Media Indonesia 14 April 2014

Page 1

Harian Umum Media Indonesia @ MIdotcom

Pemasangan Iklan & Customer Service: 021 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: cs@mediaindonesia.com Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim)

SENIN, 14 APRIL 2014 / NO. 12046 / TAHUN XLV / 28 HALAMAN

Biar Kecil asal Efektif Elite partai harus memberi contoh dan belajar dari pengalaman kegagalan koalisi pada pemerintahan sebelumnya. Fokus Polkam, Hlm 22-23

Partai politik kini menyadari semakin banyak partai yang tergabung dalam koalisi, makin ruwet.

Koalisi Ramping Usung Kabinet Ahli

CAHYA MULYANA

R

ENCANA PDI Perjuangan dan Partai NasDem membangun koalisi yang ramping disambut positif. Koalisi yang ramping itu diharapkan bisa menciptakan kabinet yang didominasi kalangan ahli atau profesional. “Kalau koalisinya terbatas, kabinetnya lebih profesional karena tidak harus mengakomodasi ketua partai dalam pemberian jabatan menteri, bisa diserahkan kepada orang yang kompeten di bidangnya. Hal itu kan tidak terjadi kalau koalisinya gemuk,” kata peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips Vermonte saat dihubungi, kemarin. Menurut Philips, pada dasarnya semua partai politik mempunyai tujuan yang sama dan ingin yang lebih baik. Namun, kata dia lagi, yang membedakan ialah bagaimana platform atau cara pandang partai politik tersebut. “Hal ini diperlukan karena persoalan yang dihadapi Indonesia lebih modern dan kompleks. Maka itu, perlu berkoalisi dengan mengedepankan kemampuan pemerintahan,” tutur Philips. Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan pertimbangan kestabilan pemerintahan memang berlandaskan akomodasi politik. “Namun presiden bisa meminta parpol mengajukan orang ‘zaken’ dengan seleksi ketat, kemudian oleh presiden. Pos-pos seperti ekonomi dan hukum harus diisi orang yang lebih paham, seperti dari kalangan profesional,” tuturnya. Hal sama ditegaskan pengamat politik UI, Andrinof A Chaniago. “Zaken kabinet jangan basa-basi untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia dengan bangsa lain. Minimal 60% kabinet terisi kalangan ahli/profesional,” ujarnya.

Tidak sehat PDIP kembali mempertegas koalisi tidak mengobral kursi kabinet ke mitranya. Sikap itu diambil dengan belajar dari pemerintahan sebelumnya. “Sepuluh tahun PDIP berada di luar pusaran kekuasaan. Saat itu PDIP mempelajari baik. Kita simpulkan, lebih banyak partai menduduki posisi kekuasaan, semakin tidak sehat,” ujar Wakil Sekjen DPP PDIP Aria Bima pada diskusi bertajuk Tiga Skenario Koalisi Pilpres 2014, kemarin. Calon Presiden dari PDIP Joko Widodo alias Jokowi menegaskan tidak akan royal menebar kursi kabinet ke partai. “Menteri akan diisi dari kalangan profesional,” kata Jokowi di sela-sela kunjungannya ke Waduk Pluit, Jakarta, Utara, kemarin. Ketua DPP PKB Marwan Jafar mengatakan jumlah parpol yang banyak dalam koalisi tidak meningkatkan mutu demokrasi. Sebaliknya, itu cen-

Kirimkan tanggapan Anda atas berita ini melalui e-mail: interupsi@mediaindonesia.com Facebook: Harian Umum Media Indonesia Twitter: @MIdotcom Tanggapan Anda bisa diakses di metrotvnews.com

derung pragmatis. “Lebih banyak parpol yang bergabung hanya menambah ruwet,” ujar Marwan. Pendapat serupa diungkapkan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Andi Nurpati. Menurut dia, sudah cukup pembelajaran sistem koalisi pada era Kabinet Indonesia Bersatu II. “Banyak partai hanya membuat singgungan keras di dalam koalisi, contohnya banyak, seperti kebijakan penaikan

