Tiga Pilar Budaya Ngaos, Mamaos, Maenpo dan Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal

TIGA PILAR BUDAYA Ngaos, Mamaos, Maenpo dan Internalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal

TIGA PILAR BUDAYA Ngaos, Mamaos, Maenpo dan Internalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv. Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

TIGA PILAR BUDAYA Ngaos, Mamaos, Maenpo dan Internalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal

Oleh: Librilianti Kurnia Yuki Novi Anoegrajekti Ninuk Lustyantie

TIGA PILAR BUDAYA NGAOS, MAMAOS, MAENPO DAN INTERNALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL Librilianti Kurnia Yuki, Novi Anoegrajekti, dan Ninuk Lustyantie Editor : Zakiyatur Rosidah Desain Cover : Ali Hasan Zein Sumber : www.shutterstock.com Tata Letak : Werdiantoro Proofreader : Mira Muarifah Ukuran : x, 97 hlm, Uk: 15.5x23 cm ISBN : 978-623-02-5420-8 Cetakan Pertama : November 2022 Hak Cipta 2022, Pada Penulis Isi diluar tanggung jawab percetakan Copyright © 2022 by Deepublish Publisher All Right Reserved Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail: cs@deepublish.co.id

KATA PENGANTAR Sebuah persembahan dari akademisi-akademisi pecinta budaya yang menghadirkan sebuah buku referensi sebagai alternatif pilihan sumber materi akan kearifan lokal, budaya, dan tradisi lisan yang memuat keanekaragamaan kajian yang sangat menarik dengan latar belakang penulis yang berbeda tentunya menghasilkan sebuah karya yang berbeda pula.

Buku ini di susun sebagai buku referensi bagi kabupaten Cianjur pada khususnya dan pada dunia internasional pada umumnya sebagai penerapan implementasi tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo sebagai buku lanjutan dari buku monograf yang ditulis pertama kali. Metode yang mendasari kajian ini yaitu etnografi, penulis melakukan riset dalam memahami jenis kearifan lokal yang patut diapresiasi. Pembaca akan terbawa suasana dalam rangkaian kata yang menjadi ilmu baru, dan konsep baru yang mendeskripsikan topik yang diinginkan setiap penulisnya khususnya mengenai kearifan lokal.

Besar harapan, buku ini dapat bermanfaat dan memberikan refensi serta mengambil nilai-nilai positif dari setiap kandungannya, buku ini dipersembahkan untuk adik-adik pelajar, mahasiswa, para orang tua, guru, dosen, pecinta dan penggemar budaya, serta Pemda kabupaten Cianjur.

Sebagai penutup penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu khususnya kepada Pemerintahan Kabupaten Cianjur, Promotor saya Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M. Hum, dan Kopromotor saya Prof. Dr. Ninuk Lustyantie, M. Pd, serta kepada keluarga yang selalu mendukung lahir dan batin, dan semua pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu. Sekian yang dapat saya sampaikan. Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna.

Wallohumuafik Illa Akwami Thorik, Wassalamualaikum, wr, wb.

Penulis, Hj. Librilianti Kurnia Yuki, S.Pd., M.Pd.

| v

SELAYANG PANDANG

vi |

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................... v SELAYANG PANDANG................................................................................... vi DAFTAR ISI.................................................................................................. vii DAFTAR TABEL........................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ ix BAB I MENGENAL KEARIFAN LOKAL TIGA PILAR BUDAYA CIANJUR........ 1 BAB 2 KEFAKTUALAN ISU DAN REFERENSI YANG RELEVAN................... 10 BAB 3 KONSEP, STRUKTUR, DAN FUNGSI KEARIFAN LOKAL, KONSEP NEGARA, DAN PASAR.................................................... 24 BAB 4 KONSEP IDENTITAS BUDAYA........................................................ 29 BAB 5 KONSEP REVITALISASI BUDAYA MASYARAKAT CIANJUR.............. 31 BAB 6 KONSEP KEARIFAN LOKAL DALAM TANTANGAN KEARIFAN GLOBAL....................................................................................... 34 BAB 7 KEARIFAN LOKAL SEBAGAI INDUSTRI KREATIF DALAM TRADISI LISAN MASYARAKAT CIANJUR........................................ 36 BAB 8 SISTEMATIKA BERPIKIR ............................................................... 44 BAB 9 TATA PROSES PENDALAMAN....................................................... 47 A. Pendekatan............................................................................ 47 B. Lapangan Pelaksanaan........................................................... 47 C. Rencana Tindak Lanjut........................................................... 49 D. Anteseden Informasi.............................................................. 51 E. Persiapan dan Strukturasi Instrumen..................................... 53 F. Proses Penguraian Informasi Berdasarkan Pendekatan Etnografi ala Spradley............................................................ 57 G. Keabsahan Data..................................................................... 75 BAB 10 IMPLEMENTASI TIGA PILAR BUDAYA CIANJUR DALAM BIDANG PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, PARIWISATA, DAN EKONOMI.................................................................................... 76 REFERENSI.................................................................................................. 82 BIONARASI.................................................................................................. 93

| vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Tabel 2.

viii |

Daftar Nama-Nama Informan pada Prapenelitian.................... 52 Pedoman Data dan Pemetaan Analisis Penelitian.................... 71

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Alur Kebijakan Daerah........................................................... 8 Makam Dalem Cikundul Bupati Cianjur Pertama Bukti Cerita Rakyat....................................................................... 10 Overlay Visualization........................................................... 11 Network Visualization......................................................... 12 Density Visualization........................................................... 12 Lambang Asmaulhusna Gerbang Masuk Cianjur dengan Semboyan Gerbang Marhamah.............................. 21 Monumen Silat Tradisional Cianjur yaitu Maenpo sebagai Bagian dari Tiga Pilar Budaya................................. 39 Monumen Al-Qur’an sebagai Simbol Ngaos Bagian dari Tiga Pilar Budaya................................................................. 41 Bagan Sistematika Berpikir.................................................. 45 Model Flipbook Versi Tipe Issuu.......................................... 46 Peta Kabupaten Cianjur sebagai Lapangan Penelitian......... 48 12 Prosedur Penelitian Etnografi......................................... 51 Catatan Etnografis............................................................... 55 Unsur-Unsur dalam Suatu Domain...................................... 70 Kertas Kerja Analisis Domain............................................... 71 Taksonomi Garis Titik.......................................................... 73

| ix

x |

BAB I MENGENAL KEARIFAN LOKAL TIGA PILAR BUDAYA CIANJUR

Kearifan lokal berperan penting dalam membentuk pilar dan citra kebudayaan bagi bangsa Indonesia yang mempunyai warisan kearifan lokal dan tradisi lisan. Pada buku tiga pilar budaya yang telah beredar luas di masyarakat dan dikukuhkan oleh Peraturan Daerah Bupati Cianjur Nomor 10 tahun 2020 mempunyai kesamaan dengan tujuan pemeliharaan dan pewarisan kebudayaan sebagaimana pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 yang dinyatakan secara eksplisit mengenai objek pemajuan kebudayaan yang mencakup tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olah raga tradisional (Peraturan Pemerintah & RI, 2017).

Dewasa ini, fenomena yang marak terjadi ialah gandrungnya masyarakat Cianjur pada budaya asing ketimbang budaya lokal dan tradisi lisannya sendiri, sehingga disinyalir bisa menjadi penyebab pudarnya kearifan lokal tiga pilar budaya, meliputi ngaos, mamaos, dan maenpo. Pasalnya, kebudayaan asing, seperti dari Eropa dan kebudayaan Korea (K-Pop) lebih digandrungi oleh anak muda milenial di Indonesia. (Lutviah, 2012).

Kearifan lokal Ngaos merupakan kegiatan rutin masyarakat Cianjur di bidang keagamaan, yang berarti mengaji Al-Qur’an. Secara umum Ngaos artinya membaca dan mengkaji bacaan. Cianjur mempunyai tradisi ngaos yakni kebiasaan yang telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu saban sore hari dan petang, anak-anak dan remaja pergi ke masjid atau musala untuk mengaji bersama hingga selesai salat magrib (Kadiyono & Harding, 2017).

Mamaos artinya membaca indah atau nembang Cianjuran dengan iringan kecapi suling, dan berisikan doa-doa yang dinyanyikan (rajah). Sedangkan Maenpo sendiri merupakan singkatan bahasa Sunda, maen poho yang

| 1

berarti main lupa seperti yang diungkapkan Haji Aziz, narasumber wawancara dengan sesepuh maenpo. Maenpo adalah ilmu bela diri silat tradisional dengan ciri khas seser dari Cianjur yang menjadi warisan leluhur yang mempunyai falsafah pohon, yang artinya teguh pendirian (Heryana, 2018). Secara filosofis, ngaos, mamaos, dan maenpo mempunyai arti yang luas dan merujuk pada Al-Qur’an mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum minallah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablum minannas), dan hubungan manusia dengan sesama makhluk (hablum minal alam).

Kearifan lokal sendiri mempunyai nilai jual yang penting untuk diprioritaskan oleh negara, dalam hal ini pemerintahan setempat sehingga menjadi identitas budaya masyarakatnya. Guman mengoptimalisasikan potensi budaya, khususnya tradisi dan ritual, dibutuhkan keterlibatan dan kontribusi positif dari berbagai elemen masyarakat seperti negara, seniman/ritual, komunitas pendukung, industri, dan ulama. Semua elemen tersebut mesti bersama-sama bertanggung jawab dalam mewujudkan harapan budaya yang sejahtera dan mandiri serta dapat mengembangkan nilai ekonomi (Anoegrajekti et al., 2021).

Hadirnya Negara yang diwakili oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur mendukung potensi kearifan lokal melalui optimalisasi produk hukum, program, dan realisasi program yang memperkuat ngaos, mamaos, dan maenpo. Kontribusi masyarakat guna mendukung tiga pilar budaya akan berdampak pada promosi, pasanggiri, dan tambahan pendapatan untuk pelaku budaya yang berkenaan dalam hal tersebut. Selain itu, di sisi industri berkembang juga industri pariwisata (paket wisata budaya) dan kuliner (warung/restoran) yang memberi ruang untuk berekspresi, atraksi seni di perhotelan sehingga seluruh lapisan masyarakat turut andil dalam pengembangan kearifan tiga pilar budaya Cianjur ini. Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Bupati Cianjur Nomor 10 tahun 2020 mengenai penerapan tiga Pilar Budaya, artinya ngaos, mamaos dan maenpo menjadi bagian dari kearifan lokal Cianjur dan tonggak awal bagi semua komponen masyarakat, baik dari pemerintahan maupun masyarakat Cianjur pada umumnya. Hal ini tak sekadar mengembangkan dan melestarikan dari sisi kegiatan fisiknya saja, melainkan pengembangan dan penguatan dari sisi

2 |

kekuatan karakter masyarakat Cianjur berdasarkan falsafah yang terkandung di dalam tiga Pilar Budaya Cianjur (Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur, 2020). Terdapat beberapa makna yang terkandung di dalam tiga pilar budaya Cianjur. Pertama. pilar budaya Cianjur ini merupakan satu kesatuan utuh yang saling mengingat, bersinergi, dan saling menguatkan.

Kedua, pilar budaya Cianjur adalah semangat untuk mewujudkan gerakan penguatan karakter masyarakat Cianjur melalui dunia pendidikan (baik formal maupun nonformal). Ketiga, pilar budaya Cianjur siklus manusia, yang dimulai dengan proses pengkajian atau dapat berupa ide dan gagasan atas dirinya sendiri sebagai manusia, terhadap alam, dan terhadap Sang Penciptanya (Tekad, Ngaos), kemudian dilanjutkan dengan mengutarakan dan musyawarah (dengan membangun hubungan sosial masyarakat) dari hasil pengkajian dengan sesama manusia (Ucap, Mamaos) untuk dimufakati bersama, dan terakhir yakni proses menjalankan atas hasil mufakat tersebut (Lampah, Maenpo).

Menghadirkan kearifan lokal tiga pilar budaya yakni ngaos, mamaos, dan maenpo menjadi sebuah model industri kreatif bisa dikatakan mempunyai nilai ekonomi kreatif, yang di dalamnya membutuhkan perlindungan (proteksi) dalam bentuk kebijakan daerah (Anoegrajekti, 2018). Dalam implementasinya, Bupati Cianjur mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2021 untuk mengatur pelaksanaan tiga pilar budaya tersebut.

Pasalnya, keragaman budaya di Cianjur bisa menjadi pemersatu masyarakat. Hal ini tampak dari akulturasi dan asimilasi kebudayaan yang telah terjalin puluhan tahun silam melalui perpindahan penduduk dari kota ke desa atau sebaliknya. Buktinya, terdapat motif kain batik kecapi suling, seni tari, seni suara lagu Cianjuran, mamaos (membaca indah dengan alunan kecapi dan suling), cerita rakyat Dalem Cikundul, dalem Tarikolot, sejarah Situs Megalitikum Gunung Padang, pagelaran Kuda Kosong, kuliner dan sebagainya. Inilah yang memacu pergerakan pasar di Cianjur menjadi kota wisata dengan terus mempromosikan kebudayaannya bagi turis asing dari benua Eropa, Asia, dan Timur Tengah serta menyerap investasi penanaman modal asing di Kabupaten Cianjur.

Kearifan lokal tiga pilar budaya menimbulkan kontestasi antarnegara, yakni pemerintahan setempat dengan pasar, di mana dengan adanya

| 3

ngaos, mamaos, dan maenpo ini jadi membikin segmen tersendiri dalam pengembangan dan pelestariannya. Daya tarik pasar cukup tinggi, terlebih ajang kontestasi antara pemerintah lokal dengan pasar. Sebagai contoh, ngaos merupakan budaya masyarakat Cianjur yang puncaknya diadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an) di Cianjur ke-46 pada bulan Desember 2021 dan dimenangkan oleh Kecamatan Sukaluyu. Digalakannya pasanggiri (kejuaraan) mamaos berupa Nembang Cianjuran tingkat Sekolah Dasar pada Bulan November 2021 dimenangkan oleh SDN Tanggeung. Para juara kemudian dilatih untuk mengikuti kontestasi tingkat Jawa Barat oleh Padepokan Pancaniti yang diketuai oleh Kang Andri. Berdasarkan wawancara dengan Kang Andri, sejarah Padepokan Pancaniti didirikan oleh Bupati Cianjur RAA. Kusumaningrat (1834-1864). Mamaos diciptakan berdasarkan inspirasi Bupati menyoal kesenian Sunda, seperti pantun, beluk, pupuh, dan degung. Alhasil, mamaos berkembang dengan alunan syair indah berupa doa atau rajah yang dinyanyikan beriringan dengan kecapi dan suling, dan kadang diiringi dengan dengung.

Berdasarkan hasil riset yang bertajuk “The Traditional Arts and Cultural Policy in Banyuwangi” (Anoegrajekti et al., 2019) menjelaskan bahwa perubahan sosial budaya di Banyuwangi dan pelestarian kesenian tradisi gandrung disebabkan karena ada campur tangan pemerintah. Potensi budaya dan industri kreatif yang terdapat di Cianjur mulai bermunculan, terutama mamaos dalam konteks kebijakan kebudayaan di Cianjur. Hal ini berimbas pada kontes Mojang Jajaka Cianjur yang mewajibkan pesertanya menguasai salah satu tiga pilar budaya, sehingga banyak peserta yang menguasai ngaos dan mamaos (nembang Cianjuran). Kebijakan Pemerintah yang telah menghadirkan peran negara dalam mengembangkan kearifan lokal sangat penting, demi berlangsungnya implementasi tiga pilar budaya dalam kehidupan sehari-hari. Pun bertujuan sebagai kajian awal tentang kebudayaan yang nyaris semuanya tidak mengaitkan dengan tanda-tanda budaya di luar kesenian, khususnya kekuasan mainstream seperti negara, kapital, dan agama (Anoegrajekti, 2018).

Terdapat riset yang berjudul “Contextual Approach-based Teaching Material Development Using Flipbook for Appreciation Courses and Fiction Prose Studies at Pakuan University, Bogor” (Nurjaman, Aam; Lustyantie,

4 |

Ninuk; Anoegrajekti, 2020) yang telah mendasari ide untuk menilik lebih lanjut mengenai kearifan lokal dan tradisi lisan yang merupakan bagian dari cerita rakyat, terutama menyoal penggunaan teknologi dalam pembuatan aplikasi flipbook dalam pengembangan cerita rakyat dan model bacaan bagi pembelajaran siswa di sekolah.

Kemudian, terdapat hasil riset yang berjudul “Revitalization of Local Wisdom for The Environmental Education” karya Hilman & Sunaedi (2018) yang menjelaskan tentang urgensi kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan melestarikan lingkungan masyarakat adat di Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Darmadi (2018) dalam karyanya yang berjudul “Educational Management Based on Local Wisdom: Descriptive Analytical Studies of Culture of Local Wisdom in West Kalimantan” juga menjelaskan tentang nilai kearifan lokal yang mulai punah di Kalimantan.

Hal tersebut menandakan pentingnya pendidikan berbasis kearifan lokal.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pengembangan dan pembentukan karakter bangsa melalui pendidikan kearifan lokal.

Merujuk juga riset yang dilakukan oleh Nurhasanah (2017) yang berjudul “Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Tiga Nyanyian Pembuka Pertunjukan Tari Jaipong” mengemukakan bahwa tari Jaipong dibuka dengan tiga nyanyian wajib berupa doa-doa. Rasa hormat kepada orang tua, khususnya ibu, memelihara alam sekitar, menjaga silaturahmi, serta bersyukur merupakan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam tiga nyanyian pembuka tari Jaipong. Selain itu, ada karya Syarif et al. (2016) yang berjudul “Conservation Values of Local Wisdom Traditional Ceremony Rambu Solo Toraja’s Tribe South Sulawesi as Efforts the Establishment of Character Education” oleh (Syarif et al., 2016) yang menjelaskan tentang nilai-nilai upacara kearifan lokal Rambu Solo dalam upaya pembentukan pendidikan karakter.

Gasong (2019) juga melakukan penelitian yang berjudul “Introduction of Tallulolona’s Life Philosophy in Local Content Learning Materials in Primary Schools to Preserve Toraja Local Wisdom” dengan mengungkap tradisi Tallulolona, yakni tradisi yang dilakukan generasi nenek moyang orang Toraja sejak ratusan tahun yang lalu dan dilestarikan hingga kini.

| 5

Referensi mengenai pendidikan yang tepat berbasis kearifan lokal juga terdapat pada karya yang bertajuk “Strategy Challenges the Local Wisdom Applications Sustainability in School” (Pornpimon, Wallapha, & Prayuth, 2014), yang memberikan usulan supaya sekolah dasar menggunakan model pembelajaran menggunakan aplikasi yang tepat dengan penerapan kearifan lokal, dan menyintesis strategi untuk mengimplementasikan kearifan lokal secara berkelanjutan. Hal senada juga terdapat dalam karya yang berjudul “Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta” (Vitasurya, 2016) yang mengungkapkan bahwa Desa Wisata Kalibiru dan Lopati terdapat merek dagang dari desa wisata yang diagungkan sebagai faktor pendorong kesadaran masyarakat mengenai kearifan lokal.

Artikel selanjutnya, “Urban Environment and Human Behavior: Learning from History and Local Wisdom” karya Widodo (2012) yang menjelaskan cara yang bisa digunakan untuk mencapai kelestarian lingkungan, budaya, dan ekonomi secara holistik. Secara spesifik lagi, terdapat penelitian yang berjudul “Development of Flipbook Using Web Learning to Improve Logical Thinking Ability in Logic Gate” karya Prasetyono & Hariyono (2020) yang mengutarakan bahwa flipbook merupakan produk multimedia yang sangat berpotensi untuk digunakan dalam belajar mengajar dan dikembangkannya model pembelajaran flipbook yang terintegrasi dengan web.

Konsep relasi kuasa didapatkan dari rujukan hasil penelitian yang telah dikaji, adapun perbedaan pokok bahasan yang dikaji secara lebih mendalam, akan tetapi memiliki persamaan dengan objek yang dikaji, yakni tentang kearifan lokal tiga pilar budaya ngaos, mamaos, dan maenpo, terlebih mengenai kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan.

Salah satu budayawan Cianjur (hasil wawancara pada 22 September 2020) mengungkapkan bahwa kebudayaan pagelaran kuda kosong merupakan ciri khas dari Cianjur yang mempunyai nilai historis tersendiri, akan tetapi, semenjak Covid-19 melanda, pamor dan nilai jualnya merosot. Dengan ditiadakannya pagelaran kuda kosong, pagelaran wayang, dan pameran lukisan membuat pemerintah setempat tidak bisa menetapkan mereka

6 |

dalam Perda. Muncullah kontestasi antara negara, pasar, dan identitas yang menjadi prioritas sebagai dasar diluncurkannya Peraturan Daerah Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Tahun 2021 oleh Bupati Cianjur. Beberapa budayawan yang mengkaji Tradisi Lisan Cianjur seperti pertunjukan pawai kuda kosong mengungkapkan bahwa kebudayaan ini lebih representatif untuk dimasukkan ke dalam peraturan daerah. Negara hadir untuk menyentuh kesejahteraan masyarakat, mengembangkan perekonomian, dan daya saing masyarakat sebagai usaha meningkatkan ekonomi suatu daerah (Anoegrajekti, 2018). Dengan demikian, dengan adanya kontestasi antara negara, dan pasar bisa menumbuhkan potensi budaya di pasar, baik pada pasar domestik maupun hingga kancah internasional (Prasetia, 2021).

Etnografi dapat menghasilkan kajian yang mendalam melalui pemahaman mengenai berbagai kekuatan sosial dan budaya kaitannya dengan kearifan lokal tiga pilar budaya: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur sebagai kebijakan budaya yang dihasilkan.

