cabang Dukun. “Jadi masih belum rapi secara struktural,” ungkapnya.

Semangatnya dalam berdakwah hingga kini dibuktikan dengan menjadi Wakil Ketua PDM Kabupaten Gresik periode 2015-2020. “Kata Pimpinan Wilayah, Pak Muchlas ini memang ulama betul. Alias usia lanjut masih aktif,” ujarnya sambil tertawa.

Kiai Muchlas mengaku tak punya ijazah pendidikan berjenjang. “Akibat penjajahan, saya bersama orangtua sering mengungsi ke bebe rapa tempat. Sehingga pindah-pindah sekolah,” kisahnya.

Dia mengaku dibesarkan di Sepanjang, Taman, Sidoarjo, karena orangtuanya harus pindah ke sana. Lalu mengungsi ke Jombang dan Nganjuk. “Jadi gak sempat sekolah,” ucapnya.

Kakek hobi membaca ini masuk Pondok Modern Gontor Pono rogo tahun 1951, dan selesai pada 1955. Diceritakan, saat itu masuk Pondok Gontor belum ada syarat ijazah. Mengikuti ujian masuk kelas I, tapi namanya tidak ada dalam daftar panggilan.

“Saya sempat risau karena berpikir tidak lulus ujian. Namun be berapa saat kemudian, dipanggil dan diminta ke kantor guru. Diuji lagi. Terus, tiba-tiba disuruh langsung masuk ke kelas dua,” ujarnya sambil tersenyum.

Setelah lima tahun menempuh pendidikan di Gontor, ia mengajar di almamaternya selama tiga tahun. Setelah itu, kembali ke Sepanjang dan menikah dengan Maimunah, gadis asal Dukun, Gresik. Dari per nikahannya itu, dikarunia 5 anak. Namun satu meninggal saat masih bayi. Keempat anaknya adalah Muhibbi, Izzah, Zainuddin Fanani, dan Ahmad Yani.

145
FACHRODIN set5.indd 145 11/10/2022 19.18.00

Pengajar Kitab Kuning

Kiai Muchlas terpilih menjadi Ketua PDM Kabupaten Gresik pe riode 2000-2005. Di sela kesibukannya memimpin Muhammadiyah, dia masih menyempatkan membaca kitab kuning. “Beliau sangat se nang membaca tulisan Arab dan mengkajinya,” kata Muhibbi, salah satu anaknya, memberikan kesaksian.

Kepada Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) khususnya, ia berharap generasi muda lebih aktif di masjid dan lebih suka membaca serta mempelajari kitab. Misalnya, kitab tauhid Fathul Majid.

Ia menceritakan, pernah memberikan pengajian baca kitab di Masjid Taqwa Perguruan Muhammadiyah Gresik setiap Ahad habis Shubuh. “Itu selama enam tahun baru selesai satu kitab.” Ia menam bahkan, salah satu murid pengajiannya yang aktif seorang Dokter Spe sialis Kandungan dr. Muchid SpOg.

Selain itu, Kiai Muchlas juga diminta memandu baca kitab di Masjid At Taqwa Perumahan Pongangan Indah Manyar Gresik sela ma 12 tahun, tiap Selasa kedua. “Pak Imam Mustakim itu ikut terus,” ujarnya menyebut salah satu muridnya yang kini jadi Ketua PCM Ma nyar Gresik.

Mohammad In’am, koleganya yang beda generasi memberikan kesaksian. “Beliau alim, tawadlu’ dan familiar. Tutur katanya menye jukkan. Sungguh pun bersama-sama kami yang selisih umurnya cu kup jauh, tapi bisa beradaptasi. Kalau ngomong, kadang diselingi can da yang membuat suasana semakin gayeng,” kata Ketua PDM Gresik 3 periode tersebut (1995-2000, dan 2005-2015), yang mengaku mulai mengenal beliau sejak 1985.

“Beliau istiqamah dalam pendirian, tapi toleran dalam perbeda an. Beliau betul-betul seorang sahabat sekaligus seorang bapak. Nasi hatnya selalu kita rindukan baik dalam beragama termasuk dalam hal mengurus Persyarikatan,” imbuhnya.

Konsistensinya dalam bermuhammadiyah diakui Dr. Taufiqullah Achmady. “Sejak awal Muhammadiyah masuk di Gresik, beliau sudah aktif hingga sekarang. Selalu hadir paling awal dalam rapat PDM tiap Senin,” kata Ketua PDM Gresik periode 2015-2020, memberikan ke saksian.

146
FACHRODIN set5.indd 146 11/10/2022 19.18.00

Di antara yang patut diteladani, tidak pernah mengeluh dan tidak terlihat marah di hadapan orang lain. “Meskipun sedang menghadapi rumitnya masalah dakwah. Kondisi fisiknya yang tetap sehat di usia tua, menandakan sehatnya jiwa beliau, yaitu selalu ikhlas dan rendah hati.”

Sosok Kiai Muchlas yang alim dan kharismatik juga menjadi in spirasi bagi kaum muda Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Kabupaten Gresik. Seperti diungkapkan Budi Masruri, Sekretaris II Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kabupaten Gre sik periode 2003-2007, saat Kiai Muchlas menjadi Ketua PDM Kabu paten Gresik.

Menurutnya, Kiai Muchlas termasuk pemimpin yang low profile dan pendapat-pendapatnya solutif bagi kaum muda. Selain sabar, lan jutnya, Kiai Muchlas juga suka membuat joke-joke. “Selain kajian-kaji annya yang kontemporer, beliau juga sangat komunikatif dengan kaum muda,” ungkap Budi Masruri.

Salah satu hal yang membuatnya kagum terhadap sosok Kiai Muchlas adalah ketertarikannya belajar teknologi di usia yang telah senja. Kiai Muchlas tidak malu belajar kepada yang lebih muda soal teknologi, seperti belajar komputer, mengenal internet, memanfaat kan handphone android, dan lain-lain.

Budi Masruri mengatakan, Kiai Muchlas rajin menyusun tematema kajian kitab berbahasa Arab atau dikenal kitab kuning, lalu di ketiknya di komputer. Setelah itu, lanjut Budi Masruri, Kiai Muchlas memindahkan file tersebut ke tablet miliknya.

“Sehingga ngajinya beliau sudah mengikuti teknologi, tidak lagi bawa kitab dalam bentuk buku, tapi cukup bawa tablet,” ujarnya ka gum terhadap semangat Kiai Muchlas yang selalu mengikuti tren tek nologi.

Setelah istrinya wafat beberapa waktu lalu, kini beliau sering ting gal di Gontor. Seperti diketahui, puteri Kiai Muchlas menikah de ngan Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, salah seorang putra dari K.H. Imam Zarkasyi, salah satu pendiri Gontor.[]

147
FACHRODIN set5.indd 147 11/10/2022 19.18.00

Rustamadji, Akademisi Nilai dari Sorong

Rosalia

Serpihan surga yang jatuh di Katulistiwa. Begitulah orang-orang memandang Papua. Ironisnya, warga di pulau paling timur yang alamnya bagai nirwana itu, tak pernah sepi masalah. Salah satunya Suku Kokoda.

Kokoda suku asli Papua. Mereka biasa berpindah-pindah, tak pu nya rumah dan tanah, tak kenal sekolah, tak memiliki tempat ibadah, dan hidup serba susah. Tapi itu dulu, zaman ketika Rustamadji bersa ma Muhammadiyah belum datang menjamah. Kini, kisah pilu terse but hanya menjadi catatan sejarah. Kehidupan Suku Kokoda Warmon telah berubah.

Adalah Dr. Rustamadji, M.Si. Rektor Universitas Muhammadiyah (Unimuda) Sorong Papua, akademisi Muhammadiyah yang mengan tarkan masyarakat Suku Kokoda meraih nasib lebih cerah. “Kalau kita tidak peduli terhadap mereka, tentu kondisi mereka akan lebih parah. Jadi, kita harus berbuat sesuatu untuk Suku Kokoda,” ungkapnya, se perti diberitakan media online “Suaramuhammadiyah”, 22 April 2019 silam.

Suku Nomaden

Awalnya, Kokoda suku nomaden. Berburu binatang dan mencari hasil hutan menjadi aktivitas sehari-hari demi bertahan hidup. Ada gula ada semut, demikian kata pepatah. Di tempat-tempat yang men

148
FACHRODIN set5.indd 148 11/10/2022 19.18.00

Rustamadji, Akademisi Nilai dari Sorong

janjikan, kaki-kaki mereka melangkah. Tidak ada kata-kata pulang ke rumah.

Bagi mereka, berlindung di bawah dedauanan dari terik matahari, tetesan hujan, terpaan angin ataupun dinginnya malam di sembarang tempat, sudah lumrah. Pergerakan suku Kokoda dari satu titik ke titik lainnya acap kali memicu masalah. Konflik pecah tatkala mereka me nempati tanah yang ternyata milik kelompok masyarakat (suku) lain.

Pernah ada cerita, warga nomaden Kokoda bentrok dengan ma syarakat transmigran, seperti yang diberitakan PWMU.CO Jumat, 30 Agustus 2019. Pemicunya, suku asli Papua itu menempati tanah yang telah diolah menjadi ladang oleh rombongan pendatang. Sengketa berakhir setelah Suku Kokoda menyingkir.

Pascaontran-ontran dengan warga transmigran, orang-orang Ko koda bergerak ke Lapangan Udara Domine Eduard Osok. Di sekitar an bandara, rombongan nomaden ini kemudian bermukim. Awalnya, kehadiran mereka tidak memicu protes. Ternyata, tanpa penolakan bukan berarti bebas urusan.

Lagi-lagi komunitas nomaden ini harus angkat kaki setelah sem pat menetap beberapa waktu. Sebab, proyek perluasan lapangan ter bang membutuhkan pembebasan lahan di kiri kanannya, termasuk areal yang ditempati Suku Kokoda.

Untunglah, kali ini warga Kokoda yang tergusur proyek perluasan Bandara Domine Eduard Osok itu mendapatkan tanah ganti. Tahun 1996, mereka direlokasi ke kampung Warmon, Kecamatan Mayamuk, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Tanah rawa jenisnya, dua hektare luasnya, sangat minim fasilitasnya. Jalinan reranting dan de daunan menjadi rumah-rumah mereka.

Kondisi hidup Suku Kokoda tersebut menyetrum rasa kemanu siaan Rustamadji. Kisah pilu suku terbelakang itu menjadi semacam energi yang mendorongnya untuk bertindak. Bukan lantaran kurang kerjaan tatkala Rustamadji memutuskan bergelut di kampung War mon demi membangun Suku Kokoda agar bisa hidup beradab.

Sebagai rektor di STKIP Muhammadiyah (sebelum menjadi Uni muda), sudah tentu, waktu, tenaga dan pikirannya tercurah habis un tuk memegang kemudi kampus yang resmi berdiri Agustus 2004 itu.

149
FACHRODIN set5.indd 149 11/10/2022 19.18.00

Namun, iba hati melihat nasib sesama anak bangsa yang tak untung, tak bisa begitu saja ia abaikan. Ia ingin melihat Suku Kokoda hidup mandiri di tanah sendiri.

Gong kepedulian Rustamadji berdinamika di seputar kehidupan Suku Kokoda mulai ditabuh tahun 2007. Sejumlah rencana ia susun. Aneka strategi ia cari. Beberapa kolega potensial yang diyakini bisa mendukung kerja besar ini ia hubungi. Skenario optimis ia lesatkan ke atas langit Papua, tinggi-tinggi.

Mandiri Pangan

Mandiri pangan menjadi prioritas Rustamadji untuk mulai mena ta hidup Suku Kokoda. Ia membentuk tim yang personilnya berasal, antara lain, dari civitas akademika STKIP Muhammadiyah Sorong. Agenda terawal, belajar berkebun dan beternak. Kala itu jumlah pen duduk Suku Kokoda 350 jiwa.

”Banyak orang yang pesimis waktu itu. Menurut mereka, susah mengajari warga nomaden berkebun. Belum lagi sikapnya yang suka bikin masalah. Tapi kalau tidak kita mulai sekarang kapan suku ini ba kal maju,” tutur Rustamadji seperti dikutip PWMU.CO. Seiring waktu berjalan, Rustamadji menggandeng Majelis Pemberdayaan Masyara kat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk membina suku ini.

Lewat ketelatenan dan kesabaran, impian Rustamadji terwujud. Di tahap permulaan, suku nomaden tersebut belajar berkebun dengan cara-cara biasa. Lambat laun, hal ihwal budi daya tanaman warga Ko koda kian mapan. Akhirnya mereka mampu menguasai teknik pem bibitan, perawatan sampai pemanenan. Kemandirian Suku Kokoda di bidang pangan didukung pengadaan pupuk sendiri. Limbah dapur dan sampah dedauan dimanfaatkan untuk membuat kompos.

Ujian kesabaran dan ketelatenan lainnya, dirasakan Rustamadji bersama tim suksesnya ketika tiba pembelajaran beternak sapi. Bach tiar Dwi Kurniawan, Sekretaris MPM PP Muhammadiyah, menceri takan pengalamannya. ”MPM pernah memberi sapi lima ekor untuk

150
FACHRODIN set5.indd 150 11/10/2022 19.18.00

Rustamadji, Akademisi Nilai dari Sorong

dikembangbiakan. Ternyata semua sapi jadi kurus. Dua ekor mati. Se bab sapi hanya dikandangkan tak diberi makan,” tuturnya.

Lama-lama, mandiri protein tak berhenti pada dunia peternakan. MUHAMMADIYAH.ID pada Senin 30 Desember 2018 memberita kan rencana MPM PP Muhammadiyah menggandeng pemerintah setempat membangun area budidaya ikan air tawar. Pengelolanya ma syarakat Suku Kokoda. Selanjutnya, akan dibangun pula pasar ikan. Suplai ikan yang kelak diperjualbelikan juga berasal dari laut. Kapal motor kapasitas besar akan didatangkan untuk nelayan Suku Kokoda yang sebelumnya melaut dengan perahu kecil-kecil.

Ibadah, Sekolah, dan Rumah

Pembangunan tempat ibadah menjadi prioritas selanjutnya. Tepat setelah setahun berdinamika di Kampung Kokoda Warmon, bersama timnya, Rustamadji membangun masjid. Tempat ibadah ini penting untuk pusat dakwah, pembinaan agama, mengaji, dan menjalankan rupa-rupa kegiatan sosial. ”Pemahaman agama warga masih minim. Dosen dan mahasiswa STKIP Sorong yang beragama Islam dilatih membina mereka. Masjid ini menjadi tempat belajar bagi anak-anak Kokoda,” cerita Rustamadji.

Kabar terbaru, di kampung Suku Kokoda Warmon telah berdi ri lima masjid ditambah dua mushola. Anak-anak mengaji di masjid atau mushola setiap sore hari. Jika dahulu Rustamadji menugaskan dosen dan mahasiswanya menjadi guru mengaji, saat ini guru men daras bermunculan dari kalangan suku sendiri. Sholat berjamaah lima waktu sehari pun diimami warga setempat.

Urusan tempat ibadah selesai. Agenda Rustamadji berikutnya adalah pengadaan fasilitas pendidikan. Tahap pertama adalah pem bangunan gedung Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Pada fase ini, datang masalah. Besi-besi untuk pondasi bangunan di jarah. Konon, uang hasil penjualan barang curian itu dipakai untuk membeli rokok. “Orang masih belum paham betapa pentingnya seko lah, sehingga tega mengambil besi,” tutur Rustamadji. Tahap pemba

151
FACHRODIN set5.indd 151 11/10/2022 19.18.00

ngunan sekolah pun macet beberapa waktu. Proyek itu kembali digu lirkan pascapenggalangan dana aktif kembali.

Akhirnya, pembangunan gedung sekolah selesai. Namun, suk ses itu tak otomatis menghentikan masalah. Sejumlah persoalan baru menghadang. Rupanya, pendidikan formal bukanlah sesuatu yang penting bagi warga Kokoda. Tak mudah mengajak anak-anak suku terbelakang ini masuk sekolah. Ada dua sebab yang melatarinya. Pertama, anak-anak suku ini memang belum mengenal sekolah, dan kedua, para orang tua mengharuskan anak-anak mereka membantu mencari makanan.

Rustamadji melancarkan strategi jemput bola. Tanggung jawab penjemputan ini berada di pundak anggota tim suksesnya, mahasiswa STKIP Muhammadiyah. “Mereka harus sabar membujuk agar anakanak mau datang ke sekolah,” tambahnya. Usaha tak memungkiri ha sil. Jemput bola langkah jitu. Dunia sekolah menjadi akrab dan dekat di hati warga Kokoda.

Kegiatan belajar mengajar mendapat dukungan penuh. Bahkan awal 2019 silam, Haedar Nashir berkunjung ke Kokoda. Salah satu agendanya melakukan peletakan batu pertama untuk perluasan Se kolah Dasar (SD). Tak hanya sekolah, Rustamadji menggenapkan pembangunan dunia pendidikan lewat literasi. Rumah baca hadir di tengah kampung Kokoda.

Mulai tahun 2016, Rustamadji menggandeng mahasiswa KKN asal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Mereka menjadi guru mengaji dan membaca. Rumah baca “Nabaca Bukuga” menjadi saksi jejak-jejak kehadiran mereka. Selain memekarkan dunia litera si, para muda asal Yogyakarta itu juga mengembangkan sumber daya manusia. Bersama mereka warga muda Kokoda belajar manajemen. Kebutuhan akan dunia pendidikan kian meningkat. Anak-anak Suku Kokoda membutuhkan sekolah lanjutan pertama. Beruntung, Kepala Kampung Adat Kokoda, Ari Syamsudin Namugur, menyiap kan lahan 10 hektare untuk lokasi pembangunan Madrasah Tsana wiyah (MTs) Muhammadiyah, setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ari juga menjabat sebagai anggota MPM Pimpinan Wilayah

152
FACHRODIN set5.indd 152 11/10/2022 19.18.00

Rustamadji, Akademisi Nilai dari Sorong

Muhammadiyah (PWM) Papua Barat, sekaligus ketua Pimpinan Ran ting Muhammadiyah (PRM) Kampung Warmon Kokoda. Pembangunan rumah permanen menjadi agenda tahun-tahun berikutnya. Republika.co.id memberitakan, puluhan rumah perma nen dibangun di perkampungan eks suku nomaden ini. Tanah yang semula berupa rawa-rawa itu telah dibebaskan.

Beberapa waktu lalu, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, menyerahkan sertifikat tanah hibah Muhammadiyah kepada warga Kokoda lengkap dengan 55 unit bangunan rumah permanen. Peng adaan rumah permanen tersebut hasil kerjasama Muhammadiyah dengan beberapa elemen lain termasuk instansi pemerintah yakni Ke menterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. PWMU.CO mencatat, sejumlah 55 unit rumah permanen terse but dibangun tahun 2016. Setahun berikutnya, 2017, menyusul pem bangunan 80 unit rumah. Saat ini, sekitar 185 kepala keluarga hidup di Kampung Kokoda. Jumlah total mereka mencapai 1.000 jiwa.

Kiprah Rustamadji di Warmon Kokoda mengubah seluruh tatan an awal Suku Kokoda yang kental dengan karakter masyarakat noma den. Pelan tapi pasti melalui proses yang cukup panjang, kehidupan beragama, dunia pendidikan dan rumah-rumah permanen tercipta mapan di kampung Kokoda. Pemekaran di segala lini terus melaju. Teknologi mereka akrabi dan kuasai.

Jalan, air bersih, listrik, rupa-rupa infrastruktur dan fasilitas ber sama tertata rapi. Kampung ini kian menampakkan diri sebagai pe mukiman yang layak huni, terpadu, berkelanjutan, jauh dari peman dangan kumuh dan serba kekurangan.

Tata tertib administrasi sudah dijalankan warga Kokoda. Pemi likan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan rupa-rupa kelengkapan su rat sebagai warga negara seperti Kartu Keluarga (KK) sudah dimiliki warga di tempat ini. Organisasi keagamaan, pemerintahan setingkat RT RW pun terbentuk dan berjalan semestinya. Beberapa warga suku Kokoda telah pula diterima bekerja di sektor formal. “Suaramuham madiyah” memberitakan bahwa masyarakat di sana juga memperkuat kegiatan berbasis teknologi seperti penggunaan komputer dan surat menyurat.

153
FACHRODIN set5.indd 153 11/10/2022 19.18.00

Dalam perjuangannya, Rustamadji menggandeng berbagai ele men baik di persyarikatan Muhammadiyah maupun pemerintah antara lain: Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muham madiyah, Lazismu, Aisyiyah, Universitas Muhammadiyah Yogyakar ta (UMY). Namun, sepak terjang Muhammadiyah di Suku Kokoda, tidak hanya dirasakan masyarakat muslim.

Di seputaran Kampung Warmon, bermukim pula masyarakat non muslim yang turut merasakan berkah kehadiran Muhammadi yah. Rustamadji mempraktikkan spirit Muhammadiyah yakni mem bumikan Islam berkemajuan.

Gerakan ini membawa pencerahan di bumi Papua yang membe baskan, memberdayakan dan memajukan semua masyarakat. Semua usaha dijalankan demi memuliakan martabat manusia. Sama sekali bukan dalam rangka mengislamkan atau memuhammadiyahkan se mua orang. Dakwah Muhammadiyah di Warmon Papua dilakukan atas dasar prinsip-prinsip kemanusiaan universal.

Akademisi Nilai

Rustamadji adalah pemeran utama di balik peradaban baru Suku Kokoda. Posisinya di pucuk pimpinan Unimuda Sorong Papua, yang sudah tentu padat acara dan sarat beban kerja, tak menghalangi se mangatnya untuk berdakwah mengentaskan suku tertinggal itu dari nasib kelam. Komunitas nomaden Kokoda yang acapkali diusir dari pada diterima, dibiarkan terlantar ketimbang dirangkul, di tangan Rustamadji lambat laun berubah menjadi warga masyarakat yang ter hormat dan bermartabat.

Rektor Unimuda itu bukan tipe pribadi yang datang dengan se gepok proyek bantuan, dan menempatkan masyarakat sebagai binaan demi mendapatkan hasil karbitan. Biasanya praktek seperti itu sulit berumur panjang. Bukan, Rustamadji bukan tipe seperti itu. Partisi patoris adalah metode yang ia jalankan.

Ini berarti, semua keputusan untuk membangun Suku Kokoda adalah hasil dari sebuah dialog yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk seluruh warga Kokoda, siapa pun mereka.

154
FACHRODIN set5.indd 154 11/10/2022 19.18.00

Rustamadji, Akademisi Nilai dari Sorong

Rustamadji tahu betul karakter bawaan masyarakat Kokoda yang sulit diatur. Tetapi bukan berarti situasi ini menumbuhkan niatnya untuk tidak melibatkan warga Kokoda.

Untuk itu ia mesti kerja keras, ekstra serius. Rektor Unimuda itu telah mencapai sebuah fase di mana Suku Kokoda yang kondang se mau gue, bisa dilatih disiplin untuk serempak berbaris bersama-sama memasuki pintu gerbang perubahan: mandiri di tanah sendiri.

Rustamadji, si pembaharu Suku Kokoda, terpilih menjadi Tokoh Perubahan Republika 2018. Republika.co.id mengutip pidato Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir di ajang pemberian penghargaan itu pada April 2019. “Pendekatannya pada masyarakat Kokoda empati, dia berusaha memahami kultur dan pola pikir masyarakat Kokoda se hingga dapat diterima mereka,” kata Haedar. Rustamadji menjadikan Unimuda Sorong yang dipimpinnya sebagai pusat pemberdayaan ma syarakat, bukan menjadi menara gading. Betul yang diungkapkan Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir, bahwa Rustamadji bukan pemimpin kampus yang nyaman duduk seharian di singgasana menara gading. Ia bukan akademisi pa sar yang hanya sibuk membesarkan kampus demi mendapatkan kena ikan angka-angka fantastik: jumlah mahasiswa, proyek penelitian dan rupa-rupa seminar, ekspansi gedung serta lahan, dan lain-lain.

Tak memungkiri bahwa semua ukuran perkembangan sebuah ko munitas kampus ia perbesar baik kualitas maupun kuantitas. Ia mem bidani lahirnya Universitas Muhammadiyah (Unimuda), perkem bangan dari STKIP Muhammadiyah Sorong. Ia juga membangun TK dan SD Labschool di titik-titik lain Kabupaten Sorong. Tetapi Rusta madji tidak lupa untuk berperan merawat nilai kemanusiaan. Ia mem berdayakan masyarakat Suku Kokoda di Kampung Warmon, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat yang merupakan daerah 3T (terdepan, tertinggal, dan terpencil).

Bupati Sorong Johny Kamuru, seperti yang dilansir Republika. co.id menyatakan bahwa Rustamadji adalah teladan bagi generasi muda. “Melihat sosok beliau ini, jadi tantangan bagi anak-anak muda untuk bisa seperti beliau,” kata Johny. Sosok yang sudah tidak muda lagi itu tak pernah kehabisan energi untuk berinovasi memunculkan

155
FACHRODIN set5.indd 155 11/10/2022 19.18.00

gagasan-gagasan baru. Gagasan-gasagan itu tidak berhenti di forum debat, seminar atau sekedar disimpan di dalam tembok kampusnya. Tetapi ia menjelma menjadi kerja nyata untuk mengentaskan sesama kaumnya yang terbelakang, Suku Kokoda.

Rustamadji adalah akademisi nilai. Akademisi nilai mengaplika sikan apa yang ada di lingkup perguruan tinggi untuk kemaslahatan orang banyak di luar tembok kampus. Ia menjunjung harkat dan mar tabat Suku Kokoda menjadi manusia seutuhnya. Sepak terjang Rus tamadji berada jauh di kesunyian kepala burung Papua, tetapi aroma wanginya semerbak ke seluruh persada Nusantara.[]

156
FACHRODIN set5.indd 156 11/10/2022 19.18.00

Dari Pelosok, Muhammadiyah Membangun Negeri

2
FACHRODIN set5.indd 157 11/10/2022 19.18.00

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

Sehabis hujan, pagi digantungi pelangi ketika tanah Sorong Irian Jaya mendapat kabar menggembirakan akan datangnya sebongkah batu bara sesungguhnya. Hasil bumi melimpah di tanah Sorong bukan hal menggembirakan, toh selama ini hanya dikuras sang pemangku jabatan dan diberikan pada bangsa lain. Sementara rakyat jelata kem bali disisakan relung kesengsaraan. Namun kali ini berbeda, batu bara bukan sembarang akan didatangkan dari kaki gunung Merbabu untuk menjadi sumber bumi dengan pantulan gempita teriakan Islam di se gala penjuru yang tentunya telah lama mereka nanti-nantikan.

Irian Jaya saat itu dan mungkin hingga kini merupakan tanah pe nuh obsesi bagi penjajah NKRI. Wilayahnya diperebutkan sana sini tan pa ada waktu untuk penduduknya memeluk alam apalagi menikmati malam yang begitu sempurna. Tahun 1545, Spanyol secara arogan men deklarasikannya dengan nama Nueva Guinea. Lalu kemudian 1770, Belanda menyematkan nama Nieu Guinea sebelum nantinya ia ubah kembali menjadi Nederlands Nieu Guinea demi upaya merebutnya dari kekuasaan Inggris. Meski begitu, sempat pada Kesultanan Tidore ber kancah di sebagian daerah Indonesia Timur, ia memberikan nama Pa pua pada tanah yang diperebutkan itu dengan arti “Tidak Memiliki Ba pak/Pemimpin”. Baru kemudian setelah Papua menjadi milik Indonesia tersebutlah dengan nama Irian Jaya, Irian berartikan “Ikut Republik Indonesia Anti Netherlands”. Dan Ketika presiden Gus Dur menjabat,

158
FACHRODIN set5.indd 158 11/10/2022 19.18.00

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

penduduk Irian menginginkan namanya dikembalikan pada “Papua” seperti yang pernah diberikan kesultanan Tidore kala itu.

Keos benar bumi Irian saat itu, diontang-antingkan kolonialis yang haus penindasan. Namun bukan berarti tiada kebahagiaan di la ngit Irian. Dengan keterbatasan yang mereka punya selalu ada usaha untuk mengais nikmat Tuhan. Agama dan pendidikan menjadi dua hal yang paling dinanti oleh warga setempat, dahaganya bukan seperti ke adaan kekeringan air, lebih seperti jiwa yang selalu mendaki namun tetap dipunggungi gunung, hampa.

Kehidupan harus tetap berjalan, para warga Irian tidak hanya warga asli namun juga pendatang. Sorong menjadi daerah Irian yang paling banyak manusia trans, hal ini karena letak geografisnya yang berada di paling Barat Papua. Menjadikan setiap transmigran singgah dan mencari kehidupan di dalamnya. Tidak salah Belanda sempat me namai Sorong sebagai kota minyak, karena melimpahnya hasil minyak bumi yang tiada henti hingga saat ini.

Tidak semua hal yang diusahakan di tanah Irian menjadi sesuatu, banyak pula transmigran menyerah melihat hasil panennya yang gagal total karena tanah yang tidak berkawan atau banyaknya hama yang memakan. Mereka pulang ke tanah kelahiran dengan senyum pahit setelah gagal di tanah orang. Kira-kira mampukah seseorang untuk mengabdi di tanah terjal ini? Jika makhluk tanpa jiwa seperti tanaman saja menolak untuk berbuah, apalagi manusia?

Malam separuh kabut, di kaki gunung Merbabu sebelah barat Bo yolali Jawa Tengah Bagaimana perasaannya kala itu yang penuh dengan kerapuhan jiwa? Namanya Nursono Sidiq, asli putra Jawa tanpa campuran. Lahir pada tanggal 2 Juli 1963 di Sukoharjo. Ikatan Dinas yang telah mem berinya beasiswa pendidikan S1 beberapa tahun lalu menetapkannya mengabdi di daerah terpencil Indonesia Timur yang berjarak ribuan pulau dari tanah Jawa dan juga keluarga kecilnya. Saat itu Nursono sudah menjadi kepala keluarga dari istri tercinta yang tengah mengan dung buah hatinya yang kedua. Hampir tidak percaya, ingin segera ia pacu tungkai kakinya berlari sekencang mungkin dan kemudian ro

159
FACHRODIN set5.indd 159 11/10/2022 19.18.00

boh. Tidak mungkin lari karena jelas ini sebuah tanggung jawab dan kewajiban sebagai seorang penerima beasiswa.

Segera setelah buah hatinya yang kedua lahir, Nursono ber siap berangkat menuju kota pengabdian Sorong, Papua. Istri dan anak-anaknya dititipkan pada Allah di tempat orang tuanya. Berharap perjuangannya untuk berdakwah akan menjadikan keluarga kecilnya pun di jaga-Nya siang dan malam. 18 April 1990 bulan Ramadhan, bermodalkan uang seadanya, ia berangkat menuju Surabaya dan sem pat singgah di rumah salah satu wali murid tempat mengajar dulu di Sukoharjo. Lalu kemudian ia menaiki kapal selama 8 setengah jam hingga akhirnya tiba di Sorong. Penuh syukur rupanya warga setem pat menjemputnya dengan mobil dan memboyong ke tempat pengi napan sementara.

Selamat datang hamba Allah yang ditakdirkanNya untuk bertutur kehidupan dan keilmuan di salah satu belahan bumi nusantara-Nya. Siapa yang pernah menyangka kakinya kini sudah berpijak di tanah Papua. Tanah yang selama ini tidak pernah ia dengar pekiknya un tuk sekedar dirindukan. Tempat yang selama ini bayangnya saja tidak pernah ditemukan cahayanya, apalagi untuk menghalangi cahayanya. Tapi Nursono adalah salah satu makhluk Allah yang diciptakan de ngan citra-Nya bukan? Sehingga keimanan dan ketaqwaannya pasti akan menuntunnya hingga babak penuntasan.

Pagi sekali di tanah rantauan, Nursono sangat mudah mendapat teman baru, kebanyakan malah sesama pendatang. Muslim pun tidak jarang. Meski Manokwari terkenal dengan sebutan kota Injil, nyata nya Islam tumbuh subur di tanah ini. Bahkan muslimah di Sorong tidak sedikit yang sudah mengenakan jilbab dan tidak mendapatkan perlawanan dari warga setempat atau agama lain, yang penting bisa membawa diri. Semuanya hidup berdampingan tanpa ada caci, yang penting dapat tetap hidup memberi amunisi perut dan tabu tentang toleransi-intoleransi. Cukup dengan tidak mengganggu sesama warga adalah perwujudan toleransi yang selama ini mereka yakini.

Nursono tinggal untuk sementara di jalan Rajawali no. 27 RemuSorong. Segala perasaannya sejak pertama menapaki kota Sorong di tumpahkan dalam setiap coretan di lembaran yang ia kirimkan pada is

160
FACHRODIN set5.indd 160 11/10/2022 19.18.00

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

tri tercintanya di Jawa. Baginya, hidup di tanah rantau tidak ada yang berat kecuali berpisah jauh dari keluarga. Arti, panggilan sayangnya kepada sang istri tercinta yang memang menjadi pembingkai arti ke beradaan dirinya di dunia; Ma-inn dan Aqid dua pasang bola mata yang binarnya selalu terbayang dalam tiap relung hidupnya; dan ke luarga besarnya, Ayah, Ibu serta adik-adik yang akan selalu menyita perhatian dan kasih sayangnya meski nun jauh di sana. Seluruhnya menjadi titik lemah sekaligus kekuatan yang akan selalu berdiri seba gai tujuan mengapa dirinya berada di tempat ini sekarang. Awal perjuangan baru saja dimulai. Hari selanjutnya Nursono menghadap Kepala Sekolah STM yang nantinya ia akan bertugas se bagai pengajar. Ternyata dia orang Jogja dan sesama muslim. Obrolan terjalin dan tidak ada yang mengganjal, semuanya memantik sema ngat untuk mulai berkiprah. Rencananya, Nursono akan pindah ke Panti Asuhan Km. 19 yang berlokasi sejalur dengan STM. Menurut keterangan, nantinya di sana akan dibangun pondok pesantren. Hati nya berdegup sekali lagi, akan ada ladang dakwah sekali lagi di ling kungan tempatnya beraktivitas. Sungguh Maha Besar Allah dengan segala rencanaNya. Lagi-lagi yang ia pikirkan adalah amal shaleh. Genap sudah 1 bulan di Sorong, genap pula puasa Ramadhan yang telah ia lalui di tahun ini. Idul Fitri tiba, tanpa sanak dan keluarga. Berat sekali rasanya, hingga ia ayunkan kaki mengunjungi banyak tetangga agar lupa sesaknya dada karena raganya yang perih di tengah hari ke menangan. Penasaran Arti masak apa, Ma-in dan Aqid sudah bisa apa, Ayah dan Ibu sehat atau tidak. Rasanya lama sekali menunggu 15 hari hingga balasan surat dari Jawa datang, satu minggu perjalanan dari Sorong-Boyolali dan satu minggu perjalanan dari Boyolali-Sorong. Itupun jika lancar. Kadang- kadang bisa lebih dari 15 hari. Suasana Id kali ini, Nursono banyak dikelilingi pemuda Darul Ar qam. Darinya, Nursono mulai sedikit demi sedikit mengarungi siluet perjuangan Muhammadiyah di kota Sorong. Tidak banyak memang orang Muhammadiyah kala itu, tapi ia merasa sedikitnya orang Mu hammadiyah di sini tidak berbanding lurus dengan tingkat militansi yang dimiliki. Biasanya, menjadi minoritas adalah tentang semangat seseorang yang minimalis, tidak berani terlalu timbul tapi tidak juga

161
FACHRODIN set5.indd 161 11/10/2022 19.18.00

hilang. Tapi orang Muhammadiyah di sini berbeda, minoritas justru memantik semangat dan loyalitas mereka untuk selalu berjuang di ta nah orang. Ternyata Nursono tidak sendiri, ada banyak batu bara sang surya di tanah ini. 30 April 1990, Nursono pindah tinggal ke Kawasan Perumnas de kat STM tempat ia mengajar. Lagi-lagi ia mengucapkan syukur atas nasibnya yang begitu indah. Meski\ tempat tinggalnya kali ini jauh dari masjid, tapi atas semua yang terjadi ini sungguh adalah takdir terbaik. Beberapa minggu kemudian Nursono berjalan mengunjungi daerah trans yang letaknya cukup jauh dari perumahan. Ternyata, di sana ia banyak belajar. Perjuangannya dalam Islam bahkan kini dirasa belum di titik permulaan melainkan hanya sebatas asa. Jauh sebelum kedatangannya telah ada seorang da’i yang terjun di kota Sorong dan bertahan hingga kini. Da’i tersebut berhasil menghapuskan sedikit demi sedikit budaya jual beli anak, istri bahkan agama yang sebelum nya tertancap mengakar. Tujuannya di bidang dakwah terbukti dari berbagai penolakan da’i tersebut atas sekian penawaran, dari mulai menjadi pegawai Negeri hingga bantuan material untuk pembangun an rumahnya yang terlampau sederhana. Bahkan bantuan material tersebut beliau mantap alihkan kepada pembangunan sekolah MTs yang tengah beliau rintis. Malu sekali Nursono mendengar kisah itu, ia merasa belum ada apa-apanya dan ia bertekad harus berjuang mulai saat itu juga.

Perjuangan baru saja dimulai..

Awal Juni, Nursono sudah tidak lagi di Perumnas dan berpindah ke Panti Asuhan Putra al-Amin. Menjadi pengasuh dari 20 anak yatim dan miskin. Lucunya, Nursono semakin bahagia karena di Panti terse but ia kini dapat shalat jama’ah dan senantiasa diselimuti suasana amal shalih. Kamarnya ia bangun sendiri dengan menggunakan triplek ka rena alasan tidak ingin memakan hak anak yatim. Betapa banyak di luar sana pemangku jabatan dan penguasa yang bahkan menaruh ke pedulian saja tidak, pada apa yang menjadi haknya dan yang bukan, tamak. Jatah beras 10 kg dari 30 kg Nursono dan uang 25000 dari gaji akan ia berikan kepada anak-anak di Panti. Ia merasa toh mereka kini

162
FACHRODIN set5.indd 162 11/10/2022 19.18.00

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

adalah keluarga. Itu saja tetap belum bisa memberikan perubahan ber arti pada mereka seperti diadakannya jatah sarapan karena kebutuh an lain masih sangat banyak. Akhirnya Nursono pun membiasakan diri berjalan ke sekolah tanpa sarapan.

Panti Asuhan telah membuat kesibukan baru di hidup Nursono, namun berarti. Mendampingi shalat jamaah lima kali dalam sehari, mengisi pengajian tafsir al-Quran setiap habis maghrib, latihan mem baca abjad dan hijaiyyah selepas shubuh dan belajar bahasa Arab. Ternyata rasanya berbeda, berbuat untuk suatu hal yang investasinya jangka panjang. Keuntungan duniawi tidak dirasa tapi melihat bibir mungil anak-anak panti membuatnya yakin bahwa suatu saat mere ka akan berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Nursono tidak peduli ia diberikan penghidupan atau tidak oleh pihak panti. Sedari awal ia memang berniat membantu. Biaya makan, listrik dan air adalah tang gungannya pribadi dan tidak sama sekali tercampur dengan hak para mustahiq.

Malam semakin larut begitu pula geliat pikirannya yang tak kun jung terlelap. Di sini ia membantu anak-anak orang lain lalu bagaima na dengan kedua darah dagingnya di tanah kelahiran? Yatim sosok ayah dan hanya terwakilkan melalui sepucuk surat di tiap bulan. Ten tu Ma’in dan Aqid merindukannya, bukan merindukan tepatnya tapi membayangkan bagaimana seharusnya sosok dan kehadirannya ketika di pelupuk mata. Istrinya, Arti, sungguh berjuang di dua sisi agar buah hatinya tidak membenci kerinduan dan keadaan Nursono di tanah rantau sana. Satu hal, ia berharap semoga dengan membantu anakanak Panti di sini maka Allah tolong pula Ma’in dan Aqid di jauh sana. Secercah Pengasah Batu Bara… Selain di Panti, Nursono juga disibukkan dengan mengajar di se kolah. Materi ajarnya sangat bervariasi, dari yang linear dengan bidang keilmuannya seperti Matematika hingga yang jauh melompat seperti Keagamaan (Aqidah, Ibadah, dan lain-lain). Total jam mengajar saat itu sebanyak 24 jam. Nyatanya itu sedikit, karena di Sorong tidak keku rangan guru mata pelajaran umum, justru mata pelajaran keagamaan yang masih rumpang. Makanya kemudian Nursono menyanggupi un

163
FACHRODIN set5.indd 163 11/10/2022 19.18.00

tuk mengampu mata pelajaran keagamaan, hitung-hitung mengulang ilmu agama yang pernah didapat di Pondok Sobron.

11 Agustus 1990, Nursono secara resmi tergabung dalam BAKO PEM (Badan Koordinasi Pembantu Muballigh) di Sorong. Acaranya rutin dua bulan sekali. Banyak hal yang dibahas dan membuat cakra wala wawasan Nursono kian hari semakin luas. Dari mulai membahas masalah yang dihadapi di tengah proses dakwah hingga pemantauan dampak masyarakat setelah dakwah selesai. Semuanya diketuai oleh muballigh dari Muhammadiyah dan beberapa da’i transmigran lain. Mereka semuanya sederhana, tidak ada yang berkecukupan. Ternyata teman seperjuangannya banyak. Apakah karena dunia tidak berpihak sehingga orang-orang sejenis mereka dapat lebih peka terhadap urus an akhirat? Entahlah, yang jelas kini telah tersedia wadah yang meng arahkan potensinya sehingga kini ia mengerti bagaimana dan kapan harusnya berpijar sebagai batu bara.

Pijar itu ia buktikan dengan menjadi pengurus di bagian Pengem bangan Dakwah bersama rekan di BAKOPEM pada bulan Desember. Setidaknya lewat platform ini Nursono dapat benar-benar berjuang dalam dakwah Islam secara konkret. Meski masih saja sebenarnya ha tinya mengganjal, apakah benar jalan yang telah ia ambil ini? berjuang di rantauan meninggalkan istri dan dua anak di sudut rumah dengan penuh keusangan. Tiap Langkah yang ia perbuat rasanya munafik, disanjung di sini tapi hina di sana, semoga Allah segera berikan titik terang. Dia yang pulang atau mereka yang kesini. Waktu berlalu, rasa salahnya kian beradu….

Anak-anak Panti kian pintar, meski sekolah formalnya tak dapat memenuhi kebutuhan mereka, tapi Panti sedikit demi sedikit dapat menutupinya. Sekolah Dasar mereka di tahun 90-an seperti keadaan Sekolah Dasar di SDN Tanduk tahun 1974, ketika Nursono belajar. Dan Sekolah Menengah Pertama mereka sama halnya seperti keadaan dulu di SMPN Ampel tahun 1977. Begitu pula keadaan SMA mereka sama halnya dengan keadaan SMAN Boyolali di tahui 1981, saat Nur sono bersekolah. Bahkan bisa dibilang keadaan sekolah Nursono lebih baik. Rentang waktunya seperti jauh tapi nyatanya Sorong memang

164
FACHRODIN set5.indd 164 11/10/2022 19.18.00

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

jauh dari peradaban normal. Tiada rasa selain rasa syukur melihat di rinya saat ini jika sedang berhadapan dengan para anak-anak Sorong. Tapi anak-anaknya di Jawa juga bertumbuh besar. Sakit, sehat, nakal, dan lucunya mereka luput dari segala perhatiannya. Arti, istri nya sendirian, tidakkah ia ingin mengetahui bagaimana perasaannya karena telah berusaha kuat berdiri untuknya dan anak-anaknya? Nya tanya Arti justru meyakinkannya untuk melanjutkan dakwah. Jangan pernah merasa ragu dan menoleh ke belakang meski hanya sesekali katanya. Karena Arti dan anak-anaknya tidak sedang menungguinya di belakang melainkan di depan. Jadi pejabat bukan keinginannya… Bulan Mei pertengahan tahun 1991 akhirnya Nursono bisa kem bali ke Jawa. Sepulangnya dari sana, Nursono seperti mendapatkan curahan bahan bakar untuk semakin semangat berjuang. Tapi perju angan ini untuk apa sesungguhnya? Karena nyatanya pada bulan No vember ia hendak diangkat menjadi pengurus Muhammadiyah dae rah Sorong di acara MUSDA (Musyawarah Daerah) Muhammadiyah yang justru ia tolak. Menurutnya, menjadi pengurus atau pejabat itu berat tanggung jawabnya belum lagi jika ternyata berbuat kesalahan. Hisab nanti di akhirat akan lebih mengerikan. Berdakwah tidak harus melalui jabatan menjadi pengurus. Berdakwah ala masyarakat bawah akar rumput itu sudah cukup. Bahkan hingga kini ia secara sengaja lebih sering mengunjungi daerah trans dibanding ke perkotaan. Tu juannya agar orang-orang atau pengurus Muhammadiyah kota tidak mengenalnya dan ujungnya tidak akan mengajukan namanya menjadi pengurus di MUSDA mendatang. Pendapatnya memang tidak selalu benar. Nyatanya meski ia da tang terlambat di MUSDA karena ada kepentingan di sekolah yang begitu mendesak, pak Bahar yang ia kenal sebagai penggerak inti Mu hammadiyah di Sorong memaksanya untuk tetap dicalonkan di an tara 26 kandidat yang ada. Dari 26 kandidat, 13 suara terbanyak akan diambil menjadi pengurus Muhammadiyah. Takdir kembali meng giring nama Nursono menjadi bagian dari 13 nama terpilih bahkan mengalahkan pengurus-pengurus Muhammadiyah lain yang lebih senior. Sampai pada akhirnya nama Nursono menjadi pengurus Mu

165
FACHRODIN set5.indd 165 11/10/2022 19.18.00

hammadiyah Sorong bagian Majelis BPK (Badan Pendidikan Kader) tanpa harus menyerahkan formulir pendaftaran pengurus. Di Sorong sedang giat-giatnya mengadakan berbagai macam trai ning. Oleh karenanya dengan mengajak IPM, Nursono mengadakan beberapa training selama 5 hari dari IPM untuk para anak- anak SLTA (jika sekarang namanya SMA). Pesertanya cukup banyak yakni 40 orang. Meskipun menjadi dewan BPK tidak lalu membuat Nursono lupa akan kebutuhan Panti. Akhir tahun 1991, Nursono sengaja tidak pulang ke Jawa selain karena hari libur yang hanya sebentar juga kare na Panti membutuhkan tenaganya untuk membangun pagar di sekitar ladang yang akan mulai dimanfaatkan oleh anak-anak Panti. Ternyata di sini tidak jauh lebih baik dari Jawa… Lambat laun Nursono menyadari, keadaan Islam di Papua khu susnya Sorong tidak dalam keadaan baik. Bukan karena kekurangan muballigh, tapi justru para warga asli yang memang tidak berminat pada Islam. Sedangkan para muballigh sendiri jika telah lama mene tap, lama kelamaan lebih mengarahkan orientasi mereka pada urusan dunia. Merasa dikucilkan padahal tidak, merasa tidak berguna pada hal tidak. Itulah yang saat ini sering menghantui Nursono dan ber kali-kali ia tumpahkan pada Arti istrinya saat berkirim surat. Apakah ia harus kembali ka Jawa atau bertahan di Papua dengan meneruskan tahapan pengabdian Ikatan Dinas yang sebentar lagi akan mengan tarkannya pada tahapan PNS. Sementara kebanyakan teman-teman pendatangnya yang telah menjadi PNS justru kini malas kerja, yang terpenting gaji tetap turun, bahkan terkesan seperti memeras murid, yakni mengajar tidak serius tapi para siswa membayar dengan tarif yang sama.

Bergidik romanya melihat tingkah para teman sejawatnya. Pa dahal kalau dipikir pikir, keserakahan tidak akan membawa mereka pada tatanan kehidupan nan kaya raya. Bisa dibilang mereka biasa saja. Awalnya mungkin Nursono bisa menghindar dari pola pikir dan hidup layaknya Togog dalam kisah pewayangan. Tapi siapa yang bisa menjamin itu akan selamanya?. Mungkin tidak sampai mengikuti tapi mulai merasa biasa melihat keserakahan, apa yang seperti itu tidak sama halnya dengan melakukan?.

166
FACHRODIN set5.indd 166 11/10/2022 19.18.00

Sang Batu Bara di Bumi Irian Jaya

Suatu kali, Nursono diberikan kesempatan oleh pihak sekolah di mana ia mengajar untuk mengikuti acara Penataran Matematika Ke juruan di Jayapura. Kota besar, kiranya akan menjadi insight baru da lam perjalanannya kali ini. Siapa tahu semangatnya bisa kembali lagi setelah sebelumnya melayang-layang di ambang titik zenit dan nadir kehidupan. Ternyata benar, Jayapura berada satu titik lebih baik di atas Sorong dalam hal keagamaan dan pendidikan. Problematika yang me landa kurang lebih serupa, transmigran tua muslim yang datang ke Jayapura kebanyakan hanya berniatan materi. Kendati demikian ka wula muda yang sedang semangat-semangatnya mencari pencerah an justru dirangkul oleh LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) pada masa itu. Alih-alih mendapatkan hidayah, justru kesesatan semakin menjadi-jadi. Mudah sekali mengkafirkan dan anti terhadap muslim yang berbeda golongan.

Di sini, suka berbeda dan berbangga Awal-awal kedatangan Nursono ke Papua, fanatisme antar kelom pok Islam belum terlalu kentara. Tapi makin ke sini makin terkuak perlahan fanatisme muncul di permukaan. Muhammadiyah sebagai minoritas membuat fanatisme anggotanya semakin defense, warga NU sebagai mayoritaspun tak kalah fanatik karena merasa berkuasa de ngan mega koloni, klaim suci LEMKARI hanya menjadi milik pribadi dan yang lain hanya musuh yang harus dikebiri. Pusing, begitu pikir nya, jika Islam di daerah pelosok saja begini, bagaimana yang lainnya? Katanya orang desa menjunjung tinggi persaudaraan, realitanya justru mencari peperangan. Tidak masalah berbeda mazhab fikih, yang pen ting bukan mazhab shillatu rahmah baina ikhwah (menjalin persauda aran). Semuanya benar selama ada landasan al-Quran dan as-Sunnah, begitu kan?.

Prinsip Nursono saat itu, bagi seorang muslim yang terpenting adalah memahami Islam dengan benar. Kalaulah ia seorang Muham madiyah maka ia harus memahami Islam dengan baik. Begitupula apabila dia NU maka ia harus berpahamkan Islam dengan benar pula. Jangan asal ikut-ikutan mengelompok tapi malas mencari ilmu. Suatu saat mimpi ini harus mendarah daging dalam lahir-batinnya. Anak cu

167
FACHRODIN set5.indd 167 11/10/2022 19.18.00

cunya harus merasakan betapa indahnya persaudaraan dengan penuh kesadaran dan keilmuan.

1992, aku resmi menjadi PNS Keraguannya kian menjadi. Surat PNS sudah turun tahun ini. Nursono menjadi PNS bersama teman-teman yang ia takutkan da hulu akan keserakahannya. Ia memohon kepada Allah agar selalu di tetapkan keteguhan hati untuk menjauh dari perkara-perkara buruk. Surat PNS turun itu tandanya Arti dan anak-anaknya harus diboyong segera ke Sorong. Tentu itu bukan keputusan mudah dan sekali jadi. Butuh persiapan yang menyeluruh untuk keluarganya dapat menetap di tanah tandus Papua. Tentunya menunggu hingga anak ketiga mere ka lahir terlebih dahulu baru nanti berpikir bersama untuk pindahan. Itu kira-kira tahun depan yakni 1993. 1994, Allah telah memantabkannya… Bersama istri dan 3 anak, Nursono menaiki kapal menuju Papua. Sesekali Nursono menatap raut wajah Arti. Ia tahu betul Arti percaya padanya tapi tentu ia tetaplah seorang manusia yang memiliki segu dang hal untuk dikhawatirkan, terutamanya mengenai bagaimana nan ti anak-anak dibesarkan. Jangan khawatir Arti, Papua tidak segersang itu. Tentu ia ingat Jazirah Arab sesaat sebelum nabi Ibrahim dan istri nya tinggal di sana. Tanaman begitu trauma merasakan hawanya, akar tumbuhan apa pun tak mampu berdiri tegak di sana, bahkan air saja merasa asing dengan dataran yang satu itu. Tapi semenjak kedatang an nabi Ibrahim, keadaan berbalik 180 derajat. Itu karena keimanan nabi Ibrahim, sehingga dapat mengantarkannya pada takdir baik yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan oleh makhluk Allah satupun. InsyaAllah, kita juga akan dibawa Allah menuju takdir terbaik meski bukan seorang nabi dan rasul-Nya.[]

168
FACHRODIN set5.indd 168 11/10/2022 19.18.00

Sang Surya Terbit di Kaki Bisma

Sofiyatun

Muhammadiyah adalah salah satu bentuk representasi wajah umat Islam Indonesia dari sekian banyak organisasi masyarakat Islam di Indonesia yang tetap eksis di usianya yang sudah satu abad lebih. Dari sinilah, Muhammadiyah bisa berbangga diri dengan segudang anggotanya, dan cabang-cabangnya baik di pelosok negeri sampai ke luar negeri. Biasanya Muhammadiyah digambarkan sebagai organisa si yang mewakili Muslim Indonesia dari kalangan menengah ke atas, perkotaan, anggotanya terdidik di sekolah-sekolah modern, reformis dan modernis dalam urusan organisasi, dan orientasi keagamaan pur itan.

Akan tetapi, terdapat kesenjangan faktual dimana pada umumnya Muhammadiyah terkonsentrasi di perkotaan, tetapi di sisi lain terda pat fakta bahwa ada ranting Muhammadiyah di sebuah dusun terpen cil; Dusun Deles, Desa Lumajang, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo. Muhammadiyah yang berkembang di Dusun Deles memi liki keunikan tersendiri, awal mulanya dusun tersebut dikenal sebagai basis Masyumi dengan kesadaran akan ilmu agama yang tinggi, mes kipun beberapa masyarakat masih percaya dengan takhayul, dan juga ada yang berpaham komunis. Namun, seiring berjalannya waktu ma syarakat Dusun Deles melegitimasi diri mereka sendiri sebagai warga Muhammadiyah karena sudah mengamalkan paham amaliah ibadah Muhammadiyah sejak lama. Dusun Deles terletak di kaki Gunung Bismo dengan topografi wilayah yang terjal dan pelosok dengan akses

169
FACHRODIN set5.indd 169 11/10/2022 19.18.00

keterjangkauan transportasi umum serta sistem alat komunikasi yang sulit. Dusun ini pula merupakan satu-satunya dusun di Kecamatan Wa tumalang yang menjadi basis Muhammadiyah untuk saat ini. Muhammadiyah berkembang di Dusun Deles pada mulanya dari pasukan pandu Hizbul Wathan (HW) dari Kalibeber yang datang pada tahun 1954 kemudian pada akhirnya menjadi jembatan muba ligh Muhammadiyah dalam berdakwah. Kedatangan HW disambut baik oleh tokoh terkemuka Dusun Deles; Kyai Jazuli atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Glondong. Tak heran jika HW mudah diterima di dusun ini karena Mbah Glondong sendiri merupakan aktivis Mu hammadiyah—wong Muhammadiyah—selain itu faktor lainnya ialah wilayah Dusun Deles sendiri yang merupakan basis Masyumi.

Dinamika Menuju Peresmian

Dusun Deles adalah sebuah dusun yang terletak di pelosok, te patnya di kaki Gunung Bisma. Gunung Bisma termasuk ke dalam ba risan pegunungan Dieng yang pada jaman dulu wilayah ini mayoritas masyarakatnya memeluk kepercayaan Hindu-Buddha. Hal ini dibuk tikan dengan adanya candi dan juga peninggalan fisik dan non-fisik lainnya. Daerah pegunungan memang dikenal dengan kondisi sosial masyarakat yang masih memegang erat ajaran animisme-dinamisme, takhayul, dan kekuatan supranatural. Namun, seiring berjalannya proses Islamisasi dan modernisasi, kepercayaan akan hal tersebut kian terkikis dengan berkembangnya zaman dan mobilitas penduduknya. Meski begitu, tidak semua hal yang berbau proses Islamisasi hilang begitu saja dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Berbagai macam ritual seperti nyadran, ruwatan, suranan, dan ritual-ritual lain yang ditentukan oleh penanggalan atau kalender Jawa (pranata mangsa) masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat. Meskipun Dusun Deles dianggap sebagai satu-satunya Dusun dengan mayoritas masyarakatnya memeluk paham Muhammadiyah, masih ada sebagian orang yang melakukan tradisi-tradisi yang tidak jauh berbeda seperti saudara seperguruan; Nahdlatul Ulama, seperti berjanji, kenduri, mitoni, jabat tangan setelah salam, memekul bedug

170
FACHRODIN set5.indd 170 11/10/2022 19.18.00

Sang Surya Terbit di Kaki Bisma

selesai sholat tarawih, dan sebagainya. Hal ini wajar terjadi, karena mengingat dan melihat sekeliling Dusun Deles adalah basis Nahdli yin. Namun, seiring berjalannya waktu tradisi-tradisi tersebut mulai ditinggalkan masyarakat karena tidak ada dalil yang memerintahkan melakukan hal demikian.

Akan tetapi, sebelum Ranting Muhammadiyah resmi berdiri ma syarakat Dusun Deles pada awalnya sudah mendapat bimbingan ke agamaan dari tokoh terkemuka di sana yang sering dipanggil Mbah Glondhong. Secara historis, dusun ini pada awalnya bukanlah basis Muhammadiyah melainkan basis Masyumi yang kuat. Selain Masyu mi, di dusun ini juga terdapat satu orang PKI. Karena bimbingan dari Mbah Glondhong, tertanamlah aqidah yang kuat di dalam diri masya rakat sehingga paham PKI sulit berkembang. Keberadaan Masyumi membuka jalan bagi Muhammadiyah untuk masuk ke Dusun Deles dan diterima oleh masyarakatnya. Hal ini tidak aneh karena Muham madiyah merupakan salah satu anggota istimewa Masyumi. Pada tahun 1955, Pemilu pertama dilaksanakan ketika saat itu ha nya empat partai politik yang bersaing di antaranya adalah Masyumi dan PKI. Oleh karena itu, HW yang bernaung di bawah Muhamma diyah bersama pandu Islam lainnya dimanfaatkan untuk meramaikan kampanye pemilu pertama. Pada tahun 1954, pasukan kepanduan HW tiba di Dusun Deles berjumlah enam orang yang pada waktu itu diketuai oleh Sambudi dengan Kepala Pasukannya Muhtaruddin Abbas, bersama empat anggotanya yaitu Sucipto, Syamsudin, Syarif, dan Zainuri membawa paham Muhammadiyah dengan mengenalkan kepanduan HW. Sebelum menginjakkan kaki di Dusun Deles, mereka terlebih dahulu ke Dusun Ngaglik, Kecamatan Mojotengah. Akan te tapi, di sana mereka kurang disambut sehingga bergeser ke Dusun De les dan disambut dengan tangan terbuka oleh Mbah Glondong. Penye baran paham Muhammadiyah berlangsung hingga tahun 1961 ketika HW dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Tahun penuh konflik karena politik yang terjadi dalam tubuh Masyumi, berdampak pada kebim bangan dalam diri masyarakat berkenaan dengan masalah rohani. Ka rena setelah Muhammadiyah keluar dari anggota istimewa Masyumi, Masyumi dibubarkan oleh pemerintah dan dianggap sebagai organi

171
FACHRODIN set5.indd 171 11/10/2022 19.18.00

sasi terlarang lalu setahun kemudian HW dibubarkan, dakwah Mu hammadiyah di Dusun Deles sempat terhenti hingga beberapa tahun dan hanya mendapat bimbingan dari Mubaligh Muhammadiyah ha nya seminggu sekali. Selama “kekosongan” terjadi, ternyata masyara kat Dusun Deles tetap mengamalkan amaliah Muhammadiyah dan melegitimasi dirinya sendiri sebagai wong Muhammadiyah. Meski be gitu, karena adanya “kekosongan” dan sepeninggalan Mbah Glondong, nampak begitu jelas bahwa terjadi kebimbangan dalam pelaksanaan amaliah ibadah. Ketika ibadah Hablumminallaah, mereka mengguna kan paham Muhammadiyah, tapi pada aspek Hablumminannaas, me reka lakukan dengan tradisi Nahdliyyin. Sehingga dapat dikatakakn pada saat terjadi “kekosongan” Masyarakat Dusun Deles adalah ma syarakat Mu-NU (Muhammadiyah-Nahdlatul Ulama). Pada tahun 1980-an dakwah Muhammadiyah kembali berlang sung. Melalui Kyai Zainuri dan Abdul Wahid, Dusun Deles menda pat tawaran dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kalibeber untuk mendirikan rantingnya. Akan tetapi, masyarakat deles belum siap untuk mendirikan Ranting Muhammadiyah dengan alasan belum siap memikul tanggung jawab yang besar karena sumber daya manu sia yang belum memadai. Namun, dengan berbagai musyawarah dan kembali aktifnya pengajian sehingga banyak Mubaligh yang mengisi materi dalam pengajian tersebut, akhirnya masyarakat Deles menye tujui berdirinya ranting. Akan tetapi, sebelum ranting berdiri, Kyai Zainuri Meninggal dunia sehingga gagal dalam perencanaan mendiri kan ranting. Setelah Kyai Zainuri wafat, digantikan oleh Kyai Muhai min yang kemudian muncul kembali prakarsa pembentukan Ranting Muhammadiyah yang baru terealisasi pada tahun 2015 dan menjadi ranting pertama di Kecamatan dengan mayoritas Nahdliyyin.

Tantangan

Memasuki dan menjalani periode pertama ini Muhammadiyah Ranting Deles menghadapi banyak persoalan. Mulai dari muncul nya organisasi baru Majelis Tafsir Al-Quran (MTA), memanasnya hubungan antara Muhammadiyah-NU, hingga konflik intern dalam

172
FACHRODIN set5.indd 172 11/10/2022 19.18.00

Sang Surya Terbit di Kaki Bisma

Pimpinan Ranting. Dalam hal beribadah, memang tidak banyak per bedaan yang signifikan dari segi doktrin antara Muhammadiyah dan MTA sebab pendiri MTA adalah mantan aktivis Muhammadiyah. Begitupun MTA di Dusun Deles, ketua MTA Binaan Watumalang merupakan mantan aktivis Pemuda Muhammadiyah. Namun, dalam hal keorganisasian terjadi perbedaan yang signifikan yaitu MTA tidak mengadakan kongres berkala untuk memilih kepemimpinan yang baru, seperti yang dilakukan Muhammadiyah. Akan tetapi, keberada an organisasi ini mengancam eksistensi Muhammadiyah sebagai pa ham lama yang dianut oleh masyarakatnya karena semakin banyaknya warga Muhammadiyah Deles yang mulai tertarik dan perlahan berga bung ke organisasi tersebut. Pasang surutnya hubungan antara NU dan Muhammadiyah terjadi di Dusun Deles dengan dusun sekitar. Masalah yang timbul ialah dalam hal khilafiyah yang begitu mengemuka seperti jumlah rakaat shalat tarawih, jumlah adzan ketika sholat jum’at, tahlilan, pe lafalan do’a qunut, hukum menyelenggarakan maulid nabi, dan ma salah-masalah furuiyah lainnya. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, terdapat kesadaran untuk saling menghargai masing-masing pandangan keagamaan. Masalah yang ada tersebut sesungguhnya su dah diperdebatkan oleh para ulama jauh sebelumnya. Hubungan an tara Muhammadiyah dengan NU sendiri baik-baik saja. Hanya saja, ada beberapa warga dari kedua organisasi tersebut yang memiliki si fat fanatik terhadap organisasi yang diikutinya. Jika dilihat dari kasat mata, mereka seolah tidak ada masalah ataupun konflik. Namun, di balik itu semua terdapat fakta bahwa adanya sifat sentimental dan et nosentrisme dalam diri individu dari kedua organisasi tersebut. Konflik yang terjadi dalam tubuh Pimpinan Ranting Muhamma diyah Deles terjadi karena faktor utama minimnya SDA yang mema dai. Sebagai kader Muhammadiyah yang baik tentu kita harus bersatu dan berupaya semaksimal mungkin untuk terus mempertahankan Ranting Muhammadiyah Deles agar tidak “mati suri” lagi. Itu me rupakan benteng paling ampuh untuk menghadapi “tantangan” dari pihak luar maupun dari dalam. Serta konsolidasi di antara pimpinan dan anggota.

173
FACHRODIN set5.indd 173 11/10/2022 19.18.00

Bersinarlah selalu meski awan mendung mengelilimu; Sang Suryaku

Masuk dan tumbuhnya paham Muhammadiyah di dusun Deles tidak dapat dilepaskan dari peran Kyai Jazuli atau dikenal dengan Mbah Glondong sebagai agent of change. Berkembangnya Muhamma diyah di Dusun Deles didukung oleh fakta bahwa dusun ini merupa kan front pendukung Partai Masyumi, sebuah partai Islam yang ber aliran modernis. Meski begitu, Muhammadiyah di dusun ini secara kebudayaan tidak jauh berbeda dengan budaya Nahdliyyin atau dapat disebut juga Mu-Nu (Muhammadiyah-Nahdlatul Ulama). Namun, seiring berjalannya waktu gerakan purifikasi semakin kentara, dan menjadikan masyarakat Dusun Deles sebagai Warga Muhammadi yah yang puritan. Ketika Muhammadiyah sudah berdiri secara resmi, terjadi persaingan antar organisasi dan konflik loyalitas yang menjadi ancaman eksistensi Muhammadiyah Deles, sebab banyak dari warga Muhammadiyah yang bertransformasi paham ke MTA. Pola relasi sosial keagamaan yang dibangun oleh MTA dan Muhammadiyah di Dusun Deles adalah sama-sama mengusung purifikasi Islam. Gerakan dakwah dua lembaga keagamaan tersebut berasaskan Al-Qur’an dan Sunnah, serta menolak praktek takhayul, bid’ah, dan khurafat. []

174
FACHRODIN set5.indd 174 11/10/2022 19.18.00

Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

Kebahagiaan terpancar di wajah Gusan, 45, warga Dusun Sao, Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahagia karena dirinya bersama isteri tercinta dan keempat putera-puterinya telah menjadi mualaf.

Sebagai tanda cintanya yang begitu mendalam pada ajaran Islam, petani tersebut ikhlas mewakafkan tanahnya seluas 2.000 meter per segi ke Pengurus Daerah Muhammadiyah Mentawai untuk menjapa ham pembangunan masjid pada tiga tahun yang lalu. Di atas lahan tersebut didirikan Masjid Taqwa Muhammadiyah. Kini, pengerjaan pembangunan masjid ini dalam tahap finishing.

“Dalam ajaran Islam, katanya wakaf adalah sedekah yang paling mulia, dan Allah SWT menjanjikan pahala yang sangat besar bagi orang yang berwakaf, dengan melimpahkan aliran pahala dan kebaik annya sampai hari kiamat,” ujar Gusan usai sholat maghrib berjemaah di Masjid Taqwa di Dusun Sao, baru-baru ini.

Gusan adalah salah satu di antara penduduk asli Mentawai yang menjadi mualaf. Mereka menjadi mualaf karena tak terlepas dari pe ran para dai yang menyampaikan ajaran Islam di kawasan yang meru pakan bagian dari Provinsi Sumatera Barat tersebut. Peran tersebut di antaranya dimainkan pula oleh para dai dan mubaligh Muhammadi yah yang terus berjuang mensiarkan ajaran Islam di Mentawai.

Upaya mereka membumikan ajaran Islam tidak sia-sia. Islam te lah diterima secara terbuka oleh masyarakat di daerah yang terletak di

175
FACHRODIN set5.indd 175 11/10/2022 19.18.00

bagian paling barat Pulau Sumatera dan dikelilingi Samudera Hindia tersebut. Saat ini, Mentawai yang dikenal dengan julukan Bumi Sikerei telah menjadi kawasan tujuan wisata dunia karena terkenal dengan spot surfing terbaik di dunia setelah Hawaii, memiliki alam, dan bu daya yang memesona.

Menyoal tentang keyakinan, tidak ada paksaan bagi penduduk setempat untuk menganut agama Islam. Penduduknya pun dengan suka cita menjadi mualaf. Bahkan, ada yang mewakafkan tanah me reka untuk Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se tempat untuk mensyiarkan ajaran Islam dan meningkatkan kesejah teraan penduduk setempat. “Masya Allah, kita berhasil membimbing masyarakat lokal yang atas kesadaran sendiri masuk ke dalam agama Islam. Ada yang masuk Islam, dan yang luar biasanya mau pula mewa kafkan tanahnya kepada kami (Muhammadiyah), seperti yang dilaku kan keluarga Gusan,” ujar Ustadz H. Solsafad Rustam, S.Pdi, MA, yang mengislamkan keluarga Gusan kepada penulis di Padang, Minggu (31/5) lalu. Solsafad juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Wi layah Muhammadiyah Sumatera Barat yang membina Majelis Tablig, Lembaga Dakwah Khusus, Majelis Wakaf dan Kehartabendaan. Gusan bersama isteri tercinta dan keempat putera dan puterinya telah menjadi mualaf sejak tahun 2017 lalu, bersama para mualaf lain nya senantiasa mendapatkan pembinaan dari Muhammadiyah untuk menjadi muslim yang taat, mengupayakan derajat ekonomi keluarga melalui pemberian zakat dan pekerjaan secara musiman. Solsafad menuturkan, di atas tanah seluas 2.000 meter persegi yang merupakan tanah wakaf Gusan itu dibangun Masjid Taqwa Mu hammadiyah dengan luas 11 meter x 9 meter persegi. Pembangunan masjid tersebut dibangun dengan mempekerjakan keluarga Gusan dan sejumlah penduduk setempat, dan memberikan pendapatan tam bahan bagi Gusan dengan menjadikan rumah Gusan sebagai dapur umum yang menyediakan makanan bagi para tukang. Guna perluasan lahan untuk komplek masjid, pihaknya juga membeli tanah seluas 1.000 meter persegi milik Gusan. Posisi tanah ini sendiri berada di samping tanah lokasi masjid. Di tempat ini kemu dian juga akan dibangun TK-PAUD Aisyiah dan SD Muhammadiyah.