(harga) BBM,” jelas Andi. Pada bagian lain, Djayadi Hanan mengatakan tiga poros koalisi terbangun bersandar pada platform dan chemistry, yakni koalisi pertama antara PDIP, NasDem, dan PKB. Poros koalisi kedua antara Golkar dan Demokrat. Adapun poros koalisi terakhir ialah Gerindra, Hanura, dan PAN. (Nov/AB/X-5)

Zaken Kabinet KABINET tak diragukan menjadi entitas yang menjalankan berbagai kebijakan negara demi mencapai kesejahteraan dan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, komposisi kabinet menjadi komponen penting bernegara agar tujuan menghadirkan kesejahteraan dan kedaulatan rakyat itu tercapai. Komposisi selaras akan memudahkan presiden sebagai konduktor menciptakan orkestra kabinet yang bergerak seirama demi mencapai tujuan mulia tersebut. Kita menginginkan komposisi kabinet ahli atau profesional atau yang lazim disebut zaken kabinet dalam pemerintahan mendatang. Kabinet ahli lebih banyak ditempati para ahli atau para profesional, bukan para politikus. Pembentukan kabinet tentu saja berawal dari koalisi. Untuk membangun kabinet ahli, koalisi tidak boleh melibatkan terlalu banyak parpol. Koalisi gendut hanya menghasilkan kabinet politikus, bukan kabinet ahli. Bila yang kelak terbentuk ialah kabinet politikus, jelas sekali koalisi lebih bertujuan bagi-bagi jatah jabatan menteri. Kita harus mengambil pelajaran dari komposisi kabinet di dua periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Karena koalisi terlalu gemuk, terlalu banyak orang parpol duduk di kursi kabinet. Yang terjadi ialah para menteri dari parpol cendeBila kabinet mendatang rung membawa kepentingan ialah kabinet ahli, rakyat parpol masing-masing. Sangat sulit meminta menteri boleh berharap negara ini akan setara dengan negara politikus menanggalkan kepentingan parpol dan lain yang lebih dulu maju menggantinya dengan kedan sejahtera. pentingan rakyat. Untuk memenuhi kepentingan parpol, sejumlah Silakan tanggapi kementerian yang diduduki Editorial ini melalui: orang parpol dalam Kabinet www.metrotvnews.com Indonesia Bersatu II terlibat atau terindikasi melakukan korupsi. Yang paling gamblang ialah korupsi proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Karena mereka mengagendakan kepentingan masingmasing, kita sering mendengar kabar banyak perbedaan pendapat tajam di antara para menteri, baik antara satu menteri politikus dan menteri politikus lainnya maupun antara menteri politikus dan menteri ahli. Tidak mengherankan bila banyak kebijakan yang tak jalan atau geraknya tersendat. Kalau sudah begini, yang menjadi korban pasti rakyat. Belum lagi ketika pemilu menjelang. Banyak menteri asal parpol mencalonkan diri menjadi anggota legislatif atau menjadi juru kampanye parpol mereka. Mereka biasanya lebih peduli pada kepentingan politik dan abai pada tugas negara. Bahkan ada menteri politikus yang berkampanye dengan mendompleng proyek negara. Mereka meresmikan proyek negara di masa kampanye sembari mengatakan, baik tersirat maupun tersurat, bahwa itu proyek parpol mereka. Kondisi kabinet yang belum bisa dikatakan ideal itu semakin runyam karena ketidaksigapan sang dirigen. Kian sempurnalah kekacauan yang terjadi dalam kabinet politikus. Oleh karena itu, berulang kali kita mengingatkan melalui forum ini agar parpol-parpol yang belakangan ini hingga menjelang pemilu presiden Juli nanti rajin saling lobi untuk membangun koalisi ramping. Koalisi ramping akan meminimalkan jumlah menteri politikus dan memaksimalkan menteri ahli dan profesional dalam kabinet. Bila kabinet mendatang ialah kabinet ahli, rakyat boleh berharap negara ini akan setara dengan negara lain yang lebih dulu maju dan sejahtera.