Menurut Robert (2015), pendekatan antropolinguistik mampu merumuskan model revitalisasi dan pelestarian tradisi lisan (Robert, 2015). Tradisi lisan sangat potensial untuk direvitalisasi dan diangkat sebagai sumber industri budaya. Terdapat anggapan bahwa revitalisasi kebudayaan membutuhkan biaya yang banyak, akan tetapi dengan konsep industri budaya, tradisi lisan bisa dimanfaatkan sebagai sumber industri kreatif, misalnya pembuatan film dari cerita-cerita rakyat yang berpotensi menambah ekonomi rakyat.

Negara, pelaku seni dan ritual, masyarakat pendukung, industri, dan pemuka agama merupakan pilar penyangga industri kreatif (Putro et al., 2019). Salah satu contoh industri kreatif yakni dengan pembuatan buku berbasis digital seperti flipbook, penjualan suvenir budaya, batik tiga pilar, yang sangat potensial untuk menambah ekonomi rakyat dan mempunyai nilai jual dalam pemasarannya.

Terdapat gap antara pemerintahan dan pelaku kebudayaan lain yang ingin diakui secara resmi berupa dikeluarkannya Undang-Undang oleh negara dalam hal ini Peraturan Daerah oleh Bupati selain tiga pilar budaya, seperti kesenian dan budaya wayang, pagelaran kuda kosong, seni lukis dan sebagainya. Adapun yang menjadi dinamika perbincangan dan bukanlah khas Cianjur bahwa ngaos (membaca) merupakan kewajiban umat Islam seperti

| 7

yang diajarkan oleh Nabi dan telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq (Hashim et al., 2014). Namun, pemerintah setempat dalam memiliki alasan kuat menjadikan ngaos sebagai salah satu tiga pilar budaya bahwasanya Cianjur yang terkenal dengan gerbang marhamah sudah sejak dari nenek moyangnya secara turun temurun yang dipimpin oleh Dalem Cianjur yang merupakan Ulama selalu membaca dan melafalkan Al-Qur’an dengan indah diiringi musik kecapi dan suling dan dikenal dengan mamaos.

Dengan menggunakan model siklus kebijakan linier, bisa digambarkan proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan dan sasaran kebijakan pada alur proses rantai kebijakan (Anoegrajekti, 2018).

Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Novi Anoegrajekti, dkk. dalam buku yang berjudul Potensi Budaya Using dan Industri Kreatif diadopsilah Alur Kebijakan Daerah seperti gambar berikut:

Gambar 1. Alur Kebijakan Daerah Revitalisasi dan dinamika kearifan lokal tiga pilar budaya yang mencakup ngaos, mamaos, dan maenpo Cianjur di tengah perubahan sosial budaya dijadikan semacam angin segar bagi negara (pemerintah setempat) dengan pasar, dan identitas tersebut, sehingga memicu persaingan pasar yang mempunyai nilai jual untuk dikeluarkannya berbagai produk budaya oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

8 |

Berdasarkan paparan tersebut, maka buku monograf ini berfokus untuk membahas tentang kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. Adapun pokok bahasannya meliputi 1) bagaimana struktur, dan fungsi pada kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur?; 2) Apa yang mendasari munculnya kontestasi antara negara, pasar dan identitas?; 3) Bagaimana nilai kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur?; dan 4) Bagaimana model pelestarian tiga pilar budaya sebagai upaya revitalisasi tradisi lisan masyarakat Cianjur? Oleh karena itu, secara eksplisit, buku ini lebih menitikberatkan pada bahasan yang menilik seputar kearifan lokal dalam kontestasi negara, dan pasar (struktur, fungsi, dan nilai), kearifan lokal dan identitas budaya, kearifan lokal dan revitalisasi budaya masyarakat Cianjur (Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017, Perda Bupati Cianjur tahun 2020, dan Peraturan Bupati Tahun 202), kearifan lokal dalam tantangan kearifan global, dan kearifan lokal sebagai industri kreatif dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur.

Karya ini semoga bisa menyajikan informasi dan wawasan mengenai kajian tentang struktur, dan fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur, sebagai pemantik untuk bersama memanfaatkan peluang yang ada sehingga bisa menyejahterakan semua lapisan masyarakat, terlebih kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur mempunyai nilai jual yang tinggi. Pun, bisa menjadi inspirasi untuk mengembangkan dan melestarikan kearifan lokal dengan menerapkan model sosialisasi di berbagai bidang, pemanfaatan teknologi dan media sosial, serta memanfaatkan fungsi SKPD sesuai dengan tugas masing-masing.

| 9

BAB 2 KEFAKTUALAN ISU DAN REFERENSI YANG RELEVAN

Pemilihan bidang sastra dan kajian budaya sebagai media untuk mengkaji lebih lanjut masalah yang berkenaan dengan kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur dipilih karena sastra dan budaya termasuknya bagian dari tema tujuh (seni, sosial, dan humaniora) pada payung penelitian Prodi Linguistik Terapan, selain itu, juga disebabkan karena terdapat fenomena dan keinginan melestarikan warisan budaya lokal, mencintai leluhur nenek moyang bangsa etnis Sunda, terutama Cianjur yang dahulu memang masyhur akan nilai-nilai luhur.

Gambar 2. Makam Dalem Cikundul Bupati Cianjur Pertama Bukti Cerita Rakyat

10 |

Adapun isu mengenai kearifan lokal tiga pilar budaya dan tradisi lisan yang digali melalui vos viewer sampai bisa dijadikan novelty. Pada visualization vost viewer mengungkapkan warna yang terlihat kuning, hijau, biru dengan topik mana yang menjadi pusat perhatian penelitian semakin tebal dan terang paling banyak muncul seperti culture, Indonesia, dan warna yang gelap masih sangat sedikit yang meneliti, seperti government, utilization, application, understanding, cerita rakyat, kearifan lokal, tradisi lisan. Vos viewer berguna untuk mempertimbangkan state of the art (tren dan isu) sehingga memudahkan dalam mendapatkan novelty. Berbantuan Vos Viewer dengan mudahnya memperoleh gap jika mengangkat tema yang masih sedikit untuk diteliti oleh penelitian sebelumnya. Pasalnya, berdasarkan penggunaan aplikasi vos viewer, untuk melakukan kajian ini, ditemukan gap dari 60 lebih artikel terdahulu. Sistematika literature review berdasarkan vos viewer, bisa ditilik pada Gambar 3 mengenai overlay visualization, Gambar 4 mengenai network visualization, dan Gambar 5 mengenai density visualization.

Adapun analisis menggunakan vosviewer bisa ditilik pada ketiga gambar berikut:

Gambar 3. Overlay Visualization

| 11

Gambar 4. Network Visualization

Gambar 5. Density Visualization Artinya, network visualization yang dihasilkan dari 60 artikel yang ditarik data dalam kurun waktu 2017–2021 tentang kearifan lokal muncul sebanyak 4 di highlight dengan kata model, Indonesia, area, tradition. Lalu, ketika diklik kata model maka muncul secara bersama abstrak penelitian kata characteristic sebanyak 394 tautan, 641 total high link terbagi ke dalam enam cluster. Cluster 1 terdiri atas 18 item kata, yakni abstrak, area, Bali, character, culture, effort, environment, government, Indonesia, live, nature, part, person, religion, tradition, village word. Cluster 2 terdiri atas

12 |

14 item. Cluster 3 terdiri atas tujuh item. Cluster 4 terdiri atas lima item.

Cluster 5 terdiri atas tiga item yakni character education, child, elementary school. Cluster 6 terdiri atas tiga item yakni kearifan lokal, model, dan tujuan penelitian. Cluster ini diberi warna berbeda yakni cluster 1 merah, cluster 2 hijau, cluster 3 biru tua, cluster 4 kuning, cluster 5 ungu dan cluster 6 biru muda. Dalam gambar 3 overlay visualization terdapat 50 item, 6 cluster, 394 link dari total link sebanyak 641 ditunjukkan dengan gradasi warna dari gelap yang menunjukkan tahun banyaknya terbit artikel di jurnal dengan tema yang sama di tahun 2018 warna ungu, biru 2019, hijau 2019, menuju warna yang lebih terang menunjukkan tahun termuda, yakni kuning untuk tahun 2019 kemudian kian memudar yang berarti bahwa belum ada banyak lagi artikel dengan tema kearifan lokal yang muncul setelah tahun tersebut.

Lalu, pada gambar 5 mengenai density visualization menjelaskan warna kuning, hijau, dan biru dengan topik mana yang menjadi pusat perhatian penelitian semakin tebal dan terang sehingga paling banyak muncul seperti culture, Indonesia, student, dan warna yang gelap masih sangat sedikit seperti kearifan lokal, government, utilization, application, understanding, artinya masih sedikit dilakukan penelitian dengan tema tersebut. Dengan demikian, novelty atau kebaruan riset yang hasilnya dituangkan dalam buku ini, yakni menemukan prinsip baru yang efisien dalam implementasi tiga pilar budaya Cianjur sebagai pelestarian kebudayaan oleh pemerintahan berdasarkan kearifan lokal dan bermanfaat untuk masyarakat umum.

Terdapat beberapa referensi riset terdahulu yang melandasi kajian kearifan lokal tiga pilar budaya: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur dalam buku ini.

Pertama, “Between Folk and Lore: Performing, Textualising and (mis) Interpreting the Irish Oral Tradition” (Carrassi, 2017), yang mengkaji tentang cerita rakyat sebagai proses sejarah dan budaya yang menghasilkan dan menyebarkan kepercayaan, cerita, adat istiadat dan praktik yang berkembang luas. Akibatnya, tradisi dan modernitas yang berjalan berdampingan dan memengaruhi satu sama lain, terutama dalam dunia narasi rakyat lisan dan sastra, pendongeng, dan penulis. Cerita rakyat menjadi suatu pengalaman hidup dan pementasan bagi mengusung tradisi, yakni proses melahirkan ekspresi-ekspresi yang senantiasa baru dan berbeda sesuai

| 13

dengan kondisi sejarah, sosial, budaya, dan ekonomi. Cerita rakyat semestinya terus dihayati dan dipertunjukkan supaya tetap menjadi sesuatu yang benar-benar relevan dan signifikan.

Kedua, “Dokumentasi Budaya “Kuda Kosong” Cianjur Rancang Bangun Bibliografi Beranotasi sebagai Literasi Dokumentasi Budaya, Kesenian Kuda Kosong Cianjur” (Khoeriyah et al., 2017) yang mengkaji tradisi lisan ditilik dari struktur desain bibliografi performansi pertunjukan Kesenian Kuda Kosong Cianjur, performansi, formula (ditilik dari komposisi dokumentasi, proses penciptaan), konteks performansi, fungsi, dan bahan bacaan sehingga bisa digunakan sebagai dokumen sekunder literasi dokumentasi budaya, Kesenian Kuda Kosong Cianjur pada kajian lanjutan.

Ketiga, “The Oral Tradition of Petik Laut Banyuwangi Revitalization of Tradition and Local-Global Political Space” (Anoegrajekti et al., 2018) yang menjelaskan tentang tradisi lisan ritus laut di Banyuwangi sebagai upaya untuk melestarikan dan merevitalisasi tradisi dalam politik lokal-global.

Identitas budaya lintas wilayah tercermin melalui modifikasi seni dan konstruksi. Hasil riset ini menunjukkan bahwa tradisi ritus laut merupakan perpaduan antara Budaya Osing, Madura, dan Islam. Ritual ini dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dari nelayan atas hak atas sumber daya laut sebagai sumber kehidupannya.

Keempat, “Local Wisdom of Merisik in Melayu Langkat Society: Oral Tradition Study”, (Mulyani et al., 2018) yang mengungkapkan bahwa bentuk kearifan lokal Merisik dalam masyarakat Melayu Langkat terdiri dari Merisik berbisik, Merisik kecil, dan Merisik besar. Sedangkan, jenis-jenis kearifan lokal dalam Merisik adalah antara lain kesopanan, kejujuran, solidaritas, komitmen, dan rasa syukur.

Kelima, “Pengembangan Produk Wisata Heritage Situs Megalitik Gunung Padang” (Adiatama, 2019) yang menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam merevitalisasi Situs Megalitikum Gunung Padang. Pasalnya, pengembangan Attraction Situs Megalitik Gunung Padang mulai dilakukan pada tahun 2010. Pihak pengelola dan pemerintah daerah membuat Attraction penunjang untuk mendukung attraction inti seperti dibukanya rute menuju Curug Cikondang, perkebunan Teh Rosa, dipugar dan difungsikan kembali Stasiun dan terowongan Lampegan,

14 |

festival Gunung Padang, dan wisata astronomi. Pengembangan accessibility Situs Megalitik Gunung Padang tampak dari mulai diperbaikinya akses jalan menuju lokasi situs yang telah rusak meskipun di beberapa titik masih belum diperbaiki, dibukanya kembali jalur kereta api menuju Stasiun Lampegan. Pengembangan fasilitas Situs Megalitik Gunung Padang mulai mengalami peningkatan setelah pihak pengelola mempersiapkan konsep penataan terpadu situs, penambahan beberapa fasilitas seperti drainase, toilet, homestay, tourism information centre, dan lahan parkir.

Keenam, “Kuda Kosong dalam Nalar Aksentuasi Islam Lokal Cianjur” (Puad, 2019) yang mengungkapkan aspek pelaksanaan pawai kuda kosong.

Kebudayaan kuda kosong bisa ditilik dalam beberapa hal, yakni sebagai identitas pribadi, sebagai otokritik pemerintah, dan sebagai pendidikan masyarakat. Proses pelaksanaan pawai kuda kosong dimulai dengan memandikan kuda, berdoa, bertawasul dan menyalakan dupa. Kuda Kosong sejak awal tidak ada unsur yang berbau mistis, akan tetapi ketika zaman kepemimpinan Rd. Ateng Natawiyoga (1948-1950) terjadi perubahan ritual Kuda Kosong, sehingga pada kepemimpinan Bupati Ir. H. Wasidi Swastomo, M.Si. (2001-2006) Kuda Kosong diharamkan dengan meminta fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Barulah pada kepemimpinan Bupati Tjetjep Muchtar Soleh, Kebudayaan pawai Pertunjukan Kuda Kosong diberlakukan lagi hingga kini.

Ketujuh, “Local Wisdom of “Jukung” Boat Design in Cilacap District, Central Java, Indonesia (Imron et al., 2020) yang membahas Fiberglass “Jukung” di Kabupaten Cilacap dibikin di galangan kapal lokal dan berpusat di Desa Lekong, Kecamatan Cilacap Utara. Cetakan kapal dibuat tanpa rencana untuk gambar desain kapal dan perhitungan arsitektur angkatan laut, dengan pengetahuan secara turun temurun. Adat istiadat masyarakat yang bisa dinilai kearifan lokal antara lain gambarnya motif, gaya haluan kapal, nama kapal dan bentuk kapal “katir”. Hasil dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh kebiasaan nelayan terhadap kearifan lokal desain perahu jukung di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia.

Kedelapan, “Volcanism in Aboriginal Australian Oral Traditions: Ethnographic Evidence from the Newer Volcanics Province” (Wilkie et al., 2020) yang menemukan bahwa di sekitar gunung berapi di Australia

| 15

terdapat masyarakat Aborigin sebagai penduduk asli Australia yang mempunyai kearifan lokal dan kebiasaan unik dan menjadi sebuah tradisi mengeksplorasi bagaimana sebuah vulkanisme dipahami sebagai sejarah sosial budaya dan geologi dari provinsi Vulkanik Baru.

Kesembilan, “Kebijakan Standar Nasional Pendidikan” (Ulum, 2020) yang membahas tentang perkembangan pembelajaran berbasis kearifan lokal juga menjadi cerminan dan realisasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Pemerintah Peraturan Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang merupakan Satuan Pendidikan Kurikulum Tingkat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, sosiokultural dan peserta didik dalam kebijakan standar nasional pendidikan.

Kesepuluh, “Local Wisdom for Sustainable Rural Tourism: The Case Study of North Tugu Village, West Java Indonesia” (Nofiyanti et al., 2021) yang membahas tentang kelayakan ekonomi di desa diklasifikasikan sebagai komunitas wirausaha dan pelaku pariwisata; kemakmuran lokal di desa, termasuk daerah sejahtera sumber daya alam pegunungan, perbukitan, dan perkebunan (teh dan kopi); pemenuhan pengunjung; kualitas pekerjaan (penduduk desa melayani dengan sangat ramah); keadilan sosial; kontrol lokal (budaya lokal masih berkembang di desa dan mempunyai ciri budaya “punten” yakni kesopanan); kesejahteraan komunitas; kekayaan budaya (budaya di desa masih sangat diterapkan, seperti penggunaan dan tutur bahasa sunda, mengaplikasikan sapaan “punten”); pemuda membangun kampung; keanekaragaman hayati (keanekaragaman di desa seperti); efisiensi sumber daya; kemurnian lingkungan (alam yang dihadirkan masih asri, alami, dan sejuk).

Hasil riset yang tertuang dalam buku ini menggunakan metode etnografi sebagai studi pendahuluan dalam mengungkapkan tentang manfaat, struktur, fungsi, dan nilai kearifan lokal tiga pilar budaya: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan yang ada di Cianjur. Upaya revitalisasi yang sudah menjadi diujicobakan, yakni pada kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur masih bersifat produk penataan tempat beserta penunjang lainnya untuk kenyamanan pengunjung, dan objek pariwisata sebagai salah satu pendapatan daerah, pencatatan di perpustakaan

16 |

daerah, pewarisan melalui proses pengenalan lalu dilakukan pengajaran kepada pelajar di tingkat dasar dan menengah, generasi muda, dan model pelestarian kearifan lokal pengenalan tiga pilar budaya dalam usaha pelestariannya kepada semua generasi yang disosialisasikan melalui dunia pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata. Buku ini mengkaji kearifan lokal (ngaos, mamaos, maenpo) masyarakat Cianjur dalam kontestasi negara, pasar dan identitas dalam tradisi lisan berdasarkan struktur, fungsi, dan nilai. Adapun pendekatan tradisi lisan yang berkaitan antara lain pawai Pertunjukan Kuda kosong, Situs Megalitikum Gunung Padang, makam Dalem Cikundul, makam Dalem Tarikolot dengan teks, koteks, konteks, formula, fungsi, pewarisan, nilai kearifan lokal, dan model pelestariannya. Novelty atau kebaruannya terletak pada pengkajian kearifan lokal, kontestasi antara negara, pasar, dan identitas serta upaya revitalisasinya, kebijakan pemerintah setempat pada kearifan lokal berdasarkan struktur, fungsi dan nilai kearifan lokal yang digunakan. Setelah memperoleh data etnografi, kemudian dianalisis berdasarkan pendekatan etnografi menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh James Spradley, kemudian dibikin model pelestarian kearifan lokal tiga pilar budaya dengan pemanfaatan media sosial, teknologi dan sosialisasi kepada masyarakat dengan memaksimalkan tugas masing-masing SKPD di Kabupaten Cianjur.

Artikel mengenai kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur belum banyak ditemukan. Namun, ada beberapa sumber yang dapat digunakan sebagai panduan, di antaranya “Between Folk and Lore: Performing, Textualising and (mis)Interpreting the Irish Oral Tradition” (Carrassi, 2017a), “Local Wisdom for Sustainable Rural Tourism: The Case Study of North Tugu Village, West Java Indonesia” (Nofiyanti et al., 2021), “The Oral Tradition of Petik Laut Banyuwangi Revitalization of Tradition and Local-Global Political Space” (Anoegrajekti et al., 2018), “Local Wisdom of “Jukung” Boat Design in Cilacap District, Central Java, Indonesia” (Imron et al., 2020) dan “Volcanism in Aboriginal Australian Oral Traditions: Ethnographic Evidence from the Newer Volcanics Province” (Wilkie et al., 2020), “Local Wisdom of Merisik in Melayu Langkat Society: Oral Tradition Study” (Mulyani et al., 2018), “Dokumentasi Budaya “Kuda Kosong” Cianjur Rancang Bangun Bibliografi Beranotasi sebagai Literasi

| 17

Dokumentasi Budaya, Kesenian Kuda Kosong Cianjur” (Khoeriyah et al., 2017), “Kuda Kosong dalam Nalar Aksentuasi Islam Lokal Cianjur” (Puad M., 2019), “Pengembangan Produk Wisata Heritage Situs Megalitik Gunung Padang” (Adiatama, 2019), Kebijakan Standar Nasional Pendidikan (Ulum, 2020). Kesepuluh hasil riset tersebut menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan mempertahankan keberadaan kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur membahas upaya revitalisasi tiga pilar budaya Cianjur dengan melakukan pengesahan dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Cianjur merupakan salah satu upaya untuk revitalisasi tradisi lisan.

Terdapat beberapa artikel yang sesuai sebagai kajian terdahulu yang bisa dilanjutkan penelitiannya. Misalnya, “We Need to Talk (More Wisely) about Wisdom: A Set of Conversations about Wisdom, Science, and Futures” (Ramirez et al., 2019) yang membahas dampak dari modul bacaan tambahan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan komunikatif dan kesadaran budaya dengan integrasi budaya lokal. Terdapat artikel yang berjudul “Impact of Integrating Local Culture Int-Language Materials on Communicative Ability of Malaysian Lower Secondary Learners” (Nambiar et al., 2018) yang membahas tentang dampak dari modul bacaan tambahan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan komunikatif dan kesadaran budaya dengan integrasi budaya lokal dan hasilnya modul menarik, atraktif dan bervariasi dalam pendekatan dengan berbagai kegiatan di setiap pelajaran yang menumbuhkan keterampilan komunikatif dan kolaboratif. Selanjutnya pada “Lat’s Comics and the Articulation of the Malaysian Cultural Landscape” yang membahas tentang penelitian studi kasus selama beberapa tahun terakhir dalam budaya lokal Malaysia pada komik, telah terlihat beberapa minat serius yang diperbarui pada komik dalam hal humor dan aspek naratif. Namun, tidak banyak yang bisa dikatakan bahwa komik merupakan representasi dari adat istiadat budaya masyarakat Malaysia (Chin et al., 2017).