176
FACHRODIN set5.indd 176 11/10/2022 19.18.00

Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

Keberadaan Masjid Taqwa Muhammadiyah dan mushala milik Muhammadiyah tak hanya ada di Sao, tapi juga tersebar di sejumlah pulau, seperti di Pulau Sipora, Pulau Siberut.

Populasi muslim di Mentawai terus meningkat. Menurut catat an Pemda Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada tahun 2010 jumlah penduduk muslim berjumlah 15 persen, akhir tahun 2015 populasi muslim sudah berjumlah 22,3 persen, dan pada tahun 2020 jumlah penduduk muslim diperkirakan akan terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk beragama Islam itu berdasarkan informasi yang digali penulis dari masyarakat setempat karena bertambahnya pen duduk yang memeluk agama Islam karena tertarik dengan dakwah para mubalig, perjalanan mualaf yang masuk Islam karena menikah dengan pria dan perempuan Minang, masuknya tenaga kerja (sektor swasta, abdi negara seperti PNS, TNI/Polri) beragama Islam yang ber tugas di Mentawai, serta adanya pendatang dari sejumlah daerah (Pe sisir Selatan, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kota) dari Sumatera Barat yang mencari peruntungan hidup di wilayah itu. Mereka yang menjadi mualaf tak hanya yang berdomisili di Men tawai, penduduk asli Mentawai yang merantau ke Kota Padang juga tidak sedikit yang memeluk agama Islam, khususnya yang tinggal di panti asuhan khusus anak Mentawai yang dikelola orang-orang Islam maupun kader Muhammadiyah.

“Muhammadiyah dapat diterima penduduk Mentawai pada umumnya dan yang beragama Islam khususnya karena mengusung gerakan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah karena keduanya merupakan sumber asli dari ajaran Islam dengan ‘kebenaran mutlak’ yang bersifat terbuka. Selain itu Muhammadiyah merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Dengan demikian Muhammadiyah berdiri sebagai gerakan yang berusaha benar-benar ‘membumikan’ ajaran Is lam dalam kehidupan nyata,” jelas Solsafad.

177
FACHRODIN set5.indd 177 11/10/2022 19.18.01

Masuknya Islam

Suku Mentawai sebagai penduduk utama di daerah ini, secara ga ris besar tidak mempuyai gambaran yang jelas tentang asal-usul mere ka. Berdasarkan penuturan rakyat setempat, sebagiah besar penghuni pulau-pulau di Mentawai berasal dari Pulau Siberut. Masyarakat suku Mentawai secara fisik memiliki kebudayaan agak kuno, yaitu zaman neolitikum di mana pada masyarakat tidak mengenal pengerjaan lo gam, begitu pula bercocok tanam maupun seni tenun. Sebagian be sar penduduknya menganut animisme, kemudian sebagian beragama Kristen (Protestan dan Katolik) dan Islam.

Sejarah masuknya Islam di Mentawai belum bisa dibuktikan se cara tertulis atau peninggalan benda kuno yang menguatkan Islam kapan pertama kali masuk ke kawasan tersebut. Namun, sejumlah sumber dari tokoh-tokoh Islam menjelaskan, Islam masuk ke Menta wai diperkirakan sekitar tahun 1.800, bertempat di Pasapuat Besar di Pulau Pagai Utara.

Sebelumnya kita ketahui dari segi kepercayaan, penduduk asli Mentawai terutama yang tinggal di daerah pedalaman masih menga nut animisme, mereka mengagungkan roh nenek moyang dan percaya kepada benda-benda, seperti bebatuan, pepohonan, tengkorak bina tang dianggap memiliki roh dan kekuatan magis. Kepercayaan terse but dinamakan arat sabulungan. Namun, kemudian pemerintah me lakukan pemberangusan terhadap arat sabulungan pada tahun 1954. Pasca penghapusan kepercayaan asli masyarakat lokal jadilah Menta wai sebagai kawasan untuk penyebaran agama-agama resmi, seperti Zending Kristen Protestan dan Katolik, serta Islam.

Dalam buku berjudul Citra Kabupaten Mentawai dalam Arsip yang diterbitkan Arsip Nasional RI (2017) menyebutkan, penyebaran ajaran Kristen pertama kali di Pagai Utara dan Kepulauan Nassau Ke cil pada tahun 1902, sejalan dengan datangnya misi keagamaan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda, kemudian dikenal pula agama Islam.

Protestan gencar melakukan misinya dengan cara menitiberatkan pada peningkatan ekonomi, pendidikan dan pertukangan. Sedangkan

178
FACHRODIN set5.indd 178 11/10/2022 19.18.01

Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

misionaris Katolik dari Keuskupan Padang juga tidak kalan gencarnya menyampaikan misinya, terutama di kawasan Pagai Utara-Selatan. Menurut catatan Buya Mas’oed Abidin, seorang tokoh Muslim Su matera Barat dalam bukunya “Islam dalam Pelukan Muhtadin Menta wai”, meskipun agama Islam termasuk yang paling dahulu masuk ke Mentawai, menurut silsilah yang ada di Pasapuat Besar (Pagai Utara) yang penduduknya pada masa ini beragama Islam, daerah ini adalah yang pertama kali di jajaki Islam. Menurut generasi Islam yang ada di daerah ini adalah generasi yang ke-5 dan pertama kali dibawa oleh Tuanku Paman (berasal dari Pariaman) dari Tanah Tepi. Buya Mas’oed Abidin dalam bukunya tersebut mengutip tulisan Stefano Coronese, seorang peneliti misionaris dalam bukunya Kebu dayaan Suku Mentawai, menuliskan bahwa sebenarnya orang Menta wai telah mulai bersentuhan komunikasi dengan orang-orang Islam, saat melakukan hubungan dagang dengan orang Tiku (1621). Masa itu Tiku berada di bawah kerajaan Aceh yang telah memeluk agama Islam.

Selanjutnya, masuknya Islam di Mentawai juga tak terlepas dari gerakan dakwah Buya H. Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih di kenal sebagai A.R. Sutan Mansur, seorang tokoh dan pemimpin Mu hammadiyah asal kampung Air Hangat, Maninjau, Tanjung Raya, Agam. A.R. Sutan Mansur sendiri adalah murid dari Haji Abdul Ka rim Amrullah (HAKA) yang telah menyebarkan pikiran-pikiran dari Muhammadiyah di Sumatera Barat. Haka merupakan salah satu saha bat dari Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah di Yogya karta (1912).

HAKA yang merupakan ayah kandung Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) bersama sejumlah ulama yang pro terhadap pembaharuan Islam telah membuka jalan bagi A.R. Sutan Mansur un tuk mengembangkan Muhammadiyah di Sumatera Barat.

Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah de ngan orang-orang komunis di Ranah Minang pada akhir 1925, A.R. Sutan Mansur diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memim pin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh pesat di Mi nangkabau. Di samping itu, selaku mubaligh tingkat pusat Muham

179
FACHRODIN set5.indd 179 11/10/2022 19.18.01

Dari

madiyah (1926-1929), dia ditugaskan mengadakan tablig keliling ke Medan, Aceh, Kalimantan (Banjarmasin, Amuntai dan Kuala Kapu as), Mentawai serta beberapa bagian Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Aktivitasnya juga melatih pemuda-pemudi dalam Lembaga Kulliyatul Muballlighin yang didirikannya untuk menjadi kader Mu hammadiyah.

Tantangan dan Peluang

Secara geografis Mentawai tidaklah sama dengan 18 kabupaten dan kota lainnya di Sumatera Barat karena merupakan daerah kepu lauan. Kawasan ini membujur dari utara ke selatan terdiri atas 102 pulau, dan yang terbesar di antaranya ada empat pulau, yakni Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Kepulauan Mentawai alamnya indah, beriklim tropis, bertanah subur, dan berbukit-bukit dengan ketinggian di bawah 1.500 kaki, dengan curah hujan antara 200 hingga 400 milimeter, serta masih ditutupi hutan primer di pedalaman dan hutan bakau di bagian pan tai. Kawasan ini banyak terdapat rawa-rawa, bagian pantai Barat pu lau-pulau tersebut terjal dan curam, berbatu karang, dan memiliki ombak dan gelombang yang besar yang sangat berbahaya. Bagian pan tai Timur lebih landai, lautnya tenang dan banyak ikan, memiliki ba nyak taman laut yang indah. Di sana kita menemukan banyak sungai, baik yang mengalir ke pantai Barat maupun ke pantai Timur, dengan beratus-ratus anak sungai di pedalaman. Sungai-sungai yang penting untuk mengalir ke pantai Barat, antara lain Simalogi, Simatalu, Sabu lubek, Tumerak, Talungan dan yang mengalir ke pantai Timur antara lain Sungai Sikabaluan, Siberut, Polakkele, Cimpungan, Saibi. Karena Mentawai merupakan daerah pegunungan, maka banyak ditemui puncak-puncak gunung, yang lebih tepat disebut puncak bukit, di antaranya yang tertinggi Gunung Lokkoma (286 meter), Si manggeleng-geleng (265 meter), Stoiboklo (200 meter), Tenggatbatu (342 meter), Taitabatti (278 meter).

Di Mentawai tidak ada danau, namun banyak terdapat selat dan teluk, serta tanjung yang keindahannya mempesona. Selat yang paling

180
FACHRODIN set5.indd 180 11/10/2022 19.18.01

Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

indah ialah selat yang memisahkan Pulau Pagai Utara dengan Pulau Pagai Selatan yang disebut Selat Sikakap, airnya tenang dan dalam.

Kondisi alam yang demikian merupakan tantangan bagi para dai dan mubalig Muhammadiyah untuk membumikan ajaran Islam di sana, perlu adanya mental yang kuat untuk menaklukkan alam. Di samping itu, secara organisasi Muhammadiyah terkendala dengan jumlah sumber daya manusia (baca: dai. Sehubungan dengan hal itu, PW Muhammadiyah Sumbar berupaya secara intens melahirkan daidai muda melalui pelatihan dai dan perekrutan dai dari sejumlah or ganisasi Islam dan Perguruan Tinggi yang dapat menjawab tantangan tersebut.

Peluang siar Islam di Mentawai, menurut Solsafad, masyarakat Mentawai merupakan penduduk yang terbuka dengan adanya per ubahan yang lebih baik untuk kehidupan mereka, termasuk bebas menganut kepercayaan dan agama mana pun. Masyarakat lokal hidup berdampingan secara damai dengan pendatang, mereka menjunjung tinggi kebhinekaan dan persatuan. Kondisi demikian tentunya mem berikan kesempatan baik bagi Muhammadiyah menggelar gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebenaran dan mencegah perbuatan yang buruk).

Peran Muhammadiyah

Setelah A.R. Sutan Mansur melakukan tablig keliling di sejumlah daerah di Nusantara, termasuk di Mentawai (1926-1929), daerah ini kemudian menjadi tujuan bagi para dai dari sejumlah daerah di Sum bar yang datang ke sana untuk menyebarkan agama Islam. Gerakan dakwah mereka tentunya sangat terbatas karena dihadapkan pada me dan kehidupan yang berat seperti tantangan alam, perbedaan bahasa dan budaya.

Berbicara tentang sejarah Muhammadiyah di Mentawai, setidak nya hal itu tergambar secara jelas pada tahun 1980-an, jelas H. Solsa fad. Hal itu ditandai adanya usaha PWN Muhammadiyah membeli tanah seluas 6.000 kilometer persegi di Km 6 Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara, yang kini merupakan kawasan ibukota Kabupaten Ke

181
FACHRODIN set5.indd 181 11/10/2022 19.18.01

pulauan Mentawai. Paham tersebut telah didirikan antara lain Masjid Taqwa Muhammadiyah, Panti Asuhan, Kantor Pimpian Daerah Mu hammadiyah Mentawai, serta Kantor Pengurus Aisyiyah setempat. Se luruh sumber dana itu berasal dari donasi yang berhasil dikumpulkan dari para kader Muhammadiyah yang berdomisili di sejumlah dae rah di Sumatera Barat dan juga perantau Minang di Jakarta. Bahkan, orang Minang di Amerika dan Irak juga memberikan donasinya. Di samping memiliki pengurus daerah di Tuapejat, Muhamma diyah juga memiliki pimpinan cabang, seperti di Sipora Utara, Sipora Selatan, Muara Siberut (ibukota Kecamatan Siberut Selatan), Muara Sikabaluan (ibukota Kecamatan Siberut Utara). Organisasi Islam ini juga telah melantik kepengurusan Pemuda Muhammadiyah. Ke de pan, katanya, akan didirikan pimpinan cabang di enam kecamatan la innya. Mentawai memiliki 10 kecamatan, 43 desa dan 202 dusun. Saat ini, ada beberapa amal usaha Muhammadiyah di Mentawai, seperti masjid/musala yang tersebar di Tuapejat di Sipora Utara, di Sao Sipora Selatan, Muara Siberut, Muara Sikabaluan, sejumlah TK/ PAUD, serta panti asuhan. Kegiatan rutin yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Muham madiyah, antara lain menyebar dai Muhammadiyah, menggelar mu hibbah rihlah dakwah di daerah pedalaman, menyelenggarakan tablig akbar dalam waktu dekat, pelatihan untuk para dai muda yang akan ditempatkan di Mentawai. “Setiap tahun kami (baca: Pengurus Wila yah Muhammadiyah Sumbar) melatih 25 orang dai, selain mengasah kemampuan mensyiarkan Islam juga memahami kearifan budaya lo kal dan tantangan alam,” kata Solsafad.

Para dai yang direkrut tersebut berasal dari kader-kader Muham madiyah terbaik di Sumatera Barat, bantuan tenaga dai dari Asia Mus lim Charity Foundation, mendatangkan sejumlah dai dari Solo (Jawa Tengah). Beberapa tahun sebelumnya juga telah bekerjasama dengan IAIN Batusangkar untuk menempatkan mahasiswa yang mengikuti program Pengabdian Masyarakat ke Mentawai, baik untuk dakwah maupun bidang konseling.

Guna memperlancar kegiatan dakwah, para dai mendapatkan bantuan sepeda motor (ada enam unit sepeda motor), dan bantuan

182
FACHRODIN set5.indd 182 11/10/2022 19.18.01

Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

dana gaji sebesar Rp1,5 juta per bulan. Ke depan, pihaknya juga akan membeli perahu boat guna memperlancari operasional dari satu pu lau ke pulau yang lainnya.

Selain dakwah, Muhammadiyah melalui organisasi wanita Mu hammadiyah, Aisyiyah juga telah memberdayakan ekonomi keluarga (mewujudkan home industry) melalui program pelatihan mengolah ubi, talas, pisang menjadi keripik sebagai upaya menambah pengha silan keluarga.

Guna memperlancar program dakwah dan peningkatan kesejah teraan masyarakat Mentawai yang menjadi mualaf, secara finansial di bantu dana dari Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Mumammadiyah (LAZISMU). Lembaga ini berkhidmat dalam pemberdayaan masya rakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, sada qah, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan lainnya.[]

183
FACHRODIN set5.indd 183 11/10/2022 19.18.01

Muhammadiyah Lamongan

Dari Pengajian Ke Sepak Bola

Kurang lebih sudah sembilan belas titik yang disambangi tim pe nulisan sejarah Muhammadiyah Lamongan. Kami bertemu se kaligus bercengkrama dengan tokoh-tokoh awal yang masih hidup dan juga generasi kedua maupun ketiga pegiat Muhammadiyah di Lamongan. Kami berkeliling dari Pantura sampai area selatan, dari masyarakat yang bertumpu pada hasil laut sampai pada warga pelosok desa yang sehari-hari bertani. Tidak ada kata yang bisa mewakili perja lanan menelusuri sejarah Muhammadiyah Lamongan kecuali takjub. Saya sebagai salah seorang yang turut serta melakukan “ekspedisi” ini, punya kesempatan melihat orang-orang Muhammadiyah dari dekat. Sedikit cerita, sejak awal tim penulisan sejarah dibentuk, semangat awal yang ingin digagas oleh bapak-bapak PDM adalah bagaimana be sok generasi muda Muhammadiyah mengerti dan  nyambung dengan perjuangan generasi awal awal Muhammadiyah, juga generasi yang merawat serta mengembangkan Muhammadiyah. Pendekatan yang dianggap mampu menghubungkan semangat dan riwayat dakwah itu kepada generasi selanjutnya adalah dengan tulisan.

Dari tulisan dan bukti sejarah itulah nanti akan dikreasikan dalam bentuk apa saja. Konten digital,  Youtube,  podcast atau yang lainnya. Itulah cara bapak-bapak PDM Lamongan mendekatkan perjuangan sejarah Muhammadiyah kepada anak muda. Drs. Sucipto selaku ketua

13

*Penulis adalah aktifis Muda Muhammadiyah Lamongan

184
FACHRODIN set5.indd 184 11/10/2022 19.18.01

Muhammadiyah Lamongan

Majelis Pustaka menjadi pemimpin tim dengan pendamping dari PDM Bapak H. Ghufron dan Dr. Mustaqim ahli sejarah serta 10 orang anggota lintas profesi dan majelis. Sebelumnya pada tahun 2006 yang lalu, Bapak Fathurahim Syuhadi juga sudah banyak menjelaskan melalui bukunya yang berisi beberapa potongan sejarah Muhammadiyah Lamongan, tapi agaknya perlu diperbarui dan menemukan bukti-bukti baru serta menyesuai kan pembacanya yang baru.

Saya beruntung sekali, menjadi bagian dari tim ini. Ikut berkeli ling sekaligus menyaksikan dan mendengarkan langsung kisah hebat dari pelaku sejarah Muhammadiyah di Lamongan.

Pengajian, Rumah ke Rumah, Sepak bola dan Seni Berdasarkan sembilan belas titik yang sudah kami kunjungi, saya berkesimpulan ada tiga pola perkembangan Muhammadiyah di La mongan. Pertama, berkembang dari pengajian satu ke pengajian lain. Kedua, berkembang dari satu rumah ke satu rumah lain. Dan ketiga, melalui sepak bola dan seni.

Tiga hal penting ini menurut saya merupakan pola perkembang an Muhammadiyah di Lamongan. Hal menarik lainnya adalah bah wa interaksi antar aktifis Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sejak masa-masa itu sudah erat. Mereka saling belajar, dan akhirnya saling “hijrah” atau pindah antar organisasi. Perihal semacam itu tidak bisa kita pungkiri karena dua organisasi ini sangat kental dan saling berhu bungan satu sama lain.

Perkembangan dan pertumbuhan Muhammadiyah di Lamongan juga tidak dapat dipisahkan dari Masyumi, Darul Hadits/LDII dan juga Thariqot Nashabandiyah. Saya tidak akan mengulasnya di sini.   Berbagai kisah dan cerita yang saya rangkum, sebagaimana telah saya utarakan sebelumnya, perkembangan Muhammadiyah erat ka itannya dengan pengajian. Hal ini dapat dibuktikan melalui Ranting dan Cabang Muhammadiyah di Lamongan. Hampir setiap Ranting dan Cabang memiliki figur atau tokoh pengajian yang unik. Mereka berasal dari beragam latar belakang dan ideologi. Singkatnya menurut

185
FACHRODIN set5.indd 185 11/10/2022 19.18.01

saya perkembangan awal atau tunas awal Muhammadiyah ada di Se dayulawas, kemudian ke Blimbing, Pangkatrejo, Glagah, Lamongan, Sambeng dan Babat.

Perkembangan Muhammadiyah di Lamongan punya kaitan de ngan Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang ada di Jombang dan Bojonegoro. Menurut hemat saya penetrasi Muhammadiyah sebagai ideologi keagamaan masuk ke Lamongan sekitar dekade 1930an dan terus menerus berkembang hingga 1950an. Meskipun pada tahun 1918 sudah ada Cabang Muhammadiyah di Ngimbang, Lamongan yang sudah berdiri enam tahun setelah berdirinya Muhammadiyah di Kauman pada 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan.

Berikutnya sekitar dekade 1950an, Masyumi memiliki peran ter tentu pada perkembangan Muhammadiyah di Lamongan. Walaupun pola utama perkembangan masih terikat dengan penyelenggaraan pengajian dan aktifitas dari rumah ke rumah. Tidak lupa juga bahwa perkembangan pada dekade berikutnya yakni 1960an banyak berhu bungan dengan perkumpulan sepak bola dan seni yang bertujuan un tuk menyemarakkan dakwah pemuda Muhammadiyah di Lamongan. Perkembangan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Lamong an dimulai dari aktifitas rumah ke rumah. Misalnya, penyelenggara an salat Jum’at dari rumah sebelum mendirikan langgar atau masjid. Begitu pula dengan pendirian sekolah TK, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP, SMK, dan SMA, semuanya dirintis awalnya dari rumah ke ru mah. Sebagai contoh, MI Muhammadiyah di Sekaran yang berdiri pada tahun 1967. Sekolah itu perintisan awalnya dari rumah. Begitu pun TK ABA Sekaran yang berkembang pesat hingga kini. Di Ngim bang juga demikian, SMK Muhammadiyahnya dulu pernah menyewa sekolah negeri, menyewa gedung balai desa, sampai akhirnya terusir. Sekarang SMK Muhammadiyah Ngimbang sudah berkembang baik di selatan Lamongan.

Hikmah Sejarah

Latar seluruh perjalanan sejarah Cabang dan Ranting Muham madiyah di Lamongan menekankan pentingnya kaderisasi. Jika ada

186
FACHRODIN set5.indd 186 11/10/2022 19.18.01

Muhammadiyah Lamongan

pertanyaan tentang apakah yang kita butuhkan hari ini untuk mem perkuat Muhammadiyah jawabannya jelas adalah kaderisasi. Walau pun sekarang di Lamongan ada beberapa Cabang dan Ranting yang berhasil menghimpun kader dan mengajak anak-anak muda berjuang bersama. Tapi itu tidak banyak dan belum cukup. Pekerjaan rumah bagi Muhammadiyah Lamongan masih banyak. Belajar dari sejarah perkembangan Muhammadiyah di Lamongan, kami berkesimpulan, kesadaran untuk membina kader sangatlah penting demi kemaslahat an umat di masa depan.

Banyak tokoh-tokoh besar lahir dan dibesarkan di Muhammadi yah. Mereka menjadi “tokoh” sebab pengorbanan yang sangat besar dan tanpa pamrih bagi kemajuan dakwah Muhammadiyah. Bukan saja harta benda, tapi tenaga dan jiwa juga turut mereka persembah kan bagi umat dan bangsa. Dalam peristilahan yang dikenal akrab bagi aktifis Muhammadiyah, mereka disebut telah “mewakafkan diri” untuk memajukan Islam melalui strategi dakwah Muhammadiyah. Mereka telah berjuang merintis AUM. Mereka tidak kenal lelah berju ang bagi tujuan dakwah persyarikatan walau mungkin periuk nasinya belum tentu mengepul. Nekad dan berani sekali. Mereka adalah tela dan contoh manusia yang merdeka.[]

187
FACHRODIN set5.indd 187 11/10/2022 19.18.01

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan

Buku Yang Menarik Perhatian dan Mampu Menjawab Pertanyaan

Saiful Rohman

Pedagang di Katingan menjemput guru—guru agama dari Mu hammadiyah Pusat (Yogyakarta) untuk mengembangkan pendi dikan dan agama di Hulu Sungai Katingan. Tepatnya, Tumbang Samba (Katingan Tengah) dan Tumbang Sanamang (Katingan Hulu), Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah. Hal ini terjadi pada awal abad XX Masehi. Salahsatu guru agama yang dijem put bernama Wuhaib Syarkawi. Beliau adalah teman seangkat an A.R. Fahruddin ketika kuliah di Zu’amma (Lembaga Dakwah Muhammadiyah). Beliau adalah anak Raden Syarkawi. Raden Syarkawi adalah teman berdagang K.H. Ahmad Dahlan. Kisah ini direkam secara rinci dalam sebuah buku yang berjudul Per dagangan Menjemput Muhammadiyah Ke Katingan. Penulisnya adalah seorang guru besar Universitas Lambung Mangkurat yang bernama Prof. Dr. Rizali Hadi, MM.

ejak februari 2014, saya diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan. Saya bertugas di SMP Negeri 4 Katingan Kuala. Sekolah yang terletak di Kecamatan Kating an Kuala (terkenal dengan sebutan Pegatan), Muara Sungai Katingan Kalimantan Tengah. Tidak jauh dari tempat saya tinggal adalah Laut Jawa.

S

188
FACHRODIN set5.indd 188 11/10/2022 19.18.01

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan

Pada zaman dahulu (awal abad ke-20) daerah ini (Pegatan, Ka tingan Kuala) menjadi tempat transit pedagang dari berbagai daerah lintas pulau. Daerah ini juga menjadi tempat berlabuhnya kapal pe dagang lokal Kalimantan Tengah yang baru bepergian ke daerah lain. Interaksi perdagangan antara penduduk Kalimantan Tengah dengan sejumlah daerah di Pulau Jawa, Kalimantan Selatan, dan Sumatera ter jadi di tempat ini. Sejak tinggal di Kecamatan Katingan Kuala, saya mulai berinter aksi dan berkomunikasi secara intensif dengan suku lokal dan penda tang yang mendiami daerah ini. Suku Dayak dan Suku Banjar meru pakan dua suku lokal di Muara Sungai Katingan. Sementara itu, suku pendatang jenisnya sangat beragam. Yang paling banyak adalah Suku Jawa.

Saya sering melakukan perjalanan lintas kecamatan di Kabupa ten Katingan. Menyusuri sungai dan daratan. Ada banyak hal mena rik yang menjadi perhatian saya selama 6 tahun di kabupaten yang terkenal dengan sebutan Bumi Penyang Hinjei Simpei ini. Salah satu nya adalah perkembangan pergerakan Muhammadiyah di berbagai kecamatan. Perkembangan pergerakan Muhammadiyah paling pesat terjadi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Katingan Tengah (Tum bang Samba), Kecamatan Katingan Hulu (Tumbang Sanamang), dan Kecamatan Katingan Hilir (Pusat Pemerintahan/ ibu kota kabupaten). Sambil melakukan perjalanan lintas kecamatan, saya sering mela kukan observasi tentang pergerakan Muhammadiyah. Setelah melihat sebaran massa dan amal usaha Muhammadiyah di Kabupaten Kating an, saya merasa heran. Mengapa di lingkungan tempat tinggal saya (Kecamatan Katingan Kuala) jarang/sulit/tidak ditemukan kader dan amal usaha Muhammadiyah? Yang banyak penulis temui justru kader Nahdatul Ulama’.

Sementara, di daerah Hulu Sungai Katingan (Kecamatan Kating an Tengah dan Kecamatan Katingan Hulu) banyak/ mudah ditemui kader dan amal usaha Muhammadiyah. Padahal, dari sisi geografis, harusnya Muhammadiyah dapat lebih berkembang di Muara Sungai Katingan (Kecamatan Katingan Kuala) daripada di Hulu Sungai Ka tingan. Alasannya, Muara Sungai Katingan (dulu/awal abad ke-20

189
FACHRODIN set5.indd 189 11/10/2022 19.18.01

Masehi) merupakan tempat transit pedagang dari berbagai daerah, termasuk pedagang dari Pulau Jawa yang berorientasi ke Muhamma diyah.

Muara Sungai Katingan berada di pesisir Laut Jawa. Sementara, (dulu) daerah Hulu Sungai Katingan (Kecamatan Katingan Tengah dan Katingan Hulu) jauh dari pusat perdagangan antar daerah atau antar pulau. Bahkan, boleh dikatakan daerah Hulu Sungai Kating an merupakan daerah pelosok, pedalaman, yang terpencil kala itu. Umumnya, Muhammadiyah cepat berkembang di pusat perdagangan daripada di daerah pelosok dan pedalaman. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya.

Secara tidak sengaja, saya melihat status facebook seorang mitra kerja yang berkarier di Kecamatan Katingan Tengah. Beliau bernama ibu Challen Nur Aprilian, S.Pd. Beliau adalah seorang ASN dan peng gerak Aisyiah di Kecamatan Katingan Tengah (Tumbang Samba). Dalam status facebook yang diunggah pada akhir Desember 2019, beliau mengunggah sebuah sampul buku yang berjudul “Perdagangan Menjemput Muhammadiyah Ke Katingan”. Saya tertarik dengan judul buku tersebut. Saya melihat status facebook tersebut pada akhir Januari 2020. Status tersebut langsung saya screenshoot Sebelum memegang dan membaca, dari sisi kalimat judul, buku tersebut terkesan unik dan menarik. Saya tidak sabar ingin segera me megang buku tersebut dan membaca isinya. Sepertinya, buku tersebut mampu menjawab pertanyaan saya selama ini.

Keesokan harinya (sekitar tanggal 15 Februari 2020), saya menca ri nomor kontak whatsapp ibu Challen Nur Apriliani. Saya berusaha menghubungi ibu Challen via whatsapp. Kebetulan, kami dalam satu group whatsapp kedinasan (INFO DISDIK). Saya berkomunikasi pe rihal buku tersebut.

Salah satu yang saya sampaikan dalam komunikasi via whatsapp adalah sebuah pertanyaan, yang berbunyi apakah saya boleh meminjam buku tersebut? Beliau merespons positif keinginan saya untuk meme gang dan membaca buku yang menarik perhatian tersebut.

Awalnya, saya berkeinginan untuk mengambil buku tersebut langsung dari rumah beliau. Selain itu, saya juga ingin wawancara

190
FACHRODIN set5.indd 190 11/10/2022 19.18.01

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan

langsung dengan berbagai pihak terkait. Namun, saya menemui ba nyak kendala, terutama karena harus menunaikan amanah pekerja an yang cukup padat sepanjang Maret sampai Mei 2020. Panitia ujian nasional berbasis komputer, koordinator penilaian tengah semester, koordinator pembangunan mushola sekolah, ketua panitia program sekolah sehat dan lain sebagainya merupakan agenda saya yang tidak bisa ditinggalkan. Selain itu, saya tidak bisa menemui ibu Challen dan melakukan wawancara langsung dengan berbagai pihak terkait karena alasan waktu, biaya, dan tenaga. Untuk pergi ke Hulu Sungai Katingan (Ke camatan Katingan Tengah) dibutuhkan waktu yang lama, biaya yang banyak, dan cukup menguras tenaga. Waktu yang dibutuhkan setidaknya satu minggu. Saya harus me mulai perjalanan dengan naik taksi air L300 (sering disebut klotok) dari Kecamatan Katingan Kuala (Pegatan) menuju Sampit Kotawar ingin Timur. Taksi tersebut berjalan menyusuri tiga sungai sekaligus, yaitu Sungai Katingan, Sungai Hantipan, dan Sungai Mentaya. Waktu yang diperlukan untuk menyusuri tiga sungai tersebut sekitar enam jam.

Setelah tiba di Sampit (Kotawaringin Timur), perjalanan harus dilanjutkan menuju Tumbang Samba (Kecamatan Katingan Tengah) dengan lama perjalanan sekitar tujuh jam menggunakan mobil taksi. Perjalanan dapat tertunda keesokan harinya, jika di Sampit tidak dite mukan taksi menuju Hulu Sungai Katingan tersebut. Dengan demiki an, satu kali perjalanan membutuhkan waktu sekitar dua hari.

Biaya untuk satu kali perjalanan dari Muara Sungai Katingan menuju Hulu Sungai Katingan sekitar Rp. 400.000, bahkan bisa lebih dari itu. Setidaknya, untuk menemui ibu Challen Nur Apriliani di Kecamatan Katingan Tengah dibutuhkan biaya sekitar Rp. 2.500.000. Mengingat, biaya penginapan per malam sekitar Rp. 100.000.

Tenaga yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Bahkan, sangat mele lahkan. Bayangkan, perjalanan air yang berlangsung selama enam jam terkadang juga diiringi dengan drama yang melelahkan, mendorong klotok di Sungai Hantipan yang tak berair. Belum lagi kalo musim ba dai, dipastikan klotok akan sering tidak stabil. Penumpang harus beru

191
FACHRODIN set5.indd 191 11/10/2022 19.18.01

saha menjaga diri dengan konsentrasi tinggi agar klotok tetap berjalan dengan baik. Sementara, perjalanan darat juga demikian. Selain jalan aspal yang halus, kita juga akan menemui jalan berlumpur yang licin menu ju Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Katingan Hulu. Ten tunya, taksi tidak akan berjalan dengan baik. Taksi akan mengalami goyangan. Keadaan yang melelahkan penumpang. Alhamdulillah, saya bersyukur Ibu Challen Nur Apriliani meres pons positif keinginan tersebut. Saya mendapatkan pinjaman buku dari beliau. Buku dikirim melalui jasa Pos Indonesia Tumbang Samba Kecamatan Katingan Tengah menuju Pos Indonesia Pegatan Kecamat an Katingan Kuala. Buku tersebut dikirim pada (17 Februari 2020). Tiga hari kemudian (20 Februari 2020), saya dihubungi via telpon oleh petugas pos Pegatan Katingan Kuala. Petugas pos Pegatan Katingan Kuala menitipkan paketan dalam bentuk buku kepada tetangga saya. Namanya adalah Bapak Handoko. Memang, jarak rumah saya dengan kantor pos cukup jauh. Saya harus melewati jalan darat yang cukup panjang dan menyeberangi su ngai Katingan dengan menggunakan kapal feri penyeberangan. Kirakira dibutuhkan biaya sekitar Rp. 50.000 untuk mengambil kiriman pos. Tradisi tempat kami, surat atau paket pos biasanya dititipkan kepada warga desa yang sedang berkunjung ke kantor pos. Alhamdulillah. Saya memegang buku tersebut tepat ba’dha Azan Isya’ di Masjid Awaludin Fattah Jalur 7 Kiri berkumandang, tanggal 18 Februari 2020. Putri bapak Handoko yang bernama Habibah mengantar paket buku tersebut ke rumah saya. Betapa gembiranya saya malam itu.

Setelah memegang buku “Perdagangan Menjemput Muhamma diyah Ke Katingan”, saya tertarik untuk menelusuri penulis buku ter sebut, Bapak Prof. Dr. H. Rizali Hadi, SH.MM. Beliau adalah seorang guru besar di Universitas Lambung Mangkurat. Beliau tinggal di Ban jarmasin Kalimantan Selatan. Beliau adalah putra daerah yang lahir dan menikmati pendidikan dasar dan menengah di Tumbang Samba Katingan Tengah. Akhirnya, saya berteman dengan beliau di laman facebook.

192
FACHRODIN set5.indd 192 11/10/2022 19.18.01

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan

Saya mencoba meng-upload status dengan memegang buku “Per dagangan Menjemput Muhammadiyah Ke Katingan”. Gambar pos tingan tersebut kami lengkapi dengan tulisan yang berbunyi “Ingin bertemu Prof. Rizali Hadi”. Saya menandai beliau. Alhamdulillah, be liau memberikan komentar positif dalam postingan tersebut. Selan jutnya, saya berkirim messanger dan berlanjut dengan komunikasi via whatsapp dengan Prof. Dr. Rizali Hadi, MM.

“Apa menarik dan uniknya buku Perdagangan Menjemput Mu hammadiyah Ke Katingan?”, Tanya Prof. Dr. Rizali Hadi, MM kepada saya (Senin, 24 Februari 2020).

“Buku tersebut menarik dan unik karena berisi sejarah perjalanan masuk dan berkembangnya sejarah Muhammmadiyah dengan tem pat terbatas (kajian sejarah lokal). Penulisnya adalah bagian dari cerita dalam buku. Ulasan ceritanya sangat rinci. Dilengkapi dengan pemi kiran-pemikiran brilian dari penulis”, jawab saya atas pertanyaan Prof. Dr. Rizali Hadi MM. (Senin, 24 Februari 2020).

Dalam buku tersebut, Prof. Dr. Rizali Hadi, MM menyampaikan bahwa para pedagang (Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Katingan Hulu) menjemput guru—guru agama dari Pusat Muham madiyah Yogyakarta. Kata menjemput menunjukkan bahwa para pe dagang sangat aktif menjadi perintis dan penggerak Muhammadiyah di tempat mereka tinggal saat itu.

Dulu, Kecamatan Katingan Tengah (Tumbang Samba) dan Ke camatan Katingan Hulu (Tumbang Sanamang) merupakan daerah pedalaman yang kaya akan hasil hutan. Salah satunya adalah rotan. Rotan tersebut diperdagangkan ke berbagai daerah, termasuk Pulau Jawa dengan menyisiri Sungai Katingan menuju ke Laut Jawa, dekat Kecamatan Katingan Kuala (Pegatan-tempat tinggal saya sekarang).

Hal tersebut menjadi daya tarik para pedagang. Sehingga, mere ka memutuskan untuk tinggal dan menetap di Kecamatan Katingan Tengah (Tumbang Samba) dan Kecamatan Katingan Hulu (Tumbang Sanamang). Pedagang Islam yang pertama kali datang ke Tumbang Samba (Kecamatan Katingan Tengah) adalah Haji Abul Hasan. Beliau adalah anak buah Pangeran Antasari. Beliau berasal dari Marabahan Kalimantan Selatan. Kemudian, banyak pedagang Islam lain bermun

193
FACHRODIN set5.indd 193 11/10/2022 19.18.01

culan. Kebanyakan mereka berasal dari Kalimantan Selatan. Mereka bermigrasi ke Kecamatan Katingan Tengah (Tumbang Samba) dan Kecamatan Katingan Hulu (Tumbang Sanamang) untuk berdagang. Beberapa di antara pedagang Islam tersebut ada yang berorientasi ke Muhammadiyah.

Pedagang Islam yang berorientasi Muhammadiyah yang berasal dari Kalimantan Selatan yang bermigrasi ke Kecamatan Katingan Te ngah (Tumbang Samba) dan Kecamatan Katingan Hulu (Tumbang Sanamang) antara lain adalah H. Abdul Manaf (Tumbang Sanamang, Kecamatan Katingan Hulu) dan H. Abdurrahman (Tumbang Samba, Kecamatan Katingan Tengah). Selain itu juga ada nama H. Jamain, Aziz Dundang dan H. Iskandar Hasan. H. Abdul Manaf, H. Abdurrahman, H. Jamain, dan Aziz Dundang sering berniaga ke Pulau Jawa. Mereka sering bertemu dengan peda gang Muhammadiyah, teman-teman K.H. Ahmad Dahlan. Mereka harus menyisiri sungai-sungai kecil dulu, sebelum berlabuh di Pegat an (Kecamatan Katingan Kuala- tempat saya tinggal), dan melanjut kan perjalanan ke Pulau Jawa. Selanjutnya, para pedagang tersebut berpikir tentang kelanjutan pendidikan anak-anak mereka di Tumbang Samba (Katingan Tengah) dan Tumbang Sanamang (Katingan Hulu). Pertama, mereka membu ka sekolah “apa adanya” dengan memanfaatkan guru-guru lokal (ke tika itu). Namun, para pedagang tersebut tidak puas. Mereka ingin anak-anak usia sekolah di lingkungan mereka memiliki kehidupan yang lebih baik lagi. Kemudian, mereka berikhtiar untuk mendatang kan sejumlah guru dari Pusat Muhammadiyah Yogyakarta. Salahsatu nya adalah Wuhaib Syarkawi.

Wuhaib Syarkawi adalah anak Raden Syarkawi. Raden Syarkawi adalah teman berdagang K.H. Ahmad Dahlan. Mereka berdua sering berdagang bersama.

Wuhaib Syarkawi pernah menimba ilmu selama 10 tahun di Pe santren Tremas Pacitan. Setelah itu, beliau mengajar di Muallimin Yogyakarta, sambil mengikuti kuliah di Zu’amma (Lembaga Da’wah Muhammadiyah). Beliau seangkatan dengan Kyai AR Fahruddin.

194
FACHRODIN set5.indd 194 11/10/2022 19.18.01

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan

Lulusan Zu’amma diwajibkan untuk berdakwah hingga ke pelo sok. Misalnya, AR Fahruddin dikirim ke Sumatera. R. Wuhaib Syarka wi mau berkorban berangkat ke Katingan, Kalimantan Tengah.

Ketika H. Abdurrahman bepergian ke Yogyakarta, ia mencerita kan keinginannya kepada pengurus pusat Muhammadiyah di Yogya karta. Kemudian Zu’amma mengutus Wuhaib Syarkawi untuk berang kat ke pedalaman Katingan, Kalimantan Tengah. Ia dijemput oleh H. Abdurrahman.

Mereka berdua berangkat naik kereta api dari Yogyakarta menuju Surabaya. Selanjutnya, naik perahu H. Abdurrahman menuju ke Pe gatan (Kecamatan Katingan Kuala- tempat tinggal saya). Dari Pegatan mereka melanjutkan perjalanan menuju Tumbang Samba (Kecamatan Katingan Tengah).

Menariknya, ketika berdakwah atau mengajar di Sekolah Mu hammadiyah Tumbang Samba (Kecamatan Katingan Tengah), Wuha ib Syarkawi berkolaborasi dengan guru dari agama yang lain. Misal nya, dengan guru Kinit yang beragama Nasrani. Namun, guru Kinit ini hanya diperbolehkan mengajar pelajaran umum. Selanjutnya, per gerakan Muhammadiyah meluas ke Katingan Hilir (Kasongan, pusat Kabupaten Katingan sekarang).

Sebagai data tambahan, selain Wuhaib Syarkawi, nama da’i lain yang didatangkan dari Yogyakarta adalah Guru Ali dan guru Zamawi. Mereka berdua dijemput oleh H. Abdul Manaf. Mereka berdua dibawa dari Yogyakarta menuju Tumbang Sanamang (Kecamatan Katingan Hulu). Menurut data penelitian Prof. Dr. H. Rizali Hadi, MM., seko lah Muhammadiyah di Tumbang Sanamang (Katingan Hulu) berdiri lebih awal yaitu sekitar 1918 atau 1921. Dua data hasil penelitian yang berbeda. Sementara, sekolah Muhammadiyah di Tumbang Samba berdiri pada tahun 1924.

Saya tidak bisa membayangkan, betapa sulitnya perjuangan me nyebarkan agama di pedalaman Kalimantan Tengah kala itu. Para da’i Muhammadiyah harus bersabar mengarahkan umat untuk tidak melakukan praktik Takhayul, Bid’ah, dan Churofat (TBC) yang sudah mendarah daging. Sekarang, pergerakan Muhammadiyah telah me miliki banyak amal usaha dan berkembang hingga ke pusat kota Ka

195
FACHRODIN set5.indd 195 11/10/2022 19.18.01

tingan (Ibu kota Kabupaten yang bernama Kasongan di Kecamatan Katingan Hilir). Mulai dari lembaga pendidikan hingga lembaga so sial, ekonomi, dan dakwah. Lembaga pendidikan yang didirikanpun meliputi semua jenjang, dari PAUD hingga perguruan tinggi. Semua nya lengkap.

Oleh karena itu, saya berharap buku ini mendapat apresiasi dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam rangkaian acara Muktamar Muhammadiyah ke -48 di Surakarta, Jawa Tengah, pada November 2022 mendatang. Mengingat, tulisan dalam buku ini sangat inspiratif. Di dalam buku itu diceritakan ikhtiar dan kolaborasi antara perdagang an, pendidikan, dan keagamaan dalam membuka isolasi masyarakat pedalaman yang terbelakang. Hal ini patut mendapat perhatian. Para pedagang menjemput da’i untuk memajukan pendidikan dan keagama an. Sebuah langkah besar memajukan umat dan bangsa.

Cerita dalam buku Perdagangan Menjemput Muhammadiyah Ke Katingan sangat lengkap dan rinci. Buku tersebut sangat layak dikon suM.Si. untuk kader, simpatisan maupun semua unsur masyarakat di luar Muhammadiyah. Buku tersebut tidak hanya bermanfaat sebagai sumber literasi dan referensi penelitian berikutnya, tetapi juga mam pu menjadi penyemangat dan inspirasi bagi para pembacanya dalam berjuang menegakkan agama Allah SWT dan membangun bangsa di mana pun berada.

“Saya tertarik untuk berkunjung ke rumah Prof. Dr. Rizali Hadi, keturunan almarhum H. Abdurrahman, dan keturunan almarhum Wuhaib Syarkawi”, kata saya kepada Prof. Rizali Hadi melalui what sapp.

“Silahkan”, Prof. Rizali Hadi memberikan respons dengan penuh keramahan.

Oleh Prof. Rizali Hadi saya diberi alamat beliau dan sejumlah alamat keturunan Wuhaib Syarkawi. Tidak hanya itu, beberapa rekan yang saya hubungi (pengurus Muhammadiyah Katingan, Ibu Challen, Ibu Istiqomah, Ibu Evi Rosanti) juga memberi nomor kontak ketu runan H. Abdurrahman. Kebetulan, keturunan H. Abdurrahman kini aktif menjadi pengurus Muhammadiyah Katingan. Namun, sampai dengan tulisan ini dibuat hingga akhir bulan Mei 2020 saya belum

196
FACHRODIN set5.indd 196 11/10/2022 19.18.01

Perdagangan Menjemput Muhammadiyah ke Katingan

bisa berkunjung, bersilaturahim, dan menggali informasi ke rumah narasumber tersebut. Hingga akhirnya, saya mengutarakan pertanya an batin yang selama ini dipendam kepada Prof. Dr. Rizali Hadi, MM.

“Lalu, mengapa pergerakan Muhammadiyah tidak berkembang di Kecamatan Katingan Kuala (Pegatan-tempat saya tinggal)?”, tanya saya kepada Prof. Dr. Rizali Hadi, MM melalui media messenger (3 Maret 2020)

“Waktu itu, pegatan (Kecamatan Katingan Kuala) lebih kuat kaum tua. Yang berinisiatif menjemput da’i Muhammadiyah dari Muham madiyah Pusat Yogyakarta adalah pedagang dari Hulu Sungai Kating an. Mereka welcome dengan sekolah Muhammadiyah. Di pegatan ti dak ada (amal usaha dan sekolah Muhammadiyah), karena orientasi (keagamaan) masyarakatnya (kala itu) ke Banjar Kalimantan Selatan dan Sampit (Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah). Para peda gang Muhammadiyah dari Hulu Sungai Katingan hanya lewat saja di Pegatan”, Jawab Prof. Dr. Rizali Hadi, MM melalui massanger (3 Maret 2020).

Saya bersyukur ikhtiar yang saya lakukan tersebut telah mampu menjawab pertanyaan yang terpendam dalam hati dan tertulis sebe lumnya dalam liputan ini. Mengapa di lingkungan tempat tinggal saya (Pegatan, Kecamatan Katingan Kuala) jarang ditemukan kader dan amal usaha Muhammadiyah? Yang banyak saya temui justru kader dan amal usaha Nahdatul Ulama’. Sebaliknya, di Hulu Sungai Kating an (Tumbang Samba- Katingan Tengah dan Tumbang Sanamang- Ka tingan Hulu) pergerakan Muhammadiyah berkembang pesat. Ikhtiar tersebut sekaligus membalikkan opini yang selama ini saya pahami bahwa perkembangan pergerakan Muhammadiyah sela lu berawal dari pesisir (kota/ pusat perdagangan). Ternyata, tidak se lamanya demikian. Perkembangan pergerakan Muhammadiyah juga dapat bermula dari pedalaman, yang sulit dijangkau transportasi kala itu. Tentunya, harus ada kader dan simpatisan pergerakan Muhamma diyah yang rela membuka keterisolasian tersebut. Pedagang Tumbang Samba (Katingan Tengah) dan Tumbang Sanamang (Katingan Hulu) telah melakukan hal itu sekitar tahun 1918 sampai 1924. Alhamdulil lah.[]

197
FACHRODIN set5.indd 197 11/10/2022 19.18.01

Menapak Jejak Tetirah dan Dakwah Kyai Dahlan di Lereng Kaki Gunung Bromo

Pernahkah terbesit dalam fikiran kita bahwasannya Sang Kyai per nah tetirah dan dakwah di Lereng kaki Gunung Bromo, tepatnya di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur? Se kitar tahun 1922-1923 ternyata beliau tetirah ke Tosari bersama Nyai Ahmad Dahlan dan mendirikan musholla di sana. Beliau sekarang menjadi inspirator bagi warga Muhammadiyah di Tosari pada khu susnya dan Indonesia pada umumnya, untuk mencintai dan menyebar luaskan ajaran Muhammadiyah.

Penelitian ini saya lakukan terhitung 3 tahun sejak tahun 2017 yang lalu. Dan sampai saat ini saya sering berkunjung ke sana dalam rangka “Menapak Jejak Tetirah dan Dakwah KH. Ahmad Dahlan di Le reng Kaki Gunung Bromo Tosari Pasuruan”. Sudah banyak yang kami temukan mengenai bukti-bukti kehadiran KH. Ahmad Dahlan di To sari. Kunjungan terakhir saya lakukan pada 3 September 2020.

Kehadiran beliau di Tosari Pasuruan dapat dilacak dari beberapa catatan dari penulis sejarah Muhammadiyah, yang mengisahkan ten tang perjalanan dakwah KH. Ahmad Dahlan hingga sampai ke Tosari Pasuruan.

Tetirah KH. Ahmad Dahlan di Tosari Pasuruan dan berdakwah sekaligus mendirikan Musholla yang sekarang menjadi Masjid di sana merupakan suatu hal yang menunjukkan bahwa Muhammadiyah ha

198
FACHRODIN set5.indd 198 11/10/2022 19.18.01

dir di Tosari sejak lama di tengah-tengah masyarakat yang multikultur dan ikut menjaga kemajemukan masyarakat Tosari bersama-sama ele men masyarakat yang lain.

Kedatangan KH. Ahmad Dahlan ke Tosari Pasuruan dikisahkan dan dapat kita peroleh dari catatan yang ditulis oleh Haji Muhammad Syoedja’ yang disalin oleh H. Mu’tasimbillah al-Ghazi (Cucu Haji Mu hammad Soedja’), mengisahkan bahwa sejak pertengahan tahun 1923, KH. Ahmad Dahlan memang sering terganggu kesehatannya, sehing ga pada hari beliau memimpin rapat tahunan 1922 terpaksa mening galkan meja pimpinan dari rapat tersebut, menurut dokter dikare nakan menderita penyakit yang agak berat, sehingga diantar kondur (pulang) ke rumah dan tidak dapat kembali melanjutkan rapat-rapat tahunan tersebut, karena beliau harus istirahat lebih dahulu sampai baik dan sehat kembali. Tetapi karena KH. Ahmad Dahlan yang me mang berjiwa besar dan semangatnya yang tak pernah kunjung pa dam, jangankan beliau sudah merasa sehat betul, sedang merasa sakit ringan sedikit saja, lalu bergiat kembali dengan sekadar kekuatan yang ada. (Mu’tasimbillah al-Ghazi: 163)

199
Menapak Jejak Tetirah...
FACHRODIN set5.indd 199 11/10/2022 19.18.01

Pada masa itu memang Bahagian-Bahagian dari H.B Muham madiyah tumbuh pesat. Umpamanya dalam bidang Bhg. PKO mem bangun Rumah Miskin, bidang Bhg. Yayasan sedang membangun Mushalla ‘Aisyiyah, bidang Bhg. Sekolah sedang membangun HIS dan Kweekschool (Mu’allimat) yang kesemuanya itu diawasi oleh beliau. Selain itu, beliau tidak henti-hentinya menerima tamu di rumah, baik dari luar maupun dari dalam Muhammadiyah. Pada tanggal 13 Janui ari 1923, Rumah Miskin dibuka resmi oleh H.B. Muhammadiyah Bhg. PKO dengan dikunjungi utusan dari Rijkbestur KPA. Adipati Danudi rjo R.T. Wiryokusumo, R.W. Dwijosewoyo, Dr. Ofrengga, Dr. R. Ab dulkadir dan wakil-wakil perkumpulan di Yogyakarta yang diundang dan orang-orang yang terkemuka di Yogyakarta yang diundang. Te tapi KH. Ahmad Dahlan tidak dapat hadir karena berhalangan sakit. (Mu’tasimbillah al-Ghazi: 164)

James L. Peacock dalam tulisannya tentang perjananan KH. Ah mad Dahlan memurnikan ajaran Islam menceritakan, bahwa pada ta

200
Dari
FACHRODIN set5.indd 200 11/10/2022 19.18.01
Dari kiri Luqman Wahyudi, Badrie, H Amrullah dan Edi di Tosari (Bu Badrie, 3/09/2020)

Menapak Jejak Tetirah...

hun 1922 hingga 1923, ketika usia beliau 50 tahun, kesehatan beliau sudah mulai terganggu. (James L. Peacock: 43) Menjelang Rapat Tahunan 1923, Hoofd Bestuur (HB—sekarang Pimpinan Pusat) Muhammadiyah yang khusus membicarakan kondisi kesehatan Kiai Dahlan. Hasilnya, pendiri Muhammadiyah ini diminta untuk istirahat (tetirah) keluar daerah agar bersungguh-sungguh isti rahat dengan tenang tidak terganggu dan terdesak urusan organisasi Muhammadiyah maupun lainnya. Pilihan Kiai Dahlan, yang ternyata juga berdasarkan saran tim dokter adalah Pasuruan, daerah sekitar lereng Gunung Bromo. Diantar oleh sedikitnya dua orang dari ang gota H.B. Muhammadiyah yang ditentukan, Fachruddin dan M. Ab dullah, Kiai Dahlan dan Nyai Walidah pun berangkat ke lokasi yang dituju. Menurut Sjoedja’, tempat yang dituju itu hanya disebutkan de ngan “Gunung Tretes, bawah Karesidenan Malang Jawa Timur”, tan pa tambahan keterangan apa pun. Namun, dari sumber sejarah dan keterangan para sesepuh Tosari dan tokoh masyarakat Tosari, tetirah Kiai Dahlan itu ternyata ada di daerah Tosari, yang sama-sama masuk wilayah Kabupaten Pasuruan. Setelah selesai persiapan perlengkapannya, KH. Ahmad Dahlan menentukan hari dan jam keberangkatan dari Yogyakarta diantar oleh sedikitnya dua orang dari anggota H.B. Muhammadiyah yang ditunjuk. Sesudah mendapat tempat yang baik di Tretes, KH. Ahmad Dahlan pun merasa nyaman. Sesudah dua malam, para pengantar itu sama minta izin pulang ke Yogyakarta. Menurut laporan dari dua orang pengantar tersebut, bahwa KH. Ahmad Dahlan sudah tentrem tenang hati mustarih, karena sudah mendapatkan pelayanan yang baik dan cakap. Sepulangnya dua orang pengantar, mumpung ada kesem patan, KH. Ahmad Dahlan lantas menyingsingkan bajunya bertabligh kepada penghuni Tretes sambil membina surau sampai berdiri tegak untuk berjama’ah lima waktu. Walaupun sesungguhnya sakitnya tidak mengurang malah bertambah. Itulah salah satu kelebihan yang dimi liki KH. Ahmad Dahlan dan yang membedakan dengan yang lain. (Mu’tasimbillah al-Ghazi: 166)

Sudah hampir dua bulan KH. Ahmad Dahlan dalam tetirahnya dan hari rapat tahunan 1923 hampir tiba waktunya, tetapi beliau masih

201
FACHRODIN set5.indd 201 11/10/2022 19.18.01

ayem tentrem belum dijemput oleh dua orang anggota H.B. Muham madiyah ke Tretes. Setibanya dua orang penjemput dari Yogyakarta di Tretes, terlihat KH. Ahmad Dahlan tampak tidak tambah sehat, malah tambah berat. Badan tambah kurus dan kakinya bertambah bengkak. Hanya cahaya roman wajahnya kelihatan gembira dan berseri-seri dan senyum karena hatinya merasa puas, bahwa usahanya selama teti rah, yaitu bertabligh dan mendirikan surau untuk menegakkan sholat berjamaah lima waktu. Beliau tidak menjadikan kesehatan jasmani nya yang terganggu sebagai rintangan yang menghalangi tugas, rasa tanggung jawab akan sesuatu kewajiban yang harus ditunaikannya. (Mu’tasimbillah al-Ghazi: 167)

Setelah dua orang penjemput beristirahat sebentar dan memberi tahukan perkabaran di Yogyakarta, sambil bersiap turun dari Tretes menuju Malang. Menginap satu malam dan pagi harinya berangkat dengan spoor pagi menuju Yogyakarta. Jam 5 sore tiba di Stasiun Tugu, terus pulang menuju rumah dengan selamat tidak kurang satu apa pun.

Setibanya di rumah, keluarga di rumah merasa terkejut meli hat KH. Ahmad Dahlan tampak badannya lebih kurus dan kakinya bengkak, tetapi roman wajahnya kelihatan gembira dan cahaya wa jahnya berseri-seri agak mengurangkan kesedihan hati para keluarga. Beliau pulang dari petirahan Tretes karena ingin memberikan wasi at dan amanat kepada rapat tahunan Muhammadiyah 1923 sebagai pembukaan rapat itu, karena merasa bertanggung jawab sebagai Ketua Umum H.B. Muhammadiyah.(Mu’tasimbillah al-Ghazi: 168)

Memang ada perbedaan kapan KH. Ahmad Dahlan bersama Nyai Walidah itu datang ke Tosari. Dalam catatan Sjoedja’. Peristiwa itu ter jadi setelah tanggal 13 Januari 1923. Tepatnya beberapa saat setelah HB Muhammadiyah Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) mendirikan secara resmi Rumah Miskin, yang dalam perkembangan selanjutnya berubah menjadi Rumah Sakit PKU. Sementara sumber lain dari Pusat Penelitian dan Kajian Universitas Muhammadiyah Ma lang (UMM), menyatakan bahwa kedatangan KH. Ahmad Dahlan ke Tosari pada tanggal 29 November 1922.

202
FACHRODIN set5.indd 202 11/10/2022 19.18.01

Menapak Jejak Tetirah...

Berikut cerita dari beberapa tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Tosari Pasuruan:

1). Cerita dari Mbah Dono

Mbah Dono adalah saksi sejarah tentang tetirah dan dakwah KH. Ahmad Dahlan di Tosari. Beliau adalah salah satu murid dari KH. Ah mad Dahlan saat berdakwah di Tosari.

Menurut cerita dari mbah Dono yang diwawancarai oleh Bapak Imam Soeladji sewaktu menjabat sebagai sekretaris PDM yang dike tuai oleh Bapak Mirin sekitar tahun 1995, ia menjelaskan bahwa per bedaan tanggal kedatangan KH. Ahmad Dahlan ke Tosari menurut catatan Kyai Soedja’ tanggal 13 Januari 1923, dan menurut tim UMM pada tanggal 29 November 1922, sebenarnya sangat bisa dimaklumi. Karena, sebelum KH. Ahmad Dahlan dianjurkan tim dokter untuk bertetirah, beliau sudah terbiasa mengunjungi Tosari untuk ber dakwah. Rata-rata dakwah yang dilakukan selama tiga hari bertu rut-turut. Dalam sebulan, beliau datang sekali, terkadang dua bulan sekali, dan paling lama tiga bulan sekali. Ketika KH. Ahmad Dahlan datang ke Tosari menginap di rumah kepala desa yang bernama Pak Arispani. Artinya, bisa jadi, saran tetirah dari tim dokter itu memang sengaja direncanakan Kiai Dahlan untuk lebih intens dalam membina masyarakat setempat. Apalagi, Tosari yang dijadikan tempat tetirah itu merupakan usulan dari Kiai Dahlan yang disetujui oleh tim dokter.

Bapak Imam Soeladji menambahkan bahwa dari cerita yang ber kembang di masyarakat setempat, setelah kunjungan 29 November 1922 itu, Kiai Dahlan memang berkunjung sekali lagi dalam keadaan kurang sehat. Saat terakhir datang, beliau dalam keadaan sakit. Dan tidak lama berselang sudah tidak lagi datang ke Tosari. Mbah Dono menceritakan bahwa Kiai Dahlan adalah tokoh yang kharismatik yang bisa membimbing murid-muridnya untuk bisa me ngaji, termasuk Mbah Dono. Beliau menceritakan kedatangan Kiai Dahlan ke Tosari dari Yogyakarta naik kereta api sampai di Banyuwa ngi, kemudian naik kereta api ke Pasuruan. Dari Pasuruan naik Cikar (kendaraan yang ditarik dengan Sapi) menuju Tosari. Bisa kita ba

203
FACHRODIN set5.indd 203 11/10/2022 19.18.02

yangkan jarak yang sangat jauh dari Pasuruan menuju Tosari di tem puh dengan naik Cikar. Begitu gigih perjuangan Kiai Dahlan untuk menyebarkan agama Islam.

Ketika ke Tosari beliau membawa barang-barang dagangan beru pa kain batik, seperti yang dilakukan beliau di Yogyakarta. Di Tosari beliau melihat kemungkaran-kemungkaran yang ada di Tosari, yaitu berdirinya hotel-hotel milik Belanda yang dijadikan tempat mesum. Dari sinilah awal mula tekad Kiai Dahlan untuk bisa merdakwah amar ma’ruf nahi munkar di Tosari.

Apa pun itu, yang jelas, saat bertetirah di Tosari Pasuruan itu, Kiai Dahlan justru berdakwah dan membuat mushalla. Sampai sekarang mushalla itu masih ada, bahkan kini berubah menjadi masjid berna ma Al-Hikmah Al-Hidayah. Masyarakat setempat lebih akrab menye but tempat beribadah ini dengan masjid Kiai Dahlan daripada nama aslinya. Meskipun, kini di salah satu dindingnya terpasang sebuah gambar bola bumi dengan bintang sembilan.

Masjid Peninggalan KH. Ahmad Dahlan di Tosari Pasuruan

Saat bertetirah di Tosari Pasuruan itu, Kiai Dahlan justru berdak wah dan membuat mushalla. Sampai sekarang mushalla itu masih ada, bahkan kini berubah menjadi masjid bernama Al-Hikmah Al-Hida yah. Masyarakat setempat lebih akrab menyebut tempat beribadah ini dengan masjid Kiai Dahlan daripada nama aslinya. Meskipun, kini di salah satu dindingnya terpasang sebuah ganbar bola bumi dengan bin tang sembilan.

Menurut Mbah Sidiq Pada zaman kolonial Belanda telah berdiri hotel besar yaitu Grand Hotel, Bromo Hotel dan Karya Hotel. Grand Hotel yang sekarang menjadi pasar Tosari bersebelahan dengan mas jid yang dahulumya musholla peninggalan Ahmad Dahlan dikenal dengan sebutan Masjid Kyai Dahlan itu (yang sekarang bernama Mas jid Al-Hikmah Al-Hidayah). Sebelum menjadi musholla dahulunya adalah rumah dari Bapak Masrub yang awalnya ditempati sholat ber jama’ah oleh Kayai Ahmad Dahlan.

204
FACHRODIN set5.indd 204 11/10/2022 19.18.02

Menapak Jejak Tetirah...

Sejarah Masjid peninggalan KH. Ahmad Dahlan di Tosari di ceritakan oleh Bapak Sarwo Edi Wibowo selaku Tokoh Masyarakat desa Mororejo Kecamatan Tosari dari Mbah beliau yang bernama Pak Lindu yang dulu menjadi murid Kiai Dahlan saat tetirah di To sari. Ia menceritakan bahwa musholla Kyai Dahlan diubah menjadi Masjid Al-Hikmah Al-Hidayah oleh tokoh NU dari Trenggalek Bapak Abi Khusno (1982). Awal kedatangan KH. Ahmad Dahlan ke Tosari adalah di desa Kandangan Kulon yang sekarang bernama (Kandang Sari). Kemudian beliau membangun musholla di Tosari yang dahulu hanya beratapkan daun ilalang. Dahulu sampai sekarang orang-orang menyebutnya musholla Pak Dahlan. Mushalla itu digunakan oleh KH. Ahmad Dahlan untuk sholat berjamaah lima waktu. Ketika dipakai tempat jum’atan, yang mengumandangkan adzan adalah Pak Dono dan yang khutbah adalah Kyai Dahlan.

Masjid Al-Hikmah Al-Hidayah yang lebih dikenal oleh masya rakat setempat dengan sebutan Masjid Kai Dahlan terletak di Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan terletak di pinggir jalan sebelah selatan Pasar Tosari.

205
Masjid Al-Hikmah Al-Hidayah
FACHRODIN set5.indd 205 11/10/2022 19.18.02

Data yang saya temukan tentang kegiatan yang dilaksanakan di Masjid Al-Hikmah Al-Hidayah yaitu pelaksanaan shalat berjam’ah lima waktu. Masjid Al-Hikmah Al-Hidayah kini dikelola oleh Ormas NU semenjak Bapak Abi Khusno (1982) dari Trenggalek mengubah Musholla KH. Ahmad Dahlan menjadi Masjid sekarang ini yaitu Mas jid Al-Hikmah Al-Hidayah. Ketika saya melakukan observasi, sengaja ingin melaksanakan sholat Jum’at di Masjid tersebut, tetapi setelah me nunggu lama dan akhirnya mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa masjid tersebut tidak lagi menyelenggarakan sholat Jum’at. Di desa Tosari masyarakat Tosari seluruhnya berjum’atan di Masjid Besar Al-Mujahidin Tosari yang didirikan oleh Yayasan Muslim Pancasila.

2). Cerita dari Mbah

Sidiq

Mbah Sidiq adalah sesepuh kecamatan Tosari. Di usianya yang sudah 90 tahun Mbah Sidiq dengan dialek Bahasa Indonesia diselingi Bahasa Jawa menceritakan tentang sejarah agama-agama yang dipeluk Suku Tengger. Dari wawancara yang saya lakukan dengan Mbah Sidiq di ke diamannya pada hari Selasa, 11 Juli 2017, ia menjelaskan bahwa se belum Hindu menjadi agama mayoritas terlebih dahulu masyarakat Suku Tengger memeluk agama Buddha Gautama. Baru sekitar tahun 60-an Hindu datang dan berkembang pesat yang dibawa oleh orang Bali bernama Mulyo Baroto. Tetapi sebelum semuanya itu sebenarnya Islam sudah nampak pada masa kolonial Belanda. Sejak kedatangan Kyai Ahmad Dahlan di Tosari, Islam mulai ada yang membina, yang sebelumnya hanya ada karyawan-karyawan hotel dari berbagai dae rah yang memeluk Islam tetapi tidak ada yang menonjolkan keislaman mereka, bahkan tidak berani mengaku Islam karena takut akan Belan da. Barulah ada pembinaan ketika datang Kyai Ahmad Dahlan.

Pada zaman kolonial Belanda telah berdiri hotel besar yaitu Grand Hotel, Bromo Hotel dan Karya Hotel. Grand Hotel yang sekarang menjadi pasar Tosari bersebelahan dengan masjid yang dahulumya musholla peninggalan Ahmad Dahlan dikenal dengan sebutan Masjid Kyai Dahlan itu (yang sekarang bernama Masjid Al-Hikmah Al-Hida

206
FACHRODIN set5.indd 206 11/10/2022 19.18.02

Menapak Jejak Tetirah... yah). Sebelum menjadi musholla dahulunya adalah rumah dari Bapak Masrub yang awalnya ditempati sholat berjama’ah oleh Kayai Ahmad Dahlan.

Mengenang pengajian yang dilakukan Kyai Ahmad Dahlan ketika Mbah Sidiq masih kecil, teringat bagaimana Kyai Dahlan mengajar kan Islam. Beliau adalah penyabar, telaten dan sangat memperhatikan muridnya ketika mau mengaji. Saya juga teringat akan kedermawanan Nyai Ahmad Dahlan, yang sering membikinkan makanan (ketan) ke pada orang-orang dan murid-muridnya. Pada waktu itu awalnya di laksanakan sholat Jum’at di Tosari dan sebagai imam dan khatib ada lah KH. Ahmad Dahlan, yang diikuti oleh jama’ah tidak lebih dari 20 orang.

Banyak peninggalan yang ada di Masjid Kyai Dahlan itu (yang sekarang bernama Masjid Al-Hikmah Al-Hidayah), Mbah Sidiq per nah menyimpan al-Qur’an dalam ukuran besar tapi sekarang entah kemana. Bahkan bisa dikatakan Bedug (alat penanda sholat) yang ada di masjid itu adalah bedug tertua di Tosari.

Dari catatan-catatan para ahli sejarah yang menulis tentang per juangan KH. Ahmad Dahlan semasa hidupnya dan dari cerita-cerita tokoh masyarakat Tengger Tosari dapat ditarik benang merah bahwa

207
Wawancara dengan Mbah Sidiq (Sesepuh Tosari), Selasa, 11 Juli 2017
FACHRODIN set5.indd 207 11/10/2022 19.18.02

KH. Ahmad Dahlan memang hadir dan tetirah sekaligus berdakwah di Tosari Pasuruan Jawa Timur. Kehadiran beliau menjadi inspirasi bagi perkembangan Muham madiyah di cabang Tosari yang sekarang dikomandani oleh ketua PCM Tosari bapak Anshori (68 tahun) dan beberapa tokoh Muham madiyah di sana termasuk bapak Sarwo Edi Wibowo (56 tahun). Muhammadiyah Cabang Tosari resmi berdiri pada tahun 2014 semasa Bapak Drs. Imam Suladji sebagai Ketua PDM Kab. Pasuru an. Sampai sekarang pengurus tersebut masih aktif berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan Nomor: 062/KEP/III.0/D/2016 tentang Penetapan Ketua dan anggota Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Tosari Periode 20152020.

Untuk menambah kecintaan kita kepada Muhammadiyah dan menjadikan KH. Ahmad Dahlan sebagai Inspirator bagi kita semua, saya sertakan juga pengantar yang ditulis oleh guru saya Drs. Nur Cholis Huda, M.Si (Wakil ketua PWM Jatim dan Penulis Buku Best Seller):

Orang besar selalu memberi inspirasi. Pengalaman hidupnya menjadi guru yang terbaik bagi generasi berikutnya. Langkahnya te lah mengikuti perjalanan sejarah. Dan dari sejarah kita bisa banyak belajar tentang kearifan. Karena itu membaca sejarah selalu menga syikkan.

