Tribune Express LK2 - Fakta Hukum: Perlindungan Hukum terhadap Korban Revenge Porn

Page 1


PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN REVENGE PORN

Sumber: https://asumsi.co/post/3852/derita-korban-revenge-porn-dari-trauma-hingga-minimnyaperlindungan-hukum

Kemajuan teknologi membawa suatu perubahan dinamika perkembangan terhadap kehidupan bermasyarakat baik dalam sisi positif maupun negatif. Dengan perkembangan tersebut muncul berbagai bentuk kejahatan seperti kejahatan yang dilakukan melalui teknologi yang ada, seperti cyber crime.1 Cyber crime yang umum terjadi di kalangan masyarakat yakni kejahatan pornografi atau biasa disebut dengan cyber porn. Cyber porn yang biasa dilakukan dalam masyarakat yakni revenge porn. Istilah “revenge porn” dapat dimaknai sebagai “the distribution of sexually graphic images of individuals without their consent”2 atau “the sharing of intimate images without the consent of the person depicted…”.3 Jadi dapat diartikan bahwa “revenge porn” merupakan penyebarluasan informasi yang memuat pornografi tanpa adanya kesepakatan terhadap korban. Revenge porn ini bersifat memaksa atau pembalasan dendam kepada seseorang. 1

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2003), hlm. 239. Shigenori Marsui, “The Criminalization of Revenge Porn in Japan”, Washington International Law Journal Association, Vol. 24, No.2, hlm 289. 3 Tyrone Kirchengast, “The Limits of Criminal Law and Justice: ‘revenge porn’ criminalization, Hybrid Responses and The Ideal Victim”, UniSA Student Law Review, Vol.2, No.42, hlm.96. 2


Pembalasan dendam yang dilakukan pelaku seperti mengancam dan memaksa akan menyebarkan foto maupun video yang bermuatan porno. Biasanya pelaku revenge porn merupakan orang yang dekat dengan korban seperti pacar atau mantan pacarnya. Sehingga, pelaku dapat dengan sadar maupun tidak sadar melakukan perbuatan revenge porn terhadap korban. Menurut catatan akhir tahun Komnas Perempuan mengenai pengaduan Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) pada tahun 2019 terdapat 490 kasus dan terjadi peningkatan pada tahun 2020 sebesar 348% yakni 1.425 kasus.4 Namun, Ketua Komnas Perempuan yakni Andy Yentriyani menyatakan bahwa Komnas Perempuan pada Juni 2021 sudah menerima 2.592 kasus yang mana dapat diartikan bahwa lonjakan tersebut terus meningkat apabila hukum tidak berlaku secara tegas.5 Andy Yentriyani juga menyatakan bahwa kasus yang paling banyak terjadi yakni pelecehan seksual revenge porn dan pemerasan seksual.6 Selain itu, berdasarkan catatan dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) terdapat ratusan kasus yang ditangani mengenai hal tersebut dan hanya 10% yang berujung ke pengadilan.7 Contoh beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia dan sudah terdapat putusan dari pengadilan yakni Putusan Pengadilan Negeri Probolinggo No.78/Pid.B/2015/PN-Prob, tanggal 7 Juli 2015 mengenai penyebarluasan foto bugil yang dilakukan oleh mantan kekasih,8 Putusan Pengadilan Negeri

Ciamis

No.267/Pid.Sus/2015/PN.Cms,

tanggal

8

Desember

2015

mengenai

penyebarluasan rekaman adegan persetubuhan oleh mantan suami,9 serta Putusan Pengadilan Negeri Malang No.645/Pid.Sus/2015/PN.Mlg, tanggal 17 Desember 2016 mengenai penyebaran foto bugil mantan kekasih.10 Kasus-kasus tersebut hanya segelintir dari kasus mengenai revenge porn yang meningkat secara terus-menerus. Salah satu faktor terjadinya tindakan revenge porn dimulai saat pacar korban meminta korban untuk mengirimkan foto atau video mengenai dirinya yang memuat pelanggaran

4

Raja Eben Lumbanrau, “Kekerasan Online: Korban revenge porn dimaki, dicekik, hingga konten intim disebar ‘saya berkali-kali mencoba bunuh diri’,” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56629820, diakses 13 November 2021. 5 CNN Indonesia, “Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual Meningkat Selama Pandemi,” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211004140357-20-703115/komnas-perempuan-kekerasan-seksualmeningkat-selama-pandemi, diakses 13 November 2021. 6 Ibid. 7 Raja Eben Lumbanrau, “Kekerasan Online:….,” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56629820, diakses 13 November 2021. 8 Pengadilan Negeri Probolinggo, Putusan No.78/Pid.B/2015/PN-Prob. 9 Pengadilan Negeri Ciamis, Putusan No.267/Pid.Sus/2015/PN.Cms. 10 Pengadilan Negeri Malang, Putusan No.645/Pid.Sus/2015/PN.Mlg.