Penelitian relevan lainnya berkenaan dengan revitalisasi kearifan lokal di antaranya, penelitian berjudul “Revitalization of Local Wisdom for the Environmental Education” (Hilman & Sunaedi, 2018) yang menjelaskan bahwa kearifan lokal menjadi penting dalam mengelola sumber daya alam dan melestarikan lingkungan. Adapun tujuannya untuk merevitalisasi dan

18 |

melestarikan kearifan lokal masyarakat adat di Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Selain itu, ada penelitian Darmadi (2018) yang berjudul “Educational Management Based on Local Wisdom (Descriptive Analytical Studies of Culture of Local Wisdom in West Kalimantan)” yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah upaya yang disengaja dan direncanakan untuk mendorong pengembangan dan potensi siswa untuk menguntungkan kepentingan hidup mereka baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu bentuk budaya manusia karena mesti ditilik sebagai kegiatan yang selalu dinamis, mengikuti percepatan laju perubahan, dan dinamika budaya masyarakat. Melalui pendidikan diharapkan bisa diorganisasikan dasar nilai-nilai, pemikiran, dan moralitas bangsa, supaya mampu menghasilkan generasi yang tangguh dalam iman, kepribadian, kaya akan intelektualitas, dan unggul dalam penguasaan teknologi dan informasi. Oleh karena itulah, dibutuhkan pendidikan berbasis kearifan lokal yang bertujuan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sisdiknas Pasal 3, yang mengungkapkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Pendidikan kearifan lokal merupakan bagian dari budaya masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri.

Artikel yang berjudul “Exploring Digital Ethnography Applied to Language Learning Study: A Literature Review”, yang mengungkapkan bahwa di era perkembangan teknologi yang semakin mutakhir diperlukan sebuah temuan dalam mengeksplorasi Digital Ethnography (DE) dan implementasinya. DE bisa diterapkan dalam berbagai topik khususnya dalam pembelajaran bahasa. DE bisa menjadi salah satu pilihan sebagai desain riset yang berkenaan dengan pembelajaran bahasa dalam konteks digital atau virtual (Febriyanti & Lustyantie, 2020).

Kearifan lokal diwariskan dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut. Kearifan lokal terdapat dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan orang. Kearifan lokal sebagai pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu berdasarkan sehimpun pengalaman dalam mencoba dan terintegrasi dengan pemahaman mengenai budaya dan sifat suatu tempat.

Sejalan dengan perkembangan zaman seiring dengan derasnya arus informasi

| 19

dan teknologi yang senantiasa berkembang dan berubah, terdapat kecenderungan kearifan lokal mulai terpinggirkan sehingga diperlukan revitalisasi akan kearifan lokal tersebut sesuai dengan artikel yang berjudul “Local Wisdom as a Social Security Instrument for the Poor in North Maluku, Indonesia” karya Amin et al. (2019).

“Introduction of Tallulolona’s Life Philosophy in Local Content Learning Materials in Primary Schools to Preserve Toraja Local Wisdom” karya Gasong (2019) menjelaskan tentang tradisi Tallulolona. Tallulolona merupakan tradisi yang diadopsi oleh generasi nenek moyang orang Toraja sejak dulu kala dan dilestarikan hingga kini. Tallulolona mengungkapkan asal usul kehidupan Toraja dalam hubungannya dengan alam semesta, dan hewan, yang harus dijaga oleh manusia, sehingga selalu menciptakan harmoni universal. Alhasil, tradisi ini dipahami dan dimaknai bahwa manusia, tumbuhan, dan hewan leluhur mereka adalah saudara dalam proses penciptaan oleh makhluk yang sangat kuat yang disebut ‘Sauan Sibarrung’.

Selain itu, terdapat artikel yang berjudul “Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta” oleh (Vitasurya, 2016) yang dilakukan di Desa Wisata Kalibiru dan Lopati untuk mengetahui faktor pendorong kesadaran masyarakat tentang kearifan lokal yang dijunjung tinggi untuk menjaga lingkungan pedesaan yang merupakan merek dagang dari desa wisata tersebut.

Artikel selanjutnya, “Urban Environment and Human Behavior: Learning from History and Local Wisdom” karya Widodo (2012) yang menjelaskan cara yang bisa digunakan untuk mencapai kelestarian lingkungan, budaya, dan ekonomi secara holistik. Karya selanjutnya berjudul “Antara Teori formula Albert B. Lord dan Musikologi” oleh (Widyanta, 2018) yang menunjukkan bahwa musik merupakan bingkai kelisanan untuk menggiring sebuah keteraturan dalam merepresentasikan karya sastra lisan Yugoslavia dari buku The Singer of Tales tulisan Albert B. Lord yang mencakup penjelasan mengenai teori formula dalam sastra lisan Yugoslavia. Berdasarkan hasil analisis, pelantun mengingat perulangan dan menciptakan melalui analogi dengan perulangan kata, frasa, klausa, dan larik yang telah ada. Ada

20 |

proses akumulasi, kombinasi, dan pemodelan kembali terhadap formula yang telah ada.

Gambar 6. Lambang Asmaulhusna Gerbang Masuk Cianjur dengan Semboyan Gerbang Marhamah Oleh karena itu, saban pelantun mempunyai gaya masing-masing dalam penceritaan karya sastra lisan. Namun, setiap pelantun selalu mempunyai jumlah suku kata yang sama dalam setiap pengkalimatan. Hal ini bisa terjadi karena rasa musikal yang digunakan. Begitu juga dengan Mamaos yang dilisankan kata-kata indah berupa nyanyian tradisional bahasa Sunda yang mempunyai pesan moral dan doa di dalamnya. Seperti dalam artikel yang berjudul “Formula dan Ekspresi Formula Baik Aspek

| 21

Kelisanan Mantra dalam Pertunjukan Reog” yang mengkaji tentang aspek kelisanan mantra yang digunakan oleh pemain reog dan berkekuatan magis, Mantra-mantra tersebut tersusun atas beberapa formula, yakni formula repetisi tautotes, formula paralelisme sintaksis, formula konkatenasi, formula repetisi anafora, dan formula repetisi epifora. Formula dan ekspresi tersebut merupakan aspek kelisanan utama yang mencerminkan sakralitas dan spiritualitas dalam seni tradisi reog (Saputra, 2010). Selain itu, juga membincangkan aspek kelisanan mantra yang digunakan dalam pertunjukan reog yang menunjukkan bahwa dalam seni tradisi reog, mantra merupakan media verbal yang digunakan oleh pembarong untuk mendatangkan kekuatan magis dalam rangkaian tari dhadhak merak. Teori kelisanan yang digunakan melalui Ruth Finnegan yang menyatakan bahwa sastra lisan mempunyai nilai pada fenomena kebudayaan manusia dan fungsi-fungsinya pada masyarakat (Wibowo, 2019).

Mantra-mantranya antara lain Mantra Prosesi Drojogan dan Mantra Pangracutan dalam konteks pertunjukan reog yang mewujud dalam aspek kelisanan. Diambil dari buku Tembang Sunda Sekar Asri yang ditulis oleh Saodah Harnadi Natakusumah pada tahun 1969, tentang lirik mamaos dalam bahasa Sunda atau disebut rajah. Dalam bahasa Indonesia, rajah berarti pepatah berupa doa. Buku rajah ini merupakan tembang sunda yang digunakan dalam mamaos berupa rajah atau pepatah doa mengenai kekuasan Tuhan akan alam ini beserta isinya (Natakusumah, 1969).

Kemudian berakar dari buku yang berjudul Pengembangan Game Cerita Rakyat Bali Rare Angon Berbasis Android oleh (Budiarta et al., 2018), Pembuatan Game RPG “Roro Jonggrang” dengan RPG Maker MV (Saputri & Pratiwi, 2016), Pengembangan Aplikasi Sunda Berbasis Android Menggunakan Metode Rapid Application Development (RAD) (Mulyati et al., 2019). Dalam artikel berjudul “Development of Flipbook Using Web Learning to Improve Logical Thinking Ability in Logic Gate” oleh (Prasetyono & Hariyono, 2020) yang membahas pembelajaran berbasis multimedia sangat potensial untuk mengubah cara belajar, salah satunya dengan multimedia flipbook dari buku teks, dengan kemudahan membaca dan belajar tanpa membawa buku tebal. Pembelajaran Web berbantuan flipbook produk bisa meningkatkan kemampuan berpikir logis dengan

22 |

menggunakan produk-produk tersebut. Jenis penelitian ini menggunakan model 4D terdiri dari mendefinisikan, merancang, mengembangkan, dan menyebarluaskan. Karya ini bisa sebagai bahan acuan dan landasan dalam mengembangkan model pelestarian kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur berupa cerita rakyat dengan produk berupa buku kearifan lokal dan tradisi lisan Cianjur, lalu dibikin model flipbook yang terintegrasi dengan web dan bisa diakses melalui android.

| 23

BAB 3 KONSEP, STRUKTUR, DAN FUNGSI KEARIFAN LOKAL, KONSEP NEGARA, DAN PASAR

Moralitas penegakan hukum berdasarkan nilai-nilai spiritual dan aspek kehidupan lokal, sehingga budaya hukum masyarakat yang harus mampu menjaga kelangsungan hubungan. Sebagaimana vulkanisme dalam tradisi lisan Aborigin Australia, menjaga hubungan antara kehidupan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan (Rahayuningsih et al., 2017). Konsep lokalitas mengarah pada sesuatu yang terkait erat dengan unsur lokal. Kearifan lokal dalam tradisi lisan mencakup nilai, norma, etika, kepercayaan, hukum, adat, dan aturan-aturan khusus (Sudikan, 2015). Bentuk tradisi lisan bisa berupa cerita rakyat, pantun, mamaos/tembang sunda. Ngaos/membaca kajian berisi nasihat dalam doa, ritual prosesi upacara adat, pagelaran budaya, dan sebagainya yang terkandung di dalam serangkaian budaya masyarakat Cianjur. Cerita rakyat (folklore) yang berkembang di Cianjur mempunyai kearifan lokal dan nilai historis tersendiri, seperti kisah Dalem Cikudul yang peninggalannya dijadikan objek wisata spiritual, kisah Dalem Tarikolot yang akhirnya berkembang dengan adanya ritual pagelaran Kuda Kosong, dan Kisah Situs Megalitikum Gunung Padang, serta Ngaos, Mamaos dan Maenpo yang dijadikan sebagai tiga pilar budaya Cianjur.

Cerita rakyat (folklore) sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan di Indonesia belum lama dikembangkan, mempunyai ciri sebagai pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan (Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), 2015). Di Indonesia, cerita rakyat mempunyai kekuatan untuk mengeksplorasi alam dan mempunyai hubungan antara keberadaan karakter, wawasan ekologis, dan nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat (Setyowati et al., 2020).

24 |

Kearifan lokal untuk pariwisata pedesaan Desa Tugu Utara, Jawa Barat seperti kearifan lokal budaya punten telah menjadi ciri khas warganya yang sopan dan santun (Nofiyanti et al., 2021). Bukti etnografi dari Provinsi Vulkanik Baru menjelaskan bahwa orang Aborigin mempunyai kebiasaan yang unik dan menjadi tradisi serta budaya sesuai dengan lokasi mereka (Wilkie et al., 2020). Konsep kearifan lingkungan disesuaikan dengan keunikan tempat tersebut dan dikolaborasikan untuk menetralisir ancaman lokal yang khas (Berardi, 2021). Tradisi dan modernitas yang saling memengaruhi satu sama lain, khususnya dalam cerita rakyat, tradisi lisan dan sastra, pendongeng, dan penulis (Carrassi, 2017b). Hal ini juga berangkat dari karya yang berjudul “Revisiting Territories of Relegation: Class, Ethnicity and State in the Making of Advanced Marginality” (Wacquant, 2020) yang membahas tentang penelitian lingkungan kompleks yang mempunyai karakteristik unik di kalangan hitam. Dalam “Nilai-Nilai Kearifan Lokal ke dalam Model Pembelajaran: Membangun Karakter Siswa yang Positif” (Parwati et al., 2018) diungkapkan bahwa peran teknologi dalam membantu individu untuk belajar merupakan kegiatan yang signifikan di bidang teknologi pendidikan, khususnya dalam membangun karakter siswa dan menjadi kearifan lokal.

Kemudian pada artikel terdahulu yang berjudul “Peran Kearifan Lokal Tamiang dalam Mengurangi Depresi Pascapersalinan: Sebuah Studi Antropologi Linguistik yang Membahas Pemahaman Lokal Tamiang” (Halimatussakdiah et al., 2020) menunjukkan bahwa wawasan lokal bisa digunakan untuk mengurangi depresi pascapersalinan. Budaya digital mengeksplorasi bagaimana membentuk kembali identitas gender di komunitas heteroseksual, biseksual, lesbian, dan gay (Cousineau et al., 2019).

Sebuah studi mengenai budaya minum di suatu tempat dengan produksi minuman beralkohol di Perpustakaan Indochina. Kearifan lokal, keamanan, kualitas, dan kontrol hukum ini menggambarkan kearifan lokal di Indocina dalam bentuk produksi minuman beralkohol sebagai kearifan tersembunyi dari teknologi lokal. Pertimbangan yang signifikan ialah dalam mengendalikan kualitas output regional (Wiwanitkit, 2019). Peran rasa komunitas dalam memanfaatkan kebijaksanaan orang banyak dan menciptakan pengetahuan kolaboratif selama pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa

| 25

riset menandakan masyarakat mempunyai peranan penting dalam memanfaatkan kebijaksanaan masyarakat dan menciptakan pengetahuan kolektif.

Berdasarkan “Kearifan Budaya Pandalungan Indonesia: Sebuah Studi Percontohan Etnonursing” (Susanto et al., 2020) membahas sebuah studi yang mengeksplorasi pengasuhan keluarga dengan remaja berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal dalam keluarga Pandalungan di Wilayah Timur Pulau Jawa Indonesia. Hasilnya mengonfirmasi dampak yang signifikan dari rasa komunitas, kebijaksanaan orang banyak, dan penciptaan pengetahuan kolaboratif pada nilai yang dirasakan dari crowdsourcing media sosial dalam menanggapi krisis semasa pandemi Covid-19 (Saleh Al-Omoush et al., 2020).

Konsep relasi kuasa menghadirkan negara sebagai simbol kekuasaan tertinggi dan memegang kendali utama di dalam pertumbuhan ekonomi yang bisa mengembangkan kearifan lokal tiga pilar budaya. Nilai kearifan lokal dalam budaya Sunda tercermin dalam pandangan hidupnya. Adapun pandangan hidup orang Sunda terbagi menjadi lima bagian. Pertama, manusia sebagai individu. Kedua, manusia dan masyarakat. Ketiga, manusia dengan alam. Keempat, manusia dengan Tuhan. Kelima, manusia dalam mengejar kemajuan fisik dan kepuasan batin. Sementara dalam tradisi lisan, beberapa karakteristik yang dianggap baik oleh Bahasa Sunda diklasifikasikan dalam empat kategori besar, yakni akal, pikiran, roh, dan perilaku. Apa yang dianggap baik dalam kategori alasan, yakni pintar, pandai, pandai, pandai, bijaksana, pengalaman luas, dan menjunjung tinggi kebenaran. Dalam kategori kebajikan, yang dianggap baik, yakni jujur, murni, punya sikap, takwa, tidak penakut, siger tengah (moderat), bageur (baik), bijak, populis, mempunyai rasa malu, taat pada orang tua, memiliki harga diri, setia, dan bisa dipercaya. Dalam kategori roh, yang dianggap baik dari budaya Sunda, yakni idealisme, kesabaran, kepercayaan pada takdir, tabah, memiliki antusiasme untuk belajar, mau berusaha, rajin, lebih baik mati daripada hidup dipermalukan, berani, mulia, ulet, tangguh untuk godaan, dan dikhususkan dalam doa (Abidin, 2019).

Adapun Konsep pasar mengarah pada persaingan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Munculnya persaingan pasar dan kearifan lokal tercermin pada penelitian Tritangtu sebagai kearifan

26 |

lokal mendasari struktur mental pelaku kreatif dalam berkarya baik dalam bentuk pertunjukan, nilai falsafah, maupun dalam produk budaya lain di masyarakat Indonesia. Perubahan Tritangtu Sunda dari struktur permanen ke struktur dinamis membentuk struktur sesuai dengan segmentasi pasar global. Adanya penandaan identitas Sunda, terutama budaya rakyat dan tradisi masa lalu merupakan upaya regeneratif untuk menyelaraskan ketiga pola dalam menghadapi dan bisa stabil menjalankan di tengah-tengah persaingan pasar bebas di Indonesia (Listiani et al., 2013). Tritangtu sebagai kearifan lokal melatarbelakangi struktur mental pelaku kreatif dalam membuat karya, baik berupa pertunjukan, nilai filosofi artefak, maupun produk budaya lainnya di masyarakat Indonesia.

Struktur kearifan lokal dibangun berdasarkan konteks yang ada.

Dengan pengelolaan manajemen yang terstruktur, kearifan menjadi berkembang ditilik dari sudut pandang budaya mereka (Syarifuddin et al., 2020). Nilai-nilai kearifan lokal dari pasar tradisional di antaranya sebagai pilar peradaban yang arif, berbudaya, dan kreatif bagi semua generasi (Amelia, 2020). Perkembangan ekonomi (konsumtif) dan pertumbuhan teknologi yang tidak terbatas bisa mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam, dan secara perlahan menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Membangun landasan filosofis hukum pembangunan lingkungan berdasarkan kearifan lokal/budaya gerakan keagamaan, sosial, dan pemberdayaan merupakan hal yang mutlak (Rahayu et al., 2018).

Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur sangat terikat dengan kepercayaan sesuai dengan ciri kearifan lokal. Salah satu contohnya ialah mamaos (Cianjuran) yang merupakan tembang Sunda khas Cianjur menjadi sebuah hiburan dan tidak ada lagi unsur kesakralan di dalamnya (Maulida et al., 2014). Media dan semiotika budaya guna memahami peran arsip dalam memfasilitasi proses komunikatif dan keterkaitan dalam budaya dan munculnya kebaruan, yakni untuk memahami ‘kreativitas’ arsip (Ibrus & Ojamaa, 2020). The Absent Archive of Screenwriting History and the Obsolete Munshi mengemukakan bahwa untuk menghubungkan dua sejarah yang tampaknya berbeda dari ketidakhadiran arsip dan keusangan manusia, mengungkapkan konstruksi historis yang sukar dipahami dari modernisasi penulisan naskah praktik

| 27

penulisan naskah paralel dan tradisi penulisan yang sebelumnya sudah ada (Sengupta, 2021). Artikel berjudul “We Offer Nuffle a Sausage Sacrifice on Game Day ‘Blood Bowl Players’ Worldbuilding Ritual” berdasarkan lensa Teori Kelayakan Sosiokultural menunjukkan bahwa perilaku pengambilan risiko dalam konteks sosial yang beragam ini berinovasi dengan menghubungkan literatur mengenai rekreasi dan permainan dengan teori sosial yang lebih luas (Singleton, 2021). Dengan memasukkan berkah baru, penggunaan simbol agama maskulin, dan menciptakan gerakan tubuh baru, ritual siklus hidup feminin menantang tradisi Hukum Yahudi dan konstruksi sosial-budaya Israel modern dari Komunitas Yahudi (Ben-Lulu, 2021). Lalu, berakar pada artikel yang berjudul “Orang Cina” di Nigeria terdapat istilah yang diciptakan untuk membingkai konseptualisasi etnis yang, meskipun tertanam dalam pengalaman migran, diwujudkan melalui praktik diskursif (Xiao & Liu, 2021).

28 |

BAB 4 KONSEP IDENTITAS BUDAYA

Identitas budaya berada dalam lingkup studi budaya dan teori sosial. Dalam dunia sosial dan budaya masyarakat modern—identitas khas gender, seksualitas, ras, kelas dan kebangsaan—sedang mengalami kemunduran, sehingga memunculkan bentuk-bentuk baru identifikasi dan memecah-belah individu modern sebagai subjek yang bersatu. Identitas Budaya Stuart Hall menguraikan alasan mengapa pertanyaan mengenai identitas begitu menarik dan sekaligus problematis. Pemeran kontributor terkemuka lalu menginterogasi berbagai dimensi krisis identitas; dalam melakukannya, mereka memberikan wawasan teoretis dan substantif ke dalam pendekatan yang berbeda untuk memahami identitas (Jacobson et al., 1997). Budaya patriarki mempunyai struktur Bahasa yang jelas terepresentasikan dalam kehidupan. Namun, dalam sebuah karya sastra, struktur tersebut mengalami sebuah arena pertarungan makna baru/dekonstruksi (Pamungkas, 2020). Media massa merupakan instrumen penting untuk mendiseminasikan budaya asing pada masyarakat global. Muncul dan digandrunginya budaya asing di Indonesia sangat pesat terjadi, terutama melalui berbagai jenis media. Contoh, K-Pop mendapatkan dukungan dari media mainstream dan new media untuk mendistribusikan produk budayanya ke masyarakat global, termasuk masyarakat Indonesia. Tidak adanya kontrol terhadap gelombang Korea ini membikin K-Pop dengan bebas memengaruhi nilainilai dan identitas budaya dari para penggemarnya. Fenomena tersebut menjadi terkenal di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan dan media massa. demikianlah hasil kajian teori identitas budaya oleh Stuart Hall (Lutviah, 2012). Konsep identitas sebagai politik suatu negara menjadi ciri khas suatu bangsa.

| 29

Konsep identitas sebagai alat politik guna menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan terhadap budaya sendiri menghendaki kreativitas dalam memperlakukan etnisitas seni budaya yang dipunyai. Pemerintah daerah turut berperan aktif dalam menciptakan kondisi pertumbuhan dan perkembangan seni budaya yang dirasa menyenangkan. Peran aktif pemerintah dalam kegiatan kreatif kesenian di satu sisi membawa nilai positif dengan maraknya kegiatan pentas seni pertunjukan. Namun, selain itu juga membawa dampak negatif ditilik dari sisi ketergantungan seniman dan atau pelaku-pelaku dalam eksistensi berkesenian. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang tampak pada suku bangsa dan kebudayaan yang ada di dalamnya serta segala keunikan ekspresi keseniannya (Suherni, 2013).

