Cegukan

Page 1


CEGUKAN (sepilihan sajak cinta) Penulis M. Nahdiansyah Abdi Penerbit Digital Kepadapuisi Publishing, Banjarbaru Cetakan I, 22 Januari 2016 Tebal 50 halaman (44 puisi) Penyunting, Tata Letak dan Perancang Sampul M. Nahdiansyah Abdi Email: m.nahdiansyah.abdi@gmail.com Design gambar sampul www.freepik.com Foto dan design Irma Noor Ainun Utami Publikasi: www.kepadapuisi.blogspot.com Lisensi Dokumen Ebook ini boleh dikutip atau diperbanyak, sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk apapun, dikomersilkan maupun tidak, dengan ijin maupun tanpa seijin penulis atau penerbit. Hak cipta ada pada penulis.


Pengantar Penulis 22 Januari 2006, sederhananya, saya menikah. Usia saya waktu itu 26 tahun, dan ia belum genap 24 tahun. Sepuluh tahun berlalu sejak kejadian itu, banyak kejadian suka maupun nelangsa yang kami alami. Dan ketika sejenak saling instropeksi, ternyata kami memiliki perasaan yang mirip satu sama lain. Ternyata kami masih merasa sebagai remaja tanggung berumur belasan! Buku puisi ini menandai satu dasawarsa pernikahan kami. Tak tahu kami, akan seperti apa ujung semua ini. Kalau dibilang kami punya banyak kesamaan, maka banyak. Kalau dibilang punya banyak perbedaan, juga banyak. Ketidaksepahaman, konflik, pertengkaran, perang dingin, ledakan kemarahan, mungkin sesekali terjadi. Sebagaimana halnya pengertian, sikap mengalah, rasa percaya, mengorbankan diri, juga muncul dengan kadar yang kuat. Puisi-puisi dalam kumpulan ini memiliki rentang 3 tahun kalender, yaitu sejak 24 Juni 2014 hingga 18 Januari 2016. Sesungguhnya, saya mengkreasi puisi dalam 3 kali penciptaan. Pertama, tentu dalam imajinasi. Kedua, dalam tulisan tangan. Dan Ketiga, dalam hasil ketikan komputer. Untuk itulah, saya selalu menyediakan sebuah buku khusus untuk menulis puisi. Itu sudah saya lakukan sejak SMP. Bedanya, di awal-awal, korban pertama saya adalah halaman kosong di bagian belakang dari buku tulis sekolah yang tidak terpakai lagi. Nah, pada penerbitan e-book kali ini, sketsa kasar puisi, hasil tulisan tangan saya, saya hadirkan dalam bentuk gambar scan. Ada coretan, ada keraguan, ada proses yang berpikir yang kentara. Keduanya saya hadirkan sejajar: bisa saling menguji, saling melengkapi atau berdiri sendiri-sendiri. Dan kepada istri dan anak-anakku, kepada kalianlah buku ini dipersembahkan. Banjarbaru, 22 Januari 2016 Salam puisi M. Nahdiansyah Abdi


DAFTAR ISI Halaman judul Pengantar Penulis Daftar isi

1

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Pertanyaan Sebab Ketika Dunia Tinggal Cerita Labirin Genangan Hal Rindu Lepas Mantra Kenapa Cinta & Kematian Lengkap Nekat Terlewat Lengang Sajak Post-Gatholoco Cinta Dosis Tinggi Airmata Keabadian Cinta & Kebenaran Cinta & Kemiskinan Terbuka Tak Tertolong

22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44.

Apakah Aku Mengenalmu? Di Stasiun Selebihnya Kau Tahu dan Gemetar Merasakan Binatang Cinta Meleset Terusir Di Tepi Gua Mata Tertutup yang Mengangankanmu Tiba-tiba Tutupan Cinta & Propaganda Kelilipan Dongeng Meditasi Palestina Malu Cinta & Kelas Sosial Ode Kepada Orang Biasa Cinta & Radikalisme Iqro Cinta Lagi Pengertian Kecil Tentang Cinta Nalar Cinta Cegukan