KH. Ahmad Dahlan adalah orang besar. Beliau telah memberi ba nyak kepada negeri ini. Pemikirannya, gagasannya dan semangat hi dupnya menjadi sumber inspirasi yang sangat berharga. Ketika beliau sehat banyak sekali yang telah beliau lakukan. Dan ketika sakit beliau tidak mau berhenti. Terus dan terus berjuang memberi pencerahan. Gagasan dan idenya seakan meluap-luap dalam jiwanya yang harus diwujudkan dalam kenyataan.

Mudah-mudahan tulisan tentang tetirah dan dakwah KH. Ah mad Dahlan di Kaki Lereng Gunung Bromo Tosari Pasuruan ini, bisa bermanfaat bagi perkembangan Muhammadiyah di Tosari Pasuruan khususnya dan Muhammadiyah di tanah air pada umumnya, sehing ga bisa memajukan Indonesia dan Mencerahkan Semesta. Amin.[]

208
FACHRODIN set5.indd 208 11/10/2022 19.18.02

Wajah Islam Pertama dan Lahirnya Sekolah Teladan

Berkunjung ke Jawa Tengah tidak lengkap rasanya apabila tidak mampir ke kota Salatiga. Berlokasi di pertengahan Solo dan Se marang, Salatiga menjadi kota yang tidak kalah menarik untuk di kunjungi, sekedar untuk berjalan-jalan di sekitar alun-alun, menco ba kuliner setempat, atau untuk beristirahat sejenak. Namun, siapa sangka. Kota yang dikenal dengan slogan “Kota Hati Beriman” dan “mini Indonesia” ini memiliki sejarah yang dalam dan kompleks di banyak bidang mulai dari ekonomi, sosial-budaya, dan politik sejak masa penjajahan Belanda.

Dari segi geografis, Salatiga diuntungkan dengan iklim sejuknya sehingga membuat betah banyak pelancong lokal dan global untuk berlama-lama tinggal di kota Salatiga. Tak hanya itu, di masa penjajah an Belanda, Salatiga sempat menjadi lumbung ekonomi pemerintahan kolonial dengan adanya usaha perkebunan mulai dari kopi, cengkeh dan rempah-rempah yang didirikan. Dari segi riwayat kehidupan ber agama, Salatiga menjadi objek yang menarik bagi peneliti antropolo gi dan sosiologi agama sebab Salatiga menjadi pusat berkembangnya agama Nasrani di Jawa Tengah dengan mayoritas Muslim di dalamnya.

209
FACHRODIN set5.indd 209 11/10/2022 19.18.02

Salatiga dan Masa Lalu

Sekitar 750 masehi, Hampra merupakan sebuah desa kecil. Ham pra tidak memiliki keistimewaan seperti daerah lain yang luas secara geografis atau melimpah dari segi kekayaan alam. Meski begitu, seo rang pemimpin adil pernah meramal Hampra akan menjadi kota yang baik. Kebaikan apa yang muncul dari daerah ini tidak diketahui. Ke lak, sejarah yang membuktikan bahwa Raja Bhanu, nama pemimpin itu, memiliki pandangan yang benar mengenai Desa Hampra ini di masa depan.

Desa Hampra adalah salah satu potongan cerita mengenai riwa yat Salatiga di masa lalu. Pada masa berikutnya, yakni masa kolonial, Salatiga tetap memiliki predikat istimewa itu bahkan di hati para pen jajah Belanda. Melalui potret lama yang bersisa, bangunan tua yang tidak hancur dimakan waktu, hingga tuturan para leluhur asli serta saksi sejarah, cerita mengenai Salatiga dirangkum dan disebarluaskan.

Salatiga sempat mendapat sebutan kota terindah (De Schoons te Stad van Midden-Java) dari kalangan penjajah Belanda. Salatiga menjelma menjadi daerah singgah kesukaan para penjajah Belanda, dimana mereka juga mendirikan hotel dan mengembangkan pusat transportasi di sana. Keistimewaan itu juga berupa iklim yang sejuk dan tanah yang cocok untuk menggarap perkebunan, termasuk kopi, coklat dan rempah-rempah. Dengan kondisi yang demikian, komo ditas ekspor Belanda saat itu juga datang dari Salatiga. Jadilah kota ini sebagai pusat rekreasi, transportasi, sekaligus lumbung ekonomi penjajah Belanda.

Riwayat Kehidupan Beragama

Pagi itu alun-alun ramai dengan para pelari yang mengitari la pangan. Di langit, burung-burung berkicau seperti biasa. Seorang ne nek berjualan jamu dipinggir trotoar melayani pembelinya. Sinar ma tahari menyinari bangunan-bangunan disekitar lapangan: dari masjid, sekolah, gereja hingga pertokoan. Nampak dua orang wanita berjilbab berjalan melintasi gerbang gereja hendak membeli bubur ayam. Di

210
FACHRODIN set5.indd 210 11/10/2022 19.18.02

Wajah Islam Pertama dan Lahirnya Sekolah Teladan

tempat yang tak jauh dari situ, dua suster membawa kitab bersampul hitam melewati ruang parkir depan masjid dengan kendaraannya. Ja rak bangunan tempat dua orang wanita berjilbab, juga dua suster itu, sangat dekat. Masih satu arah dari Masjid tersebut, terdapat gereja lain yang dekat dengan sebuah sekolah swasta Kristen.

“Kota dengan kondisi dan situasi yang demikian hanya ada di Sa latiga”, kurang lebih seperti itu yang dicatat oleh Myengkyo Seo, seo rang peneliti kajian Christian-Muslim Relations dari Universitas Han kuk, Korea Selatan.

Dinamika kehidupan beragama di Salatiga memang memungkin kan para peneliti antropologi dan sosiologi agama menjadikan Salat iga sebagai objek yang menarik untuk dipelajari. Salatiga tak hanya disebut sebagai miniatur Indonesia bagi sebagian orang, namun juga sebagai pusat pendidikan kristen. Meski berlokasi di Jawa Tengah— dengan kondisi mayoritas penduduknya yang Islam, Salatiga memiliki arti penting bagi persebaran ajaran nasrani sejak masa kolonial.

Ilustrasi: (kiri) Warga Koloni Salib Putih sekitar tahun 1927 (kanan) Gereja Salatiga Zending. Sumber: Dokumentasi Adif Fahrizal dalam “Salatiga: Riwayat Kehidupan Agama dan Sosial” 2020.

211
FACHRODIN set5.indd 211 11/10/2022 19.18.02

Jan Sihar Aritonang dan Karel Steenbrink mencatat, ada empat or ganisasi misionaris di masa Belanda yang bergerak di Salatiga. Keem pat organisasi itu ialah Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), Doopsgezinde Zendings Vereeniging (NZV), Nederlandsche Gerefor meerde Zendings Vereeniging (NGZV), dan Salatiga Mission (Salatiga Zending). Dari organisasi-organisasi ini lahir salah satu misionarisnya yang masyhur yakni Pieter Jansz, yang pernah menerjemahkan injil ke Bahasa Jawa dibawah pengawasan British and Foreign Bible Society. Tak hanya itu, aktivitas keagamaan juga diinisiasi oleh pasang an Belanda-Inggris Abraham Theodorus Johanes Van Emmerick dan Alice Cleverly yang mendirikan Witte-Kruise kolonie (Koloni Salib Putih) di Getasan, dekat Salatiga. Van Emmerick dan Cleverly ada lah pasangan yang peduli terhadap kaum miskin dan papa. Menurut catatan Adif Fahrizal, pasangan ini menyantuni para pribumi yang hi dup terlantar di sekitar Demak dan Semarang. Nantinya, para pribumi inilah yang diasuh, dididik untuk hidup mandiri melalui peternakan, dan diberdayakan melalui pendidikan. Ketika tulisan ini dibuat, je jak kedua pasangan itu masih terekam dalam pusat rekreasi bernama “D’Emmerick” di sekitar Jalan Lingkar Selatan. Penulis juga pernah menikmati pemandangan yang disajikan pada pusat rekreasi tersebut pada sekitar tahun 2019. Memasuki arena kolam renang di dalamnya, penulis langsung mendapat pemandangan yang indah dan dipuaskan dengan tata bangunan yang estetis meski sudah sangat tua dan nam pak merupakan sisa-sisa Belanda.

Di bidang pendidikan, salah satu pusat pendidikan kristen di In donesia juga berlokasi di Salatiga. Pada sekitar tahun 1956, bermula dari pusat pelatihan guru Satya Wacana, muncul ide untuk mulai me ngembangkan pusat pelatihan ini menjadi sebuah universitas (Uni versitas Kristen Satya Wacana, UKSW) dengan membuka fakultas Hukum, Ekonomi, Pendidikan, Bahasa, Teologi, Sosiologi, dan Tek nologi. Salah satu pemimpinnya ialah Prof. O. Notohamidjojo—seo rang pengacara dan pimpinan gereja yang dikenal baik di dalam atau di luar kalangan kristen.

Selain menjadi pusat pendidikan, UKSW juga pernah menjadi titik penting pada sejarah lahirnya diskusi tentang HAM pada masa

212
FACHRODIN set5.indd 212 11/10/2022 19.18.02

Wajah Islam Pertama dan Lahirnya Sekolah Teladan

Orde Baru. Di masa krisis ketika itu, Broto Semedi Wiryotenoyo, seo rang dosen etika di UKSW pernah menerbitkan buku berjudul “Ma nusia dan hak-hak asasi manusia”.

Wajah Islam Pertama

Meski telah menjadi pusat persebaran agama nasrani sejak masa kolonial, aktivitas keagamaan dari kalangan Islam juga tampak. Me nurut catatan Adif Fahrizal dalam “Salatiga dan Singkawang dari Masa Kolonial dan Masa Kemerdekaan: Potret Dua Kota Plural”, organisasi Islam Muhammadiyah menandai kegiatan pertama dari kalangan Is lam saat itu.

“Laporan Residen Semarang tahun 1929 menyebutkan bahwa di Onderdistrik Suruh yang masuk wilayah Distrik Salatiga tampak ada kemajuan aktivitas Muhammadiyah. Di samping Muhammadiyah men dapat izin memberikan pelajaran agama di Normaalschool Salatiga”

Hal yang sama juga tertulis dalam dokumen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Sayang, dari penelusuran penulis, ti dak ada potret yang pernah diabadikan untuk menerangkan kondisi saat itu. Menurut dokumen tersebut, pada sekitar tahun 1930-an ber dirinya Muhammadiyah ditandai dengan keberadaan HIS Muham madiyah. HIS ini nantinya bertransformasi menjadi Sekolah Rakyat (SR) hingga nantinya berkembang menjadi SD Muhammadiyah. Ber mula dari pendirian sekolah yakni HIS sebagai amal usaha Muham madiyah yang pertama, gerak organisasi Muhammadiyah Salatiga saat itu juga telah dimulai. Tidak hanya melakukan dakwah melalui seko lah, beberapa aktivitas seperti pengajian dari rumah ke rumah, hingga kongres Muhammadiyah pada tahun 1935 pernah diikutinya. Pada tahun 1933, solat ‘Id pertama juga pernah dilaksanakan oleh Muham madiyah dengan jumlah jama’ah sekitar 11 orang saja.

213
FACHRODIN set5.indd 213 11/10/2022 19.18.02

Selanjutnya, dicatat bahwa pada tahun 1939, pertemuan tabligh juga pernah diselenggarakan oleh Muhammadiyah Salatiga dengan mengundang para tokoh Islam lainnya termasuk dari kalangan komu nitas Cina yaitu Hadji Jap A Siong (Medan), dan Kijai Tjo Tjia Liong (Solo). Tabligh ini ikut menarik perhatian masyarakat Muslim Bumi putera.

Selain itu, dokumen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga menyebutkan, para tokoh Muhammadiyah saat itu bergerak bukan sekedar mendirikan sekolah formal saja. Sejarah berdirinya organisasi ini tidak terlepas dari semangat para tokoh pada masa itu untuk mela kukan amar makruf nahi munkar nyata melalui organisasi. Para tokoh tersebut di antaranya: Tirto Husodo, Asnawi, Nur, Abdul Mu’in, Kyai Irsyam dan Kyai Hasyim, K.H. Dachlan (dari Suruh), K.H. Mansyur (dari Ambarawa), Qulyubi, Syamsul Hadi (dari Suruh), Suwiryo dan Suryani. Kauman, sebagai “kampung Muslim” ketika itu menjadi sim bol munculnya geliat dakwah dari kalangan Islam.

214
Ilustrasi: Masjid Kauman Salatiga tahun 1950-an. Sumber: Dokumentasi Adif Fahrizal dalam “Salatiga: Riwayat Kehidupan Agama dan Sosial” 2020.
FACHRODIN set5.indd 214 11/10/2022 19.18.02

Wajah Islam Pertama dan Lahirnya Sekolah Teladan

Sekolah Berprestasi

Pada awal abad 20, seiring dengan gencarnya Politik Etis, peme rintah Belanda mulai mengorganisir kembali pemerintahan di bidang pendidikan untuk disesuaikan dengan kepentingan kolonial dan tun tutan zaman. Perkembangan sekolah dasar ketika itu salah satunya di tandai dengan munculnya HIS (Hollandsch-Inlandsche School, atau “Sekolah Belanda untuk Pribumi”). Termasuk di Salatiga, para tokoh Muhammadiyah ketika itu (sekitar tahun 1932) membangun HIS Mu hammadiyah.

HIS Muhammadiyah pada awal pendirian dipimpin oleh R. Muh. Djamil dari Yogyakarta. Siswa-siswinya dari berbagai golongan, de ngan mayoritas Islam dan Kristen. Pada sore hari, HIS Muhamma diyah digunakan untuk kegiatan diniyah. Kegiatan ini berlangsung sampai pada tahun 1970-an.

Dengan situasi dan kondisi yang terus berubah, dari Indonesia Merdeka hingga Orde Baru, HIS Muhammadiyah ikut menyesuaikan diri dengan zamannya. HIS Muhammadiyah pernah nyaris ditutup ka rena minat masyarakat yang turun untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Namun sekitar tahun 2002, keputusan akhirnya diam bil oleh PDM ketika itu untuk merombak total HIS Muhammadiyah dan membangun ulang konsep pendidikan di dalamnya. Diubahnya HIS Muhammadiyah ke SD Muhammadiyah Plus berarti banyak bagi perkembangan dakwah Muhammadiyah Salatiga pada tahun-tahun berikutnya.

Ketika tulisan ini dibuat, SD Muhammadiyah Plus telah menjadi pilihan favorit masyarakat kota Salatiga untuk menyekolahkan anak nya. SD Muhammadiyah Plus telah mendapatkan rekognisi yang baik dari masyarakat, dengan banyaknya prestasi yang didapat oleh para siswa, juga dari kalangan gurunya mulai dari tingkat lokal, regional, hingga nasional. Terakhir, pada 2017 pemerintah yakni Dinas Pendi dikan memberikan amanah kepada SD Muhammadiyah Plus untuk menjadi percontohan sekolah berkarakter di Kota Salatiga.

215
FACHRODIN set5.indd 215 11/10/2022 19.18.02

Khatimah

Sebagai wajah Islam pertama di kota Salatiga, Muhammadiyah telah mencatat perubahan yang penting bagi kota Salatiga utamanya di bidang pendidikan. Bermula dari usulan untuk mengembangkan HIS Muhammadiyah ke sekolah yang lebih sesuai dengan zamannya, saat ini sekolah Muhammadiyah di Salatiga yakni SD Muhammadiyah Plus telah menjadi sekolah yang dibanggakan oleh warga kota Salatiga.

216
FACHRODIN set5.indd 216 11/10/2022 19.18.02

Perjalanan Muhammadiyah di Kota Medan

Martin Sitompul

Sebelum menjadi organisasi Islam yang berpengaruh kuat di Sumatera Utara, para pendiri Muhammadiyah menghadapi sejumlah tantangan politis dan kultural.

Syahdan, sekelompok saudagar Minang kerap menyambangi ru mah penjual mie rebus bernama Entong Sahari di Jalan Nagapa tam 44 (kini Jalan Kediri, Kampung Keling) Medan. Mereka adalah pedagang Pasar Bundar kawasan Petisah yang datang pada malam hari untuk mengaji. Selain mengaji, para perantau itu sering berdisku si tentang gerakan Islam. Beberapa di antara mereka bernama Djuin Sutan Penghulu, Sutan Maradjo, dan Haji Syuaib. Menurut Kalimin Sunar dalam makalah yang termuat dalam Pro fil Muhammadiyah Sumatra Utara, para saudagar Minang itu telah menerima paham gerakan pembaharuan Islam di kampung halaman mereka. Gerakan pembaharuan itu tidak lain bernama Muhamma diyah yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 1912. Ketika mereka merantau ke Medan, ide untuk mendirikan Muham madiyah pun terbersit. Mereka kemudian menghimpun kawan-kawan yang sepaham dalam pertemuan di Nagapatam 44. Pada 1 Juli 1928, tersusunlah pengurus besar Muhammadiyah. Muhammad Said Harahap atau lebih dikenal Hr. Muhammad Said menjadi ketuanya yang pertama. Djuin Sutan Penghulu menjabat

217
FACHRODIN set5.indd 217 11/10/2022 19.18.02

wakil ketua sedangkan Mas Pono dari Yogyakarta sebagai sekretaris. Penetapan tersebut menandai berdirinya secara resmi organisasi Mu hammadiyah di Kota Medan.

Peran Hr. Muhammad Said

Menurut Usman Pelly dalam Sejarah Sosial Daerah Sumatra Uta ra, Kotamadya Medan, perantau-perantau Minangkabau adalah pen duduk kota Medan yang pertama mendirikan Muhammadiyah seba gai paguyuban keagamaan sukarela. Aktifitas ini telah dirintis sejak 1927 melalui kegiatan pengajian. Namun, ketika awal berdirinya Mu hammadiyah di Medan, perlu dicatat peran dari Hr. Muhammad Said. Said merupakan seorang organisator berpendidikan MULO. Se mula putra kelahiran Sipirok, Tapanuli Selatan ini aktif sebagai wa kil ketua Sarekat Islam di Pematang Siantar. Ketika menjabat ketua di Muhammadiyah, Said juga tercatat sebagai wartawan Pewarta Deli. Kepada para pembacanya, Said kerap mewartakan tentang kegiatan organisasi Muhammadiyah.

Di bawah kepemimpinan Said, Muhammadiyah berkembang pe sat. Misi organisasi terutama bergerak di bidang amal dan ibadah. Hal itu dilaksanakan dengan tabligh atau dakwah yang diurus oleh ma jelis dakwah. Sementara di bidang sosial, Muhammadiyah bergerak dalam pemberdayaan fakir miskin dan menyantuni anak yatim. Selain agama dan sosial, Muhammadiyah juga berkecimpung dalam gerakan pendidikan.

Majelis pendidikan Muhammadiyah giat membangun berbagai sekolah. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, menurut Khalijah Hasanuddin dalam Al-Jamiyatul Washliyah, 1930--1942: Api dalam Sekam di Sumatra Timur, Muhammadiyah mencari dana dengan mengadakan pasar malam amal. Beruntunglah Sultan Deli memin jamkan sebidang tanahnya di Jalan Raja (kini Jalan Sisingamangaraja) sebagai tempat gelaran pasar malam amal.

Sekolah Muhammadiyah merupakan gabungan antara sekolah agama (madrasah) dengan sekolah umum. Untuk mengikuti perkem bangan zaman, sistem pendidikannya pun mengikuti aturan guberne

218
FACHRODIN set5.indd 218 11/10/2022 19.18.02

Pengurus pertama Muhammadiyah Medan, 1927. Foto: medan-kota.muham madiyah.or.id. Sumber: “30 Tahun Muhammadiyah Sumatra Timur”.

men pemerintah kolonial. Sebagaimana dicatat tim penulis yang di ketuai Daud Manurung dalam Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatra Utara, selain madrasah, Muhammadiyah juga membangun HIS (sekolah dasar bumiputra) Muhammadiyah. Dengan demikian, Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi pelopor pendidikan modern di kota Medan.

Menghadapi Tantangan

Kendati bertumbuh di akar rumput, Muhammadiyah mendapat tantangan dari raja-raja kesultanan Melayu maupun kalangan tuan perkebunan di Sumatra Timur. Resistensi terhadap Muhammadiyah memang lekat dengan nuansa politis. Pasalnya, Muhammadiyah me nyinggung soal kedudukan umat Muslim di tengah masyarakat. Da lam tablighnya, Muhammadiyah acap menyisipkan perihal kesadaran kelas dalam kehidupan sosial.

“Dalam hal ini kedudukan sebagai masyarakat jajahan dan ke dudukan sebagai orang miskin dan bodoh telah disadarkan oleh Mu hammadiyah kepada anggota-anggotanya,” tulis P.P. Bangun, dkk da lam Sejarah Daerah Sumatra Utara. Selain dijepit oleh penguasa dari kubu Istana, Muhammadiyah juga mengalami perlawanan kultural. Kegiatan Muhammadiyah tidak

219
Perjalanan Muhammadiyah di Kota Medan
FACHRODIN set5.indd 219 11/10/2022 19.18.02

mendapat tempat di kalangan penduduk asli suku Melayu. Ulama-ula ma tua dari daerah Melayu (Langkat, Deli, dan Serdang) tidak me nyukai keyakinan kaum muda Muhammadiyah. Pun demikian bagi perantau Mandailing. Gerakan Muhammadiyah dipandang sebagai ancaman terhadap kedudukan mereka yang sarat dengan tradisi bu daya Melayu-Muslim.

Sikap kontra terhadap Muhammadiyah terjadi karena Muham madiyah mengusung gerakan pembaharuan. Sebagai gerakan baru, kaum muda Muhammdiyah kritis terhadap pembauran ritus kebuda yaan dengan praktik beragama. Muhammadiyah menganggap bid’ah kebiasaan yang telah lama berurat akar di kalangan penduduk Mela yu.  Beberapa contohnya seperti kenduri waktu kematian, ziarah ke makam keramat, dan talkin (membisikan kalimat syahadat bagi orang yang sekarat atau mendoakan mayat yang baru dikebumikan).

“Ulama-ulama di Sumatra Timur dan Tapanuli Selatan tidak da pat menerima anggapan itu, karena dalam pegangan ulama-ulama mazhab Syafi’i yang umumnya berpengaruh di daerah ini telah mem benarkan adat kebiasaan itu sebagai amal yang sah,” tulis Daud Manu rung dkk.

Penetrasi Muhammadiyah menyebabkan memudarnya citra pe nguasa feodal. Desa-desa yang sebelumnya berada di bawah pengaruh kaum tua dan wibawa sultan kini mulai resah. Akibatnya, aktifitas Mu hammadiyah di berbagai tempat harus menghadapi rintangan. Mulai dari menghalang-halangi anggota masyarakat yang akan menghadiri rapat-rapat umum Muhammadiyah sampai kepada penganiayaan ter hadap pimpinan dan anggota Muhammadiyah. Begitu pula dengan penjagaan ketat oleh opas (polisi) yang mengawal setiap tabligh Mu hammadiyah.

Abdul Mu’thi dalam 30 Tahun Muhammadijah di daerah Sumatra Timur mencatat, hampir sekalian sultan-sultan menolak dan mem benci Muhammadiyah. Hampir seluruh ulamanya dikerahkan untuk menentang Muhammadiyah. Di antara ulama itu bahkan ada yang memberikan fatwa: “Barangsiapa yang memasuki Muhammadiyah, maka kafirlah dia”. Fatwa tersebut menjadi pedoman bagi siapa saja untuk menentang ajaran Muhammadiyah dan anggota-anggotanya.

220
FACHRODIN set5.indd 220 11/10/2022 19.18.02

Perjalanan Muhammadiyah di Kota Medan

Sementara itu, menurut Dja’far Siddik tantangan yang dirasakan Muhammadiyah pada awal-awal berdirinya terutama datang dari pi hak penjajah, sultan, dan raja-raja. Dengan politik adu domba, pihak kolonial menggunakan para sultan sebagai kekuatan untuk menum pas Muhammadiyah. “Tidak mengherankan jika para sultan juga me manfaatkan sebagian ulama untuk menentang Muhammadiyah,” tulis guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatra Utara itu dalam jurnalnya “Dinamika Organisasi Muhammadiyah di Sumatra Utara” yang termuat di Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies, Vol.1 No.1 Januari-Juni 2017

Terus Melaju

Meskipun dihalau sedemikian rupa, siar Muhammadiyah bu kannya menciut. Gerakan dakwahnya malah semakin ditingkatkan dengan mendatangkan penceramah dari Sumatra Barat. Aktifitas Mu hammadiyah perkotaan ini meluas sampai ke kota pesisir lainnya se hingga memunculkan komunitas kecil (setingkat ranting). Setelah itu, tercatatlah pertumbuhan pesat Muhammadiyah yang bermula dari Medan.

Kian majunya Muhammadiyah tidak lepas dari penyelenggaraan Kongres Muhammadiyah ke-30 di Bukittinggi pada 14-26 Maret 1930. Itulah kongres pertama Muhammadiyah yang dihelat di luar Jawa. Ke giatan Muhammadiyah bahkan berkembang ke kota lain seperti, Pe matang Siantar, Binjai, dan Tanjung Balai.

Salah satu putusan penting hasil kongres di Bukittinggi adalah bahwa pada setiap karesidenan harus ada wakil Muhammadiyah. Per wakilan tersebut dinamakan Konsul Muhammadiyah. Hr. Muham mad Said yang tadinya merupakan Ketua Muhammadiyah cabang Medan ditetapkan sebagai Konsul Muhammadiyah Sumatra Timur. Hingga tahun 1937, mengutip data Majelis Diklitbang Muhammadiy yah dalam  1 Abad Muhammadiyah telah berdiri 22 cabang dan ran ting Muhammadiyah di Sumatra Timur.

Hr. Muhammad Said Said mengemban jabatan konsul Muham madiyah Sumatra Timur sampai akhir hayatnya. Dia wafat pada 22

221
FACHRODIN set5.indd 221 11/10/2022 19.18.02

Desember 1939. Berpulangnya Said kepada Sang Khalik dikenang de ngan rasa haru dan hormat. Ini ditandai dengan jumlah pelayat yang demikian besar. Begitupun dengan pemberitaan media yang melukis kan perasaan kehilangan.

Posisi Said selaku konsul digantikan oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang kemudian lebih dikenal sebagai Buya Hamka. Dalam suasana perkabungan, Karel Steenbrink dalam Pesantren Madrasah Sekolah  mengutip perkataan tegas Hamka ketika jama’ah dengan de rai air mata meratapi mendiang Hr. Muhammad Said. Kata Hamka, “Apa yang kita tangisi tuan-tuan? Siapa yang kita tangisi? Padahal al marhum yang kita cintai ini wafat meninggalkan jasa yang amat besar. Kalau hendak menangisi juga, sebaiknya tangisilah diri sendiri karena tidak mempunyai jasa sebesar almarhum Hr. Muhammad Said.”[]

222
FACHRODIN set5.indd 222 11/10/2022 19.18.02

Kapan Islam dan Muhammadiyah Hadir di Tanah Papua?

Sejarah Belum Dituliskan: Kapan Islam dan Muhammadiyah Tiba di Tanah Papua Muhammad Subarkah

Sampai hari ini soal sejarah kawasan Timur Indonesia khususnya Papua memang masih begitu menyimpan banyak misteri. Bahkan kalangan sejarawan mengatakan kawasan itu, khususnya Papua, ma sih gelap. Sangat jauh misalnya dengan sejarah kawasan barat Indo nesia yang tampak sangat terang. Apalagi sejarah kawasan Jawa yang disebut sudah transparan berkat jasa besar para sejarawan Belanda, salah satunya H.J. De Graaf, Soal sejarah Papua misalnya, dalam sebuah kesempatan mendi ang sejarawan lulusan Universitas Leiden, Belanda, Dr. Muridan me ngatakan sejarah kawasan itu harus lebih banyak ditulis dan dikaji. Terutama sejarah kawasan Papua yang oleh Belanda selaku ‘mantan tuan’ koloni Indonesia juga tak banyak mengkajinya. Pembahasan atau data mengenai Papua dalam arsip lama Belanda tak ada yang mandiri. Situasi wilayah ini selalu hanya ditempelkan secara sekilas ketika membahas situasi Maluku, Ternate dan Tidore.

‘’Jadi ketika saya studi arsip kuno Belanda soal Papua di Belanda, entri data Papua kebanyakan menempel pada soal-soal wilayah lain di Maluku, khususnya soal Kesultanan Ternate dan Tidore. Sedang kan kajian Indonesia soal wilayah itu baru mulai serius pasca integra si Papua di tahun 1960-an. Misalnya adanya kajian antropologis oleh

223
FACHRODIN set5.indd 223 11/10/2022 19.18.02

Prof Koentjaringrat,‘’ kata Muridan yang menulis disertasi soal Sultan Nuku dalam sebuah diskusi di Fakultas Sejarah UI. Beberapa pandangan berbeda menjelaskan bagaimana pertama kali Islam masuk dan menyebar di tanah Papua. Syiar Islam di negeri ‘Mutiara Hitam’ mulanya tersebar di wilayah Papua Barat. Masyarakat di sana menyakini, Islam lebih dahulu tersebar dibandingkan agama lain.

Masih gelapnya sejarah Papua secara umum, makin terasa bila ingin mengetahui kapan kiranya ajaran Islam sampai ke tanah terse but. Sampai hari ini bangsa Indonesia, khususnya kaum Muslim sen diri, juga belum banyak yang mengenalnya. Buku-buku ajar sejarah di sekolah-sekolah juga tak memuatnya. Kaum Muslim Indonesia secara umum, baik dai dan ulama, juga banyak tak mengenalnya.

Akibatnya, banyak yang terkejut bila menjumpai orang Muslim asal Papua karena mereka selama ini menyangka tanah itu begitu ter asing dari sentuhan ajaran Islam. Khususnya lagi peran Persyarikatan Muhammadiyah. Hal ini juga membuat Papua oleh Muslim Indonesia semakin dianggap sebagai wilayah serba ‘terra incognita’ (wilayah tak dikenal), alias antah berantah. Yang terdengar dari luar soal wilayah itu seolah hanyalah nestapa dan konflik.

Kapan Islam Tiba di Papua?

Sampai hari ini soal kapan Islam sampai ke Papua masih terjadi silang pendapat. Ada yang mengatakan mulai abad ke 13 Masehi, ada pula yang mengatakan itu terjadi seiring dengan eksisnya ajaran Islam di Kesultanan Tidore dan Ternate yang kala itu menguasai wilayah itu. Ajaran Islam pun kala itu dianggap masih menumpang lewat karena warga dari dua kesultanan itu tak berdiam di sana. Mereka hanya se kedar singgah untuk mencari teripang, ikan, kayu hitam, atau hasil laut dan hutan lainnya.

Bahkan dalam perkembangan terakhir ada klaim yang menyata kan ajaran Islam sudah eksis di Papua sejak dekade kedua tahun 1200 M. Indikasi ini berasal dari artefak sebuah Alquran kuno berukuran besar yang terdapat di Papua. Fakta ini dikatakan Raja Patipi ke XVI,

224
FACHRODIN set5.indd 224 11/10/2022 19.18.02

Kapan Islam dan Muhammadiyah Hadir di Tanah Papua?

H Ahmad Iba, dengan menegaskan bila Islam masuk ke Papua sejak 17 Juli 1224 M.

Iba mengisahkan, Islam dibawa oleh Syaikh Iskandar Syah ke Messia atau Mes Kerajaan Patipi. Saat itu Syaikh Iskandar bertemu de ngan seseorang bernama Kris Kris.

“Dan beliau (Syaikh Iskandar Syah, red) mengajarkan apabila ka lian ingin selamat, ingin sejahtera, kalian harus mengenal alif lam lam ha (Allah), dan mim ha mim dal (Nabi Muhammad SAW) dan dilan jutkan dengan pembacaan syahadat,” tuturnya.

Adanya silang pendapat itu hingga sekarang masih terjadi, mi salnya di antara pendapat sejumlah penguasa di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni-Manokwari. Masing-masing me miliki argumen berdasarkan informasi dari pendahulu mereka dan juga bukti sejarah yang menjadi peninggalan berharga. Salah satu bukti dari jejak awal penyebaran Islam di Papua adalah adalah berdiri nya tiga masjid bersejarah di sana. Alhasil mereka menyatakan bahwa awal Islam memang terjadi setelah ada komunitas Muslim yang jum lahnya signifikan mulai mendirikan tempat ibadah ini. Tiga masjid tertua di Papua ini adalah sebagai berikut:

1. Masjid Tua Patimburak

Saksi bisu penyebaran Islam di Kokas, Fakfak, Papua Barat, ada lah masjid tua di Kampung Patimburak. Tepatnya, masjid yang masih berfungsi hingga saat ini dibangun oleh seorang alim bernama Abuh ari Kilian pada 1870.

Menurut catatan sejarah, masjid dengan konsep sebuah gereja ini merupakan masjid tertua di Fakfak. Selama keberadaannya, masjid ini pernah beberapa kali direnovasi. Namun, bentuk aslinya tetap diper tahankan, seperti empat pilar penyangga yang terdapat di dalam mas jid dan lubang bekas peluru tentara Jepang.

Peneliti Balai Arkeologi Papua, menyebutkan bahan dasar arsitek tur Masjid Patimburak hampir keseluruhannya berasal dari lingkung an sekitar, yakni dari kawasan Teluk Berau yang terdapat di sekitar pesisir Fakfak. Menurutnya, bangunan masjid ini dari kayu, bambu,

225
FACHRODIN set5.indd 225 11/10/2022 19.18.02

pasir laut dan kapur sebagai campuran pasir laut untuk konstruksi temboknya, semua berasal dari sana.

2. Masjid Hidayatullah Saonek.

Masjid ini terletak di Jl H Rafana, memiliki luas tanah 12.588 me ter persegi. Luas bangunan mencapai 1.512 meter persegi. Masjid ini dapat menampung 200 jamaah. Ciri khas masjid ini adalah terdapat empat tiang kuning penyangga di dalam masjid. Masjid ini memiliki satu kubah besar yang didominasi warna putih dan kubah kecil yang berada di sekitarnya berwarna hijau.

Masjid ini dibangun pada tahun 1505. Ketika itu, Islam dise barkan oleh imam besar Habib Rafana yang kini diabadikan sebagai nama jalan menuju masjid tersebut. Makamnya terletak di atas bukit Pulau Saonek, Raja Ampat. Dia dikuburkan bersama istri-istrinya dan kucing peliharaan kesayangannya.

3. Masjid Abubakar Sidik

Masjid ini berdiri pada tahun 1524. Memiliki luas tanah 900 meter persegi dan luas bangunan 400 meter persegi. Lebih dari 2.000 jamaah mampu ditampung di masjid ini. Masjid yang terletak di Kampung Rumbati, Distrik Furwagi, Fakfak, ini masih memiliki model yang se derhana. Warna biru muda dan putih menghiasi bangunan tersebut. Terdapat dua tingkat dengan beratap seng. Bangunan di tingkat kedua hanya menutupi setengah bangunan. Luasnya lebih kecil da ripada bangunan di bawahnya. Masjid ini terletak di pinggir pantai dengan fondasi batu yang tinggi. Dan ketika mencari tahu soal kepastian kapan awal ajaran Islam tiba di Papua, seorang putra Papua yang merupakan alumni Universitas Al Azhar, Mesir, dan kini menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indone sia (MUI) Provinsi Papua Barat, Ahmad Nausrau, menyatakan belum bisa memastikannya. Menurutnya, pihaknya terus meneliti sejarah yang tercatat dan terdokumentasikan mengenai masuknya Islam di Papua. Ini bernilai strategis karena secara baik akan menjadi aset yang

226
FACHRODIN set5.indd 226 11/10/2022 19.18.02

Kapan Islam dan Muhammadiyah Hadir di Tanah Papua?

sangat berharga sekaligus warisan ilmu pengetahuan kepada generasi muda penerus bangsa.

“Jadi kamu orang Papua mengetahui sejarah dan peradaban para leluhurnya dimasa lalu. Setidaknya landasan filosofi pemikiran inilah yang menginspirasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua Barat untuk tergerak melakukan penelitian sejarah masuknya agama Islam di Tanah Papua, khususnya Papua Barat, ‘’ kata Ahmad Nausrau. Namun, lanjut Nausrau, boleh dibilang bahwa agama Islam meru pakan salah satu agama yang sudah cukup lama masuk dan berkem bang di Tanah Papua. Namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti kapan dan siapa yang pertama kali membawa agama Islam ke Tanah Papua.

‘’Untuk mengetahui sejarah itu tidaklah mudah seperti mem balikan telapak tangan. Semua harus dikaji dengan seksama,’’ ujarnya. Maka, lanjut Nausrau, perlu ‘mujahadah’ dan ikhtiar yang sung guh-sungguh agar hasilnya optimal dan tentu saja bisa dipertang gungjawabkan secara ilmiah keshahihannya.

Berawal dari sinilah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Pa pua Barat kemudian menggandeng peneliti dari LIPI dan pihak terkait lainnya untuk datang ke sejumlah daerah di Papua Barat yang disi nyalir sebagai tempat masuknya agama Islam pertama kali di Tanah Papua.

“Hasil penelitian ini pada akhirnya akan diseminarkan dan di jadikan tonggak baru peradaban Islam di Papua Barat. Insya Allah dokumen tersebut akan dijadikan buku dan bahan ajar di sejumlah pesantren dan madrasah di Papua Barat sehingga generasi muda yang akan datang mengetahui sejarah ini,’’ tegas Nausrau lagi.

Bukan hanya itu, kata Nausrau, berdasarkan hasil penelitian ini juga akan dibangunkan situs dan museum sejarah Islam di Papua Ba rat sehingga diharapkan nantinya bisa menjadi destinasi wisata religi di Papua Barat. Tentu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memperkaya hasil penelitian ini.

227
FACHRODIN set5.indd 227 11/10/2022 19.18.02

Kapan Hadirnya Muhammadiyah di Papua?

Sama halnya dengan kapan awal masuknya Islam di Papua, soal kapan waktunya Persyarikatan Muhammadiyah masuk dan eksis di Papua juga belum jelas benar, minimal ada kesepakatan. Padahal bila direnungkan, keberadaan Islam di sana terindikasi sangat jauh ren tang waktunya dengan eksistensi Muhammadiyah yang baru berdiri pada awal dekade kedua tahun 1900-an, tepatnya baru pada 18 No vember 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Jadi dalam soal sejarah yang lebih muda saja—eksisnya Per syarikatan Muhammadiyah—sangat wajar bila belum ada kepastian, apalagi sejarah yang lebih rumit dan tua soal keberadaan Islam di Pa pua, juga belum ada tanda-tanda kejelasan. Dua hal ini jelas samasama membingungkan dan butuh kajian yang sangat serius. Namun, khusus untuk soal data kapan Persyarikatan Muham madiyah mulai eksis di tanah Papua ada fakta yang menarik. Data ini didapat dari seorang akademisi di Universitas Papua (Unipa) yang ada di Manokwari, DR Mulyadi Djaya. Dia juga sekaligus menjadi ketua pengurus wilayah Muhammadiyah, Papua Barat. Dalam perbincangan dia pun mengakui, bila nasib kepastian awal sejarah eksistensi Persyarikatan Muhammadiyah sama juga dengan sejarah awal kedatangan ajaran Islam di sana. Indikasinya pun masih serba sumir, karena kemudian dikaitkan dengan kedatangan para ak tvis politik para pejuang kemerdekaan Indonesia yang saat itu menja lani hukum pembuangan di kamp Boven Digul. Selain itu, masih juga terasa sangat awal, karena soal eksistensi Muhammadiyah di Papua hanya ditandai dengan adanya shalat Idul Fitri atau shalat Ied bersama di lapangan. Dan ini juga masuk akal karena para ulama dan aktvis Muhammadiyah kala itu memang getol mengubah kebiasaan masyarakat yang selama ini menggelar shalat Ied di dalam masjid dengan menggantinya di luar ruang atau di lapangan terbuka. Alasan utamanya adalah untuk syiar Islam.

“Belum diketahui secara pasti kapan tradisi sholat ied di lapangan dimulai. Sebelumnya sholat Ied itu berjamaah di luar Papua diseleng garakan di masjid, suro atau mushalla. Nah, oleh Muhammadiyah ke biasaan ini diubah. Semangat ini meluas sampai ke Papua yang dibawa

228
FACHRODIN set5.indd 228 11/10/2022 19.18.02

Kapan Islam dan Muhammadiyah Hadir di Tanah Papua?

oleh para tokoh perjuangan bangsa yang kala itu dibuang ke Digul. Mungkin ini bisa menjadi salah satu indikasi mengenai awal spirit atau awal sosok organisasi Persyarikatan Muhammadiyah eksis di ta nah Papua,’’ kata Mulyadi.

Menurutnya di Papua shalat Ied di lapangan sudah berlangsung sejak tahun 1926 silam ketika seorang tokoh pejuang dari Aceh Teuku Bujang Selamat mengerahkan ummat Islam di Merauke—Papua pa ling timur—untuk merayakan hari raya di tanah lapang.

Dan tak hanya Teuku Bujang saja, aktivis Muhammadiyah yang kala itu dibuang ke Digul atau disebut juga sebagai orang ‘excil’ juga banyak terkena hukum buang di sana. Misalnya, pada saat yang sama juga ada sosok seorang mantan tokoh Muhammadiyah asal Solo yang juga dibuang ke Digul karena terlibat, bahkan dianggap salah satu se laku pengobar Pemberontakan PKI di Hindia Belanda tahun 1926. Dia bahkan dimakamkan di sana, tepatnya di Manokwari. Tak hanya itu di sana ada banyak pula tokoh ulama dan akivis perjuangan bangsa yang lain, seperti Moh Hatta yang juga dikenal sebagai sosok Muslim yang amat saleh.

Tapi berbeda dengan sosok H. Misbach yang kontroversial, Teuku Bujang yang sempat menjalani masa pembuangan selama 21 tahun itu sebelum kembali ke Aceh, kala berada di Digul memang aktif mem perkenalkan ajaran Islam. Meski dalam pengawasan ketat Belanda dan Teuku Bujang kerap mencuri waktu untuk berdakwah di Merau ke. Tujuannya untuk mengubah agar rakyat dan umat Islam di sana memperoleh hidup yang berkemajuan.

Bila ditelusuri lagi, mengenai siapa sebenarnya Teuku Bujang Se lamat, ternyata diketahui aslinya bernama Bujang Salim Bin Rhi Mah mud. Dia adalah anak muda Aceh yang pada pada tahun 1920-an ge tol melakukan dakwah agama Islam seklaigus melakukan pergerakan politik melawan Belanda.

Akibat aktivitas itu, Teuku Bujang dianggap orang paling berba haya bagi rezim kolonial. Dia kemudian ditangkap dan ditahan, ke mudian diasingkan jauh ke ujung timur kawasan Indonesia dan sangat terasing, yaitu dikurung dalam kamp tahanan di Boven Digul Merau ke pada 21 April 1922. Selama ditahan di Merauke sebelum dibawa

229
FACHRODIN set5.indd 229 11/10/2022 19.18.03

ke penjara Digul, kesempatan itu malah dipakai oleh Teuku Bujang Salim bersama anak-anak Muslim setempat untuk berdakwah di kam pung-kampung sekitarnya.

Pada saat itu, di Merauke dan Digul ummat Islam saat itu sudah mulai banyak. Terindikasi mereka mulai ada semenjak kurun waktu 1906-1919. Asal-usulnya antara lain berasal dari pegawai atau tenta ra KNIL yang ditugaskan oleh Pemerintah Belanda, para buruh tani perkebunan tebu milik Belanda yang didatangkan dari Jawa, dan para pedagang. Selama dalam masa pembuangan di Merauke aktivitas dak wah Teuku Bujang tak pernah surut dengan pendekatan cara khas Muhammadiyah, yaitu memelopori pelaksanaan shalat Iedul Fitri di lapangan terbuka yang waktu pelaksanaannya berdasarkan hasil me tode ‘hisab’, mendirikan gerakan kepanduan Hizbul Wathon, klub se pak bola, dan drumband. Bahkan untuk menunjang pendidikan putra-putri Muslim pada tahun 1929 aktvis pendakwah dan sekaligus aktivis politik ini mendi rikan madrasah pertama di Merauke. Bahkan madrasah tersebut kini termasuk lembaga pendidikan Islam tertua di Papua. Setelah itu dia juga membangun masjid yang sekarang bernama Masjid Nurul Huda, selain masjid Jami yang sudah dibangun pada 1915. Dan sekiranya da pat ditengarai dari situlah cikal bakal berdirinya pergerakan Muham madiyah. Atas segala aktvitas dakwahnya ini, Teuku Bujang Selamat yang kini berada di Meruake dicurigai Pemerintah Belanda. Akhir nya kemudian dia kembali ditangkap pada 1935. Dia kini dibuang ke Tanah Merah, Boven Digul yang lebih terisolir lagi di mana jaraknya sekitar 450 km dari Merauke. Jadi kini dia dibawa ke tanah pembu angan baru yang lebih berbahaya yang kala itu untuk mencapainya harus melalui hutan belantara dan melayari alur sungai yang ganas. Pada tahun 1942 saat Jepang menyerang ke Papua, Bujang Salim diungsikan ke hutan Bijan lalu dibawa balik kembali ke Merauke. Tak cukup dengan itu, untuk semakin melumpuhkan pergerakan ulama Aceh tersebut, pada tahun 1943 Belanda membawa Teuku Bujang ke Australia.

Semenjak itu, hingga tujuh tahun ke depan dia bermukim di Australia. Baru pada tahun 1950, berdasarkan perjanjian antara Be

230
FACHRODIN set5.indd 230 11/10/2022 19.18.03

Kapan Islam dan Muhammadiyah Hadir di Tanah Papua?

landa-Indonesia untuk pengembalian semua tahanan politik, Teuku Bujang Salim dikembalikan ke Jakarta dan pulang ke kampung kela hirannya Keude Amplah, Nisam, Aceh Utara.

Memang khusus untuk Teuku Bujang Salim, ada hal yang istime wa yang bisa menjadikan dia disebut sebagai salah satu pelopor akt vis dakwah persyarikatan Muhammadiyah di Papua. Hal itu terkait di masa awal sebelum Teuku Bujang Salim berangkat untuk diasingkan ke penjara yang disebut sebagai neraka dunia karena penuh dengan nyamuk malaria, dikelilingi sungai penuh buaya, dan hutan lebat, yak ni kamp pembuangan di Boven Digul. Hebatnya, meski terancam hi dup sengsara Teuku Bujang Salim tak gentar. Sebelum diasingkan dia tetap melanjutkan seruan perjuangannya dengan menyarankan kepada ummat Muslim untuk meminta tenaga guru ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta untuk melan jutkan pendidikan agama Islam tersebut. Maka pada tahun 1933 da tanglah Ustadz Jais yang dikirim oleh PP Muhammadiyah Yogyakarta untuk bertugas di Madrasah Muhammadiyah di Merauke itu. Beliau bertugas di sana sampai tahun 1935, lalu diganti oleh Ustadz Asrar bertugas sampai tahun 1936. Ustadz terakhir yang dikirim oleh PP Muhammadiyah Yogyakarta adalah Ustadz M. Chotib. Jadi, kedatangan Teuku Bujang Salim tersebut merupakan periode pertama berkembang serta eksisnya Persyarikatan Muhammadiyah di Papua yang berlanjut di Fakfak, Jayapura, dan Sorong hingga saat ini. Akhirnya, dalam kisah ini tercermin bagaimana dari dahulu warga Muhammadiyah memang terus berusaha melebur serta hi dup damai berdampingan dengan budaya dan warga lokal yang ber beda-beda. Sebuah pelajaran sejarah kehidupan yang indah dari ujung paling timur Indonesia.

231
FACHRODIN set5.indd 231 11/10/2022 19.18.03

Mengusir Kabut Hitam

Ranting Muhammadiyah Kadipiro Berkiprah Menggugah Masyarakat Muhammad Bintang Akbar

Sejarah pergerakan Islam di Indonesia mengalami dinamika yang panjang dan kompleks. Berbagai fase mulai dari kedatangan Islam hingga peranannya di abad ke-21 tak terlepas dari aktor maupun or ganisasi yang ada di negeri ini. Salah satu babak menarik dalam narasi sejarah terkait hal ini adalah kelahiran dan dinamika Muhammadi yah. Organisasi yang diejawantahkan dengan gerakan tersebut digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Muhammadiyah pun memulai kiprahnya. Berbagai kegiatan mulai dari aspek sosial hingga keagamaan di garap oleh organisasi yang kini sudah berusia 100 tahun lebih. Melalui pilar feeding untuk kesejahteraan, healing untuk kesehatan, dan scho oling untuk pendidikan maka fokus utama dari pergerakan organisasi adalah menuntaskan tugas kemanusiaan untuk memberdayakan sum ber daya manusia. Menariknya, K.H. Ahmad Dahlan bukanlah seo rang penguasa wilayah yang dengan serta merta dapat mengintervensi pemikiran dan tindakannya dari atas, semua dimulai dari bawah.

Beliau dan santri-santri Langgar Kidul Kauman memulai seca ra perlahan namun pasti. Mengusir keberadaan kabut hitam untuk menggugah umat Islam mengenai kemajuan dan modernitas. Dimu lailah melalui ibadah ritual yang harus berpadu melalui ibadah sosi al. Latar belakang sebagai pengusaha batik membuat dukungan dari rekan sejawat mengalir. Tak sampai di situ, toleransi yang dijunjung

232
FACHRODIN set5.indd 232 11/10/2022 19.18.03

Mengusir Kabut Hitam

tinggi membuat sosok Kiai ini juga turut mengajar di Kweekschool Yogyakarta milik Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda hingga belajar organisasi modern kepada Boedi Oetomo.

Berkaca pada embrio dan latar belakang rintisan Muhammadi yah, tak heran apabila kini menjadi salah satu organisasi terbesar di Indonesia. Sejak awal, merintis dari bawah atau yang sekarang akrab disebut “memulai dari cabang dan ranting” telah terbukti menjadikan nya kuat karena mengakar di masyarakat. Tercatat ada 8 ribuan ran ting Muhammadiyah di seluruh Indonesia dan tentunya memiliki ce rita perjuangan masing-masing. Dalam hal ini, salah satu ranting yang memiliki perjuangan tak mudah namun sarat makna adalah Ranting Muhammadiyah Kadipiro yang berada di Bantul, Yogyakarta. Ranting Muhammadiyah Kadipiro tidak dapat terlepas dari kip rah empat sosok yang merupakan keluarga bersama seorang menantu. H. Ahmad Usman (Mbah Usman), Hj. Tumiyem (Mbah Tum), dan Siti Nuryati (Budhe Yati) merupakan satu keluarga. Ditambah dengan H. Tubin Sakiman (Pakde Sakiman) yang merupakan suami dari Siti Nuryati. Apabila dirunut secara genealogis-historis, maka persentuh an dengan Muhammadiyah sebenarnya sudah ada dalam keluarga ini. Berikut informasi singkat mengenai empat sosok perintis Ranting Muhammadiyah Kadipiro.

Mbah Usman lahir di Moyudan, Sleman, Yogyakarta pada 10 November 1913. Masa kecil yang dihabiskan sebagai anak desa ten tu membuatnya mengenal Islam bercampur dengan budaya kejawen. Menurut pengakuannya kepada Ahmad Riyatno dan Nur Masrini, cucu sekaligus Putra Pakde Sakiman dan Budhe Yati bahwa ketika remaja, beliau turut membawa bendera Muhammadiyah ketika ada pertemuan besar persyarikatan di Yogyakarta. Berdasarkan pengaku an tersebut, maka dapat dipastikan bahwa beliau turut serta di Rapat Tahunan atau di Kongres Muhammadiyah. Walaupun telah mengenal Muhammadiyah yang merepresentasikan gerakan modern Islam, na mun tradisi kejawen yang dimilikinya seperti berdoa di makam, tah lilan, hingga gendurenan masih tetap dilakukan. Keaktifan berdakwah keislaman melalui bendera Muhammadiyah ditekuni sembari menja lankan profesi keseharian sebagai petani dan pedagang.

233
FACHRODIN set5.indd 233 11/10/2022 19.18.03

Mbah Tum lahir di Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta lalu pindah ke Singosaren, Yogyakarta. Posisi geografis tempat tinggal nya yang tak jauh dari kantor pusat Muhammadiyah membuat sosok perempuan tangguh ini mengenal Muhammadiyah secara kultural. Sebelum menikah dengan Mbah Usman, beliau pernah menikah de ngan seorang bernama Hasyim kemudian memiliki satu anak berna ma Tjahjoto Wasidul kemudian bercerai. Keseharian hidupnya diisi dengan bekerja sebagai seorang penjahit. Di samping itu, ia juga me nunaikan kewajiban sebagai Ibu yang mendidik anak-anaknya dan mendampingi suami dalam kiprah baik di rumah tangga, pekerjaan, maupun persyarikatan Muhammadiyah.

Budhe Yati lahir di Singosaren, Kota Yogyakarta pada 21 Maret 1942. Perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Mu’allimat Yogyakarta ini selain aktif berkegiatan di Muhammadiyah dan ‘Aisyi yah, juga menjadi pengusaha roti dan pedagang kelontongan. Kepi awaiannya dalam beberapa aspek kehidupan turut membantu gerak langkah Ranting Muhammadiyah Kadipiro. Dalam pemberdayaan masyarakat, beliau dikenal sebagai motor penggerak ibu-ibu baik se cara umum maupun keagamaan. Kegiatan lain sebagai istri seorang guru Muhammadiyah juga membuatnya tak luput dari aktivitas da lam pengelolaan pendidikan seperti turut membantu di asrama SPG Muhammadiyah 1 Yogyakarta atau kini Asrama “Siti Chodijah” SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.

Terakhir, Pakde Sakiman yang lahir di Kaliduren, Moyudan, Sle man, Yogyakarta pada 1 Januari 1935. Tumbuh berkembang di wi layah yang mayoritas warga Muhammadiyah baik secara struktural maupun kultural tentu banyak mempengaruhi sosok yang kelak men jadi nahkoda Muhammadiyah baik dari Pedukuhan Kadipiro hingga Kabupaten Bantul. Pendidikan pertamanya didapatkan dari dona tur Katolik di Sekolah Rakyat Kanisius Klepu, Sleman (sekarang SD Kanisius Klepu) dan hidup dengan orang tua Islam-Kejawen. Beliau juga bercerita bahwa dahulu ketika bersama keluarga donatur Katolik maka akan bertindak secara Katolik baik secara sosial maupun ritual, kemudian menjadi Islam ketika pergi dari keluarga tersebut. Kakak nya yang bernama Muhadi (Pak Muh) dan teman-teman di sekitarnya

234
FACHRODIN set5.indd 234 11/10/2022 19.18.03

Mengusir Kabut Hitam

juga berlaku demikian namun Pakde Sakiman dan Pak Muh kemu dian mengenyam pendidikan lanjutan di Sekolah Pendidikan Guru Agama Atas Negeri 1 Yogyakarta sehingga akidahnya terselamatkan.

Ia memilih bersekolah di lingkungan Katolik tentu dengan meli hat konteks yang berkembang pada masa tersebut. Kekurangan biaya, fasilitas pendidikan yang minim, dan jalan kesuksesan hanyalah se kolah maka pilihan tersebut sangatlah bijak. Pakde Sakiman dan Pak Muh memang “kembali” kepada Islam secara utuh namun ada bebe rapa saudaranya yang memilih menjadi Katolik sejati sebagai bentuk penghormatan atas jasa donatur namun itu semua dapat disikapi seca ra toleran. Setelah lulus dari SPGAA Negeri 1 Yogyakarta pada tahun 1956, Pakde Sakiman kemudian menjadi guru di Sekolah Rakyat Ne geri Sambas, Kalimantan Barat dari tahun 1956-1962 sedangkan Pak Muh menjadi guru kemudian kepala sekolah dan terakhir pengawas di Yogyakarta. Cerita menarik ketika di Sambas selain mandi di su ngai, beliau juga turut mengajar bahasa Inggris bagi biarawati-biara wati kemudian menyambut kedatangan Perdana Menteri Burhanudin Harahap. Setelah kembali ke Yogyakarta, beliau pun ditempatkan un tuk mengajar SLTP (sekarang SMP) di Sleman, dipindahkan ke Ban tul, dan terakhir mengajar di SPG Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta.

Kiprah Ranting Muhammadiyah Kadipiro sebenarnya tidak be gitu baru di wilayah tersebut. Dalam website resmi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kasihan, gerakan Muhammadiyah telah masuk ke wilayah Kasihan pada 1923 namun tak ada bukti tertulis dari mana kah dimulainya Muhammadiyah Kasihan. Apabila diverifikasi bahwa keberadaan Pimpinan Cabang Muhammadiyah telah hadir pada ta hun 1923 itu sangat logis, karena Muhammadiyah secara akar rumput mulai berkembang di Bantul pada 1921, yang ditandai dengan berdiri nya gerombolan atau group (sekarang ranting) Srandakan dan Imogi ri. Seiring berjalannya waktu, dikeluarkanlah Surat Ketetapan nomor 1374/B. tanggal 6 September 1958 dari Pengurus Muhammadiyah Cabang Kota Yogyakarta berisi menetapkan dan mengakui secara sah Ranting Muhammadiyah Kadipiro.

235
FACHRODIN set5.indd 235 11/10/2022 19.18.03

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Posisi Ranting Muhammadiyah Kadipiro yang berada di Bantul namun berdiri dengan Surat Keputusan Pimpinan Cabang Muham madiyah Kota Yogyakarta karena Cabang Bantul (atau kini dikenal Pimpinan Daerah Muhammadiyah) belum berdiri. Menurut peneliti an skripsi Yudia Wahyudi yang berjudul Muhammadiyah Daerah Ka bupaten Bantul 1965-1999, Muhammadiyah Cabang Bantul baru mu lai dirintis tahun 1965 sedangkan Ranting Muhammadiyah Kadipiro disahkan pendiriannya pada 6 September 1958. Maka dari itu, jarak geografis yang tidak jauh dengan Kota Yogyakarta membuat Ranting Muhammadiyah Kadipiro menginduk pada Cabang Muhammadiyah Kota Yogyakarta.

Rumah di Jl. Wates No. 35 KM 2 Pedukuhan Kadipiro, Kalurah an Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Isti mewa Yogyakarta tersebut adalah saksi bisu perintisan Ranting Mu hammadiyah Kadipiro. Sebelum berdiri kepengurusan secara resmi, bangunan tua yang dibeli dari bekas seorang seniman Kraton Yogya karta tersebut pernah digunakan sebagai markas Palang Merah Indo nesia. Pasalnya, Palang Merah Indonesia meminjam sebagian rumah itu ketika terjadi Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta 1948-1949. Setelah Indonesia dan Belanda selesai dengan Konferensi Meja Bun dar 1949 kemudian Yogyakarta menjadi aman maka kembalilah ru mah ke fungsi awalnya sebagai hunian.

Mbah Usman juga memiliki indekos untuk pelajar dan mahasis wa dari desa yang hendak menuntut ilmu di Kota Yogyakarta. Seorang lelaki desa yang tak lain adalah Pakde Sakiman membuatnya terpikat karena kebaikannya kemudian direstui menjadi menantu untuk put ri keduanya, Budhe Yati. Kesamaan pemahaman, aktivitas sosial, dan sebagainya membuat Mbah Usman cocok untuk semakin bersyarikat di Muhammadiyah. Setelah Pakde Sakiman kembali ke Yogyakarta, disitulah Ranting Muhammadiyah Kadipiro mulai berkembang pesat dan melahirkan banyak “peninggalan sosial”.

Pedukuhan Kadipiro sendiri merupakan salah satu daerah yang dipandang tidak baik oleh orang-orang di luar pedukuhan. Krimina litas, perjudian, konsumen miras, hingga aktivitas pelacuran menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Kadipiro. Kala itu, Mbah Usman

236
FACHRODIN set5.indd 236 11/10/2022 19.18.03

Mengusir Kabut Hitam

adalah salah seorang yang memahami agama baik secara ritual dan sosial, yang mulai merespons keadaan sekitarnya. Beliau tidak memu lai dakwah dengan paksaan melainkan menunjukkan ketauladanan. Dirubahlah salah satu ruang di rumahnya untuk dijadikan semacam tempat ibadah. Walau kecil, namun sholat fardu dan sholat Jum’at ber jamaah dapat didirikan sekitar tahun 1950-an seiring dengan berdi rinya Ranting Muhammadiyah Kadipiro. Idul Qurban pertama juga diadakan di Kadipiro atas inisiasi Mbah Usman. Beliau membawa see kor kambing ke daerah Jagalan di Kota Yogyakarta untuk disembelih. Selesai disembelih, dibawalah pulang bersepeda dengan kerondo. Se sampai di rumah, dibagikan kepada warga sekitar rumahnya. Takbiran keliling yang semula tidak pernah ada maka diinisiasi oleh Mbah Usman terutama takbiran hari raya Idul Fitri. Melihat an tusias anak-anak saat malam takbiran tersebut, beliau berinisiatif un tuk memberikan uang “salam tempel” sebagai bentuk sedekah, aprea si, dan tradisi syawal. Kebiasaan membagikan uang untuk anak-anak tersebut tetap berlangsung hingga kini. Bahkan, orang tua yang dahu lu ketika kecil mendapatkan uang tersebut merasa sangat senang dan memiliki kisah tersendiri yang membahagiakan. Sedikit demi sedikit, cahaya keimanan kepada Allah SWT mulai tampak di Kadipiro dan sekitarnya dengan ditutupnya pelacuran bernama “Gedong Bentet” di Kadipiro dan mulai mereduksi aktivitas-aktivitas negatif lainnya seca ra perlahan.

Gesekan politik pada rentang tahun 1960-an juga menjadi na rasi sejarah yang tak terlupakan bagi Ranting Muhammadiyah Ka dipiro. Pakde Sakiman adalah pengurus Partai Masyumi tingkat kelurahan dan pernah menjabat Dewan Perwakilan Rakyat Kalur ahan-Gotong-royong ditambah sebagai pengurus Muhammadiyah. Praktis kelompok kiri yang kala itu “memilih” untuk berseberangan secara terang-terangan kerap menantang. Kantor Ranting Muhamma diyah Kadipiro tidak luput dari teror bahkan Pakde Sakiman ketika berada di rumah tidak pernah jauh dari parang dan pedang. Namun, keadaan tersebut dapat dikendalikan ketika keamanan dari Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) diperban tukan untuk mengamankan keadaan di sekitar rumah selama 24 jam.

237
FACHRODIN set5.indd 237 11/10/2022 19.18.03

Mereka datang dari daerah seperti Kauman, Suronatan, Notoprajan, Ambarbinangun, dan sebagainya bahkan anggota TNI-AD dari Ko mando Distrik Militer (Kodim) Bantul turut membantu.

Setelah gejolak politik 1960-an usai, Ranting Muhammadiyah Ka dipiro pun merintis pemulihan hubungan dengan semua pihak. Tidak ada yang dibedakan dan semua dapat memberikan kontribusinya bagi Islam dan negara. Hal tersebut justru memicu perkembangan signifi kan mulai tahun 1967 karena didirikan langgar kecil di tanah wakaf Mbah Usman dan Budhe Yati untuk memperkuat kegiatan keagamaan baik ritual maupun sosial. Kini, langgar tersebut telah berubah men jadi Masjid Ibrahim Kadipiro sejak direnovasi pada 1990an dan di wakafkan tahun 1991. Tercatat, Mbah Usman telah mewakafkan dua tanah lain atas nama putra dan putrinya. Wakaf tanah untuk Masjid Nurul Huda di Singosaren atas nama Ahmad Usman dan Tjahjoto Wasidul tahun 1963 dan wakaf tanah untuk Masjid Labbaik di Sono pakis Kidul atas nama Ahmad Usman dan Siti Nuryati tahun 1991. Terinspirasi perjuangan bapak mertua yang ulet dalam mem berdayakan umat, Pakde Sakiman pun turut bergerak dengan caranya sendiri. Beliau menginisasi kelahiran beberapa masjid dan mushola baik yang ada di Pedukuhan Kadipiro maupun Kelurahan Ngesti harjo. 4 masjid dan 2 mushola yang ada di Pedukuhan Kadipiro pun tak lepas dari tangan ringannya. Membantu tetangga yang kesusahan memenuhi kebutuhan sembako kerap dilakukan sebagai wujud pelak saan Surah Al-Maun. Beliau juga memiliki fonds sendiri agar anakanak yang putus sekolah atau anak-anak nakal yang ia ketahui dapat bersekolah. Seorang laki-laki yang memilih jalan preman dan dekat dengan kalangan kiri bukan dijauhi oleh Pakde Sakiman tetapi dirang kul dan disekolahkan ke Mu’allimin Yogyakarta. Setelah lulus, ia dibe num di Kalimantan, mendapatkan jodoh perempuan Kalimantan, dan kembali ke Yogyakarta. Laki-laki tersebut mengaku kepada kolegan ya yang juga kolega Pakde Sakiman bahwa apabila ia tidak dirangkul Pakde Sakiman maka akan tetap menjadi preman. Pakde Sakiman pun juga mengembangkan relasi keorganisasi an Muhammadiyah dari semua kalangan. Profesi Budhe Yati sebagai pengusaha roti membuat komunikasi dengan pengusaha-pengusaha

238
FACHRODIN set5.indd 238 11/10/2022 19.18.03

Mengusir Kabut Hitam

Tionghoa Yogyakarta cukup intens sehingga mereka pun tidak segan untuk membantu beliau. Di samping itu, pengusaha kayu Katolik ber nama Pak Cip dari Solo dan pengusaha kayu Muslim bernama Pak Kasim dari Kalimantan yang sama-sama tinggal di Kadipiro turut ser ta mendukung geliat dakwah Pakde Sakiman. Membantu kayu-kayu untuk pembangunan masjid, mushola, dan fasilitas umum adalah gambaran sinergitas inklusif Ranting Muhammadiyah Kadipiro. Pak Sunardi Sahuri, seorang da’i terkenal Yogyakarta pun akrab dengan Pakde Sakiman hingga Pak Sunardi dipanggil “bodong” sebagai wujud keakraban dan Pakde Sakiman pernah ditawari menjadi pembimbing haji namun belum menerima tawaran tersebut hingga Pak Sunardi meninggal. Melihat keadaan masyarakat Kadipiro yang sudah mulai memba ik, Pakde Sakiman pun memiliki ide untuk “menempatkan” anak-anak yang dulu disekolahkan maupun yang dibimbingnya ke beberapa titik di Kadipiro. Tujuannya selain sebagai “banteng dakwah” juga sebagai motor penggerak kegiatan. Hasilnya, banyak kegiatan yang lahir dari inisasi anak-anak tersebut baik keagamaan maupun sosial. Tercatat, Remaja Pecinta Masjid Kadipiro pernah didirikan hingga kegiatan ke olahragaan seperti Pencak Silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Kepiawaian Pakde Sakiman dalam memberdayakan masyarakat mem buatnya turut dipercaya sebagai tokoh masyarakat dan memegang po sisi di kepemimpinan akar rumput seperti ketua Lembaga Kemasya rakatan Desa (LKD). Tak heran apabila renovasi Lapangan Dasawarsa Kadipiro, beberapa jalan desa, lobi pembebasan lahan yang kemudian menjadi Lapangan SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta Unit Kadipiro, dan renovasi SPS PAUD Tanjung Kadipiro tidak lepas dari pengeja wantahan jiwa solidaritas sosialnya. Kegiatan keagamaan yang berupa pengajian-pengajian masif di lakukan. Mulai dari pengajian anak-anak sebagai pelengkap kegiatan Taman Pendidikan Quran, pengajian ibu-ibu tanggal 17 setiap bulan, dan pengajian bapak-bapak tanggal 15 setiap bulan adalah hasil ide dasar seorang Pakde Sakiman. Tak hanya mengkaji ketuhanan, urusan sosial kemanusiaan pun juga disentuh. Pengajian yang identik dengan membahas ayat-ayat Alloh juga diejawantahkan dengan jaring penga

239
FACHRODIN set5.indd 239 11/10/2022 19.18.03

man sosial seperti santunan hingga simpan pinjam di pengajian Rabu kedua Masjid Ibrahim Kadipiro untuk kegiatan positif jamaahnya. Pak de Sakiman memang berdakwah dengan cara kultural namun justru melalui cara itulah, Islam dapat dipahami oleh siapa saja. Di luar kepengurusan Muhammadiyah, Pakde Sakiman juga tu rut andil dalam mempromosikan Universitas Muhammadiyah Yogya karta (UMY). Posisi sebagai guru SPG Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang dipinjam banguannya untuk perkuliahan UMY membuatnya de kat dengan perintis kampus baru tersebut. Keluwesan sosok ini dalam mencari mahasiswa baru dapat dilihat dari jawabannya ketika orang tua atau calon mahasiswa mempertanyakan kenapa ditawari kampus swasta. Jawaban singkat namun jelas dilontarkan Pakde Sakiman ke pada mereka, “Wong Muhammadiyah ki yo sekolah e neng Muham madiyah” (Orang Muhammadiyah itu sekolahnya ya di Muhamma diyah). Jawaban tersebut kemudian menimbulkan keyakinan yang mantap untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan milik persya rikatan Muhammadiyah. Setelah pensiun mengajar pada 1995, beliau lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai pendakwah masyarakat yang sudah digeluti sejak kembali ke Yogyakarta. Beliau juga menjadi tokoh masyarakat bahkan kerap dimintai pendapat oleh Idham Sama wi yang kala itu menjabat Bupati Bantul.

Perjalanan kedua bagi Ranting Muhammadiyah Kadipiro dimulai dengan restrukturisasi kepengurusan. Ranting Muhammadiyah Kadi piro yang memulai debut sebagai rintisan kelahiran Muhammadiyah dari akar rumput telah selesai dan digantikan Ranting Muhammadi yah Ngestiharjo yang setingkat desa. Dari sebuah keikhlasan untuk menggugah umat, Ranting Muhammadiyah Kadipiro hanya mengusir kabut hitam sehingga tidak mengusir siapa pun yang tersesat di da lamnya sehingga dapat melihat pemandangan kemajuan umat setelah kabut itu pergi. Seorang yang berkiprah di Cabang Muhammadiyah Kasihan sejak lama pasti tidak asing dengan nama Pakde Sakiman sebagai sosok yang teguh dan selalu berada di garda terdepan untuk umat berkemajuan.