Bangsa yang besar merupakan bangsa yang mempunyai karakter kuat bersumber dari nilai-nilai yang digali dari budaya masyarakatnya.

Kearifan lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur dan identitas suatu bangsa. Kearifan lokal tersebut yang mampu membuat suatu budaya bangsa mempunyai akar dan fondasi. Membangun jati diri bangsa melalui pendidikan berwawasan kearifan lokal (local genius) pada dasarnya bisa dinilai sebagai landasan bagi pembentukan jati diri bangsa secara nasional. Pendidikan merupakan gerakan kultural. Oleh karena itu, untuk membentuk karakter peserta didik harus melalui pembentukan budaya sekolah yang berkarakter. Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui pendidikan bisa dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya daerahnya sendiri sebagai salah satu upaya membangun identitas bangsa dan sebagai semacam filter dalam menyeleksi pengaruh budaya lain. Pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk senantiasa lekat dengan situasi konkret yang dihadapi (Daniah, 2016). Kontestasi kekuatan pertarungan antarkekuatan untuk memperebutkan identitas merepresentasikan budaya pertarungan identitas melalui mitos bisa memorakporandakan kekuatan negara, khususnya kekuatan kontestasi antara budaya lokal dengan hegemoni (Attas, 2017).

30 |

BAB 5 KONSEP REVITALISASI BUDAYA MASYARAKAT CIANJUR

Kebudayaan yang ada di Indonesia telah dilindungi oleh UndangUndang Nomor 5 yang dikeluarkan oleh Presiden RI Tahun 2017 mengenai pemajuan dan pelestarian kebudayaan (Peraturan Pemerintah & RI, 2017). Konsep revitalisasi kebudayaan yang ada di Cianjur terutama tiga pilar budaya (ngaos, mamaos, maenpo) telah diatur dalam perundang-undangan, yang ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Bupati Nomor 10 Tahun 2020 (Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur, 2020) dan tahapan pelaksanaan pelestarian tiga pilar budaya Cianjur sebagai implementasinya diatur dalam Peraturan Bupati nomor 18 Tahun 2021 (Pemerintah Kabupaten, 2021). Contoh tiga pilar pembangunan budaya di daerah lain seperti yang ada pada artikel yang mengkaji salah satu warisan budaya etnik Batak, yakni kearifan lokal dalihan natolu, yang berkaitan dengan pembangunan kawasan Danau Toba. Seiring dengan disahkannya Peraturan Presiden RI Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otoritas Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba, kiranya penting untuk melihat kawasan Danau Toba dalam bingkai tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dengan mempertanyakan peranan kearifan lokal dalihan natolu dalam bingkai tiga pilar pembangunan berkelanjutan kawasan Danau Toba. Adapun metode yang digunakan adalah metode analisis jaringan sosial, yang mencoba menempatkan dan menjelaskan posisi penting sistem kekerabatan dalihan natolu masyarakat sekitar kawasan Danau Toba sebagai bagian dari aspek budaya, mempunyai posisi penting dalam bingkai tiga pilar pembangunan berkelanjutan kawasan Danau Toba.

| 31

Dalam usaha revitalisasi budaya banyak cara yang bisa dilakukan.

Sebagai contoh, dalam revitalisasi tradisi lisan jemblung merupakan tradisi lisan yang bisa diapresiasi sebagai sebuah kesenian yang nyaris punah padahal kaya akan nilai-nilai luhur yang bisa dimanfaatkan dengan baik untuk pendidikan formal maupun nonformal. Proses pewarisan dalam tradisi lisan jemblung ini digolongkan menjadi dua yakni proses menjadi pemain dan proses penciptaan cerita. Adapun tradisi lisan jemblung berfungsi alat pengesahan kebudayaan, pemaksa berlakunya norma di masyarakat, alat pendidikan, hiburan, media dakwah, dan media propaganda tematik. Nilai-Nilai dalam tradisi lisan jemblung didominasi oleh nilai religi dan nilai budaya (Puspitasari, 2016). Revitalisasi cagar budaya seyogianya mampu mengenali dan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar, seperti sejarah, makna, keunikan, dan citra lokasi. Masih kurang akuratnya mekanisme dalam memperhitungkan nilai dari setiap kriteria masing-masing bangunan dan kawasan cagar budaya menyulitkan petugas dalam menentukan prioritas revitalisasi, sehingga menimbulkan kurang optimalnya tindakan revitalisasi yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi yang bisa membantu petugas dalam pengolahan data cagar budaya, mempercepat waktu analisis cagar budaya, memudahkan proses pengambilan keputusan prioritas revitalisasi cagar budaya, dan mampu mengoptimalkan tindakan revitalisasi yang dilakukan (Prabowo & Setiawan, 2015).

Kearifan lokal yang ada kini menjadi penting dalam mengelola sumber daya alam dan melestarikan lingkungan. Guna merevitalisasi dan melestarikan kearifan lokal serta merevitalisasi nilai-nilai dan norma budaya yang terkandung dalam mengatur tata kehidupan masyarakat, diimplementasikan dalam revitalisasi dan pelestarian budaya sebagai Perencanaan dan Penelitian Partisipatif (PPR) yang menekankan pada penggalian informasi melalui penyelidikan menyeluruh terhadap masyarakat setempat. Caranya dengan desain revitalisasi dan pelestarian kearifan lokal; establishment kelompok kearifan lokal dengan program pelatihan dan pembelajaran; pengelolaan kelompok adat secara terus menerus; menyebarkan kearifan lokal secara luas kepada masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal berisi kearifan lokal; agen regenerasi rencana dan pendukung kearifan lokal sebagai bagian dari warisan budaya. Revitalisasi dan

32 |

pelestarian kearifan lokal sebagai pengelolaan tradisi budaya membantu dan mendukung pembangunan budaya, mempromosikan, dan memperkenalkan tradisi budaya kepada komunitas eksternal (Hilman & Sunaedi, 2018).

| 33

BAB 6 KONSEP KEARIFAN LOKAL DALAM TANTANGAN KEARIFAN GLOBAL

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun secara luas, dan lebih menitikberatkan pada tempat dan lokalitas. Pengertian kearifan lokal merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan lingkungan hidup, dalam masyarakat, dan dalam pengaturan bernegara. Pengaturan kearifan lokal menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 30 bahwasanya nilai-nilai luhur yang berlaku di dalam tata kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk melindungi sekaligus mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kearifan lokal berfungsi sebagai filter atau penyaring dan pengendali terhadap budaya luar yang pengaturannya ada pada berbagai peraturan perundang-undangan dan pada UUD 1945, meskipun tidak secara signifikan membahas mengenai hal tersebut.

Semarang merupakan salah satu kota yang mempunyai kearifan lokal yang beragam, baik kearifan lokal yang telah lama ada diwariskan dari generasi ke generasi maupun kearifan lokal baru yang muncul sebagai hasil interaksi dengan masyarakat dan budaya lain. Kota Semarang mempunyai 27 warisan budaya tak benda menurut Intangible Cultural Heritage (ICH) sesuai konvensi Unesco Tahun 2003 (Njatrijani, 2018).

Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi sosial yang bisa membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada tiap-tiap daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya daerah. Keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan.

Seiring dengan meningkatnya teknologi, transformasi budaya ke arah kehidupan modern dan adanya pengaruh globalisasi, warisan budaya nilai-nilai

34 |

tradisional masyarakat tersebut menghadapi tantangan tersendiri dalam mengupayakan dan menjaga eksistensinya.

| 35

BAB 7 KEARIFAN LOKAL SEBAGAI INDUSTRI KREATIF DALAM TRADISI LISAN MASYARAKAT CIANJUR

Kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan kesehariannya (Alfian, 2013). Merujuk pada pengertian tersebut, maka kearifan lokal bisa diartikan sebagai nilai-nilai, ide, dan pandangan bijak yang berlaku di suatu komunitas lokal yang ditanamkan, dijalankan, dipatuhi, dan diwariskan oleh para anggota komunitas tersebut. Dengan demikian, kearifan lokal menjadi pendorong atas terbangunnya kebersamaan, apresiasi, dalam komunitas bermasyarakat. Kearifan lokal ini juga mewujud dalam berbagai bentuk tradisi dan kebudayaan lokal.

Kearifan lokal bermakna dan berfungsi sebagai pedoman umum atau prinsip yang diadopsi oleh saban anggota masyarakat, khususnya dalam sikap dan perilaku untuk memenuhi kebutuhan sosial. Oleh karena itu, nilai merupakan ide yang berkenaan dengan apa yang dianggap baik, layak, dan diinginkan oleh semua lapisan masyarakat dalam kehidupan (Purba et al., 2020). Kearifan lokal menjadi bagian dari modal sosial yang dipunyai oleh masyarakat sebagai sumber inspirasi sekaligus daya tahan kultural yang dipunyai oleh masyarakat dalam menghadapi berbagai tekanan. Setiap daerah mempunyai nilai-nilai kearifan lokal berbeda, masyarakat Indonesia tetap bersatu yakni bhineka tunggal ika (Sumardjoko & Subowo, 2021). Alhasil, kearifan lokal bisa dikatakan terbentuk dari pemahaman masyarakat terhadap lingkungannya dan berasal dari tradisi (kebiasaan) yang diwariskan secara turun temurun. Adanya kepentingan dan intervensi pemerintah setempat mengatur dan membentuk masyarakat berdasarkan kearifan lokal tiga pilar

36 |

budaya yang menjadi kontestasi antara negara dan pasar yang mempunyai nilai jual budaya itu sendiri dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur sangat tampak terlihat jelas. Hal ini ditandai dengan dikeluarkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Cianjur salah satunya mengatur pelestarian tiga pilar budaya melalui kebijakan budaya secara umum oleh SKPD sesuai dengan tugasnya masing-masing (Anoegrajekti et al., 2019).

Himpunan Wargi Cianjur melakukan kegiatan pasanggiri (perlombaan) memperebutkan piala Bupati Cianjur, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan kegiatan penyuluhan di tingkat sekolah, kecamatan, dan desa. Kemudian Dinas Pariwisata juga menganjurkan tempat wisata menggunakan mamaos (membaca indah yang diiringi kecapi) ketika ada kegiatan penyambutan tamu dan makan siangnya. Terdapat juga lomba maenpo (silat tradisional khas Cianjur) dengan judul lomba Seleksi Festival Pencak Silat Seni Tradisi antar Paguron se-Kabupaten Cianjur yang dilaksanakan di Pendopo Kecamatan Sindangbarang yang bertujuan untuk mengenalkan dan melestarikan pencak silat tradisional khas Cianjur (maenpo) kepada masyarakat umum, terutama anak muda. Seiring dengan semakin pesatnya laju kehidupan keseharian masyarakat Indonesia yang kian modern, informasi mengenai pencak silat, ataupun maenpo bukan semakin melekat erat, akan tetapi justru semakin jauh dan serasa asing di masyarakatnya sendiri terutama generasi muda. “Maenpo” merupakan salah satu pilar budaya sehingga menjadi salah satu unsur pembentuk karakter masyarakat di Cianjur, Jawa Barat, selain “ngaos” dan “mamaos”. “Maenpo” merupakan salah satu aliran tradisional pencak silat yang lebih mengutamakan olah rasa ketimbang kekerasan fisik. (Penca Existence among the Sundanese, 2018).

Untuk melestarikan tradisi ini dan memanfaatkan nilai tradisi dilakukan dengan penyebarluasan informasi, pergelaran, pameran, serta pengemasan bahan kajian. Pemanfaatan nilai tradisi pertunjukan dan budaya termasuk pemanfaatan pariwisata (Putro et al., 2019). Tradisi budaya atau tradisi lisan mengandung makna, fungsi, nilai, dan norma, serta kearifan lokal ialah dengan mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan mempersiapkan masa depan (Sibarani, 2014). “Mengingat masa lalu” berarti menggali, mengidentifikasi, dan memilah nilai tradisi masa lalu, lalu memetik hal-hal yang bernilai dalam tradisi masa lalu. “Memahami

| 37

masa kini” berarti mengetahui permasalahan kehidupan masa kini dengan seluruh kelebihan dan kekurangannya dan memberikan solusi pada permasalahan tersebut dengan mengimplementasikan nilai-nilai tradisi masa lalu.

“Mempersiapkan masa depan” berarti melakukan sesuatu yang berguna pada generasi masa kini sebagai persiapan untuk pembangunan karakter dan peningkatan kesejahteraan generasi masa depan demi bangsa yang bermartabat (Sibarani, 2019).

Meskipun kini kearifan lokal tiga pilar budaya (ngaos, mamaos, maenpo) dan tradisi lisannya belum ada dalam penetapan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia namun diharapkan ke depannya akan segera terdaftar di dalam WBTB 2022 (Sumber: Wawancara dengan Raden Sule ketua umum Himpunan Warga Cianjur (HWC) pada tanggal 11 September 2021). Ngaos sendiri berarti mengaji dalam arti filosofisnya berarti tekad, Mamaos artinya nembang Cianjuran berfilosofi ucap, dan Maenpo kependekan dari maen poho berarti berlatih silat ilmu bela diri khas dari Cianjur yang mempunyai filosofi lampah yang dalam Bahasa Indonesia artinya bertindak. Maenpo merupakan silat tradisional Cikalong salah satu kecamatan di Cianjur diciptakan oleh Raden Haji Ibrahim Jayaperbata (Gan Uweh), lalu dilestarikan hingga kini kepada murid-muridnya salah satunya kepada Raden Haji Aziz Asy’arie. Maenpo Cikalong diminati para pecinta silat, dahulunya bela diri silat tradisional di kalangan ningrat dan dikembangkan oleh R. H. Aziz Asy’arie sebagai salah satu pewaris dan penerus maenpo Cikalong, seni bela tradisional telah diikutsertakan dalam Forum Pencipta dan Pelestari Silat Tradisional Indonesia (FP2STI) pada Juni 2006 dan berkembang hingga kini. Selain itu, juga terdapat pewaris maenpo lainnya yang menjadi sesepuh perguruan Maenpo Cikalong, yakni Haji Ceng Suryana HR yang juga mempunyai komunitas maenpo Cikalong (sumber: wawancara dengan Raden Haji Aziz Asy’arie pada tanggal 20 September 2020).

38 |

Gambar 7. Monumen Silat Tradisional Cianjur yaitu Maenpo sebagai Bagian dari Tiga Pilar Budaya Suatu kebiasaan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dengan cara turun temurun. Sebagai tradisi yang mempunyai kearifan lokal masih ada yang bertahan hingga kini meskipun eksistensinya tidak sekuat dulu lagi dan telah banyak mengalami transformasi. Harus diakui bahwa sebagian tradisi telah hilang ditelan zaman. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan inventarisasi, modifikasi, dan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal tersebut dengan cara menghidupkan kembali dan menempatkannya di dalam konteks masa kini untuk diimplementasikan dan diajarkan pada generasi muda demi menciptakan kedamaian dan meningkatkan kesejahteraan bangsa di masa depan (Alfian, 2013).

Globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat cepat dan tidak bisa dibendung memunculkan lompatan budaya jika bangsa ini tidak siap menyambut persimpangan arus informasi serta komunikasi yang masuk ke wilayahnya, maka kebudayaan lokal yang merupakan peninggalan leluhur ini akan tergerus oleh budaya asing, terkalahkan di rumahnya sendiri seperti tak dipedulikan oleh para pewarisnya (Mardatillah et al., 2020).

Tradisi bercerita rakyat yang hidup dan berkembang di masyarakat sejatinya bisa menjadi kekayaan budaya di negeri ini karena cerita-cerita rakyat

| 39

tersebut mengandung kearifan lokal. Cerita rakyat seyogianya bisa dimanfaatkan pada masa kini untuk menggugah kembali nilai-nilai budaya yang dibutuhkan di dalam kehidupan. Dibutuhkan adanya sinergisitas antara cerita rakyat dengan teknologi sehingga keduanya bisa berjalan beriringan (Setiawan, 2019).

Budaya sebagaimana teori Budaya yang digagas oleh Edward T. Hall, didefinisikan sebagai “cara hidup suatu masyarakat, jumlah dari pola perilaku yang dipelajari, sikap dan hal-hal materi.” Budaya mengontrol perilaku dengan cara yang mendalam dan bertahan. Banyak di antaranya yang ada di luar kesadaran sehingga di luar kendali sadar masyarakat. Hall mencoba membawa pola-pola tersebut ke kesadaran dengan mengembangkan metode untuk analisis budaya, yang mendefinisikan unit dasar budaya, blok bangunannya atau “isolasi”, lalu mengikat isolat ini ke dalam basis biologis sehingga mereka bisa dibandingkan di antara budaya, dan bergerak ke atas untuk membangun teori terpadu budaya (Language et al., 1976).

Tradisi lisan yang ada di Indonesia sekaligus juga menyimpan identitas bangsa karena di dalamnya terletak akar budaya dan akar tradisi sebagai subkultur atau kultur Indonesia (Supriatin, 2012). Tradisi lisan berciri tradisional, yang menyiratkan bahwa tradisi lisan harus mengandung unsur warisan etnik, baik murni bersifat etnis maupun kreasi baru yang terdapat unsur etnisnya. Transmisi budaya yang dituturkan secara lisan beserta leksikon-leksikon secara tradisional (Tulalessy, 2018). Sebuah tradisi yang direvitalisasi kemungkinan besar bertransformasi sesuai dengan perkembangan zaman, akan tetapi unsur-unsur etniknya tetap ada dan masih tampak. Tradisi lisan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya secara turun temurun, proses penyampaiannya secara gethok tular.

Ciri inilah yang menjadikan budaya bukan lisan (non-verbal culture) atau kebiasaan tergolong tradisi lisan karena budaya bukan lisan, seperti adat istiadat yang disampaikan orang tua dari mulut ke mulut melalui berbicara hingga ke telinga anak-anaknya melalui mendengar (telinga) dalam kajian ilmu bahasa disebut dengan penyampaian lisan. Dengan demikian, tradisi yang disampaikan, diajarkan, disosialisasikan, dan diwariskan secara lisan disebut dengan tradisi lisan. Selain itu, tradisi lisan mengandung nilai-nilai norma dan budaya. Para leluhur mewariskan didikan yang baik (nilai) dan

40 |

aturan yang benar (norma) kepada keturunannya dan bermanfaat bagi generasi penerusnya. Menyoal pelestarian dan pewarisan nilai-nilai budaya dan norma ini, negara harus hadir untuk meregulasi dan mengedukasi masyarakat (Anoegrajekti, 2019).

Sebagai contoh, kearifan lokal dalam karya sastra Jawa manifestasi kearifan lokal dalam puisi Jawa kuno (parikan, saloka, wangsalan, tembang) dan klasifikasi puisi Jawa baru/modern (geguritan) Suripan Sadi Hutomo (periode 1940-1950, periode 1950-1960, periode 1960-1970, dan periode 1970-1980)’ (Periode 1980-2000 bisa dikatakan bahwa tidak terdapat perubahan struktur atau tema dalam puisi Jawa modern), bentuk kearifan lokal dalam karya sastra Jawa, baik lama maupun baru atau modern ini berupa ekspresi linguistik yang mengandung makna filosofis kehidupan yang tinggi dan tepat untuk disajikan sebagai bahan ajar karena di dalamnya terkandung pesan moral yang sangat baik (adiluhung) untuk kehidupan yang damai dan berkelanjutan di dunia nyata (Esti Ismawati, 2019).

Gambar 8. Monumen Al-Qur’an sebagai Simbol Ngaos Bagian dari Tiga Pilar Budaya

| 41

Tradisi mempunyai tiga karakteristik. Pertama, tradisi merupakan kebiasaan (lore) dan sekaligus proses (process) atau kegiatan yang dipunyai bersama suatu komunitas. Kedua, tradisi merupakan sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan identitas. Ketiga, tradisi merupakan sesuatu yang dikenal dan diakui oleh kelompok tersebut sebagai tradisinya (Brier, Jennifer, 2020). “lisan” pada tradisi lisan ini berdasarkan proses penyampaian sebuah tradisi dengan media lisan. Tradisi lisan bukan berarti tradisi tersebut terdiri dari unsur-unsur verbal saja, melainkan penyampaian tradisi tersebut secara turun-temurun secara lisan (Halimatussakdiah et al., 2020; Robert, 2015). Tradisi lisan merupakan kegiatan budaya tradisional suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (non-verbal) (Sibarani et al., 2020). Tradisi lisan pada masa kini mengalami perubahan dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam konteks ragam tradisi lisan tersebut, fungsi kearifan lokal ngaos, mamaos, dan maenpo juga nyaris sama dengan apa yang dikatakan Pudentia dan Effendi tentang tradisi lisan yang terancam punah karena fungsinya telah redup, berkurang atau berubah dalam kehidupan masyarakatnya.

Sebagai contoh, pemanfaatan festival Menongkah oleh masyarakat.