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 42 43 44 45 46

1


Pertanyaan Ajukan seribu pertanyaan berbeda Kuhanya miliki satu jawaban Kuakui ini agak konyol Tapi ini kekonyolan yang membahagiakan Banyak pertanyaan tak terjawab Terkurung dalam kerumitan filsafat Menjadi teka-teki abadi dalam tempurung ilmu-ilmu pasti Tanyakan pada orang dungu ini: Apapun pertanyaannya Jawabannya hanya Cinta

2


Sebab Dengan punggung melengkung yang menahan deraan ribuan puisi cinta Dengan sisa nyala mata dan jari-jari gemetaran Wahai, kekasih yang beranjak tua adakah puisi mencampakkanmu? Engkau hidup dalam angan-anganku sebagai makhluk abadi yang menyihir mata mudaku; menjadi selamanya buta Aku mati-matian mempertahankan akalku agar tetap waras. Namun tenyata, kewarasan ada dalam cinta. Lain tidak.

3


Ketika Dunia Tinggal Cerita Ketika dunia tinggal cerita Kusuluh obor, obor yang entah menyala Ketika dunia tinggal cerita Kususur sungai, sungai yang entah berujung di mana Ketika dunia tinggal cerita Kupejam mata, mata yang mengucurkan doa Ketika dunia tinggal cerita Kuseka cinta, cinta yang barangkali meng-ada Ketika dunia tinggal cerita Kuseru rindu, rindu yang amat sahaja: dari pelukanMu, kembali jatuh ke pelukanMu

4


Labirin Aku mengira ini hanya bayangan lampu berkedip yang memanjat cahya matamu buah-buahan yang manis yang tersembunyi di dasar talam betis tersingkap di istana sulaiman aku ketiduran di singgasana keropos paling menjemukan: akalku sayang! Terimalah jenazahku, Tuan terombang-ambing dalam cuaca buruk kehidupan Terimalah hayatku, Tuhan tersesat di labirin cinta tanpa kesudahan

5


Genangan Di atas bukit, dalam temaram cahaya sepotong rotiku mengering Cinta tak akan mampu mengejar dan menghunuskan belatinya ke lambungku Tidak sebatang pohon nampak Tapi burung-burung itu berkhotbah Gerimis tipis Langit tak tertembus Hanya telah kuteguk racun yang dititipkan Gila pada logika Hanya telah kuteguk cinta yang dititipkan Luka pada cahaya

6


Hal Rindu seperti pejam yang tak hendak terbuka lagi begitu pun rindu ia telah merenggut terlalu banyak, telah begitu sewenang-wenang menyita seluruh sisa nafasmu dan memasang garis polisi: Dilarang melintas!

7


Lepas cinta artinya melepas ego sehingga kebahagiaan yang lebih besar bermukim di hati dunia kita telah menyaksikan hati yang rela yang terpancar dari senyum dan air muka tapi bukankah pecinta telah menjelma manusia dengan kegelisahan abadi? surga-surga kecil yang tak lagi memadai ribuan pertanyaan dengan tanda tanya besar kegilaan penderitaan yang tak tertanggungkan dalam maha-sakit kusaksikan kewan melesat dari tubuh jelataku pergi ke dunia liar-tak dikenal yang didambanya

8


Mantra bunyi dan kata telah bersekongkol untuk menduduki emosi kita sebuah rencana kup telah dimatangkan kita duduk cengengesan di taman bahasa menunggu penyamaran ular, seakan pasti kita telah menjahit daun untuk aurat di bawah sana slama menunggu kita ditemani televisi dan tertidur ngorok sekali 3 milenium berlalu almarhum televisi masih di situ rupanya ‘ular sawah’ sudah datang; tak bisa lama-lama ia cuma menitipkan puisi, secarik pendek pesan: baca 3 x sehari dan tunggulah keracunan

9


Kenapa Kenapa cinta dan menangis begitu dekat? Kenapa? Kenapa sakit rindu demikian berat? Kenapa? Kenapa ‘tatapanmu’ demikian melumpuhkan? Kenapa aku seperti hewan malang yang diam-terpaku di hadapan pemangsanya? Apakah puisi bisa dilanda kasmaran saat ia gemetar kubacakan? Dan apakah aku di dirimu selalu mengeluhkan tentang keberadaanku