Kini, Ranting Muhammadiyah Kadipiro telah menjadi embrio kelahiran ranting-ranting lain di wilayah Kasihan yaitu: Ranting Mu

240
FACHRODIN set5.indd 240 11/10/2022 19.18.03

Mengusir Kabut Hitam

hammadiyah Tirtonirmolo Barat, Ranting Muhammadiyah Tirtonir molo Timur, Ranting Muhammadiyah Tirtonirmolo Selatan, Ranting Muhammadiyah Tirtonirmolo Utara, Ranting Muhammadiyah Tirto nirmolo Tengah, Ranting Muhammadiyah Ngestiharjo Utara, Ranting Muhammadiyah Ngestiharjo Selatan, Ranting Muhammadiyah Nges tiharjo Tengah, Ranting Muhammadiyah Bangunjiwo Barat, Ran ting Muhammadiyah Bangunjiwo Timur, Ranting Muhammadiyah Tamantirto Utara, dan Ranting Muhammadiyah Tamantirto Selatan. Dibalik banyaknya ranting tersebut, ada sejarah panjang mengenai se mangat Al-Maun untuk membentuk masyarakat yang berkemajuan.

241
FACHRODIN set5.indd 241 11/10/2022 19.18.03
Masjid Ibrahim Kadipiro, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Tanah yang diwakafkan oleh Mbah Usman dan Budhe Yati.

Masjid Labbaik Sonopakis Kidul, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Tanah yang diwakafkan oleh Mbah Usman dan Budhe Yati.

Masjid Singosaren, Wirobrajan, Yogyakarta. Tanah yang diwakafkan oleh Mbah Usman dan Pak Tjahjoto Wasidul.

242
Dari Pelosok Menyinari Negeri Potret Mbah Usman Potret Mbah Tum Potret Budhe Yati
FACHRODIN set5.indd 242 11/10/2022 19.18.03
Potret Pakde Sakiman

Mengusir Kabut Hitam

Pakde Sakiman di Kalimantan Barat bersama teman-teman menyambut Burhanudin Harahap. Hijau untuk Pakde Sakiman dan Merah untuk Pak Burhan.

243
FACHRODIN set5.indd 243 11/10/2022 19.18.03
Pakde Sakiman (kanan duduk) bersama murid-murid dan guru-guru SR Negeri Sambas, Kalimantan Barat.
244
Dari Pelosok Menyinari Negeri Surat Tanda Tamat Belajar Pakde Sakiman dari SR Canisioes Klepoe.
FACHRODIN set5.indd 244 11/10/2022 19.18.03
SK pendirian Ranting Muhammadiyah Kadipiro
245
Mengusir Kabut Hitam Bekas kantor Ranting Muhammadiyah Kadipiro
FACHRODIN set5.indd 245 11/10/2022 19.18.03
Pakde Sakiman bersama teman-teman guru dari SPG Muhammadiyah 1 Yogya karta.

Sang Surya di Kampung Warmon Kokoda14

Cakrawala terbentang ke mana pun mata memandang. Dari balik mega-mega di ufuk barat, matahari bergerak perlahan masuk ke perut bumi. Arak-arakan awan sesekali menghalangi pesona senja ke merah-merahan. Ini pertama kalinya saya menikmati senja di tengah laut lepas. Kami sedang berada di bagan milik Kampung Warmon Ko koda. Ada Anang Trioso, Fathur, Andi, dan Yudi dari LP3M Univer sitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong. Syamsuddin, Daeng, dan Maulana sebagai sawi. Ditambah saya dan Indra yang ber tugas meliput nominator Muhammadiyah Award 2019 di Indonesia Timur.

Setelah matahari tenggelam, kami turun ke lomboat yang diikat di timur bagan, bersiap kembali ke Kampung Warmon Kokoda, Distrik Mayamuk, Sorong, Papua Barat. Tidak mudah berjalan di atas rangka kayu yang mengitari bagan. Tak mudah juga turun mecapai lomboat yang terus bergoyang diterpa angin dan arus air. Bagan berbentuk se macam rumah perahu, tempat menangkap ikan di laut yang menggu nakan cadik untuk peletak jala yang dibenamkan, dilengkapi dengan lampu agar ikan mendekat.

14 Tulisan ini pernah dimuat di laman suaramuhammadiyah.id. Dapat diakses di http://www.suaramuhammadiyah.id/2020/01/24/sang-surya-dikampung-warmon-kokoda/

15 Wartawan Suara Muhammadiyah

246
FACHRODIN set5.indd 246 11/10/2022 19.18.04

Sang Surya di Kampung Warmon Kokoda

Para sawi bergantian datang ke bagan ini setiap malam. Bagan yang dikelola Badan Usaha Milik Desa ini berkonstribusi pada ke berdayaan warga, selain usaha peternakan ayam. Hasil keuntungan bagan sepertiganya digunakan untuk biaya operasional, sepertiga un tuk upah sawi, dan sepertiga sisanya sebagai keuntungan yang masuk ke kas BUMDes. “Ke depan, kita berencana mengadakan Pasar Desa untuk penjualan hasil ikan dari bagan. Saya sudah lihat potensinya. Insyaallah ke depan kita adakan itu melalui dana BUMDes,” tutur Ari Syamsuddin Namugur (30 tahun), Kepala Kampung.

Mesin lomboat mulai berderu membelah laut menuju daratan. Terpaan angin malam dan percik air membuat suasana begitu mene duhkan. Menjelang bibir muara, Daeng yang bertugas di bagian mesin perahu kayu ini memelankan kecepatan. Di bagian depan, Maulana awas melihat sekeliling. Kiri-kanan diamati dengan seksama. Kami memasuki sungai lebar yang terbilang liar. Perlahan, lomboat sepan jang delapan meter dan menggunakan mesin tempel berkapasitas 40 PK ini merangsek ke sungai rawa-rawa.

Selubung hitam semakin pekat ketika kami marangsek ke tengah hutan. Lebar sungai di sana sini menyempit. Daeng dengan cekatan mengangkat mesin ketika melewati kawasan yang dipenuhi sampah dahan kayu. Maulana yang berdiri di depan terus memberi aba-aba. Berulang kali terdengar teriakan: awas kepala! belok kiri! pelan! ang kat mesin! mundur!.. Dua kru bagan ini telah terbiasa. Tidak tampak raut kecemasan setiap tiba-tiba mesin lomboat mati karena kemasuk an sampah, atau ketika ujung depan lomboat menabrak bakau.

Kami yang duduk di lambung perahu diminta menyalakan senter gawai. Semua senter yang menghasilkan cahaya remang itu diarahkan ke depan, kiri, dan kanan. Sawi tidak membawa senter karena kami berangkat siang dan diperkirakan sudah kembali di sore hari. Ternya ta, kami singgah di Kampung Pulau Arar, salah satu binaan Unimuda dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah, dalam program budidaya rumput laut bagi kelompok mama mama, tidak semua Muslim. Kelompok laki-laki dibelikan perahu oleh Lazismu.

Di kampung Arar seluas 40 hektar di tengah laut ini, hanya ter dapat empat sekolah. Satu SD Inpres Negeri, dan tiga sekolah yang

247
FACHRODIN set5.indd 247 11/10/2022 19.18.04

diselenggarakan Muhammadiyah: TK ABA, SMP dan SMA Labschool Unimuda. Sekolah inilah yang berkonstribusi mencerdaskan 200-an Kepala Keluarga di kampung yang dicanangkan mantan Bupati So rong, Stepanus Malak, sebagai Kampung Percontohan Kerukunan Umat Beragama dan Suku di Papua Barat. Di kampung ini berbaur suku Moi, suku Biak-Numfor, dan lainnya. Di desa ini terdapat Masjid An-Nur dan Gereja Immanuel yang dibangun umat Islam. Sembari menikmati perjalanan, sesekali saya bertanya tentang banyak hal. “Inilah sungai Amazon Papua, Mas Ribas,” kata Syamsud din melihat saya antusias bercampur cemas. Di beberapa tempat, ku nang-kunang berseliweran. “Terakhir saya melihat kunang-kunang di masa kecil,” kata Indra yang lahir di Palembang dan kini menetap di Malang. Loamboat terus melaju dan beberapa kali terguncang ketika menabrak pepohonan yang beragam jenis. Lomboat berbahan kayu ini cukup tahan menghadapi berbagai rintangan.

Setelah satu jam perjalanan, kami tiba di jembatan jalan kampung, tempat mobil Ford Everest 4WD milik Unimuda terparkir. Siang tadi, banyak anak-anak yang sedang riang mandi di sungai pinggiran jalan berbatu ini. Airnya kuning kecoklatan dan berminyak. Kata salah satu warga, “Ini minyak bumi yang dimiliki Papua.” Begitu kami keluar lomboat, hujan turun. Saya tak bisa membayangkan jika hujan men deras ketika kami masih di sungai. Tak ada persinggahan dan tempat berteduh, selain hutan dengan segala risikonya.

Dalam perjalanan, sawi dan kepala kampung bercerita tentang sungai yang baru saja kami lewati. Ternyata, beberapa kali sempat ada buaya yang mendekat. “Selama kita tidak mengganggu, buaya tidak akan menyerang,” tutur Daeng. Kata Maulana, “Saat senter disorot, mata buaya seperti mata kucing menyala kena lampu.” Buaya-buaya itu, kata Syamsuddin, bisa dipanggil dengan bahasa Suku Moi. Hidup di alam liar harus saling menghargai dan berbagi. Syamsuddin meng aku bisa melakukan ritual berkomunikasi dengan buaya.

Hujan semakin deras dan membuat banyak genangan di badan jalan bergelombang ini. Beruntung, double gardan Unimuda tangguh di semua medan. Sekitar tiga puluh menit, kami yang berdesakan di mobil, sampai di Kampung Warmon Kokoda. Di kampung inilah me

248
FACHRODIN set5.indd 248 11/10/2022 19.18.04

Sang Surya di Kampung Warmon Kokoda

netap kaum nomaden yang dulu terusir karena proyek pembangunan bandara Domine Eduard Osok. Bandara DEO kini menjadi yang ter besar dan tersibuk di Semenanjung Kepala Burung. Lalu lalang turis ke destinasi Raja Ampat melalui bandara ini. Warga Kokoda yang papa dan terusir ini diadvokasi Muhamma diyah dan Unimuda. Karena dedikasinya, Unimuda Sorong yang 75 persen mahasiswanya non-Muslim ini diganjar peringkat pertama perguruan tinggi berbasis kinerja pengabdian masyarakat di empat provinsi Indonesia Timur, tahun 2019. Kampus Muhammadiyah ini berdiri di kawasan hutan. Menariknya, kampus ini hanya punya satu satpam, yang berjaga empat jam sehari. “Warga Papua merasa memi liki dan menjaga Unimuda. Jadi tidak perlu ada satpam,” kata Fathur. Kampus ini menempatkan masyarakat Papua sesuai kearifan se tempat. Pendidikan dilakukan dengan riang gembira, tidak dengan menakut-nakuti. “Pernah ada mahasiswa yang tidak bisa baca, kita bimbing lagi,” cerita Fathur. Hal ini karena sekolah di suatu desa hanya punya satu guru, sehingga tidak maksimal dalam proses belajar-meng ajar. “Di sini, supaya mahasiswa mau bimbingan skripsi, dosen yang harus menelpon mahasiswa satu-persatu.” Kisah lainnya, kampus ini meluluskan mahasiswa yang menunggak biaya SPP. Setelah bekerja, mahasiswa datang melunasi kewajibannya.

Inilah Papua dengan semua kekhasannya. Menurut ketua LP3M Unimuda Anang Trioso, dulunya penguasa tanah di Sorong adalah suku Moi. “Suku Moi merupakan suku asli Papua pemilik tanah seSorong Raya, tipikal suku yang halus dan menerima orang luar. Ta hun 1983, Soeharto mengadakan transmigrasi ke Papua. Tanah-tanah Suku Moi banyak diambil negara untuk dibagikan ke warga penda tang.” Beberapa suku asli Papua yang berjumlah sekitar 360 suku itu terbiasa nomaden.

Suku Papua asli jarang memiliki kelengkapan legalitas adminis trasi. Mereka bahkan tidak punya Akte Kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk. Jalil, salah satu warga Kampung Warmon Kokoda berce rita tentang masa-masa ketika mereka sering terusir di tanah Papua. “Dulu, banyak orang Kokoda dipersepsikan sebagai kambing, yang mencari rumput dan dipindah atau diusir kapan saja. Biasanya kita

249
FACHRODIN set5.indd 249 11/10/2022 19.18.04

ditaruh di suatu tempat, lalu tempat itu kita bersihkan dan mulai ba ngun kehidupan, tempat itu diambil alih pemerintah, lalu kita dipin dahkan ke tempat lain,” kata Jalil, yang akrab disapa Pak Guru.

Suku Kokoda mulai berdatangan ke tanah yang kini menjadi kam pung Warmon pada tahun 2000-an. Tahun 2004, penduduk semakin banyak. “Awalnya, kami datang ke sini untuk cari makan. Tebang sagu, manggul sagu, kami perjualbelikan ke pasar. Kami asalnya tinggal di Rufei. Karena pembangunan kota, kami digusur dan disuruh untuk cari tempat lain,” ujar Syamsuddin. Tahun 2007, kampung yang du lunya masih rawa-rawa dan sering banjir ini menjadi bagian RT 06 Kelurahan Makbusun.

Komunitas Kokoda Muslim ini awalnya hanya memiliki beberapa rumah panggung dan sebuah tempat ibadah berbentuk rumah pang gung yang dinding dan atapnya dari gaba-gaba sagu. Masjid tersebut akan mudah roboh hanya dengan sekali tendang. “Adat leluhur kami di awal-awal mengenal Islam ya seperti itu,” ujar Syamsuddin. Suku Kokoda, kata Anang, merupakan suku asli Papua yang sudah meneri ma Islam sejak abad ke-17 atau 18 oleh karena kontak dagang dengan Sultan Tidore dari Maluku.

Menurut catatan Widjojo (2013), sultan-sultan di Maluku telah mulai menginjakkan kaki di wilayah barat Papua sejak abad ke-16. Pemerintah Hindia Belanda memberi pengakuan atas kekuasaan rajaraja yang diangkat oleh Sultan Tidore. Suku yang mulanya menganut animisme ini juga menerima kehadiran Kristen di kemudian hari. Zendeling pertama yang hadir di Papua adalah Carl Wihelm Ottow dan Johann Gottlob Geissler, yang diutus pendeta Gossner dari Jer man atas inisiasi Pendeta Ottho Gerhard Heldring dari Belanda. Di satu keluarga Suku Kokoda, biasa ada Muslim dan Kristen yang hidup rukun. Bahkan tercermin sejak awal Sultan Tidore memberikan surat jalan kepada kedua penginjil itu. Dalam surat jalan itu, Sultan Tidore memerintahkan para kepala desa untuk memberi perlindung an dan memberi bantuan bahan makanan kepada Ottow dan Geissler (Kamma, 1981). “Sultan Tidore menyediakan kapal kepala dua misio naris Jerman untuk mengangkut mereka ke Pulau Mansinam, Manok

250
FACHRODIN set5.indd 250 11/10/2022 19.18.04

Sang Surya di Kampung Warmon Kokoda

wari. Dari sini, agama Kristen berkembang,” tutur Anang. Terutama bagi warga yang belum menganut agama, dipersilahkan memilih.

***

Rektor Unimuda, Rustamadji merupakan aktivis Muhammadiyah yang pertama masuk ke kampung ini, pada tahun 2006. Ia menin jau langsung dan terkejut dengan kondisi suku asli Papua yang ter lunta-lunta. Sekembalinya dari kunjungan itu, Rustamadji menga dakan rapat dengan PDM Sorong dan langsung menghimpun dana pembangunan masjid. “Setelah membangun masjid, Pak Rustamadji dan Unimuda kasih masuk genset, lalu kasih masuk listrik. Setelah itu, dipikirkan untuk membangun sekolah,” cerita Syamsuddin. Berselang waktu, ketua MPM PP Muhammadiyah saat itu, al marhum Said Tuhuleley datang. Said merasakan panggilan kemanu siaan. Sekembalinya dari Papua, Said membawa cerita pilu ini ke fo rum-forum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Said mengajak Rektor UM Malang membeli satu hektar tanah, lalu Unimuda dan UM Surak arta membeli satu hektar. Dua hektar tanah inilah yang menjadi cikal Kampung Warmon Kokoda.

Masuknya Muhammadiyah ke tempat itu sempat mendapat cibi ran. Masyarakat pendatang kadung berasuM.Si. negatif kepada suku asli. “Kami jawab, kita harus berusaha semaksimal mungkin, nanti Al lah akan memberi hasil,” kata Rustamadji, peraih anugerah tokoh per ubahan Republika tahun 2019. Ada banyak tantangan di awal mem bangun, “Kita angkut besi untuk pondasi bangunan, tiba-tiba mereka potong dan jual, meskipun tahu besi dan bangunan itu untuk mereka. Jadi, kita beli besi lagi dan bangun lagi.”

Setelah itu, Unimuda mengerahkan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Para mahasiswa datang ke rumah-rumah pang gung untuk mengajak anak-anak mandi dan sekolah. Para mahasiswa membawa makanan dan mengajak anak-anak bernyanyi dan berse nang-senang. “Sambil bernyanyi, hafal surat-surat pendek, anak-anak diperbolehkan lompat ke sungai di sekitar rumah panggung mereka. Tidak masalah. Kami katakan pada anak-anak IMM: utamakan rayu an dibanding ancaman,” kata Rustamadji. Pesan ini menjadi penting

251
FACHRODIN set5.indd 251 11/10/2022 19.18.04

supaya masyarakat lokal tidak tercerabut dari akarnya dengan dalih modernisasi.

Tahun berikutnya, dibangun Sekolah Dasar di Kampung Warmon Kokoda. Para mahasiswa IMM yang dulu mengajar di masjid, kini berpindah di gedung sekolah. Mantan aktivis IMM yang kini menjadi Kepala SD Labschool Unimuda, Bambang Irawan (24 tahun) mence ritakan perjuangannya membersamai anak-anak sejak 2013. Penuh dinamika. Dalam perjalanan ke Kampung Warmon Kokoda, tim Uni muda singgah membeli makanan ringan. Saya baru paham kemudian bahwa makanan ini untuk dibagikan pada anak-anak agar belajar.

Di tahun 2019, sudah ada 53 siswa, kelas 1-6 SD. “Para siswa seko lahnya mood mood-an. Kalau lagi rajin, pagi jam 7 sudah datang. Ka lau sedang malas, jam 9 baru datang masih pakai sarung,” ujar Bam bang. Dunia mereka adalah bermain dan tidak punya tradisi belajar formal. Saya melihat sendiri, anak-anak ini cukup aktif, ceria, dan jail pada teman-temannya. Ajang baku pukul kerap terjadi, namun me reka tidak saling membenci. Pulang sekolah, mereka mencari ikan di rawa atau sungai.

Sembari melakukan pendidikan ke anak-anak, MPM Muham madiyah memberdayakan ekonomi warga. Kata Rustamadji, “Pak Said sangat perhatian pada Suku Kokoda. Beliau mengadakan pelatihan pertanian, peternakan, membeli kapal dua dan mesinnya dua. Pernah, mereka dikasih sapi, sapinya mati. Ternyata setelah ditelusuri, sapinya tidak dikasih minum. Kata mereka, kami pikir sapi tidak perlu dikasih minum.”

Setelah mengusahakan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi, Muhammadiyah mulai memikirkan nasib warga dalam hal akses dan status sosial. Warga Kokoda yang menjadi bagian RT dari desa yang dihuni warga pendatang ternyata menimbulkan disintegrasi. Jika di paksakan, suku asli Papua yang belum berdaya ini tidak bisa meng imbangi kaum pendatang yang berpendidikan. Mereka menginginkan desa tersendiri yang dibangun dengan irama berbeda. Muhammadi yah membantu keseluruhan administrasi pengajuan pembentukan desa.

252
FACHRODIN set5.indd 252 11/10/2022 19.18.04

Sang Surya di Kampung Warmon Kokoda

Pada 12 Desember 2015, desa ini lahir secara definitif dan Syam suddin dilantik menjadi kepala kampung. Syamsuddin dipilih secara aklamasi karena pernah mengenyam pendidikan di Jawa dan diang gap bisa membawa masyarakat menjadi maju. Muhammadiyah senan tiasa membimbing dan mendampingi Syamsuddin. MPM membeli kan motor untuk digunakan kepala kampung, kata Sekretaris MPM PP Muhammadiyah Bachtiar Dwi Kurniawan. Ayah Syamsuddin, almarhum Zakaria Namugur, lebih dulu men jadi tokoh masyarakat. Syamsuddin yang berlatar belakang aktivis NU di Jawa Timur, sempat menentang keinginan ayahnya bekerjasama de ngan Muhammadiyah. “Mengapa harus Muhammadiyah. Kata ayah saya, ‘Nak, saya membawa Muhammadiyah untuk masa depan kamu, masa depan anak cucu. Jangan sampai anak dan cucu kami mengalami ketimpangan pendidikan sebagaimana saya alami dan ayah saya. Cukup saya dan ayah saya.’ Saya mencerna kalimat itu, dan betul.”

Suku asli Papua membutuhkan kehadiran Muhammadiyah de ngan misi pendidikannya. Syamsuddin merasakan ketimpangan akses pendidikan di Papua. “Dulu, guru-guru penginjil datang. Anak-anak belajar di SD dan sebelum lulus, ada yang dibaptis dulu baru menda pat ijazah dan diangkat PNS,” ujar Syamsuddin. Para zendeling dan misionaris melakukan pengajaran ke anak-anak Papua melalui pem bukaan sekolah. Tahun 1856 berdiri sekolah dasar pertama di Mansi nam. Pada 1897, para zendeling telah membuka tujuh sekolah, yang dinamakan Sekolah Pengadaban. Muhammadiyah menawarkan alternatif yang tidak konfrontatif. “Dengan Muhammadiyah, maka pendidikan akan diperhatikan dan anak-anak bisa punya masa depan. Saya pun mantap dengan Mu hammadiyah.” Muhammadiyah juga memikirkan tentang rumah bagi warga. Muhammadiyah menyiapkan semua dokumen dan proposal untuk pengadaan perumahan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Februari 2016, perumahan mulai dibangun. Kam pung Warmon Kokoda yang dihuni 157 KK ini sudah memiliki 58 rumah dengan status administrasi yang jelas, tak lagi was-was disuruh pindah.

253
FACHRODIN set5.indd 253 11/10/2022 19.18.04

“Sejak saat itu, saya giat membangun desa ini dengan sistem Muhammadiyah. Januari 2017, di hadapan Ketua Umum Muham madiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, saya deklarasikan kampung ini sebagai Kampung Mu hammadiyah. Ini menjadi satu-satunya kampung Muhammadiyah di dunia. Kami istiqamah dengan Muhammadiyah. Ke depan, kami akan selalu bersama-sama,” ujar Syamsuddin.

Di mata masyarakat, Syamsuddin dinilai sebagai pemimpin yang berpendidikan dan berjejaring luas. Syamsuddin mampu mengelola dengan baik masyarakat asli Papua yang tidak mudah diatur, kata se bagian orang. Keberhasilannya diukur dengan standar setempat. “Jika kita dibilang rajin kalau bangun jam 4 pagi, mereka bangun jam 8 atau jam 9 ya termasuk rajin,” tutur Rustamadji, yang sudah lebih dari 48 tahun di tanah Papua.

Sejak tahun 2016, karena kelengkapan administrasinya, kam pung yang berumur jagung itu sudah bisa mengakses dana desa. Pen damping Kampung, Vina, menyebut bahwa kampung ini telah berha sil mengelola dana desa dengan baik dan produktif. Di banyak desa lainnya, gelontoran dana digunakan untuk foya-foya dan hal sia-sia. Bahkan untuk diajak berembuk dengan pendamping kampung saja tidak mudah. “Kita harus datang ke rumah memanggil satu-persatu. Kampung ini sedikit berbeda,” kata Vina.

Pada 9 November 2019, Vina mengadakan musyawarah kampung dengan masyarakat Warmon Kokoda guna menyusun program dan rencana anggaran tahun 2020. Di antara programnya adalah penga daan air bersih, pengerasan jalan, peningkatan kualitas kesehatan pe rempuan dan anak, hingga pelatihan nelayan. Musyawarah yang ber langsung di depan rumah kepala kampung ini diawali lagu Indonesia Raya. Rapat berlangsung dengan nada suara yang terdengar keras, tapi bukan berarti marah, justru banyak mengundang lucu. Beginilah ka rakter warga Warmon Kokoda, suku asli Papua dengan genetika fisik yang berbeda dengan populasi Austronesia lainnya.[]

254
FACHRODIN set5.indd 254 11/10/2022 19.18.04

Muhammadiyah Bukan Hanya Jogja, Ternate Juga

Kita tidak bisa memilih lahir dari keluarga apa dan siapa. Kaum papah, kelas menengah ngehek, atau berada. Pun kita tidak dibe ri opsi lahir di keluarga dengan pilihan organisasi apa. Begitulah saya, lahir dari orang tua penggerak Muhammadiyah di Kota Ternate.

Konon katanya, ketika saya brojol, setelah diadzani oleh ayah saya, lantas dilantunkan tembang Mars Muhammadiyah. Saat lahir, rumor nya selain dibuatkan akta kelahiran, saya juga mau langsung dibikinkan Kartu Anggota Muhammadiyah, sayang sekali belum cukup usia.

Saya lahir di Kota Ternate, dua puluh enam tahun lalu. Entah apa kisahnya, di medio tahun sembilan puluhan bapak dan ibu saya sudah mendaku berMuhammadiyah. Sebagai gambaran sedikit, Muhamma diyah di Kota Ternate pada waktu itu tidak terlalu besar, bisa dibilang minoritas, ya hampir sih. Tapi semangatnya untuk berfastabiqul kha irot adalah dominan dan mayoritas.

Keluarga kami tinggal di Kampung Soa Puncak, kami satu-satu nya keluarga dari golongan Muhammadiyah di situ. Kala itu keluarga kami terdiri atas tiga bersaudara, saya anak ke dua, kakak pertama saya perempuan, dan adik saya pria. Saat kecil, orang tua tidak terlalu banyak mengenalkan secara detail tentang Muhammadiyah. Setahu saya, Muhammadiyah itu lambangnya serupa Matahari.

Bahwa pendirinya adalah K.H. Ahmad Dahlan pun saya tahu be lakangan di masa SD. Saya lebih mengenal Pak Amien Rais dan Buya Syafii Maarif, karena memang di awal tahun 2000an adalah masa gilang

255
FACHRODIN set5.indd 255 11/10/2022 19.18.04

gemilang keduanya muncul di pentas nasional. Pak Amien Rais bersa ma PAN dan Buya Syafii saat itu sebagai Ketua PP Muhammadiyah. Ke duanya pun kerapkali berkunjung ke Kota Ternate.

Saya masuk TK di TK Aisyiah Ternate. Tugas utamanya ya ber main, belum tahu kalau TK Aisyiyah adalah amal usahanya Aisyiyah. Namanya juga anak kecil, kita masih masanya diajarkan beramal dan bermain, bukan berusaha.

Mulai masuk SD, saya tidak sekolah di SD Muhammadiyah, hanya bersekolah di SD Negeri yang letaknya dekat dengan rumah. Kese hariannya seperti anak kecil lainnya, bermain bersama teman-teman sebaya. Karena saya fanatik bola, saya lebih hafal nama-nama pemain bola, daripada hafal Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muham madiyah. Alangkah berat dan progresif sekali masa kecil saya jika se perti itu.

Seringkali ketika tetangga mengadakan tahlilan, ayah saya lebih banyak tidak menghadiri. Kejadiannya tidak sekali, dari situ saya me rasa ada yang janggal. Ayah saya di rumah saja, tapi kok tidak berang kat tahlilan. Apa karena ayah saya introvert ya, hmmm. Toh, 15 tahun lalu juga belum ada hastag di rumah aja kan. Hingga akhirnya ketika nanti duduk di bangku SMP saya baru tahu kalau Muhammadiyah tidak ada anjuran untuk tahlilan. Selama itu pula, kita antar tetangga saling menghormati akan pilihan tersebut.

Keanehan di masa kecil saya beberapa kali terjadi ketika men jelang Bulan Ramadhan dan ldul Fitri. Entah kenapa keluarga kami mendahului para tetangga untuk berpuasa dan lebaran. Sebenarnya saat itu saya ingin mengatakan kepada ayah saya. “Ayah, kenapa kelu arga kita berbeda?”, tapi saya skip pertanyaan itu. Satu perbedaan mencolok antara rumah kami dengan rumah te tangga adalah soal kalender. Kalender kami kalender Muhammadi yah, selalu tiap tahun seperti itu. Hanya berganti gambarnya saja, ka dang tokoh Muhammadiyah, terkadang pula gambar kampus-kampus PTM. Ayah saya membelinya bersama majalah Suara Muhammadiyah langganannya.

Meskipun saya tidak mengerti betul Muhammadiyah saat kecil. Tapi saya menjadi saksi gerak komunal warga Muhammadiyah kala

256
FACHRODIN set5.indd 256 11/10/2022 19.18.04

Muhammadiyah Bukan Hanya Jogja, Ternate Juga

itu. Pada waktu itu sering sekali diadakan kajian rumahan, berpindah dari rumah ke rumah.

Kebetulan rumah kami langganan jadi tempat kajian. Ruang kelu arga untuk menonton TV disulap menjadi tempat kajian. Kursi-kursi ditepikan, karpet digelar, papan tulis dihadirkan menutup layar TV. Para jamaah lalu lesehan membentuk lingkaran, dengan masyuk me nyimak pemaparan si pemateri. Tema kajian yang dihadirkan bera gam, meski memang didominasi oleh kajian agama.

Kredo logika tanpa logistik pun berlaku, di ruang tengah asyik diskusi, di bagian dapur sudah ada pasukan pemasok logistik, dengan menu andalan pisang goreng plus sambal dan air guraka (jahe) berdu et dengan kacang kenari, sisanya hanya tambahan saja. Sebuah kenik matan untuk disantap bersama. Dua menu tersebut memang sudah mashyur tiada lawan.

Kami bertiga kerap diajak orang tua kami hadir di agenda-agenda Muhammadiyah, ya namanya anak kecil, hobinya ngintil orang tua melulu. Agendanya seperti pengajian, pelatihan kader, pembangunan amal usaha, dan pemberdayaan masyarakat.

Di rumah, sepeda motor kami hanya ada satu milik ayah, motor Supra X keluaran tahun 2003. Untuk bisa berangkat bareng-bareng, kami bertiga dibonceng ayah dalam satu motor. Saya bersama kakak saya di belakang, adik saya di depan, duduk di separuh jok sembari menaruh tangannya di atas spedometer. Ibu saya mengikuti dengan naik ojek. Dari situ, saya melihat kegigihan dan keikhlasan kerja-kerja penggerak Muhammadiyah di Kota Ternate, membangun amal usaha dan memberdayakan umat.

Salah satu pusat dakwah Muhammadiyah di Kota Ternate adalah Masjid Darul Arqam yang terletak di Kelurahan Kampung Makassar. Masjid ini tidak terlalu besar, tapi cukup memfasilitasi ibadah warga Muhammadiyah dan warga kampung sekitar.

Masjid Darul Arqam pun terkadang lebih dikenal dengan sebut an Masjid Muhammadiyah, sesederhana karena mengadakan sholat tarawih 11 rakaat. Tentu juga sering diadakan kegiatan-kegiatan Mu hammadiyah lainnya

257
FACHRODIN set5.indd 257 11/10/2022 19.18.04

Di awal tahun 2000, amal usaha Muhammadiyah sudah mulai berkembang dari TK hingga perguruan tinggi, dengan didirikannya Universitas Muhammadiyah Maluku Utara pada tahun 2001.

Tahun 2006, setelah lulus SD, saya diamanahkan orang tua saya untuk melanjutkan studi ke Kota Jogja, di sebuah sekolah kader enam tahunan, yang berada di bawah naungan PP Muhammadiyah. Saat tiba di Jogja, saya mengalami gegar budaya. Bagaimana tidak, Jogja adalah pusat peradaban Muhammadiyah. Muhammadiyah tumbuh subur, karena memang di situlah rahimnya. Di sepanjang jalan yang saya lewati, tidak pernah absen plang-plang nama bertuliskan Mu hammadiyah, terutama di jalan K.H. Ahmad Dahlan. Hal yang asing saya dapatkan ketika di Ternate.

Kota Jogja, saya rasa ketika kita ingin sholat tarawih 11 rakaat, dan masjidnya sudah penuh, tampaknya bisa dengan mudah mencari masjid terdekat lainnya yang 11 rakaat juga. Opsinya banyak. Seko lah-sekolah Muhammadiyah di Kota Jogja, mulai dari SD hingga per guruan tinggi adalah favorit masyarakat, kiprah dan namanya harum mewangi.

Enam tahun saya menimba ilmu di sekolah kader tersebut. Lalu saya lanjut kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Ibaratnya saya naik kelas saja ini. Saya kuliah selama enam tahun, un tuk alasan kenapa saya telat lulus, tidak terlalu penting diungkap di sini. Praktis dua belas tahun saya hidup di Jogja. Untuk pulang kam pung pun hanya setahun sekali saat Ramadhan, kadang juga beberapa kali tidak mudik.

Sejak itu pula, otomatis saya merasa absen melihat dan berandil dalam kiprah Muhammadiyah di Kota Ternate. Hanya memang, ketika orang tua saya menelpon dan menengok saya di Jogja, selalu membagi kisah sepak terjang Muhammadiyah di sana. Tiap kali saya mudik yang setahun sekali itu, selalu tampak ada perkembangan, tiap tahunnya. Bahwa spirit berMuhammadiyah selalu terpatri di dalam diri war ga Muhammadiyah. Gairah untuk berhidup-hidupilah Muhammadi yah dan jangan mencari hidup di Muhammdiyah masih terawat. Rona sang surya itu belum terbenam.

258
FACHRODIN set5.indd 258 11/10/2022 19.18.04

Sejarah dan Perkembangan Muhammadiyah di Kota Ternate Bagian sejarah dan perkembangan ini, sengaja saya hadirkan un tuk mengonfirmasi dan melengkapi kepingan-kepingan kisah-kisah masa kecil saya. Narasi keterangan-keterangan di bawah adalah hasil wawancara dengan ayahanda saya, Djunaidi Ishak, seorang saksi dan pelaku sejarah Muhammadiyah di Kota Ternate. Wawancara dilaku kan secara daring, karena saat ini saya berdomisili di Kota Malang, dan ayahanda di Kota Ternate.

Beliau menceritakan bahwa Muhammadiyah awal perkem bangannya di Maluku Utara dimulai dari Galela (sekarang wilayah Kabupaten Halmahera Utara) dengan berdirinya Muhammadiyah Groep Galela, dibentuk oleh Haji Muhammad Amal, beserta murid nya pada tanggal 17 September 1928.

“Kemudian berlanjut pada tahun 1933 mendirikan Cabang di Ternate dengan pimpinan awal ada Arifin Patty, Abdullah Petrana, Ib rahim Tolanggar, dan Luth Haji Ibrahim. Kemudian pada tahun 1936 mendirikan Sekolah Muhammadiyah, disusul dengan berdirinya Se kolah Muhammadiyah di Tobelo, Galela, dan Weda, pada tahun 1936,” ungkap ayahanda.

259
Muhammadiyah Bukan Hanya Jogja, Ternate Juga Gedung Kampus Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
FACHRODIN set5.indd 259 11/10/2022 19.18.04

Ayahanda menuturkan bahwa baru pada tahun 1930-an Muham madiyah masuk ke Ternate, karena memang suasana di Ternate pada saat itu masih kuat dipengaruhi Kesultanan Ternate. Sehingga langkah Muhammadiyah di Kota Ternate cenderung susah dan malah berat. Hingga pada tahun 1960, lanjut Ayahanda, almarhum Amrul lah Abahrudin dan kolega seperjuangannya, mereka tetap mengem bangkan Muhammadiyah di Ternate. Pusatnya di Masjid Darul Ar qam. Bergerak terus hingga tiba pada akhir tahun 1987. Pemuda Muhammadiyah Ternate mulai dihidupkan, dengan mengadakan per kaderan tunas melati, digarap oleh mahasiswa kampus STAIN Ternate dan Universitas Khairun. Dari situ, lambat laun perkaderan Muham madiyah mulai berjalan baik.

“Selanjutnya di era awal 1990-an, IPM dan IMM juga mulai di hidupkan, dengan melakukan pembinaan dan perkaderan. Tapi se benarnya langkah Muhammadiyah pada periode tersebut juga terasa berat, karena masyarakat Maluku Utara, khususnya Ternate, ketika mendengar nama Muhammadiyah, bagi mereka itu sesuatu yang me nakutkan. Yang ada di pemikiran mereka, Muhammadiyah itu sedang mengembangkan ajaran agama baru,” jelas ayahanda.

Ayahanda mengutarakan bahwa di pertengahan 1990-an mulai ada angin segar dalam jejak langkah Muhammadiyah di Ternate. Keti ka tahun 1995 Pak Amien Rais memimpin Muhammadiyah. “Di saat itulah dengan tampilnya pak Amien Rais, sebagai Ketua PP Muham madiyah, barulah masyarakat mulai tersadar, bahwa Muhammadiyah tidak seperti yang mereka persepsikan dan pahami,” imbuhnya.

Ayahanda lalu melanjutkan kisah di tahun 1999, saat itu pasca reformasi, adanya pemekaran Provinsi Maluku Utara. Sehingga pada tahun 2000, Muhammadiyah Kabupaten Maluku Utara, menyesuai kan dengan struktur pemerintahan yang ada, karena sudah menjadi provinsi, maka harus membentuk pimpinan wilayah.

“Karena sebelumnya, pengurus wilayah Muhammadiyah dulunya di Ambon, karena masih Provinsi Maluku. Nanti pada tahun 2000 itu Pimpinan Daerah Kabupaten Maluku Utara, statusnya dikembangkan menjadi Pimpinan Wilayah Maluku Utara, untuk periode kepemim pinan 2000-2005,” terang Ayahanda.

260
FACHRODIN set5.indd 260 11/10/2022 19.18.04

Muhammadiyah Bukan Hanya Jogja, Ternate Juga

Periode yang pertama, tahun 2000-2005 itu, Ayahanda menga takan bahwa PWM Maluku Utara mencanangkan program unggul an, salah satunya harus mempunyai perguruan tinggi, yang nantinya mendirikan universitas.

“Program unggulan harus mendirikan perguruan tinggi, dan alhamdulillah didirikan Universitas Muhammadiyah Maluku Uta ra pada periode 2000/2001, tanggal SK-nya itu 5 Juni 2001. Awalnya kuliah di Gedung SMA Muhammadiyah Toboko, hanya berlangsung satu tahun. Pada tahun 2002, karena mahasiswa sudah mulai bertam bah, lalu pindah ke Kampus UMMU di Jalan Mononutu. Jadi kuliah di Kampus Mononutu, sambil membangun kampus utama di Kelurah an Sasa. Hingga akhirnya pada tahun 2005 secara resmi mulai hijrah ke Kampus utama UMMU di Kelurahan Sasa hingga saat ini,” papar Ayahanda.

Tak lupa, Ayahanda juga membeberkan perkembangan Amal Usaha Muhammadiyah di Kota Ternate. Baginya sudah berkembang, mulai dari TK, ada TK Aisyiyah Salero. Sekolah Dasar ada dua, SD Muhammadiyah Kota Ternate dan SD Muhammadiyah Sulamadaha, lalu setelah itu ada SMP Muhammadiyah Bastiong dan SMP Muham madiyah Sulamadaha, pun dengan SMA Muhammadiyah Toboko. Be gitu juga Rumah Sakit Islam yang ada di Kelurahan Koloncucu.

Beliau mengatakan, warga Muhammadiyah dari tahun ke tahun juga semakin bertambah, karena secara perkaderan juga berjalan. Simpatisan Muhammadiyah otomatis pun berkembang karena maha siswa UMMU dan siswa-siswa yang ada di sekolah Muhammadiyah diberi pemahaman tentang Muhammadiyah.

Lalu terkait Masjid Darul Arqam, ungkap Ayahanda, dulunya di masjid itu sebagai pusat pembinaan Muhammadiyah. Meskipun me mang sekarang pusat pembinaan lebih dipusatkan di kampus UMMU. Akan tetapi, Masjid Darul Arqam sebagai pusat dakwah hingga kini masih mengadakan pengajian pada malam senin dan malam jumat.

261
FACHRODIN set5.indd 261 11/10/2022 19.18.04

Muhammadiyah di Kota Ternate Kini

Muhammadiyah Kota Ternate hari ini tentu berbeda jauh dengan kisah pada seperempat abad yang lalu. Saat ini masyarakat Kota Ter nate sangat familiar dan menerima keberadaan Muhammadiyah. Memandang Muhammadiyah di Kota Ternate hari ini, maka kita akan berjumpa dengan halaman depannya yakni kampus UMMU, se bagai ujung tombak dan primadona jejak langkah Muhammadiyah di bumi kie raha tersebut. UMMU hingga kini di usianya yang ke 19 ta hun, sudah mengalami banyak perkembangan.

UMMU adalah perguruan swasta terbaik di lingkungan LLDIK TI Wilayah XII. Telah terakreditasi B, oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Untuk tingkat Strata 1, UMMU kini sudah memi liki sembilan fakultas, terdiri atas 17 program studi. Juga 1 program studi untuk program pasca sarjana S2.

Satu hal yang menarik adalah lokasi kampus UMMU. Letaknya memunggungi Gunung Gamalama dan di depan tampak hamparan laut dengan penampakan Pulau Tidore dan Pulau Maitara. Sungguh view yang begitu eksotis. Sesuatu yang tidak saya temukan di kam pus-kampus yang ada di Pulau Jawa, termasuk kampus saya. Selain itu, satu fakta yang tak boleh luput adalah, ketika akan me masuki kawasan kampus UMMU, maka akan bertemu dengan plang jalan bertuliskan JL K.H. Ahmad Dahlan. Ya kampus UMMU berala matkan di JL K.H. Ahmad Dahlan Nomor 100, Kelurahan Sasa, Kota Ternate.

Tampaknya memang, hingga kini warga Muhammadiyah di Kota Ternate sedang membangun peradaban mereka sendiri, karena toh sang surya terbitnya dari timur. Bahwa Muhammadiyah bukan hanya Jogja, Ternate juga to.[]

262
FACHRODIN set5.indd 262 11/10/2022 19.18.04

Tokoh Lokal ‘Aisyiyah dalam Gerakan Muhammadiyah

3
FACHRODIN set5.indd 263 11/10/2022 19.18.04

Berasal dari Mislu (Kamis Sepuluh)

Ummi Kalsum, Pendidik dari Aisyiyah Depok Melva Tobing

Waktu Ashar belum lagi tiba. Masih ada hampir satu jam menuju Ashar. Dalam penantian saat bersujud itu, Hj Ummi Kalsum berbincang dengan Jayakarta News di rumahnya di Jalan Ahmad Dah lan, Beji Timur, Depok.

Siang itu, sepi. Hanya satu dua anak perempuan remaja sesekali lalu lalang dari samping rumah menuju luar dalam hening. Di ujung halaman, barulah terlihat mereka bersenda gurau tanpa berisik.

“Mereka, anak yatim. Tinggal di rumah saya ini. Saya bikin tem pat di samping ini untuk anak yatim yang perempuan,” ujar Ummi Kalsum sambil mengarahkan tangannya ke samping rumahnya. Ma sih dalam satu lokasi dengan rumahnya itu. Bahkan satu dinding. Di rumah ini memang tinggal 10 anak yatim perempuan berbagai usia. “Kalau yang laki-laki ada 16 orang, mereka di asrama sendiri. Tempat nya tidak jauh dari rumah ini,” ujar Ummi Kalsum lagi.

Kisah mengenai anak yatim yang dimulai suaminya, H Wasir Nuri sejak tahun 2006 hanyalah penggalan singkat dalam perjalan an hidup Ummi Kalsum. Perempuan berusia 80 tahun ini, telah sejak 1964 mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan anak-anak usia dini, melalui organisasi Aisyiyah di Depok.

264
FACHRODIN set5.indd 264 11/10/2022 19.18.04

Berasal dari Mislu (Kamis Sepuluh)

Sekilas Tentang Aisyiyah

Dikutip dari Wikipedia, Aisyiyah adalah organisasi otonom bagi Wanita Muhammadiyah. Didirikan oleh Nyai Walidah Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 19 Mei 1917. Nyai Ahmad Dahlan atau Siti Wali dah adalah tokoh emansipasi perempuan dan istri dari pendiri orga nisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan yang juga seorang Pahla wan Nasional Indonesia.

Dua tahun setelah berdiri, Aisyiyah merintis pendidikan dini un tuk anak-anak dengan nama FROBEL, yang merupakan Taman Ka nan-Kanak pertama kali yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Selan jutnya Taman kanak-kanak ini diseragamkan namanya menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal yang saat ini telah mencapai lebih dari 5.800 TK di seluruh Indonesia.

Sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah, Aisyiyah kemu dian tumbuh dan berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Termasuk di dalamnya untuk wilayah Depok. Pendidikan TK Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) yang berkembang di wilayah Depok adalah hasil ke cintaan Ummi Kalsum terhadap dunia pendidikan.

Pendidik dari Aisyiyah Depok

Tahun 1963, adalah tahun titik perubahan hidup bagi Ummi Kal sum. Perempuan kelahiran 20 Desember 1943 ini menikah dan harus mengikuti suaminya yang berasal dari Depok. Bagi Ummi Kalsum muda saat itu, Depok masih merupakan kampung ketimbang tempat asalnya di Bogor. “Pertama pindah ke Depok, kami tinggal di Kam pung Kukusan. Sepi sekali waktu itu. Satu tahun di situ, kami pindah ke Kampung Serengseng, yang sekarang UI. Sekarang mana bisa di bilang kampung lagi,” Ummi Kalsum menguraikan kisahnya dengan tertawa kecil mengingat masa-masa lampau.

Tahun 1964, semasa masih di Kukusan, ia melahirkan anak per tamanya. Di tempat ini, Ummi Kalsum sudah mulai mengajar sejak tahun 1963 di Sekolah Madrasah Wajib Belajar milik Muhammadi yah (setingkat SD). Setelah melahirkan, ia pindah ke Kampung Se rengseng. Pindah rumah, pindah pula tempat mengajarnya yaitu di

265
FACHRODIN set5.indd 265 11/10/2022 19.18.04

Madrasah Wajib Belajar Serengseng. Ketika mengajar di Serengseng itu, tidak segan-segan ia membawa anaknya. “Saya ngajar musti sam bil bawa anak. Saya bawa-bawa ayunan. Anak taro di ayunan, saya mengajar.”

Baginya, pendidikan anak-anak sangat penting. Karena itu, ketika anak-anaknya mulai memasuki usia TK, ia berpikir untuk mendirikan TK. Anak kedua sampai kelima lahir di Serengseng. “Anak-anak sudah mulai masuk usia TK. Sedangkan tempat untuk belajar tidak ada. Ka sian lihat mereka kalau sampai tidak sekolah. Begitu juga anak-anak warga setempat. Mereka tidak bisa sekolah. Mau sekolah dimana?”

Karena tidak ada tempat untuk anak-anaknya sekolah. Bukan ha nya anak-anaknya yang dipikirkan, tetapi juga anak-anak di lingkung annya tinggal. Berbekal rasa terbeban untuk mendidik anak-anak usia dini, Ummi Kalsum pun memulai TK pertamanya, TK Aisyiyah Bus tanul Athfal.

TK ini berdiri tahun 1969, dimulai di halaman rumahnya. “Tem pat seadanya, di bawah pohon sirsak, dan bangku-bangkunya kami buat dari pohon bambu. Kalau hujan, wali murid sama-sama pindahin bangku-bangku ke tempat yang tidak kena hujan,” katanya lagi sambil tersenyum.

Mengajar anak-anak TK, tentu saja tidak bisa dilakoninya sendiri. Sementara ia sangat serius dalam pendidikan usia dini. “Mau cari guru kemana? Sepi sekali. Nggak ada orang. Jadi saya pikir, saya mau ambil murid SMP saja. Saya mau didik mereka saja.” Kisah Ummi Kalsum mengenai guru-guru TK.

SMP yang dimaksud adalah SMP Muhammadiyah di wilayah itu dan di situ juga suaminya mengajar. “Karena susah mencari guru, se mentara Bapak sudah mendirikan SMP Muhammadiyah di situ, jadi saya didik beberapa orang yang pintar-pintar biar bisa jadi guru TK.” Sehari-harinya, diisi dengan mengajar. Pada pagi hari, pukul 07.30 ia mengajar murid TK dengan dibantu dua murid dari SMP Mu hammadiyah. Dilanjut pukul 10.00 mengajar di Madrasah. Sepulang dari Madrasah, ia menyempatkan diri mendidik kedua murid SMP tersebut agar bisa mengajar TK. “Bagi saya yang penting, mereka bisa ngajar ngaji, bisa ngajar nyanyi, itu dulu cukup untuk anak-anak TK.”

266
FACHRODIN set5.indd 266 11/10/2022 19.18.04

Berasal dari Mislu (Kamis Sepuluh)

Ia sangat serius dalam pendidikan. Dalam kondisi dan situasi yang serba terbatas, tidak mungkin mencari guru TK yang berpengalaman. Maka, ia juga tidak segan-segan mengirim para murid SMP ini untuk ikut penataran TK di Bandung yang diadakan Aisyiyah Bandung demi membekali mereka kemampuan untuk bisa mengajar. “Habis gimana ya, di kampung kan tidak ada sekolah dan tidak ada guru juga. Jadi, setiap enam bulan sekali ada penataran di Bandung saya kirim mereka biar bisa ikut belajar dan dipersiapkan untuk menjadi guru-guru TK.”

Dengan kondisi yang serba terbatas, Ummi Kalsum tidak sendiri menjalani TK yang dibangunnya itu. Bersama ibu-ibu yang tergabung dalam Aisyiyah Depok, mereka giat mencari dan membentuk guruguru untuk mengajar TK. Bukan hanya mengajar, mereka juga me mikirkan bagaimana membayar guru-guru TK, menyiapkan seragam para murid dan keberlangsungan sekolah.

Organisasi Aisyiyah di Depok dibentuk sejak tahun 1954 oleh KH. M. Usman yang juga mendirikan Muhammadiyah di Depok, khususnya di Kukusan. “Namun, saat itu belum berkembang. Hanya ada di Kukusan, Serengseng dan Pondok Cina. Kegiatannya masih pengajian-pengajian,” ujar Ummi Kalsum mengenai awal organisasi Aisyiyah di Depok.

Sedangkan Ummi Kalsum aktif di Aisyiyah sejak 1965. Tahun 1969, Ummi Kalsum menjadi Ketua Aisyiyah Kecamatan Depok dan Kotif Depok hingga tahun 1990 selama tiga periode. Dan pada tahun 1990 menjadi Pimpinan Daerah Aisyiyah Kotif Depok hingga 1995. “Saya hanya melanjutkan dan mengembangkan Aisyiyah di Depok. Bukan pendirinya,” ujarnya.

Beras Sekotak Korek Api

Salah satu kegiatan yang dilanjutkannya bersama anggota Aisyi yah lainnya adalah arisan setiap Kamis. Dalam arisan ini, para ang gota Aisyiyah saat itu, termasuk di dalamnya sembilan pengurus, mengumpulkan beras, masing-masing satu kotak korek api. “Kami masing-masing bawa beras sedikitnya satu kotak kecil korek api. Ada juga yang bawa serauk beras. Nah beras itu dikumpulkan bisa menjadi

267
FACHRODIN set5.indd 267 11/10/2022 19.18.04

tiga liter lalu kami jual. Uangnya dikumpul sampai satu bulan, kemu dian uang itu untuk membayar guru-guru,” kisah Ummi Kalsum.  Tidak mudah untuk mengumpulkan beras waktu itu. “Karena saat itu beras kan susah. Mau makan nasi saja susah. Kita kalo makan, itu nasi dicampur jagung, dicampur singkong, dicampur bulgur. Jadi, kalo ada yang bisa bawa beras satu kotak korek api saja, itu sudah ba gus,” katanya lagi.

Untuk menjaga agar TK tetap berjalan, bukan hanya memikirkan gaji para guru. Bahkan untuk seragam para murid TK pun, Ummi Kalsum turun tangan mendidik para murid SMP yang telah lulus agar bisa menjahit. “Murid-murid yang sudah lulus SMP, saya ajari menjahit. Nah, mereka itulah yang membuat seragam para murid. Ba han-bahannya saya beli ke Jatinegara.”

Jiwa mendidik Ummi Kalsum, bukan hanya untuk anak-anak. Te tapi dia juga mengajar para ibu yang belum bisa mengaji. “Saya ajarin dulu yang muda-muda. Setelah itu yang muda inilah yang akan meng ajar yang tua-tua,” katanya tertawa. Menurutnya, mengajar yang muda tentu lebih gampang ketimbang mengajar yang tua. “Begitu sistem yang saya terapkan untuk mengajar ibu-ibu mengaji,” katanya.

Tahun 1975, Ummi Kalsum kembali pindah rumah. Kali ini ke Beji Timur, Depok. Di sinilah anak ke-6 lahir dan Ummi Kalsum menetap hingga saat ini. Dalam perjalanan pengabdiannya di dunia pendidikan, hingga tahun 1976 masih dilakukan pengumpulan beras. “Tapi sudah tidak satu kotak korek api lagi. Beras yang dikumpulin itu rata-rata mereka bawa setengah liter. Ada juga yang kasih uang.”

Untuk selanjutnya, kegiatan pengumpulan dana setiap minggu ini, disebut Mislu atau Kamis Sepuluh. Setiap Kamis, Ummi Kalsum bersama anggota Aisyiyah atau rekan-rekan pengajiannya mengum pulkan uang masing-masing sepuluh perak. “Dari yang sepuluh perak itu, kami kumpulkan agar setiap bulannya ada honor untuk guru-guru TK dan keperluan lainnya untuk sekolah. TK berjalan terus dengan bantuan dari ibu-ibu pengajian, walaupun dengan terseok-seok, saya semangatin teman-teman, ayo maju terus.”

268
FACHRODIN set5.indd 268 11/10/2022 19.18.04

Berasal dari Mislu (Kamis Sepuluh)

Tahun 2006 suaminya membentuk Panti Asuhan yang dinamakan Panti Asuhan Putra/Putri Muhammadiyah Darul Ilmi. Ummi Kalsum pun tentu ikut memberikan pendidikan bagi anak-anak panti asuhan.

Mendidik Anak Panti

Niat membuka panti asuhan diawali kebiasaan keponakannya yang sering menginap di rumahnya. “Dia suka ngajak temennya ng inap di sini. Jadi lahir lah pemikiran untuk membuka panti asuhan. Dua tahun berjalan ada yang kasih rumah untuk panti asuhan pria. Dekat rumah ini,” ujar Ummi Kalsum.  “Dari mulai berdiri sampai sekarang, kami tidak pernah susah menyediakan keperluan anak-anak. Ada saja yang datang,” katanya mengenai kebutuhan panti yang selalu tersedia. Karena itu, setiap tiga bulan, ia akan mengumpulkan anak-anak yatim yang masih ada di luar.

Anak-anak yatim yang dari luar itu, akan disantuni dan diberikan pelajaran. “Mereka kami ajari agar tetap bersikap baik jika mereka ha rus bekerja di jalan.” Bukan hanya anak-anak yatim, wali mereka pun diajak untuk bergabung. “Ibu yang sudah tidak punya suami atau para bapak yang sudah tidak punya istri. Mereka juga kami berikan pelajar an agar menghargai anak-anaknya. Agar anak-anaknya tidak disuruh ngamen di jalan,” tandas Ummi Kalsum.

Anak-anak yatim yang diasuh, memang tidak hanya yang ting gal di asrama, tetapi ada juga yang di luar. “Mereka tinggal di rumah masing-masing,” ujarnya. Mereka itulah yang dikumpulkannya setiap tiga bulan sekali bersama dengan para anak panti asuhan yang ada di asrama. “Mereka semua sudah seperti anak saya sendiri. Jika ada ma salah, mereka tidak sungkan datang kesini. Kalau ada pengajian pun mereka datang ke sini ikut mengaji,” ujarnya.

Anak-anak panti asuhan ini dari berbagai usia, dari TK hingga SMA. “Sudah banyak yang keluar dan mandiri. Ada juga yang menja di pegawai negeri sipil (PNS). Mereka yang sudah mandiri, juga ikut membantu panti asuhan ini. Ada yang mengajar dan memberikan pe latihan-pelatihan.”

269
FACHRODIN set5.indd 269 11/10/2022 19.18.04

Operasi Kanker

Tahun 2015, Ummi Kalsum dinyatakan kena kanker payudara sebelah kiri. Wanita yang gigih mendidik ini, tidak gentar dengan pe nyakitnya sekalipun dinyatakan sudah memasuki stadium dua. Ia ti dak mau menunda lama menahan rasa sakit. Kepada dokter dia minta langsung dioperasi sebagaimana saran dokter. Sekalipun sebetulnya dokter takut untuk mengoperasinya.

“Dokternya saja sampai heran. Menurut dia, saya berani banget sudah tua begini, tidak takut untuk dioperasi. Buat apa saya takut. Saya masih mau lihat cucu-cucu saya berhasil, makanya saya mau sembuh. Pasrah saja,” ujar nenek dari 27 cucu ini. Semangat dan keberaniannya itu, membuat Ummi Kalsum sam pai saat ini masih tegar dan tegak berdiri walaupun diakuinya kaki nya sudah mulai terasa lemah. Bahkan berbincang dengan Jayakarta News dalam dua kali pertemuan, tidak pernah terlihat lemah. Ia se lalu bersemangat. “Saya memang kalau jalan sudah tidak kuat. Tetapi saya kan masih bisa ngomong, artinya mulut masih bisa digunakan. Tangan masih bisa dipakai. Karena itu, saya masih bisa memberikan latihan-latihan ke anak-anak di sini,” ujarnya semangat.

Ummi Kalsum, adalah cerminan wanita yang selalu semangat un tuk mendidik anak-anak. Tidak mau kalah dengan kondisi dan keada an yang penuh tantangan. TK yang semula didirikannya pada tahun 1969 di halaman rumahnya, di bawah pohon sirsak, kini telah ber kembang menjadi 23 TK Aisyiyah Bustanul Athfal tersebar di wilayah Depok. Murid yang semula berjumlah 17 anak usia dini yang ia didik sendiri, kini telah menjadi lebih dari seribu anak didik TK Aisyiyah Bustanul Athfal tentu dengan guru-guru yang mumpuni.  Mengakhiri perjumpaan kedua dengannya, Ummi Kalsum ber ujar, “Bagi saya mendidik itu sepanjang masa. Ajarilah ilmu pengeta huan anakmu dari baru lahir sampai ke liang lahat.” (melva tobing)[]

270
FACHRODIN set5.indd 270 11/10/2022 19.18.04

Hj. Fauziah AKM, Ber-‘Aisyiyah Tak Kenal Lelah

Arafah Surur, S.Ag. 16

Membincang Muhammadiyah tidak mungkin bisa dilepaskan dari ‘Aisyiyah. Meski ‘Aisyiyah “hanya” organisasi otonom Muham madiyah, namun peran dan posisi penting ‘Aisyiyah tidak bisa dipi sahkan dan gerak langkah Persyarikatan. Ibarat sebuah keluarga atau rumah tangga, posisi ibu tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun, oleh seorang ayah sekalipun. Begitu juga dalam ber-Muhamma diyah, ‘Aisyiyah bukanlah pelengkap melainkan domain penting da lam melancarkan dakwah berkemajuan di negeri ini.

Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Sumenep. Meski ber diri atas inisiatif Muhammadiyah, namun pergerakan Aisyiyah di Su menep banyak menentukan beberapa bidang, terutama pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan perempuan. Bahkan, bisa dikatakan, ‘Aisyiyah sudah menjadi mitra kerja dakwah yang signifikan. Tentu saja, semua berawal dari penggerak awal sekaligus aktor pengembang an gerakan, seperti Ibu Hj. Fauziah AKM.

Fauziah lahir dari keluarga besar penggerak awal Muhammadi yah di Sumenep, Raden Musaid Werdisastro. Raden Musaid yang juga seorang pengarang, sastrawan dan budayawan Sumenep ini memiliki seorang cucu yang kemudian dinikahkan dengan keponakan KH. Mas Mansyur, Ust. Abd Kadir Muhammad. Ust. Kadir sendiri adalah seo rang ustadz yang diperbantukan oleh K.H. Mas Mansyur untuk men 16 Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Sumenep

271
FACHRODIN set5.indd 271 11/10/2022 19.18.04

dirikan dan mengajar di Madrasah Diniyah Muhammadiyah di pen dopo rumah Raden Musaid Werdisastro. Dari pernikahan Abd. Kadir Muhammad dengan cucu R. Musaid, R. Fatimatuz Zahra, lahir 15 orang anak. Dan, Fauziah adalah anak pertama Ustadz Kadir Muhammad. Menariknya, semua putra-putri Ustadz Kadir Muhammad aktif di persyarikatan.

Kader “Ngintil”

Mungkin inilah salah satu keberhasilan Ust. Abdul Kadir Muham mad (AKM) dalam membangun kaderisasi dan rentang regenerasi di persyarikatan. Sejak masih kecil, putra-putrinya selalu diikutsertakan dalam kegiatan dakwahnya. Pengenalan dan penyertaan inilah yang pada nantinya menjadikan putra-putrinya sebagai kader potensial Muhammadiyah dan Aisyiyah. Salah satu putrinya yang ikut melanjutkan estafeta perjuang an dan kepemimpinan beliau di persyarikatan adalah putri sulung nya, Fauziah. Dilahirkan pada tanggal 19 Pebruari 1938 dari keluarga yang jelas-jelas berkarakter Muhammadiyah, Fauziah kecil, cucu sang penggerak Muhammadiyah di Sumenep, Raden Musaid Werdisastro, sering diajak oleh kedua orang tuanya dalam setiap kegiatan yang di lakukan Muhammadiyah. Ust Abd. Kadir Muhammad nampaknya sadar betul betapa sebuah umat perlu dibangun dari sebuah keluarga. Ibarat sebuah mata air, keluarga adalah sumber yang mengalir-hasil kan umat terbaik (khaira ummah) di masa depan. Sebelum akhirnya Fauziah dewasa memegang kendali Ketua Pim pinan Daerah Aisyiyah Sumenep pada tahun 1971, Aisyiyah Sumenep sendiri telah berdiri sejak tahun 1933. Hanya saja, Aisyiyah di ma sing-masing Kabupaten di Madura masih berkedudukan setingkat Cabang. Kepemimpinan Daerah Madura masih berpusat di Pameka san. Saat itu, Aisyiyah Cabang Sumenep pertama kali diketuai oleh ibu Aminatuz Zahra. Pada tahun 1948, kepemimpinan diganti oleh isteri K.H. Bahaud din, ibu Kartini. Namun, beberapa tahun kemudian—tepatnya pada tahun 1963—Nyai Kartini Bahauddin mengundurkan diri dari Aisyi

272
FACHRODIN set5.indd 272 11/10/2022 19.18.04

Hj. Fauziah AKM, Ber-‘Aisyiyah Tak Kenal Lelah

yah seiring keluarnya K.H. Bahauddin dari Muhammadiyah karena suatu masalah pribadi dan internal di persyarikatan. Hj. Nyai ‘Afiah Mukti selanjutnya menggantikan Nyai Kartini sebagai Ketua Aisyiyah Cabang Sumenep. Dalam semarak kegiatan Aisyiyah itulah Fauziah yang masih du duk di bangku sekolah setingkat SD telah aktif di Nasyiatul Aisyiyah yang dirintis oleh R. Musaid Werdisastro, kakeknya, dan Ust Abd. Ka dir Muhammad, ayahnya. Pada tahun 1962, Fauziah telah mengikuti Latihan Kepemimpinan se-Madura yang diadakan oleh PWA Jawa Timur di Bangkalan. Dalam konteks kekinian, ada istilah “kader ng intil” yang selalu diikutkan oleh orang tuanya dalam setiap kegiatan dakwah. Namun, di samping dari keluarga, Fauziah juga digembleng secara formal-organisatoris.

Totalitas Bermuhammadiyah

Ustadz Kadir membangun persyarikatan dengan penuh totalitas. Semua lini ditimbang berdasarkan landasan dakwah persyarikatan. Dalam masalah keluarga beliau menikahkan Fauziah dengan seorang kader Muhammadiyah. Pada tahun 1963, Fauziah remaja menikah de ngan R. Abd Said, seorang pegawai Pemerintah Daerah yang juga se orang aktivis Muhammadiyah. Rumah tangga Fauziah terasa semakin bahagia dengan kehadiran dua orang putra dan satu orang putri: Muh. Al-Ghazali, Moh. Ismail Saleh dan Nur Hayati. Namun, pada tahun 1969, Allah memberi cobaan kepada Fauziah dengan memanggil suaminya R. Abd Said ke sisi-Nya. Pada tahun ini lah muncul sejarah baru dengan dilaksanakannya shalat jenazah oleh ibu-ibu Aisyiyah di teras rumah Ust. Kadir Muhammad di Bangselok. Fauziah sendiri menjadi imam shalat jenazah saat itu. Bisa dibayang kan betapa kekuatan batin yang luar biasa itu memantapkan kesabaran seorang Fauziah dalam menerima ujian Tuhan. Hal ini juga menjadi dekonstruksi wacana dan budaya masyarakat Sumenep yang meman dang sinis dan tabu kaum perempuan menyalatkan jenazah. Bahkan, hingga sekarang masih banyak dijumpai di Sumenep. Inilah gebrakan

273
FACHRODIN set5.indd 273 11/10/2022 19.18.04

Muhammadiyah dalam menjalankan dakwah Ar-Ruju’ ilal-Quran wa Sunnati Rasulillah. Pada tahun 1971, kebijakan PWA berubah dengan mengu bah-kembangkan Cabang menjadi Daerah. Hingga di sini, Pimpin an Daerah Aisyiyah Sumenep berdiri dengan tampilnya Hj. Fauziah AKM sebagai Ketua PDA Sumenep pertama. Sepanjang masa hidup Hj. Fauziah inilah kendali Ketua PDA nyaris tidak pernah berganti tangan.

Ber-‘Aisyiyah di Mana Saja

Hanya saja, pada tahun 1975, Hj. Fauziah menikah lagi dengan R. Abd Ghani. Dari biduk rumah tangga yang baru ini beliau dikaru niai seorang putra, R. Moh. Ibrahim. Pernikahannya yang kedua ini “memaksa” Hj. Fauziah untuk pindah ke Kertosono Nganjuk. Jabatan Ketua PDA Sumenep akhirnya diserahkan kepada Ibu Hj. Zahiriyah Alwi, ibunda bapak Moh. Hanif, SE, yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sumenep periode 2009-2014.

Darah Muhammadiyah terlanjur mengalir dalam diri Fauziah. Di Kertosono, beliau menghidupkan kembali Asiyiyah Cabang Ker tosono yang sedang sekarat hampir mati. Bahkan, beliau sendiri yang mengurus dan meminta S.K. PCA Kertosono ke Pimpinan Daerah Aisyiyah Nganjuk.

Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1983, Fauziah kembali ke kampung halamannya, Sumenep. Nampaknya jabatan Ketua Aisyiyah Sumenep terlanjur menempel pada diri Hj. Fauziah. Musyawarah Daerah Aisyiah Sumenep tahun 1985 mengamanatkan kembali posisi Ketua PDA kepada Hj. Fauziah AKM hingga tahun 2000. Musyawarah Daerah Aisyiyah tahun 2000, posisi ketua baru pe riode 2000—2005 berganti ke tangan Hj. Sulusiyah Maksum dan Hj. Nur Suudiyah Mansyuri sebagai Sekretaris. Pada periode 2005—2010 masih diamanahkan kepada Ibu Hj. Sulusiyah dengan Ibu Hj. Arafah sebagai Sekretaris. Tampaknya, masa kepemimpinan Hj. Fauziah ter hitung paling lama.

274
FACHRODIN set5.indd 274 11/10/2022 19.18.04

Hj. Fauziah AKM, Ber-‘Aisyiyah Tak Kenal Lelah

Merambah Semua Aspek

Rentang panjang kepemimpinan Hj. Fauziah melahirkan bebera pa gagasan dan amal usaha Aisyiyah. Pada 11 Mei 1975, Balai Kesehat an Ibu dan Anak (BKIA) berdiri. Ibu Hj. Fauziah ingat betul jika segala perizinannya diurus sendiri ke Surabaya. Pada masa awal bedirinya, BKIA Aisyiyah yang terletak di desa Karangduwak ini cukup maju. Dalam sehari, pasien bisa mencapai 100 orang. Tenaga medisnya pun langsung ditangani oleh dokter. Sementara itu, petugas pelayanan ad ministrasinya ditangani sendiri oleh ibu-ibu Aisyiyah. Mungkin ka rena belum ada Posyandu dan Puskesmas yang representatif dalam pelayanan kesehatan dasar, BKIA Aisyiyah setiap hari sibuk dengan pemeriksaan dan pengobatan dan penimbangan serta pemeriksaan kesehatan anak dan balita.

Pada periode Fauziah, cabang dirintis dan dihidupkan. Tidak tanggung-tanggung, beliau turun ke cabang-cabang setiap minggu se kali. Dalam setiap turba (turun ke bawah) selalu ada pengajian yang diisi oleh Hj. Fauziah sendiri. Sehingga, dalam hal penceramah, Hj. Fauziah adalah penceramah tunggal di jajaran PDA Sumenep saat itu. Sebagai seorang ibu yang aktif, beliau seringkali membawa putra-put rinya ke cabang-cabang, terutama saat mengisi pengajian yang me maksanya untuk bermalam di kecamatan-kecamatan yang, menurut ukuran saat itu, tergolong jauh.