kesusilaan. Lalu, korban menyetujuinya dan mengirimkan foto atau video yang diminta. Setelah putus, mantan pacar korban menyebarkan foto dan video yang memuat pelanggaran kesusilaan sebagai wujud dari ancaman atau bentuk balas dendam.11 Sedangkan, menurut seorang psikolog yaitu Ikhsan Bella Persada, M.Psi., menyatakan bahwa tindakan revenge porn berdampak menimbulkan trauma jangka panjang, depresi, perasaan malu dan takut terhadap korban.12 Sehingga hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut akan membuat korban untuk berpikiran bunuh diri. Hal tersebut menggambarkan bahwa negara serta masyarakat belum maksimal dalam menjamin perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia terutama pada korban. Padahal, Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan secara tegas bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintahan”.13 Selain itu, Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asas Manusia juga menyatakan secara tegas bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.14 Sehingga demi menjunjung kenyamanan dan kepastian hukum serta hak terhadap korban, maka terdapat beberapa perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan korban revenge porn, yakni yang pertama Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai yang merupakan hak asasi”.15 Pasal tersebut secara tegas menyatakan bahwa seseorang berhak mendapatkan perlindungan terhadap kehidupan 11

Hervina Puspitosari dan Anggraini Endah Kusumaningrum, “Victim Impact Statement Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Revenge Porn”, Jurnal USM Law Review, Vol.4, No.1, hlm. 73. 12 Krisna Octavianus Dwiputra, “Revenge Porn Akibatkan Trauma Jangka Panjang pada Korban,” https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3635170/revenge-porn-akibatkan-trauma-jangka-panjang-pada-korban, diakses 13 November 2021. 13 Kantor wilayah Sumatera Selatan, “ “Human Rights For All, All For Human Rights” Ujar Sudirman Pada Pembukaan Kegiatan Diseminasi HAM,” https://sumsel.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/3774human-rights-for-all-all-for-human-rights-ujar-sudirman-pada-pembukaan-kegiatan-diseminasi-ham, diakses 13 November 2021. 14 Ibid. 15 Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, “Press Release: Konferensi Pers Jelajah Three Ends, Jailolo,” https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1250/pressrelease-konfrensi-pers-jelajah-three-ends-jailolo, Diakses 14 November 2021.


pribadinya seperti hak atas privasinya. Seseorang juga berhak merasa aman dan mendapatkan perlindungan terkait kehormatan dan martabatnya. Oleh karena itu, dengan melakukan revenge porn berarti telah melanggar rumusan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 karena telah menyebabkan ancaman ketakutan pada diri korban yang menyangkut harkat dan martabatnya sebagai manusia serta dalam revenge porn juga telah menyebabkan adanya pelanggaran privasi karena foto atau video telanjang tersebut dikirim oleh korban atas persetujuannya hanya untuk diberikan ke kekasihnya bukan untuk disebar ke khalayak umum. Kedua adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia. Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin”.16 Selain itu kembali ditegaskan pada Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya”.17 Oleh karena itu, dengan melakukan revenge porn membuat korban merasa hidupnya tidak damai dan aman karena ada tekanan dari pelaku revenge porn. Selain itu, korban revenge porn juga berhak mendapatkan perlindungan terhadap pribadinya maupun keluarganya untuk tidak diperlakukan secara buruk oleh siapapun. Sehingga, pelaku sebaiknya tidak melakukan tindakan tersebut dikarenakan bertentangan dengan undang-undang yang ada. Ketiga adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.18 Lalu, pasal tersebut dipertegas dengan sanksi pemidanaan yang diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa “sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.19 UU ITE ini menegaskan bahwa pelaku dengan adanya unsur kesengajaan dan tidak ada hak dalam mendistribusikan foto maupun video 16

Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, LN No.165 Tahun 1999, TLN No.3886, Ps. 9 ayat (2). 17 Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, LN No.165 Tahun 1999, TLN No.3886, Ps. 29 ayat (1). 18 Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, LN No.58 Tahun 2008, TLN No.4843, Ps. 27 ayat (1). 19 Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi Dan Transaksi Elektronik, LN No.251 Tahun 2016, TLN No.5952, Ps. 45 ayat (1).