10


Cinta dan Kematian Cinta dan kematian telah demikian akrab. Dalam diriku tidur sepagutan (mereka) sama-sama terdampar di halaman mimpi yang esa Di lautan, pohon-pohon khayali tumbuh berbilang akar-akarnya mencengkeram perahu merayu gelombang mataku berbinar memandang ketiadaan apakah Asmara bersedia disalahkan? Aku makan satu meja dengan seribu kesedihan memikirkan dengan rendah hati satu kebahagiaan Kemejaku tidak sepenuhnya rapi terkancing Aku bergegas pergi ke pestaMu: suatu tempat di mana cinta dan kematian tak dapat dibedakan

11


Lengkap Terang masih terlipat dalam kelopak matamu saat ciuman riangku bersidetak bersama putih kematianku Aku telah mencemaskan banyak hal dan aku ingin tidur di palung luka, hampir-hampir menyerupai semua kebebalan yang pernah berteduh di dunia. Aku mutiara cacat dalam cangkang durjana. Masihkan anggur merindukan lambungku? Masihkah televisi menyalakan aku? Jauh malam, lumba-lumba murung dalam jiwaku melukis laut yang patah: ia telah memanfaatkan sejumlah warna yang akhirnya menyesal pernah menjadi dirinya yang sekarang

12


Nekat Langit mungil yang bergantungan pada tiap tetes air hujan, memekarkan kita menjadi sepasang gelap-terang menguncupkan kalian menjadi semesta kesepian! Gesekan ricik air menggotong 7 lautan senantiasa memperkarakan kerinduan yang berkecambah ke segala jurusan diam-diam kita nikmati kegaduhan manusia: hasratnya, gejolak darahnya, penyesalan-penyesalannya kita menulis ulang sejumlah ingatan, sejumlah lupa dan kekekalan lalu dengan murung menawarkannya kepada pelacur-pelacur yang tercampak di jalan

13


Terlewat Seruling kesepian berbunyi sepanjang malam Burung-burung hening mengepak ke tik-tok jam Sehelai demi sehelai rambutku akan bersimpuh di kening salju Dan di pusat nafasku, sehengal demi sehengal asmaku akan membelatungi kekaisaran waktu Aku bersandar di pohon kekasih, sebatang pohon dengan takdir: terbakar Di sini nanti seorang pelarian menemukan tangannya seolah bercahaya dan tongkat gembala di genggamannya dapat merayap seperti sejadi-jadinya ular Aku menunggu dan memelihara debar Namun aku terbangun ketika segalanya telah berlalu

14


Lengang luas langit luas cinta berlapis-lapis kangen tersedak sepanjang ketika memikirkanmu yang memikirkanku bahasa jutaan warna aku terpukau dalam keasingannya tersedak sepanjang ketika neraka dan surga lebur karena asmara serpihan aku masuk ke seribu daging terbata aku mengeja kata melulu memanggilmu belaka

15


Sajak Post-Gatholoco seorang kekosongan mengutak-atik kata demi menemukan makna ia harimau dalam belantara simbol aku berada di luar rantai makanannya menunggang udara masuk ke nafasnya aku bayangan yang muncul di bibir danau lalu seorang yang lain menyamar sebagai idiot yang membuat kesal seluruh puisi telah membangkai teka-tekimu, manis menurut dan takluklah hidup mungkin cibiran yang berbalik arah kekuasaan mencengkeram hingga sumsum menangiskan aku menangiskan Aku

16


Cinta Dosis Tinggi Aku menyintaimu dengan dosis yang tak dianjurkan Jika suatu saat engkau “diambil�, simfoniku akan terpana sejenak untuk kemudian menemukan diri di samudera nada yang baru, keluasan yang sungguh sebiru hatimu Aku jatuh gila menghayati rute ini dan akan semakin menggila sekalipun sekawanan titik bermaksud mengakhiri puisi ini

17


Airmata Keabadian Kami menyebutnya: airmata keabadian Kekasihku, pipimu kelewat kelam Segenggam salju yang kepadanya dihembuskan ruh selaksa burung Cinta merangkak mengitari keputusasaan memungut pecahan waktu dengan mulutnya Kekasihku, inikah surga kecil dengan gemerisik khuldi merah bermekaran? Kita belum lagi berpandangan, namun terasa getaran daging dari kekosongan Rindu dan impian hanyut ke muara antah berantah Waktu telah lengang Telah kudus pengkhianatan Aku berdiri bimbang