Hj. Fauziah merintis hubungan kerja sama dengan pemerintah kabupaten. Model hubungan yang dibangun dititikberatkan pada sa yap organisasi isteri pegawai negeri sipil, Pertiwi (sekarang Darma Wanita). Sebagai salah satu anggota Pertiwi, Fauziah menggerakkan kegiatan pengajian di lingkungan Pertiwi. Konsekuensi logisnya, Hj. Fauziah harus bersedia mengisi pengajian tersebut dari Pertiwi satuan kerja yang satu ke satuan kerja yang lain. Lagi-lagi, Fauziah menjadi penceramah agama wanita tunggal di lingkungan Pemerintah Daerah Sumenep.

Di bidang pendidikan, Pimpinan Daerah Aisyiyah pada masa periode Hj. Fauziah berhasil mendirikan beberapa TK ABA, seper ti di PCA Kota Sumenep, PCA Pragaan dan PCA Pasongsongan. TK ABA Pasongsongan yang hingga kini masih hidup dan maju meru

275
FACHRODIN set5.indd 275 11/10/2022 19.18.04

pakan “perpindahan tangan” dari TK ABA Kota Sumenep yang mati dan tidak laku. Dalam masa perintisan TK ABA Pragaan, Hj. Fauziah mengirimkan adiknya sendiri, Zuhriyah, untuk menjadi pioner dan tinggal di desa Prenduan Pragaan.

Ber-‘Aisyiyah Tak Kenal Lelah

Hingga akhir hayatnya, Hj. Fauziah AKM tetap aktif sebagai pe nasehat PDA Sumenep. Di samping senantiasa mengikuti kegiatan yang diadakan PDM dan PDA Sumenep, ia tetap aktif mengisi penga jian di PCA-PCA dan di lingkungan birokrasi pemerintahan. Meski sering sakit dan bahkan opname di rumah sakit, namun ia tidak me ngenal kamus lelah dalam mendakwahkan Islam melalui persyarikat an, khususnya Aisyiyah. Ibu Hj. Fauziah dipanggil oleh Allah pada 23 November 2013.

Bagi penulis yang terhitung masih muda, kadang merasa malu jika melihat Ibu Hj. Fauziah yang cukup senja di usianya tapi masih terus aktif ber-Aisyiyah. Keteladanan beliau dalam hal keikhlasan ber juang, kegigihannya berdakwah, dan kekuatan komitmennya memba ngun dan melayani umat, tampaknya perlu direnungkan dan diingat kembali agar ghirah berorganisasi kita tetap terjaga. Dengan demiki an, semoga kita ber-Aisyiyah tidak sekedar “sak isone, sak selone lan sak sempate”, yakni hanya pada saat bisa saja atau saat ada waktu luang atau saat sempat saja. Wallahu a’lam.

276
FACHRODIN set5.indd 276 11/10/2022 19.18.04

Raden Roro Martiningsih

Berjuang agar Guru Melek IT

Sebuah pesan pendek masuk saat saya baru menempuh kurang dari separuh perjalanan Gresik-Surabaya.

“Live loc njih,” tulis si pengirim pesan.

Tak lama setelah saya mengirim live location, pesan baru masuk kembali.

“Terus terang saya sangat mengapresiasi sekolah Panjenengan. Sekolah saya jauh, tapi Njenengan bersedia datang,” tulis si pengirim pesan lagi.

Pada Selasa (10/12/19) lalu saya memang berjanji bertemu de ngan Raden Roro Martiningsih MPd di sekolah tempat ia mengabdi, SMP Muhammadiyah 1 Surabaya. Saat itu kami merencanakan akan bertemu pukul 9 pagi.

Saya terharu membaca pesan yang dikirim Bu Roro---sapaan Ra den Roro Martiningsih---saat itu. Kami memang belum pernah ber temu sebelumnya. Hari itu adalah pertemuan pertama kami, saya dan tim Cikal serta dua siswa reporter cilik.

Bagi saya, Bu Roro begitu memperhatikan dan menyambut ha ngat kedatangan kami. Ia terus memantau dan memastikan posisi kami di tengah kesibukannya menjadi seorang guru. Bahkan ketika kami telah sampai di depan pintu gerbang sekolahnya, ia telah berdiri dan berjalan menghampiri kami. Sosoknya yang ‘grapyak’ kata orang Jawa, membuat kami nyaman dan langsung akrab dengannya. Kami kemudian diarahkan menuju kantor dan dikenalkan dengan semua

277
FACHRODIN set5.indd 277 11/10/2022 19.18.04

guru dan karyawan yang ada di sana. Kami begitu disambut hangat olehnya.

Bu Roro menjadi guru kali pertama tahun 1995 di Lembaga Pendidikan Al Muslim Waru Sidoarjo. Ia mengaku sejak kecil ingin menjadi guru karena terinspirasi oleh ibunya. “Ibu saya itu guru. Saat membawa pekerjaannya ke rumah, saya lihat, oh gitu ya koreksi itu, bisa tahu ini salah, ini benar,” ungkapnya.

Perempuan kelahiran Surabaya, 8 Maret 1972 itu mengatakan, ibunya selalu menyemangati untuk berbuat lebih baik. “Kamu tidak akan pernah tahu kesuksesanmu kalau belum mencoba. Apa pun ha rus dicoba dulu. Kalau kamu gagal, kamu tahu, apa yang menyebab kan kamu gagal. Kalau kamu berhasil, kamu akan bersuka cita atas keberhasilanmu,” kisahnya.

Pengalaman pertama menjadi guru yang sangat berkesan itu ada lah, kata dia, ketika ada murid yang masuk sekolah dalam keadaan tidak bisa, tapi keluar dari sekolah menjadi bisa. Jadi ada proses di sekolah yang membuat seorang murid berubah dan itu tantangannya. Kala itu anak-anak tidak suka matematika dan menjadi suka matema tika karena ia mengajar dengan gaya yang berbeda. “Itu pertama kali saya merasa amazing,” ujarnya.

Kecintaannya pada dunia pendidikan dibuktikannya dengan menjadi Duta Televisi Edukasi (TvE) pada 2007. Dari sana, ia menge nal SMP Muhammadiyah 1 Surabaya yang menjadi salah satu peserta pelatihannya di Jakarta. Suatu saat tahun 2013, ia diminta Kementeri an Pendidikan dan Kebudayaan menjadi narasumber Televisi Edukasi. Saat itu, lanjutnya, ada narasumber lain yang menceritakan Rumah Belajar. Ia mengaku tertarik dengan Rumah Belajar yang berbasis in ternet. Sedangkan pada waktu itu internet masih langka, belum seper ti saat ini.

Akhirnya pada 2013 ibu dua anak itu mulai memanfaatkan Ru mah Belajar. Ia kemudian menuliskan pengalamannya memanfaatkan Rumah Belajar dan ternyata karyanya itu fenomenal sehingga diakui oleh Kementerian. “Karena mungkin saya guru pertama yang menulis Rumah Belajar. Seperti juga TvE. Saya adalah guru pertama yang me

278
FACHRODIN set5.indd 278 11/10/2022 19.18.04

Raden Roro Martiningsih

nulis tentang TvE itu. Bagaimana memanfaatkan siaran Televisi Edu kasi,” jelasnya.

Menurutnya, apa pun yang baru digulirkan, kalau kita pakai dan kita tulis, serta belum pernah ada yang menulis, itu pasti dimuat. Jadi menulis itu gampang, asalkan kita menulis sesuatu yang benar-benar baru, belum pernah ditulis orang sebelumnya.

Selain itu, Bu Roro juga menulis tentang Microsoft, karena saat itu juga sedang booming office 365. Kala itu tahun 2014, ia menulis bagaimana manfaat Excel. “Sakjane sing tak tulis itu biasa. Sekolah ini kan sudah biasa, guru kan pake excel semua kan, pake word, pake po wer point, itu sudah biasa. Itu yang saya tulis. Akhirnya saya menulis manfaat excel untuk pembelajaran statistik di sekolah. Nah itu dimuat juga,” paparnya bersemangat.

Akhirnya pada 2017 ia berkesempatan mengikuti bimtek tentang Rumah Belajar. Ia ditugaskan melatih 10 sekolah lain, tanpa ada su rat resmi. Baginya, hal tersebut sangat sulit dicapai. Ia tidak mungkin mendatangkan 10 guru dari 10 sekolah yang berbeda ke sekolahnya, karena terkendala banyak hal. Misalnya, ia harus izin kepala sekolah perihal penggunaan ruang, bagaimana konsuM.Si. mereka, penentuan waktu, apalagi jika yang diundang juga punya sejuta alasan menolak. Sehingga Bu Roro harus menggunakan strategi jemput bola. Sasaran pertamanya SMP Negeri 37 karena ia menjaga Ujian Na sional di sana. Tetapi ia hanya mendapat 2 orang yang berhasil dila tih dan terdata secara online. “Akhirnya saya datangi lagi teman saya guru SD Negeri Ploso 1 orang, trus guru SMA Negeri 5 dapat 1 orang lagi. Sampai akhirnya target itu terpenuhi 10 sekolah dengan 16 guru,” ungkapnya.

Perempuan yang tinggal di Bratang Binangun I/3 Gubeng Suraba ya itu merasa bersalah saat setiap orang yang ia tanya tentang Rumah Belajar, ternyata belum pernah tahu. Ia berpikir di Jawa Timur ini ada lebih dari 300 ribu guru. Jika ia mewakili Jawa Timur dan yang dila tih hanya 16 orang, lalu bagaimana dengan lainnya. Perasaan berdo sa itulah yang memotivasi Bu Roro untuk terus berbagi. Karena jika ia yakin, maka Allah menjamin, jika ia ikhlas maka Allah membalas.

279
FACHRODIN set5.indd 279 11/10/2022 19.18.04

“Setiap ilmu yang bermanfaat akan membawa saya ke surga,” ungkap nya yakin. Ia pun membuat iklan di kanal facebook bagi siapa yang mau di latih pembelajaran berbasis multimedia dan web, serta pembuatan video sederhana dengan gratis. Pihak yang merespons pertama dari pengumumannya itu adalah Sekolah Katolik Santa Clara. Ia mengaku sedih saat itu karena yang merespons pertama sekolah Katolik, bukan sekolah Islam. Akhirnya ia datang ke SD Muhammadiyah 10 Suraba ya, SD Muhammadiyah 17 Surabaya, lalu ke SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Terus setiap hari ada tawaran untuk sosialisasi Rumah Belajar. Berbekal sepeda motor, ia mengunjungi sekolah-sekolah itu. Sampai akhirnya Bu Roro terpilih sebagai Duta Rumah Belajar Provinsi Jawa Timur. Saat menjadi Duta Jawa Timur, ia harus membu at karya tulis ilmiah. Bu Roro sempat berpikir melaporkan PTK yang sudah ia tulis saat memanfaatkan Rumah Belajar. Keinginan tersebut ia batalkan, karena pasti Duta Rumah Belajar yang lain juga membuat PTK. Ia ingin membuat yang berbeda.

Akhirnya Bu Roro menulis bagaimana persepsi guru di Suraba ya setelah mendapatkan sosialisasi dan setelah memanfaatkan Rumah Belajar dalam pembelajaran. “Saya benar-benar fokus saat ke level 4, membuat video menggunakan aplikasi video show karena menurut saya sangat mudah. Di mana saja, kapan saja, saya selalu sosialisasi Rumah Belajar, bahkan saat di kereta. Pada akhirnya, alhamdulillah saya terpilih jadi Duta Rumah Belajar Terbaik Nasional,” ungkapnya bangga.

Selama menjalani tugas sebagai duta Rumah Belajar, Bu Roro mengaku mempunyai kendala dalam hal mengatur waktu. Sebenarnya ia telah menjadwalkan sosialisasi setiap Jumat siang, Sabtu, dan Ahad. Namun terkadang ada sekolah yang meminta hari efektif dengan ber bagai alasan, misalnya ada kunjungan tamu pejabat. Karena hal terse but, mau tidak mau, Bu Roro harus mengalah. “Kalau dua anak saya Alhamdulillah bangga. Kadang kalau ada kegiatan, saya ajak, jadi se nang. Anak-anak saya menikmati,” kata dia.

280
FACHRODIN set5.indd 280 11/10/2022 19.18.05

Bu Roro berharap semua siswa bisa mengembangkan dan fokus pada talentanya masing-masing. Misalnya, jika ingin menjadi siswa berprestasi, maka jangan yang biasa-biasa. “Jadilah siswa prestasi yang punya kelebihan lain, misal buat blog yang bisa membantu teman da lam belajar,” tuturnya.[]

281
FACHRODIN set5.indd 281 11/10/2022 19.18.05

Selekta Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar Srikandi Aisyiyah17

Rio Estetika 18

Muhammadiyah menjadi sosok gerakan Islam yang teramat dihor mati di negeri nusantara. Usia satu abad lebih dan kontribusinya bagi negeri menjadikan Muhammadiyah sebagai pencerah dan pene rang kehidupan. Semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar menjadi platform perjuangan semenjak kelahirannya. Besarnya nama Muham madiyah tak luput dari kerja keras para kader-kadernya yang tersebar di seantero nusantara. Melalui Muhammadiyah dan ortomnya, para kader-kader itu berjuang menerangi kehidupan dengan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin. Mereka menjadi tokoh-tokoh besar di masya rakatnya, mengabdikan diri kepada Muhammadiyah, dan memupus silang sengkarut problem kehidupan.

Mengulas tentang kader dan tokoh Muhammadiyah, berikut selekta kisah perjalanan Mifrahah Niatun, “Srikandi Aisyiyah” Ka rangturi. Perempuan kelahiran Karanganyar, 4 Agustus 1955 silam ini menjadi sosok pengemban dakwah yang komitmen dan konsis ten. Semangat dan kecermatan memandang kehidupan menjadi salah satu letupan sinar semesta Muhammadiyah dalam mengurai problem

17 https://www.kompasiana.com/humanioraaesthetic/ 5e1ae403097f3640fa0b92c2/selekta-dakwah-amar-ma-ruf-nahi-munkarsrikandi aisyiyah

18Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, no tlp (085647270515), Email: rioestetika99@gmail.com, instagram: @rio_estetika_

282
FACHRODIN set5.indd 282 11/10/2022 19.18.05

Selekta Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar Srikandi Aisyiyah

perempuan yang selama ini kerap disa lahpahami oleh kaum muslimah sendiri. Melalui organisasi otonom Muhammadi yah, bernama Aisyiyah, ia menjadi ujung tombak perubahan kaum perempuan di kampungnya, Desa Karangturi, Gon dangrejo, Karanganyar.

Bu Rohah, sapaan akrab Mifrahah Niatun oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Beliau menjadi teladan dan inspiratif perempuan-perempuan di de sanya. Kiprah Bu Rohah semakin mene gaskan bahwa perempuan memiliki peranan penting di ranah publik selain tugas domestik. Bersama teman-temannya, Bu Rohah berusaha sekuat tenaga untuk mencerdaskan perempuan-perempuan di kam pungnya, agar memiliki pemahaman agama Islam yang baik serta tahu peran dan fungsinya sebagai perempuan.

Merintis Ranting Aisyiyah

Perjalanan dakwah Bu Rohah bukanlah tanpa liku. Bu Rohah mengawalinya dari PKK Desa dengan mengadakan program pengaji an khusus wanita bernama “Al-Hidayah”. Namun, pengajian tersebut pada akhirnya kandas. Sekilas Bu Rohah menceritakan kondisi yang melatarbelakangi beliau mengambil peran dakwah di kampungnya. Kaum wanita saat itu belum memiliki kesadaran akan hidup beragama yang lurus. Islam hanya dijadikan sebagai simbol dan rutinitas ibadah yang bermakna sempit. Mereka hanya mengenal shalat, puasa, dan rutinitas ibadah lain yang bersifat dhohir/yang tampak saja. Namun dalam segi nilai-nilai ajaran Islam yang lainnya seperti aqidah, akhlak, dan muamalah belum terterapkan secara sempurna dan menyeluruh. Kondisi masyarakat saat itu juga masih kental dengan adat istiadat Jawa seperti ritual-ritual yang tidak sesuai dengan syariat Islam seper ti Gugon Tuhon, tahayyul, bid’ah, dan khurofat. Selain itu kaum wanita masih banyak yang buta huruf Al-Qur’an.

Kondisi tersebut menjadi keprihatinan yang besar bagi Bu Rohah dan mendorongnya mengajak kaum wanita di Desa Karangturi un

283
FACHRODIN set5.indd 283 11/10/2022 19.18.05
Bu Rohah (Mifrahah Niatun)

tuk maju bersama khususnya dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam. Bu Rohah mengambil inisiatif untuk membangkitkan kembali pengajian “Al-Hidayah”. Sempat ada keraguan di antara teman-teman Bu Rohah. “Opo yo iso, lha wong pengajian sing teko yo gur iku-iku wae” (Apa ya bisa, yang datang kajian orang-orangnya itu-itu saja?), kata Bu Rohah menirukan ucapan temannya. “Mbuh sepira wae sing teko pengajian tetep mlaku, sing teko loro utowo sijipun pengajian mla ku. Sithik-sithik sing penting konsisten” (Entahlah yang datang berapa pun pengajian tetap berlangsung. Yang datang dua atau bahkan satu, pengajian harus tetap berjalan. Sedikit demi sedikit yang penting kon sisten), tegas Bu Rohah menceritakan salah satu tantangan dakwah nya.

Secara resmi Ranting Aisyiyah Karangturi berdiri pada pada hari Jum’at, 19 Mei 2002 sekaligus melaksanakan pembentukan pengurus periode pertama yaitu periode 2002-2007. Struktur organisasi yang terbentuk pertama kali teridiri atas pimpinan dan anggota bidang. Adapun susunan pengurus Pimpinan Ranting Aisyiyah Karangturi meliputi : Ketua : Mifrahah (selaku pendiri Ranting Aisyiyah Karang

284
Jajajaran Pengurus Ranting Aisyiyah Karangturi. Sumber: Dokumen Pribadi
FACHRODIN set5.indd 284 11/10/2022 19.18.05

turi), Wakil Ketua : Sri Lestari, Sekertaris I : Harti, Sekertaris II : Hj. Parwanti, Bendahara I : Ngatiyem, Bendahara II : Sri Kusmiati.

Membesarkan Ranting Aisyiyah

Bu Rohah mengajak teman-temannya untuk bergerak maju me ninggalkan kejumudan dan ketertinggalan kaum perempuan di desa nya. Bu Rohah memanfaatkan Ranting Aisyiyah sebagai media gerak an dakwah perempuan yang apik. Mengemas lingkungan yang sejalan dengan kebutuhan serta memberikan ruang kepada perempuan un tuk mengaktualisasikan dirinya secara positif tanpa beban dan tekan an. Pendekatan interpersonal dan kultural adalah strategi jitu untuk mengajak teman-temannya berjuang.

“Dakwah iku ora iso dewekan, ora perlu akeh sing penting koe due kanca sing mbok percaya iso ngewangi lan nyemangati” (Dakwah itu tidak bisa sendirian, tidak perlu orang banyak yang penting kamu punya teman yang dapat dipercaya dan memberi semangat)”, kata Bu Rohah. Maka, benarlah selama memimpin Ranting Aisyiyah, Bu Ro hah selalu menggunakan pendekatan personal untuk menarik simpati

285
Selekta Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar Srikandi Aisyiyah Sosialisasi dan Temu Walisiswa KB/TK Aisyiyah. Ranting Aisyiyah Karangturu juga bergerak dalam bidang pendidikan KB/TK. Sumber: Dokumen Pribadi
FACHRODIN set5.indd 285 11/10/2022 19.18.05

teman-temannya agar mau ikut serta berjuang di jalan dakwah yang ia rintis. Menempatkan teman-temannya bukan sebagai anak buah, melainkan mitra berjuang bersama sejalan dengan kemampuan ma sing-masing.

Berkat kerja keras dan kerjasama yang solid di bawah pimpinan Bu Rohah, Ranting Aisyiyah Karangturi kini berkembang menjadi organisasi perempuan yang diperhitungkan di Desa Karangturi dan telah mampu memberdayakan kaum perempuan di sana dengan kegi atan-kegiatatan positif yang membangun. Pendidikan anak usia dini, kajian intensif, dompet kemanusiaan, TPA Ibu-ibu, kewirausahaan, adalah sebagian kecil agenda Ranting Aisyiyah Karangturi dalam usa ha mencerdaskan kaum perempuan dan menyadarkan bahwa tugas perempuan tidak hanya berakhir pada wilayah domestik saja.

Bu Rohah menyerahkan santunan kepada warga saat bakti sosial ranting Aisyiyah Karangturi. Sumber: Dokumen Pribadi

Dakwah, Duit Dari Mana?

Bu Rohah pernah ditanya salah satu kawannya,”Awake dewe nga ji butuh biaya lhah iki seko ngendi? Transport ustadz pie, snack pie?” (Kita mengaji butuh biaya dari mana? Transport ustadz bagaimana?

286
FACHRODIN set5.indd 286 11/10/2022 19.18.05

Selekta Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar Srikandi Aisyiyah

Snack bagaimana?) Menjawab pertanyaan itu, Bu Rohah mengawal inya dengan sedekah dirinya sendiri. Beliau menanggung akomodasi ustadz dan menyediakan snack untuk kajian. Dengan begitu jama’ah yang lainnya tergerak hatinya untuk ikut bersedekah menanggung bi aya kajian bersama itu.

Bagi Bu Rohah, finansial dalam dakwah itu bisa dicari dan Allah pasti memberikan jalan keluar. Bu Rohah berpandangan bahwa harta itu jangan sampai ditumpuk-tumpuk, tapi harus ada yang digunakan untuk kehidupan umat. “Nek awake dewe dakwah masalah sedekah, awake dewe kudu menehi tuladha sing tenanan supoyo wong sing di dakwahi iku ngeh terus melu-melu sedekah karo infaq”, kata Bu Rohah. (Kalau kita berdakwah tentang sedekah, kita harus memberikan con toh keteladanan supaya orang yang kita dakwahi itu yakin dan mau ikut bersedekah).

Kini di usia 64 tahun Bu Rohah masih mengemban misi dakwah nya. Semangatnya tak pernah surut. Ujian, tempaan, dan rintangan telah banyak ia lalui, namun baginya dakwah tak mengenal kata usai atau cukup. Selama nafas mengalun tanggung jawab dakwah masih melekat. Kini semangat dakwah Bu Rohah tengah diwariskan kepada anak-anak putri di kampungnya terutama kepada putrinya, Zakiyyah Nurul Lathifah yang juga giat terjun ke medan dakwah seperti Bu Ro hah.[]

287
FACHRODIN set5.indd 287 11/10/2022 19.18.05
FACHRODIN set5.indd 288 11/10/2022 19.18.05

Geliat Program dan Amal Usaha Muhammadiyah Lokal

4
FACHRODIN set5.indd 289 11/10/2022 19.18.05

Menjaga Pluralisme dalam Dakwah Kebangsaan Muhammadiyah

Hadi Sutrisno dan Syafii Latuconsina terdiam. Kampong terli hat kosong melompong, seakan tak ada kehidupan. Upayanya berangkat pagi-pagi sepertinya sia-sia. Apa yang ditemui di Long Ke luh Kecamatan Kelay membuat pikirannya letih. Padahal badannya sudah letih dari perjalanan yang cukup jauh.

Subuh baru lewat sedikit ketika meninggalkan basecamp di Tan jung Redep, ibukota Kabupaten Berau. Dan perjalanan ke kampung Long Keluh memakan waktu sekitar 3—3,5 jam kalau lancar. Dalam pikiran keduanya, sekitar pukul 09.00 sudah sampai dan pertemuan bisa dimulai sesuai perjanjian, pukul 10.00. Ternyata di perjalanan ada hujan dan jalan licin berlumpur, membuat terhambat. ”Kami sampai di desa sudah hampir pukul 13.00 dan warga sudah ke hutan, karena ada warga yang membuka lahan,” jelas Hadi. Hadi adalah Asisten Ahli dalam program Kemakmuran Hijau yang diselenggarakan Majelis Pemberdayaan Muhammadiyah (MPM) di Kabupaten Berau Kalimatan Timur. Sedang Syafii adalah Konsultan MPM PP Muhammadiyah. Mereka sudah membuat janji, namun re alita di lapangan membuat keduanya tidak bisa berbuat apa-apa. Jam perjanjian telah dilampaui. Masyarakat di sini ungkap Hadi, masih memegang teguh adat. Ketika ada warga yang membuka lahan, semua warga akan ikut ke hutan. “Kalau tidak ikut gotongroyong, ia akan

290
FACHRODIN set5.indd 290 11/10/2022 19.18.05

Menjaga Pluralisme dalam Dakwah Kebangsaan Muhammadiyah

kena denda. Denda uang dan denda sosial itu luar biasa pengaruhnya,” ungka Hadi. Karenanya, Hadi maupun Syafii memaklumi. Mereka pun me nunggu dan mengajari bikin pupuk kocor harus keesokan hari, mun dur sehari dari jadwal yang ditentukan. Perubahan rencana membuat kami, sebut Hadi Sutrisno, harus menginap. “Malam itu kami diberi tempat untuk tidur di kediaman Ibu Gembala. Dan Ibu Gembala ke mudian menyiapkan tempat yang baik bukan hanya untuk tidur, na mun untuk menjalankan salat,” ungkap Hadi tanpa menyembunyikan haru.

Sementara di lain waktu Wakil Program Manajer Kemakmuran Hijau Zen Al Wahab dengan sabar menunggu warga Siduung Indah dan Batu Rajang di Kecamaan Segah. Waktu sudah menunjukkan pu kul 10.00, kegiatan belum bisa mulai. Sebagian besar yang lain masih beribadah di gereja. Hari itu, Minggu dan sebagian masyarakat Dayak Kenyah adalah Protestan.

“Ada dua gereja, dengan jam peribadahan yang berbeda. Saya tentu harus menunggu mereka agar sosialisasi bisa dilaksanakan ber sama. Hari itu sesuai kesepakatan jadwal, saya akan menjelaskan pe ngembangan hasil hutan non kayu. Menjelaskan tahap-tahapnya. Dan ini penting sehingga harus melibatkan seluruh warga. Karena untuk menyepakati pentingnya lokasi demplot,” jelas Zen.

Usai beribadah di gereja, tentu harus pulang dulu. Berganti pa kaian dan mungkin sarapan, baru mendatangi pertemuan. Pertemuan berlangsung lancar, Zen kemudian gelisah. Waktu duhur hampir habis dan pembicaraan masih lama. Meski bisa dijamak dengan Ashar, na mun ia belum melihat di dekat lokasi mana tempat yang bersih. “Mas kalau mau istirahat dan sembayang dulu, sudah kami siapkan tempat yang bersih, di bagian samping gereja,” ungkap seorang warga yang membuat Zen merasa terharu. ***

Keprihatinannya terhadap kondisi hutan, membuat MPM PP Mu hammadiyah sigap menyingsingkan lengan baju. Lewat Program Kemakmuran Hijau Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Ma

291
FACHRODIN set5.indd 291 11/10/2022 19.18.05

syarakat, MPM menabuh genderang menyelamatkan hutan Indone sia. Bekerja sama dengan Millenium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) dan Yayasan Kehati, mereka melakukan kegiatan dengan dua fokus. Pertama, pengurangan emisi karbon dengan on farming. Di sini mereka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat un tuk budidaya tanaman hutan non-kayu: lada, karet, gaharu dan em pon-empon. Tujuannya jelas, meningkatkan produktivitas tanaman hutan non-kayu. Kedua, pengurangan kemiskinan dengan kegiatan off farming yakni meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengu atan kelembagaan ekonomi kelompok dan perluasan jaringan usaha. Berau dengan 3 kampung itu dipilih bukan tanpa pertimbangan. Adalah realita, Kabupaten Berau menghasilkan lebih dari 21 MtCO2 emisi pertahun atau sekitar 10% total emisi Kalimantan Timur. Me ngutip data McKinsey (2010), Project Manager Program Kemakmur an Hijau MPM PP Muhammadiyah, Muttaqien menyebutkan bila laju kepunahan hutan di Berau lebih dari 24.000 hektare hutan per tahun. “Sektor kehutanan bertanggung jawab atas punahnya emisi le bih dari 10 MtCO2 pertahun, terutama akibat pembalakan tak ramah lingkungan dalam konsesi HPH,” jelasnya. Pilihan pada tiga kampong (setara desa) di Berau inilah akhirnya dilakukan.

Pemilihan lokasi binaan dilakukan dengan dukungan (MCAI) dan Yayasan Kehati. Bukan hal mudah. Data pemerintah 2016 se but Muttaqien, ada 25.863 desa yang berada di kawasan hutan. Dari jumlah itu, 71% menggantungkan hidup dari sumberdaya hutan dan diperkirakan terdapat 10,2 juta jiwa dalam kondisi miskin. “Tentu bukan persoalan mudah memilih 2-3 desa untuk kita dampingi. Apa lagi kami berharap, warga inilah kelak yang akan menebarkan pema haman baru sebagaimana kita sampaikan dalam menjaga ekosistem,” ungkap Muttaqien dan Ketua MPM PP Muhammadiyah, Dr. M Nurul Yamin, terpisah.

Upaya yang dilakukan MPM PP Muhammadiyah bekerja sama dengan MCA dan Kehati tentu dengan tujuan. Yang paling utama adalah turut serta menjaga kelestarian hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Jadi upaya ini sejatinya merupakan sebuah bagian perencanaan pengelolaan hutan yang dilakukan bersama-sama. Dan

292
FACHRODIN set5.indd 292 11/10/2022 19.18.05

Menjaga Pluralisme dalam Dakwah Kebangsaan Muhammadiyah

hal ini bisa akan memiliki kesinambungan kalau masyarakatnya bu kan hanya dibantu namun juga diberdayakan. Sehingga mereka-lah kelak yang justru akan menjaga kelestarian hutannya. Karena mereka yang tahu mana hutan yang harus dipelihara dan mana yang bisa dio lah untuk industri. Untuk menjaga dan melestarikannya, masyarakat sekitar hutan tentu tidak bisa dibiarkan miskin. Mengurangi kemiskinan yang masih menjadi problem besar Bang sa Indonesia adalah tujuan jangka jauhnya. Memberdayakan masyara kat sekitar hutan secara luas, adalah jangka pendeknya. Keberdayaan dan pemahaman pengelolaan serta pemanfaatan hutan tentu akan se dikit banyak mengurangi kemiskinan masyarakat. “Mereka perlu dia jak mengenal kembali keunggulan lokal yang selama ini menjadi po tensinya, dan mungkin terlupakan. Penanaman rempah-rempah serta empon-empon cocok dan potensial di wilayah itu namun selama ini agak terabaikan. Untuk itulah kami mengulik dan mengajak mereka kembali menanam bahkan kelak memasarkan,” sebut Yamin. ***

Mengimplementasikan paham keagamaan yang bersifat rahmatan lil alamiin, Muhammadiyah melaksanakan konsep dakwah bersifat ink lusif. “Tidak memandang suku, etnis atau agama. Karena kita mema hami Bangsa Indonesia itu plural. Dan dengan memahami pluralism inilah pemberdayaan yang dilakukan Muhammadiyah menggunakan konsep dakwah kebangsaan,” jelas Yamin.

Tidak diingkari, bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku, et nis, budaya bahkan agama. Di dalam pelbagai perbedaan itu, ada kesa maan yang dihadapi yang sangat melilit masyarakat secara nyata, yak ni kemiskinan. Artinya, kemiskinan merupakan problem kebangsaan yang juga menjadi tanggung jawab bersama. “Dan Muhammadiyah terpanggil untuk ikut memecahkan problem kebangsaan tersebut. Ka rena itulah dakwah pemberdayaan yang dilakukan Muhammadiyah bersifat kebangsaan, dakwah kebangsaan juga jihad kebangsaan,” se but Nurul Yamin.

Fakta inilah yang membuat kegiatan pemberdayaan yang dilaku kan MPM PP Muhammadiyah bisa berjalan dimana-mana, meski an

293
FACHRODIN set5.indd 293 11/10/2022 19.18.05

tara pendamping dan yang didampingi tidak sama suku, etnis bahkan agamanya. “Konsep kami hanyalah nguwongke wong,” tandas Yamin. Di sinilah sejatinya mewujudnya tepa slira, dan toleransi, gotongro yong, kebersamaan dan kearifan lokal lain tanpa disadari. Untuk itu lah, sebagai ‘yang datang’ lanjutnya, kitalah yang memang harus me nyesuaikan.

Seperti diketahui, Warga Batu Rajang, Siduung Indan dan Long Keluh adalah komunitas Dayak yang 99% non-Muslim. Konsep ngu wongke wong itulah yang membuat di mana pun MPM mengajak pegi at di lapangan untuk selalu mengenal dan memahami kebiasaan serta juga adat istiadat dan budaya mereka. “Contohnya, kita harus toleran dan tidak mungkin mengadakan acara Minggu pagi, karena mereka harus ke gereja. Kita juga harus menunda kegiatan, ketika misal tetua adat akan mengadakan pesta nikah anaknya. Kita tidak memaksakan mereka harus mengikuti. Sebaliknya, kitalah yang menyesuaikan,” je las Yamin. ***

Sebagai proyek, kegiatan MPM PP Muhammadiyah sudah berakhir sejak 2018. Namun bukan berarti warga masyarakat di 3 kampung itu terus ditinggalkan. Menurut Wakil Program Manajer Kemakmuran Hijau Zen Al Wahab, MPM ‘menyerahkan’ keberlanjutan dampingan tersebut pada mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universi tas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Merekalah lanjut Zen, yang menjaga dan merawat keberlanjutan pemberdayaan. Bahkan Januari 2020 lalu, perwakilan Berau juga diundang dalam lokakarya dan best practise program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang. Jadi semua tetap dalam pantau an.

Tetapi ini adalah pemberdayaan. Muhammadiyah tentu tidak ingin membuat warga dampingan menjadi bergantung. Muham madiyah hanya memberi kail, warga dampingan yang akan mencari ikan sendiri. Semua tergantung kreativitas dan inovasi, tidak sekadar keberdayaannya.

294
FACHRODIN set5.indd 294 11/10/2022 19.18.05

Menjaga Pluralisme dalam Dakwah Kebangsaan Muhammadiyah

Mandiri, adalah makna sukses pemberdayaan. Itu menjadi harap an MPM PP Muhammadiyah. Apalagi seperti disebut Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir ketika mengujungi Batu Ra jang, kegiatan pemberdayaan MPM PP Muhammadiyah memiliki tiga dimensi utama. Pertama, proses penyadaran. Artinya, masyarakat ha rus mampu menyadarkan akan potensi sekaligus tantangan yang diha dapi. Kedua, pemberdayaan masyarakat harus mampu membebaskan dari masalah yang dihadapi berbasis pada kemampuan masyarakat itu sendiri. Ketiga, pemberdayaan masyarakat harus mampu menumbuh kan partisipasi masyarakat. Pemberdayaan bukanlah kegiatan karitatif yang berujung pada tumbuhnya sifat ketergantungan. “Ujung keberhasilan dari aktivitas pemberdayaan adalah kesejah teraan dan kemandirian masyarakat. Dan para fasilitator yang men dampingi masyarakat inilah kunci keberhasilan,” kata Haedar Nashir. *** Dakwah kebangsaan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Re publik Indonesia (NKRI) serta menyemai keindahan pluralisme, dia kui Haedar bukan hanya ditunjukkan dengan kebesaran jiwa Ki Bagus Hadikusumo semasa menyusun Pancasila tahun 1945 saja. Waktu itu, ungkapnya, demi keutuhan bangsa yang baru saja merdeka, Ki Bagus lah yang mengusulkan agar 7 kata dalam Piagam Jakarta : “dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Se hingga menjadi Pancasila seperti sekarang.

“Hanya saja, Muhammadiyah membangun NKRI, pluralisme de ngan banyak bekerja sedikit bicara. Kami bukan yang suka beretori ka,” kata Haedar. Dan dalam membangun kehidupan berkebangsaan, Muhammadiyah melengkapi gerak kiprahnya dengan nilai kasih sa yang.[]

295
FACHRODIN set5.indd 295 11/10/2022 19.18.05

Bakti Muhammadiyah pada Masyarakat Suku Kokoda

Banyak dari kita yang selama ini tinggal dan menetap dengan nya man di Pulau Jawa tidak mengetahui bahwa hingga kini di Papua, masih banyak saudara sebangsa setanah air kita yang terpaksa harus tinggal secara nomaden atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Alasan yang mendasari kepindahan mereka dapat disebab kan beberapa hal, di antaranya adanya kematian salah satu masyarakat suku tersebut, atau adanya ancaman dari pihak luar, tidak memiliki wilayah legal untuk dihuni, atau juga kebijakan yang kurang berpihak kepada kelompok-kelompok miskin, maupun karena sumber daya alam paham tempat asalnya telah habis. Hal tersebutlah yang menda sari Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, melakukan pembinaan terhadap desa-desa terluar, terpencil dan ter tinggal (3T) di Indonesia.

Selain Kabupaten Berau di Kalimantan Timur, Pulau Sebatik di Kalimantan Utara, Kabupaten Manggarai di NTT, dan Kecamatan Sembalung, Lombok Timur di NTB, terdapat Kampung Warmon, Ai mas, Sorong, Papua Barat, yang dihuni oleh suku Kokoda yang telah menjadi binaan 3T MPM PP Muhammadiyah sejak 2013. Masyarakat suku Kokoda yang awalnya hidup nomaden dibantu agar memiliki ak ses mendirikan kampung dan menetap. Pendirian kampung tersebut sebagai cara agar para warga suku Kokoda mendapatkan haknya seba gai Bangsa Indonesia.

Sebelum membahas lebih dalam, mari kita telaah dulu informa si umum terkait kampung Warmon yang didiami oleh Suku Kokoda

296
FACHRODIN set5.indd 296 11/10/2022 19.18.05

Bakti Muhammadiyah pada Masyarakat Suku Kokoda

tersebut. Kampung Warmon terletak di Kecamatan Aimas, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, Indonesia. Kampung Warmon didiami oleh Suku Kokoda yang sebelumnya tinggal secara nomaden sejak ta hun 1996. Kehidupan dan ekonomi Suku Kokoda di kampung War mon mulai mengalami kemajuan pesat sejak MPM Muhammadiyah masuk dan memulai pembangunan pada tahun 2013.

Luas Kampung Warmon sekitar 150 kilometer persegi. Kampung Warmon berjarak 20 kilometer arah selatan dari Bandar Udara Domine Eduar Osok, Sorong, Provinsi Papua Barat. Kampung Warmon diba tasi oleh kampung Arar, kampung Makbusum, kampung Mariat Pan tai, kampung Malawele, dan kampung Klabim di sebelah utara, timur, selatan. Kampung Warmon dibatasi samudra Pasifik di sebelah barat, dan memiliki sekitar 10 pulau kecil di samping daratan utama. Karena berbatasan langsung dengan laut tersebut itulah, selain berkebun, mata pencaharian suku Kokoda adalah menangkap ikan di laut.

297
FACHRODIN set5.indd 297 11/10/2022 19.18.05
Informasi Umum terkait Kampung Warmon yang didiami oleh Suku Kokoda (dok. Bethari Berlianti)

Kembali terkait Muhammadiyah, banyak dari kita yang tidak me ngetahui bahwa dakwah Muhammadiyah bukan hanya tentang hu bungan manusia dengan Tuhan, melainkan juga dakwah dalam ben tuk amal sosial yang nyata, seperti salah satunya membantu daerah 3T sebagaimana yang sudah diterapkan pada suku Kokoda. Muhamma diyah telah mengubah kehidupan masyarakatnya baik di bidang in frastruktur, pertanian, perikanan, pendidikan, administrasi, maupun teknologi ke arah kemajuan yang lebih baik. Namun, perubahan tersebut dilakukan tanpa sama sekali meng hilangkan kearifan lokal, karena program-program yang dirumuskan dan dijalankan tidak mutlak sepenuhnya berasal dari Muhammadi yah, melainkan hasil dari diskusi dengan masyarakat sekitar. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat suku Kokoda tidak hanya diposisikan sebagai obyek, tetapi juga sebagai subyek yang dengan sadar turut me rumuskan program yang akan mereka laksanakan.

Di samping itu, gerakan yang dilakukan oleh MPM PP Muham madiyah ini tidak bersifat ekslusif kepada muslim saja, melainkan in klusif kepada semua masyarakat, termasuk masyarakat non-muslim. Seperti dilansir dari situs resmi Muhammadiyah, Ari Syamsudin Namugur, anggota MPM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Papua Barat sekaligus ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Kampung Warmon Kokoda mengatakan, dimulai sejak tahun 2013 oleh almarhum Said Tuhuleley, ketua MPM PP Muhammadi yah periode 2010-2015 datang menyentuh masyarakat Kokoda secara langsung dengan mottonya ‘Selama rakyat masih menderita, tidak ada kata istirahat’. “Motto tersebut menjadi sebuah suplemen penambah semangat masyarakat sana untuk terus bergeliyat memajukan Papua, khususnya Kokoda,” pungkasnya. Di bidang infrastruktur, setelah MPM PP Muhammadiyah da tang, kini masyarakat suku Kokoda telah memiliki satu kampung sen diri yang legal ditinggali, dengan rumah layak tinggal beserta akses jalan, akses air, dan akses administrasi. Tercatat pada tahun 2016 se jumlah 55 unit rumah permanen dibangun. Selanjutnya pada tahun 2017 menyusul dibangun 80 unit rumah permanen. Sementara saat

298
FACHRODIN set5.indd 298 11/10/2022 19.18.05

Bakti Muhammadiyah pada Masyarakat Suku Kokoda

ini sudah terdapat sekitar 185 kepala keluarg hidup di Kampung Ko koda. Jumlah total mereka mencapai 1.000 jiwa.

Di bidang pertanian, setelah MPM PP Muhammadiyah datang, masyarakat suku Kokoda kini mengetahui cara pembibitan, penanam an, perawatan sampai panen. Mereka juga belajar pembuatan pupuk kompos dari limbah dapur dan sampah dedauan, hingga memiliki ha sil kebun yang baik.

Pembangunan

Di bidang perikanan, MPM PP Muhammadiyah menggandeng pemerintah setempat membangun area budidaya ikan air tawar yang dikelola oleh masyarakat suku Kokoda. Selain itu masyarakat sekitar

299
yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah untuk masyarakat Suku Kokoda (dok. Bethari Berlianti)
FACHRODIN set5.indd 299 11/10/2022 19.18.05

diberdayakan untuk menjadi nelayan dengan disediakannya fasilitas perahu-perahu kecil maupun kapal motor kapasitas besar untuk mela ut. Ikan-ikan tersebut selanjutnya diperjualbelikan di pasar ikan.

Di bidang agama, MPM PP Muhammadiyah membangun tempat ibadah yang mana menjadi prioritas selanjutnya. Tempat ibadah pen ting sebagai pusat dakwah, pembinaan agama, mengaji, dan menja lankan berbagai kegiatan sosial. Dosen dan mahasiswa STKIP Sorong yang beragama Islam dilatih membina mereka. Tercatat telah berdiri lima masjid dan dua mushola di kampung Warmon.

Di bidang pendidikan, MPM PP Muhammadiyah juga melakukan pembangunan gedung Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Beberapa permasalahan timbul dengan didirkannya sekolah, ya itu masyarakat suku Kokoda masih belum paham betapa pentingnya sekolah, pencurian infrastuktur sekolah, dan pola pikir para orang tua yang mengharuskan anak-anak mereka membantu mencari makanan. Perlunya pendampingan yang intensif agar masyarakat suku Kokoda yang awalnya terbelakang untuk paham pentingnya pendidikan. Tak hanya bangunan sekolah, MPM juga membangun Rumah Baca, me ngirim mahasiswa KKN dari Univeristas Muhammadiyah untuk ber bagi ilmu di sana, agar dapat mengembangkan sumber daya manusia masyarakat suku Kokoda.

Di bidang administrasi, tata tertib administrasi sudah dijalan kan masyarakat suku Kokoda. Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan dokumen lainnya sudah berjalan. Organisasi keagamaan, pemerintahan setingkat RT dan RW pun ter bentuk dan berjalan, hingga beberapa masyarakat suku Kokoda kini turut bekerja di sektor formal.

Di bidang teknologi, Suara Muhammadiyah memberitakan bah wa masyarakat suku Kokoda juga mulai memperkuat kegiatan berbasis teknologi mereka, seperti penggunaan komputer dan surat menyurat.

Yang perlu kita garisbawahi di sini, gerakan yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah tersebut di atas adalah semata-mata se bagai upaya untuk memberikan pencerahan di bumi Papua dengan membebaskan, memberdayakan dan memajukan masyarakat setem pat. Tujuannya demi memuliakan martabat manusia, dan bukan sama

300
FACHRODIN set5.indd 300 11/10/2022 19.18.05

Bakti Muhammadiyah pada Masyarakat Suku Kokoda

sekali dalam rangka mengislamkan atau memuhammadiyahkan me reka. Dakwah Muhammadiyah yang dilakukan pada masyarakat suku Kokoda di Kampung Warmon, Sorong, Papua Barat ini dilakukan atas dasar prinsip-prinsip kemanusiaan.

301
FACHRODIN set5.indd 301 11/10/2022 19.18.05
Pembangunan yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah untuk masyarakat Suku Kokoda (dok. Bethari Berlianti)

Eksistensi PCM Nalumsari Membangkitkan Jama’ah Pedesaan

Muhammadiyah selama ini dikenal sebagai organisasinya kelas menengah Indonesia. Artinya, para anggota dan simpatisan di dominasi oleh mereka yang profesinya berada di tengah hierarki so sial, seperti pedagang, pegawai negeri, pamong praja, pekerja swasta dan guru. Ini tidaklah mengherankan mengingat akar Muhammadi yah yang kuat di kota. (Muhammad Yuanda Zara, SM, Edisi 03, 1-15 February 2019). Jiwa Muhammadiyah adalah spirit kota, artinya se mangat yang dibangun adalah berkompetisi (fastabiqul Khoirot), mencerdaskan ummat, open minded dan egaliter. Pada awalnya se mangat ini hanya ada di masyarakat perkotaan. Seiring berjalannya waktu maka semangat kota ini menjadi milik semua warga persya rikatan baik yang tinggal di kota maupun desa. Hal ini terbukti, saat ini PCM dan PRM juga tumbuh baik di pedesaan. Bahkan PCM ikut membantu peradaban bangsa ini dengan Amal Usaha Muhammadi yah (AUM), seperti; sekolah, panti asuhan, rumah sakit, perguruan tinggi, BMT dan lain sebagainya di seluruh pelosok Nusantara. Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) bersama Pimpin an Ranting Muhammadiyah (PRM) menjadi ujung tombak dakwah Muhammadiyah di akar rumput masyarakat. PCM Nalumsari seperti PCM yang lain juga bergerak membangkitkan jama’ah di daerah pe desaan. Berbicara tentang eksistensi Muhammadiyah di Kecamatan

302
FACHRODIN set5.indd 302 11/10/2022 19.18.05

Eksistensi PCM Nalumsari Membangkitkan Jama’ah Pedesaan

Nalumsari, berarti meng ungkapkan sejarah panjang gerakan Muhammadiyah yang sudah tumbuh ber kembang di ranting-ranting sejak tahun 1960-an. Hal ini diungkapkan oleh Ke tua PCM Nalumsari, K.H. Drs. Badrudin Noor, bahwa PRM Dorang, PRM Blim bingrejo, PRM Bendanpete dan PRM Nalumsari sudah berdiri di tahun 1960—an. Tokoh-tokoh Ranting itu adalah; K.H Noor Su’udi (Dorang), Bp. K. Umar Hasyim (Blimbingrejo), K.H Mustain (Nalumsari) dan K. Anshori (Bendanpete). Banyak bangunan monumental seperti Mas jid At Taqwa, Madrasah Dinniyah, SD Muhammadiyah dan mus holla-musholla di wilayah Nalumsari. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan Muhammadiyah sudah lama berkiprah di daerah ini. Pada tahun 1990-an terbentuklah Kecamatan baru, yaitu Kecamatan Na lumsari yang memisahkan diri dari Kecamatan Mayong. Karena hal itu, maka desa-desa yang termasuk administrasi kecamatan Nalumsa ri membentuk PCM Nalumsari. PCM Nalumsari terbentuk hasil Mu syawarah Cabang (Musycab) yang diadakan di Ranting Dorang tahun 1996, kata K.H. Sudjadi, mantan ketua PCM Nalumsari. Terbentuklah kepengurusan, ketua umum: K.H. Noor Su’udi. Wakil ketua Drs. Bad rudin Noor, Sekretaris: Bambang Nur Edi, A.Md, Bendahara: H. Soe giyanto. Ketua Majelis Tarjih: K. H. Sujadi, Ketua Majelis Dikdasmen: Subari, S.Pd, Ketua Majelis Waqaf; K. Subkhan, Ketua Majelis Ekono mi: H. Mughni. Sebagai bukti dakwah bil Hal, maka Pada periode awal ini PCM Baru merintis pendirian Madrasah Tsanawiyah Muhamma diyah (Mts). Pada tahun 1999 berdirilah MTs Muhammadiyah Na

303
FACHRODIN set5.indd 303 11/10/2022 19.18.05
Kantor PCM Nalumsari

lumsari dan menerima peserta didik baru berkampus di kom plek perguruan SD Muham madiyah Blimbingrejo, sebe lum pindah ke kampus baru di komplek Masjid Baitul Muttaqin Blimbingrejo. PCM Nalumsari berharap MTs Muhammadiyah ini menjadi sekolah kader un tuk mendakwahkan Islam lewat Persyarikatan Muhammadiyah di waktu yang akan datang. Obyek dakwah Muham madiyah di Kecamatan Nalum sari adalah masyarakat pe desaan dengan profesi sebagai, petani, buruh, tukang dan juga perantauan. Dari segi sosial ini menunjukkan mereka bukan termasuk kelompok menengah atau terpelajar, tentu metode dakwah yang dipakai harus mampu me nyentuh mereka. Keunggulan Jama’ah Muhammadiyah di Nalumsari adalah kekuatan komunitas warga persyarikatan yang jumlahnya cu kup besar secara kuantitas membentuk sebuah kampung Muhamma diyah. Warga persyarikatan Nalumsari memiliki karakter mencintai gotong-royong, saling tolong menolong dan semangat menuntut ilmu agama. Salah satu kunci kekuatan Muhammadiyah dapat bertahan dan terus berkembang sampai sekarang adalah terletak pada kekuatan jamaahnya. Jamaah yang ikhlas beramal, berkorban, terbuka, egaliter dan semangat kemajuan untuk mendakwahkan Islam lewat gerakan Muhammadiyah. Kekuatan yang juga menyertai warga persyarikatan Nalumsari adalah think globally but do locally. Berfikir global men dunia tetapi beraksi nyata apa yang ada di depan mata kita. Hal ini lah yang menjadikan AUM tumbuh maju, baik yang dikelola PCM (MTs Muhammadiyah Nalumsari) ataupun yang dikelola PRM (SD

304
FACHRODIN set5.indd 304 11/10/2022 19.18.06
Komplek masjid Baitul Muttaqin Blimbingrejo dan MTs Muhammadiyah Nalumsari

Eksistensi PCM Nalumsari Membangkitkan Jama’ah Pedesaan

Muh Blimbingrejo, Ponpes Assyifa Blimbingrejo, Madrasah Manafi’ul Ulum Blimbingrejo 1,2,3, Madrasah Diniyah Al-Ishlah Muhamma diyah Dorang, TK ABA Dorang, PAUD Tiadora Dorang, BMT KSP Surya bersinar Dorang, TK ABA 1, 2 Blimbingrejo Blimbingrejo dan AUM yang lain. Aktifis persyarikatan berfikiran luas itu penting teta pi tidak boleh berjuntai diangkasa, tetapi aplikasi dakwah harus nya ta di lapangan, yaitu dengan berdirinya amal usaha Muhammadiyah (AUM) di masyarakat. Eksistensi jama’ah Muhammadiyah di Nalum sari ini mampu bangkit karena ditopang dengan pengajian dan peng kaderan yang mencerahkan.

Dalam sejarah perjuangan Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dengan jama’ah dan pengajiannya. Menurut K.H. dr. Agus Taufiqur rohman, Ketua Pimpinan Pusat Bidang Kesehatan, mengatakan, bah wa dulu kita sering belajar tentang masalah lima, yaitu tentang apa itu agama, dunia, jihad fii sabilillah dan ibadah. Juga menggali kembali nilai-nilai yang ada dalam Muqoddimah AD/ART, Kepribadian, dan Matan Keyakinan dan cita-cita Hidup Muhammadiyah. Itu harus kita sebarkan, ajarkan hingga mengimplementasikannya, dan senantiasa

305
Latihan seni beladiri Tapaksuci Madin Al Ishlah Muh. Dorang
FACHRODIN set5.indd 305 11/10/2022 19.18.06

terus dikawal. Basis Muhammadiyah adalah jama’ah dan pengajian. Hal ini pula yang telah dipraktekkan PCM Nalumsari untuk mem bangkitkan kekuatan jamaah masyarakat pedesaan lewat jamaah dan pengajian. Kelebihan dari PCM Nalumsari dibanding dengan PCM yang lain adalah para perintis berdirinya Muhammadiyah di cabang dan ranting adalah putra daerah, sehingga resistensi (daya tolaknya) kecil. Disisi yang lain para perintis itu mampu membentuk komuni tas jama’ah Muhammadiyah yang riil, membentuk kaum di beberapa ranting. Komunitas jama’ah ini berdiam dalam satu tempat sehing ga kadang disebut “Kampung Muhammadiyah”. Komunitas Jama’ah Muhammadiyah, berdasar kuantitas warga dari yang besar bisa kita sebutkan, yaitu; PRM Blimbingrejo, PRM Dorang, PRM Bendanpete dan PRM Nalumsari.

PRM Blimbingrejo mempunyai warga sekitar 3000-an jiwa, se buah Masjid, 5 Mushola, 3 Madrasah Diniyah, satu SD Muhamma diyah Blimbingrejo dan satu PONPES Assyifa’ Muhammadiyah. De ngan memperhatikan persebaran warga Muhammadiyah di PRM Blimbingrejo maka dibentuklah Sembilan kelompok pengajian yang aktif berjalan setiap bulan kata Ustadz Nor Wahid, S.Pd I, aktifis PRM Blimbingrejo. Setiap ortom mengadakan pengkaderan berka la (IPM, TSPM, PM, NA). Sebulan sekali mengadakan Tabligh oleh Ustadz-Ustadz Muhammadiyah dari PWM Jawa Tengah. Disisi lain Ketersediaan Mubaligh dan Ustadz cukup terpenuhi, karena sebagi an besar profesi mereka adalah guru, petani, tukang, pengusaha dan pengrajin ukir. Profesi ini memungkinkan mereka tetap tinggal didesa dan ikut mengembangkan dakwah Muhammadiyah di ranting Blim bingrejo. Keunggulan lain Muhammadiyah kultural di ranting ini ada lah Petinggi (kepala desa), Carik, Ketua BPD, Modin, Perangkat desa dari warga persyarikatan Muhammadiyah.

306
FACHRODIN set5.indd 306 11/10/2022 19.18.06

PRM Dorang mempunyai warga sekitar 1000-an, satu Masjid At Taqwa, tiga Mushola, Satu Madin, satu PAUD, satu TK ABA dan satu BMT KSP. Pengajian dan kajian berlangsung dengan baik, yaitu pengajian arisan bapak-bapak setiap sebulan sekali berputar dari ru mah ke rumah, pengajian ibu-ibu Aisyiyah setiap ahad sore, penga jian Nasyiatul Aisyiyah setiap malam ahad ba’da Magrib, pengajiam AMM sebulan sekali di Gedung Dakwah Muhammadiyah K.H. Noor Su’udi, latihan TSPM anak-anak Madin setiap ahad sore. Di sam ping itu juga pengajian Ta’ziyah selama tiga hari tanpa makanan dan minuman juga tanpa ada ritual “kirim ganjaran”, kata Ustadz Taufiq Nugroho N, ketua AMM ranting Dorang. Dia menambahkan perlu banyak kader muda yang harus dipersiapkan untuk menjadi Mubaligh untuk mendampingi ummat yang semakin banyak. Seyogyanya kede pan banyak anak-anak warga persyarikatan yang dikirim ke Pondok Pesantren Muhammadiyah disekitar Jepara. Sebagian besar profesi mereka adalah petani, tukang kayu dan perantau bagi para pemuda nya. Hal ini menjadikan warga banyak yang tetap bisa berjama’ah di Masjid dan Musholla. Bertambah baiknya ekonomi warga menjadi kan pendidikan anak-anak mereka semakin baik. Rata- rata mereka sekolah di MTs Muhammadiyah Nalumsari atau mondok di Ponpes Assyifa’ atau Ponpes Muhammadiyah Kudus kemudian melanjutkan di SMA /SMK Muhammadiyah Mayong ada juga yang di kudus. Bebe

307
Eksistensi PCM Nalumsari Membangkitkan Jama’ah Pedesaan Ustadz Ustadzah MTs Muhammadiyah Nalumsari
FACHRODIN set5.indd 307 11/10/2022 19.18.06

rapa dari mereka melanjutkan kuliah. Keunggulan yang lain dari ka der Muhammadiyah di desa Dorang juga ikut berperan sebagai Ketua BPD, perangkat desa, Ketua RW dan RT. Hal ini menunjukkan selain sebagai kade persyarikatan harus siap menjadi kader ummat dan juga kader bangsa.

PRM Bendan dan Nalumsari tidaklah besar namun dua PRM ini tetap mempunyai warga jama’ah Muhammadiyah yang riil. Pusat gerakan mereka di Masjid Taqwa Bendanpete dan Nalumsari. PRM Bendanpete mempunyai potensi untuk maju, hal itu terlihat dari ba ngunan Masjid Taqwa Bendanpete yang semakin bagus dan juga di fungsikan sebagai Madin untuk lantai dua. Sementara PRM Nalumsa ri sedang berjuang membeli tanah untuk memperlebar Masjid Taqwa dan membangun Madin. Beberapa kader IPM disekolahkan di MTs Muhammadiyah Nalumsari, SMA /SMK Muhammadiyah Mayong. Ketua PCM Nalumsari, K.H. Drs. Badrudin Noor menambahkan, sesungguhnya PCM Nalumsari telah melaksanakan pengembang an Cabang dan ranting lewat gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah

308
Dari Pelosok Menyinari Santri TPQ dan Madin di depan masjid AT-TAQWA Muhammadiyah Dorang
FACHRODIN set5.indd 308 11/10/2022 19.18.06

Eksistensi PCM Nalumsari Membangkitkan Jama’ah Pedesaan

(GJDJ) seperti didengungkan dalam setiap muktamar. Bahkan dalam Muktamar ke-46 di Jogjakarta berhasil mendirikan Lembaga Pengem bangan Cabang dan Ranting (LPCR) sebagai wadah untuk menjawab persoalan dakwah Muhammadiyah di akar rumput (Cabang dan Ran ting). Pembinaan keluarga-keluarga dalam jamaah Muhammadiyah sudah dilakukan oleh K.H Ahmad Dahlan dengan melakukan perja lanan terhadap jama’ah di Banyuwangi, komunitas Muhammadiyah di Jakarta dan juga di Jawa Tengah. PCM Nalumsari juga mengikuti jejak langkah beliau untuk melakukan langkah penguatan Jama’ah le wat cabang dan ranting untuk membentuk kohesi sosial/solidaritas menghadapi Tahayyul, Bid’ah dan Khurofat (TBC) abad modern dan melawan pemahaman kelompok radikal atau kelompok yang ingin hidup di Persyarikatan tetapi tidak mau menghidupkan Persyarikat an. Alhamdulillah pada tahun 2019 terbentuk PRM baru yaitu PRM Tunggul Pandean. Dengan sebuah Masjid Taqwa berdiri kokoh de ngan tokohnya DR. Jayus, Mantan anggota DPRD Jateng. Saat ini Ke tua PCM Nalumsari adalah; DRS.H. Badrudin Noor, Sekretaris PCM; Agung Riyanto, S.Pd. Bendahara: H. Mukhlison, S.Pd.

309
FACHRODIN set5.indd 309 11/10/2022 19.18.06
Pengurus Harian Pimpinan Cabang Muhammadiyah Nalumsari

Dari Pelosok Menyinari Negeri

DR. Yudi Latif (HU Republika 21 November 2012) Muhammadi yah akan tetap Berjaya di abad kedua kalau mau mengikuti spirit K.H Ahmad Dahlan. Hal ini bukan kultus individu tetapi, menghidupkan Ahmad Dahlan bermakna merekonstruksikan hidup dan pemikiran nya untuk dijadikan preskripsi aksi. Selanjutnya, tantangan bagi warga Muhammadiyah tak terkecuali warga Muhammadiyah PCM Nalum sari adalah melanjutkan dan mengembangkan karya nyata (amaliyah sosial) yang memberi kemanfaatan bagi persyarikatan, bangsa dan ke manusiaan, sehingga “Bagai sang surya menyinari dunia”. Selain itu bagaimana setiap aktifis, warga dan simpatisan Muhammadiyah Di PCM Nalumsari mampu meMuhammadiyahkan keluarga Muham madiyah. Menjadikan anak biologis Muhammadiyah menjadi anak/ kader ideologis Muhammadiyah, sehingga tidak ada lagi cerita anak Kyai/ Ustadz/ Mubaligh Muhammadiyah tidak kenal Muhammadiyah dan tidak punya tinggalan Komunitas ranting Muhammadiyah. Kita bangga kepada Prof. Dr. Din Syamsudin yang mau dan mampu men dirikan dan menjadi Ketua PRM Pondok Labu setelah tidak menjadi Ketua umum PP Muhammadiyah. Semoga kita semua bisa mencon tohnya.”Keep life of Muhammadiyah”, “sama mulianya menjadi aktifis PP, PWM, PDM, PCM atau bahkan PRM”,”Tetaplah mendakwahkan Islam Lewat Gerakan Muhammadiyah”.[]

310
FACHRODIN set5.indd 310 11/10/2022 19.18.06

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara

AUM Yang Tak Pernah Berhenti Melayani Umat Dhimas Raditya Lustiono

Apa yang membuat Muhammadiyah tetap bersinar? Tak lain ada lah aktifitasnya yang gemar beramal. Dalam hal ini Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) memiliki peran penting dalam tatanan sosi al masyarakat. Selain sebagai sarana penunjang dakwah, keberadaan AUM juga bertujuan untuk melayani umat demi kepentingan kema nusiaan tanpa memandang suku, ras, agama bahkan organisasi kema syarakatan sekalipun.

Dalam sebuah kesempatan, saya juga pernah mendapatkan cerita dari salah seorang dosen yang mengajar di Universitas Ahmad Dah lan Yogyakarta, beliau bercerita bahwa Universitas Muhammadiyah di Papua justru memiliki banyak Mahasiswa dari kalangan non-muslim.

Boleh dikata Muhammadiyah merupakan organisasi yang dina mis terhadap perkembangan zaman, sehingga tidak heran jika orga nisasi ini telah melahirkan banyak sekolah, kampus, hingga fasilitas kesehatan di berbagai penjuru Indonesia.

Salah satu pusat keunggulan yang diusung Muhammadiyah ada lah gerakan pelayanan kesehatan berbasis Al-Ma’un. Al-Ma’un sendiri memiliki arti bantuan penting atau hal-hal yang berguna.

Spirit pelayanan kesehatan dengan Rumah Sakit atau Klinik yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah merupakan pengejawantahan spi

311
FACHRODIN set5.indd 311 11/10/2022 19.18.06

rit pendiri Muhammadiyah yakni K.H. Ahmad Dahlan. Pada mula nya, Kiai Dahlan selalu mendiskusikan tentang pelayanan kesehatan, tentang ‘hospital’ dengan H. Muhammad Syoedja selaku tokoh muda yang menggagas lahirnnya poliklinik PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang kini berubah nama menjadi PKU (Pembina Kesehat an Umum).

Pada 15 Februari 1923, berdirilah Rumah Sakit PKO di Yogya karta. Misi PKO saat itu adalah merawat orang Islam yang sakit sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabiyullah.

Pada tahun 2017, tercatat lebih dari 105 Rumah Sakit dan 350 Kli nik Muhammadiyah maupun Aisyiyah yang tersebar di seluruh pen juru tanah air, hingga kini jumlahnya pun terus bertambah.

Salah satu fasilitas kesehatan yang cukup menarik untuk dibahas adalah eksistensi Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden yang berada di Kabupaten Banjarnegara. Pada Tahun 2018 tercatat 25.876 pasien rawat jalan yang berobat di Faskes Tingkat Dua tersebut.

Eksistensi Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden bukan berarti tanpa tantangan dan ujian. Meski demikian apa pun bentuk ujian yang menerpanya jargon ‘siap melayani dengan sepenuh hati’ seakan menjadi penyemangat bagi para karyawan baik medis maupun non-medis untuk tetap mengemban amanah sebagai bagian dari kelu arga besar MPKU.

Sehingga klinik yang terletak 22 Kilometer dari Pusat Kota Ban jarnegara tersebut tetap dapat memberikan pelayanan kepada masya rakat di desa Merden dan sekitarnya. Bahkan klinik tersebut juga turut andil dalam membidani lahirnya RSU PKU Muhammadiyah Banjar negara yang telah resmi beroperasi pada tahun 2019.

Desa Merden merupakan desa terluas di Kabupaten Banjarne gara, dengan luas 818.950 Ha. Desa yang terletak di Kecamatan Pur wonegoro tersebut terdiri atas 54 RT, 8 RW, 35 Dukuh dan 5 Dusun. Mayoritas masyarakat yang tinggal di Desa Merden menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian baik tanah basah maupun tanah ke ring.

312
FACHRODIN set5.indd 312 11/10/2022 19.18.06

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara

Sejarah Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Merden. Cikal bakal berdirinya Klinik Utama PKU Muhammadiyah Mer den dimulai pada tahun 1978 dalam sebuah rapat koordinasi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) se-Kawedanan Purwareja Klampok. Rapat tersebut dilaksanakan di MTs Muhammadiyah Mandiraja. Da lam forum tersebut Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banjarnegara memberikan gagasan agar PCM Merden dapat merintis amal usaha Muhammadiyah bidang kesehatan. Awal Februari 1979 terbitlah kesepakatan bentuk awal Amal Usa ha di bidang kesehatan tersebut, yaitu Unit Perencanaan Keluarga Se jahtera Muhammadiyah (UPKM) Cabang Muhammadiyah Merden.

Kemunculan fasilitas kesehatan tersebut dipublikasikan oleh surat kabar Harian Pelita yang terbit pada tanggal 26 Februari 1979. Surat kabar tersebut memberitakan bahwa perhatian masyarakat Merden dan sekitarnya sangat besar. Hal itu terlihat dari kesanggupan masya rakat untuk memberikan bantuan material, mebel dan dana sebesar Rp 500.000 pada saat itu.

313
Harian Pelita 26 Februari 1979
FACHRODIN set5.indd 313 11/10/2022 19.18.06

Tak lama berselang, pada tanggal 2 Mei 1979 pelayanan kesehat an di Merden berganti nama dari UPKM Muhammadiyah Merden menjadi Balai Pengobatan dan BKIA Muhammadiyah Merden. Balai pengobatan tersebut bertempat di rumah Bapak Achmad Chambali dengan tenaga Bidan Sri Purnami dan mendapat dukungan tenaga ad ministrasi oleh Bapak Juned.

Seiring bertambahnya pasien yang berobat, tentu sebuah fasilitas kesehatan harus memiliki bangunan yang lebih representatif. Sehing ga pada tahun 1990 BP-BKIA Muhammadiyah Merden menempati bangunan baru yang masih dimanfaatkan hingga saat ini yakni ber mukim di Desa Merden RT 3 RW 1. Berdasarkan perizinan yang ada BP-KIA berubah nama menjadi Balai Kesehatan Masyarakat (Balkes mas) PKU Muhammadiyah Merden.

Dalam upaya peningkatan mutu fasilitas kesehatan, tentu harus ditunjang dengan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, se hingga pada tahun 1995 bergabunglah dr. Sofin Hadi sebagai dokter umum sekaligus menjadi bagian dari keluarga besar AUM di bidang kesehatan. Beliau turut berkiprah dalam mengembangkan Balkesmas PKU Muhammadiyah Merden.

Tercatat pada akhir tahun 1999 dr. Sofin dibantu Bapak Chaerodji dan Bapak Wartojo memantapkan ikhtiar untuk memproses izin ru mah sakit ke Departemen Kesehatan RI di Jakarta, hingga pada akhir nya terbitlah Surat Keputusan Izin Tetap Rumah Sakit yang berlaku mulai tanggal 18 Februari 2000 hingga 18 Februari 2005. Saat itu dr. Sofin juga menjabat sebagai Direktur pertama Rumah Sakit PKU Mu hammadiyah Merden Banjarnegara.

Hal tersebut tentu menjadi lompatan besar, berawal dari Balkes mas, lantas berkembang menjadi rumah sakit, sehingga masyarakat di luar wilayah desa Merden mulai berdatangan untuk berobat.

Namun, layaknya sebuah grup musik, personalia pada sebuah institusi bisa datang dan pergi. Pada tahun 2004 dr. Sofin Hadi me mutuskan untuk mengundurkan diri dan melepas jabatannya sebagai direktur rumah sakit. Jabatan sebagai direktur-pun digantikan oleh dr. Kartiko Sumartoyo yang tidak lama menjabat sebagai direktur rumah sakit.

314
FACHRODIN set5.indd 314 11/10/2022 19.18.06

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara

Pada bulan April 2005, jabatan direktur diserahkan oleh dr. Karti ko Sumartoyo kepada dr. Edy Santoso sebagai direktur ketiga Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Banjarnegara.

Di bawah kendali dan kepemimpinan dr. Edy Santoso, pada tahun 2005 nama Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Merden berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Merden Banjar negara. Hal tersebut dilakukan dengan harapan akses pemasaran yang lebih luas hingga mencakup daerah di luar kecamatan Purwonegoro. Selain berubah nama, pada tahun 2007 RSU PKU Muhammadi yah Merden juga membuka fasilitas baru yakni kamar operasi. Fasili tas ini-pun masih ada sampai sekarang.