Duanu sebagai media revitalisasi budaya dan bahasa Duanu. Pengelolaan yang baik, diyakini bisa menjadi landasan munculnya ekonomi kreatif yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat pendukungnya, sekaligus bisa merevitalisasi budaya dan bahasa mereka. Pemerintah mesti membuat kebijakan yang mampu mendukung terciptanya pola pikir, sistem, dan praktik industri kreatif berbasis lokalitas dan senantiasa mengedepankan nilai-nilai kultural yang ada. festival Menongkah dimanfaatkan secara maksimal dengan mengembangkan industri kreatif, diyakini bahasa dan budaya Duanu yang nyaris punah bisa terevitalisasi, dan kehidupan masyarakat pun kian makmur (Wahyuni, 2017). Oleh karena itu, lahirnya industri batik Cianjur, industri suvenir budaya, dan kuliner budaya di Cianjur bisa mengembangkan industri kreatif masyarakat Cianjur. Sebagai contoh, hadirnya batik tiga pilar budaya telah menjadi ajang promosi produk industri dan eksistensi industri kreatif yang berada di Cianjur sebagai

42 |

penunjang lahirnya Perda dan Perbup mengenai Tiga Pilar Budaya Ngaos, Mamaos, dan Maenpo ini. Tidak menutup kemungkinan akan hadirnya industri-industri kreatif yang lain dalam pengembangan batik tiga pilar.

| 43

BAB 8 SISTEMATIKA BERPIKIR

Menurut filsafat, manusia harus membentuk kerangka berpikir sebelum seorang individu melakukan suatu tindakan. Konsep berpikir filsafat merupakan cara berpikir yang radikal, universal, konseptual, koheren/konsisten, dan sistematis (Boeriswati, 2019). Dengan menggunakan kerangka berpikir filsafat, individu akan menentukan sikap dan bertindak secara objektif, efisien, terarah, dan proporsional. Alhasil, apa pun yang terjadi setelah tindakannya tidak menyesali dan mampu menghadapi segala kemungkinannya (Aulia, 2015). Konstruktivisme menjadi pendekatan yang mempunyai prinsip-prinsip dan penerapan pendekatan kualitatif (Supardan, 2016). Epistemologi riset ini di bidang sosial konstruktivisme. Penelitian yang dinamis melibatkan konstruksi dari psikologi sosial dan pendidikan, mempunyai relevansi dengan domain pembelajaran bahasa (Tatzl et al., 2016). Aksiologi berfokus pada unsur realitas dalam membahas nilai-nilai yang berkenaan dengan kegiatan keilmuan dan kegunaannya, baik secara internal, eksternal, maupun sosial. Nilai kearifan lokal tiga pilar budaya Cianjur ini memengaruhi kehidupan masyarakatnya dengan adanya kontestasi negara, pasar dan identitas. Sehingga hal tersebut memengaruhi promosi tiga pilar budaya ini di mata dunia sebagai bagian dari tradisi lisan masyarakat Cianjur. Oleh karena itu, dibikinlah sistematika berpikir sebagaimana yang bisa ditilik pada gambar berikut:

44 |

Gambar 9. Bagan Sistematika Berpikir Penggunaan aplikasi model flipbook dimanfaatkan untuk mempertahankan cerita fiksi di Universitas Pakuan Bogor, dibikin sejalan dengan tuntutan pembelajaran di Era Industri 4.0 dan menuju Era Industri 5.0. kemudian, pada tahap pelaksanaan, upaya revitalisasi dan model

| 45

pelestarian dilakukan secara formal pada dunia pendidikan dan nonformal berupa sosialisasi dengan masyarakat, sekolah, dan Dinas Pendidikan dengan memperkenalkan dan memaparkan pengetahuan dan pemanfaatannya pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam hal ini, digunakanlah aplikasi flipbook versi tipe Issuu dengan tampilan empat dimensi yang bisa diintegrasikan dengan website dan bisa digunakan di android seperti yang tampak pada gambar berikut ini.

Gambar 10. Model Flipbook Versi Tipe Issuu

46 |

BAB 9 TATA PROSES PENDALAMAN

A.

Pendekatan Riset ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Pada pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan, memprediksi, mengontrol fenomena dengan metode etnografi yang berupaya ba mendeskripsikan suatu peristiwa, kejadian yang terjadi, dengan berfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan dalam masyarakat.

Dibutuhkan informan-informan untuk mewakili masyarakat tersebut dan dilakukan wawancara sehingga didapatkan pemahaman-pemahaman kultural umum yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti.

B.

Lapangan Pelaksanaan Penelitian kearifan lokal dan tradisi lisan masyarakat Cianjur dilakukan sejak 14 Agustus 2019 hingga kini. Data dikumpulkan melalui pengamatan pasif, partisipatif, wawancara, studi dokumenter, literatur, dan diskusi dengan budayawan yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Cianjur, melakukan wawancara dengan tokoh dan sesepuh Cianjur, menyaksikan kontestasi ngaos, pagelaran mamaos, pasanggiri maenpo, diskusi dengan ketua Himpunan Wargi Cianjur, berbincang dengan aparat pemerintahan, dan sebagainya.

Penelitian diawali dengan penelusuran tradisi lisan berupa atraksi pawai pertunjukan kuda kosong pada tahun 2019, penyusuran sejarah kearifan lokal tiga pilar budaya (Ngaos, Mamaos, Maenpo) di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Cianjur terdiri dari 32 kecamatan dengan luas wilayah 361.434,98 ha. Adapun kecamatan terluas yakni Kecamatan Cidaun dengan luas 29.551,23. Luas lahan di Kabupaten Cianjur ialah 350.148 ha. Jumlah kependudukan Kabupaten Cianjur sekira sebanyak 2.253.784 jiwa yang terdiri dari 1.159.421 jiwa laki-laki dan 1.094.363 jiwa

| 47

perempuan dengan rerata kepadatan penduduk 624 jiwa/km2. Sex ratio sebesar 105,94, yang berarti ada 105 atau 106 penduduk laki-laki pada setiap 100 penduduk perempuan (Kebudayaan, 2018). Adapun peta lokasi Kabupaten Cianjur yang dikaji dan diteliti adalah sebagai berikut.

Gambar 11. Peta Kabupaten Cianjur sebagai Lapangan Penelitian

48 |

C.

Rencana Tindak Lanjut Rancangan proses riset dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metodologi etnografi menggunakan observasi, wawancara, dokumen, serta literatur untuk mendeskripsikan, menggali, menemukan, mengungkapkan, dan menjelaskan unsur kelisanan dalam pertunjukan yang berkenaan dengan teks, koteks, konteks pertunjukan, formula, fungsi, pewarisan, nilai kearifan lokal, dan upaya revitalisasi dan model pelestarian kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. Data kualitatif adalah sumber deskripsi yang luas dan kokoh, serta memuat penjelasan mengenai proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat secara mendalam (Halimatussakdiah et al., 2020). Modelnya mengacu pada model etnografi Spradley. Model etnografi yang digunakan sesuai dengan paradigma fenomenologi yang menilai bahwa apa yang tampak di permukaan (teks, koteks, dan konteks) hanyalah merupakan gejala atau fenomena yang terjadi karena ada yang tersembunyi dalamnya, berupa isi (nilai, norma budaya atau kearifan lokal) sebagai kandungan tradisi lisan (Sibarani, 2014). Untuk mengungkap nilai-nilai kearifan lokal dari suatu tradisi harus menggunakan metode kualitatif etnografi dengan karakteristik sumber data berlatar alami dan peneliti berfungsi sebagai human instrument (Spradley, 2016) dan (Nygren et al., 2016). Etnografi merupakan suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi dengan observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural etnografi yang merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan (Emzir, 2012). Peneliti etnografi menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang lama meliputi pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara (Creswell, 2013). Dan akhir penelitian ditentukan sepenuhnya oleh peneliti, karena dalam penelitian etnografi tidak bisa didapatkan hasil penelitian yang sempurna yang bisa melaporkan kebudayaan di wilayah penelitiannya secara utuh dan komprehensif (Creswell & Guetterman, 2019).

Adapun enam elemen dasar penelitian etnografi, antara lain (1) pada awalnya merupakan sebuah upaya penggalian dan berakhir terbuka dengan pendekatan yang fleksibel dan kreatif guna mempresentasikan sebuah populasi dalam konteks kemanusiaan, (2) melibatkan peneliti secara

| 49

intensif sebagai pengamat dan pada tahap tertentu sebagai partisipan. Hal ini memberi peluang secara holistik untuk mempelajari sistem budaya, konteks sosiokultural, serta proses dan makna yang ada dalam suatu sistem budaya, (3) menggunakan berbagai teknik penelitian dengan menekankan pada pengamatan berpartisipasi dan wawancara informan kunci, (4) keterlibatan tersebut merupakan upaya nyata guna memahami ragam peristiwa dalam batasan makna berdasarkan latar sosial, (5) mencakup kerangka interpretatif yang menekankan urgensi peran konteks dalam menjelaskan perilaku dan keterkaitan perilaku dengan peristiwa-peristiwa dalam sebuah sistem fungsional secara menyeluruh, dan (6) pada deskripsi hasil penelitian digambarkan secara terperinci dan detail sehingga pembaca mengetahui apa yang terjadi di lapangan. Etnografi memberikan sebuah data empiris yang luas. Data tersebut didapatkan melalui keikutsertaan yang mendalam oleh peneliti dalam kehidupan masyarakat yang diteliti (Siddiq & Salama, 2019).

Keterlibatan peneliti dalam melakukan entrografi dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dan berkesinambungan pada observasi partisipan dari suatu situasi. Artinya, peneliti mesti mampu mengembangkan pertanyaan-pertanyaan mengenai objek yang diteliti secara terperinci yang dilakukan secara kontinu sehingga penggalian informasi benar-benar menyentuh seluruh aspek yang berkenaan dengan objek yang diteliti. Konsep etnografi yang harus dipahami adalah konsep kebudayaan, perspektif yang sifatnya holistik, kontekstualisasi, perspektif yang bersifat emik, deskripsi yang tebal (thick description), pemeriksaan oleh partisipan, dan orientasi yang tidak menghakimi. Dengan demikian, data yang didapatkan benar-benar mampu menggambarkan kelompok masyarakat yang diteliti secara detail dan menyentuh berbagai aspek kebudayaan dalam kehidupan.

Selain itu, peneliti melakukan penelitian secara alamiah sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai atau perspektif pribadi dirinya (Nygren et al., 2016). Dengan demikian penelitian etnografi berupaya memperhatikan makna-makna, tindakan dari kejadian yang terjadi pada orang-orang yang hendak dipahami.

Pemahaman terhadap makna-makna tindakan yang terjadi memerlukan

50 |

keterlibatan yang intensif guna menangkap hal-hal yang bersifat implisit dari peristiwa-peristiwa yang diamati (Aronson, 1995). Dalam penelitian, kajian etnografi disesuaikan dengan pendekatan tradisi lisan guna mengkaji pertunjukan dihubungkan dengan teks, koteks, dan konteks, lalu formula, fungsi, dan pewarisan untuk memahami makna kearifan lokal, nilai kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur menjadi dasar acuan dalam mengembangkan model pelestarian. Supaya mempermudah peneliti etnografi, maka peneliti harus memperhatikan siklus penelitian etnografi dan mengikuti prosedur atau tata cara dalam penelitian etnografi Spradley berupa 12 prosedur penelitian etnografi Spradley sebagaimana Gambar 12 berikut:

Gambar 12. 12 Prosedur Penelitian Etnografi D.

Anteseden Informasi Data dan sumber data didapatkan dari informan yang diwawancarai, dari dokumen, dan literatur. Data kualitatif merupakan sumber deskripsi yang luas dan kokoh, serta memuat penjelasan mengenai proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat secara mendalam (Halimatussakdiah et al., 2020). Kehadiran informan sebagai data primer sangat penting. Informan bekerja sama dengan peneliti untuk menghasilkan suatu deskripsi budaya.

Hubungan yang kompleks erat kaitannya dalam keberhasilan penelitian etnografi. Informan merupakan seorang pembicara yang mengulang-ngulang kata, frasa, dan kalimat dalam bahasanya sebagai model sumber informasi utama (Spradley, 2016). Adapun informan dalam menyelisik tiga pilar

| 51

budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur ini antara lain kuncen kuda kosong, penonton, budayawan, mahasiswa, akademisi, aparatur negara, masyarakat sekitar lokasi serta pemerintah daerah. Terdapat tujuh belas orang yang diwawancarai, mereka adalah informan dan ada juga yang bertindak sebagai responden. Mereka menjawab wawancara langsung yang direkam melalui daftar pertanyaan yang telah dibuat dan memberikan informasi, informan dan responden merupakan sumber data primer yang diwawancarai secara langsung.

Adapun nama-nama informan yang terlibat bisa ditilik tabel berikut ini: Tabel 1. Daftar Nama-Nama Informan pada Prapenelitian no nama 1 Dr. Abah Ruskawan

Jabatan Ketua Paguyuban Pasundan, ketua Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC)

Keterangan Akademisi, tokoh masyarakat, PNS

2

Luki Muhar am (informan)

Guru

Tokoh masyarakat, anggota komite tiga pilar budaya dan anggota LKC

3

Raden Sulaeman

Tokoh

Tokoh masyarakat, Penggagas tiga pilar budaya Cianjur

4

Bah Tatang (informan dan responden)

Budayawan

Tokoh budayawan, Pemain Kuda kosong sebagai Juru Tari

5

Kang Dedi (informan)

Seniman dan budayawan

Pemain kacapi suling anggota LKC

6

Dr. Dadang AF (informan)

PNS, Akademisi dan kuncen kuda kosong

Tokoh Budayawan yang merupakan dosen dan kuncen pertunjukan kuda kosong

7

R.H. Azis (informan) Tokoh Maenpo

Tokoh masyarakat, ketua perguruan silat maenpo Cikalong

8

H. Dr. Cecep Alamsyah, M.si (Informan dan responden)

Sekretaris Daerah Pejabat Pemerintahan Kabupaten Cianjur

9

Drs. H. Himam Haris, Kepala Dinas Pendidikan Kab. Kepala Dinas Pendidikan M.Pd. (informan dan Cianjur dan Kebudayaan Kabupaten responden) Cianjur

52 |

Sekda Kab. Cianjur

no nama 10 Bhakti Kurniyanto (informan dan responden)

Jabatan Kabid Perencanaan Pemerintahan dan Sosial Budaya

Keterangan Kepala Bidang Perencanaan Pemerintahan dan Sosial Budaya Kabupaten Cianjur

11 Dr. Eden Romansyah, M.Pd. (informan dan responden) 12 Indra Sunggara, Sip. M.Si (informan)

Pengurus LKC

Kepala Sekolah, PNS dan pengurus Lembaga Kebudayaan Cianjur

Kabid UMKM

Deperindag Kabupaten Cianjur

13 Dewi Widiawati, SH., MH. (informan dan responden)

Kasubag Keuangan

Dinas Pariwisata dan Olah Raga Kabupaten Cianjur

14 Bambang Muhamad PLT Sekretaris Dewan Tarip (informan dan responden) 15 Dony Herdiana Kabag Umum (informan dan responden)

Sekretaris Dewan Kabupaten Cianjur

16 Dr. Iyus Surad

Dosen Tetap Yayasan

Dosen ISBI dan tokoh budayawan mamaos Cianjur

17 D Andri Kartanegara Ketua Padepokan Pancaniti atau Kang Andri dan budayawan Cianjur

PNS Kabupaten Cianjur

Tokoh Budayawan Cianjur

Berdasarkan tabel tersebut merupakan nama-nama informan yang menjadi data primer. Namun, terdapat beberapa informan yang keberatan namanya untuk dicantumkan dalam tabel, sehingga peneliti menjaga kerahasiaannya.

E.

Persiapan dan Strukturasi Instrumen Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan.

Oleh karena itu, dibutuhkan instrumen observasi yang mencakup handycam, dan alat kamera foto yang digunakan untuk pendokumentasian.

Lalu, pedoman wawancara dan catatan pribadi untuk membantu mengumpulkan data responden. Pedoman wawancara dibuat menurut ahli penelitian kualitatif Sugiyono, dan berdasarkan pendekatan etnografi Spradley.

Pun, mengikuti 12 prosedur penelitian berdasarkan pendekatan etnografi Spradley. Pedoman wawancara memuat hal-hal yang berkenaan dengan kearifan lokal, adanya kontestasi antara negara, pasar, dan identitas dalam

| 53

tradisi lisan masyarakat Cianjur itu sendiri. Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti menjadi instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menitikberatkan makna ketimbang generalisasi. Adapun menurut Creswell, pendekatan kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi makna yang dianggap bersumber dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian ini melibatkan banyak usaha penting seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif, mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum dan menafsirkan makna data.

Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982) meliputi 1) Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument; 2) Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number; 3) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products; 4) Qualitative research tend to analyze their data inductively; 5) “Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Berdasarkan karakteristik tersebut, bisa dikatakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti merupakan instrumen kunci dari penelitian dimaksud (Sugiyono, 2014). Melakukan pencatatan etnografis merupakan jembatan antara penemuan dan deskripsi, yang menghubungkan keduanya dalam suatu proses tunggal yang kompleks dan detail. Penemuan akan menyebabkan catatan di lapangan, membaca kembali catatan di lapangan akan memunculkan penemuan tambahan.

Adapun proses ini disajikan dalam diagram berikut:

54 |

Gambar 13. Catatan Etnografis Hasil penelitian didapatkan dari catatan lapangan. Salah satu jenis pengumpulan informasi dilakukan dengan menggunakan metode observasi partisipatoris.

Observasi partisipan dikenal juga dengan istilah pengamatan berpartisipasi, pengamatan aktif, pengamatan terlibat, dan pengamatan berperan serta. Observasi partisipatoris dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap objek dan fenomena yang diteliti. Instrumen utama pada penelitian ini adalah peneliti sendiri yang berada langsung di lapangan dan terlibat aktif dengan menggunakan peralatan berupa alat rekam audio visual (handycam), kamera foto, dan alat tulis. Lalu, membuat laporan ringkas. Wawancara yang direkam lalu ditranskrip secara penuh. Hal ini bisa membantu untuk memilih topik yang relevan bagi transkrip selanjutnya.

Beberapa catatan di lapangan dianalisis dan diinterpretasikan. Hal ini penting dilakukan untuk menuangkan gagasan dalam tulisan tentang budaya yang dipelajari. Lalu, peneliti melakukan observasi, dan terlibat dalam kegiatan pertunjukan dengan cara menjadi bagian masyarakat yang bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi para calon informan dan responden; 2) mengakrabkan dengan masyarakat supaya sama-sama merasa nyaman dan berkomunikasi secara aktif; 3) memperoleh kesempatan untuk berbicara dan berdiskusi tentang kearifan lokal tiga pilar budaya; 4) lebih memahami kondisi sosial, sikap, dan cara pandang masyarakat mengenai kearifan lokal tiga pilar budaya; dan 5) menyaksikan performansi kearifan lokal tiga pilar budaya secara langsung untuk mencatat dan mengamati teks, koteks, konteks, interaksi, rangkaian tindakan, dan lainnya.

Untuk mengumpulkan data hingga pada menyimpulkan hasil, dibutuhkan pengamatan berpartisipasi yang intens di lapangan. Pengamatan dilakukan dalam situasi pertunjukan tradisi lisan masyarakat Cianjur dan di luar pertunjukan. Pengamatan terhadap situasi pertunjukan memberikan gambaran mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pertunjukan,

| 55

mulai dari yang kasat mata seperti kostum dan tempat pertunjukan, sesajen, sampai pada hal-hal yang tersirat dari pertunjukan tersebut.

Pengamatan di luar pertunjukan memberikan gambaran mengenai sikap dan perilaku masyarakat dengan pelaku budaya dalam kehidupan seharihari. Pengamatan tersebut juga memberikan gambaran mengenai konteks, pewarisan, dan nilai kearifan lokal pada salah satu tradisi lisan Cianjur, salah satunya melalui pertunjukan kuda kosong.

Hasil pengamatan juga akan mengungkapkan perubahan fungsi tradisi lisan masyarakat Cianjur karena bergesernya eksistensi tradisi lisan.

Data awal nantinya dikembangkan pada proses wawancara untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.

Pengumpulan informasi juga bisa dilakukan dengan cara Perekaman.

Perekaman menjadi salah satu cara atau tindakan yang dipilih untuk mendokumentasikan kearifan lokal dan tradisi lisan. Kamera foto maupun video bisa membantu peneliti dalam mengumpulkan informasi dan data di lapangan. Adapun perekaman yang akan dilakukan meliputi perekaman beberapa kegiatan sebagai berikut.

1. Perekaman terhadap proses persiapan pelaksanaan pertunjukan tradisi lisan.

Perekaman ini dimaksudkan untuk melengkapi data yang tidak tercatat dalam kegiatan persiapan pertunjukan.

2.

Perekaman pelaksanaan pertunjukan tradisi lisan.

Kegiatan perekaman ini disertai dengan pencatatan terhadap hal-hal yang dimungkinkan penting dan bisa dicatat, seperti perekaman wawancara terhadap informan.

3.

Perekaman terhadap peralatan yang digunakan dalam pertunjukan.

Beberapa dokumentasi hasil perekaman tersebut ditindaklanjuti untuk dibikin aplikasi model pelestarian kearifan lokal dalam tradisi lisan dengan menggunakan aplikasi flipbook yang terintegrasi dengan web dan bisa diakses melalui android.

Dalam usaha mengumpulkan data, santer terdengar juga Metode dokumen kepustakaan.

56 |

Penelusuran kepustakaan dilakukan dengan menelusuri data yang terkait erat dengan kearifan lokal dan tradisi lisan masyarakat Cianjur melalui buku-buku, jurnal, atau media internet. Penelusuran terhadap buku-buku dibatasi pada buku-buku yang berkaitan dengan penelitian dan dilengkapi dengan kajian literatur dari berbagai sumber yang terpercaya.

F.