18


Cinta & Kebenaran kamu bisa memonopoli kebenaran dengan uang, senjata atau lidah yang pandai kebenaranmu mungkin bisa bertahan beratus-ratus tahun lamanya dielu-elukan oleh banyak manusia dan direproduksi dengan efektif oleh mesin-mesin propaganda kebenaranku barangkali tak banyak gunanya kebenaran yang tumbuh terengah-engah dari cinta aku terbiasa melihat hari-hari tanpa harapan aku terbiasa menatap hari tanpa cahaya kukatakan, mereka agak senewen setiap kali disebut nama cinta lupakan saja, toh ini hanya puisi bualan di hadapan kebenaranmu yang perkasa

19


Cinta & Kemiskinan mungkin cinta seagung perasan jeruk yang melewati kerongkonganmu biar kuperjelas ia adalah kekupu yang kepayahan menuntaskan metamorfosa rasa sakit yang berhamburan dari rasa takut keheningan nampak terpusat aku akan membiasakan diri cinta, bicaralah padaku perihal persalinan paling meditatif ini bicaralah padaku jangan biarkan aku mengalami kebingungan musa seperti saat menghadapi khidir

20


Terbuka Cintaku yang fana, wahai cintaku yang fana Pelayan ceroboh yang menumpahkan supnya ke pangkuanmu Keajaiban berkembang berlipat-lipat Tanpa pamrih menanggungkan dukaku Firdaus kelabu yang bercabang ke mana-mana Sungai tak berujung yang sekali berujung berujung pada pengertian akan mata yang tak tertaklukkan Seluruh kebutaanku kini dapat kutanggungkan Bunyinya semirip hu Dan itu secara harfiah berarti “Aku terbuka lebar!�

21


Tak Tertolong Kadang kita minta tolong pada orang yang salah Misalkan kita berkata: “Tolong cintai saya!� Demikianlah kita menjadi tak tertolong oleh siapa pun Tidak juga oleh belas kasih diri sendiri Kita hanya menghafal lirik lagu yang dilantunkan kesedihan Pohon terbakar yang tak menyisakan nubuat Sepasang sepatu yang terbawa ke tempat tidur Kadang kita minta tolong pada puisi yang salah Misalkan kita berkata: “Tolong hanyutkan saya!�

22


Apakah Aku Mengenalmu? Kadang aku merasa waktuku tak banyak terperangkap antara ingin dan tak ingin membagi kesunyianku Tahu-tahu aku telah menempuh jalan lain Merasa rindu tak akan segesit dulu ketika lamat-lamat kau hadir di ujung jalan Aku telah menjadi orang yang tak kau kenal Terseret pejalan lain Tapi, apakah aku mengenalmu? Aku hanya pejalan Tunduk Dan mengorek-ngorek pada imperium lupa Hal ikhwal kita Sambil sesekali kulirik bayang-bayangmu Dengan atau tanpa membetulkan letak kacamata

23


Di Stasiun Kereta melaju engkau menjauh tapi tertangkap rel berhamburan jantungku ikut Kesepian menendang hujan orang-orang melintas tidak kembali sekalipun dalam ingatan stasiun, hantu, cinta saling menyinggahi pluit, lambaian, gegas kaki seperti ingin menyesali

24


Selebihnya Kau Tahu dan Gemetar Merasakan Seperih jemari tersayat pisau sewaktu mengupas buahan Senikmat darah meleleh tanpa terasa saat mata terpaku melewati lusinan abad Apa kabar koki yang disalib? Apa kabar ayah yang buta yang terus menangisi? Apa kabar perigi tempat seorang anak pernah merintih? Bukankah gelap tempat bintang menganyam sarang dan cinta tak sepenuhnya untuk penyesalan 25


Binatang Cinta Binatang cinta Ia berjalan, tidur dan melestarikan diri di bumi kecil yang merupakan kandangnya Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil, menghabiskan makanan, bergosip ria, merayakan hal-hal remeh sekedar memelihara ketakjuban Binatang cinta, dari yang jenaka hingga yang berangasan, selalu pernah bermimpi dapat menerobos kandang pergi dari dirinya untuk menjumpai yang entah pergi dari mimpinya untuk menemui yang lian Di sini hanya bayang-bayang, yang kadang lindap, kadang berpendaran Sebenarnyalah ini kandang terbuka, dan binatang cinta punya garis tangan sebagai penjelajah untuk menemukan benua baru di belakang kematian