Tiga tahun kemudian dr. Edy Santoso mengundurkan diri sebagai direktur rumah sakit. Lalu pada Milad ke VIII tahun 2008, diseleng garakanlah acara serah terima jabatan direktur oleh dr. Edy Santoso kepada dr. Warkim Sutarto. Untuk memperluas jangkauan pelayanan, Pada tanggal 30 Agus tus 2009, RSU PKU Muhammadiyah Merden membangun Unit II RSU PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara di Desa Danaraja, kurang lebih berjarak 7 menit perjalanan dari desa Merden. Namun menurut Dinas Perizinan, Unit II RSU PKU Muham madiyah Merden Banjarnegara harus berdiri sendiri (Independen). Kemudian pada 13 November 2010 izin operasional Unit II RSU PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara berubah nama menjadi Balai Pengobatan (BP) PKU Muhammadiyah Banjarnegara. Pada bulan Februari 2010 dr. Warkim Sutarto mengundurkan diri, kemudian menyerahkan jabatan direktur kepada dr. Dwi Novri anto sebagai direktur RSU PKU Muhammadiyah Merden Banjarnega ra. Pada kesempatan yang sama dr. Deasy Fatimah Melati juga dilantik sebagai penanggung jawab Balai Pengobatan PKU Muhammadiyah Banjarnegara. Namun pada akhir tahun 2011 dr. Deasy Fatimah Mela ti mengundurkan diri dan digantikan oleh dr. Bugar Wijiseno sebagai penanggungjawab BP.

315
FACHRODIN set5.indd 315 11/10/2022 19.18.06

Gejolak di Balai Pengobatan PKU Muhammadiyah Banjarnegara.

Gejolak pun hadir di balai pengobatan. Dengan adanya balai pengobatan tersebut ternyata menjadi sebuah tantangan tersendiri, di mana saat itu balai pengobatan hanya dijaga oleh 1 Perawat, 1 Bi dan dan 1 cleaning servis yang hanya bekerja saat pagi saja. Pernah suatu ketika balai pengobatan tersebut menerima pasien kecelakaan lalu lintas, tetapi perawat merasa kewalahan karena banyaknya orang yang ingin melihat keadaan pasien. BP pun menjadi crowded. Hingga terpaksa perawat yang jaga menelpon Polsek setempat karena tidak adanya tenaga satpam untuk mengkondisikan keadaan.

Apabila BP didatangi pasien, maka petugas yang sedang bertugas di BP (Bidan/ Perawat), akan menelpon dokter jaga yang bertugas di RSU PKU Muhammadiyah Merden, dengan respons time maksimal 30 menit.

Keberadaan Balai Pengobatan tersebut hanya mampu bertahan selama 4 tahun. Mantan penanggungjawab BP PKU Muhammadiyah Banjarnegara, dr Bugar Wijiseno mengatakan “jika kita tidak berfo kus pada salah satunya, maka kita akan terjatuh di antara keduanya”. Kedua hal yang dimaksudkan adalah RSU PKU Muhammadiyah Mer den dan Balai Pengobatan di Danaraja.

Keputusan untuk menonaktifkan Balai Pengobatan tentu bukan tanpa alasan. BP tersebut hanya terdapat staff Klinis seperti Perawat dan Bidan yang harus multi peran sebagai perawat, petugas pendaftar an dan mencakup pula sebagai peracik obat. Hal ini dirasa tidak efektif jika terus dipertahankan.

Perubahan Nama dan Pengajuan Perizinan

Selama kurun waktu kepemimpinan dr. Dwi Novrianto, pembe nahan SDM, administrasi dan fasilitas sarana prasarana-pun dilaku kan dalam rangka memenuhi standar perpanjangan perizinan rumah sakit yang habis pada 18 Februari 2011. Agar pelayanan kesehatan dapat terus berjalan, pihak manajemen berkoordinasi dengan MPKU dan Dinas Kesehatan. Hasilnya status

316
FACHRODIN set5.indd 316 11/10/2022 19.18.06

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara

Rumah Sakit Umum harus turun kasta menjadi Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar yang disingkat KRIPMD, sebuah istilah yang mungkin jarang diketahui oleh banyak orang saat ini.

Kemudian persyaratan izin KRIPMD-pun diajukan, dan izin KRIPMD tersebut akhirnya turun tanggal 30 April 2011. Pihak mana jemen berprinsip apa pun tantanganya jangan sampai berhenti dalam melayani umat, khususnya dalam hal pelayanan kesehatan.

Kemudian pihak Manajemen KRIPMD PKU Muhammadiyah Merden mengadakan rapat dengan PCM Merden, PDM Banjarnegara, dan MPKU. Akhirnya diputuskan bahwa Balai Pengobatan PKU Mu hammadiyah Banjarnegara di Danaraja dinyatakan tidak aktif/tidak beroperasi lagi per April 2014. Pihak manajemen pun berfokus pada pelayanan di KRIPMD PKU Muhammadiyah Merden.

BP PKU Muhammadiyah Banjarnegara

Seiring berjalannya waktu, regulasi pun berubah dan harus dita ati, Mengacu pada Permenkes RI Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 tentang Klinik yang mengatur bahwa izin penyelenggaraan institusi

317
FACHRODIN set5.indd 317 11/10/2022 19.18.06

kesehatan adalah berbunyi “Klinik Utama” atau “Klinik Pratama” se hingga izin yang berbunyi Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar (KRIPMD) akan segera diubah kembali menjadi klinik.

Pengurusan izin klinik ini pada awalnya akan mengubah nama dari KRIPMD menjadi Klinik Pratama dikarenakan pelayanan medis yang tersedia hanya pemeriksaan oleh Dokter Umum. Setelah melepas statusnya dari Rumah Sakit dan menonaktifkan BP di Danaraja, pihak manajemen tetap harus menerima status tersebut tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Tak lama berselang, status Klinik Pratama mengalami pening katan menjadi Klinik Utama. Pada tanggal 14 September 2014 berga bunglah dr. Priyo Budi Santoso, Sp.A, M.Kes sebagai Dokter Spesialis Anak, maka perizinan klinik pun diarahkan untuk naik kelas menjadi Klinik Utama.

Pihak manajemen lantas melakukan negosiasi hingga akhirnya dr. Priyo Budi Santoso, Sp.A, M.Kes bersedia menjadi Penanggung jawab klinik. Maka diajukanlah izin Klinik Utama ke Dinas Kesehatan Kabu paten Banjarnegara, hingga izin operasional tersebut turun pada tang gal 11 Juni 2015 dengan dr. Priyo Budi Santoso, Sp.A, M.Kes sebagai Penangungjawab pelayanan di Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara.

Jika digambarkan dengan grafik garis, tentu akan memunculkan gambar garis status Klinik PKU Muhammadiyah Merden yang meng alami naik turun. Segala permasalahan dan gejolak pun datang silih berganti, tetapi pelayanan kesehatan terhadap umat tak pernah ber henti.

Tokoh Masyarakat Yang Menunjang Pelayanan

Perubahan nama dan status hingga akhirnya sekarang menjadi Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden, ternyata memiliki cerita dari sosok yang sangat peduli dengan kesehatan pasien yang tengah mendapatkan pelayanan rawat inap.

Sosok tersebut adalah Bapak Hisbullah. Masyarakat sekitar akrab memanggil beliau dengan sebutan mbah Hisbulloh. Sejak tahun 1998

318
FACHRODIN set5.indd 318 11/10/2022 19.18.06

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara

hingga tahun 2018, beliau kerap mengunjungi Klinik di Merden sele pas menunaikan shalat shubuh untuk mendoakan pasien yang tengah mendapatkan perawatan.

Beliau mendatangi satu per satu ruangan untuk memberikan doa bagi pasien yang terpasang infus. Tentunya hal ini beliau lakukan atas dasar rasa pedulinya terhadap umat yang sedang mendapatkan ujian berupa sakit dari Allah SWT.

Menelorkan Gagasan Pendirian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Banjarnegara

Perjalanan historis Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden ternyata tidaklah sia-sia, seperti sebuah nasihat klasik yang mengata kan bahwa tidak ada usaha yang sia-sia dalam melakukan kebaikan.

Setelah menonaktifkan Balai Pengobatan di Danaraja, pihak Ma najemen memiliki gagasan untuk membangun Rumah Sakit di atas tanah yang dahulunya merupakan Balai Pengobatan PKU Muhamma diyah Banjarnegara di Danaraja.

Gagasan tersebut-pun diamini oleh seluruh Warga Muhammadi yah dari penjuru Banjarnegara, Rumah Sakit nan megah itupun diba ngun dan resmi beroperasional pada 17 Mei 2019.

Sebagian karyawan baik medis maupun non medis yang beker ja di Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden juga ditempatkan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Banjarnegara. Hal ini karena mempertimbangkan aspek pengalaman dalam upaya memberikan pe layanan kesehatan.

319
FACHRODIN set5.indd 319 11/10/2022 19.18.06

Pendirian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Banjarnegara juga mendapatkan bantuan dari segenap masyarakat Muhammadiyah di Banjarnegara untuk nantinya menjadi fasilitas seperti bangsal di ru ang rawat inap.

Keberadaan Klinik dan Rumah Sakit tidak melahirkan disparitas antar keduanya, justru keberadaan AUM tersebut menjadi jalan ke mudahan proses rujukan, terutama jika pasien di ruang rawat inap Klinik sedang penuh, maka pasien dapat dirujuk ke Rumah Sakit ter sebut yang berjarak sekitar 7 menit berkendara dari desa Merden.

Apa Pembelajaran Yang Bisa Dipetik?

Dalam berorganisasi khususnya dalam bermuhammadiyah, ja ngan sepelekan rapat ataupun temu diskusi. Andai pada tahun 1978 saat itu tidak ada pertemuan dalam rangka rapat koordinasi PCM

320
Dari Pelosok Menyinari Negeri RSU PKU Muhammadiyah Banjarnegara. Dibangun diatas tanah yang sebelumnya merupakan Balai Pengobatan PKU Muhammadiyah Banjarnegara
FACHRODIN set5.indd 320 11/10/2022 19.18.06

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara

se-Purwareja Klampok, mungkin sejarah pendirian Klinik PKU akan akan berbeda.

Dimulai dari hal yang kecil dan istiqomah dalam melayani umat, bukan tidak mungkin, sebuah forum kecil akan menghasilkan gagas an yang besar hingga terwujud nyata sesuatu yang besar nan berman faat bagi umat manusia.

Hal ini tentu sejalan dengan sejarah gerakan Muhammadiyah, di mana K.H. Ahmad Dahlan memulai sekolah dengan 8 orang siswa. Tempat mengajar-pun ukurannya hanya 2,6 meter x 6 meter. Bahkan untuk keperluan mengajar, beliau lah yang menyiapkan sendiri. Mulai dari meja, kursi, hingga papan tulis.

Meski terdapat penolakan dari masyarakat saat itu, pelan tapi pas ti, siswanya-pun bertambah menjadi 20 orang setelah enam bulan di rinya mendirikan madrasah.

Siapa sangka, gagasan ini di copy paste dengan semangat Islam Berkemajuan, hingga saat ini. Muhammadiyah telah memiliki ratus an perguruan tinggi, ribuan sekolah tingkat PAUD hingga SMA, dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di sektor Ekonomi maupun Ke sehatan.

Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden, menjadi sebuah historis bagi AUM yang ada di Kabupaten Banjarnegara. Berawal dari tukar gagasan, lalu direalisasikan menjadi Balai Pengobatan kecil, hingga saat ini mampu menjadi Klinik Utama yang turut berperan dalam melahirkan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Banjarnegara yang telah terakreditasi Paripurna oleh KARS.[]

321
FACHRODIN set5.indd 321 11/10/2022 19.18.06
322
FACHRODIN set5.indd 322 11/10/2022 19.18.06

Membidik Kawasan Bisnis Muhammadiyah

Wardah Foundation dalam Situasi Pandemi Covid-19 di Kota Serambi Mekkah

Sri Darmi

Setelah menempuh perjalanan hampir 2,5 jam, sampailah mobil yang kutumpangi di kota berhawa sejuk dengan rerindangan hijau yang menyejukkan mata. Untuk sampai ke kota yang dijuluki Serambi Mekkah ini, sederet posko penanganan Covid-19 mesti dilewati kare na masih dalam suasana pandemic Covid-19. Perbatasan yang dija ga ketat petugas dan tim medis penanganan Covid-19 agaknya tidak menyurutkan langkahku, menjajaki pusat kota, mencari keberadaan mesjid megah yang terintegrasi dengan kawasan pertokaan yang men dukung aktifitas organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman, Yogyakarta tanggal 18 November 1912. Tidaklah susah mencarinya karena bangunan berlantai dua ini berada di jantung Kota Padang Panjang. Kawasan Bisnis Muhamma diyah—Wardah Foundation, itulah nama kawasan pertokoan yang lo kasinya berada di komplek Mesjid Taqwa Muhammadiyah Kauman Padang Panjang yang diresmikan pada pertengahan Maret lalu. Badai Corona yang melumpuhkan ekonomi masyarakat daerah selama berbulan-bulan tidak hanya menyisakan rasa sepi, namun juga kekhawatiran berbagai pihak terhadap kelangsungan sektor ekonomi daerah. Tidak sedikit usaha yang gulung tikar, ribuan pekerja diru mahkan lantaran pengusaha tidak kuasa menanggung pengeluaran

323
FACHRODIN set5.indd 323 11/10/2022 19.18.06

yang tidak berimbang. Begitu juga pelaku usaha pariwisata dan jasa transportasi, harus mengurut dada karena virus Corona jauh lebih berkuasa dan menghalau segala macam pemasukan, termasuk pen dapatan daerah yang selama ini bertumpu pada aspek potensial, yakni pariwisata daerah.

Wisatawan yang biasanya berduyun-duyun ke Sumatera Barat, seakan hilang dari pusaran arus. Mereka lebih memilih berdiam di rumah, mengabaikan nilai keindahan yang selama ini diburu ke ber baga pelosok negeri. Sungguh luar biasa petaka yang Virus Corona sebarluaskan ke berbagai belahan dunia.

Namun tidak bagi Muhammadiyah Cabang Padang Panjang. Se pahit apa pun kenyataan yang dihadapi, pengurus organisasi terus berjuang mempertahankan capaiannya, memperjuangkan kehidupan orang-orang yang bergantung dari pergerakan aktifitas organisasi Is lam yang tidak hanya fokus pada sektor pendidikan, namun juga so sial dan ekonomi.

Ditemui RRI di Hotel Muhammadiyah A. Muin Saidi, Minggu, (31/05/2020), Pimpinan Cabang Muhammadiyah Padang Panjang Barat, H. Ali Usman Syuib mengatakan, keberadaan Kawasan Bisnis Muhammadiyah-Wardah Foundation telah memberi kontribusi cu kup besar terhadap pergerakan ekonomi daerah.

“Hal yang luar biasa menurut saya, karena dalam situasi pandemik Covid-19 ini, Muhammadiyah mampu menunjukkan sisi kemandiri annya. Nilai pemasukan dari aktifitas usaha, diberdayakan langsung untuk meningkatkan kesejahteraan hidup karyawan. Organisasi yang ditumpu aktifitas bisnis masih berjalan solid,” ujarnya kepada RRI. Kawasan bisnis yang berdiri pada lahan seluas 24 X 48 meter itu berada di pusat kota sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Ma syarakat dengan mudah bisa mengunjungi kawasan pertokaan yang terdiri atas 7 petak kios itu dengan bermacam barang keperluan mulai dari alat tulis, kebutuhan sandang seperti hijab, busana gamis, gor den dan lainnya. Masih dalam kawasan tersebut, terdapat mini market yang memudahkan warga sekitar atau jamaah mesjid berbelanja ba rang kebutuhan.

324
FACHRODIN set5.indd 324 11/10/2022 19.18.06

Membidik Kawasan Bisnis Muhammadiyah

Hanya beberapa meter dari pertokaan, hotel dengan fasilitas la yanan bintang tiga menawarkan suasana hunian yang nyaman bagi tamu dan pengunjung. Hotel berdaya tampung 14 kamar itu tertata bersih. Pilihan warna-warna lembut pada dinding bangunan mena warkan kesan nyaman. Tidak heran jika mereka yang pernah menik mati fasilitas hotel bernuansa syariah ini, selalu terkenang akan layan an dan sambutan ramah karyawan hotel. Masa pandemic Covid-19 sepertinya tidak mempengaruhi ak tifitas hotel. Ruangan dengan perabotannya tertata rapi. Aroma me nyejukkan sayup tercium hampir pada semua ruangan, menandakan aktifitas kebersihan di hotel tetap berjalan meski dalam situasi darurat kesehatan.

Hotel Muhammadiyah A. Muin Saidi, boleh dikatakan salah satu sumber pemasukan yang menopang pergerakan organisasi Muham madiyah di daerah ini. Sekitar 70 persen tamu atau pengunjung bera sal dari orang tua murid yang pada waktu libur atau waktu senggang membesuk anaknya yang mendalami pendidikan dan syariat Islam di Kota Serambi Mekkah itu.

“Peserta didik kami baik dari sekolah umum atau pun pondok pesantren rata-rata berasal dari luar provinsi Sumatera Barat seperti Sumatera Selatan, Riau, Jambi bahkan ada yang dari Pulau Jawa. Cu kup beralasan jika pengurus Cabang Muhammadiyah Padang Panjang Barat sepakat membangun hotel atau semacam hunian nyaman untuk tamu yang sebagian keluarga wali murid,” tegas Ali Usman Syuib. Pemasukan dari sektor jasa perhotelan dimanfaatkan untuk menggerakkan dunia pendidikan dengan berbagai tingkatan, mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Tidak hanya itu, organisasi Islam ini juga mengelola panti asuhan yang dihuni anak yatim piatu dari berbagai daerah.

Di panti ini, anak-anak yang kurang beruntung dibina, dibekali pendidikan untuk menjalani kehidupan mandiri setelah keluar dari panti. Selaku organisasi Islam yang menjalankan misi mulia, Muham madiyah telah menunjukkan kepekaannya pada berbagai lini kehi dupan, termasuk kehidupan sosial dengan merangkul dan menyantu ni anak-anak yatim piatu.

325
FACHRODIN set5.indd 325 11/10/2022 19.18.06

Jika menilik catatan sejarah, organisasi Islam terbesar ini berdiri di Yogyakarta, selanjutnya besar dan berkembang pesat di Kota Pa dang Panjang. Hal yang mendasar jika Sumatera Barat menjadi acuan dan barometer perkembangan pendidikan Islam bagi daerah lain. Demi mendalami ilmu pengetahuannya, ribuan anak rela berpi sah dengan keluarga. Mereka berjuang di kota lain, menepis segala godaan untuk mempertajam wawasan, mendekatkan diri kepada sang pencipta demi mendapatkan berkah dalam kehidupannya.

Hal yang luar biasa dan rasanya tidaklah sia-sia apa yang telah dilakukan para pendahulu dan pemuka organisasi Islam tersebut.

Layaknya yang diperbuat Nurhayati Subakat, owner kosmetika Wardah yang juga anak keempat dari pasangan Abdul Muin Saidi dan Nurjanah. Abdul Muin Saidi adalah Pimpinan Daerah Muhammdiyah Pabasko periode 1963-1966. Sebagai kader Muhammadiyah, perem puan kelahiran Padang Panjang, 27 Juli 1950 ini telah menunjukkan kepeduliannya terhadap perkembangan pendidikan Islam di Sumate ra Barat, khususnya di tanah kelahirannya.

Kerja keras dan prestasi mengantarnya sampai ke puncak karier. Namun kesemua itu tidak menjadikan perempuan yang pernah me ngecap pendidikan Diniyah Putri ini lengah dan lupa diri. Dengan ke sadarannya, ia bersama donator lain bergotong-royong membangun mesjid megah di lantai II Kawasan Bisnis Muhammadiyah- Wardah Foundation.

Mesjid Taqwa Muhammadiyah Kauman Padang Panjang mulai dibangun Oktober 2016. Daya tampung mesjid yang awalnya terbatas mendorong pengurus organisasi Muhammadiyah di daerah ini sepa kat membangun mesjid yang jauh lebih besar. Bangunan mesjid de ngan paduan warna putih-biru senantiasa menawarkan kesan nyaman di mata. Jamaah mesjid dari hari ke hari terus bertambah sehingga membuka ruang untuk aktifitas lainnya seperti kegiatan konsultasi keagamaan yang diaksanakan tiga kali dalam seminggu. Persoalan yang dihadapi umat dalam berbagai aspek kehidupan dapat ditanya kan langsung kepada konsultan. Hal itu sejalan dengan tekad organi sasi yang secara totalitas ingin memberikan pencerahan kepada umat,

326
FACHRODIN set5.indd 326 11/10/2022 19.18.06

Membidik Kawasan Bisnis Muhammadiyah

tidak saja dari aspek keagamaan namun berbaur dengan sektor lain meliputi ekonomi, politik, sosial dan kemanusiaan.

Ana, salah seorang pengunjung Kawasan Bisnis Muhammadi yah—Wardah Foundation kepada RRI, Minggu, (31/05/2020) menga takan, kawasan pertokoan yang berada di jantung kota Serambi Mek kah itu memberikan kemudahan kepada masyarakat. Tempat ibadah yang diintegrasikan dengan fasilitas ekonomi menciptakan kehidupan dengan nuansa yang lebih tertata.

“Usai beribadah, jamaah bisa berbelanja barang keperluan di per tokaan yang masih satu komplek dengan bangunan mesjid. Demikian halnya tamu-tamu yang menginap di hotel, bisa langsung memanfaat kan fasilitas yang ada di sekitarnya, seperti mesjid dan pertokoan yang hanya berjarak beberapa meter dari hunian yang ditempati,” papar ibu dua anak ini kepada RRI.

Sementara itu Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, H. Syofwan Karim menuturkan, niat dan keinginan memak murkan tempat ibadah untuk peningkatan aqidah ditegaskan dalam Surat At Taubah ayat 18. Dalam kenyataannya, fungsi mesjid dalam kehidupan keseharian umat terus berkembang hingga mengarah pada tempat muamalah.

Ribuan jumlah mesjid dan tempat ibadah umat Islam di Sumate ra Barat, namun hanya beberapa di antaranya yang menerapkan pola integrasi yakni, Mesjjd Taqwa Muhammadiyah Padang, Mesjid An syarullah Payakumbuh, dan Mesjid Taqwa Muhammadiyah Kauman Padang Panjang.

Ia berharap, pola integrasi yang diterapkan dalam aktifitas organi sasi membawa perubahan positif bagi kehidupan masyarakat khusus nya umat Islam di daerah. Geliat aktifitas perekonomian sepenuhnya dapat merangkul aktifitas lain, adanya keselarasan dalam tatanan ke hidupan umat bermasyarakat dan berbangsa sehingga putaran roda ekonomi melecut pergerakan aktifitas lain. Ekonomi merangkul sek tor lain seperti pendidikan, politik dan aspek kemanusiaan. Dengan demikian tercipta harmonisasi untuk pencerahan yang lebih berarti bagi kemaslahatan umat.[]

327
FACHRODIN set5.indd 327 11/10/2022 19.18.06

Maklumat dan Putusnya Urat Takut Umat

Bekti Sawiji

M. Rifqi Rosyidi—Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Pesan tren (LP2) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur—geram kepada para pimpinan Muhammadiyah di semua level yang tidak patuh dengan Maklumat PP Muhammadiyah tentang pe laksanaan shalat Idul Fitri di rumah lewat tulisan Maklumat PP: Hifd zun Nufus Vs Hidzun Fulus.

Banyak pimpinan yang masih tetap menyelenggarakan salat Idul Fitri berjamaah di Masjid. Menurut Rifqi, hal ini merupakan bentuk pembusukan internal organisasi dan sangat mencederai Muhammadi yah sebagai organisasi besar.

Jauh sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri, saya merasakan atmos fir yang mulai kurang nyaman dalam hal peribadahan umat muslim akibat pandemi Covid-19.

Saat itu, saya mengirim pesan WhatsApp (WA) kepada teman yang menjadi takmir masjid dengan pertanyaan yang terlalu luas, “Mas, bagaimana masjid?” Maksud saya adalah ingin tahu apakah malam itu, hari pertama bulan Ramadhan, takmir masjid menyeleng garakan shalat Tarawih.

Pertanyaan tersebut tidak kunjung dijawab hingga masuk waktu Isya. Meskipun belum dijawab saya sudah memutuskan untuk shalat Isya dan Tarawih di rumah dengan keluarga. Jadi pertanyaan itu seka dar ingin tahu apakah masjid tempat saya sering berjamaah itu meng ikuti imbauan dari organisasi, ulama, dan umara (pemerintah).

328
FACHRODIN set5.indd 328 11/10/2022 19.18.06

Maklumat dan Putusnya Urat Takut Umat

Sebelumnya deras beredar di WA imbauan pemerintah maupun organisasi masyarakat keagamaan agar semua ritual peribadatan Ra madhan diselenggarakan di rumah.

Akhirnya WA saya baru dijawab sekitar pukul 20.00. Jawabannya menggelikan. Dia mengatakan masjid baik-baik saja sambil dibubuhi emoji tertawa khas WA. Pikir saya memang pertanyaannya yang ke liru. Buru-buru saya menanyakan perihal Tarawih dan dia menjawab bahwa benar masjid menyelenggarakannya.

Putus Urat Takutnya

Saya menyatakan keheranan dan menanyakan sikap takmir ter hadap imbauan pemerintah dan organisasi. Dia menyatakan bahwa setelah tidak melaksanakan shalat Jumat tiga kali, terjadi gejolak di tubuh takmir.

Ada yang meminta bertahan dengan kondisi itu. Ada yang me minta shalat Jumat dan Tarawih berjamaah diselenggarakan. Singkat cerita, setelah rapat, takmir memutuskan mengadakan salat Tarawih dan Jumat dengan prosedur ketat dan diutamakan untuk jamaah rutin dan kalangan takmir. Ini rupanya dilakukan dengan tanpa rasa takut. Urat rasa takutnya telah putus.

Rasa takut sepertinya mirip dengan sikap sabar, ada batasnya. Rasa takut yang berlangsung lama akan hilang juga, seperti rasa takut saat menghadapi pandemi Covid-19 ini.

Kini rasa takut itu bukan hanya hilang, sebaliknya masyarakat kini menjadi berani, berani sekali. Ada dua keberanian masyarakat saat ini yaitu berani melawan virus dan berani melawan pimpinan mereka: pimpinan organisasi, ulama, dan umara.

Melawan Virus dan Pimpinan

Masyarakat mulai berani melawan makhluk pengancam kehidup an manusia walau makhluk itu tidak kelihatan. Sampai malam ketiga Ramadhan, grafik perkembangan kasus kumulatif tidak menunjukan tanda-tanda melandai, bahkan hingga hari ini, H+6 Lebaran.

329
FACHRODIN set5.indd 329 11/10/2022 19.18.06

Seingat saya, rasa takut masyarakat bermula di pertengahan bulan Maret lalu saat angka kasus terkonfirmasi positif masih di sekitar 117 (15/3/2020). Sekolah dan kampus diliburkan. Bahkan, di daerah ter tentu instansi juga meliburkan pegawainya atau menggunakan moda bekerja dari rumah (BDR).

Semua orang membicarakan kasus ini dan selalu memantau per kembangannya terutama kasus di daerah mereka sendiri.

Para kepala daerah rajin melakukan konferensi pers yang disiar kan langsung melalui YouTube. Begitu ada tambahan kasus positif, suasana bagaikan mencekam. Tentu suasana mencekam ini terlihat dalam percakapan di grup-grup WA. Harapan dan doa-doa terlantun begitu masifnya di sana.

Sayangnya, tidak ada grafik yang menggambarkan kondisi psikis atau emosional masyarakat. Seandainya ada, hari ini mungkin sudah jauh melewati anti-klimaks. Ketakutan warga sudah klimaks di perte ngahan April lalu.

Yah, takut itu sudah lewat. Meningkatnya kasus positif dan me ninggal dunia sudah dipandang sekadar angka-angka, mungkin disa makan dengan angka perolehan medali di ajang olahraga yang tidak menakutkan sama sekali.

Menteri Agama RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE. 6 Ta hun 2020 tentang Panduan Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19. Menteri dalam hal ini adalah representasi dari umara. Dalam Islam, terkecuali perintah untuk ber buat kemaksiatan atau tidak sejalan dengan perintah dan ketentuan Allah SWT dan Rasul Muhammad SAW, umara harus dipatuhi.

Tidak demikian dengan nasib surat edaran ini. Meski beredar se luas-luasnya—saya katakan demikian karena satu orang bisa meneri ma beberapa kiriman melalui WA—tapi edaran itu kini tak ubahnya produk hukum lain seperti undang-undang, tak banyak yang memba ca apalagi berusaha memahami.

Masyarakat cukup berani menganggapnya sebagai angin lalu de ngan cara tetap menggelar shalat Tarawih berjamaah, salat Jumat, dan salat Idul Fitri. Bahkan ada yang sempat membuat video hoax bah wa menteri agama membolehkan warga melakukan Tarawih. Padahal

330
FACHRODIN set5.indd 330 11/10/2022 19.18.06

Maklumat dan Putusnya Urat Takut Umat

faktanya video itu direkam jauh sebelum edaran itu dibuat ketika Co vid-19 masih belum separah sekarang.

Bagaimana dengan imbauan ulama? Setali tiga uang dengan im bauan umara. Ulama yang direpresentasikan organisasi masyarakat juga mengeluarkan imbauan perihal peribadahan dalam masa pande mi ini.

Perlu Dibahas Muktamar

Dua organisasi masyarakat terbesar di Indonesia Nahdlatul Ula ma (NU) dan Muhammadiyah mengeluarkan edaran yang serupa. Muhammadiyah mengeluarkan Edaran Pimpinan Pusat Muhamma diyah Nomor 04/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Salat Idul Fitri Dalam Kondisi Darurat Pandemi Covid-19. Nahdlatul Ulama mener bitkan surat edaran tersebut bernomor 3953/C.I.034/04/2020 terkait pelaksanaan shalat Tarawih dan Idul Fitri di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Kedua organisasi ini sama-sama mengimbau agar salat Jumat, salat Tarawih, dan salat Idul Fitri berjamaah ditiadakan dan diganti dengan salat di rumah. Tidak tanggung tanggung, yang tidak men dengarkan imbauan ini bukan masyarakat biasa tetapi justru struktur organisasi di bawahnya—biasanya struktur yang paling bawah yang membidangi wilayah kecamatan.

Dengan berbagai alasan, takmir masjid dari organisasi NU mau pun Muhammadiyah tetap menyelenggarakan kegiatan yang dilarang oleh pengurus besar atau pimpinan pusat mereka. Kini masjid-masjid itu buka kembali untuk salat Jumat dan 1 Syawal kemarin salat Idul Fitri dengan tambahan redaksi misalnya untuk kalangan internal, wa jib pakai masker, dan cuci tangan pakai sabun.

Tak mengherankan bila Rifqi mengurai lima fakta pembusukan internal itu. Kini PP Muhammadiyah harus memikirkan formula si baru dalam menerbitkan segala produk aturan seperti maklumat, edaran, atau pernyataan yang sekiranya benar-benar dapat diterima di kalangan jamaah.

331
FACHRODIN set5.indd 331 11/10/2022 19.18.06

Artinya bagaimana produk aturan itu minim penolakan dari ka langan internal apalagi sampai menimbulkan bau busuk di tubuh or ganisasi sebesar Muhammadiyah. Perlu diingat, semakin besar jum lah penolakan semakin besar peluang maklumat untuk didiskusikan ulang. Tak lama lagi Muhammadiyah akan menggelar acara rutin se tiap lima tahun yaitu Muktamar. Tahun ini muktamar akan digelar di Kota Solo dan merupakan muktamar yang ke-48. Muktamar mungkin wadah yang tepat untuk membahas itu karena muktamar akan diha diri juga oleh para ketua pimpinan wilayah dan ketua pimpinan dae rah.[]

332
FACHRODIN set5.indd 332 11/10/2022 19.18.06

STAIM Tulungagung

Didominasi Mahasiswa-Dosen Nahdliyin Shubhi

STAIM Tulungagung berdiri Tahun 1986 atas inisiatif pimpin an persyarikatan setempat. Dalam pendiriannya didampingi oleh Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya). Pada saat itu secara formal masih bernama Fakultas Tarbiyah UMSurabaya yang bertempat di Tulungagung. Sedangkan mulai berdiri sendiri dengan nama Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Tulung agung pada tahun 1987. Tokoh pendirinya adalah Jahdin dan Mas run. Para pengajar awal kebanyakan aktivis persyarikatan yang juga dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Termasuk Drs Moh Shoim. Ketua pertama adalah Umar Daham (1986-1987). Kemudian digantikan oleh Jahdin (1987-2012). Lalu berturut-turut dipimpin oleh Prof Munardji (2012-2013) dan Nurul Amin (2013— sekarang).

Animo Masyarakat Meningkat

Saat kali pertama berdiri, yang bergabung ada sekitar 50 maha siswa. Hingga tahun 1992 animo masyarakat mulai meningkat. Ada 100-an mahasiswa yang diterima setiap tahun. Saat fenomena me ningkatnya guru madrasah diniyah (madin) hingga tahun 1997, STIT Muhammadiyah Tulungagung dapat menampung lebih dari 200 ma hasiswa per angkatan. Namun pada tahun 1998-2006 angkanya me nurun ke 100-an mahasiswa. Setelah itu kondisi kembali stabil sekitar 150 mahasiswa per angkatan hingga sekarang.

333
FACHRODIN set5.indd 333 11/10/2022 19.18.07

Perluasan Lahan

Lahan yang digunakan untuk kampus—terutama Masjid Ikhwa nul Muslimin—merupakan wakaf dari salah satu warga Muhammadi yah. Lambat laun tanah di sekitar masjid pun ikut dibeli oleh STAIM Tulungagung. Perkembangan pembangunan cukup pesat hingga mendekati jalur rel kereta api di sisi barat. Total luas tanah yang sepe nuhnya milik persyarikatan ini mencapai 5.000 meter persegi dengan bangunan dua lantai. Luasan ini belum termasuk kampus unit Keca matan Campurdarat yang berdiri tahun 2.000 dan Kecamatan Ban dung yang sudah ada sejak 2006.

Terhitung sejak tahun 1990 ketika Kementerian Agama (Keme nag) mewajibkan semua guru termasuk pendidik di madrasah mem punyai ijazah minimal D2, maka animo masyarakat untuk kuliah di STAIM Tulungagung mulai meningkat. Tercatat saat itu menjadi masa emas perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM). Tuntutan profesi me maksa para guru menuntut ilmu di kampus yang saat itu masih berna ma STIT Muhammadiyah Tulungagung. Dan hampir semua mahasis wanya justru warga Nahdlatul Ulama (NU).

STAIM Tulungagung di Jl Pahlawan Gg III No 27, Dusun Kedungsingkal, Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung (Sumber: Nuraini Saichu)

FACHRODIN set5.indd 334 11/10/2022 19.18.07

Lebih dari 85 Persen Warga Nahdhiyin

Jika didata, ada lebih dari 85 persen mahasiswa, dosen, dan te naga kependidikan yang bukan warga Muhammadiyah. Namun, ini justru menjadi kelebihan perguruan tinggi yang terletak di Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung tersebut. STAIM Tulungagung pun pernah mencatat fenomena yang membanggakan. Hampir semua guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Tulungagung adalah lulusan di STIT Muhammadiyah Tulungagung. Bahkan beberapa di antara mereka sukses menjadi kepala sekolah bahkan juga menduduki orang nomor satu di Kemenag Tulungagung dan Trenggalek.

Dua warga NU yang sukses berkat kuliah di STIT Muhammadi yah Tulungagung adalah Sumarit dan Damanhuri. Sumarit berhasil menjadi nahkoda Kemenag Trenggalek dan Damanhuri menduduki jabatan serupa di Kabupaten Tulungagung. Salah satu kelebihan STIT Muhammadiyah Tulungagung dijadikan tempat menimba ilmu ada lah karena status keswastaannya. Justru karena kampus “plat hitam”, maka para mahasiswa dapat menjalankan aktivitas utamanya sebagai guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi sebagian dari para pen didik tersebut adalah mencari ijazah. Namun, tidak sedikit pula yang memang murni ingin mencari wawasan tambahan.

FACHRODIN set5.indd 335 11/10/2022 19.18.07

Pemprov Jatim Percayakan Beasiswa Guru Madin Puncak dari dominasi mahasiswa Nahdliyin di STIT Muham madiyah Tulungagung terjadi tahun 2010. Saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) mempunyai program beasiswa Pening katan Kompetensi Guru Diniyah. STIT Muhammadiyah Tulungagung ketiban sampur menjadi penyelenggara pendidikan beasiswa tersebut. Seperti disampaikan Ketua STAIM Tulungagung Nurul Amin dalam wawancara virtual melalui aplikasi Zoom Sabtu, (26/9/2020). STIT Tulungagung resmi menjadi STAIM pada tanggal 30 Sep tember 2012. Prasasti peresmian gedung Sekolah Tinggi Agama Is lam Muhammadiyah (STAIM) Tulungagung ditandatangani langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Timur 2008-2018 Drs Saifullah Yusuf. Para guru diniyah yang menangkap peluang tersebut 95 persen justru dari kalangan NU. Sesuatu yang bisa dimaklumi karena madrasah diniyah yang tersebar di Kota Marmer ini hampir semua bisa dipastikan bera filiasi dengan organisasi yang berlambang bola dunia dengan bintang sembilan tersebut. Guru diniyah Muhammadiyah memang ada yang

336
Dari Pelosok Menyinari Negeri Wagub Jatim saat itu Syaifullah Yusuf menandatangani prasasti peresmian gedung perkuliahan STAIM Tuluangagung (Sumber: Muslih)
FACHRODIN set5.indd 336 11/10/2022 19.18.07

STAIM Tulungagung

ikut namun sedikit sekali. Beasiswa ini terus berlanjut hingga tahun 2019. Dan tetap saja warga Nahdliyin yang mendominasi. Hal ini ti dak pernah dipermasalahkan oleh pihak STAIM Tulungagung. Ka rena menurut Nurul Amin ini memberikan secercah cahaya. “Tidak perlu harus memilah. Semua berhak mendapatkan akses pendidikan,” katanya.

Mata Kuliah AIK Menjadi Penetral

Cerita unik sempat muncul saat para guru madin tersebut hen dak mendaftar sebagai mahasiswa di STAIM Tulungagung. Mere ka awalnya takut. Khawatir jika setelah resmi menjadi mahasiswa maka wajib menjadi anggota organisasi yang didirikan oleh KH. Ah mad Dahlan tersebut. Ternyata setelah dijalani tidaklah sengeri yang dibayangkan. Para guru madin itu semakin terbuka pikirannya tentang Muhammadiyah.

Mereka justru bertambah wawasan. Tidak lagi terlalu fanatik dan membenci persyarikatan. Keberadaan mata kuliah Agama Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) dapat menjadi penetral ‘kebencian’ yang sempat ada. Dalam proses perkuliahan juga tidak pernah terjadi per debatan yang berarti. Para guru madin ini juga menikmati kuliah di STAIM Tulungagung dan tidak merasa terbebani. Meskipun begitu, sedikit dari mereka yang pada akhirnya berga bung dengan Muhammadiyah. Mereka tetap istikamah di NU, namun ketika sudah lulus para pendidik tersebut bersedia mempromosikan STAIM Tulungagung melalui jaringan ikatan alumni yang dimiliki. Rasa bangga tetap terpatri di dada. Tidak ada perasaan malu sama se kali. Hal yang patut diapresiasi dari mereka adalah tidak membenci Muhammadiyah sama sekali. Pemandangan seperti ini bukan hanya ada pada mahasiswa yang mendapatkan beasiswa Pemprov Jatim, na mun juga mereka yang berbiaya mandiri dan berasal dari kalangan Nahdliyin.

337
FACHRODIN set5.indd 337 11/10/2022 19.18.07

Dosen NU Punya KTA Muhammadiyah

Dominasi non-Muhammadiyah di kampus yang berdiri tahun 1986 ini juga ada di level dosen. Meskipun begitu mereka juga tidak membenci organisasi berlambang matahari tersebut. Bahkan hampir semua mempunyai kartu tanda anggota (KTA) Muhammadiyah. Para dosen tersebut memang tidak mempunyai latar belakang Muhamma diyah. Namun, mereka bersedia menyesuaikan dan tidak memperma salahkan.

Sebelum resmi menjadi dosen, mereka terlebih dahulu diberi kan pembekalan mengenai Kemuhammadiyahan. Para dosen yang sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan Muhammadiyah ter sebut lama kelamaan juga menerima pemahaman yang bagi mereka terhitung baru. Sekali lagi, kampus yang terletak di Desa Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung tersebut menebar manfaat bagi warga di luar Muhammadiyah. Tenaga kependidikan (tendik) pun mayoritas bukan warga persyarikatan.

Tahun 2000, STIT Muhammadiyah Tulungagung mulai membu ka unit baru di Campurdarat. Sebenarnya kampus ini menginduk ke STIT Muhammadiyah Bangil, Pasuruan. Kebanyakan mahasiswanya adalah lulusan madrasah aliyah (MA) Ummul Akhyar, Campurdarat yang secara penampilan berpakaian sedikit berbeda dengan warga Muhammadiyah pada umumnya.

Mereka cenderung memanjangkan jenggot, bercelana di atas mata kaki, dan bagi perempuannya mengenakan cadar. Lagi-lagi sedikit perbedaan manhaj ini tidak mereka permasalahkan. Kampus yang ke mudian di tahun 2007 sepenuhnya dikelola oleh STIT Muhammadi yah Tulungagung tetap memberikan pencerahan bagi mahasiswa yang tidak sepemahaman. Pada tahun 2006, di Kecamatan Bandung, Kabu paten Tulungagung didirikan sebuah kelas jarak jauh yang menginduk ke Universitas Muhammadiyah Surabaya. Lambat laun kelas tersebut juga dialihkelolakan kepada STIT Muhammadiyah Tulungagung. Seperti halnya di kampus pusat, pada waktu itu yang mendominasi adalah para guru Madin yang tentu saja berlatar belakang NU.

338
FACHRODIN set5.indd 338 11/10/2022 19.18.07

Majukan

Umat

Bangsa walau Berbeda

Tahun 2009 STIT Muhammadiyah Tulungagung sempat mem punyai kampus cabang di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Treng galek. Setidaknya bertahan hingga empat tahun untuk menampung para alumnus perguruan Muhammadiyah di daerah itu sebelum akhirnya  merger dengan kampus cabang di Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung.

Berbeda dengan narasi sebelumnya, untuk konteks Watulimo yang dominan adalah warga persyarikatan sendiri. Namun, saat ber gabung ke kabupaten tetangga lagi-lagi kader Nahdliyin yang mayo ritas.

Begitu lah sejarah singkat STAIM Tulungagung, khususnya peran serta kiprah dalam melayani maupun memajukan umat dan bangsa, tanpa membeda-bedakan. Tidak patah semangat juga meski menjadi minoritas.[]

339
STAIM Tulungagung
FACHRODIN set5.indd 339 11/10/2022 19.18.07

Kemenangan yang Masih

Menyimpan Rahasia Adalah Kemenangan Besar yang Menggetarkan

Rizka Nur Laily Muallifa

Awal 2019, saya berkesempatan hadir dalam acara Temu Penulis Muda Indonesia yang digagas oleh anak-anak muda Muhamma diyah Yogyakarta. Dihelat di sebuah hotel di bilangan Malioboro Yog yakarta, acara itu terselenggara atas kerjasama tim redaksi ibtimes.id bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indone sia. Acara itu sekaligus menjadi momentum peresmian laman daring ibtimes.id. Sebagaimana motif berdirinya Muhammadiyah pada 1912, ibtimes.id merupa suluh literasi yang berkemauan membumikan ga gasan-gagasan Islam Berkemajuan supaya senantiasa senapas dengan laju zaman yang gegas.

Puluhan anak muda Muhammadiyah urun rembug, bagaima na kiranya dakwah Muhammadiyah bisa semakin nyaring di tengah gempuran teknologi internet. Pasalnya, sejak internet menjadi sahabat karib manusia, pola masyarakat dalam beragama pun turut bergeser. Masyarakat tidak lagi harus pergi ke majelis ilmu untuk mencerap dakwah para agamawan atau ustaz. Keterbatasan ruang dan waktu da lam transfer nilai-nilai keagamaan melalui majelis ilmu memerlukan manusia bersiasat menyusun keping-keping waktu dalam kehidupan

340
FACHRODIN set5.indd 340 11/10/2022 19.18.07

Kemenangan yang Masih...

keseharian. Sementara itu, teknologi internet hadir sebagai suatu yang penuh pemafhuman atas kesibukan manusia. Internet memberi kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengakses dakwah-dakwah keagamaan yang mereka butuhkan kapanpun dan di mana pun mereka berkehendak. Bahkan sering kali menyediakan hal-hal yang melampaui kebutuhan manusia. Jauh me lampaui radio, surat kabar, dan televisi yang pernah mengalami masa keemasaannya masing-masing, teknologi ini memiliki jangkauan yang tak terbatas ruang dan waktu. Sifat teknologi inilah yang coba di respons oleh anak-anak muda Muhammadiyah di Yogyakarta melalui ibtimes.id.

Enggan tersuruk sebagai pertemuan simbolik yang cerigis, per temuan hari itu berbuntut panjang. Melalui laman daring ibtimes.id (sebelumnya bernama islamberkemajuan.id), anak-anak muda Mu hammadiyah menunjukkan keseriusannya mempopulerkan gagasan Islam Berkemajuan yang diniatkan melampaui sekat-sekat ruang dan waktu. Tampilan muka dipermanis, konten-konten yang sarat dengan narasi Islam Berkemajuan rutin diterbitkan. Sampai tulisan ini disu sun, ibtimes.id dihidupi jaringan penulis dari pelbagai daerah di Indo nesia. Sekian di antara yang paling aktif tentu saja kader-kader muda Muhammadiyah.

Upaya dakwah Islam Berkemajuan yang dilakukan ibtimes.id me lalui konten-kontennya saya kira akan membuktikan apa yang ditulis Susan Buck-Morss dalam bukunya yang bertarikh 2000, Dream World and Catastrophe (Pada Masa Intoleransi, 2017). Huruf dan desain grafis memberi massa sebuah “identitas”, dan “identitas” ini merupakan cara baru dalam mengorganisasikan massa. Orang menjadi bagian dari sua tu kolektif dengan mengikuti tanda itu (hal. 70).

Berawal dari Cemburu

Di tengah diskusi formil tapi agak santai itu, kelakar-kelakar muncul dan kemudian saling bersahutan. Bermula dari celetukan salah satu hadirin, mengapa dakwah organisasi Islam sebelah begitu massif di media daring termasuk media sosial, sementara Muhamma

341
FACHRODIN set5.indd 341 11/10/2022 19.18.07

diyah tidak atau belum sedemikian rupa. Salah satu pemantik diskusi menanggapinya dengan santai. Barangkali karena orang-orang Mu hammadiyah terlalu serius, semua sibuk mengalami diri sebagai in telektual sehingga tidak sempat meramaikan dunia baru yang sedang digandrungi atau malah dihidupi publik itu. Sontak, ruangan pecah oleh suara tawa.

AsuM.Si. pemantik diskusi sebagaimana tertulis di atas tentu saja hanya sebuah kelakar. Namun, ia membawa diskusi hari itu menjadi lebih seru. Sekian hadirin merespons dengan menyampaikan penga matan personalnya mengenai pola gerak dakwah organisasi Islam se belah di media-media daring. Mulai dari tampilan visual, produktivi tas dalam menghasilkan konten, sampai strategi orang-orang di balik dakwah berbasis internet itu. Pendek kata, anak-anak Muhammadi yah di bawah asuhan kredo Islam Berkemajuan merasa kalah cepat menyikapi kemajuan zaman yang gegas, dalam hal ini memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana dakwah.

Kecemburuan itu membuat barisan anak-anak Muhammadiyah yang hadir hari itu berkemauan solid. Salah satunya melalui ibtimes. id, anak-anak muda Muhammadiyah berkemauan menyediakan kon ten-konten keagamaan dalam kredo Islam Berkemajuan yang lebih inklusif. Dakwah-dakwah keagamaan tidak hanya bisa dilakukan oleh generasi tua, tetapi juga anak-anak muda yang memiliki pengetahuan mumpuni di bidangnya.

Dakwah keagamaan tidak lagi terbatas pada majelis-majelis ilmu yang mengharuskan masyarakat hadir secara fisik untuk mendapat si raman rohani. Atau menjadi hak kelompok menengah-ke atas yang memiliki akses literasi keagamaan yang baik dan benar, entah melalui referensi-referensi bertaut keagamaan atau lingkungan sosial di mana mereka hidup, tetapi sudah jauh melampaui itu.

Akses internet yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, memungkinkan hampir setiap orang mampu mengakses konten-kon ten keagamaan yang diproduksi ibtimes.id dari genggamannya. Ba nyaknya konten yang ditulis oleh penulis muda juga menjadi kele bihan tersendiri. Corak bahasa dan gaya kepenulisan yang khas akan berdampak pada kecenderungan kaum muda untuk lebih memahami

342
FACHRODIN set5.indd 342 11/10/2022 19.18.07

Kemenangan yang Masih...

dan merasa dekat serta relevan dengan konten-konten keagamaan. Alih-alih menggurui, penulis muda biasanya menulis dengan gaya re flektif serta menghadirkan pertanyaan-pertanyaan baru dalam benak pembaca. Dari situlah, iklim diskusi keagamaan bisa jauh lebih ber kembang dan terhindar dari stagnansi.

Cemburu yang Produktif

Selain memproduksi konten-konten keagamaan bernapaskan Is lam Berkemajuan, juga menjadi penting untuk mengatur kerja teknis di belakang panggung. Belajar dari Pemilu 2014 dan 2019, isu-isu di media terutama media sosial itu bisa diciptakan sesuai kehendak kita. Sebagaimana terpilihnya Trump menjadi Presiden Amerika Serikat, Pemilu 2014 dan 2019 juga menunjukkan andil besar para buzzer. De mikian halnya dengan yang terjadi pada dakwah media internet yang dilakukan organisasi Islam sebelah. Iqbal Aji Daryono, penulis muda yang melabeli dirinya bagian dari Muhammadiyah kultural menceri takan bagaimana tata kerja para buzzer.

Kerja meramaikan konten di media sosial adalah ujud kerja sama tim yang sangat solid. Ketika sebuah konten diproduksi, tim buzzer itulah yang pertamakali akan menyebarkan konten melalui berbagai media sosial bahkan sampai ke grup-grup percakapan kelompok. Hal itulah yang akan diamalkan oleh barisan kader-kader muda Muham madiyah. Hari itu, semua yang hadir sepakat, ketika konten-konten bernapaskan Islam Berkemajuan muncul di ibtimes.id, mereka akan menjadi yang pertama dan terdepan menyebarluaskannya.

Ketika awal tahun ini saya resmi menjadi perantau di Yogyakar ta, saya kembali dipertemukan dengan gerakan membumikan Islam Berkemajuan yang dimotori oleh generasi muda Muhammadiyah. Kalau ibtimes.id menitikberatkan pada dakwah literasi-tertulis, ge rakan baru ini titik beratnya pada literasi-diskusi. Gerakan rintisan ini belum memiliki nama final, yang jelas mereka menyebut dirinya FMB. Publik yang hadir di diskusi pertamanya pada akhir Februari 2020 lalu, disilakan memilih mau menyebut FMB sebagai Forum Mu

343
FACHRODIN set5.indd 343 11/10/2022 19.18.07

hammadiyah Berkemajuan, Forum Muhammadiyah Bergembira atau malah Forum Muda Bergembira.

FMB dibidani oleh sejumlah anak muda Muhammadiyah lintas bidang. Dua di antaranya ialah seniman Jumaldi Alfi dan penulis Iq bal Aji Daryono. Diskusi perdana FMB dihelat di Sarang Building di kawasan Bantul, Yogyakarta. Mengusung tema “Silang Sengkarut Ke budayaan Islam” diskusi itu menghadirkan Buya Ahmad Syafii Maarif sebagai pembicara.

Menurut Uda Alfi—sapaan karib Jumaldi Alfi, gagasan yang melatarbelakangi kemunculan FMB pertama kali datang dari Buya Syafii. Pada suatu pertemuan, Buya pernah berujar kepada Uda Alfi bahwasanya kelangsungan dakwah Muhammadiyah berada di tangan anak-anak muda seperti dirinya. Setelah berdiskusi dengan Iqbal dan beberapa kawan Muhammadiyah lain, muncullah gagasan untuk membentuk forum diskusi kebudayaan dan keagamaan yang seru se kaligus berbobot.

344
FACHRODIN set5.indd 344 11/10/2022 19.18.07

Kemenangan yang Masih...

Diskusi FMB direncanakan digelar sebulan sekali dengan meng hadirkan sejumlah tokoh-intelektual Muhammadiyah yang mumpuni di bidangnya. Konsep diskusi ini sekaligus menjadi jembatan yang mempertemukan kaum muda dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sudah banyak mencecap asam-garam kehidupan. Transfer ilmu dan pengetahuan dari generasi tua menjadi lebih mudah dengan ada nya diskusi-diskusi terbuka semacam itu. Pendokumentasian diskusi melalui video atau siaran langsung di pelbagai media sosial juga perlu dilakukan. Gunanya ialah untuk me nyebarluaskan gagasan-gagasan yang muncul dalam diskusi ke pelba gai penjuru negeri. Selain itu, penyebarluasan dokumentasi juga men jadi sarana pengabar keberadaan dakwah keagamaan yang dimotori generasi muda Muhammadiyah. Belum lagi dengan konten-konten bertaut pelaksanaan maupun isi diskusi yang dibuat dan disebarluas kan melalui akun media sosial para hadirin yang datang. Hal-hal yang demikian kiranya memang diperlukan dalam upaya dakwah Islam Berkemajuan yang selaras dengan zaman. Mengutip Rabindranath Tagore (Agama Manusia, 2003: hlm. 19), keberadaan ibtimes.id maupun FMB diharapakan menjadi po hon yang memiliki keselarasan internal serta gerakan kehidupan ba tin yang indah dan kuat. Sehingga kewibawaan dan daya tahannya mampu menerangi perjalanan dakwah Islam Berkemajuan yang tidak atau belum diketahui dengan cara menembus pintu-pintu reinkarnasi. Tsah![]

345
FACHRODIN set5.indd 345 11/10/2022 19.18.07

Aisyiyah, Covid-19, dan Spirit Ta’awun untuk Negeri

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) ke bajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al-Mâidah/5:2).

Dalam bahasa Indonesioa, ta’awun adalah gotong-royong. Ta’awun menjadi kata kunci, karena pandemi Covid-19 ini selain menim bulkan masalah kesehatan, dampak social-ekonominya juga dirasakan luar biasa. Tidak ada satu pun yang tak terdampak. Cuma kadarnya saja yang berbeda. Ada yang sampai terpuruk, tidak mampu survive. Ada yang masih survive tapi mengalami pengencangan ikat pinggang luar biasa.

Banyak anggota masyarakat yang tidak siap, bingung harus ber buat apa, bagaimana caranya, dan dari mana mulainya. Serba salah. Tidak mampu mencari jalan keluar, ujung-ujungnya saling menyalah kan, dan hanya mencari kelemahan pemerintah.

Ini adalah momentum bagi kita semua untuk bergandengan ta ngan, bergotong-royong, saling mendukung, saling mengisi keko songan, mencari jalan terbaik agar negeri ini bisa segera keluar dari wabah virus yang sangat berbahaya ini. “Lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan.” Daripada hanya meratapi nasib, lebih baik berbuat sebisanya untuk kebaikan bersama.

346
FACHRODIN set5.indd 346 11/10/2022 19.18.07

Aisyiyah, Covid-19, dan Spirit Ta’awun untuk Negeri

Di tengah frustasi masyarakat yang tinggi, alih-alih ikut menge luh, dengan spitit ta’awun Aisyiyah, bersama Muhammadiyah, ber gerak bersama, ikut ambil bagian dalam aksi kemanusian mengatasi pandemi ini. Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Muhammadiyah, sejak kelahirannya (tahun 1917) telah memberikan warna tersendiri dalam pembangunan negeri ini baik dalam bidang pendidikan, kese hatan, dan sosial masyarakat khususnya yang menyangkut kaum pe rempuan dan anak. Kerja-kerja kemanusiaan sudah menjadi aktivitas kesehariannya.

Dalam rangka merespons masalah kerusakan lingkungan dan ba nyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia, maka pada tahun 2015 Aisyiyah membentuk Lembaga Lingkungan Hidup dan Penang gulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat Aisyiyah. Melalui LLH PB ini Aisyiyah ingin mengajak dan menumbuhkembangkan parti sipasi perempuan dan masyarakat bersama-sama dalam pelestarian lingkungan hidup, mewujudkan kelestarian keanekaragaman hayati dan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat serta mitigasi bencana sebagai upaya pengurangan risiko bencana menjadi agenda penting LLHPB.

Demikian juga ketika pandemi Covid-19 melanda negeri ini, Aisyiyah terpanggil untuk ambil bagian mendarmabaktikan dirinya. Bersama (Muhammadiyah Covid-19 Comand Center (MCCC) Aisyi yah mengerakkan sayap organisasinya di seluruh Indonesia. Perem puan-perempuan tangguh itu dari berbagai kalangan bahkan banyak juga yang sudah berusia lanjut bahu membahu, saling tolong meno long, berbagi, berkolaborasi bersama, dan bergotong-royong, melaku kan apa pun yang mereka bisa, dengan rasa keikhlasan, tanpa pamrih, mendedikasikan dirinya untuk membantu orang lain, hanya mengha rap ridho Allah SWT adalah manifestasi spirit ta’awun sosial Aisyiyah untuk negeri.

Penulis sangat mengapresiasi semangat ta’awun Aisyiyah, karena penulis tahu betul ibu-ibu itu juga tidak selalu dalam keadaan baikbaik saja, tidak juga dalam keadaan berkelebihan. Bagaimana tidak, dalam menjalankan peran gandanya ibu-ibu Aisyiyah harus melaksa nakan kewajiban utamanya dahulu untuk keluarga. Memastikan diri

347
FACHRODIN set5.indd 347 11/10/2022 19.18.07

nya dan keluarganya tetap sehat, stay at home kecuali ada keperluan mendesak di luar rumah. Mendampingi anak-anak belajar, memas tikan kebutuhan gizi yang seimbang dalam keluarga. Mengedukasi keluarga sendiri agar pakai masker, menjaga jarak, dan sering-sering mencuci tangan, serta berusaha menciptakan suasana rumah tetap nyaman, baru kemudian melakukan kegiatan lain. Untuk membantu masyarakat yag terpapar Covid-19 Rumah Sakit Aisyiyah bersama-sama Rumah Sakit Muhammadiyah siap si aga membantu masyarakat yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) dan pasien positif Covid-19 yang mebutuhkan bantuan tenaga medis, layanan psikologi dan la yanan-layanan kesehatan lainnya. Aisyiyah juga mengedukasi masyarakat khususnya kaum perem puan agar mampu mengatur keuangan keluarganya selama pandemi Covid-19. Misalnya dengan mengevaluasi kembali sumber-sumber penghasilan keluarga, mengunakan dana darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat ditunda, dan melakukan penghematan dengan membuat skala prioritas dengan mengutamakan pengeluar an untuk hal-hal yang penting. Mereka juga sangat cekatan mengatur kebutuhan untuk menjaga kesehatan keluarga, mengubah gaya hidup jadi lebih sederhana, dan melakukan restrukturisasi utang dengan memperpanjang tenor pinjaman, sampai mengedukasi bagaimana memberikan pengertian kepada anggota keluarga, anak-anak agar mereka mengerti dan dapat membatasi pengeluaran. Aisyiyah juga menganjuran kepada umat Muslim untuk berderma lebih dini dan lebih banyak dalam bentuk zakat, infaq dan sedekah. Serta tak lupa Aisyiyah mengajak untuk tetap menabung walaupun sedikit. Spirit ta’awun komunitas juga dilakukan Aisyiyah dengan meng ajak masyarakat melakukan pencegahan dan penanganan Covid-19 berbasis komunitas, untuk itu Aisiyah telah menerbitkan buku pan duan sebagai pedoman pelaksanaan di lapangan. Aisyiyah memahami betul berdasarkan pengalamannya selama ini mana kala terjadi ben cana/wabah ada kelompok-kelompok rentan yang perlu mendapatkan perhatian lebih seperti perempuan, anak-anak, ibu hamil, ibu menyu sui, lansia, difabel, pekerja harian, buruh migran, korban PHK, warga

348
FACHRODIN set5.indd 348 11/10/2022 19.18.07

Aisyiyah, Covid-19, dan Spirit Ta’awun untuk Negeri

miskin dan marginal. Dengan ta’awun sosial berbasis komunitas diha rapkan dapat melibatkan seluruh stakeholder yang ada di komunitas tersebut (perangkat desa, tokoh masyarakat, tenaga kesehatan, organi sasi keagamaan dan masyarakat, kader, relawan, instritusi pendidikan, dan lain sebagainya).

Di samping bersama-sama dengan MCCC, Aisyiyah juga berge rak secara mandiri. Melalui LLHPB yang sudah terbentuk sampai ke wilayah-wilayah, kader-kader Aisyiyah bergotong-royong aktif mem berikan sumbangan sembako kepada warga yang membutuhkan, membagikan takjil untuk berbuka puasa, menyediakan makanan bagi pelajar/mahaiswa/anak-anak kos yang tidak bisa pulang, membagi kan masker, disinfektan, hand sanitizer secara gratis, sampai kepada memberikan bibit tanaman pangan, dan bibit tanaman obat-obatan herbal, agar masyarakat dapat menghasilkan kebutuhan pangannya secara mandiri.

Aisyiyah mengajak masyarakat memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar tempat tinggalnya untuk meningkatkan imunitas tubuh dengan membuat minuman tradisional dari bahan-bahan alami yang ditanam sendiri dari rumah, membuat lumbung keluarga secara man diri, kembali kepada kearifan lokal untuk menghadapi krisis pangan yang sangat mungkin terjadi manakala vaksin Covid-19 tidak kunjung ditemukan.

Spirit ta’awun sudah menjadi urat nadi keseharian gerakan organi sasi perempuan ini. Tolong menolong dalam kesulitan menjadi landas an nilai-nilai gerakan Aisyiyan dalam memberikan sumbangsih untuk negeri. Bukan tentang besar kecilnya yang diberikan, tapi nilai-nilai kemanusiaan, rasa empati yang melekat dalam jiwa kader-kader Aisyi yah itu yang utama. Di samping itu perlu diakui perempuan memiliki kelebihan tersendiri dalam melakukan pendekatan kepada orang lain khususnya kepada masyarakat yang lebih membutuhkan.

Kita yakin bahwa tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaik an pula, sebagaimana disabdakan Allah SWT dalam surat Ar-Rahman ayat 60. Inilah dasar keikhlasan dan komitmen yang harus terus me nerus kita tanamkan pada diri kita. Dan, ini pulalah yang terus meng

349
FACHRODIN set5.indd 349 11/10/2022 19.18.07

gerakkan roda Aisyiyah terus berputar, termasuk di masa pandemi Covid-19.

Sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan agar tetap bersih dan sehat hingga pasca pendemi Covid-19, LLHPB mengampanyekan #YukRayakanIdulFitriDiRumahSajaTanpaPlastik. Kebersihan ling kungan di masa depan adalah kesehatan bagi generasi penerus kita.[]

350
FACHRODIN set5.indd 350 11/10/2022 19.18.07

Sungai Batang Cabang Muhammadiyah Pertama Di Luar Jawa

Kita Awali Cerita dari Pinggir Danau Maninjau Musriadi Musanif 19

AGAM—Sungai Batang. Itu adalah nama sebuah nagari (desa) di pinggiran Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupa ten Agam, Sumatera Barat. Tidak terlalu luas, hanya sekitar 28,13 ki lometer persegi.

Di sisi timur dan selatan, perkampungan masyarakat Minang kabau itu dipagari Bukit Barisan yang membentengi pedalaman Su matera. Di sisi barat, permadani Danau Maninjau menghampar in dah. Sungguh, pesona yang tiada henti terhidang, ketika kita berada di desa berpenduduk lebih dari 3.554 jiwa itu.

Agar bisa sampai ke perkampungan yang warganya hidup dari bertani dan nelayan danau, kita bisa melewati Kelok 44 yang tersohor itu, kalau datang dari arah Kota Bukittinggi. Tidak terlalu jauh. De ngan kendaraan bermotor, kita bisa sampai ke gerbang nagari kurang dari satu jam.

Bila anda datang dari Kota Padang selaku ibukota Provinsi Suma tera Barat, jarak tempuhnya sekitar 148 kilometer yang dapat ditem bus dalam waktu kurang dari tiga jam menggunakan mobil. Menyisir nagari-nagari elok sepanjang pantai barat Sumbar; Pariaman, Sungai

Wartawan/Anggota Muhammadiyah Sumbar

351
FACHRODIN set5.indd 351 11/10/2022 19.18.07
19

Limau, dan Tiku. Lalu memasuki Lubuk Basung selaku ibukota Kabu paten Agam. Takkan lebih dari satu jam dari Lubuk Basung, anda akan sampai ke Sungai Batang. Secara kewilayahan, Sungai Batang memiliki tujuh kampung uta ma yang dalam tatanan pemerintahan di Kabupaten Agam dikenal dengan istilah jorong; yakni Batu Anjang, Batu Panjang, Kampuang Dadok, Kubu, Labuah, Nagari, dan Tanjuang Sani. Hingga awal 1990-an, ketika kita akan memasuki Nagari Sungai Batang dari arah Pasar Maninjau, maka akan ditemukan adanya tulis an di gerbangnya: “Nagari Muhammadiyah”. Tapi itu dulu, kini sudah tak ada lagi. Entah karena sudah lapuk dimakan usia atau lantaran sejarah mulai dilupakan, tidak tahu pula kita. “Tulisan yang bisa kita baca di gerbang itu kini berbunyi: Anda memasuki nagari madani, wisata reliji,” terang Mayulis, seorang guru dan pemuka masyarakat Nagari Sungai Batang, beberapa waktu lalu.

Ya, Nagari Muhammadiyah Sungai Batang. Dari sinilah cerita kita awali, fakta tentang Cabang Muhammadiyah pertama di luar Pulau Jawa. Kalau di Yogyakarta, Persyarikatan Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan, maka di Sungai Ba tang itu, Muhammadiyah berdiri pada tahun 1925, lalu disusul cabang kedua di Padang Panjang (1926).

Menurut Mayulis, di Komplek Madrasah Tsanawiyah Muham madiyah (MTsM) Muaro Pauah Sungai Batang saat ini, dahulu adalah sekretariat dan pusat dakwah Muhammadiyah pertama di Sumatra, ketika akses transportasi amatlah sulit dengan kondisi negeri yang masih berada di bawah jajahan Belanda.

Berdasarkan beberapa catatan sejarah, terutama yang ditulis Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Prof. Dr. Hamka), Hj. ‘Aisyah Rasyid (putri AR Sutan Mansur), H. Hasan Ahmad, RB. Khatib Pah lawan Kayo (sesepuh Muhammadiyah Sumbar), dan sumber-sumber lainnya diketahui, untuk pertama kali cabang Muhammadiyah di luar Pulau Jawa memang didirikan di Sungai Batang, Maninjau, yakni pada tahun 1925.

352
FACHRODIN set5.indd 352 11/10/2022 19.18.07

Sungai Batang Cabang Muhammadiyah Pertama Di Luar Jawa

Proses berdirinya Cabang Muhammadiyah Sungai Batang diawali dengan ditugaskannya AR Sutan Mansur kembali ke Minangkabau pada tahun 1924. Saat itu, beliau adalah pimpinan Muhammadiyah di Cabang Pekalongan. Di Sungai Batang, pada tahun itu telah ada per kumpulan yang didirikan dan dikelola Haji Abdul Karim Amarullah (HAKA) alias Inyiak DR—ayahanda Prof. Dr. Hamka dan mertua dari AR Sutan Mansur.

Organisasi itu bernama Sendi Aman Tiang Selamat. Wadah per gerakan umat inilah yang kemudian dilebur menjadi Muhammadiyah Cabang Sungai Batang. Ketua pertamanya adalah Muhammad Amin Dt. Penghulu Basa (1925-1935).

HAKA dan KH. Ahmad Dahlan adalah kawan seperguruan keti ka belajar dengan Syekh Ahmad Chatib Al-Minangkabawy di Mekah. Sekembali ke kampung halaman, dia mendirikan Sendi Aman Tiang Selamat, sedangkan K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Pengajian AlMa’un di Yogyakarta, kemudian dilebur menjadi Persyarikatan Mu hammadiyah pada 8 Zulhijjah 1330 H, bertepatan dengan 18 Novem ber 1912.

Empat tahun setelah cabang Muhammadiyah pertama di Su ngai Batang dan kedua di Padang Panjang berdiri, Haji Fakhruddin mengusulkan agar Kongres Muhammadiyah ke-19 dilaksanakan di Minangkabau, yang kemudian terkenal sebagai kongres (muktamar) Muhammadiyah paling meriah di luar Jawa.

“Haji Fakhruddin mengusulkan agar Minangkabau ditunjuk se bagai pelaksana kongres selanjutnya. Ia beralasan, daerah ini meru pakan negeri yang mampu memenuhi cita-cita Muhammadiyah, se kaligus pelopor pengembangan persyarikatan di seluruh Sumatera, bahkan seluruh Hindia Timur,” terang Fikrul Hanif Sufyan, seorang pemerhati sejarah yang juga merupakan tokoh Muhammadiyah asal Sumatra Barat.

Penetapan Minangkabau menjadi tuan rumah Kongres Muham madiyah ke-19 Tahun 1930 itu dilakukan di arena Kongres Muham madiyah ke-18 Solo Tahun 1929 atas usul Fakhruddin. Kendati waktu itu delegasi dari Minangkabau belum berani memastikan, tetapi Haji Fakhruddin menegaskan, kalaupun Muhammadiyah Minangkabau

353
FACHRODIN set5.indd 353 11/10/2022 19.18.07

belum sanggup jadi tuan rumah, kongres tetap akan dilakukan di Mi nangkabau.