korban yang memuat porno ke khalayak umum dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00. Oleh karena itu, dengan adanya UU ITE akan membuat korban merasa tenang dikarenakan ada sanksi tegas terhadap pelaku. Keempat adalah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi menyatakan bahwa “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.20 Pengertian tersebut menjelaskan bahwa revenge porn termasuk ke dalam pornografi karena bentuk dari ancaman yang dilakukan pelaku yakni gambar, foto, maupun gambar bergerak. Selain itu, tindakan revenge porn juga melanggar Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi yang menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masutrbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak”.21 Lalu, pasal tersebut dipertegas dengan sanksi pemidanaan yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi yang menyatakan bahwa “sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”.22 Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa undang-undang pornografi secara tegas melarang seseorang melakukan pendistribusian pornografi kepada khalayak umum, apabila hal tersebut diperbuat maka terdapat sanksi terhadap orang yang melakukan penyebaran tersebut. Sehingga, pelaku revenge porn dapat dikatakan melanggar ketentuan undang-undang yang ada dan dapat dijatuhkan sanksi sesuai aturan yang ada. 20

Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, LN No.181 Tahun 2008, TLN No.4928, Ps.1. 21 Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, LN No.181 Tahun 2008, TLN No.4928, Ps. 4 ayat (1). 22 Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, LN No.181 Tahun 2008, TLN No.4928, Ps. 29.


Adapun, pertanyaan selanjutnya apakah korban dapat dituntut UU ITE maupun UU pornografi dikarenakan dirinya menyebarkan foto atau video porno mengenai dirinya kepada orang lain. Mengenai hal tersebut, korban dapat dituntut dikarenakan dirinya dengan sengaja memberikan foto atau video yang memuat pelanggaran kesusilaan terhadap orang yang dipercayainya seperti pacarnya. Namun, perlu diingat bahwa korban hanya mengirimkan foto atau video tersebut kepada orang tertentu saja seperti orang yang dipercayainya. Selain itu, foto atau video tersebut dibagikan sesuai dengan persetujuan korban. Sehingga, tidak masuk akal apabila korban dituntut balik dikarenakan dirinya tidak menyebarkan ke masyarakat umum, melainkan hanya kepada orang yang dipercayainya seperti pacarnya. Korban juga mendapatkan trauma yang berat sehingga hukum harus menjadi payung untuk para korban. Tapi tetap saja dalam praktiknya, pihak berwenang terkadang menjatuhkan sanksi bukan ke pelaku yang menyebarkan foto atau video yang memuat pelanggaran kesusilaan tersebut, melainkan menjatuhkan sanksi kepada korban. Seperti kasus Giselle Anastasia dan Michael Nobu yang sempat diperbincangkan mengenai beredarnya video yang memuat pelanggaran kesusilaan pada tahun 2020. Giselle dan Michael Nobu diancam dengan Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 tentang pornografi (“UU Pornografi”) subsider Pasal 27 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE").23 Kasus Giselle ini sangat disayangkan, karena semestinya korban lah yang harus dilindungi bukan dikenakan sanksi. Pelaku yang menyebarkan video Giselle dan Michael lah yang harus dihukum sesuai dengan peraturan yang ada. Kelima adalah Pasal 282 KUHP ayat (1) yang menyatakan bahwa “Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran, atau benda, yang telah diketahui isinya dan yang melanggar kesusilaan; atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau mempunyainya dalam persediaan; ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukannya sebagai bisa di dapat, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling

23

Yogi Ernes, “Jadi Tersangka Video Syur, Gisel-MYD Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara,” https://news.detik.com/berita/d-5313454/jadi-tersangka-video-syur-gisel-myd-terancam-hukuman-12-tahun-penjara, diakses 15 November 2021


tinggi tiga ribu rupiah”.24 Pasal ini secara tegas menjelaskan bahwa setiap orang yang menyiarkan atau menunjukkan gambar yang memuat pelanggaran kesusilaan di muka umum akan diancam dengan sanksi yang telah diatur dalam Pasal 282 ayat (1) KUHP. Pelaku yang melakukan revenge porn mengetahui mengenai perbuatannya yang melanggar kesopanan serta kesusilaan, sehingga masuk ke dalam 282 ayat (1) KUHP bukan ayat (2) KUHP. 25 Kalau 282 ayat (2) KUHP, pelaku tidak perlu mengetahui atau sadar akan perbuatannya dikarenakan sudah cukup dengan “menduga” bahwa telah terjadi pelanggaran kesusilaan.26 Menyiarkan dapat diartikan bahwa pelaku melakukan perbanyakkan gambar maupun video dn disebar melalui media-media informasi. Lalu, mempertontonkan dapat diartikan bahwa pelaku memperlihatkan gambar atau video tersebut ke khalayak umum. Sedangkan, menempelkan dapat diartikan pelaku menempelkan gambar atau video di suatu tempat yang bertujuan dilihat oleh khalayak umum. Oleh karena itu, tindakan pelaku revenge porn dalam menyebarkan foto atau video korban di masyarakat umum memenuhi unsurunsur yang terdapat di dalam Pasal 282 ayat (1) KUHP dan dapat dijatuhi sanksi sebagaimana telah diatur. Terakhir adalah Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa “Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis”.27 Pasal tersebut menjelaskan bahwa korban revenge porn berhak memperoleh ganti rugi atas pengeluaran biaya perawatan medis maupun psikologis yang diakibatkan oleh perilaku pelaku revenge porn. Sehingga, korban mendapat kompensasi mengenai rasa trauma yang ada. Balas dendam yang dilakukan oleh pelaku revenge porn membuat dirinya dapat dijerat hukuman. Untungnya, sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