26


Meleset Aku tidur sebagai cinta dan terjaga sebagai rindu rambutku tumbuh lebat melampaui keakanan Kubiarkan tak terawat seluruh penyesalanku setelah segala yang masuk akal menderaku Tak pernah dapat kulafazkan namamu Aku memanggilmu dengan nama yang selalu meleset Celakanya, ini selalu menjadi pembuka dari kitab guyonan kaum pemuja rahasia Aku belum lupa cara bahagia selaik Kun, lalu tiba-tiba hampa

27


Terusir Kata cinta: Kamu orang terusir! Saya bilang: apa boleh buat akan saja jalani hukuman ini Kata cinta: Kamu orang terusir! Dan di sini Saya selalu ingin dekat dengan pepohon Hei, di mana ujungnya sungai ini? Kata cinta: kamu orang terusir! Teraba rusuk, patahan Alif kupandang langit: Aneh, masih kuperkarakan keadilan di hadapanmu, sang maha kepayang

28


Di Tepi Gua Di tepi gua Di tepi pelupuk mata yang berair Sekuntum bunga liar menjelma sabda yang tak terucapkan ketika menggigil yang mekar tergesa demi mendapatkan satu pelukan Namun aku tersesat Aku menderita karena sekonyong-konyong terserap oleh bintang agung dalam mimpiku cahayanya merontokkan lautan dan sekujur bibirku berjaga-jaga dari seluruh igauan kekal tentangmu Aku meluapkan kegembiraan yang bebal secara nyata Dalam bayangan pemain kecapi tak dikenal yang tersungkur di rawa dangkal

29


Mata Tertutup yang Mengangankanmu Mata tertutup yang mengangankanmu Sebidang hening padang rumputan mengirim lemah sinyal gelombang makhluk-makhluk berdimensi lain, dari masa lalu, berlarian mereka tumbuh ke belakang, mencipratkan kekosongan anjing gila dari rasa cintaku 30

Mata tertutup yang mengangankanmu Sebidang padang rumput hening Hembusan nafas malaikat yang lembut Sebuah lorong dalam tanah Sebuket langit dan mantra tertahan dari kasmaran


Tiba-tiba 1 cinta berlutut di perbatasan harapan dan prasangka kita meniupkan ruh baru seperti tanpa sengaja lalu Kata dan tiba-tiba aku ada di luar lalu sesuatu yang lain yang bukan aku, mendesak ingin dikenal lalu Nama dan tiba-tiba aku ada di dalam 2 aku memiliki ingatan yang buruk dan tatapan yang agung kuhancurkan jendela demi menyeret masuk sepasang sepi: sepiku dan sepinya hanya nasib baik yang meredakan amarahku dan serenggut rindu lalu Rahasia dan perlahan-lahan puisi ini Tiada

31


Tutupan Sang Maha Penyair dalam diri yang merelakan kebaikannya untuk diakui yang meminjamkan hatinya bagi sebait puisi sempurnalah bayangan cinta telah jinak ia dalam sangkar-sangkar bahasa dan kini mengendap terbang menyerbuki kehilangan demi kehilangan pemilik rindu dan cemasku kulemparkan mereka dengan bahagia aku kembali tanpa satu pun atribut Kau bertanya: siapa datang kepada siapa? tersipu Aku, balik bertanya: ah, siapa bertanya kepada siapa?

32


Cinta & Propaganda Ia telah berteriak demikian keras menjadikan puisi seteguh intimidasi Garis wajahnya leluasa membentuk gugusan kasih dan murka Aku bocah celaka, murtad dari nujum kata Aku mengosongkan gelas dan mengisinya dengan detik-detik yang berguguran dari arlojiku : Pikiran tak terkalahkan Tuan Kasmaran menerangi setiap fase dari hidup yang revolusioner!*

------------

* diolah dari sebuah slogan

33


Kelilipan aku kelilipan aku mengucek apapun yang tersirat dari semua kehilangan sesekali menunggu cemas reda di suatu tempat yang terlihat dari semua sisi oleh semua rindu akulah kerindangan yang dimaksud hati yang rimbun adalah hatiku aku batu seluas pelukanmu luarnya hitam, dalamnya ragu Kupikirkan sejurus hujan menyala seperti mimpiku tak tahunya itu kamu! kamu: sebuah pesan rahasia sekumpulan insting, seperahan bahasa