Begitulah, Haji Fakhruddin waktu itu adalah anggota Hoofdbes tur dan tokoh kepercayaan KH. Ahmad Dahlan untuk mengembang kan syiar Muhammadiyah. Beliau optimis, Muhammadiyah Minang kabau sanggup jadi tuan rumah, kendati baru ada tujuh cabang yaitu Sungai Batang, Padang Panjang, Simabur, Bukittinggi, Payakumbuh, Kuraitaji, dan Simpangharu Padang Luar Kota. Guna meningkatkan jumlah cabang menyambut kongres, HAKA bersama pimpinan Muhammadiyah lainnya terus melakukan berba gai gerakan intensif, hingga kemudian berdirilah kelompok-kelompok Muhammadiyah di selingkaran Danau Maninjau, yaitu Tanjuang Sani, Pandan, Galapuang, Batu Nanggai, Muko Jalan, Sigiran, dan Koto Panjang.

Di seluruh kawasan Minangkabau prakongres, dari Sungai Batang berkembanglah Muhammadiyah hingga menjangkau 27 daerah. Bah kan, dari sini pulalah Muhammadiyah meluas sampai ke Sibolga dan Sipirok. Kekuatan Muhammadiyah Minangkabau juga didukung Ca bang Lakitan Bandar Sepuluh, dan beberapa cabang di luar Minang kabau yang pimpinannya adalah perantau asal Sungai Barang, seperti Cabang Muara Aman (Bengkulu) dan Pagar Alam (Sumatera Selatan).

Menurut catatan Fikrul, kerinduan warga Muhammadiyah se-Nusantara untuk mengikuti kongres di Bukittinggi, rupanya mele bihi kesulitan ekonomi yang kala itu sedang mendera. Kerinduan itu juga menjangkau batin perantau Minangkabau yang tersebar di ham pir seluruh kota Indonesia, sehingga ada-ada saja alasan mereka, agar secepatnya sampai di kampung halaman.

“Saya pulang yang sekali ini tidak membawa uang, hanya menja di utusan Muhammadiyah,” ungkap seorang perantau Minangkabau yang utusan dari daerah kepada Hoofdcomittee atau panitia pusat kongres itu. ***

354
FACHRODIN set5.indd 354 11/10/2022 19.18.07

Sungai Batang Cabang Muhammadiyah Pertama Di Luar Jawa

Di Yogyakarta menjelang H-7 pelaksanaan kongres, beberapa agen travel perjalanan menyediakan ongkos murah untuk utusan Muham madiyah dan Aisyiyah yang ingin menghadiri acara. Entah ulah siapa, tiba-tiba Minangkabau menjadi booming di tanah Jawa. Sampai-sam pai orang yang menggalas (dagang) kaki lima menawarkan dagang annya bertemakan Minangkabau, mulai dari kain, tikar, baju kaus, hingga pisang goreng.

Pesatnya perkembangan Muhammadiyah di Minangkabau, untuk kemudian meluas ke seluruh pelosok negeri di Nusantara dan bebera pa negara jiran, memang tak bisa lepas dari keberadaan Nagari Sungai Batang. Bersamaan dengan itu, perkembangan Muhammadiyah yang bermula dari nagari molek tersebut, tak bisa lepas dari nama Ahmad Rasyid Soetan Mansoer yang kemudian dikenal dengan AR Sutan Mansur atau Buya Tuo.

Menurut catatan putri beliau; Hj. Aisyah Rasjid, Buya Tuo me mang memiliki peran penting dalam mendirikan dan mengembang kan Muhammadiyah di Sungai Batang, kemudian meluas ke seluruh Minangkabau, sekembalinya dari Yogyakarta dan Pekalongan. Sebe lum pulang ke Sungai Batang, Buya Tuo dipercaya K.H. Ahmad Dah lan untuk memimpin Muhammadiyah Cabang Pekalongan. Sebelum AR Sutan Mansur pulang ke Sungai Batang untuk me ningkatkan gerakan Muhammadiyah, di Minangkabau sedang terjadi pertikaian hebat. Kalangan komunis terus menghasut dan mengadu domba warga, terutama untuk menjegal perkembangan Muhammadi yah. Kalangan pemuka adat juga banyak yang terpengaruh propagan da komunis tersebut.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah waktu itu (1926), menugaskan AR Sutan Mansur pulang kampung ke Sungai Batang. “Kedatangan nya ke kampung halaman, kiranya tepat pada waktunya. Kalau bu kanlah Sutan Mansur yang datang, atau kalau dia tidak jadi pulang, Wallahu a’lam. Bagaimana jadinya Muhammadiyah yang mulai ber kembang di Minangkabau itu,” kata ‘Aisyah dalam buku Biografi Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansoer (2010).

355
FACHRODIN set5.indd 355 11/10/2022 19.18.07

Dari Solo ke Minangkabau

Perkembangan hebat Muhammadiyah di Sungai Batang di bawah kepemimpinan AR Sutan Mansur sejak 1926, disaksikan langsung Haji Fakhruddin yang sengaja diutus Pimpinan Pusat Muhammadi yah ke sini pada 1927.

Dengan didampingi AR Sutan Mansur, dari Sungai Batang Haji Fakhruddin melanjutkan perjalanannya memantau dan menyema ngati perkembangan Muhammadiyah ke Medan. Beliau kembali ke Jawa dengan kesan mendalam terkait dengan perkembangan Muham madiyah di Sungai Batang, kemudian meluas ke seantero Minang kabau dan Sumatra.

Masih menurut catatan ‘Aisyah, pada 1928, Pimpinan Pusat Mu hammadiyah kembali mengirim utusan ke Minangkabau. Kali ini yang mendapat tugas adalah HM. Yunus Anis. Kesan mendalam Haji Fakhruddin dan Yunus itulah, yang kemudian memotivasi mereka mendorong pelaksanaan Kongres Muhammadiyah ke-19 Minang kabau di ajang Kongres Muhammadiyah ke-18 Solo.

Nah, pada 1-5 Juli 2020 nanti, Kota Solo di Jawa Tengah kembali menjejak sukses Kongres Muhammadiyah ke-18 Tahun 1929, seiring dengan akan dilaksanakannya Muktamar Muhammadiyah ke-48 Ta hun 2020.

Pada muktamar kali ini, jutaan warga dan simpatisan Muham madiyah diperkirakan akan turut hadir. Mereka tidak saja datang dari wilayah, daerah, cabang, dan ranting-ranting Muhammadiyah di In donesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia yang sudah memiliki cabang-cabang istimewa Persyarikatan Muhammadiyah.

Tapi ada satu hal yang menjadi tanda tanya, akankah sejarah 1930 kembali terulang di Sumatera Barat? Setelah Solo sukses pada 1929 melaksanakan Kongres Muhammadiyah, lalu sukses kembali diulang di Minangkabau ada 1930. Akankah dari Solo ke Minangkabau, ber lanjut dari Solo ke Sumatera Barat pada Muktamar Muhammadiyah ke-49 nanti?

Secara organisatoris, kekuatan Muhammadiyah Sumatera Ba rat—daerah yang pada zaman penjajahan Belanda disebut dengan Minangkabau—memiliki kekuatan 797 ranting, 146 cabang, dengan

356
FACHRODIN set5.indd 356 11/10/2022 19.18.07

19 daerah. Anggotanya ada puluhan ribu orang, sementara simpatisan diperkirakan mencapai jumlah jutaan orang. Hanya saja, penulis belum optimis, sejarah semarak Muham madiyah dari Solo ke Minangkabau 1929-1930 akan bisa terulang kembali menjadi dari Solo ke Sumbar 2020-2025. Muhammadiyah di Sumatera Barat belum tentu akan siap menjadi penyelenggara Mukta mar Muhammadiyah ke-49 Tahun 2025 nanti.[]

357
Sungai Batang Cabang Muhammadiyah Pertama Di Luar Jawa
FACHRODIN set5.indd 357 11/10/2022 19.18.07

Aksi Nyata Muhammadiyah

Antara Keikhlasan dan Profesionalisme Erni Juliana Al Hasanah Nasution

Aksi nyata Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial sudah sangat dikenal bahkan sampai ke dunia inter nasional. Kerja-kerja kemanusiaan merupakan bagian dari urat nadi keseharian Muhammadiyah. Sejak kelahirannya, Muhammadiyah sudah terbiasa melakukan penggalangan dana publik dalam bentuk Ziswaf (zakat, infak, sedekah, dan wakaf).

Bahkan cikal bakal pengelolaan zakat yang dilakukan oleh masya rakat di Indonesia berasal dari pengelolaan zakat ala Muhammadiyah. Dana yang berasal dari masyarakat tersebut dikelola oleh sebuah lem baga yang didirikan oleh Muhammadiyah yang dikenal sebakai PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang sekarang menjadi Rumah Sakit Umum Pembina Kesejahteraan Umum (PKU).

Ketika Covid-19 mewabah di Indonesia, serta merta Muhamma diyah turun ke tengah-tengah masyarakat mengambil peranan apa pun yang bisa dilakukan. Melalui Lembaga Penangulangan Bencana atau yang lebih dikenal dengan MDMC (Muhammadiyah Disaster Managemen Center), Muhammadiyah menjadi garda terdepan da lam aksi-aksi kemanusiaan. Melalui LAZISMU (Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah)—sebagai lembaga yang menyokong aksi-aksi nyata Muhammadiyah dalam hal pendanaan—Muhammadiyah terus ber karya untuk bangsa.

Di lapangan, aksi-aksi kemanusiaan tersebut diback up oleh selu ruh organ Muhammadiyah sampai ke ranting-ranting di bawah satu komando one Muhammadiyah one Respon. Dan untuk kasus Covid-19

358
FACHRODIN set5.indd 358 11/10/2022 19.18.07

Aksi Nyata Muhammadiyah

ini Muhammadiyah bergerak di bawah bendera Muhammadiyah Co vid-19 Command Center (MCCC) sampai ke wilayah-wilayah se- In donesia.

Respon kemanusiaan MCCC sangat nyata dan terukur. Dalam laporan harian MCCC tergambar bahwa sudah 71 Rumah Sakit Mu hammadiyah dan Aisyah telah melayani ribuan masyarakat baik yang berstatus ODP, PDP maupun positif Covid-19.

Masyarakat juga mendapatkan manfaat dalam bentuk pembagian masker, penyemprotan dan pemberian disinfektan, pembagian hand sanitizer, distribusi APD medis, bantuan makanan, pembagian sem bako, dan pembagian vitamin.

Selain itu, ada pelayanan psikologi, konsultasi agama, meningkat kan literasi masyarakat tentang Covid-19, poster dan media edukasi lainnya sampai pemberian uang tunai pada masyarakat yang mem butuhkan. Dan tentu saja Muhammadiyah melakukan penggalangan dana publik untuk melakukan aksi-aksinya tersebut melalui LAZIS MU sebagai Lembaga amil resmi milik Muhammadiyah yang sudah teregister di BAZNAS.

Sumbangsih Muhammadiyah sangat nyata untuk negeri ini, dalam berjejaring dengan Lembaga dalam dan luar negeri dalam pengelolaan sumber daya manusia dan infrasktruktur yang dimilikinya. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana Muhammadiyah bisa menggerakkan sumber daya yang dimilikinya agar selalu sigap mengambil peran da lam setiap situasi apa pun yang menghampiri negeri ini?

Menurut penulis jawabannya adalah karena ada semangat “keikh lasan dan profesionalisme” yang bersemayam dalam jiwa setiap kader Muhammadiyah.

Keihlasan sudah menjadi urat nadi gerakan ini sejak kelahirannya. ketulusan dalam bekerja tanpa merasa terpaksa, dan tidak berharap adanya imbalan jasa. Jika pun ada pamrih, maka yang dimaksud ha nyalah mengharap imbalan pahala dari Allah SWT, bukan yang lain.

Keikhlasan semacam ini sudah menjadi bagian dari kepribadian para pemimpin Muhammadiyah sejak awal berdirinya dan terus di pertahankan hingga saat ini. Itulah sebab mengapa ruh ikhlas menjadi bagian penting dari gerakan Muhammadiyah.

359
FACHRODIN set5.indd 359 11/10/2022 19.18.07

Tidak ada gerakan Muhammadiyah yang tumbuh tanpa keihkla san. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti sekolah-sekolah, ru mah sakit, panti asuhan anak-anak yatim, termasuk LAZISMU, semua dirintis dan dibangun dengan semangat keikhlasan. Namun demikian ikhlas saja tidak cukup, harus disertai dengan profesionalisme. Saat ini MCCC dikelola oleh orang-orang yang me miliki kompetensi di bidangnya, dengan manajerial modern, ada te naga medis, ada psikolog, ada relawan terlatih, dan lain sebagainya.

Demikian juga LAZISMU sebagai LAZ tingkat nasional yang su dah teregister di BAZNAS tentu sudah melalui proses asesmen yang ketat, memiliki amil yang profesional, memiliki program kerja untuk pemberdayaan umum, memiliki dewan syariah untuk memastikan kepatuhan syariahnya, dan tentu saja harus memenuhi asas-asas pe ngelolaan zakat, dan transparansi baik dalam penghimpunan maupun dalam pemanfaatan dana.

Dalam hal laporan keuangan juga harus sesuai dengan Pernyataan Akuntansi dan Keuangan (PSAK) 109 tentang akuntansi zakat, infak dan sedekah. Pengalangan dana publik harus dilaporkan ke publik baik pada muzakki, mustahik, maupun pada Pimpinan Pusat Muham madiyah dan negara. Sehingga dengan demikian akuntabiltas penge lolaan dana terjaga dan menambah kepercayaan masyarakat kepada lembaga zakat tersebut.

Perpaduan antara semangat keikhlasan yang didukung oleh pro fesionalisme inilah salah satu yang membuat Muhammadiyah dengan segala aksi-aksinya dapat bertahan dan terus berkembang sampai sekarang. Tentu keikhlasan dan profesionalisme tersebut harus terus diasah dan dibudayakan serta dibarengi dengan pengembangan kapa sitas organisasi secara terus menerus dan berkelanjutan.

Muhammadiyah berpegang pada asas-asas moral, asas akuntabili tas, transparansi, kepastian hukum dan integrasi adalah suatu keharus an. Hal itu karena dalam Islam setiap perbuatan harus dipertanggungja wabkan baik kepada manusia maupun kepada Sang Khalik.[]

360
FACHRODIN set5.indd 360 11/10/2022 19.18.07

Pemikiran dan Kiprah Pemimpin Nasional Muhammadiyah

5
FACHRODIN set5.indd 361 11/10/2022 19.18.07

Dakwah K.H. Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial, Keagamaan dan Politik20

Kukuh Thoriq Ariefian 21

Nilai Islam sebagai agama rahmatan lil-’alamin seyogyanya mampu terimplementasi dalam kehidupan keseharian seorang muslim. Dalam upaya mendorong aktualisasi nilai tersebut, Organisasi Masya rakat keagamaan memiliki peran yang sangat strategis. Muhammad Darwis atau K.H. Ahmad Dahlan telah memahami akan pentingnya hal tersebut. Sikapnya yang kritis akan praktek ibadah yang kurang baik, menjadi tindakan nyata menasehati masyarakat dalam kebenar an dan kesabaran. Hingga diberi sebuah kepercayaan dari Sultan Ha mengkubuwono VII untuk berkonsultasi dan bertukar pikiran dengan para ulama Besar di kota suci Mekkah. Dalam menyikapi pengaruh pemerintahan VOC terhadap masyarakat di Bumi Nusantara (Sukri yanto AR, 2017).

Sekembalinya dari Mekah, K.H. Ahmad Dahlan membuka pen didikan bagi masyarakat di sekitar Langgar Duwur. Dengan semangat mengajar tinggi, menjadikannya berkeliling kampung guna mengajak anak-anak untuk belajar agama kepadanya. Selain agama, K.H. Ah mad Dahlan juga mengajari muridnya bermain biola dan kegiatan

20

Terpublikasi di Alif.id: https://alif.id/read/kta/dakwah-kh-ahmaddahlan-dalam-bidang-sosial-keagamaan-dan-politik-b229964p/

21 Muslim Indonesia & Pemerhati Keragaman

362
FACHRODIN set5.indd 362 11/10/2022 19.18.07

Dakwah K.H. Ahmad Dahlan...

lain. Tidak hanya di area Kauman, beliau juga aktif mengajar di bebe rapa kampung lain di wilayah kesultanan Ngayogyakartahadiningrat.

Kesadaran & Manfaat

K.H. Ahmad Dahlan juga menawarkan diri untuk mendidik para pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta. Selama mengajar, K.H. Ahmad Dahlan terlihat sangat antusias dalam menjelaskan nilai islam yang dikaitkan dengan pengetahuan umum. Hal ini ia lakukan sebagai akibat adanya pengkotak-kotakan kondisi pendidikan saat itu (Juniawan Dahlan, 2017). Adapun keinginan K.H. Ahmad Dahlan adalah mengelaborasi kedua bentuk pendidikan tersebut. Hingga menjadikan anak didiknya mampu menguasai ilmu agama sekaligus ilmu umum. Melihat semangat K.H. Ahmad Dahlan dalam mendidik, Raden Sosrosoegondo dan Mas Radji menyarankannya untuk membuka se kolah. Adapun beberapa tokoh Boedi Oetomo seperti Budihardjodan Dwidjosewodjo menyarankan agar sekolah ini mesti didukung oleh sebuah organisasi yang kuat. Gagasan ini muncul, akibat keprihatinan kondisi pendidikan beberapa pesantren pada masa itu yang seringkali terpaksa tutup, setelah kiai pimpinan pesantren meninggal dunia. Dan barulah pada tahun 1911, Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di buka oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagai tempat untuk mengajarkan ilmu agama & ilmu umum (Djarnawi Hadikusumo). Adapun organi sasi kuat yang mendukungnya baru terbentuk 1 tahun kemudian atau 1912 dengan nama Muhammadiyah.

Peran Muhammadiyah terus mengalami perkembangan. Ke hadiran seorang Haji Fachrodin yang memiliki pengalaman sebagai kontributor surat kabar, menjadi awal munculnya surat kabar Soewara Moehammadijah pada tahun 1915. Peran K.H. Ahmad Dahlan bersa ma HM. Hisyam, RH. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito, dan KRH. Hadjid di surat kabar adalah redaktur (Soewara Moehammadi jah no 2 th ke-1/1915). Beberapa artikel ternyata mampu memuncul kan kesadaran kolektif baik dari kalangan internal muhammadiyah maupun masyarakat luas. Akan kondisi nusantara yang saat itu masih

363
FACHRODIN set5.indd 363 11/10/2022 19.18.07

terjajah. Dan kesadaran ini berbuah keinginan bersama untuk menja di sebuah wilayah yang berdaulat penuh secara De facto dan De jure.

Sejalan dengan suasana kebatinan masyarakat tersebut, surat ka bar Soeara Moehammadijah semakin memperlihatkan keberanian nya. Dengan memuat artikel berjudul “Kamardikan” yang membahas kebebasan manusia pada tahun 1922. Terbitnya artikel tersebut tentu menyiratkan akan dukungan pimpinan muhammadiyah termasuk K.H. Ahmad Dahlan terhadap gagasan kemerdekaan. Upaya saling menguatkan kesadaran dan keinginan akan Kemer dekaan Indonesia terus bergelora di antara Organisasi Pergerakan seperti Perhimpunan Indonesia dan Organisasi Masyarakat seperti

364
Foto 1. Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (Muhammadiyah)
FACHRODIN set5.indd 364 11/10/2022 19.18.08

Muhammadiyah. Penggunaan kata “Bangsa Indonesia” dalam dekla rasi Perhimpunan Indonesia ditahun 1923, yang berkembang menjadi manifesto politik pada tahun 1925. Mendapat sambutan baik dalam organisasi Muhammadiyah. Surat Kabar Soeara Moehammadijah mengganti istilah Hindia Belanda menjadi Indonesia dalam artikelnya (Soewara Moehammadijah no 1 th 1925). Dan kesadaran ini terampli fikasi hingga ke beberapa organisasi lainnya. Hingga berujung kepada munculnya Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II (1928), yang menghasilkan Sumpah Pemuda dengan pengakuan berbangsa Indonesia.

Konsensus sebagai satu bangsa, menjadi prolog dari usaha mem peroleh kemerdekaan Indonesia seperti yang diharapkan juga oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kini manfaat peran tersebut telah dirasakan se cara nyata oleh masyarakat secara luas. Gelombang tantangan yang muncul baik yang berasal dari masyarakat sekitar maupun penjajah dihadapi dengan cerdik oleh sang Pendiri Muhammadiyah ini.

Evolusi Peran

Adapun saat ini telah terjadi perubahan (evolusi) tantangan yang dihadapi oleh warga muhammadiyah. Bentuk keterjajahan berubah menjadi keterjajahan secara ideologi maupun budaya. Gempuran ide ologi dan budaya global semakin terlihat masif dan kentara. Sebagian masyarakat lebih tertarik kepada pengaruh tersebut.

Pada sisi lain pengaruh ideologi dan budaya global ternyata men ciptakan fundamentalisme dan sekularisme dalam masyarakat. Ma syarakat yang tetap berkomitmen menjaga persatuan Indonesia de ngan nilai luhur agama, budaya serta kearifan lokal terus dihantam oleh kelompok ini. Tindakannya tidak hanya berupa mempertentang kan dasar kepercayaan. Namun juga berupa tindakan kekerasan se perti pengeboman yang melukai masyarakat.

Diperlukan sebuah peran nyata & cerdik seperti yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Peran untuk memberi pemahaman akan pentingnya nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Sekaligus ke ragaman yang sunatullah. Nilai agama, budaya dan kearifan lokal se

365
Dakwah K.H. Ahmad Dahlan...
FACHRODIN set5.indd 365 11/10/2022 19.18.08

lama ini telah terbukti mampu menjaga kebhinekaan Indonesia da lam bingkai negara kesatuan (I Gede Suwindia, 2012; Ansyaad Mbai, 2018). Muhammadiyah sangat diharapkan untuk terus berperan besar dalam memberi pemahaman & kesadaran tersebut. Serta menunjuk kan sikap tegas mengecam kelompok dan pelaku tindakan kekerasan. Sebagaimana sikap K.H. Ahmad Dahlan terhadap pemerintahan pen jajah yang juga menyengsarakan masyarakat. Dan tentunya kita juga berharap, keseimbangan peran religiusitas dan nasionalisme yang di ajarkan K.H. Ahmad Dahlan, akan tetap tumbuh dan mengakar kuat dalam Muhammadiyah hingga masa mendatang.[]

366
FACHRODIN set5.indd 366 11/10/2022 19.18.08

Bung Karno adalah Muhammadiyah

Gerombolan massa memadati jalan-jalan di kota Blitar pada 22 Juni 1970, mereka menunggu kedatangan iring-iringan jenazah yang datang dari Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta. Ribuan orang datang tidak hanya dari Blitar, namun juga dari seluruh Indo nesia untuk mengantar kepergian sang Pahlawan Nasional yang juga merupakan salah satu kader terbaik Muhammadiyah ke peristirahat an terakhirnya.

Saking cintanya mendiang terhadap Muhammadiyah, sebelum akhir hayatnya beliau pernah berwasiat bahwa kelak ketika beliau me ninggal agar kerandanya diselimuti panji-panji Muhammadiyah. Ce rita itu dikisahkan sendiri oleh cucu tercintanya yang sekarang menja bat sebagai pimpinan DPR RI, Puan Maharani.

Kader Muhammadiyah yang meninggal 50 tahun yang lalu itu adalah Sukarno. Dikenal sebagai tokoh pergerakan yang nasionalis, membuat Bung Karno sering dilupakan sebagai kader Muhammadi yah. Bahkan mungkin, mayoritas warga Muhammadiyah sendiri tidak mengetahuinya.

Bung Karno adalah Muhammadiyah?

Puan Maharani menceritakan wasiat kakeknya itu dalam seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, dalam lawatannya ke Madrasah Mualimat Yogyakarta pada April 2018 lalu, ia mengatakan

367
FACHRODIN set5.indd 367 11/10/2022 19.18.08

bahwa trah keluarganya selalu dekat dengan Muhammadiyah. Kakek dan neneknya merupakan kader Muhammadiyah, begitu pula dengan keluarga neneknya. “Jadi memang kedekatan keluarga kami ini dengan keluarga be sar Muhammadiyah sudah melekat jauh-jauh hari sebelumnya, jadi tidak ngaku-ngaku. Karena betul kami ini keluarga Muhammadiyah,” kata Puan dalam kunjungan kerja ke Madrasah Mualimat Yogyakarta. Perkenalan Bung Karno dengan Muhammadiyah dimulai ketika ia masih belajar di wisma milik Hadji Oemar Said Tjokroaminoto di kawasan Gang Peneleh No. VII, Genteng, Surabaya. Kala itu, pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan sering bepergian dari Yogya karta ke Surabaya untuk untuk bertukar pikiran dengan tokoh perge rakan lain dan sekaligus mengajar murid-murid Tjokroaminoto. Ter masuk tiga muridnya yang paling terkenal, yaitu Sukarno, Semaun, dan Kartosuwiryo, yang mana ketiganya kelak akan dikenal sebagai tokoh pergerakan dengan jalannya masing-masing. Sukarno muda yang masih berusia 16 tahun saat itu, sangat haus akan ilmu pengeta huan, lalu menjadi santri bagi K.H. Ahmad Dahlan.

Kedekatan dengan Muhammadiyah Ketika diasingkan

Sukarno semakin dekat dengan Muhammadiyah ketika ia dia singkan di Bengkulu pada tahun 1938 sampai 1942. Sebagaimana di tulis dalam Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2007), Sukarno menceritakan bahwa setelah dipindah dari Ende, Flores ke Bengkulu, dirinya ditemui oleh tokoh Muhammadiyah setempat. To koh Muhammadiyah yang dimaksud Sukarno pada waktu itu ialah Hasan Din.

Sukarno yang dikenal karena intelektualitasnya diminta oleh Ha san Din untuk menjadi guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Pada masa pengasingan di Bengkulu itulah Sukarno resmi menjadi kader Muhammadiyah. Di Bengkulu juga ia mulai berkenalan dan de kat dengan salah seorang anggota Aisyiyah yang juga merupakan anak dari Hasan Din bernama Fatmawati yang kelak kita kenal sebagai istri Sukarno dan penjahit bendera Merah Putih.

368
FACHRODIN set5.indd 368 11/10/2022 19.18.08

Bung Karno adalah Muhammadiyah

Ketika berada di Bengkulu Sukarno dipercaya sebagai Ketua De wan Pengajaran Muhammadiyah. Sukarno mendapat kepercayaan dari Hasan Din sebagai guru karena dianggap mempunyai visi yang sama dengan visi Muhammadiyah akan Islam berkemajuan.

Jalan pemikiran Sukarno itu dapat kita ketahui salah satunya dari korespondensi Sukarno dengan Ahmad Hasan, seorang tokoh organi sasi pergerakan Persatuan Islam yang tinggal di Bandung, Jawa Barat. Buah pemikiran dari korespondensi ini masih dapat kita baca dalam buku Di bawah Bendera Revolusi. Berdasarkan tulisan itu, dapat kita simpulkan bahwa Sukarno mempunyai pandangan Islam yang mo dernis dan berkemajuan, sebuah pandangan progresif pada zamannya yang sama seperti visi Muhammadiyah. Pemikiran-pemikiran Sukar no tentang basis ideologi dan gerakan Islam waktu itu agaknya masih relevan sampai sekarang.

Bung Karno dan Islam Sontoloyo

Tahun 1940 Sukarno menulis tentang Islam Sontoloyo, sebuah kritik bagi orang-orang yang melakukan perbuatan tidak terpuji de ngan dalih agama. Kala itu ia membaca sebuah berita tentang seorang guru ngaji yang memperdaya murid-murid perempuannya agar mau disetubuhi.

Berita itu dimuat pada surat kabar Pemandangan pada tahun 1940. Sukarno menjelaskan modus dari sang guru itu adalah dengan meng aku tidak dapat mengajar murid-murid perempuannya karena bu kan muhrim, dan harus dinikahi dulu agar bisa diajar. Karena sudah menganggap sah dan halal, maka sang guru memanfaatkan hal itu un tuk melakukan tipu daya dan mencabuli gadis-gadis tersebut. Sukarno sangat mengecam perbuatan tersebut, karena tidak hanya mengotori gadis-gadis malang yang tidak berdosa, namun juga mengotori agama Islam di mana hukum fiqih dipermainkan begitu saja.

“Sungguh kalau reportase di surat kabar Pemandangan itu be nar, maka benar-benarlah disini kita melihat Islam Sontoloyo,” tulis Sukarno dalam buku Dibawah Bendera Revolusi bab Islam Sontoloyo (1965).

369
FACHRODIN set5.indd 369 11/10/2022 19.18.08

Jalan Pemikiran Islam Sukarno

Satu hal yang harus dipahami mengenai jalan pikiran Sukarno terhadap Islamisme adalah bahwa ia melihat Ideologi Islamisme seba gai Ideologi Pembebasan. Islamisme dianggap sebagai sebuah ide yang dapat menjadi basis perjuangan melawan kolonialisme dan imperia lism. Pemikiran Sukarno terhadap Islamisme ini banyak dipengaruhi oleh tulisan tokoh-tokoh intelektual Islam pada akhir abad ke-19, se perti Syeikh Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani. Waktu itu, terdapat tiga ideologi besar yang berkembang pesat di Indonesia, yakni Islamisme, Marxisme, dan Nasionalisme. Walaupun ia membingkai kerangka berpikir dan jalan perjuangannya dengan Nasionalisme, namun Sukarno juga menganggap bahwa Islamisme dan Marxisme juga merupakan ideologi pembebasan yang sama-sama menentang kolonialisme dan imperialisme.

“Dengan djalan yang djauh kurang sempurna, kita mentjoba membuktikan, bahwa paham Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme itu dalam negeri djajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain.” demikiam pendapat Sukarno dalam Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme (2015).

Idenya yang ditulis tahun 1933 itu bisa jadi merupakan embrio pemikiran Sukarno mengenai dasar negara, dan aksi masa di mana dalam perjuangan melawan imperialisme harus diadakan konsensus antar golongan.

Presiden RI pertama tersebut mengutarakan pandangannya, bah wa para pemikir dan aktivis Islamisme seharusnya tidak menjadi Is lam yang kolot dan mau berkooperatif dengan gerakan lain. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa dalam beberapa prinsip, Islamisme memi liki kesamaan dengan Nasionalisme dan Marxisme itu sendiri.

Islamisme Menurut Sukarno

Islamisme, kata Sukarno, harus menyatukan gerakannya dengan kaum nasionalis, karena dalam Islam sendiri dikenal ajaran tentang membela tanah air. Begitu pula dengan Marxisme. Bagi Sukarno, Is lam dan Marxisme mempunyai satu musuh yang sama, yaitu kapital

370
FACHRODIN set5.indd 370 11/10/2022 19.18.08

Bung Karno adalah Muhammadiyah

isme dan imperialisme. Keduanya, bagi Sukarno, merupakan ideologi yang membela kebenaran dan kaum-kaum tertindas. Selain itu, Islam dalam anggapannya juga mempunyai semangat internasionalisme yang menjangkau semua bangsa di dunia melewati batas-batas negara. Demi memahami cita-cita Bung Karno terhadap persatuan an tar golongan, ada baiknya kita melihat pemikirannya dari sisi yang jarang terlihat. Sisi religius Sukarno adalah sebuah pemikiran panjang tentang Ketuhanan dan pertaliannya dengan perjuangan bangsa Indo nesia. Ia merupakan salah satu putra terbaik Muhammadiyah, dan ia patut untuk dikenang atas cintanya terhadap organisasi itu.[]

371
FACHRODIN set5.indd 371 11/10/2022 19.18.08

Menyigi Sosok Buya Hamka

Prof. Dr. (HC). Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab di dengar dengan panggilan Buya Hamka mrupakan tokoh agama serta tokoh nasional berdarah Minangkabau. Buya Hamka juga meru pakan tokoh Muhammadiyah dari Sumatera Barat serta pernah men jabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama kali pada tahun 1975. Sosok yang lahir pada 17 Februari 1908 merupakan putra dari pasangan Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan Siti Sa fiyah. Sebagai seorang mubaligh yang besar di daerah Minangkabau yang terkenal dengan adat yang kuat, pendekatan dakwah seorang buya hamka dapat dikatakan sangat elegan. Pendekatan dakwah yang tidak hanya melalui mimbar tetapi juga dengan media sastra/tulisan yang hingga saat ini tetap sangat menarik untuk dibaca, bahkan re kaman ceramahnya pun hingga saat ini masih segar untuk didengar. Sosoknya tersebut tak ayal banyak hal yang dapat dipelajari dari kisah perjalanan semasa hidupnya.

Kaya dengan karya

Dikenal sebagai “orang siak” bukan berarti Buya Hamka tidak memiliki kemampuan sastra yang baik dan tertata. Telah banyak karya tulis yang lahir semasa hidupnya mengenai social dan agama. Melalui tangannya lahir 3 (tiga) novel yang fenomenal dan saat ini kita kenal berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Di bawah Lin dungan Ka’bah, serta Merantau Ke Deli. Novel yang berlatar belakang

372
FACHRODIN set5.indd 372 11/10/2022 19.18.08

Menyigi Sosok Buya Hamka

situasi di Minangkabau ini sangat menarik untuk dibaca karena sarat dengan persoalan dan kritik yang membuka pikiran serta sudut pan dang membaca terbuka. Alur cerita yang rapi dan diksi yang tepat dari novel tidak terasa membawa hanyut emosi para pembacanya. Bahkan 2 (dua) dari 3 (tiga) karyanya tersebut telah diangkat ke layar sehing ga karyanya pun dapat dinikmati oleh muda-mudi saat ini. Ada juga karya yang tidak kalah fenomal yaitu Tafsir Al-Azhar. Tafsir dari Alqur’an ini selesai ditulis oleh Hamka semasa dirinya dipenjara oleh Soekarno pada tahun 1964.

Ragamnya karya tulis yang telah dibuat oleh Buya Hamka mene gaskan betapa produktifnya beliau semasa hidupnya. Karya tulis yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan kritik sehingga senantiasa membuka pola pikir dan sudut padang para penikmat karya tulisnya. Tak tanggung-tanggung, atas kiprah dan ha sil pemikiran selama hidupnya membuat Univeristas Al-Azhar (Kairo, Mesir) menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepada Buya Hamka pada tahun 1959. Pada tahun 1974 Buya Hamka kembali me nerima gelar yang sama diberikan oleh Universitas Nasional Malaysia.

Sosok Tauladan

Perjalanan hidup dan sikap semasa hidup Buya Hamka dapat di jadikan sebagai contoh nyata dari sikap toleransi yang selama ini di gaung-gaungkan dalam negeri ini. Beberapa peristiwa nyata telah ter ukir bagaimana sosok Buya Hamka memberikan sikap tauladan akan toleransi itu sendiri.

Pada masa masyhurnya tulisan Buya Hamka yang berjudul “Teng gelamnya Kapal Van Der Wijk” dirinya tidak luput dari dugaan hingga fitnah bahwa karyanya tersebut merupakan hasil plagiasi (tiruan). Tak tanggung-tanggung yang menyuarakan itu sendiri adalah media yang berada dibawah naungan Pramoedya Ananta Toer yang merupakan seniman yang memiliki latar belakang dan ideology bertolak belakang dengan Buya Hamka. Namun hal tersebut disikapi dengan sabar dan santun oleh Buya Hamka sendiri. Selang beberapa waktu kemudian, datang seorang perempuan muda beserta suaminya yang hendak bel

373
FACHRODIN set5.indd 373 11/10/2022 19.18.08

ajar agama islam karena suaminya baru memeluk agama Islam. Dalam rangkaian pembicaraan sampailah pada penjelasan bahwa kedatangan wanita tersebut bersama suaminya mendatangi Buya Hamka untuk belajar agama islam tidak lepas dari arahan/perintah ayah perempuan itu sendiri yaitu Pramoedya Ananta Toer. Pada situasi ini Buya Hamka menampakan sikap yang luar biasa yaitu menerima pasangan muda tersebut dan secara khusus tidak membawa persolan sikap atas ayah anak perempuan terhadap dirinya.

Tak cukup sampai disitu, ketauladan sikapnya dapat dilihat nyata juga pada peristiwa dimana Buya Hamka yang pernah dipenjara oleh Soekarno. Perbedaan pandangan sehingga Soekarno memenjarakan Buya Hamka lantas tidak membuat hati Buya Hamka “terpenjara” oleh dengki dan dendam. Buya Hamka pun sempat berungkap bahwa Ki tab Tafsir Al-Azhar mungkin tidak akan ada apabila dirinya tidak di penjara oleh Soekarno pada masa itu.

Sekali lagi Buya Hamka menampakkan sikap eloknya, pada peng hujung akhir hayat Soekarno berwasiat apabila ia meninggal hendak nya yang menjadi imam sholat jenazahnya ialah Buya Hamka Sendiri. Permintaan Soekarno itu sendiri dipenuhi oleh Buya Hamka tanpa mempersoalkan kembali terhadap sikap/perbuatan yang telah Soekar no perbuat terhadap dirinya.

Bentuk dari pendidikan

Terbentuknya Buya Hamka hingga menjadi tokoh nasional ma upun agama tentu tidak lepas dengan namanya pendidikan. Apa pun bentuk pendidikan itu sejatinya diikuti serta dilewati dengan sema ngat dan kedisplinan nan tinggi untuk menciptakan kapasitas diri yang berkualitas. Lahir dan besar yang dibayangi nama besar bapak nya yaitu Abdul Karim Amrullah tidak membuat Buya Hamka pada masa remajanya menjadi jumawa. Latar belakang bapaknya sebagai Ulama dan Pasilek (pesilat) menuntut didikan yang dijalani Buya Hamka penuh dengan kedisplinan dan ketegasan. Sedari muda Buya Hamka pun sudah meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu. Be ragam lika-liku serta beragam persoalan telah dihadapinya sehingga

374
FACHRODIN set5.indd 374 11/10/2022 19.18.08

Menyigi Sosok Buya Hamka

hal tersebut yang mengantarkan dirinya menjadi Ulama, Sastrawan, dan mubaligh yang kapasitas dan kualitasnya diakui secara nasional maupun internasional. Beragam penghargaan juga telah disandingkan kepada beliau baik semasa hidup mapun masa sepeninggalnya. Dahulu maupun dewasa ini, pendidikan yang tegas dan disiplin tentu menjadi kunci agar terciptanya generasi yang berkualitas dan mampu melampui generasi pendahulunya. Semangat juang yang da lam menuntut ilmu oleh generasi muda saat ini diharapkan kelak da pat melahirkan tokoh-tokoh yang bermanfaat dan memberikan pe ngaruh baik tehadap bangsa dan negara. Buya Hamka baik sebagai orang muslim, sebagai orang minangkabau, sebagai seorang sastra waan, maupun sebagai tokoh Muhammadiyah telah berhasil membe rikan tauladan yang baik dan memberikan tantangan untuk menjadi lebih baik lagi bagi para generasi penerusnya.[]

375
FACHRODIN set5.indd 375 11/10/2022 19.18.08

Kuntowijoyo, Peletak Dasar Ilmu Sosial Profetik

22

Istilah Ilmu Sosial Profetik (disingkat ISP), digagas oleh Kuntowi joyo. Ia adalah guru besar di bidang sejarah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di kalangan masyarakat umum, ia dikenal bukan seba gai sejarawan, tetapi sastrawan, budayawan, cendekiawan Muslim dan bahkan seorang aktivis Muhammadiyah.

Banyak sekali karya yang lahir dari talenta jenius seorang Kunto wijoyo. Walau demikian, karya-karyanya yang relevan dengan waca na mengenai ISP antara lain adalah Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika (2004), Muslim Tanpa Masjid (2002), Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas (2002), Identitas Politik Umat Islam (1997), Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (diterbitkan ta hun 1991, namun dicetak ulang pada 2008).

Dalam proses pembangunan intelektualnya, Pak Kunto, panggil an akrab dari para sahabatnya, mengawalinya dengan menempuh pro gram sarjana sejarah di UGM, kampus yang sama di mana ia mengab di sebagai “guru” sampai akhir hayatnya. Pada 1969, ia mendapatkan gelar sarjana. Pada 1974 ia mendapatkan kesempatan studi ke Univer sitas Connecticut, Amerika Serikat. Pada 1980 ia meraih gelar doktor di bidang sejarah dari Universitas Columbia. Dalam beberapa kesem patan, ia juga menjadi dosen tamu di Universitas Filipina pada 1984 dan di Universitas Michigan, Amerika Serikat setahun kemudian.

376
FACHRODIN set5.indd 376 11/10/2022 19.18.08
22
Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah

Kuntowijoyo, Peletak Dasar Ilmu Sosial Profetik

Melalui pengalaman akademik yang matang inilah, pada akhir nya menjadikan Pak Kunto sebagai pemikir yang di perhitungkan di Indonesia. Karya-karyanya menjadi inspirasi yang menarik bagi sega la kalangan. Jangkauan diskusi yang ditimbulkan dari karya tersebut mampu menyentuh banyak hal, termasuk nilai dan hakikat agama, in telektualitas, karakter dan identitas kebangsaan, serta keadilan sosial dan kemanusiaan.

Ilmu Sosial Profetik

Memang tidak mengherankan bila teori ISP yang sedemikian penting, ternyata lahir dari tangan dingin nan jenius seorang pemi kir garda depan Nusantara (Kuntowijoyo 2006; 2001: 357-376; Ahim sa Putra, 2011). Secara substansial ISP memiliki banyak kemiripan dengan ilmu sosial transformatif. Hanya saja yang membedakannya adalah inspirasi yang bersumber pada ajaran-ajaran Islam ke dalam bentuk teori sosial.

Tujuan dari ilmu ini adalah rekayasa untuk perubahan sosial atau transformasi sosial. Jelas bidang kajiannya tidak merambah as pek-aspek normatif seperti teologi, tetapi pada aspek-aspek yang ber sifat empiris, historis dan temporal (Kuntowijoyo, 2006: 85). Ilmu ini, menginginkan adanya transformasi sosial yang berbasis pada cita-cita humanisasi, liberasi dan transendensi, yang disari dari nilai dan ibrah sejarah yang bersumber pada kitab suci.

Mengenai persoalan ini, Pak Kunto memikirkan secara menda lam al-Quran, surat Ali Imran ayat 110, “Engkau adalah umat terbaik, yang diturunkan di tengah umat manusia untuk menegakkan kebaik an, mencegah kemungkaran (kejahatan) dan beriman kepada Allah.”

Berdasarkan refleksi kritis dalam ayat tersebut, menurut Pak Kun to terdapat empat konsep utama yang harus dielaborasi lebih jauh, ya itu: umat terbaik, aktivisme sejarah, pentingnya kesadaran dan etika profetik (Kuntowijoyo, 2001: 357).

Pertama, umat manusia akan menjadi umat terbaik, ketika beker ja untuk kemanusiaan (civil society);

377
FACHRODIN set5.indd 377 11/10/2022 19.18.08

Kedua, mengemban misi kemanusiaan, berarti berbuat untuk ma nusia dalam bentuk aktivisme sosial dan membangun sejarah; Ketiga, kesadaran dimaksud adalah kesadaran ilahiah. Ini adalah bentuk “keterpanggilan etis” untuk kemanusiaan, yang dilandasi oleh spirit teologis;

Keempat, etika profetik ini berlaku umum, yaitu menyeru kebaik an, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah (transenden si) (Kuntowijoyo, 2001: 357-8).

Memperjelas apa yang dimaksud dengan etika profetik, sebetul nya konsepsi ini memiliki tiga prinsip, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi.

Pertama, humanisasi bermakna memanusiakan manusia (Kunto wijoyo, 2001: 366-9). Dalam konteks masyarakat industrial, ternyata pola-pola kebudayaan mengalami perubahan, bahkan mengalami kri sis. Segala kondisi dan nilai kemanusiaan telah tergerus demi kepen tingan industrialisme. Orientasi profit yang dijalankan melalui cara produksi (the mode of production), membentuk cara berpikir manusia yang konsumtif, bahkan melahirkan trend masyarakat konsuM.Si.. Si apa saja yang tidak mampu bersaing, dalam pengertian tidak memiliki kepemilikan kapital, akan tersisih dari komunitas industrial dan tera lienasi. Humanisasi, merupakan paradigma, di mana kesadaran kema nusiaan untuk memanusiakan manusia, diupayakan untuk menjawab pelbagai problem kekinian.

Kedua, liberasi adalah usaha untuk menetralisir segala bentuk tindak laku yang anti-kemanusiaan (Kuntowijoyo, 2001: 369-372). Dalam struktur sosial, khususnya dalam konteks masyarakat indus trial-kapitalistik, terdiri atas para pemilik modal dan pekerja, serta ke berlangsungan sistem dominatif, hegemonik dan eksploitatif. Terdapat kelas yang menindas dan yang tertindas. Liberasi sebagai prinsip etika profetik, berfungsi untuk menetralisir kondisi “penjajahan” tersebut. Liberasi, bermakna pembebasan atau pemerdekaan bagi kemanusiaan di hadapan sistem sosial yang tiranik dan dehumanistik.

Ketiga, transendensi adalah mengembalikan segala persoalan ke hidupan kepada Tuhan (Kuntowijoyo, 2001: 372-375; Kuntowijoyo, 2006). Prinsip ini adalah upaya untuk mengoptimalkan spiritualitas

378
FACHRODIN set5.indd 378 11/10/2022 19.18.08

Kuntowijoyo, Peletak Dasar Ilmu Sosial Profetik manusia. Transendensi, diharapkan menjadi nilai kesadaran umat, yang bersifat komunal atau memasyarakat. Humanisasi dan liberasi, keduanya semata-mata diupayakan karena prinsip transendensi ini. Tuhan merupakan sumber kekuatan, Tuhan merupakan sumber ke abadian dan Dzat yang Maha Obyektif. Segala upaya humanisasi dan liberasi, bukanlah pemikiran dan sikap manusia yang reaktif. Upaya pembelaan terhadap kemanusiaan, misalnya dihadapan dehumanisa si yang menindas, bukan bahwa kelas penindas digantikan posisinya oleh kelas tertindas sebagai penindas baru, namun lebih kepada upaya menetralisir dan menuju pada kondisi yang paling obyektif. Obyekti vitas adalah welas asih ketuhanan.

Dari uraian singkat teori profetisme tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat nilai, yakni: (1) civil society, (2) aktivisme se jarah, (3) pentingnya kesadaran (4) etika profetik. Sedangkan prin sip-prinsip yang menopang Ilmu Sosial Profetik adalah humanisasi, liberasi dan transendensi.

Keempat nilai tersebut bukan sekedar membangkitkan kesadar an kritis manusia, tetapi juga transformatif. Dalam bahasa Pak Kunto adalah kesadaran profetik atau kenabian.

Ilmu Sosial Profetik dan Neo-Sufisme (Sufisme Akhlak)

Tatkala menjelaskan persoalan ini, ia mencoba membandingkan dengan kesadaran sufistik, dalam pengertian kesadaran ruhani-ila hiah. Jelas, istilah kesadaran profetik yang dimaksud oleh Pak Kunto lebih dekat dengan Neo-Sufisme (sufisme akhlak) dari pada Sufisme (mistis) secara umum.

Ciri Neo-Sufisme (sufisme akhlak) baru bukan sekedar menekan kan aspek ruhaniah semata, tetapi juga syariat dan perubahan sosial, serta transformasi sosial. Itu semua, diupayakan untuk menjamin har kat dan martabat kemanusiaan. Karena itu, Pak Kunto berpijak pada prinsip humanisasi.

Dalam kondisi sosial tertentu, memang humanisasi ini harus berjalan beriringan dengan upaya mengahadang kemungkaran sosi al. Dalam istilah yang diperkenalkan oleh Pak Kunto adalah liberasi.

379
FACHRODIN set5.indd 379 11/10/2022 19.18.08

Pada akhirnya, sebagaimana jalan yang ditempuh oleh para sufi, baik itu Sufisme dan Neo-Sufisme, semuanya sepakat bahwa seluruh kehi dupan ini tidak lain adalah ibadah, mendekatkan diri kepada Allah semata, serta mampu meraih manisnya ma’rifatullah. Dalam bahasa teori ISP, hal yang demikian disebut dengan prinsip transendensi.

Teori ISP yang sudah dibangun oleh Pak Kunto ini, tidak terlepas dari pelbagai aspek sosial yang membangun intelektualitasnya sendiri. Misalnya Muhammadiyah, telah memberikan pengaruh yang signifi kan terhadap pemikirannya, khususnya mengenai etika profetik, serta prinsip-prinsip humanisasi, liberasi dan transendensinya.

Melalui tulisannya yang bertajuk “Jalan Baru Muhammadiyah” (2000), Pak Kunto benar-benar terilhami dengan pemikiran keagama an KH. Ahmad Dahlan yang sangat progresif. Ia menjelaskan bahwa, jalan syariat Muhammadiyah dengan kredo “al-ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah” bukan bermaksud untuk mengekang kemanusiaan, tetapi justru membebaskannya dari segala dominasi, hegemoni dan perilaku yang dehumanistik, yang melukai harkat dan martabat kemanusiaan itu sendiri.

Walau demikian, melalui teori ISP-nya, kontribusi intelektual Pak Kunto begitu besar bagi persyarikatan Muhammadiyah. Penghayatan sufistik baru (Neo-Sufisme/sufisme akhlak) Pak Kunto, telah terarti kulasikan dalam teori sosial (ISP) yang sangat mencerahkan bagi ko munitas dan masyarakat Muslim secara umum, dan Muhammadiyah secara khusus.[]

380
FACHRODIN set5.indd 380 11/10/2022 19.18.08

Kuntowijoyo: Mengilmukan Islam, Menghidupkan Peradaban

Di abad ke-21 ini kita dapat mengamati umat Islam berada dalam kejumudan modern. Agama dipahami secara dangkal sebagai ajaran individual yang tidak berperan bagi pemecahan masalah kema nusiaan. Akibatnya, umat tertinggal dalam berbagai aspek baik sosial, budaya, ekonomi dan teknologi.

Salah satu solusi yang sempat bergema adalah gerakan Islamisa si sains. Gerakan yang berusaha mengisolasi nilai-nilai sekuler Barat dari ilmu untuk kemudian mengisi ilmu dengan spirit wahyu.

Banyak intelektual muslim yang merasakan kegelisahan yang sama dan berbondong-bondong mengawal upaya Islamisasi. Sehing ga, gerakan itu sempat mendapat momentum pada selang waktu 1980 hingga 2000an, namun kemudian perlahan surut oleh karena perma salahan substansial di dalamnya.

Bagi banyak pengamat, Islamisasi sains hadir dengan karakter yang agresif-eliminatif. Berbasis pada pemahaman pandangan alam yang memposisikan firman di atas bukti empiris, Islamisasi sains menggelar dekonstruksi kepada semua teori-teori modern. Masalah nya, nyaris semua penemuan ilmiah dapat dianggap berseberangan dan ditolak seketika hanya karena perbedaan dengan salah satu tafsir. Sains Islami menolak terbuka untuk memeriksa kemungkinan kebenaran dari sains lain semata karena keteguhan bahwa ilmu sejati hanya ‘menghampiri jiwa yang suci’. Jiwa yang ‘anti-agama’ tidak akan

381
FACHRODIN set5.indd 381 11/10/2022 19.18.08

paham dengan sains Islami, dan hanya jiwa yang beriman melalui in tuisi yang murni yang dapat mencerap kebenaran dari sains Islami. Meskipun secara epistemologi, sains Islami dapat hadir sebagai pembeda, namun, ia sulit untuk berdialog dengan kebenaran di luar dirinya. Dampaknya, sains Islami tampil menjadi sains eksklusif yang terkungkung dalam dunianya sendiri. Dalam Islamisasi sains pula, Ilmu seakan menjadi subordinat Agama, yang mana selain ilmu itu kehilangan validitas keilmuan, ia menjadi bisu dan buta atas kehidupan umat dan masyarakat banyak. Ilmu tidak mampu menjawab penindasan yang diciptakan kapitalis me, namun sekaligus menyisihkan sosialisme ke tepian. Masalah itu kemudian menjadi salah satu fokus dalam tu lisan-tulisan Kuntowijoyo, salah seorang cendekiawan, sastrawan cum aktivis Islam kontemporer. Ketimbang Islamisasi sains, Prof. Kunto wijoyo menawarkan gerakan “pengilmuan Islam” sebagai alternatif. Pengilmuan Islam adalah gerakan yang mengobjektifikasi nilai trans enden agama untuk menciptakan transformasi sosial. Kuntowijoyo mengkritik gerakan islamisasi sains yang seakan melupa akan tujuan utama dari agama yang mana untuk menegak kan suatu nilai etis di muka bumi. Agama harusnya mampu menjelma menjadi moral force yang inheren dalam ilmu, alih-alih sekedar men jadi justifikasi bagi kebenaran ilmiah yang justru gagal ia lakukan.

Pengilmuan Islam

Untuk mengatasi kesenjangan itu, Kuntowijoyo menawarkan re orientasi dari Islamisasi ilmu menjadi pengilmuan Islam. Dalam hal pengilmuan Islam, Kuntowijoyo mengajak kita untuk berangkat dari teks menuju konteks. Dimana teks berupaya mengejawantah ke dalam kehidupan, berdialog dengan permasalahan sosial, dan memberi se rum kesembuhan atas penyakit sosial yang diderita.

Ilmu yang dapat menjalankan fungsi itu disebut Kuntowijoyo se bagai Ilmu Sosial Profetik. Sebab, Ilmu itu hadir selayaknya rasul-rasul Tuhan yang hidup berdampingan di tengah-tengah umat dalam upaya menciptakan suatu transformasi sosial.

382
FACHRODIN set5.indd 382 11/10/2022 19.18.08

Kuntowijoyo: Mengilmukan Islam, Menghidupkan Peradaban

Ilmu yang profetik juga merujuk pada tauladan Rasulullah sang manusia terbaik ketika isra’ mi’raj. Alih-alih ia menetap di langit ke tujuh dalam dimensi yang abadi dan transendental, Nabi Muhammad turun ke dunia yang fana dan menjalankan tugas transformasi yang diamanatkan. Dengan demikian, ilmu profetik adalah ilmu yang kaki nya berpijak di langit, namun tangannya bekerjaria di bumi. Kuntowijoyo sendiri menafsirkan intisari spirit profetik berda sarkan surat Ali Imran ayat 110 yang berarti: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” Dalam ayat itu, ada beberapa yang penting untuk dipahami. Per tama, ilmu profetik adalah ilmu yang terbaik, jika menjalankan misimisi profetik. Artinya, ilmu yang profetik adalah ilmu yang aktif men jalankan misi kenabian. Menjadikan ilmu profetik dan terbaik bukan given hanya karena semata ilmu itu telah berlandaskan wahyu Tuhan.. Kedua, misi pertama ilmu profetik adalah menyelenggarakan pembebasan di muka bumi. Ilmu profetik adalah yang mengupayakan pemerdekaan manusia dari jeratan penindasan ekonomi, sosial dan politik. Ilmu profetik terlibat dalam menciptakan tatanan sosial yang adil dan berpihak pada pemerdekaan individu. Perbudakan modern, misalnya, harus dipangkas hingga ke akar. Sebab, secara fitrah, hanya Allah sebagai Sang Pencipta yang dapat di ibadati oleh manusia. Tidak boleh ada makhluk yang menjelma men jadi tuhan-tuhan baru. Tidak dari golongan manusia dan tidak pula alam yang semuanya secara hakikat sesama makhluk jua. Ketiga atau syarat berikutnya adalah humanisasi atau yang kerap juga disebut emansipasi. Syarat ini bermakna bahwa ilmu profetik ha rus menempatkan manusia ke dalam posisinya yang sesungguhnya. Syarat ini dengan mudah biasanya dimaknai sebagai upaya ‘me manusiakan manusia’. Upaya dimana kita memberi ruang bagi manu sia agar dapat berfikir, menggunakan akalnya dan turut berpartisipasi untuk mengubah dunianya. Disinilah, ilmu profetik harus menjadi katalis yang mendinamisasi akal, bukan malah mematikan nalar. Keempat atau syarat terakhir adalah transendensi. Ilmu profetik mampu menghubungkan kembali manusia dengan Tuhannya. Men

383
FACHRODIN set5.indd 383 11/10/2022 19.18.08

capai titik dimana segala hal duniawi terlampaui. Titik dimana ber kembang suatu kesadaran ilahiah.

Kesadaran yang menyebabkan manusia mengerti secara hakikat bahwa dia adalah abdi Tuhan di muka bumi. Sehingga, berbuat se mena-mena kepada manusia lain dan alam adalah dosa besar karena menyalahi perintah Tuhannya.

Melalui empat orientasi keilmuan profetik itu, sains Islami dapat menjelma menjadi obat penawar bagi kerusakan yang dialami umat manusia sekaligus pendobrak bagi keterbelakangan umat. Sebab, sains Islami yang profetik akan mampu mengatasi paradoks antara wahyu dengan realitas yang statis namun dinamis, sekaligus yang tunggal na mun plural.

Terakhir, dengan teguh mewujudkan misi profetik itu, sains Is lami akan hidup, dan menghidupi suatu peradaban unggul di masa depan. Peradaban dimana Islam betul-betul hadir mengejawantah dan menjadi kompas penunjuk kemana dunia akan mengarah.[]

384
FACHRODIN set5.indd 384 11/10/2022 19.18.08

M. Amien Rais: Bapak Reformasi Penggagas Tauhid Sosial

Istilah tauhid sosial dipopularkan oleh Mohammad Amien Rais. Ia adalah guru besar dalam bidang hubungan internasional di Uni versitas Gadjah Mada (UGM). Pak Amien lulus sarjana dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga pada 1968. Setahun kemudian, ia men dapatkan gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, di bidang Hubungan Internasional (HI). Pada 1974, ia menamatkan stu di magisternya di Universitas Notre Dame, Amerika Serikat, di bidang yang sama.

Setelah itu, ia menjadi mahasiswa doktoral di Universitas Chi cago, Amerika Serikat, dan sempat menjadi mahasiswa luar biasa di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, tatkala mengerjakan penelitiannya tentang politik Timur Tengah di kala itu. Akhirnya pada 1981, ia me raih gelar Ph.D. Studinya dilanjutkan di tingkat pasca doktoral pada 1989, di Universitas George Washington dan Universitas California di Los Angeles, Amerika Serikat. Yang perlu dicatat adalah, selama menempuh program studi S3, Pak Amien berguru kepada Profesor Fazlur Rahman.

Di sepanjang karier akademiknya, Pak Amin setidaknya telah menerbitkan 18 buku, termasuk yang paling monumental adalah “Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan,” yang diterbitkan oleh Mizan pada 1998. Buku ini terbit, di sela-sela lahirnya Reformasi Politik Indonesia. Buku inilah yang akan menjadi sumber utama, da

385
FACHRODIN set5.indd 385 11/10/2022 19.18.08

lam menelusuri pelbagai esensi gagasan Tauhid Sosial yang diajukan oleh tokoh nasional yang memangku gelar Bapak Reformasi tersebut.

Darah Aktivis Amien Rais

Perlu diketahui bahwa, sebelum terjun ke dunia politik praktis, Pak Amien adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 1995 dan digantikan oleh Prof. Ahmad Syafii Maarif pada 1998, di awal ber dirinya Partai Amanat Nasional (PAN). Namun demikian, Pak Ami en sudah ber-Muhammadiyah bahkan sebelum dirinya sendiri lahir, karena orangtuanya berdarah organisasi sosial keagamaan bersimbol matahari ini.

Pada tahun 60-an, di usianya yang cukup belia, ia mendirikan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah bersama Moh. Djazman al-Kindi. Pada 1967-68 ia menjadi pimpinan tertinggi gerakan aktivisme maha siswa ini. Pengalaman hidup bermuhammadiyah, adalah modal besar bagi dirinya untuk mereformulasi teologi yang bernafaskan keberpi hakan sosial. Muhammadiyah, reformasi dan PAN sebagai konteks sosial, sangat berhubungan dengan teori tauhid sosial yang digagas Pak Amien.

Reformulasi Tauhid Sosial

Tauhid sosial merupakan tauhid yang berfungsi sosial. Dalam pengertian, tatkala setiap Muslim bersaksi bahwa “Tiada tuhan sela in Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,” maka dalam seluruh aspek kehidupan, ia tidak boleh melepaskan diri dari persaksian ter sebut (Amien Rais, 1998: 141). Karena tidak jarang ditemui bahwa, mereka yang saleh secara ritual, tidak memberikan kontribusi apa pun terhadap persoalan-persoalan sosial yang ada. Dengan demikian, tau hid sosial ini selaras dengan spirit sosial Islam, yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-Maun, yang menegaskan bahwa, hanyalah pendusta agama semata bagi siapa saja yang menjalankan segala praktik ritual keagamaan, sementara mereka mengabaikan persoalan kemiskinan dan marginalisasi sosial.

386
FACHRODIN set5.indd 386 11/10/2022 19.18.08

Dalam konteks sosial politik Rezim Orde Baru, bangsa kita genap dengan fenomena ketidakadilan sosial. Pembangunan yang digalak kan pemerintah, tidak berjalan lurus dengan penegakan keadilan dan penghormatan terhadap kemanusiaan. Pembangunan justru berdam pak pada tumbuh-suburnya ketidakadilan sosial, kemiskinan dan ke bodohan massal. Susetiawan mengatakan bahwa, pembangunan saat itu hanya berlaku sebagai alat perluasan pasar, yang hanya mengun tungkan para pemilik modal. Di samping itu, negara secara dominan dan hegemonik, mendikte rakyatnya agar tunduk patuh terhadap se gala agenda “pebisnis pembangunan” tersebut (Susetiawan, 2010: 99108).

Pada situasi saat itu, dapat dikatakan bahwa pemerintah menja lankan roda pemerintahannya dengan penuh korupsi, kolusi dan ne potisme (KKN). Dalam situasi ini, agama tidak berdaya dalam meng upayakan misi pemerdekaannya. Atau paling tidak, kita kekurangan tafsiran keagamaan yang memiliki keprihatinan terhadap ketidaka dilan sosial dan kemanusiaan. Jelas, hal ini secara moral tidak selaras dengan spirit fungsi-sosial agama seperti halnya dalam surat al-Ma’un yang disinggung di atas.

Menanggapi hal ini, secara sangat mengagumkan Pak Amien menjelaskan bahwa, “…al-Qur’an merupakan sumber hukum yang memberi pencerahan dan memotivasi kita untuk membangun kehi dupan berdasarkan nilai-nilai etis atau moral yang kekal atau abadi. Salah satu tema utama al-Qur’an adalah keadilan… Dalam al-Qur’an, Allah mengajarkan bahwa sebagai umat beriman, kita harus menegak kan keadilan tidak hanya dalam satu atau dua aspek kehidupan saja. Keadilan yang diajarkan kepada kaum Muslim bersifat multidimensi onal. Al-Qur’an berbicara mengenai keadilan hukum, keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan politik, dan keadilan dalam pendidikan.” (Amien Rais dalam Muhammad Najib dan Irwan Omar, 2003: 11)

Krisis dan Persoalan Keadilan

Di luar persoalan etis keagamaan, sebenarnya tema keadilan ini menjadi krusial, karena pada saat itu umat Islam dihadapkan dengan

387
FACHRODIN set5.indd 387 11/10/2022 19.18.08

pelbagai kenyataan krisis yang ada. Pertama, kita harus menghadapi degradasi moral, di mana nafsu kebinatangan menjadi acuan dalam kehidupan berbangsa saat itu; Kedua, adanya distribusi kekayaan yang tidak merata. Persoalan ini membawa kepada ketimpangan sosial yang menganga lebar. Jarak antara si kaya dan si miskin, terpisahkan oleh jurang sosial politik yang sedemikian kompleks; Ketiga, pendi dikan yang tidak bisa diakses oleh seluruh lapisan sosial. Hal ini je las menimbulkan wabah kebodohan massal di sebagian besar rakyat Indonesia; Keempat, penindasan sosial yang termanifestasikan dalam perilaku KKN. Krisis ini telah menjadi kekuatan yang hampir musta hil dilawan oleh orang-orang miskin, kaum melarat dan kelas prole tariat. Kelima, adanya destruksi ekologis, di mana sumber daya alam, dikuras habis-habisan dan dirusak tanpa memperhatikan segala dam paknya yang buruk bagi kehidupan (Amien Rais, 1998: 99-104).

Kelima krisis tersebut, sebenarnya secara sosial dan politik lebih banyak disebabkan oleh struktur kekuasaan yang menindas. Rezim Orde Baru, dari pada sebagai pemerintah (ulil amri) yang patut di teladani, saat itu lebih merupakan rezim yang menindas rakyatnya sendiri. Bukan hanya tidak ada kebebasan bagi rakyat pada saat itu, tetapi juga tidak adanya keadilan sosial. Demokrasi yang semestinya mendorong tercapainya keadilan dan kesejahteraan, terbunuh oleh otoritarianisme kekuasaan yang keji (Ariel Heryanto, 2006).

Dalam konteks inilah tauhid sosial mendapatkan tempatnya. Oleh karena itu, melalui Muhammadiyah, Amien Rais kerap menguman dangkan perlawanan keras terhadap Suharto, dengan istilah “Suksesi Kepemimpinan”. Suksesi ini bermaksud untuk melengserkan kekua saan politik yang selama lebih dari 30 tahun berkuasa, melalui jalan demokrasi. Itulah satu-satunya jalan yang dianggap paling adil untuk menentukan bagimana nasib bangsa ini ke depan. Kerja keras yang dibarengi oleh semangat optimistik ini dilakukan secara lebih massif pada tahun 1990an.

388
FACHRODIN set5.indd 388 11/10/2022 19.18.08

Tauhid Sosial sebagai Etos Perjuangan

Bagi Pak Amien, tauhid sosial merupakan etika perjuangan yang bisa diterapkan dalam praksis gerakan sosio-politik kebangsaan. Tau hid sosial secara tidak langsung membangun kesadaran kritis umat, agar tidak terjebak pada segala perilaku korup yang dikecam oleh ki tab suci. Dengan kata lain, tauhid sosial berfungsi untuk memurni kan segala ke-Esa-an Allah, dari segala syirik sosial, yang mewujud dalam pelbagai tindak laku sosial politik yang dehumanistik seperti diskriminasi, dominasi, penghisapan, korupsi, kolusi, nepotisme dan seterusnya.

Secara lebih jauh, Pak Amien menandaskan bahwa, “Konsep tau hid tidak mengenal dan tidak membolehkan adanya diskriminasi ber dasarkan ras, jenis kelamin, agama, bahasa dan pertimbangan etnis, sehingga keadilan sosial yang komprehensif harus ditegakkan oleh manusia beriman.” (Amien, 1998: 110).

Melalui inspirasi ini, Pak Amien terpanggil sebagai intelektual yang menggagas lahirnya gerakan massa dari seluruh pelosok nege ri, khususnya oleh para mahasiswa, dalam rangka memperjuangkan kebebasan, keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Satu-satunya langkah yang memungkinkan untuk meraih itu semua adalah melalui suksesi kepemimpinan.

Mengenai persoalan ini, Pak Amien menuturkan, “Transformasi sosial mula-mula pasti dimulai dari transformasi intelektual” (Ami en, 1998: 118). Karena itulah ide tauhid sosial ini dimatangkan ketika ia menjadi aktivis di PP. Muhammadiyah. Bisa dikatakan pula bahwa Muhammadiyah adalah lingkungan yang sangat mendukung sosok intelektual seperti Pak Amien, menjadi penggerak utama perubah an sosial dan politik di negeri ini. Melalui pengakuannya, Pak Amien mengatakan, “Muhammadiyah adalah keluarga saya dan para senior serta rekan-rekan telah banyak membantu proses pembelajaran saya. Perjalanan bersama Muhammadiyah adalah pengalaman seumur hi dup. Anda tidak bisa meninggalkan Muhammadiyah seperti halnya anda tidak bisa meninggalkan keluarga anda. Ikatan ini berlandaskan rasa saling percaya dan berlangsung abadi.” (Amien, 2003: 57).

389
M. Amien Rais: Bapak Reformasi Penggagas Tauhid Sosial
FACHRODIN set5.indd 389 11/10/2022 19.18.08

Dari uraian di atas dapat disari suatu makna bahwa, gagasan tau hid sosial terlebih dahulu lahir, sebagai refleksi intelektual kritis sosok Amien Rais. Walau demikian tidak dapat dipungkiri bahwa, lingkung an sosial juga membentuk watak dan karakter sang intelektual dan se baliknya, intelektual tertentu, pastilah memberikan sumbangsih yang besar terhadap corak dan bahkan mazhab pemikiran komunitas atau masyarakatnya.

Teologi Al-Ma’un dan Pemihakan Kaum Lemah

Kendati banyak orang mengenal tauhid sosial sebagai gagasan perubahan politik atau nilai moral keagamaan yang mampu mewu judkan transformasi sosial di tengah masyarakat, secara lebih filosofis, hal ini merupakan artikulasi estetis dan teoretis seorang sarjana yang cukup makan asam garam dunia intelektual akademik, sekaligus prak sis sosial politik.

Pak Amien mengungkapkan, “Tentu Muhammadiyah juga me mahami bahwa tauhid mempunyai social dimension. Surah al-Ma’un jelas sekali menyebutkan bahwa seseorang dicap mendustakan aga ma sekalipun dia shalat karena mereka lalai, membengkalikan tu gas-tugas, untuk menolong fakir miskin dan kaum lemah. Artinya bagi warga Muhammadiyah, tauhid tidak berhenti pada akidah, teta pi juga harus diturunkan dan dipraktikkan pada dataran mu’amalah ma’annas. Jadi, al-adalah, al-musawah bainan nas adalah bukti tauhid. Kalau ada exploitation de l’homme par l’homme dan ada istibdad da lam Muhammadiyah atau dalam masyarakat, itu dikutuk oleh tauhid” (Amien, 1998: 264-265).