cahya@mediaindonesia.com

Tiga Pekerjaan Rumah NasDem SEBAGAI satu-satunya partai politik (parpol) baru, sukseskah NasDem dalam Pemilu 2014? Pertanyaan itu hanya mungkin dijawab secara layak dengan pendekatan kontekstual, bukan sekadar statistis. Secara statistis, mengacu ke beragam lembaga penyelenggara hitung cepat, NasDem ‘hanya’ meraih 6,42%6,91%. Perolehan itu jauh dari target yang dicanangkan petinggi partai ini, yaitu 15%. NasDem pun hanya menempati urutan ke-8 atau 9 dari 10 partai yang diperkirakan lolos ke Senayan. Namun, secara kontekstual, ukuran kesuksesan tak hanya dilihat dari statistik peroleh suara (atau kursi). Statistik itu mesti diletakkan dalam konteks sejarah dinamika partai serta sistem kepartaian yang terbentuk. Pemilu pertama era Reformasi, pada

Eep Saefulloh Fatah Pendiri dan CEO of Polmark Indonesia Inc pusat riset dan konsultasi political marketing

1999, ialah musim semi partai baru. Ada 181 parpol berdiri hanya dalam rentang waktu Mei 1998 hingga Februari 1999. Hampir seluruh partai itu mendaftarkan diri sebagai peserta Pemilu 1999 dan 48 di antaranya dinyatakan memenuhi syarat oleh Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum (P3KPU) alias Tim Sebelas menjadi peserta pemilu. Hanya tiga dari 48 partai itu yang bisa disebut sebagai ‘partai lama’ karena menjadi peserta pemilu-pemilu Orde Baru. Selebihnya ialah partai baru. Karena

nyaris semua partai ialah baru, dalam Pemilu 1999, ‘partai baru’ bukanlah fenomena. Fenomena partai baru itu baru kita jumpai dalam dua pemilu setelahnya. Dalam Pemilu 2004, Partai Demokrat mencuri perhatian karena berhasil meraih 7,5% suara, melampaui syarat ‘Aturan Peralihan’ UU Pemilihan Presiden (Pilpres) untuk mengajukan sendiri kandidat presiden dan wakil presiden (3,5% kursi legislatif atau 5% suara nasional). Sejarah lalu mencatat Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi presiden Indonesia pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung. Sebagai partai baru, Demokrat pun menggapai kesuksesan elektoral ganda; meraih suara

signifikan dalam pemilu legislatif (pileg) dan memenangi pilpres. Dalam Pemilu 2009, dua partai baru-Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Hati Nurani Rakyat (Hanura)--ikut berlaga. Hasilnya Gerindra meraih dukungan 4,4% pemilih dan Hanura menggaet 3,8% suara. Keduanya tidak hanya berhasil melampaui ambang batas legislatif (parliamentary threshold), tapi juga mengajukan pimpinan masing-masing sebagai kandidat wakil presiden dalam Pilpres 2009. Namun, berbeda dengan Partai Demokrat yang memenangi pilpres dan ikut mengelola pemerintahan, Gerindra dan Hanura mengalami kekalahan dalam pilpres dan berada di luar pemerintahan.

Bersambung ke Hlm 2

Selfie dan Citra Tubuh SEBUAH survei menyimpulkan semakin banyak seorang perempuan terekspos foto narsisistis atau selfie di media sosial, semakin rentan pula dia membandingkan dirinya secara negatif. Untuk sampai pada kesimpulan, tim peneliti dari University of Strathclyde, Ohio University, dan University of Iowa menyurvei 881 mahasiswi di AS. Hasilnya, semakin banyak waktu yang dihabiskan perempuan dalam mengakses Facebook, semakin tinggi pula mereka membandingkan bentuk tubuh dengan orang lain. Mereka juga semakin merasa negatif tentang penampilan. Perempuan muda disebut sebagai pengguna jejaring sosial yang tinggi jika dibandingkan dengan pria. (BBC/Hym/X-9)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.