34


Dongeng Aku masuk ke sebuah dongeng dan menghuni sebidang kolam Aku hidup bersama kejanggalan cerita dan si pengarang pikun yang berulang menanyakan: “Apakah tanda tanganku sudah dibubuhkan?” Tentu saja belum Kabut terlalu berlapis dan selalu melarikan tanda tangannya ke negeri kesedihan Aku berudu di musim kemarau menunggu kecupan tak bertanggung jawab dari putri yang ditidurkan “Gerahkan di luar sana?” tanyaku iseng suatu kali “Itu pertanyaan menjijikkan,” jawab pengarang ketus, Kita hidup dengan kenyataan pahit masing-masing Kita menangis dan berharap dapat terbebaskan Itulah sialnya, di atas pengarang masih ada Pengarang

35


Meditasi Palestina Suara teredam yang muncul dari gambar anak yang main ceburan darahnya sendiri riang gembira memasuki ruang meditasimu Tubuh telah tercerai, ruhnya utuh mengecup kita Wahai pemilik dawai emosi kami musik apalagi yang kausuguhkan kali ini? cinta tumpah ruah dari hatimu dari hati kami tangan kami mengepal kemarahan kami mengental dan cinta kami menyeberangi segalanya Jangan merasa lebih berdaya dari puisi yang deras bercucuran bagai doa dari seorang kekasih

36


Malu sebuah bisikan lembut menghampiri fakir di pekat kesunyian sebuah bisikan lembut yang keras seperti tamparan fakir terjengkang duduk, lemas dan takut fakir teramat kotor dan merasa selama ini hanya terkelabui kosong angan-angan belaka : “Cintakah kau namai Aku sakit tidak kau kunjungi Aku lapar tidak kau kenyangi Aku lemah tidak kau lindungi Aku tertindas tidak kau bela-i Aku miskin tidak kau kasihi Aku dingin tidak kau selimuti Aku merintih tidak kau dengari Cintakah itu kau namai?� Di mana sebenarnya kau tinggal, Kekasih? Di sini, di depan matamu Di dalam realitasmu sendiri

37


Cinta & Kelas Sosial Kusendok kuah sup basi dalam kerja 25 jam Orang kaya pergi bersenang-senang membayar orang menulis puisi berisi ejekan Jam berdenyut di jantung waktu Perpindahan hari ditandai hujan Festival menyala di jalan-jalan menertawakan kemarahan Kenapa ada cinta yang urung menjelma tamasya, yang bukan percik-percik ekstase kaum mistika, tidak dijual dalam novel dan sajak cinta, tidak dilirik industri perfilman, tidak sebelah matapun Ia hanya bunker terakhir yang digempur rupa-rupa kekalahan Dalam rasa kantuk yang berat kerjaku semakin padas kuserahkan ragaku sepenuhnya pada kedalaman kelelahan Sedang janin-janin masa depan menggeliat di tanganku mewarisi kekalahanku

38


Ode Kepada Orang Biasa Aku terkagum-kagum dengan orang biasa mereka sulit diingat karena ciri-ciri mereka terlalu umum mereka hidup untuk dilupakan sedang kerjanya sekedar ikut-ikutan Jika pemimpinnya orang baik mereka baik Jika pemimpinnya penjahat mereka tertular jahat Dalam kurve normal, orang biasa menempati wilayah yang paling luas Hobinya bergerombol, agak sok tahu, tapi sebenarnya penakut, akalnya petasan, tergantung siapa yang menyulut Aku terkagum-kagum dengan orang biasa kuburan mereka tanpa peziarah nama mereka tidak dielu-elukan mereka tak punya tempat dalam buku sejarah Lihat nisan-nisan dan nama-nama tanpa makna itu Bahkan setelah mati pun mereka masih ikut-ikutan Mereka hanya si tukang copy-paste Namun kepada merekalah ode ini kupersembahkan