Sebagai seorang hamba Allah, seorang Muhammadiyah, bahkan pemimpin Muhammadiyah, Pak Amien tidak jauh dari segala keten tuan syariat. Sama persis seperti doktrin para sufi modern (neo-sufis) yang menekankan jalan syariat untuk menggapai hakikat dan ma’rifat.

Pak Amien melalui gagasan tauhid sosial mencoba melakukan kontekstualisasi kredo “amar ma’ruf nahi munkar” (tonggak syari at) dalam wujud gerakan perlawanan sosial politik, terhadap pel bagai bentuk kemunkaran sosial yang keji. Pencapaian hakikat bagi

390
FACHRODIN set5.indd 390 11/10/2022 19.18.08

Pak Amien adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Sementara itu meraih ma’rifat, baginya adalah mampu membangun negara yang adil-makmur yang diridlai dan senantiasa mendapat am punan Allah SWT. (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).

Demikianlah, tauhid sosial ini mengajarkan pada kita semua me ngenai arti penting pembangunan kesadaran kritis umat, mengarah kan pada keberpihakan kemanusiaan yang jelas dan keberanian untuk menghadang segala bentuk kemunkaran dan syirik sosial. Semua itu bertujuan untuk mewujudkan masa depan umat yang lebih cerah, me ngembalikan kehormatan Islam yang hakiki, yang tidak ternodai oleh kepentingan-kepentingan korup dan sewenang-wenang.

Bagi Pak Amien, inilah syariat Allah yang harus dijalankan. Syari at berarti jalan menuju kepada-Nya. Bukan sekedar ritual keseharian, tetapi juga nilai-nilai etis universal yang harus terwujud dalam kehi dupan sosial politik bangsa Indonesia.[]

391
FACHRODIN set5.indd 391 11/10/2022 19.18.08

Moeslim Abdurrahman, Sang Pelopor Islam Transformatif

23

Istilah Islam Transformatif dipelopori dan dipopularkan oleh Mo eslim Abdurrahman. Ia adalah seorang cendekiawan Muslim, inte lektual dan aktivis masyarakat sipil, serta mentor gerakan intelektu al muda Muhammadiyah yang progresif (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah). Kang Moeslim, sapaan akrabnya, pernah menjabat sebagai salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Bi dang Pemberdayaan Buruh, Petani dan Nelayan.

Pria kelahiran 8 Agustus 1948 ini menempuh seluruh pendidik an dasarnya di dunia pesantren, yakni di Pesantren Kertosono, Jawa Timur. Ia kemudian menyelesaikan studi sarjananya di bidang Pendi dikan Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Jenjang pendidikannya yang lebih tinggi, baik itu Master dan Ph.D., diraihnya di Jurusan Antropologi, the University of Illinois at Urbana-Champai gn, Amerika Serikat.

Ia tercatat pernah menjadi Ketua Lembaga Studi Agama dan Fil safat (LSAF); menjadi salah seorang pendiri dan penasehat, the Maarif Institute; penasehat di Center for Strategic and International Studies (CSIS); dan pendiri al-Ma’un Institute. Semua lembaga swadaya ma syarakat tersebut, berkantor di ibu kota Jakarta. Di akhir riwayat hi dupnya, ia mendirikan laboratorium ilmu sosial transformatif di Gu nung Kidul, Yogyakarta, dengan nama Sekolah Sumbu Panguripan. 23

Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM)

392
FACHRODIN set5.indd 392 11/10/2022 19.18.08

Sumbangsihnya terhadap gagasan Islam transformatif begitu besar bagi seluruh generasi bangsa.

Kang Moeslim mengarang beberapa buku di bidang agama dan masyarakat, yang semuanya genap dengan kritik sosial yang tajam (te ologi transformatif). Di antara buku-buku tersebut adalah “Menafsir kan Islam dalam Tradisi dan Persoalan Umat” (1990), “Kang Thowil dan Siti Marginal” (1995), “Islam Transformatif” (1995), “Semarak Is lam, Semarak Demokrasi” (1997), “Islam sebagai Kritik Sosial” (2003), “Islam yang Memihak” (2005), dan yang terakhir adalah “Suara Tu han, Suara Pemerdekaan,” (2009).

Islam Transformatif

Inti sari dari konsep Islam transformatif yang ditawarkannya ada lah Islam yang memikirkan dan menyelesaikan pelbagai persoalan sosial dan kemanusiaan yang dihadapi oleh umat manusia. Gagasan ini berangkat dari kritik terhadap teologi/kalam tradisional yang se lalu terjebak dalam trend pemikiran skolastik. Di samping itu, karak ter khas dari skolatisme Islam yang masih dipertahankan hingga kini adalah legal-sentrisme atau fiqih-sentrisme. Segala sesuatu yang be rupa kreativitas rasional alam pikir manusia, dihukumi dengan istilah “benar dan salah”.

Dalam konteks ini, tampak sekali kecenderungan untuk berpikir melalui pandangan dunia yang dualistik semata, seperti hanya mene kankan persoalan “halal-haram”, “dosa-pahala”, serta “hitam-putih”, sementara kenyataan sosial yang menunjukkan penderitaan umat, ti dak dianggap sebagai sesuatu hal yang perlu diperhatikan (Moeslim Abdurrahman, 1997: 17). Padahal, ajaran agama yang paling esensial adalah meletakkan kedudukan harkat dan martabat kemanusiaan di tempat yang luhur.

Seluruh kritik yang diajukan tersebut, sebenarnya bukan untuk mengoreksi agama itu sendiri. Sasaran utama kritiknya adalah “pe mikiran” Islam (teologi) yang hegemonik, sehingga tidak menyisakan ruang untuk menyelesaikan persoalan krisis kemanusiaan, yang se sungguhnya tampak di permukaan.

393
FACHRODIN set5.indd 393 11/10/2022 19.18.08

Melalui kritik ini, diharapkan akan terumuskan formulasi baru mengenai teologi (Islam) yang mulai menaruh perhatian dan memi liki keberpihakan yang jelas terhadap krisis kemanusiaan. Dengan kata lain, wahyu Allah telah diterjemahkan dengan cara yang tepat, emansipatoris, liberatif dan transformatif, karena itu Islam memiliki posisi yang senantiasa relevan dengan perubahan zaman, dengan pel bagai persoalannya (Moeslim, 1997: 16).

Kitab Suci dan Keadilan Sosial

Namun demikian, upaya pembacaan firman-firman Allah secara kritis tersebut tidak hanya bersifat deduktif,-dari kitab suci menuju realitas-tetapi juga bersifat dialektis-reflektif dalam rangka membaca, mendiagnosa dan menyikapi pelbagai kenyataan empiris (pelbagai krisis sosial dan kemanusiaan) melalui perspektif nilai-nilai etis teolo gi (Islam) (Moeslim, 1989: 153).

Dalam satu kesempatan, Kang Moeslim menegaskan bahwa, “… semua kitab suci…menjadi ruh teologis bagi gerakan yang memihak keadilan sosial, sehingga muncul kekuatan kolektif yang berangkat dari kesadaran bahwa setiap bentuk hegemoni kekuasaan yang ingin melestarikan kekerasan dan ketidakadilan merupakan kemungkaran yang selalu mengancam keutuhan sendi-sendi kemanusiaan.” (Mo eslim, 2009: 43-44).

Ikhtiar Kang Moeslim untuk mereformulasi ajaran Islam ini ada lah, agar spirit keagamaan setiap Muslim, mampu memberikan keber pihakan terhadap persoalan keadilan sosial, khususnya yang menimpa siapa saja yang tersubordinasi secara sosial. Dengan demikian, hal ini merupakan sikap teologis yang mencoba menghimpun kekuatan sim bolik Islam, yang berfungsi sosial untuk mewujudkan segala perintah agama itu sendiri, seperti menegakkan keadilan sosial dan membangun kesejahteraan umat (Moeslim, 2003: vi).

Jelas bahwa upaya yang harus dilakukan atas nama Islam ini bu kanlah aksi individual semata, tetapi menjangkau seluruh aspek sosial kebudayaan yang diharapkan mampu bergerak secara massif dan ko lektif.

394
FACHRODIN set5.indd 394 11/10/2022 19.18.08

Dari Teologi Menuju Transformasi

Secara filosofis, ajaran ini merupakan hasil evaluasi kritis terha dap pelbagai wacana teologi Islam. Kang Moeslim meyakini bahwa, di dalam sejarah Islam, risalah tauhid sebagai pesan-pesan ilahiah, ditu runkan bukan di ruang hampa, tetapi memiliki tujuan pragmatis yang mulia, antara lain untuk mendorong adanya humanisasi di tengah ma syarakat Arab Jahiliyah yang penuh dengan krisis kemanusiaan pada saat itu (Moeslim, 2005: 2).

Melalui pengertian ini, tauhid bermakna moralitas yang paling fundamental untuk menegaskan ideologi politik kaum Muslim, bah wa ketidakadilan, krisis kemanusiaan dan kemiskinan adalah ancam an yang serius. Jika segala problem kemanusiaan tersebut diakibatkan oleh tangan-tangan jahat struktur kuasa yang menindas. Sebagaimana peran kenabian, maka dalam perkara ini, Islam transformatif harus berusaha melawan penindasan tersebut.

Secara lebih detil, Kang Moeslim menjelaskan bahwa, teologi Islam memiliki beberapa syarat, agar supaya benar-benar berfungsi transformatif. Syarat tersebut adalah:

Pertama, teologi Islam harus bervisi sosial-emansipatoris; Kedua, perlu kontekstualisasi nilai etis kitab suci, serta bukan tekstualisasi; Ketiga, peran liberatif agama ini merupakan hasil dari dialog ter buka antara teks dan konteks, sehingga melahirkan suatu penghayatan terbaik yang memihak kemanusiaan;

Keempat, basis ortodoksi Islam harus dimaknai sebagai tumpuan untuk kepentingan umat (yang bersifat visioner dan futuristik); Kelima, orientasi keislaman bukan sekedar ortodoksi, tetapi juga ortopraksi;

Keenam, intelektual, komunitas, serta institusinya harus berfungsi kritis, khususnya terhadap jebakan struktur yang dominatif, hegemo nik dan menindas.

Oleh karena itu, menurut hematnya, ijtihad menjadi jalan terbaik dalam rangka meluruskan setiap bentuk penyimpangan dan pelang garan terhadap nilai-nilai dasar kemanusiaan (Moeslim, 1989: 160).

395
FACHRODIN set5.indd 395 11/10/2022 19.18.08

Aras Islam Transformatif

Dalam proyek kontekstualisasi gagasan Islam transformatif ini, Kang Moeslim kerap menekankan bahwa dalam persoalan transen densi keagamaan (wilayah akidah) dan peribadatan (wilayah syariah/ ubudiyah), bukan menjadi bidang garapannya. Dalam pengertian, kedua hal tersebut sudah bersifat final (taken for granted), sementara kita hanya perlu untuk melaksanakannya dengan baik. Ada pun per bedaan-perbedaan yang ada mengenai persoalan tersebut, bukanlah perbedaan yang fundamental, karena menyangkut bidang furu’iyyah dalam pemikiran keagamaan.

Sementara itu, Islam transformatif menyentuh persoalan-persoal an spirit keagamaan, paradigma berpikir dan bagaimana meletakkan visi ajaran agama Islam yang lebih liberatif-emansipatoris tatkala ber hubungan dengan fenomena ketidakadilan, ketimpangan sosial dan krisis kemanusiaan.

Secara lebih jauh ia menyatakan bahwa, “…bagaimana agama se bagai wacana keimanan mampu melakukan pergulatan sejarah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga agama tetap mempunyai kekuatan profetik untuk mengubah keadaan dan menjadi hidayah bagi terwujudnya masyarakat yang damai dan berkeadilan.” (Moeslim, 2009: 43-44).[]

396
FACHRODIN set5.indd 396 11/10/2022 19.18.08

Abdul Munir Mulkhan, Penggagas Sufitisasi Syariah

Istilah “Sufitisasi Syariah” sebenarnya tidak terlalu mendapatkan perhatian di Muhammadiyah. Akan tetapi, wacana ini dianggap memiliki nilai penting, tatkala diinisiasi dan dipopularkan oleh Abdul Munir Mulkhan.

Ia adalah seorang guru besar di bidang filsafat, di Universitas Is lam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Pria kelahiran Wuluh an, Jember, 13 November 1946 ini, menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Filsafat UGM pada 1982. Enam tahun kemudian (1988), ia meraih gelar Master dan pada 1999 ia meraih gelar Doktor di bidang Sosiologi di kampus yang sama. Setelah itu, ia menempuh post-docto ral di McGill University, Kanada pada 2003. Dan, pernah pula menjadi peneliti tamu di Institute of Defence and Strategic Studies di Nanyang Technological University (NTU), Singapura.

Di dunia aktivisme, ia pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1994-1995). Ia juga adalah Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah di tahun 2000-2005. Sejak 2005 sampai 2010, ia menjadi Anggota Ma jelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sementara itu sejak 1996, ia menjadi dewan editor Majalah Suara Muhammadi yah (majalah resmi persyarikatan Muhammadiyah). Ia juga dikenal

24Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM)

397
FACHRODIN set5.indd 397 11/10/2022 19.18.09

sebagai salah seorang penasehat Libforall, organisasi sosial yang gigih dalam memperjuangkan kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia. Pelbagai karyanya tentang Sufisme antara lain, “Syeh Siti Jenar dan Ajaran Wihdatul Wujud” (1985), “Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan: Esai Pemikiran Imam al-Ghazali” (1992), “Bisnis Kaum Sufi” (1998), “Neo-Sufisme dan Pudarnya Fundamentalisme” (2000), “Syekh Siti Jenar, Pergumulan Islam-Jawa” (2001), “Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar” (2002), “Ajaran Kesempurnaan Syekh Siti Jenar” (2002), dan “Kesalehan Multikultural” (2005). Di antara pelba gai karya yang beraroma Sufisme tersebut, yang paling menarik adalah “Neo-Sufisme dan Pudarnya Fundamentalisme” (2000). Buku tersebut secara mendalam membahas mengenai konsep sufitisasi syariah.

Sufitisasi Syariah

Gagasan sufitisasi syariah ini begitu penting, karena dianggap merepresentasikan pemikiran Muhammadiyah secara lebih otentik, bahkan digali dari pemikiran-permikiran kunci KH. Ahmad Dahlan. Pada dasarnya Mbah Munir, panggilan akrab beliau, ingin menunjuk kan model penghayatan agama yang lebih mendalam dalam perspek tif Muhammadiyah. Karena itu, istilah syariah yang biasanya dianggap telah cukup untuk membawa seorang hamba menjadi seorang yang saleh, dibawa menuju kepada wacana yang lebih esensial dan cende rung bersifat esoteris.

Ini semua merupakan jalan keagamaan tingkat lanjut, dengan le vel yang lebih tinggi. Mungkin dalam terminologi Sufisme kerap di sebut dengan istilah hakikat dan makrifat. Mbah Munir memperke nalkan pelbagai interpretasi ajaran agama Islam, khususnya mengenai relung batin Islam yang dilahirkan dari permenungan-permenungan reflektif-otentik seorang pendiri Muhammadiyah.

Lantas, apa yang dimaksud dengan sufitisasi syariah itu sendiri? Sepintas mungkin orang akan salah menduga bahwa sufitisasi syariah adalah proyek pen-sufi-an (baca. penyufian) syariat Islam. Padahal, bila kita membaca dengan cermat, maksudnya bukan demikian.

398
FACHRODIN set5.indd 398 11/10/2022 19.18.09

Abdul Munir Mulkhan, Penggagas Sufitisasi Syariah

Justru syariah itu sendiri sebenarnya mengandung dimensi esote ris, batiniah dan penghayatan spiritual yang tinggi. Dalam khazanah hukum Islam, hal ini disebut dengan falsafah al-tasyri’ atau hikmah al-tasyri’. Sayangnya gagasan tersebut (sufitisasi) datang dari para sar jana filsafat, yang agak sukar dicerna oleh nalar masyarakat umum. Sementara itu di dunia Sufisme, hal tersebut dikenal dengan istilah akhlaq, akhlaq al-karimah, atau akhlaq al-Qur’an

Sufitisasi syariah mencoba menegaskan bahwa dimensi nilai-nilai etis Qur’ani atau akhlak yang mulia, merupakan fondasi dasar bangun an syariah. Dengan demikian, pada saat menempuh pelbagai ketentu an syariah, atau menapaki jalan menuju keridlaan Allah, tergantung pada tujuan luhur di balik itu semua. Dengan kata lain, bergantung kepada dimensi transendentalnya (ma’rifatullah).

Sufitisasi syariah adalah suatu ikhtiar untuk mengembalikan ke dudukan syariah pada kondisinya yang paling otentik. Melalui pene lusuran Pak Munir Mulkhan terhadap pemikiran KH. Ahmad Dahlan, tercatat bahwa, “Agama bukan barang jang kasar, jang harus dimasuk kan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinja, adjaran jang mentjotjoki kesutjian manusia. Sesungguhnja agama bukanlah amal lahir jang dapat dilihat, amal lahirnja hanjalah bekas dan daja dari ruh agama.” (Abdul Munir Mulkhan, 2000: 72; Salam, 1968: 51).

Dimensi ruhani di dalam aktivitas ritual peribadatan (ibadah mahdhah), maupun aktivitas kehidupan mu’amalah duniawiyah se hari-hari, begitu penting. Dalam konteks ini, maka “Gagasan dasar Sufisme sebenarnya sama dengan Syariat, termasuk tujuan mendekat kan diri kepada Tuhan dan pencarian perkenan (keridlaan) Tuhan” (Mulkhan, 2000: 98). Inilah yang menjadi gagasan awal mengapa Muhammadiyah didirikan sebagai perkumpulan, yakni dalam rang ka mengembalikan ajaran agama Islam pada hakikatnya yang paling otentik.

Seperti namanya, Muhammadiyah adalah pengikut Nabi Mu hammad, sosok teladan sempurna mengenai penghayatan ruhani agama Islam, sehingga syariat baginya bukan sekedar menjadi tu gas-tugas penggugur kewajiban. Mengenai persoalan ini, Mbah Munir

399
FACHRODIN set5.indd 399 11/10/2022 19.18.09

menyampaikan bahwa, “Perhatian utama Kyai Dahlan lebih banyak pada pentingnya akal dan hati suci. Dengan jelas Kyai Dahlan menya takan bahwa kesalehan batin adalah inti dari kesalehan syariah untuk memperoleh perkenan Tuhan.” (Mulkhan, Ibid.)

Melalui penghayatan Kyai Dahlan tersebut, memang konsekuen sinya bagi Muhammadiyah begitu besar. Misalnya, bila makna kesu cian batin adalah kebaikan, kebajikan dan kebebasan kemanusiaan, maka hal ini berhadapan secara diametral dengan pelbagai aspek yang bukan kebaikan, bukan kebajikan dan pengekangan kemanusiaan. Oleh karena itu, sesuatu hal yang sangat janggal, apabila syariat meru pakan jalan yang justru merendahkan harkat dan martabat kemanusi aan. Terlebih bahwa syariat ini sudah mengalami pelbagai modifikasi sosio-kultural, bahkan politik, sehingga tampak begitu memberatkan. Syariat dengan tafsiran mistis Islam, lebih tampak sebagai ajaran keagamaan yang berbeda dengan aslinya (bid’ah), berdimensi khayalan mistis yang tidak masuk akal (takhayul) dan membawa ketergantung an yang mengikis fungsi akal pikiran (khurafat). Mirisnya, perkara ini menimbulkan tertutupnya pintu ijtihad, karena otoritas tafsir keaga maan hanya menjadi hak mereka yang dipercaya (secara sosio-kul tural dan politis) oleh sistem feodalistik kerajaan Jawa (Mataraman). Dalam konteks ini, mustahil bahwa ajaran agama yang dimanfaatkan untuk kepentingan pragmatis pengukuhan status quo tertentu meru pakan kesucian (Mulkhan, 2005: 62-3).

Dari sinilah, kemudian lahir kredo utama Muhammadiyah, yakni “al-ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah.” Suatu dasar pijak “kembali kepa da al-Qur’an dan al-Sunnah” adalah upaya untuk memurnikan ajaran agama Islam, dari segala unsur tindak laku manusia yang dehumanistik. Bagi Kyai Dahlan, agama tidak boleh menjadi penguasaan, dominasi dan hegemoni elit keagamaan-pemerintah semata, karena pada haki katnya agama adalah rahmat bagi seluruh alam.

Kontekstualisasi Sufitisasi Syariah

Karena itu melalui Persyarikatan Muhammadiyah, diharapkan dakwah pemurnian ajaran Islam yang berorientasi untuk pembebasan

400
FACHRODIN set5.indd 400 11/10/2022 19.18.09

Abdul Munir Mulkhan, Penggagas Sufitisasi Syariah kemanusiaan, bisa berkembang secara massif. Dengan kata lain, ge rakan Islam yang liberatif ini, bisa dimobilisir melalui kekuatan yang solid.

Secara lebih jauh, Mbah Munir mengungkapkan bahwa, “Muham madiyah meletakkan ‘organisasi’ sebagai alat atau sabilillah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan tujuan memperoleh perke nan-Nya... Dari pandangan itu, Muhammadiyah tampak mensakral kan (wajib) yang duniawi dan profan, mirip fungsi tarikat dan hirar khi guru-murid dalam tradisi Sufisme.” (Mulkhan, 2010: 72).

Kyai Dahlan adalah guru, yang bekerja keras mengembalikan di mensi spiritual syariah, dengan strategi pemurnian ajaran Islam, yang bergerak secara kolektif dan terorganisir melalui Persyarikatan Mu hammadiyah. Dalam menegaskan pentingnya gerakan ini, Kyai Dah lan menandaskan bahwa, “Kalau kamu permisi dari suatu tugas jang ditetapkan oleh sidang kepadamu, untuk bertabligh umpamanja, dja nganlah kamu permisi kepadaku, tetapi permisilah kepada Tuhan de ngan mengemukakan alasanmu, beranikah kamu bertanggungjawab atas perbuatanmu itu?” (Mulkhan, Ibid.; Salam, 1968: 52-3).

Kendati demikian, gagasan sufitisasi syariah ini mulai ditangkap maksudnya tanpa keraguan, pada tahun 1995. Sebelum periode terse but, tampak diragukan, karena kurang dipahami maksudnya dengan baik, jujur, terbuka dan melalui sudut pandang yang positif.

Memang ikhtiar pemurnian Islam yang digalakkan oleh Kyai Dahlan dalam beberapa dekade kemudian, berdampak pada pengha pusan dan penolakan segala unsur dan peristilahan yang berbau Sufis me. Mungkin telah beredar trend simplifikasi dan generalisasi bahwa, setiap Sufisme adalah takhayul, bid’ah dan khurafat, serta lebih mudah tergelincir dalam kesyirikan.

Maka, seiring dengan mengemukanya program “dakwah kultural Muhammadiyah” (Mulkhan, 2005: 212) yang meletakkan kepenting an untuk memperluas dakwah di lingkungan masyarakat bawah yang cenderung tradisional, maka Sufisme, sufitisasi syariah, spiritualisasi hukum Islam dan Neo-Sufisme, menjadi ide-ide gemilang yang mam pu merevitalisasi spirit pemikiran kemuhammadiyahan Kyai Dahlan. Mbah Munir kembali menandaskan, “Sejak tahun 1995, Muham

401
FACHRODIN set5.indd 401 11/10/2022 19.18.09

madiyah mulai menaruh perhatian kembali terhadap aspek spiritual syariat dan mulai membahas Tasawuf secara terbuka dalam program spiritualisasi syariat.” (Mulkhan, Ibid., 99).

Demikianlah yang dimaksud dengan gagasan sufitisasi syariah, yang selaras dengan segala substansi pemikiran Muhammadiyah. Pada akhirnya, teoretisi sufitisasi syariah ini mengungkapkan bahwa, “...pemikiran keislaman...lebih mengacu kepada fungsionalisasi ni lai-nilai spiritualitas ketuhanan dalam aplikasinya dalam kehidupan kongkrit di muka bumi...mempertautkan dan menyentuhkan pemi kiran transendental dengan wilayah sosial budaya yang kongkrit dan kontekstual.” (Mulkhan, Ibid., 230).[]

402
FACHRODIN set5.indd 402 11/10/2022 19.18.09

Haedar Nashir, Moderasi dan Keindonesiaan

25

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan selamat atas anugerah guru besar yang diraih Dr. Haedar Nashir di bidang sosiologi. Dr. Haedar, sapaan akrab ke beliau, memang bukanlah orang yang perta ma, yang secara brilian memformulasikan konsep Islam dan keindo nesiaan. Nama-nama tenar seperti Nurcholish Madjid, Ahmad Syafii Maarif dan Abdurrahman Wahid, adalah tiga guru bangsa yang sebe lumnya mengupayakan formulasi intelektual ini.

Tetapi dalam bidang sosiologi masyarakat Islam, tentu saya meng klaim, Dr. Haedar adalah peletak dasarnya. Ia berhasil memberikan kontribusi yang signifikan, bukan sekedar mengenai diagnosa sosial pada kondisi-kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini. Namun, juga mampu menyusun preskripsi-preskripsi (baca: obat penawar) yang masuk akal dan barangkali, manjur.

Proyek Moderasi Islam

Banyak orang mengira bahwa, moderasi Islam atau promosi gagasan Islam moderat adalah sekedar wacana belaka. Atau, seku rang-kurangnya sekedar konsep. Tetapi berbeda dengan apa yang di usahakan Dr. Haedar. Ia sebagai intelektual cum aktivis, menjadikan 25 Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah

403
FACHRODIN set5.indd 403 11/10/2022 19.18.09

moderasi Islam sebagai proyek. Proyek yang dimaksud adalah rekaya sa sosial politik.

Melalui proyek itu, aktivis Muhammadiyah garda depan ini, ingin mendorong masyarakat Muslim Indonesia agar supaya mempertim bangkan, mengkontestasikan dan pada akhirnya mengafirmasi gagas an dan kesadaran washathiyyah Islam. Hal ini jelas berbeda dengan upaya indoktrinasi dan bahkan yang lebih kasar adalah pemaksaan dan persekusi.

Bahkan secara tegas, Dr. Haedar menyebutkan bahwa, deradika lisasi terhadap pelbagai ideologi keagamaan yang radikal, hendaknya tidak dilakukan dengan cara yang radikal pula. Kekerasan, misalnya, mustahil ditangani dengan cara yang keras pula.

Apa yang diajukan Dr. Haedar, mirip dengan konsep auto-imu nisasi yang digagas oleh filsuf Perancis, Jacques Derrida. Derrida me nyebut, penggunaan kekerasan yang sama untuk mengatasi kekerasan, adalah upaya untuk mengimunisasi imunnya sendiri. Padahal, masya rakat tentu memiliki kekebalan (imun) yang mampu menyelesaikan masalah, tanpa masalah (kekerasan).

Karena itulah, melalui proyek penting ini, Dr. Haedar ingin me nyebarluaskan secara massif kesadaran Islam yang moderat di te ngah-tengah kaum Muslim Indonesia. Jadi, yang menjadi target pro yeknya adalah masyarakat, sebagai entitas sosial yang bersifat material dan konkret.

Mengapa Moderasi?

Ideologi Islam tengahan, menurutnya adalah yang paling ideal dalam mewujudkan peradaban Islam yang berkemajuan. Ketika kaum Muslim tidak secara ekstrem condong ke arah pemuliaan simbol, identitas dan hukum Islam secara membabi-buta (konservatisme), se kaligus tidak terlampau sekular, liberal dan bahkan anti agama, maka kondisi equilibrium dapat terwujud.

Ekstrem kanan maupun kiri, jelas membawa kepada kerentanan. Kerentanan itulah yang mempertajam adanya ketegangan dan pada akhirnya, konflik. Ketegangan dan konflik, merupakan perwujudan

404
FACHRODIN set5.indd 404 11/10/2022 19.18.09

Haedar Nashir, Moderasi dan Keindonesiaan

instabilitas. Sementara itu instabilitas, menguras energi kita untuk bertengkar, bercekcok dan membuat masalah-masalah baru (bukan menyelesaikan masalah).

Nah, sekali lagi, moderasi Islam bertujuan mencapai equilibrium. Equilibrium atau kesetimbangan sosial ini dianggap lebih stabil, tidak membuka ruang protes, pemberontakan dan revolusi yang melelah kan. Equilibrium memberikan kesempatan yang lebih besar bagi ma syarakat untuk menempa kesadaran dan kedewasaannya dalam mem bangun peradaban.

Equilibrium yang berkesadaran ini lebih mudah menghasilkan pelbagai konsensus sosial-politik atau musyawarah. Sehingga, agenda pembangunan seluruh masyarakat, terutama kaum Muslim sebagai mayoritas, berlangsung secara massif dan signfikan.

Modal Moderasi

Dr. Haedar memiliki modal yang besar dan kuat dalam mengu payakan moderasi. Pertama, ia memiliki tradisi sosial dan intelektual yang mapan dengan ideologi dan gerakan Muhammadiyah: rumah besar di mana ia lahir, tumbuh dan menjadi matang. Kedua, ia memi liki massa yang bisa bergerak dan berpotensi menciptakan perubahan sosial yang signifikan.

Muhammadiyah sebagai tradisi, memiliki dua hal yang esensi al. Pertama, Teologi al-Ma’un dan yang kedua, Teologi al-‘Ashr. Jika yang pertama menjadikan doktrin keagamaan sebagai inspirasi untuk mengupayakan hal yang berguna (atau yang bersifat transformatif) bagi masyarakat, yang kedua, spirit keagamaan menjadi dorongan yang luar biasa untuk bekerja secara giat, disiplin dan persisten dalam rangka menyelesaikan misi liberasi sosial keagamaan tertentu. Mode rasi, berdiri di atas dua fondasi filosofis Muhammadiyah tersebut. Di samping modal spirit keagamaan yang mencerahkan dan mendorong produktivitas, modal penting lainnya adalah konteks ke hidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Kehidupan dan relasi sosial yang berlangsung di atas kemajemukan tersebut, mengandung

405
FACHRODIN set5.indd 405 11/10/2022 19.18.09

nilai-nilai penting, yakni musyawarah, kebersamaan, persaudaraan dan pada akhirnya keindonesiaan (Bhinneka Tunggal Ika).

Al-Ma’un, Al-‘Ashr dan Keindonesiaan merupakan fondasi filo sofis yang memastikan keberhasilan implementasi “moderasi” di te ngah-tengah umat. Sementara aktivisme Muhammadiyah, merupa kan motor penggerak yang mendorong massifitas proyek moderasi tersebut.

Kontekstualisasi Moderasi

Sebagai nahkoda gerbong transformasi sosial bersama Muham madiyah, Dr. Haedar menyadari betul bahwa, masyarakat memerlu kan gagasan yang dapat dipahami, dimengerti dan bahkan sesuai de ngan keyakinan religius mereka.

Dengan kata lain, dalam proses aksi komunikatif (termasuk di da lamnya adalah transfer pengetahuan), perlu adanya “moderasi” yang ramah dengan konteks kesadaran masyarakat Indonesia.

Moderasi yang dimaksud, secara konseptual bersandar kepada gagasan besar Islam Berkemajuan. Tentu saja hal ini bukanlah Islam yang baru dan bermuatan bid’ah. Tetapi, Islam yang “dipahami” seca ra kontekstual, sehingga secara praktis, menekankan pentingnya ni lai-nilai kemanusiaan yang universal.

Tidak dapat dipungkiri bahwa, Islam itu sendiri sudah sangat ge nap dengan kemanusiaan. Akan tetapi, pemikiran Islam atau penaf siran akan ajaran agama Islam, tidak semuanya memiliki cakrawala yang menjunjung nilai-nilai tersebut. Terlebih bahwa, kurang mem bumi (alias kurang mengakar pada realitas masyarakat yang konkret dan material).

Dengan demikian, pemikiran Islam yang kurang sensitif dengan nilai-nilai inti Islam itu sendiri (kemanusiaan yang konkret), perlu di persoalkan, dipikirkan-ulang dan diselesaikan dengan pelbagai cara yang paling baik dan bijaksana.

Pemikiran yang legal-sentris misalnya, hanya menekankan aspek tata aturan moral yang ketat (halal-haram; benar-salah; hitam-putih), sehingga mengabaikan aspek-aspek substantif yang lebih mendasar.

406
FACHRODIN set5.indd 406 11/10/2022 19.18.09

Haedar Nashir, Moderasi dan Keindonesiaan

Sementara itu, pemikiran yang sufistik cenderung menekankan aspek etis-estetis dan bahkan mistik, sehingga, sekali lagi, dimensi ke manusiaan yang lebih konkret tidak mendapatkan perhatian khusus.

Hal-hal yang demikian, harus digeser sedikit, sehingga memiliki empati yang cukup, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan (baca: orang-orang miskin, kelompok rentan, kaum marginal dan korban ke tidakadilan, khususnya di Indonesia).

Dus, kontekstualisasi proyek moderasi harus dilakukan dalam bingkai keindonesiaan dan didirikan di atas landasan Islam Berkema juan.[]

407
FACHRODIN set5.indd 407 11/10/2022 19.18.09

Muhammadiyah “Yang Lain”:

Kontribusi

Intelektual Muda26

Muhammadiyah, sebagaimana dipahami publik pada umumnya, dikenal sebagai gerakan Islam modernis yang pemahaman ke agamaannya berorientasi pada purifikasi, anti-TBC (takhayul, bid’ah, dan churafat), di bawah bendera bertuliskan al-ruju’ ila kitabillah wa sunnati rasulillah (kembali kepada al-Qur’an dan sunnah/hadis) Konsekuensi dari pemahaman itu, dalam waktu yang cukup lama telah memunculkan kesan, dan memang faktanya demikian, Muham madiyah merupakan organisasi keagamaan yang kurang bersahabat dengan tradisi lokal masyarakat, sebab di dalamnya dianggap me ngandung unsur-unsur TBC yang perlu diberantas dan diluruskan. Tidak ada ampun. Titik. Bahwa betul Muhammadiyah memiliki banyak amal usaha (ru mah sakit, lembaga pendidikan, dan lain-lain), yang saking banyak nya aset itu, bahkan bisa mendirikan negara sendiri, meski itu tidak mungkin dilakukannya. Namun dalam bidang pemahaman keagama an, yang menjadi dasar melakukan aktivitas dakwah, Islam di tangan Muhammadiyah, meminjam ungkapan Kuntowijoyo (2000), tampak sebagai agama yang miskin, kering, sepi, selera rendah, dan kurang greget. Buktinya, Wayang Sadat di Klaten, yang jelas-jelas sangat “Mu hammadiyah” ditolak oleh cabang dan dalangnya dihujat.

26Tulisan ini merupakan naskah asli sebelum diubah judul dan mengalami penambahan sub-judul oleh redaksi Ibtimes.Id.

408
FACHRODIN set5.indd 408 11/10/2022 19.18.09

Muhammadiyah “Yang Lain”: Kontribusi Intelektual Muda

Moeslim Abdurrahman (2003) pernah melakukan otokritik kepada organisasi Islam yang berusia seabad lebih ini. “Dosa ge rakan-gerakan purifikasi Islam, mungkin yang harus disesali tidak hanya karena sejarahnya yang ganas dan apriori terhadap seni dan budaya lokal. Tapi, yang lebih parah, kalau seperti Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid terjadi menjadi jumud, karena tidak mampu memperbaharui kesadaran Islam yang lebih substansial dan terbuka untuk memaknai bahwa dakwah bukanlah identik dengan propagan da iman. Melainkan, dakwah sesungguhnya adalah setiap kerja relijius untuk peradaban dan kemanusiaan”, tulis Kang Moeslim, panggilan akrabnya.

Peran intelektual muda

Lalu, apakah pemahaman keagamaan Muhammadiyah tersebut masih bertahan hingga sekarang? Dalam beberapa tahun terakhir, muncul aktor-aktor muda kaum intelektual Muhammadiyah yang ru panya, terlihat melakukan lompatan ide-ide kreatif dan inovatif di luar persepsi publik tentang sikap “konservatisme” Muhammadiyah—me minjam istilah Moh. Shofan (2008) dan beberapa penulis lain.

Kaum intelektual muda Muhammadiyah tersebut telah mem berikan sentuhan baru dalam memahami realitas sosial, yang justru berbeda dengan pemahaman mainstream di internal elit organisasi. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari konsolidasi yang massif di kalangan mereka melalui halaqah-halaqah kultural, yang meski mengalami re sistensi, penolakan oleh sebagian elite struktural perserikatan, namun sungguh berkontribusi dalam perjalanan Muhammadiyah.

Kebangkitan intelektualitas Muhammadiyah yang kekinian dan dimotori oleh kaum muda, merupakan ciri apa yang oleh Munir Mul khan (2012) disebut revitalisasi etos pembaruan. Munir Mulkhan me ngemukakan fase perkembangan Muhammadiyah terbagi ke dalam tiga tahap. Pertama, fase kreatif-inklusif, ditandai oleh kelahiran ber bagai amal usaha (kegiatan terlembaga) yang dipelopori langsung oleh KH. Ahmad Dahlan. Kedua, fase ideologis yang ditandai oleh kelahir an lembaga fatwa syariah dengan dibentuknya Majelis Tarjih tahun

409
FACHRODIN set5.indd 409 11/10/2022 19.18.09

1927. Ketiga, rivitalisasi etos pembaruan KH. Ahmad Dahlan, mela lui ide spiritualisasi atau sufistisasi syariah yang muncul sejak tahun 1990-an bersamaan masuknya aktivis berpendidikan tinggi modern dari berbagai disiplin ilmu.

Kita tahu, pada masa tertentu, awal tahun 2000-an, kaum inte lektual muda Muhammadiyah banyak yang berproses dalam wadah komunitas-komunitas kultural yang berorientasi pada progresivitas pemikiran keislaman, seperti JIMM (Jaringan Intelektual Muda Mu hammadiyah), PSAP (Pusat Studi Agama dan Peradaban), MAARIF Institute, Majelis Reboan, dan lain sebagainya. Gagasan-gagasan segar dan konstruktif yang didengungkannya kemudian diuji-coba saat me rumuskan visi “dakwah kultural” hasil rekomendasi Muktamar Mu hammadiyah tahun 1995 di Banda Aceh, lalu diperkuat kembali da lam Muktamar tahun 2000 di Jakarta, dan dikonkritkan dalam Sidang Tanwir di Denpasar, Bali, 24-27 Januari, tahun 2002.

Alhasil, sekadar menyebutkan contoh, bagaimana kaum muda progresif itu melakukan reinterpretasi terhadap pemikiran keaga man Muhammadiyah, dapat disimak, ketika doktrin TBC tidak lagi dipahami berdasarkan paradigma lama, tetapi melahirkan paradigma baru, yang cenderung bersahabat dan pro-TBC. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Zakiyuddin Baidhawi, sekarang guru besar dan Rektor IAIN Sa latiga, merupakan satu di antara aktor penting dari gerakan intelektual di kalangan Muhammadiyah ini. Amanah Muktamar Muhammadiyah tahun 1995, 2000, dan Tanwir 2002, untuk melakukan dakwah kultu ral disambut suka cita dengan melakukan eksperimentasi gagasan.

Pertama, dakwah yang memanfaatkan dan membangkitkan ke mampuan imajinatif (takhayul) individu dan masyarakat agar kehi dupan semakin estetik (indah), holistik, simbolik (dalam arti beradab). Kedua, dakwah yang mendorong, memotivasi, dan mengkondisikan individu dan masyarakat untuk mencipta (kreatif) dan menemukan (inovatif) berbagai hal baru (bid’ah) baik dalam ide (pemikiran, waca na, teori dalam Muhammadiyah, dan masyarakat), aktivitas (praksis, gerakan Muhammadiyah), dan bentuk kebudayaan (amal-amal usaha Muhammadiyah). Ketiga, dakwah yang mengeksplorasi seluruh ke

410
FACHRODIN set5.indd 410 11/10/2022 19.18.09

Muhammadiyah “Yang Lain”: Kontribusi Intelektual Muda

mampuan untuk meredefinisi “mitos” (baca cita-cita sosial, memin jam istilah Mohammed Arkoun), mereproduksi, bahkan mempro duksi mitos baru (churafat) untuk membangun citra keberagamaan, keberislaman, dan kebermuhammadiyahan dalam rangka menuju masyarakat utama (Baidhawy, 2003).

Puritanisme sebagai karakter dan ciri awal Muhammadiyah, oleh Hilman Latief (2017) kemudian juga diubah menjadi “pospuritanis me”, yang justru bermakna positif, sebab ia dikonstruksi sebagai per spektif dan cara pandang yang mengedepankan keterbukaan, substan sialis, kosmopolit, dan universal. Hilman Latief, yang baru-baru ini mencapai puncak gelar akademiknya sebagai guru besar di UMY, juga seorang aktor intelektual muda Muhammadiyah yang kini dipercaya sebagai Ketua Badan Pengurus LAZIZMU.

Hilman Latief dalam bukunya, Pospuritanisme: Pemikiran dan Arah Baru Gerakan Islam Modernis di Indonesia, mencatat pada pe riode 2010-2015, saat Muktamar satu abad di Yogyakarta, melahirkan refleksi terhadap spiritualitas ihsan, dan melahirkan perumusan fikih air dan fikih kebencanaan.

Ada pula Ahmad Najib Burhani, peneliti LIPI, yang menjelaskan sangat baik tentang kompleksitas pemahaman keagamaan Muham madiyah, dari yang berorientasi pada purifikasi alias Islam murni hingga berkemajuan. Pada intinya sama dengan pemikiran progresif kaum muda yang disebutkan sebelumnya, Najib sampai pada satu ke simpulan, bahwa Muhammadiyah kini mengalami pergeseran, dari puritanisme ke kosmopolitanisme.

Merujuk pada catatan atau dokumen Kiai Syuja’ yang ditemukan oleh Najib, paradigma Islam berkemajuan yang sekarang menjadi jar gon Muhammadiyah, memiliki lima elemen, yaitu tauhid yang murni, memahami al-Qur’an dan sunnah secara mendalam, melembagakan amal shalih yang fungsional dan solutif, moderat, dan suka bekerjasa ma (Burhani, 2016).

Berikutnya, dari Jawa Timur, layak diapresiasi kontribusi Pradana Boy ZTF, dosen UMM, presedium JIMM yang sangat aktif pada masa nya. Boy sejak awal saat masih mahasiswa di almamaternya memang gandrung dengan pemikiran-pemikiran Islam kritis yang dipadu oleh

411
FACHRODIN set5.indd 411 11/10/2022 19.18.09

teori-teori sosial Barat, dari tema hermeneutika, hingga kajian sastra dan neo-sufisme. Boy pernah pula menjabat sebagai staf khusus kep residenan era Jokowi periode I.

Selain nama-nama aktor yang disebutkan secara langsung di atas, tentu masih banyak lagi, ada Ahmad Fuad Fanani, Said Ramadhan, Abd. Rohim Ghazali, Moh. Shofan, Rifma Ghulam Dzaljad, Zuly Qo dir, Tuti Alwiyah Surandi, Abdul Mu’ti, Pramono U. Thantowi, Piet H Khaidir, Asep Purnama Bahtiar, dan seterusnya. Mereka ini sebe narnya aktivis muda Muhammadiyah di lapis kedua, sebab di lapis pertama ada yang lebih senior dan menjadi sumber inspirasi, seperti Ahmad Syafii Maarif, M. Dawam Raharjo, M. Amin Abdullah, Abdul Munir Mulkhan, Moeslim Abdurahman, dan lain-lain.

M. Amin Abdullah merupakan tokoh yang membuka kran pe mikiran progresif di lingkungan Muhammadiyah, sebab atas usulan nya, pada Muktamar di Aceh, diputuskan mengubah nomenklatur Majelis Tarjih menjadi Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI). Kini, aktor-aktor intelektual itu masih aktif di pos ma sing-masing menyuarakan pemikiran progresif perspektif Muham madiyah.

Dan hasilnya, terlihat banyak yang sukses berkarier di posnya masing-masing. Setelah Zakiyuddin Baidhawi dan Hilman Latief yang menjadi guru besar, tidak lama lagi kemungkinan Ahmad Najib Burhani dan Pradana Boy ZTF akan segera menyusul sebagai profesor baru yang dalam sejarah hidupnya berusaha memajukan Muhamma diyah melalui caranya yang khas anak muda.

Dari kontribusi pemikiran dan aksi mereka itulah, saya menang kap kesan Muhammadiyah “yang lain” di luar persepsi umum sebagai gerakan Islam modernis-puritan. Namun demikian, tentu, saya juga yakin seyakin-yakinnya, di tubuh Muhammadiyah sendiri, terjadi kontestasi ide dan pergolakan—untuk tidak mengatakan “konflik”— antara mereka yang masih setia pada doktrin purifikasi absolut dengan kelompok yang mengusung semangat kosmopolitanisme-progresif.

412
FACHRODIN set5.indd 412 11/10/2022 19.18.09

Daftar Bacaan

Jan Sihar Aritonang, Karel Steenbrink (2008). A History of Christia nity in Indonesia. Koninklijke Brill NV, Leiden

Adif Fahrizal Arifyadiputra, Haris Zaky Mubarak (2018). Salatiga dan Singkawang dari Masa Kolonial ke Awal Kemerdekaan: Potret Dua Kota Plural

Myengkyo Seo (2014). The White Cross in Muslim Java: Muslim-Chris tian Politics in the Javanese City of Salatiga

Sejarah dan Perkembangan Muhammadiyah Kota Salatiga (2010). Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Hadjam Murusdi. 1995. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah Kotamadia Yogyakarta. Yogyakarta : PDM Kotamadia Yogyakarta Yudia Wahyudi. 2001. Muhammadiyah Daerah Kabupaten Bantul 1965-1999. Skripsi. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga

Dahlan, Juniarwan. 2017. Ahmad Dahlan dalam Pemikirannya menge nai Pendidikan Islam di Indonesia. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Mbai, Ansyaad. 2018. Kearifan lokal pemersatu bangsa kita yang maje muk. Merdeka.com.

Sukriyanto AR. 2017. Kisah KH. Ahmad Dahlan Pergi Haji yang Kedua dan Kyai Wal ‘Ashri. Muhamadiyah.

Suwindia, I Gede. Machasi. Parimartha, I Gede. 2012. Relasi Islam & Hindu Perspektif Masyarakat Bali. Jurnal Al Ulum.

413
FACHRODIN set5.indd 413 11/10/2022 19.18.09
FACHRODIN set5.indd 414 11/10/2022 19.18.09

Indeks

A

Aabidah Ummu Azizah iii, iv, vii, 158

Abd Kadir Muhammad 25, 271

Abdulkadir 200

Abdul Kanan 35

Abdul Khamid 35

Abdullah Siraj 36

Abdul Manan 78

Abdul Mu’in 214

Abdul Mukti Ali 135

Abdul Mu’ti xxi, 126, 412

Abdul Wachid vi, 43, 44, 45, 46, 48

Abdurrahman Werdisastro 84

Abi Khusno 205, 206

Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash shanhajji 76

Abu Dardiri 142, 143

Abu Saeri 71

Aceh xvii, 179, 180, 229, 230, 231, 410, 412

Adif Fahrizal 211, 212, 213, 214, 413

Aen 29, 30, 31

Ahmad Adaby Darban xvi

Ahmad Dahlan ix, xiii, xviii, xxxii, 44, 48, 93, 118, 127, 139, 179, 186, 188, 194, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 217, 228, 232, 255, 258, 262, 264, 265, 309, 310, 311, 312, 321, 323, 337, 352, 353, 354, 355, 362, 363, 364, 365, 366, 368, 380, 398, 399, 409, 410, 413

Ahmad Fatoni iii, iv, v, 8

Ahmad Rasyid Sutan Mansur 179

Aisyiyah viii, ix, 2, 4, 5, 25, 30, 32, 33, 38, 89, 102, 105, 131, 154, 182, 183, 200, 234, 254, 256, 261, 263, 264, 265, 266, 267, 268, 270, 271, 272, 273, 274, 275, 276, 282, 283, 284, 285, 286, 307, 312, 346, 347, 348, 349, 350, 355, 368

Alamsjah Ratoe Perwiranegara 135

Ali Alamsyah 47

Ali Fahmi Dimyatih 46

Amat Sidiq 34, 35 Ambunten 89

415
FACHRODIN set5.indd 415 11/10/2022 19.18.09

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Amuntai 180

Andi Rasdiyanah 136 Andriyanto 129

Anshori 208, 303

Anwar Zein 144

Aqid 161, 163

Arendt, Hannah 43, 44

AR Fahruddin 194, 195

Arif B.P. 47

Ari Syamsudin Namugur 152, 298

A.R. Sutan Mansur 179, 181 Arwan 36

Asep Farid Mansur 27

Asia Muslim Charity Foundation 182

Asmuni Abdurrahman 35 Asnawi 214

Awaludin Fattah 192

Azizah Herawati iii, iv, v, 2 Aziz Dundang 194

B

Babad Soengenep 85, 86, 91

Bachtiar Dwi Kurniawan 150, 253

Badrudin Noor 127, 129, 131, 303, 308, 309

Badui v, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20

Badui Luar 14, 15, 19, 20 bahasa Arab 110, 163

Bahrus Surur iii, iv, vi, 25, 26, 83, 101

Bahrus Surur-Iyunk iii, iv, vi, 83, 101 Balapulang xiv

Bandung xxxii, 28, 56, 59, 94, 95, 267, 334, 338, 339, 369 Bangka Belitung 76 Bangselok 87, 273 Bangsri 130, 132 Banjarmasin 180, 192

Banjarnegara viii, xvii, 311, 312, 313, 314, 315, 316, 317, 318, 319, 320, 321 Bantul 38, 233, 234, 235, 236, 238, 240, 241, 242, 344, 413 Bedjo v, 8, 9, 10, 11, 12, 13 Bedjo Darmoleksono v, 8, 9, 13 Bedug 207

Belanda 85, 86, 87, 108, 109, 110, 120, 158, 159, 178, 204, 206, 209, 210, 212, 215, 223, 229, 230, 233, 236, 250, 352, 356, 365

Bengkel Karoseri 28, 30 Bengkulen xiv Berau xxi, 225, 290, 292, 294, 296 Blimbing 127, 128, 130, 186 Bojonegoro vi, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 121, 186 Bosua 175

Broto Semedi Wiryotenoyo 213 Buddha 170, 206 Buddha Gautama 206 Budi Masruri 147 Burdi 130

416
FACHRODIN set5.indd 416 11/10/2022 19.18.09

C

Cak Nanto 45

Cecep Subagja 58, 59

Cepogo 130

Cepu vi, 120, 121, 122, 123, 124, 125

Challen 190, 191, 192, 196

Challen Nur Aprilian 190

Challen Nur Apriliani 190, 191

China v, 27, 28, 31

Ciamis 27, 29, 31

Ciater 20

Cibalanarik 29 Ciboleger 14 Cikiray 95 Cimpungan 180 Cina 214, 267 Ciroyom 28

Cleverly, Alice 212

D

Dadang Kahmad v, xxix

Danudirjo R.T. Wiryokusumo 200

Darmoleksono v, 8, 9, 13

Darul Arqam 105, 110, 161, 257, 260, 261

Darul Hadits/LDII 185 Datuk Kusumo 35 daud Sidiq xix

Demak 128, 212 Devi Ersa 47

Djamal Zakariah 9

Domine Eduard Osok 149, 249 Donorojo 130

DPD PAN Kabupaten Tasikmalaya 57

Dukuhwaluh 143

E

Eko Sentiko 46 Eni Nuryani 27 Enung Nurhayati 27 Evi Rosanti 196

Ezet Muttaqin 94 F

Fachrodin Award v, xxii, xxv, xxvi, xxxi Fadmi Sustiwi iii, iv, viii, xxi, 290 Fairre, Paulo 46 fanatisme xi, 167 Farid Wajdi 27 Fathul Mu’in Dg Maggading vi, 107 Fathurahim Syuhadi 185 Faturrahim Syuhadi xvi Fatwa Natal Noor 127 Firdaus Abidin Noor 127 Fort de Kock xiv

G

Gandhajoewana 34

Garut xiv, 14, 56, 128 Ghufron 185 Glagah 145, 186 Goodwill Zubir 59 Gresik 49, 50, 52, 53, 54, 55, 144, 145, 146, 147, 277

417 Indeks
FACHRODIN set5.indd 417 11/10/2022 19.18.09

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Gunarto 35, 38

Gunawan 47

Gunung Bisma 170

Gunung Bromo vii, 198, 201, 208

Gunung Pereng 31, 32

Gunungpring 5

Gusan 175, 176

Guwanto 36

H

Habibah 192

Haedar Nashir v, x, xi, xiii, xiv, xxvii, xxxiii, 91, 152, 153, 155, 254, 295, 403 Hambali Ahmad 94 Hampra 210 Handoko 192 Hantipan 191

Harjibun B.A. 38

Hayat Sutrimo 4, 7 Trimo 4, 7

H.B. Muhammadiyah 200, 201, 202

Hindu 170, 206, 413

HIS Muhammadiyah 213, 215, 216 Hizbul Wathan 9, 38, 89, 105, 170

I

IAIN Batusangkar 182

Ibnu Ajurum 76

Ibrahim Polontalo xvii

Idul Adha 31, 62, 137 ijtihad 55, 395, 400

Ikom Komariah 27

Ilam Maolani iii, iv, v, vi, 27, 56

Ilham Hamid xviii

Ilmu Faroid vi, 63, 80, 82 Imogiri xiv, 235

Indonesia ii, xi, xii, xiii, xv, xviii, xx, xxiii, xxix, 21, 28, 44, 46, 47, 48, 49, 56, 85, 93, 103, 109, 120, 121, 125, 138, 139, 140, 158, 159, 169, 192, 198, 206, 208, 209, 211, 212, 215, 223, 224, 226, 227, 228, 229, 231, 232, 233, 236, 246, 249, 254, 265, 292, 293, 295, 296, 297, 302, 311, 331, 340, 341, 342, 347, 354, 356, 358, 359, 362, 364, 365, 366, 367, 368, 370, 371, 372, 377, 385, 388, 391, 398, 403, 404, 405, 406, 407, 411, 413

Inggris 110, 120, 121, 135, 158, 212, 235

Iping 94

Irian Jaya vii, 158

Irvan Shaifullah iii, iv, vii, 184 Islamisasi xxii, 170, 381, 382

Ismail Sosrosoegondo 87, 89

Isria Rizqona Firdausy xvii Istachori 71

Izna Nur Rahmah iii, iv, vi, 115

J

Jakarta iv, xiv, xvii, 14, 22, 28, 55, 56, 59, 75, 103, 112, 182, 231, 278, 295, 309, 314, 367, 392, 410

Jamain 194

418
FACHRODIN set5.indd 418 11/10/2022 19.18.09

Jap A Siong 214

Jarwoto 47

Jawa Tengah xiv, xx, 5, 128, 159, 182, 196, 209, 211, 306, 309, 356

Jayapura 167, 231

Jepang 28, 47, 89, 225, 230

Jepara vi, 126, 128, 130, 131, 132, 307

Jogjakarta xvi, 88, 309

Johan A.L 47

Johny Kamuru 155

Jumarno 38 K

kalender Jawa 170

Kalibeber 170, 172

Kalimantan Barat xxi, 235, 243

Kalimantan Tengah 188, 189, 195, 197

Kalinyamatan 128, 130

Kampung Warmon viii, 153, 154, 155, 246, 248, 249, 251, 252, 253, 296, 297, 298, 301

Kandangan Kulon 205

Kang Dadan vi, 93, 94, 95, 96, 99, 100

Kangean 21, 22, 23, 24, 25, 26, 91, 104, 105, 106

Karjono 129

Karmiyadi 130 Karsono 129

Katingan vii, 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 196, 197

Katingan Hilir 188, 189, 190, 192,

193, 194, 195, 197

Katingan Hulu 188, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 197

Katingan Tengah 188, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 197 Katingan Hulu 188, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 197 Katulistiwa 148 Kauman Yogyakarta xiii Kawalu 29, 56 Kedu 75, 84 Keling 130, 217 kenduri 170, 220 Khamid iii, iv, vi, 35, 63 Khozin 8, 11 khurafat 93, 174, 400, 401 Khusnul Khuluq 47

Kokoda viii, xv, xvi, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 246, 248, 249, 250, 251, 252, 253, 254, 296, 297, 298, 299, 300, 301 kolektif kolegial xi, xix, xx, 35 Kotagede xvi, 34, 35, 36

Kristen xx, xxi, 97, 128, 178, 211, 212, 215, 250, 251

Katolik xx, xxi, 97, 128, 178, 212, 215, 250, 251

Protestan xx, xxi, 97, 128, 178, 212, 215, 250, 251

KTA 57, 338

Kartu Tanda Anggota 57, 338 Kuala Kapuas xiv, 180 Kupang xx Kutaraja xiv Kweekschool 84, 200, 233, 363 Kyai Jazuli 170, 174

419 Indeks
FACHRODIN set5.indd 419 11/10/2022 19.18.09

L

Lamongan vii, xvi, 120, 145, 184, 185, 186, 187

Lampung 76, 116, 117 langgar 40, 186, 238

LazisMu 58, 60, 61

LAZISMU 98, 183, 358, 359, 360

Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah 15

Lembah Soekiman 132

LEMKARI 167 leuit 17, 18

Leuwidamar 20

Lhok Seumawe xiv Lombok 60, 296 Lumajang 169 Luqman Wahyudi iii, iv, vii, 198, 200

M

Madrasah Mu’allimat Muhammdiyah 21 madrasah tsanawiyah 71, 72, 73, 74, 75, 77, 79

Madrasah Tsanawiyah 70, 71, 72, 76, 77, 101, 105, 152, 303, 352

Madura 21, 22, 83, 84, 85, 86, 87, 91, 101, 102, 103, 104, 272, 273

Magelang xix, xx, 2, 3, 5, 6, 7, 67, 70, 75, 84, 87, 363 Ma-inn 161

Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah xxv, xxxi Makmun Pitoyo 78 Malang v, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 47, 201, 202, 248, 251, 259, 294

Malangbong 128 Mangkubumi 56, 58, 59 Maninjau ix, xiv, 179, 351, 352, 354 man of thought 48 Manokwari 160, 225, 228, 229, 250 Marfuatun 67 Maroko 76 Masjid Al-Manar 28, 29, 30, 31, 32, 33 Masrub 204, 207 Masyfuk Zuhdi 11, 12 Masyumi 9, 169, 170, 171, 174, 185, 186, 237 Maulana Malik Ibrahim. 50 Mayamuk 149, 155, 246 Mayong 127, 128, 130, 132, 303, 307, 308 Mazhab Dahlaniyyah xviii M. Bahaudin 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33

Mbah Glondhong 171 Mbah Glondong 170, 171, 172, 174

Mbah Roziqin vi, 120, 122, 123, 124 Mbucu 130

420
FACHRODIN set5.indd 420 11/10/2022 19.18.09

Medan vii, xiv, 180, 214, 217, 218, 219, 221, 356

Mentawai xv, xvi, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183

Mentaya 191 Miftahul Amili 78

Minangkabau xvii, xviii, 179, 218, 351, 353, 354, 355, 356, 357, 372, 373

mitoni 170

Mitsuo Nakamura xvi Mlonggo 132 modernisasi 170, 252

Mohamad Fadhilah Zein iii, iv, v, 14

Mohammad In’am 146

Moh. Kasiram 11, 12

MPM PP Muhammadiyah 150, 151, 251, 253, 290, 291, 292, 293, 294, 295, 296, 298, 299, 300, 301

M. Rusaini Rusin xvii M Sofwan 129

Muallimin Yogyakarta 194 Mu’arif xvi Muchid 146

Muhammad Kasja 15 Muhlasin 71, 78

Muhtaruddin Abbas 171 Mukhlisin 47 Muksom 35

MULO Wilhelmina 10 Mulyanto 130 Mulyo Baroto 206 Mulyorejo 35

Munaji 35

Munawir Sjadzali 135 Muntilan xix, xx, 2, 3, 4, 5, 6, 7 Muryadi 35

Musaid Werdisastro vi, 83, 84, 87, 88, 89, 91, 101, 271, 272, 273

Musarraf 24, 26 Musidi 35

Musman Tholib 128 Mustaqim 185 Mustari Ahmad v, 21, 22, 23, 24, 25, 26

N

Nahdlatul Ulama 31, 61, 88, 93, 170, 172, 174, 185, 331, 334

NU 31, 61, 88, 93, 170, 172, 174, 185, 331, 334

Nalumsari viii, 126, 128, 130, 302, 303, 304, 305, 306, 307, 308, 309, 310

Nani Puspita Sari iii, iv, vi, 120 Nasyiatul Aisyiyah 32, 102, 273, 307

Nazli Astutik Noor 127 NBM 57

Nomor Baku Muhammadiyah 57 Netherlands 158

Ngaglik 171 Ngimbang 186

Ngudi Mukti 64, 65, 66 Nieu Guinea 158 Nikisami 28

421 Indeks
FACHRODIN set5.indd 421 11/10/2022 19.18.09

Dari Pelosok Menyinari Negeri

Noor Su’udi vi, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 303, 307

Normaalschool Salatiga 213

NTB 60, 296

NTT 60, 296

Nusa Tenggara Timur 76

NU 32, 61, 83, 88, 93, 101, 105, 167, 172, 173, 205, 206, 253, 331, 334, 335, 336, 337, 338

Nahdlatul Ulama 32, 61, 83, 88, 93, 101, 105, 167, 172, 173, 205, 206, 253, 331, 334, 335, 336, 337, 338

Nueva Guinea 158

Nunung Mu’minah 27, 32

Nur Cholis Huda 208 Nursono 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168 nyadran 170 Nyai Walidah 201, 202, 265

Nyi Roro Kidul 34 Nyuharto E.P 46

O

Oemar Bakri 2, 120 Omo 30

O. Notohamidjojo 212

P

Padang Pariaman 177

Pagai Selatan 180, 181

Pagai Utara 178, 179, 180, 181 PAN 25, 26, 57, 256, 386

Pangeran Antasari 193 Pangkatrejo 186

Papat Fatonah 27

Papua vii, xv, xvi, xxi, 148, 149, 150, 153, 154, 155, 156, 158, 159, 160, 166, 167, 168, 223, 224, 225, 226, 227, 228, 229, 230, 231, 246, 248, 249, 250, 251, 252, 253, 254, 296, 297, 298, 300, 301, 311 kepala burung Papua 156 Paremono 4, 5 Pasongsongan 89, 275 Pati 128

PAYM

Panti Asuhan Yatim Muhammadi yah (PAYM) vi, 43, 44, 45, 46, 47, 48 Pecanggaan 130 Pekajangan xiv, xvi Pemuda Muhammadiyah 4, 8, 26, 32, 37, 45, 95, 115, 131, 147, 173, 260 Penders, C.L.M. 46 Penolong Kesengsaraan Oemoem 91, 202, 312, 358 PKO 91, 202, 312, 358 Pesantren At-Tajdid 99 Pesantren Tremas Pacitan 194 petite histoire xii, xiii PII 57 PKI 32, 33, 130, 171, 229 G 30 S PKI 32, 33, 130, 171, 229 PKO Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) 202 Polakkele 180 pranata mangsa 170 Pratomo 35, 38

422
FACHRODIN set5.indd 422 11/10/2022 19.18.09

Prenduan 87, 276

Pringgoloyo 86

Puji Purwanto iii, iv, vii, 142 Purbaratu 61 purifikasi Islam 55, 174, 409 Purwodadi 63, 65, 67, 69, 72

Q

Qulyubi 214

qunut 173 R

Rachmawati Dwi Astuti xvi

Raden Musaid 84, 85, 86, 87, 91, 101, 102, 271, 272 Raja Sumenep 91 Rebo Wekasan 34 Republika 153, 155, 251, 310

Ria Pusvita Sari iii, iv, vi, vii, viii, 133, 144, 277 Rijkbestur 200 Rinanto 47

Rizali Hadi 188, 192, 193, 195, 196, 197 Rohadi iii, iv, vi, 34 Rokiban 71

Rosihan Anwar xii Rubiyati 47 Rudi 47

Rustamadji vii, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 251, 252, 254

R.W. Dwijosewoyo 200

S

Saiful Rohman iii, iv, vii, 188 Sakir 35

Salatiga 68, 209, 210, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 410, 413 Salawu 97 Salihin Bahar 24 Sambeng 186 Samin 17, 18 Sampang 21 Sangkanwangi 20 Sang Surya vi, vii, viii, 34, 35, 40, 169, 246 Santri Kalong 68 Sanut 47 Sarinah 9 Sedayu 50 Sekaran 186 Sekayu xiv Seno Hasanadi xvii Sepak Bola vii, 184 shalat jum’at 51 Siberut 177, 178, 180, 182 Sidayu 145 Sigli xiv

Sihabussalam iii, iv, vi, 93 Sikabaluan 180, 182 Sikerei vii, xvi, 175, 176 Singaparna 29, 58, 94, 95, 98 Sipora Selatan 175, 182 Siti Fatmayanti Noor 127 Situbondo 103 Sobron 164 Sodikin 30 Soekarno 11, 56, 84, 171, 373, 374

423 Indeks
FACHRODIN set5.indd 423 11/10/2022 19.18.09

Soesilo Abadi Piliang iii, iv, vii, 175 Sofyan 57 Solsafad Rustam 176

Sorogan 68

Sorong vii, xxi, 148, 149, 150, 151, 154, 155, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 225, 231, 246, 248, 249, 251, 296, 297, 300, 301

STKIP Muhammadiyah 149, 150, 152, 155

Stoiboklo 180

Subandi 46, 71, 72, 77 Sucipto 171, 184 Sudomo 24, 25, 105 Sukahening 29, 56, 57 Sukaton Pamuji 65 Sukoharjo 159, 160 Sultan Agung 34, 128

Sultan Agung Hanyakrakusuma 34

Sumatera Barat xiv, xvii, xviii, 109, 110, 175, 176, 177, 179, 180, 182, 324, 325, 326, 327, 351, 356, 357, 372

Sumatera Selatan 76, 180, 325, 354

Sumenep 21, 22, 25, 26, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 91, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 271, 272, 273, 274, 275, 276

Sunan Ampel 50

Sunan Bonang 50

Sunan Drajat 50

Sunan Giri 50

Sunardi 129, 239 Supriono 47 Surabaya xiv, 21, 50, 51, 55, 87, 88, 101, 120, 136, 137, 145, 160, 195, 275, 277, 278, 279, 280, 333, 338, 368 Surakarta xiv, 127, 196, 251, 282, 392 Suryani 214 Suwarno xvi, 142 Suwiryo 214 Syafiq A. Mughni xvi Syamsudin 118, 131, 152, 171, 298, 310 Syamsul Hadi 214 Syamsuri Adnan 78 Syarif Hidayat vi, 56, 59, 60, 61, 62

TTabligh School Muhammadiyah 9 tahayul 93 tahlilan 173, 233, 256 Takbir Keliling 39 Tanjungkerta 29 Tanjung Raya 179, 351 Tasikmalaya vi, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100

Taufik Ali 29, 30, 31 Taufiq Nugroho Noor iii, iv, vi, 126, 127, 131

Taufiqullah Achmady 146 Taufiqurrahman 47 TBC 34, 35, 195, 309, 408, 410

424
FACHRODIN set5.indd 424 11/10/2022 19.18.10

Takhayul, Bid’ah, dan Churafat 34, 35, 195, 309, 408, 410

Tebingtinggi xiv

Tembarak 63, 64, 65, 66, 67, 68, 70, 71, 73, 74, 75, 77, 78, 80

Thariqot Nashabandiyah 185

Thoyubi 67

Tidore 158, 159, 223, 224, 250, 262

Tirto Husodo 214

Tjitrowidjojo 87

Tjo Tjia Liong 214

TK ABA Dahromo 38

Tlodas 65

Tosari 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208

TPA Al-Hidayatul Ulum 37, 38

Tretes 201, 202

Triyanto 35, 36, 37, 38, 39

Tuapejat 181, 182

Tulungagung ix, 133, 134, 333, 334, 335, 336, 337, 338, 339

Tumbang Samba 188, 189, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 197

Tumbang Sanamang 188, 189, 193, 194, 195, 197

U

Uba 30

UKSW 212, 213

Umar Hasyim 128, 130, 303

UMM

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 11, 202

Unimuda 148, 149, 154, 155, 246, 247, 248, 249, 251, 252

Universitas Indonesia (UI) 138 Universitas Muhammadiyah Bandung xx

Universitas Muhammadiyah Kupang xx

Universitas Muhammadiyah Malang xx

Universitas Trunojoyo 47 Uun 30

V

Van Emmerick, Abraham Theodorus Johanes 212

W

Warmon viii, 148, 149, 151, 153, 154, 155, 246, 248, 249, 250, 251, 252, 253, 254, 296, 297, 298, 300, 301

Wasul Shodiq 35

Watumalang 169, 170, 173 Waturin 9 Winarti 47

Wira Dimaja 94

Wiryoatmodjo 87 Wiryo Sudarjo 71 Wonosobo 70, 169

Wuhaib Syarkawi 188, 194, 195, 196

425 Indeks
FACHRODIN set5.indd 425 11/10/2022 19.18.10

Y

Yeyeh Maryah 27

Yogyakarta xiii, xiv, 3, 9, 21, 22, 32, 37, 44, 136, 152, 154, 179, 188, 193, 194, 195, 197, 200, 201, 202, 203, 204, 215, 217, 218, 228, 231, 233, 234, 235, 236, 237, 238, 239, 240, 242, 245, 258, 265, 294, 311, 312, 323, 326, 340, 341, 343, 344, 352, 353, 355, 363, 367, 368, 392, 397, 411, 413

Yong A Cang 27

Yong A Poi 27

Z

Zaenal Arifin 88, 124

Zaenuri 47, 65

Zainal Abidin 11

Zainuddin Achied xviii

Zainuddin Fanani 145

Zainuddin Maliki vi, 133, 137

Zending vii, 178, 209, 211, 212

Zubaidi 65, 130

426
FACHRODIN set5.indd 426 11/10/2022 19.18.10

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.