Ketika Wimo memanggungkan kotak-kotak kayu yang pun bukan berisi karyanya sendiri, apa yang menjadikannya seni? Ketika seorang seniman, katakanlah Duchamp yang membubuhkan namanya pada sebuah benda sesederhana urinal, atau Robert Barry yang menyatakan bahwa galeri yang ditutup adalah karyanya, apakah mereka adalah produser tunggal dari penciptaan hal yang kemudian dapat disebut seni ini? Tindakan ini tidak akan memiliki makna tanpa adanya suatu ekologi yang memuliakan nilai yang tidak hanya diukur dari harga produksinya, atau yang disebut Bourdieu (1992) sebagai nilai simbolik. Nilai simbolik ini berhutang pada keajaiban logika yang diciptakan dan diamini oleh suatu ekologi sosial dalam tradisi pengapresiasian seni sehingga kita kemudian merayakan dan dibuat percaya bahwa suatu benda asing yang diletakkan seniman di ruang galeri adalah seni. Penelitian sosiologis Bourdieu dalam The Rules Of Art (1992) menyatakan bahwa, “The producer of the value of the work of art is not the artist but the field of production as a universe of belief which produces the value of the work of art as a fetish by producing the belief in the creative power of the artist� (hlm 29). Kepercayaan kolektif kita akan nilai simbolik suatu benda diwarisi oleh suatu rezim pengetahuan yang turun temurun kita reproduksi tanpa sadar, menciptakan suatu sistem yang tak lebih dari sekedar suatu permainan ilusi. Saya kira, yang menarik dari proyek pameran This Is Not That adalah karena ia menciptakan suatu ilusi untuk membicarakan ilusi dan menantang kepercayaan kita untuk melangkahi batas rasionalitas umum. Pertanyaannya sekarang, apakah kita bisa menerima dan percaya bahwa apa yang dilakukan Wimo ini layak disebut sebagai seni atau sekedar sebuah kesia-siaan yang tak berujung?
Brigitta Isabella / 25 Juli 2013
Juwara Photo lab
Ruang MES 56 Jl. Minggiran No.61-A, Mantrijeron, Yogyakarta, 55141, Indonesia Tlp. 0274-375416 | www.mes.com