39


Cinta & Radikalisme mereka pahlawan bagi ideologinya kita semua pahlawan bagi ideologi yang keras kepala kita yakini martir-martir berjatuhan sebagian kita kenang, sebagian kita lupakan garis demarkasi telah ditetapkan bagi dunia yang tertata, bagi dunia yang bisa seenaknya memelihara disharmoni, di luar sana untuk mempertahankan harmoni, di dalam sini persis cara kita merawat lupa dari kenangan atau menjaga “jaga� dari tidur-tiduran “darah kembali,� bisik malaikat di teratak tinggi hembusan wahyu melompat dari bentang alam masuk ke benda-benda rekaan

40


aku memungut remah cinta dari roti besar kebencian mengemis dari puisi ke puisi keadilan telah membangun rumah utopianya kehampaan menghancurkan garis cakrawala dan kerinduan, bolak-balik menyarangkan kita keluar dari makna “sekedar� manusia aku berbicara dengan kakiku sendiri yang telah menampakkan tanda-tanda keriput dan kelumpuhan: lakukanlah! Pada kenyataannya ini bukan tentang jalan tapi tentang “terperosok� ke dalam Pikiran Asali

41


Iqro betapa kelam sebuah tatapan betapa panjang kematian begitu pendek puisi sebuah rengekan yang kurindu lamat-lamat tentang rayuan sebentar-sebentar kata-kata pengusiran: perpisahan yang menyesakkan sebuah bukit batu di mana aku tak ingin beranjak betapa lelah perjalanan betapa tidur kurindukan telentang memandang langit malam jagat raya kemahku aku telah belajar melupakan firdaus dalam ingatan sebuah usaha sia-sia yang cukup berarti pohon, bukit, dan kini gua aku terpejam menahan bentakan

42


Cinta Lagi Puisi lagi Cinta lagi Apa kabar kematian? Sebuah jejak saling bersilangan saling bunuh saling berpelukan di dinding rumah di batang pohon di atas ayunan pada daun yang jatuh telungkup kuhitung denyut rinduku yang kini telah tak berkesudahan Puisi lagi Cinta lagi Kekekalan lagi

43


Pengertian Kecil Tentang Cinta Mereka pikir sajak cinta adalah soal kesenangan Mereka pikir cinta adalah sekumpulan kata-kata tak terkendali yang keluar dari mulut si pemabuk Mereka pikirkan cinta sebagai langit yang terang benderang, kicau-kicau burung, kebun bunga yang terawat baik Cinta menghuni mimpi yang kau kenal dan yang tidak Cinta meratapi rumah-rumah yang tawar dan yang bukan Cinta, kerumitannya seperti: ucapan terima kasih yang tak terdengar telinga dag dig dug jantung merembesi udara migrasi burung-burung tangkaran dengan formasi terbang yang tak lazim soal-soal kehilangan dan pawai-pawai yang hidup dalam kenangan Tak akan muluk-muluk, cinta semacam habitat yang menyangga keberadaan kita dulu, kini dan selamanya‌

44


Nalar Cinta Sebagaimana kekuasaan memiliki nalarnya sendiri pun demikian dengan cinta ia memiliki kelembutan dan kekejaman yang tak masuk akal sesekali ia membiarkan orang mengatasnamakannya namun tak segan-segan juga memporakporandakan kebohongannya cinta suntuk menulis puisi namun juga terlihat di tengah-tengah peradaban tinja maka berbaiatlah dan hidupmu akan terkepung oleh cinta!

45


Cegukan Aku hanya ingin berhenti berandai-andai Menatap kekosongan yang terus meluas Merasakan denyut langit saat tertunduk Begitu tak terhindarkan dari ingatan kepadamu Hembusan nafasku menjalar hingga ke dalam puisi Nampak meragukan Cinta, apakah itu semacam cegukan? 46


Biodata M. Nahdiansyah Abdi Orang ini lahir di Barabai, 29 Juni 1979. Kumpulan puisinya yang pernah terbit: Jejak-jejak Angin (2007, bersama Hajriansyah), Parodi tentang Orang yang Ingin Bunuh Diri dengan Pistol Air (2008), Pewaris Tunggal Istana Pasir (2009), Buku Harian Pejalan Tidur (2010), dan Nun, Kota (di) Tanah Rawa (2014, bersama Sandi Firly dan Hajriansyah). Cegukan (2016) merupakan e-booknya yang kedua setelah dari edan, oleh edan, untuk Eden (2015). Mengelola rumah puisi di dunia maya : http://kepadapuisi.blogspot.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.