Proses Penguraian Informasi Berdasarkan Pendekatan Etnografi ala Spradley Data yang telah dikumpulkan kemudian dijabarkan dan dianalisis setelah peneliti melakukan wawancara mendalam, dan terbuka yang kedua kalinya dilakukan dengan pemuka adat, tokoh budayawan, tokoh masyarakat, kuncen, penggiat dan pemrakarsa maenpo, masyarakat, akademisi, partisipan penonton, PNS dari berbagai SKPD dan anggota masyarakat secara mendalam dan terbuka. Merujuk dari buku yang ditulis oleh Spradley (2016) yang mengungkapkan bahwa analysis of any kind involve a way of thinking. It refers to systematic examination of something to determine its part, the relation among parts, and the relationship to the whole. Analysis is a search for patterns. Artinya, “Analisis dalam bentuk apa pun melibatkan cara berpikir. Hal ini mengacu pada pemeriksaan sistematis sesuatu untuk menentukan bagiannya, hubungan antara bagian-bagian, dan hubungan dengan keseluruhan”. Lalu, analisis diperkuat dengan pendekatan etnografi kajian budaya sebagai suatu pendekatan sistematis dalam ilmu sosial yang membawa peneliti ke dalam realitas terpisah yang telah dipelajari dan dimanfaatkan orang lain untuk memahami dunia (Garrido, 2017).

Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara etnografi supaya data yang terkumpul sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat yang diteliti. Wawancara dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan untuk memenuhi kelengkapan dan kecukupan data. Pedoman wawancara digunakan sebagai pedoman atau acuan, sedangkan dalam aktivitas pengumpulan data di lapangan seringkali wawancara yang dilakukan akan berkembang secara spontan sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung.

| 57

Berikut ini merupakan hal-hal pokok yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara kearifan lokal tiga pilar budaya Cianjur.

1. Sejarah dan Kondisi Terkini Kearifan Lokal dalam Tradisi Lisan Masyarakat Cianjur Dalam mengungkap sejarah dan kondisi terkini kearifan lokal yang dikenal dengan tiga pilar budaya Cianjur dalam tradisi lisannya di Kabupaten Cianjur, maka dirumuskan hal-hal pokok yang akan dijadikan acuan dalam wawancara sebagai berikut: a. Asal mula kearifan lokal tiga pilar budaya dan tradisi lisan. b. Batasan atau definisi tradisi tersebut menurut budaya setempat.

Pasalnya, tradisi yang sama bisa didefinisikan secara berbeda oleh kelompok masyarakat yang berbeda. c. Hubungan kearifan lokal dan tradisi tersebut dengan struktur politik dan kepercayaan metafisik yang berlaku dalam budaya setempat serta perubahannya. d. Hubungan tradisi lisan dengan aturan-aturan seksual dan sosial budaya setempat. e. Hubungan historis tradisi tersebut dengan tradisi lain dalam budaya setempat; apakah tumbuh bersama atau saling memengaruhi. f. Hubungan secara historis dan pertentangan dengan praktik pertunjukan dari budaya lain, Barat atau non-Barat. g. Perbedaan dan kemunculan gaya baru, kematian gaya sebelumnya. h. Pelaku, penghambat, dan faktor eksternal. i. Mendorong inovasi. j. Penyokong kearifan lokal dan tradisi secara ekonomis (minat pasar). k. Kebertahanan popularitas tradisi. l. Perubahan peraturan partisipan. m. Perbedaan tradisi di desa dan kota. n. Tujuan yang diemban tradisi. o. Upaya pelestarian. p. Tekanan-tekanan baru yang dihadapi tradisi. q. Upaya penanganan terhadap tekanan-tekanan yang dialami. r. Kondisi terkini tradisi. s. Penerimaan generasi muda dalam tradisi tersebut.

58 |

t. Kemungkinan eksistensi di masa depan dan harapan-harapannya.

2.

Karakteristik Kearifan Lokal Tiga Pilar Budaya Cianjur Berikut beberapa hal pokok yang dijadikan sebagai acuan untuk mengungkap karakteristik kearifan lokal tiga pilar budaya (ngaos, mamaos, maenpo) dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. a. Bentuk kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. b. Proses penciptaan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. c. Proses penyebaran kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. d. Cara mewariskan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan e. maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. f. Komunitas pendukung kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. g. Kawasan dan lingkup komunitas pendukung kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. h. Hubungan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur dengan seni budaya atau tradisi lainnya yang terdapat dalam masyarakat setempat. i. Muatan yang terkandung dalam kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dan tradisi lisan masyarakat Cianjur. j. Ketentuan spiritual mengenai kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. k. Penggunaan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dan tradisi lisan dalam aktivitas sosial kultural masyarakat. l. Cara menyajikan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo atau penampilannya dalam tradisi lisan. m. Kemampuan atau kemahiran yang harus dipunyai para pelaku atau penampil kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. n. Hubungan kearifan lokal tiga pilar budaya ngaos, mamaos, dan

| 59

o. maenpo dalam tradisi lisan dengan adat istiadat masyarakat Cianjur. p. Partisipan yang turut serta dalam pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan, yang berperan sebagai penampil dan penonton. q. Tempat dan waktu pelaksanaan pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. r. Bahasa dan kekhususan bahasa yang digunakan dalam kearifan lokal tiga pilar budaya dan pertunjukan tradisi lisan masyarakat Cianjur. s. Hubungan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. t. Kedinamisan tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. u. Variasi atau keberagaman kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. v. Sikap dan perilaku penampil dan penonton dalam pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo tradisi lisan masyarakat Cianjur. w. Makna kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan bagi masyarakat. x. Tanggapan masyarakat terhadap keberadaan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan kehidupan masyarakat di era modern ini. y. Rumusan dan pola kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur z. Ciri khas kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur.

3.

Partisipan Penampil Tiga Pilar Budaya (Ngaos, Mamaos, Maenpo) Partisipan penampil atau penyaji kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan berperan penting dalam pertunjukan. Adapun hal-hal pokok yang akan dijadikan pedoman dalam mengungkapkan tentang partisipan kearifan lokal tiga pilar budaya: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur adalah sebagai berikut:

60 |

a. Perbedaan perlakuan antara partisipan penampil dengan partisipan lain dalam suatu pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. b. Pembedaan terhadap partisipan penampil dengan yang bukan penampil dalam kehidupan sehari-hari. c. Persyaratan untuk menjadi partisipan penampil kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan pertunjukan ditilik dari usia, gender, strata sosial, tingkat ekonomi, agama, atau atribut-atribut sosial lainnya. d. Proses pelaksanaan pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. e. Pemimpin pertunjukan; peran, tugas, dan dasar pertimbangan penunjukan sebagai pemimpin pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya. f. Fungsi dan peran penampil pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya. g. Imbalan atau reward yang diterima oleh penampil kearifan lokal tiga pilar budaya: ngaos, mamaos, dan maenpo dalam tradisi lisan tugasnya menampilkan tradisi lisan. h. Perbedaan penampil amatir dan profesional kearifan tiga pilar budaya. i. Aktivitas penampil di luar pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya. j. Status sosial penampil kearifan lokal tiga pilar budaya dalam masyarakat. k. Kewajiban khusus penampil; hal-hal yang dilakukan penampil untuk kepentingan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari atau di luar pertunjukan. l. Perlakuan masyarakat kepada para penampil kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan, baik dalam pertunjukan maupun dalam kehidupan sehari-hari. m. Proses pelatihan sebelum melaksanakan pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. n. Persiapan, waktu, dan tempat pertunjukan.

| 61

4.

Penggiat Budaya Tradisi Lisan Masyarakat Cianjur Partisipan dalam pertunjukan kearifan lokal dalam tradisi lisan lainnya adalah penonton, dan penggiat. Adapun hal-hal pokok untuk mengungkap tentang partisipan penonton adalah sebagai berikut. a. Urgensi partisipan penonton dalam pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan; kebutuhan pertunjukan akan kehadiran penonton. b. Perbedaan partisipan penonton berdasarkan jenis kelamin, gender, strata sosial, agama, usia, atau kategori pembeda lainnya. c. Kewajiban partisipan penonton (jika ada) untuk memperoleh kesempatan menjadi partisipan penonton. d. Persyaratan partisipan penonton. e. Posisi tempat duduk partisipan penonton. f. Keterlibatan partisipan penonton. g. Keterampilan partisipan penonton. h. Pelatihan partisipan penonton. i. Informasi yang diterima partisipan penonton. j. Cara menghadirkan partisipan penonton.

Hal-hal pokok untuk mengungkap informasi tentang alat ekspresif yang digunakan dalam pertunjukan (jika ada) adalah sebagai berikut. a. Alasan dan dasar pertimbangan pemilihan alat yang digunakan dalam pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. b. Bentuk atau wujud alat ekspresif. c. Bahan asal alat ekspresif yang digunakan pada pertunjukan kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. d. Makna filosofis alat ekspresif dalam pertunjukan. e. Penggunaan alat di luar pertunjukan kearifan lokal dalam pilar budaya tradisi lisan masyarakat Cianjur. f. Risiko atau sanksi apabila tidak menggunakan alat ekspresif tersebut dalam pertunjukan tiga pilar budaya sebagai tradisi lisan masyarakat Cianjur. g. Persyaratan yang mesti dipenuhi untuk menggunakan alat tersebut dalam pertunjukan tradisi lisan masyarakat Cianjur.

62 |

h. Waktu penggunaan alat ekspresif tersebut. i. Pihak luar yang hendak memperoleh posisi yang sama dengan tiga pilar budaya berusaha untuk melegalkan kebudayaan yang disokongnya dalam pertunjukan tradisi lisan Masyarakat Cianjur.

5.

Interaksi sosial Interaksi sosial terjadi berupa interaksi antara penampil dengan penampil, penampil dengan penonton, dan antarsesama penonton. Hal-hal pokok yang ditanyakan untuk mengungkapnya sebagai berikut. a. Bentuk hubungan atau interaksi sosial yang terjadi antara penampil dengan penampil dalam pertunjukan. b. Bentuk hubungan atau interaksi sosial yang terjadi antara penampil dengan penonton dalam pertunjukan. c. Bentuk hubungan atau interaksi sosial yang terjadi antara penonton dengan penonton dalam pertunjukan. d. Aturan-aturan yang diberlakukan untuk mengatur interaksi antara penampil dan penampil, penampil dan penonton, serta penonton dan penonton. e. Perbedaan partisipan penampil dengan partisipan penonton. f. Peran partisipan penampil dan penonton selama pertunjukan. g. Harapan partisipan penonton dari pertunjukan. h. Hal-hal yang harus diperhatikan dan tidak diperhatikan partisipan penonton ketika menyaksikan pertunjukan. i. Hak atau tanggung jawab terutama penyelenggara acara (penanggap/ tuan rumah) yang berada di antara partisipan penonton terhadap pertunjukan. j. Perasaan yang dianggap patut dan rangsangan indra tertentu yang dianggap dominan bagi apresiasi maupun dalam memahami pertunjukan. k. Sikap yang baik dan buruk partisipan penonton ketika menyaksikan pertunjukan. l. Kriteria yang digunakan untuk menilai pertunjukan. m. Cara mewujudkan apresiasi (penghargaan) terhadap pertunjukan. n. Reaksi ketidaksenangan partisipan penonton terhadap pertunjukan. o. Kriteria yang digunakan untuk menilai pertunjukan.

| 63

p. Bentuk pujian dan celaan partisipan penonton terhadap pertunjukan. q. Relasi yang terjalin antara partisipan penonton dan partisipan penampil dalam pertunjukan tradisi lisan masyarakat Cianjur. r. Perbedaan respons partisipan penonton ketika pertunjukan berlangsung dengan pola respons mereka di luar pertunjukan. s. Tingkat kepopuleran kearifan lokal tiga pilar budaya dan tradisi lisan masyarakat Cianjur. t. Tanggapan terhadap popularitas kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. u. Perbedaan respons pengamat yang berasal dari luar wilayah budaya tersebut terhadap berbagai peristiwa pertunjukan. v. Bentuk hubungan partisipan penampil dengan partisipan penonton selama pertunjukan berlangsung. w. Perubahan rencana pertunjukan yang dilakukan partisipan penampil berdasarkan antisipasinya terhadap respons partisipan penonton. x. Penyesuaian diri yang dilakukan partisipan penampil terhadap partisipan penonton ketika pertunjukan berlangsung, tindakan yang dilakukan untuk menarik perhatian, dan pakaian khusus yang dikenakan. y. Pengaruh kehadiran partisipan-partisipan penampil dan penampilannya kepada penonton.

6.

Rangkaian Tindakan Hal-hal pokok yang ditanyakan sebagai acuan untuk menggali informasi tentang rangkaian tindakan dalam pertunjukan tradisi lisan sebagai berikut. a. Aktivitas atau beragam satuan peristiwa yang terjadi selama dibentuknya kearifan lokal tiga pilar budaya Cianjur. b. Aktivitas yang dijalani untuk mempersiapkan terbentuknya kearifan lokal tiga pilar budaya di Cianjur. c. Tanggapan terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan ketika pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya tradisi lisan berlangsung. d. Aktivitas pelaku budaya kearifan lokal tiga pilar dalam pengamatan partisipan penonton. e. Keterkaitan aktivitas ‘pertunjukan’ dengan aktivitas ‘nonpertunjukan’ di keseharian partisipan kuncen.

64 |

f.

Pakaian khusus, alasan menggunakan pakaian khusus, dan pergantian pakaian dalam pertunjukan. g. Gesture, kata, kalimat, atau irama ujaran yang tidak biasa dalam menampilkan tradisi lisan Cianjur. h. Pelanggaran terhadap pantangan atau aturan tertentu dalam pertunjukannya yang dilakukan kuncen. i. Peran fiktif partisipan pelaku budaya kearifan lokal tiga pilar dalam pertunjukan. j. Kondisi partisipan penampil selama memperformansikan tradisi lisan, baik secara sadar maupun tidak. k. Transformasi keadaan diri atau karakter partisipan penampil dalam pertunjukan. l.

Tanggapan penampil dan penonton terhadap peran dan karakter kuncen dalam pertunjukan. m. Pemaknaan terhadap aktivitas penampil oleh penampil itu sendiri dan penonton. n. Pandangan dan pemahaman partisipan penampil dan penonton tentang fungsi pertunjukannya. o. Kriteria yang digunakan oleh partisipan penampil dan penonton untuk mengevaluasi pertunjukan. p. Sikap partisipan penampil terhadap keterlibatan partisipan penonton dan pihak-pihak lain. q. Istilah yang digunakan partisipan penampil untuk menggambarkan penampilannya. r. “Kewajiban” penampil tradisi lisan dalam menampilkan pertunjukan dalam suatu acara adat. s. Aktivitas yang dilarang untuk dipertunjukkan, orang yang melarang, dan sanksi andai terjadi pelanggaran. t. Penentu ‘naskah’ atau ‘tuturan’ yang hendak ditampilkan dalam setiap pertunjukan. u. Elemen-elemen improvisasi yang boleh dilakukan oleh penampil sewaktu pertunjukan berlangsung.

| 65

v. Proses rehearsal (latihan persiapan) yang dilalui partisipan penampil dan proses pelaksanaannya. w. Indikator terbawanya kearifan lokal tiga pilar budaya ke dalam aktivitas keseharian penggiat tradisi lisan, cara bergerak, berjalan, berbicara, atau cara menanggapi yang khusus. x. Perbedaan sikap penampil tradisi lisan dalam pertunjukan dan kehidupan sehari-hari.

7.

Penggunaan Ruang Penggunaan ruang termasuk bagian yang harus diperhatikan dalam sebuah pertunjukan tradisi lisan. Adapun hal-hal pokok yang akan dijadikan acuan untuk mengungkap penggunaan ruang, sebagai berikut. a. Persyaratan fisik (keruangan) yang mesti dipenuhi bagi pertunjukan. b. Syarat-syarat yang mesti dipenuhi oleh ruang atau bangunan tempat dilaksanakannya pertunjukan tradisi lisan. c. Sarana akses dan peluang melihat pertunjukan. d. Fungsi ruang selain untuk pertunjukan tradisi lisan. e. Ketentuan tata cara penataan dan orang yang menata supaya ruang tersebut bisa mengakomodasi pertunjukan. f. Jumlah dan kondisi ruang pertunjukan. g. Unit-unit (keruangan) yang dibikin atau dipersiapkan bagi pertunjukan dan teknis penggunaannya. h. Elemen-elemen dekoratif yang dibikin atau dipersiapkan untuk pertunjukan, pembuatnya, dan pentingnya diadakan. i. Pembagian ruangan antara partisipan penonton dan partisipan penampil. j. Pengaturan ruang bagi partisipan penonton untuk menyaksikan pertunjukan. k. Persiapan yang harus dilakukan supaya ruangan tersebut bisa mengakomodasi pertunjukan tradisi lisan l. Hubungan partisipan penampil dengan ruang tempat tradisi lisan ditampilkan. m. Cara partisipan penonton berhubungan dengan ruang selama pertunjukan berlangsung.

66 |

n. Relasi antara ruang pertunjukan tradisi lisan dengan lanskap pedesaan atau kaum urban di sekelilingnya.

8.

Penggunaan Waktu Hal-hal pokok yang dijadikan pedoman dalam melakukan wawancara mengenai penggunaan waktu sebuah pertunjukan tradisi sebagai berikut. a. Waktu pelaksanaan pertunjukan. b. Peristiwa-peristiwa khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan pertunjukan. c. Jadwal pelaksanaan pertunjukan. d. Hubungan pelaksanaan pertunjukan dengan krisis yang sedang terjadi, khususnya ketika pandemi. e. Keterkaitan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur dengan pola-pola pertanian atau pekerjaan lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. f. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pertunjukan tradisi lisan. g. Frekuensi pelaksanaan pertunjukan tradisi lisan. h. Ketentuan hari dan waktu pelaksanaan. i. Orang yang berhak menentukan kapan pertunjukan kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan diadakan. j. Durasi pertunjukan. k. Periode-periode nonpertunjukan yang berbaur dengan periode penyampaian kearifan lokal. l. Harapan masyarakat mengenai durasi pertunjukan. m. Ilusi tentang waktu fiktif. n. Kehadiran tokoh dari periode waktu lain atau dari kosmologi lain dalam waktu pertunjukkan dan dalam keseharian. o. Ketentuan mengenai masa diadakannya pertunjukan. p. Prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan waktu penyajian kearifan lokal. q. Manipulasi waktu untuk menciptakan suasana hati (mood) atau suasana penyajian r. Elemen ‘suspend’ (ketegangan) dalam pertunjukan. s. Adanya ‘plot’ atau kisah yang diubah demi pertunjukan.

| 67

t. Tekanan-tekanan baru terhadap tradisi lisan. u. Upaya penanganan terhadap tekanan-tekanan yang terjadi.

9.

Perubahan Fungsi Kearifan Lokal Tiga Pilar Budaya dalam Tradisi Lisan Adapun hal-hal pokok yang dijadikan acuan dalam mengungkap perubahan fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam masyarakat adalah sebagai berikut. a. Fungsi yang diemban dalam masyarakat di awal lahirnya tradisi ini. b. Perkembangan fungsi seiring dengan perkembangan zaman. c. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur sebagai pedoman keagamaan, sejarah, tanggung jawab, harga diri, dan kesusilaan dalam kehidupan masyarakat. d. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan untuk memenuhi kebutuhan naluri manusia dan kebudayaan itu sendiri. e. Fungsi tradisi lisan untuk memelihara keutuhan dan sistematik struktur sosial. f. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai sistem proyeksi (cerminan) penanganan suatu kolektif. g. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai alat pengesahan pranata kebudayaan. h. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai alat pendidikan anak. i. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai pemaksa berlakunya tata nilai masyarakat dan pengendalian perilaku sosial. j. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan untuk mempertebal perasaan solidaritas suatu kolektif. k. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai alat meningkatkan superior pemangku kebijakan atau seseorang. l. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai pengendali perilaku manusia. m. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai pembentuk identitas dan peradaban.

68 |

n. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai pelestari sistem budaya. o. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai pencari dana sosial. p. Fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan sebagai sumber keindahan dan hiburan. q. fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya tradisi lisan sebagai penerangan. r. Eksistensi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan dalam masyarakat. s. Kemungkinan dilakukan penguatan terhadap fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan dalam kehidupan masyarakat. t. Signifikansi transformasi fungsi kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan masyarakat sebagai sarana promosi budaya dan revitalisasi budaya. u. Pengaruh kearifan lokal tiga pilar budaya dalam tradisi lisan terhadap kehidupan sosial budaya. v. Sikap masyarakat terhadap perubahan fungsi tradisi lisan di masyarakat.

10. Program Revitalisasi Kearifan Lokal Tiga Pilar Budaya dalam Tradisi Lisan Masyarakat Cianjur Revitalisasi dan model pelestarian tradisi lisan disusun berdasarkan hasil penelitian mengenai hakikat, struktur performansi, teks, konteks, koteks, pewarisan, kearifan lokal, keterkaitan dengan perilaku masyarakat, dan perubahan fungsi tradisi lisan. Hal-hal pokok yang ditanyakan sehubungan dengan revitalisasi tersebut adalah sebagai berikut. a. Dasar pemikiran urgensi melakukan revitalisasi kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. b. Signifikansi kearifan lokal dalam tradisi lisan kehidupan masyarakat di masa kini. c. Eksistensi kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. d. Keinginan masyarakat melakukan revitalisasi kearifan lokal tiga pilar budaya. e. Kemungkinan diadakannya program-program revitalisasi kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur.

| 69

f.

Sikap generasi muda terhadap kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur. g. Faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan program revitalisasi tradisi lisan. h. Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program revitalisasi. i. Sumber daya yang mesti dilibatkan dalam pelaksanaan program revitalisasi tradisi lisan. j. Hal-hal yang mesti diatasi sebelum melaksanakan program revitalisasi tradisi lisan. k. Perencanaan program revitalisasi tradisi lisan. l. Waktu pelaksanaan program revitalisasi tradisi lisan. m. Bentuk program revitalisasi yang tepat untuk kearifan lokal dalam tradisi lisan. n. Harapan masyarakat melalui pelaksanaan program revitalisasi kearifan lokal dalam tradisi lisan masyarakat. o. Harapan masyarakat terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat di masa depan.