24

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diterjemahkan oleh Moeljatno, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Ps. 282 ayat (1). 25 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, diterjemahkan oleh R. Soesilo, (Bogor: Politeia, 1988), Hlm 206. 26 Ibid. 27 Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LN No.293 Tahun 2014, TLN No.5602, Ps. 7A ayat (1).


Perlindungan Saksi Korban yang menyatakan bahwa “Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik. (2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.28 Undang-Undang tersebut secara tegas menjelaskan bahwa korban revenge porn yang melapor kepada pihak berwenang tidak dapat dituntut oleh pelaku revenge porn hingga kasus yang dilaporkan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dari pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa hukum melindungi setiap korban revenge porn yang melapor kepada pihak berwenang. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara hukum harus secara tegas melindungi korban revenge porn menurut aturan-aturan yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini agar pelaku revenge porn mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Selain itu juga untuk memberikan ketenangan bagi korban revenge porn karena mengetahui bahwa hukum telah melindungi mereka dengan baik.

28

Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LN No.293 Tahun 2014, TLN No.5602, Ps. 10.


DAFTAR PUSTAKA Buku Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2003.

Jurnal Marsui, Shigenori. “The Criminalization of Revenge Porn in Japan”. Washington International Law Journal Association. Vol. 24. No.2. Hlm 289. Kirchengast, Tyrone. “The Limits of Criminal Law and Justice: ‘revenge porn’ criminalization, Hybrid Responses and The Ideal Victim”. UniSA Student Law Review. Vol.2. No.42. Hlm.96. Puspitosari, Hervina dan Anggraini Endah Kusumaningrum. “Victim Impact Statement Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Revenge Porn”. Jurnal USM Law Review. Vol.4. No.1. Hlm. 73.

Internet Lumbanrau, Raja Eben. “Kekerasan Online: Korban revenge porn dimaki, dicekik, hingga konten intim

disebar

‘saya

berkali-kali

mencoba

bunuh

diri’,”

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56629820. Diakses 13 November 2021. CNN Indonesia. “Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual Meningkat Selama Pandemi,” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211004140357-20-703115/komnasperempuan-kekerasan-seksual-meningkat-selama-pandemi. Diakses 13 November 2021. Dwiputra, Krisna Octavianus. “Revenge Porn Akibatkan Trauma Jangka Panjang pada Korban,” https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3635170/revenge-porn-akibatkantrauma-jangka-panjang-pada-korban. Diakses 13 November 2021. Kantor wilayah Sumatera Selatan.“ “Human Rights For All, All For Human Rights” Ujar Sudirman

Pada

Pembukaan

Kegiatan

Diseminasi

HAM,”

https://sumsel.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/3774-human-rights-forall-all-for-human-rights-ujar-sudirman-pada-pembukaan-kegiatan-diseminasi-ham. Diakses 13 November 2021.


Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. “Press

Release:

Konferensi

Pers

Jelajah

Three

Ends,

Jailolo,”

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1250/press-release-konfrensi-persjelajah-three-ends-jailolo. Diakses 14 November 2021. Ernes, Yogi Ernes. “Jadi Tersangka Video Syur, Gisel-MYD Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara,” https://news.detik.com/berita/d-5313454/jadi-tersangka-video-syur-giselmyd-terancam-hukuman-12-tahun-penjara. Diakses 15 November 2021

Putusan Pengadilan Pengadilan Negeri Probolinggo. Putusan No.78/Pid.B/2015/PN-Prob. Pengadilan Negeri Ciamis. Putusan No.267/Pid.Sus/2015/PN.Cms. Pengadilan Negeri Malang. Putusan No.645/Pid.Sus/2015/PN.Mlg.

Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. LN No.165 Tahun 1999. TLN No.3886. Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. LN No.58 Tahun 2008. TLN No.4843. Indonesia. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi Dan Transaksi Elektronik. LN No.251 Tahun 2016. TLN No.5952. Indonesia. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. LN No.181 Tahun 2008. TLN No.4928. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diterjemahkan oleh Moeljatno. Jakarta: Bumi Aksara. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Diterjemahkan oleh R. Soesilo. Bogor: Politeia. 1988. Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. LN No.293 Tahun 2014. TLN No.5602.


Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. LN No.293 Tahun 2014. TLN No.5602.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.