Puisi dian cuk

Page 1

PUISI-PUISI DIAN

Tentang SDD Ia pergi ke kuburan, melepas arloji, meletakkannya di kepala gundukan. Ia menatap dengan suara yang sesenggukan 5 menit. 10 menit. Setengah jam. Dan praktis, butir-butir tanah jadi mengambang. Kolam. Ada daun tergoda. Ada angin menghembus permukaan. Gawat, serombongan demonstran berlari masuk ke sini. Di belakangnya tentara (yang) melepaskan tembakan Ia mendengar derap kaki dan erang kesakitan Terasa jauh sekali Ia menoleh ke belakang. Senyap. Tik tok arlojinya memanggil & keganjilan seperti hampir: Tubuh kering tua itu mendadak susut sedang tangan kecilnya kini dapat gandengan “Ayo Nak, pulang.� 10032010

Tentang Burhanuddin Soebely Bolehkan aku menulis puisi? Bolehkan aku menulis puisi dalam keadaan terikat kenangan kepada seseorang? Aku lebih mengkhawatirkan puisi ini Lenyap-raib-tak terlacak dari laci atau tumpukan buku puisi Jika puisi mati siapa yang sudi berduka? Siapa yang dengan mata merah datang untuk berziarah? Tentu saja, sahabat, selamat berdekat-dekat! Ia yang menerima mati seperti datang syahwat, bergegas bagai undangan hujan pada anak-anak di rumah. Tegas menginginkan penyerahan!


30052012

Suluk Mobil-Sungsang Apa hebatnya kota dengan banyak mobil? Penjara berpendingin, yang sedia dengan gas, rem dan kopling. Sipir bilang: Tetap di sini hingga beratus-ratus tahun kemudian Menjaga; mobil-jaga, seru pengamen pinggir jalan Dan begitu sulukmu sempurna seorang Begawan linglung mungkin saja tepat berada di depan mobilmu; rem mendadak. Bangunlah! Bangunlah dari rongsokan! Jakarta, 05122012

Samarinda, Suatu Ketika Rangka layangan di atap rumah Di sisinya, sungai Mahakam mengeram telur etam Naga-naga naik ke hulu pedang Raja-raja terperosok dalam perahu Belalai langit mencium si kecil manusia Ujung-ujung gerimis mengirim lentik bunga pada nasibnya yang jenaka O manusia Wajah-wajah yang sepertinya pernah kulihat dalam sebuah pikiran yang asing: seorang teman, abang, ayah atau paman. Ibu, nenek, isteri atau anak perempuan. Samarinda, 15072011

Kematian yang Bagaimana yang tak Tersipu karena Cinta?


Kematian yang bagaimana yang tak tersipu karena cinta? Kau terlalu ingin memberi sebutan bagi jalan menuju tempat peristirahatanmu Kau berdiri di pihak yang tertipu Kau merasa baik-baik saja sampai kematian mencolekmu Kau telah tidak adil dalam menilai kematian Seolah-olah hanya kehidupan yang berwarna dan kematian tak pantas gemerlap ditembusi cahaya Sakit menjelang pertemuan adalah cangkang yang retak demi menghirup Hawa: selamat tinggal dunia dalam telur! Selamat datang terang dan terjaga! 25072011

Metafora Perjalanan Saat ingin ke Tamban menemui seorang sahabat Ibramsyah Amandit namanya di atas kapal feri yang menyeberangi sungai Barito dari Kuin menuju Jelapat di atas feri yang menderu duduk melamun seorang kai rambut dan janggutnya putih semua Aku bertanya: Pian dari mana? Jawabnya: Dari Allah. Sejenak tercenung mendengar jawaban yang tak biasa Bertanya lagi: Maaf, pian mau ke mana? Sembari berharap mendapat jawaban yang biasa : Menuju Allah! Saya tak tahan untuk tak menggerutu : Ya, Tuhan, kenapa dengan orang ini?


30122011

UntukMu Hujan membekas di hatiku penuh rasa iba dan dingin Buru-buru puisi ini kubikin hidup menderaku sambil membanyol 18022001

Puzzle Di mulutmu yang penuh lemak makanan Bertahta seekor raja anjing Saya burung berparuh kencana Menganyam sarang di mata jaman Aku dan mereka menyeberangi sinar bulan, melayatmu Mulut yang terbuka di bawah keran air Menanti ruh menitis (dalam lonjakan yang tiba-tiba) Sebuah kecupan urung dialamatkan Aku menggeleng Sekali lagi, ya, hampir Sebiji tikus melintas dengan keras Sebuah pola yang utuh, yang lepas dari kepungan imajinasi Gua-gua bersinar yang lebih hangat dari jerami (& jendela yang kosong dari sosok atau siluet) 2011/2014

Kota Ia berteriak pada kota:”Tolong, saya tenggelam! Saya tak bisa berenang!” Kota berang: “Ngaco, saya cuman iklan minuman ringan.” 19072010


Orang Miskin Orang miskin kekal dalam statistik Tentu saja – & kita menuntaskan sendawa 19072010

Tafsir Hawa Seekor naga mengecup matamu Langit ditutupi kejora Duka maha-alit berkelip seumpama khuldi di lapuk meja 19072010

Malam Kudus Sejenak, semua orang mematung Malam meleleh di kaca kafe Nampak di luar, teroris itu meludah 10082010

Kursi dan Pelacur Telah banyak pelacur disebut dalam puisi Kini ingin kusebut pelacur entah untuk apa Aku telah muak memandang baliho Kini aku mencium bau kotoran dari kursi yang mengutuk itu “Hei, kakiku bergerak sendiri Hatiku bernyanyi kecil setiap melirik kepadanya.� 02032010

Rumah Penyair


Jangan menghina penyair Seberapa belepotan pun sajak-sajaknya Tangannya bertuah Setiap huruf dari puisinya bernyawa Baik puisi yang ditulis dengan jujur atau sekedar kerajinan tangan saja Setiap kata dari puisinya menyimpan sebuah dunia Puisi adalah rumah penyair mereka dapat pulang kapan saja saat berada di mana saja – tentu jika mereka mau dan rindu – 19052012

Hutang tubuh dan hidupku adalah monumen dari hutang yang tak kan pernah terbayarkan seberapa keras aku menyicil lebih terdengar sebagai lelucon saja hutang yang kian membengkak setiap bertambah sekon yang menyebabkan aku tergolek lemas oleh rasa syukur aku hidup dengan nafas buatan langsung dari mulutMu dan matiku pun, tidak bisa tidak akan di pangkuanMu Bolehkah sekarang Aku menangis, Tuanku? 20062012


Tentang M. Nahdiansyah Abdi Merupakan salah satu “penunggu� Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, Gambut. Kadang suka minggat ke dunia maya, melamun di http://kepadapuisi.blogspot.com, sesekali menerbitkan buku yang tak laku: buku puisi. Antara lain: Jejak-jejak Angin (bersama Hajri, 2007), Parodi tentang Orang yang Ingin Bunuh Diri dengan Pistol Air (2008), Pewaris Tunggal Istana Pasir (2009), dan Buku Harian Pejalan Tidur (2010). Lahir di Barabai, 29 Juni 1979. Tinggal di Loktabat Utara, Banjarbaru.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.