Teknik Analisis Domain Teknik analisis domain dilakukan pasca melalui prosedur analisis wawancara yang disesuaikan dengan 12 prosedur pendekatan etnografi Spradley. Analisis domain menunjukkan suatu hubungan antara domain dengan domain, baik formal maupun informal. Unsur-unsur dasar pada suatu domain terlihat pada gambar berikut.

Gambar 14. Unsur-Unsur dalam Suatu Domain

70 |

Melakukan analisis domain menurut budaya ilmu sosial tentang istilah-istilah penduduk asli menjadi pembahasan terhadap istilah analitis (nama-nama benda), hubungan semantik, hubungan dengan beberapa istilah tercakup (kategori), seperti siklus hidup, kebiasaan, budaya material, politik, pasar, supranatural, bentuk ritual. Berikutnya, menyiapkan kertas kerja analisis domain seperti yang tertera pada gambar berikut ini.

Gambar 15. Kertas Kerja Analisis Domain Lalu, penelitian membuat pertanyaan struktural dari analisis domain berdasarkan pemetaan data temuan dan pedoman analisisnya. Adapun pemetaan data dan informasi di lapangan dan pedoman analisis bisa ditilik pada Tabel berikut: Tabel 2. Pedoman Data dan Pemetaan Analisis Penelitian tujuan penelitian

Data temuan

Pedoman analisis

Mengetahui unsur, fungsi, dan nilai pada kearifan lokal tiga pilar budaya ngaos, mamaos, dan maenpo: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan Masyarakat Cianjur

Waktu dan tempat pelaksanaan, jenis acara, alat dan perlengkapan yang perlu disiapkan, pelaku, dan tahaptahap tradisi Melalui observasi, wawancara, diskusi terarah, dokumen kepustakaan.

Dilihat dari bentuk formula, fungsi dan pewarisan tradisi lisan masyarakat Cianjur.

Teori Daniel Bell dalam bukunya The Cultural Contradiction Of Capitalism dan The Third Way dari Anthony Gidden

| 71

tujuan penelitian

Data temuan

Pedoman analisis

Mengetahui fungsi dan pewarisan Monograf Kajian Etnografi Terhadap Kearifan Lokal Tiga Pilar Budaya Ngaos, Mamaos dan Maenpo Di Kabupaten Cianjur

12 langkah kerja Spradley, Teori Etnografi oleh Spradley antara lain menetapkan informan, mewawancarai informan, membuat catatan etnografis, mengajukan pertanyaan deskriptif, analisis wawancara, analisis domain, mengajukan pertanyaan struktural, analisis taksonomi, mengajukan pertanyaan kontras, analisis komponen, menemukan tema budaya, menulis etnografi, dan nyaris sama dengan berbicara.

Mengetahui nilai kearifan lokal tiga pilar budaya ngaos, mamaos, dan maenpo: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur

Model pelestarian kearifan lokal tiga pilar budaya: kontestasi negara, pasar, dan identitas dalam tradisi lisan masyarakat Cianjur, yakni dibuatnya buku cerita rakyat berbasis aplikasi Flipbook yang terintegrasi dengan web dan bisa di akses melalui android.

Nilai kearifan yang ada dalam tradisi lisan dan cerita rakyat dihubungkan dengan pengajaran, yang terdiri dari: a. Kearifan lokal dalam bentuk teks, kearifan lokal dalam bentuk koteks suprasegmental (paralinguistik), Kearifan lokal dalam bentuk konteks. Upaya pelestarian pada masyarakat formal dan nonformal untuk menanamkan nilai kearifan lokal pada tradisi lisan masyarakat Cianjur. Teori fungsi Alan Dundes, Teori kearifan Lokal oleh Robert Sibarani, dan Teori Kearifan Lokal Sunda Yayat Sudaryat. b. Model pelestarian kearifan lokal yang didapatkan dari hasil penelitian, yakni menggunakan teknologi sebagai alat penyebaran informasi yang mendidik dan menghibur, yakni melalui Flipbook dan output-nya berupa cerita rakyat Flipbook sebagai daya tarik pasar di dunia.

Analisis Taksonomi Analisis taksonomi dilakukan dengan mengikuti prosedur pendekatan etnografi, dengan alur maju bertahap Spradley sehingga bisa mengidentifikasi berbagai macam domain dalam suasana budaya yang dipilih untuk dikaji lebih lanjut. Melalui empat pertanyaan struktural, peneliti telah memperoleh bangunan informasi budaya yang berkembang. Pertanyaan

72 |

struktural mulai mengungkapkan sistem makna suasana budaya di dalam istilah-istilahnya sendiri. Membangun suatu taksonomi untuk satu domain atau lebih dengan cara mengikuti langkah-langkah dalam mengerjakan analisis taksonomi. Seperti domain, suatu taksonomi bahasa yang diteliti merupakan serangkaian kategori yang diorganisir atas dasar satu hubungan semantik tunggal. Taksonomi mempunyai jenis perbedaan dengan domain hanya dalam satu hal, yakni taksonomi menunjukkan hubungan di antara seluruh istilah bahasa asli dalam satu domain. Suatu taksonomi mengungkapkan berbagai sub dari berbagai istilah bahasa asli dan cara-cara sub dihubungkan dengan domain itu secara keseluruhan. Berikut merupakan diagram taksonomi garis dan titik yang digunakan dalam pendekatan etnografi Spradley.

Gambar 16. Taksonomi Garis Titik Mengajukan Pertanyaan Kontras Prinsip mengajukan pertanyaan kontras ini dilakukan berdasarkan realitas bahwa makna dari istilah rakyat tergantung pada apa yang bukan menjadi maknanya. Kapan pun peneliti menggunakan bahasa, maka mesti menaruh perhatian pada makna yang terkandung di dalamnya. Pertanyaan kontras bagi peneliti etnografi dibagi menjadi dua, yakni pertanyaan terbatas dan pertanyaan tidak terbatas. Dalam mengajukan pertanyaan kontras pada informan diberlakukan prinsip-prinsip yang sama sebagaimana mengajukan pertanyaan struktural.

| 73

Analisis Komponen Analisis komponen dilakukan untuk menemukan dan mendeskripsikan sistem makna budaya yang digunakan oleh masyarakat dalam mengorganisir tingkah laku mereka dan menginterpretasikan pengalaman selalu melibatkan beberapa komponen. Analisis komponen menurut Spradley merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang berkaitan dengan simbol-simbol budaya. Terdapat dua cara yang bisa dilakukan dalam melaksanakan analisis komponen yakni pendekatan pertama membatasi diri pada penemuan atribut-atribut yang dikonseptualisasikan oleh informan. Analisis komponen berusaha menemukan realitas psikologis dunia informan dengan menggunakan pendekatan etnografi.

Menemukan Tema Budaya Dengan cara mendeskripsikan berbagai aspek dari suatu suasana budaya dalam batasan yang lebih umum, maka bisa diketahui tema budaya yang sedang diteliti oleh peneliti etnografi. Sebagai tujuan penelitian etnografi, peneliti mendefinisikan tema budaya sebagai prinsip kognitif yang sifatnya tersirat maupun tersurat, berulang dalam beberapa domain dan berperan sebagai suatu hubungan di antara berbagai subsistem makna budaya. Suatu strategi yang bermanfaat dalam menemukan tema-tema ialah dengan membuat beberapa perbandingan yang terbatas dengan beberapa suasana budaya lain.

Menulis Suatu Etnografi Salah satu cara menulis suatu etnografi ialah dengan cara membaca etnografi lain yang ditulis dengan cara menjadikan budaya itu hidup sehingga membuat peneliti memahami orang dan masyarakat dengan cara mereka hidup. Pemahaman meliputi keseluruhan proses penemuan makna suatu kebudayaan dan menyampaikan makna-makna ini kepada orangorang dalam kebudayaan lain.

Adapun langkah-langkah dalam menulis suatu etnografi sebagai berikut: Langkah 1: Memilih khalayak.

Langkah 2: Memilih tesis (suatu pesan utama).

Langkah 3: Membuat daftar topik dan garis besar.

Langkah 4: Menulis naskah kasar untuk masing-masing bagian.

74 |

Langkah 5: Merevisi garis besar dan membuat anak judul (angle).

Langkah 6: Mengedit naskah kasar.

Langkah 7: Menuliskan pengantar dan simpulan.

Langkah 8: Menuliskan kembali tulisan mengenai contoh-contoh.

Langkah 9: Menulis langkah akhir.

G.

Keabsahan Data Keabsahan data harus dilakukan karena bermanfaat untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan. Penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan pengujian data. Data dinyatakan valid jika tidak terdapat perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan realitas apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Emzir, 2012). Metode penelitian kualitatif merupakan dasar ilmiah untuk memperoleh data tujuan dan kegunaan tertentu. Baik data primer maupun data sekunder bisa digunakan untuk menyusunnya, lalu menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan diperoleh suatu kebenaran atas data yang telah dihimpun (Sugiyono, 2014).

| 75

BAB 10 IMPLEMENTASI TIGA PILAR BUDAYA CIANJUR DALAM BIDANG PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, PARIWISATA, DAN EKONOMI

Payung hukum implementasi tiga pilar budaya Cianjur ngaos, mamaps, dan maenpo adalah Peraturan Bupati Cianjur Nomer 18 Tahun 2021. Sebagai bentuk kecintaan warga Cianjur terhadap kearifan lokal yang ada di kota tauco ini maka sudah sepatutnya semua pihak mengimplementasikan tiga pilar budaya ini dari bidang pendidikan, kebudayaan, pariwisata, ekonomi sehingga IPM (Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Indeks) meningkat. IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, daya beli, dll.

Saat ini ngaos, mamaos, dan maenpo sudah di uji cobakan kepada siswa sekolah menengah atas di salah satu desa binaan di kecamatan Mande, kabupaten Cianjur pada tahun 2022. Hasil dari pelatihan mamaos, dan maenpo terhadap 55 siswa SMA kelas x dan xi ini memperoleh hasil yang tidak di harapkan. Dengan waktu pelatihan empat kali pertemuan dalam jangka waktu satu bulan dan di latih oleh pakar mamaos kang Iwa, dan pakar maenpo Wa H Azis dan Kang Yayat, hasilnya para siswa yang mendapatkan pelatihan masih mau tak mau, dan belum serius belajar serta mendalami pelatihan. Mereka belum sepenuhnya mendalami dengan kemauan, dan tekad bulat dalam mempelajari mamaos dan maenpo yang sudah di fasilatisasi oleh tim P2M UNJ bagian dari tiga pilar budaya Cianjur ini menjadi sebuah bagian dari falsafah hidup mereka selaku orang Cianjur.

Pada akhir pembinaan diadakan audisi lomba pasanggiri mamaos, dan

76 |

maenpo sebagai evaluasi kegiatan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan siswa tersebut. Namun disayangkan peserta lomba dari jumlah keseluruhan peserta sebanyak 55 orang menyusut menjadi 9 orang peserta lomba maenpo, dan 3 orang peserta mamaos. Antusias yang menurun drastis berbanding terbalik dengan daya juang siswa sekolah sebagai generasi muda penerus bangsa yang seharusnya semakin semangat dengan fasilitas yang disediakan pihak luar.

Oleh karena itu diperlukan bimbingan intensif berkelanjutan dari segi pendidikan diluar sekolah seperti menjadikan mamaos, dan maenpo sebagai ektrakurikuler yang disediakan untuk mengarahkan siswa dan melestarikan tiga pilar budaya ini oleh para pelajar di kabupaten Cianjur, sehingga tidak ada lagi seorang pun siswa yang tidak tahu jurus maenpo cikalong atau mamaos Cianjuran. Berikut ini adalah kegiatan pendampingan pengabdian masyarakat di SMAN 1 Mande sebagai implementasi mamaos, dan maenpo bagian dari Tiga Pilar Budaya Cianjur.

Foto-i. Penulis Librilianti Kurnia Yuki dan pakar mamaos Cianjur Kang Iwa berlatih mamaos di SMAN 1 Mande

Foto-ii. Kegiatan Pelatihan mamaos penulis dan pakar mamaos kang Iwa.

| 77

Foto-iii. Penulis berlatih maenpo beserta pakar maenpo Ciakalong Wa H. Azis di SMAN 1 Mande

Foto-iv siswa SMAN 1 Mande sedang latihan maenpo Ciakalong Untuk pilar ngaos, Kabupaten Cianjur telah mengimplementasikannya dalam kegiatan MTQ Tingkat Jawa barat di Kabupaten Sumedang tanggal 18-25 Juni 2022. Kabupaten Cianjur menduduki peringkat ke 17. Penulis diundang Sekertaris pemerintahan Kabupaten Cianjur sebagai akademisi pendamping Kontingen MTQ di Sumedang. Penulis melaksanakan wawancara dengan Sekertaris umum LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran) yaitu Bapak Hamdan dan Asisten Daerah 1 Kabupaten Cianjur yaitu Bapak Arif Purnawan sebagai ketua Umum LPTQ Kabupaten Cianjur beserta tim di lapangan diantaranya Librilianti Kurnia Yuki dan hasil keikutsertaan kabupaten Cianjur pada MTQ tingkat Jawa Barat di Kabupaten Sumedang sebagai bukti mengenai implementasi Ngaos yang merupakan salah satu bagian Tiga Pilar Budaya Cianjur Ngaos, Mamaos, dan Maenpo

78 |

Hasil:

Keikutsertaan kabupaten Cianjur pada kegiatan Musabakoh Tilawatil Quran di Kabupaten Sumedang yang menjadi Bukti bahwa Cianjur serius mengusung tiga pilar budaya dan ngaos sebagai kearifan lokal yang ada di kabupaten Cianjur Prestasi Cianjur pada MTQ Provinsi ke-37: 1. Harapan 3 Murottal pi: Wafa Fathurabbani 2. Juara 3 Tilawah Remaja pa: Fikri 3. Juara 3 Tilawah Tuna netra pi: Imatillah 4. Juara 3 Tilawah Dewasa pa: Samsul Falah 5. Harapan 3 Tafidz 10 juz pi: Siti Alinda 6. Harapan 1 KTIQ pi: Wita Nursyifa Berikut adalah beberapa foto kegiatan penulis selama menjalankan pendampingan MTQ.

Foto-a Sekda Kabupaten Sumedang beserta Istri dan Assisten Daerah 1 Kabupaten Cianjur beserta Penulis Librilianti Kurnia Yuki

foto-b. wawancara dengan sekertaris umumLPTQ bapak Hamdan

| 79

Foto-c. Barisan Kontingen kafilah MTQ Kabupaten Cianjur

Foto-d. Penulis Librilianti Kurnia Yuki hadir sebagai pendamping dalam kegiatan MTQ Tingkat Jawa Barat di Kabupaten Sumedang Implementasi tiga pilar di bidang kebudayaan dan pariwisata tentunya sangat potensial dalam segi pemertahanan dan pelestarian budaya ini. Mamaos dan maenpo dapat di kembangkan untuk menarik minat wiasatawan nasional mauoun internasional. Turis mancanegara sangat menyukai hal-hal yang berbau etnik dan kental akan budaya, sejarah, filosopi. Sehingga banyak mendapatkan ilmu tentunya selain berwisata di Indonesia. Tak jarang dengan tumbuhnya geliat budaya dan wisata di Kabu-paten Cianjur merangsang gairah ekonomi dan daaya jual serta beli masyarakat sendiri, sehingga IPM terdongkrak dan dengan pahamnya masyarajat beserta hadirnya relasi kuasa makan masyarakat akan peduli terhadap pelestarian dan implementasi tiga pilar budaya, keshatan yang sudah pasti masyarakat jadikan fokus utama dari penerapan pilar ngaos

80 |

yang yang tentunya banyak penganut muslim di Cianjur sejalan dengan sabda Rasulullah SAW melarang umat Muslim untuk mengotori lingkungan.

Setiap orang yang beragama Islam dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitarnya.

Hal ini seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang hal yang bisa bermanfaat jika dilakukan, Rasulullah menjawab: “Singkirkanlah kotoran dari jalan kaum muslimin” sehingga paham akan kebersihan. Ekonomi meningkat, pendidikan berkembang, daya beli masyarakat pun bagus. Semoga Kabupaten Cianjur semakin Maju dengan slogannya Cianjur Manjur (Mandiri, maju, dan religius).

| 81

REFERENSI

Abidin, M. Z. (2019). Strengthening Kinship System Through Local Wisdom.

In Indonesian Journal of Social Sciences Volume. Journal. unair. ac.id.

Adiatama, D. (2019). Pengembangan Produk Wisata Heritage Situs Megalitik Gunung Padang. Tourism Scientific Journal, 4(1). https:// doi.org/10.32659/tsj.v4i1.47 Alfian, M. (2013). Potensi Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri dan karakter Bangsa. The 5th International Conference on Indonesian Studies: “Ethnicity and Globalization.”

Amin, S., Ahmad, I., Maricar, f., & Abdulrahman, S. (2019). Local Wisdom as a Social Security Instrument for the Poor in North Maluku, Indonesia.

Komunitas: International Journal of Indonesian Society and Culture, 11(1). https://doi.org/10.15294/ komunitas.v11i1.18241 Annisa Aurindita Amelia. (2020). Pasar Tradisional: Pilar Peradaban Yang Arif, Berbudaya dan Kreatif bagi Seluruh Generasi. Talenta Conference Series: Energy and Engineering (EE), 3(1). https://doi. org/10.32734/ee.v3i1.857 Anoegrajekti, N. (2018). Buku Potensi Budaya Using dan Industri Kreatif.

Anoegrajekti, N. (2019). Dinamika Literasi Budaya pada Era Disrupsi.

In Seminar Nasional Literasi.

Anoegrajekti, N., Macaryus, S., Al-Ma’ruf, A., Attas, S., Setyari, A., & Umniyyah, Z. (2019, October 8). The Traditional Arts and Cultural Policy in Banyuwangi. https://doi.org/10.4108/ eai.27-42019.2286887 Anoegrajekti, N., Macaryus, S., Iskandar, I., Attas, S. G., Sunarti, S., & Saddhono, K. (2021). Optimization Pillars of Potential Culture and Creative Industry in Banyuwangi, East Java, Indonesia. Psychology and Education (2021), 58(November 2020), 2025–2032.

82 |

Anoegrajekti, N., Macaryus, S., Kusumah, M. S., Izzah, L., & Attas, S. G. (2018). The Oral Tradition of Petik Laut Banyuwangi Revitalization of Tradition and Local-Global Political Space. KnE Social Sciences, 3(9), 595. https://doi.org/10.18502/kss.v3i9.2723 Aronson, J. (1995). A pragmatic view of thematic analysis. The Qualitative Report. https://doi.org/10.4135/9781446214565.n17 Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pudentia MPSS (Editor). (2015). “Metodologi Kajian Tradisi Lisan.” In Yayasan Obor Indonesia.

Attas, S. G. (2017). Seni Pertunjukan Cerita Si Pitung: Pertarungan Identitas dan Representasi Budaya Betawi. Arkhais–Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia, 8(1), 70–80. https://doi. org/10.21009/ arkhais.081.08 Aulia, R. N. (2015). Berpikir Filsafat; Sebagai Pembentukan Kerangka Berpikir untuk Bertindak. Jurnal Online Studi Al-Qur’an, 11(1). https://doi. org/10.21009/jsq.011.06 Ben-Lulu, E. (2021). Performing Gender and Political Recognition: Israeli Reform Jewish Life-cycle Rituals. Journal of Contemporary Ethnography. https://doi.org/10.1177/0891241620968264 Berardi, L. (2021). Neighborhood Wisdom: An Ethnographic Study of Localized Street Knowledge. Qualitative Sociology. https://doi. org/10.1007/s11133-020-09454-z Boeriswati, A. (2019). Filsafat Ilmu, Logika deduktif dan induktif (Issue 9906920003). Universitas Terbuka.

Brier, Jennifer, S. (2020). Implementasi Tradisi Lisan Cianjur: Bahan Ajar Kearifan Lokal Berbasis Digital (Vol. 21, Issue 1).

Budiarta, I. W. D., Arthana, I. K. R., dan Darmawiguna, I. G. M. (2018).

Pengembangan Game Cerita Rakyat Bali Rare Angon Berbasis Android. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI), 7(2). https://doi.org/10.23887/ karmapati.v7i2.15277

| 83

Carrassi, V. (2017a). Between folk and Lore: Performing, Textualising and (mis)Interpreting the Irish Oral Tradition. Estudios Irlandeses. https://doi.org/10.24162/EI2017-7554 Carrassi, V. (2017b). Between folk and Lore: Performing, Textualising and (mis)Interpreting the Irish Oral Tradition. Estudios Irlandeses, 2017(12-2 Special Issue), 32–46. https://doi.org/10.24162/ EI20177554 Chin, L. S., Choon, T. C. K., Zabidi, N. A., & Hassan, B. R. A. (2017). Lat’s comics and the articulation of the Malaysian cultural landscape. 3L: Language, Linguistics, Literature. https://doi. org/10.17576/3L-2017-2303-12 Cousineau, L. S., Oakes, H., & Johnson, C. W. (2019). Appnography: Modifying Ethnography for App-Based Culture. In Digital Dilemmas. https:// doi.org/10.1007/978-3-319-95300-7_5 Creswell, John. W. (2013). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. In Research design Qualitative quantitative and mixed methods approaches.

Creswell, J. W., & Guetterman, T. C. (2019). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, 6th Edition. In Pearson.

Daniah. (2016). Kearifan Lokal (Local Wisdom) sebagai Basis Pendidikan Karakter. Pionir: Jurnal Pendidikan.

Darmadi, H. (2018). Educational Management Based on Local Wisdom (Descriptive Analytical Studies of Culture of Local Wisdom in West Kalimantan). JETL (Journal Of Education, Teaching and Learning), 3(1). https://doi.org/10.26737/jetl.v3i1.603 Emzir. (2012). buku metodologi Prof. Dr. Emzir, M.Pd..pdf (f. Emzir, Ed.; 6th ed.). PT. Raja Grafindo Persada.

Esti Ismawati, W. (2019). Local Wisdom in the Javanese Literary Works As Teaching Materials. Jurnal Unsyiah. febriyanti, R. H., & Lustyantie, N. (2020). Exploring Digital Ethnography Applied to Language Learning Study: A Literature Review.

84 |

Ijlecr-International Journal of Language Education and Culture Review, 6(2). https://doi.org/10.21009/ijlecr.062.16.

Garrido, N. (2017). The Method of James Spradley in Qualitative Research.

Enfermería: Cuidados Humanizados, 6(Especial). https://doi. org/10.22235/ech.v6iespecial.1450.

Halimatussakdiah, Sibarani, R., & fachry, M. E. (2020). The role of Tamiang’s local wisdom in decreasing postpartum depression: A linguistic anthropology study. Enfermeria Clinica. https://doi. org/10.1016/j. enfcli.2019.07.145.

Hashim, A., Tamuri, A. H., Jemali, M., & Che Noh, A. (2014). Kaedah Pembelajaran Tahfiz dan Hubungannya dengan Pencapaian Hafazan Pelajar. Journal of Al-Quran and Tarbiyyah, 1(1).

Heryana, A. (2018). falsafah Pencak Cikalong dalam “Gerak Seser.”

Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 10(2). https:// doi.org/10.30959/patanjala.v10i2.387.

Hidayat, A. (2012). Hipotesis Penelitian Adalah: Penjelasan Lengkap. 14 Oktober. Hilman, I., & Sunaedi, N. (2018). Revitalization of Local Wisdom for the Environmental Education. Geosfera Indonesia, 2(1). https://doi.org/10.19184/geosi.v2i1.7459.

Ibrus, I., & Ojamaa, M. (2020). The Creativity of Digital (Audiovisual) Archives: A Dialogue Between Media Archaeology and Cultural Semiotics. Theory, Culture and Society. https://doi. org/10.1177/0263276419871646.

Imron, M., Haq, R. S. Q., & Iskandar, B. H. (2020). Local wisdom of “Jukung” boat design in Cilacap district, Central Java, Indonesia. In AACL Bioflux. bioflux.com.ro.

Introduction of Tallulolona’s Life Philosophy in Local Content Learning Materials in Primary Schools to Preserve Toraja Local Wisdom.

(2019). Journal of Culture, Society and Development. https://doi. org/10.7176/jcsd/47-05.

| 85

Jacobson, J., Hall, S., & Gay, P. Du. (1997). Questions of Cultural Identity. The British Journal of Sociology, 48(1). https://doi. org/10.2307/591920.

Kadiyono, A. L., & Harding, D. (2017). Religiosity and psychological wellbeing: Implication to improve disaster management. Advanced Science Letters, 23(11). https://doi.org/10.1166/asl.2017.10197.

Kebudayaan, D. P. dan. (2018). Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Cianjur (p. 85). 2019.

Khoeriyah, E., Erwina, W., & Sukaesih. (2017). Dokumentasi Budaya “Kuda Kosong” Cianjur Rancang Bangun Bibliografi Beranotasi sebagai Literasi Dokumentasi Budaya, Kesenian Kuda Kosong Cianjur.

Proceeding of The 1st International Conference on Language, Literature and Teaching (ICoLLiT), ISSN 2549-.

Language, T. S., Hidden, T., Culture, B., & Silent, T. (1976). the Grip of Culture: Edward T. Hall. North, 1959.

Librilianti Kurnia Yuki, Novi Anoegrajeckti, N. L. (2021). Sundanese Identity Through Oral Tradition and Local Wisdom. Teacher Training and Education (ICTTE) Teacher Education and Professional Development in the Conference, August, 83.

Listiani, W., Ahimsa-Putra, H. S., LonoLastoroSimatupang, G., & Piliang, Y. A. P. A. (2013). Regenerative-Relational Tritangtu: Sundanese Triadic Transformation Model. Panggung, 23(2). https://doi. org/10.26742/panggung.v23i2.91.

Lutviah. (2012). Pengaruh K-Pop Terhadap Identitas Budaya Remaja Perempuan di Indonesia. Jurnal Komunika, 1(1).

Mardatillah, A., dkk. (2020). Characteristic Partnership and Local Wisdom in Achieving Sustainable Competitive Advantage for Micro and Small Business. Journal of Talent Development and Excellence.

Maulida, S. M., Sudaryat, Y., & Iskandarwassid, I. (2014). Lirik Tembang Sunda Cianjuran (Kajian Struktural Dinamik dan Etnopedagogik).

Lokabasa, 5(1). https://doi.org/10.17509/jlb.v5i1.3163.

Mulyani, R., Barus, A., & Muda, I. (2018). Development of flipbook using web learning to improve logical thinking ability in logic gate.

86 |

International Journal of Civil Engineering and Technology, 9(11), 2714–2720.

Mulyati, D., Khairul, A., & Rahmawati, E. (2019). Perancangan Aplikasi Pengenalan Bahasa Sunda Berbasis Android. Journal of Information Engineering and Educational Technology, 2(2). https://doi. org/10.26740/jieet.v2n2.p101-108.

Nambiar, R. M. K., Hashim, R. S., & Yasin, R. M. (2018). Impact of integrating local culture into language materials on communicative ability of Malaysian lower secondary learners. 3L: Language, Linguistics, Literature. https://doi.org/10.17576/3L-2018-2404-02.

Njatrijani, R. (2018). Kearifan Lokal Dalam Perspektif Budaya Kota Semarang Gema Keadilan Edisi Jurnal Gema Keadilan Edisi Jurnal. Gema Keadilan Edisi Jurnal 17, 5(September).

Nofiyanti, F., Zulyanti Nasution, D., Octarina, D., & Agie Pradhipta, R. M. W. (2021). Local Wisdom for Sustainable Rural Tourism: The Case Study of North Tugu Village, West Java Indonesia. E3S Web of Conferences. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202123202031.

Nurjaman, Aam; Lustyantie, Ninuk; Anoegrajekti, N. (2020). Contextual approach based teaching material development using flipbook for appreciation courses and fiction prose studies at pakuan university, bogor. Palarch’s Journal of Archaeology of Egypt/Egyptology, 18(4).

Nygren, L., dkk. (2016). Editorial. Dissertation Abstracts International Section A: Humanities and Social Sciences.

Pamungkas, S. (2020). Kritik Struktur Budaya Patriarki dari Point of View feminis Ratna Indraswari Ibrahim dalam Tokoh Drupadi di Cerpen Baju. Jurnal Seni Nasional Cikini, 5(2). https://doi. org/10.52969/ jsnc.v5i2.81.

Parwati, N. N., Tegeh, I. M., & Mariawan, I. M. (2018). Integrating the Values of Local Wisdom into the Learning Model: Building Positive Student Character. In Educational Technology to Improve Quality and Access on a Global Scale. https://doi. org/10.1007/978-3-319-66227-5_23.

| 87

Pemerintah Kabupaten Bupati. (2021). PERBUP No. 18 Tahun 2021 (p. 16).

Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur, B. C. (2020). Peraturan Daerah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Kabupaten Cianjur Mengenai Tiga Pilar Budaya (pp. 1–10). Pemda Kab. Cianjur.

Penca Existence among the Sundanese. (2018). Penca Existence among the Sundanese, 3(2). https://doi.org/10.17509/mimbardik. v3i2.13948.

Peraturan Pemerintah, P., & RI. (2017). UUD No. 5 Tahun 2017 tentang Kebudayaan, Pemajuan dan Pelestariannya (p. 53). Negara Republik Indonesia. Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, (2021).

Prabowo, S. D., & Setiawan, E. B. (2015). Sistem Pendukung Keputusan Revitalisasi terhadap Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya Kota Bandung di Disbudpar Kota Bandung. Komputa: Jurnal Ilmiah Komputer Dan Informatika, 2(2). https://doi.org/10.34010/ komputa.v2i2.88.

Prasetia, A. (2021). faktor-faktor yang Memengaruhi Persaingan dan Pertumbuhan Pasar: Budaya, Sosial, Personal (Suatu Literature Review). Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, 2(4). https://doi. org/10.31933/jimt.v2i4.457.

Prasetyono, R. N., & Hariyono, R. C. S. (2020). Development of flipbook using web learning to improve logical thinking ability in logic gate. International Journal of Advanced Computer Science and Applications, 11(1). https://doi.org/10.14569/ijacsa.2020.0110143.

Puad M., P. (2019). Kuda Kosong dalam Nalar Aksentuasi Islam Lokal Cianjur.

Trenma: Jurnal Pesantren Dan Madrasah, 2(1).

Purba, A. R., Herlina, H., & Siahaan, J. (2020). Meaning and function of Local Wisdom in the Proverb (Limbaga) Simalungun. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities Vol 3, No 4. https://doi.org/10.33258/birci.v3i4.1456.

Puspitasari, P. (2016). Penelitian terhadap Struktur Cerita, konteks, Ko-Teks, Proses Pewarisan, fungsi, Nilai-Nilai, dan Ancangan Model Revitalisasi Tradisi Lisan Jemblung Jawa Timur. Jurnal Penelitian Pendidikan, 15(1). https://doi.org/10.17509/jpp.v15i1.1287.

88 |

Putro, M. A. P., Soepeno, B., & Puji, R. P. N. (2019). Barong Using: Optimalisasi Seni Pertunjukan Barong Sebagai Obyek Pariwisata Budaya Using Tahun 1996-2018. Gondang: Jurnal Seni Dan Budaya, 3(2). https:// doi.org/10.24114/gondang.v3i2.13248.

Rahayu, M. I. f., Susanto, A. f., & Muliya, L. S. (2018). Religious-Cosmic based philosophical foundation of environmental development law in Sundanese Local Wisdom. Central European Journal of International and Security Studies.

Ramirez, R., Ravetz, J., Sharpe, B., & Varley, L. (2019). We need to talk (more wisely) about wisdom: A set of conversations about wisdom, science, and futures. Futures. https://doi.org/10.1016/j. futures.2019.02.002.

Robert, S. (2015). Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa. https://doi.org/10.22225/ jr.1.1.105.1-17 Rofiah, F. (2018). 5. Hipotesis Penelitian. Eureka Pendidikan.

Saleh Al-Omoush, K., Orero-Blat, M., & Ribeiro-Soriano, D. (2020). The role of sense of community in harnessing the wisdom of crowds and creating collaborative knowledge during the COVID-19 pandemic. Journal of Business Research. https://doi.org/10.1016/j. jbusres.2020.10.056.

Saodah Harnadi Natakusumah. (1969). Rajah Tembang Sunda Sekar Sari (p. 116). Saputra, H. S. P. (2010). Formula dan Ekspresi Formulaik: Aspek Kelisanan Mantra dalam Pertunjukan Reog. ATAVISME, 13(2). https://doi.org/10.24257/atavisme.v13i2.128.161-174.

Saputri, f. H., & Pratiwi, D. (2016). Pembuatan Game RPG “Roro Jonggrang” Dengan RPG Maker MV. Seminar Nasional Cendekiawan.

Sengupta, R. (2021). Towards a Decolonial Media Archaeology: The Absent Archive of Screenwriting History and the Obsolete Munshi. Theory, Culture and Society. https://doi.org/10.1177/0263276420930276 Setiawan, I. K. (2019). Adaptasi Cerita Rakyat Jayaprana dan Layonsari dalam Bentuk Animasi 2D. Jurnal Nawala Visual, 1(2). https:// doi. org/10.35886/nawalavisual.v1i2.30.

| 89

Setyowati, N., Emzir, E., & Lustyantie, N. (2020). Nature and social attitude in folklore entitled Timun Mas: Eco-critical study. Journal of Applied Studies in Language. https://doi.org/10.31940/jasl. v4i1.1649.

Sibarani, R. (2014). Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Sibarani, R. (2019). Buku Kearifan Lokal Cetakan ke II (Hakikat, peran, dan metode tradisi lisan).pdf. Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Sibarani, R., Simanjuntak, P., & fachry, M. E. (2020). The role of women in developing a friendly village for Health: Study of local wisdom marsirimpa in North Sumatera Province. Enfermeria Clinica.

Siddiq, M., & Salama, H. (2019). Etnografi Sebagai Teori Dan Metode.

Kordinat: Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 18(1). https://doi.org/10.15408/kordinat.v18i1.11471.

Singleton, B. E. (2021). “We Offer Nuffle a Sausage Sacrifice on Game Day”. Blood Bowl Players’ World-building Rituals through the Lens of Theory of Sociocultual Viability. Journal of Contemporary Ethnography. https://doi.org/10.1177/0891241620948244.

Spradley, J. (2016). Ethnographic Interview. Waveland Press, Inc. 4180 IL Route 83, Suite 101 Long Grove, IL 60047-9580 (847) 634-0081 info@waveland.com www.waveland.com.

Sudikan, S. Y. (2015). Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner, dan Transdisipliner dalam Studi Sastra. Paramasastra. https://doi. org/10.26740/parama.v2i1.1496.

Sugiyono, P. D. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif.pdf. In Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Sugiyono. (2014). Metode dan Prosedur Penelitian. E-Journal.

Suherni. (2013). Etnisitas, kreativitas, dan identitas dalam wacana seni budaya bangsa. Dewa Ruci.

Sumardjoko, B., & Subowo, A. (2021). The Implementation of Javanese Local Wisdom Values as Strengthening the Practice of Pancasila.

90 |

Social, Humanities, and Educational Studies (SHEs): Conference Series, 4(4). https://doi.org/10.20961/shes.v4i4.50610.

Supardan, D. (2016). Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Edunomic, 4(1).

Supriatin, Y. M. (2012). Tradisi Lisan dan Identitas Bangsa: Studi Kasus Kampung Adat Sinar Resmi, Sukabumi. Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya. https://doi.org/10.30959/ patanjala.v4i3.155.

Susanto, T., Rasni, H., Susumaningrum, L. A., Rahmawati, I., Yunanto, R. A., & Septiyono, E. A. (2020). Caring for Adolescents Based on the Wisdom of Indonesian. Pandalungan Culture: An Ethnonursing Pilot Study. Journal of Pediatric Nursing. https://doi.org/10.1016/j. pedn.2020.05.015.

Syarifuddin, T., Sholahuddin, A., & Ngabut, R. (2020). The Role of Keujruen Blang in Management of Wetland Local Wisdom Perspective. academia.edu.

Tatzl, D., Gkonou, C., & Mercer, S. (2016). Introduction: New Directions in Language Learning Psychology. https://doi. org/10.1007/978-3319-23491-5_1.

Tulalessy, Q. D. (2018). Sagu sebagai Makanan Rakyat dan Sumber Informasi Budaya Masyarakat Inanwatan: Kajian folklor Non Lisan.

Melanesia: Jurnal Ilmiah Kajian Bahasa Dan Sastra, 1(1). https:// doi.org/10.30862/jm.v1i1.740.

Ulum, M. (2020). Kebijakan Standar Nasional Pendidikan. Syaikhuna: Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam, 11(1). https://doi. org/10.36835/ syaikhuna.v11i1.3845.

Vitasurya, V. R. (2016). Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village, Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. Procedia–Social and Behavioral Sciences, 216. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.014.

Wacquant, L. (2020). Revisiting Territories of Relegation: Class, Ethnicity and State in the Making of Advanced Marginality. https://doi. org/10.1007/978-3-658-27311-8_10.

| 91

Wahyuni, D. (2017). festival Menongkah: Revitalisasi Budaya dan Bahasa Duanu Menuju Industri Kreatif. Kapata Arkeologi, 13(2). https:// doi.org/10.24832/kapata.v13i2.407.

Wibowo, S. f. (2019). fungsi Sosial Sastra Lisan dalam Masyarakat Bengkulu.

Jurnal Lingko: Jurnal Kebahasaan dan Kesastraan, 1(2). https://doi. org/10.26499/jl.v1i2.32.

Widodo, J. (2012). Urban Environment and Human Behavior: Learning from History and Local Wisdom. Procedia–Social and Behavioral Sciences, 42. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.04.161.

Widyanta, N. C. (2018). Antara Teori formula Albert B. Lord dan Musikologi.

Journal of Music Science, Technology, and Industry, 1(1). https:// doi.org/10.31091/jomsti.v1i1.503.

Wilkie, B., Cahir, f., & Clark, I. D. (2020). Volcanism in Aboriginal Australian oral traditions: Ethnographic evidence from the Newer Volcanics Province. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 403, 106999. https://doi.org/10.1016/J. JVOLGEORES.2020.106999.

Wiwanitkit, V. (2019). Alcoholic Beverage Production in Indochina: Local Wisdom, Safety, Quality, and Legal Control. In Production and Management of Beverages. https://doi.org/10.1016/ b978-0-12815260-7.00013-4 Xiao,A. H., & Liu, S. (2021). “The Chinese” in Nigeria: Discursive Ethnicities and (Dis)embedded Experiences. Journal of Contemporary Ethnography. https://doi.org/10.1177/0891241620986838.

92 |

BIONARASI

Librilianti Kurnia Yuki, lahir di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1979. Beliau merupakan putri tunggal dari seorang Perwira TNI AD dan Guru, sempat mengenyan pendidikan di TK Kartika V Candra Kirana Jakarta Timur, kemudian melanjutkan di SDN 01 Pagi Cakung Jakarta Timur, dan dikelas V SD pindah sekolah di SDN Muka 2 Cianjur mengikuti kedua orang tuanya yang berpindah tugas, kemudian melanjutkan studinya di SMP Negeri 01 Cianjur, dan lulus di SMAN 1 Cianjur pada tahun 1998. Beliau melanjutkan pendidikan Diploma Tiga/ D3 Sastra Inggris di UNPAD/ Universitas Padjajaran Bandung, lalu ekstension ke Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia strata satu/ S1 mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Suryakancana Cianjur pada tahun 2008.

Kemudian, beliau melanjutkan strata dua/ S2 di Universitas Suryakancana Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014, dan terakhir beliau melanjutkan studi Doktor/ S3 di Universitas Negeri Jakarta Progam Studi Linguistik Terapan pada tahun 2020 sekarang sudah semester empat. Beliau juga telah melakukan dua kali sidang, yang pertama sidang Kompeherensif dan sidang Proposal serta telah menyelesaikan Regkronisi Kelayakan.

Librilianti Kurnia Yuki, selain menjadi dosen beliau juga merupakan anggota Nahdatul Ulama (NU), dan Pengurus Muslimat NU di Kabupaten Cianjur di komisi delapan bagian ketenagakerjaan, kemudian beliau merupakan wakil bendahara tujuh di PERGUNU (Persatuan Guru Nahdatul Ulama). Kemudian, beliau juga merupakan Pembina Ikatan Putra Putri Nahdatul Ulama atau pembina IPPNU, lalu beliau juga merupakan anggota NU dari perwakilan kaum perempuan di Kabupaten Cianjur. Selain itu, beliau juga terlimbat langsung di dalam kepengurusan Lembaga Kebudayaan Cianjur atau LKC, dan beliau juga merupakan HUMAS dari PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) kabupaten Cianjur, anggita HISKI Jakarta, anggota ADI, Pengurus pusat DPP RPI, lolos hibah disertasi dikti tahun 2022, lolos

| 93

hibah P2m Pascasarjana tahun 2022, seorang penulis, jurnalis, dan pembicara pada seminar nasional dan internasional dalam kegiatan International Conference. Moto Hidup beliau adalah Be the Light in The Darkness artinya “Jadilah Cahaya di dalam Kegelapan” filosofi yang bermakna bahwa kamu harus selalu memberikan manfaat dimana kamu berada.

Novi Anoegrajekti, lulus pendidikan S1 (1989) Fakultas Sastra Universitas Jember, Sastra Indonesia; S2 (1994) Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Sastra Indonesia dan Jawa; S3 (2006) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Culture Studies. Pekerjaan yang dilakukan yaitu Dosen FIB Universitas Jember (2003‒2015); dosen luar biasa pada FBS Universitas Negeri Jakarta (2008‒2010); dosen luar biasa pada Program Pascasarjana Universitas Tarumanegara Jakarta (2011‒2015); Pemimpin Redaksi Jurnal LITERASI Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember (2013‒2017); Ketua Pusat Penelitian Budaya Etnik dan Komunitas, Lembaga Penelitian, Universitas Jember; dan mulai 2016 sebagai Ketua HISKI Komisariat Jember.

Menyandang jabatan profesor dalam bidang ilmu susastra sejak 1 Januari 2016. Aktif sebagai pembicara dalam berbagai kegiatan ilmiah regional, nasional, dan internasional bidang sastra, budaya, dan kajian perempuan. Minatnya pada pengkajian perempuan dan seni pertunjukan telah menghasilkan beberapa penelitian yang didanai oleh DP2M Dikti, Toyota Foundation, Ford Foundation, Japan Foundation, dan LPDP. Publikasi buku dalam lima tahun terakhir: Potensi Budaya Using dan Industri Kreatif (2018), Sastra dan Perkembangan Media (2018), Teori Kritis dan Metodologi: Dinamika Bahasa, Sastra, dan Budaya (2019), Modul Narasi Seblang (2019), Modul Film Dokumenter Ritual Seblang Banyuwangi (2019), Ritual Agraris dan Bahari (2020), Modul Cerita Rakyat (2020), Sastra Pariwisata (2020), Modul Batik Gandrung (2020), Modul Manajemen Industri Kreatif (2020), Sastra Rempah (2021), dan Ekowisata Bahari (2022).

Ninuk Lustyantie, Guru Besar Tetap Universitas Negeri Jakarta (UNJ), bidang keahlian Pendidikan Bahasa. Usai menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya, melanjutkan pendidikan serta memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Bahasa dan Sastra Prancis, kemudian gelar

94 |

Magister Pendidikan diperoleh pada Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP). Ketika melanjutkan studinya pada jenjang program Doktor di Program Studi Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berkesempatan memperoleh beasiswa untuk finalisasi disertasi pada program Sandwich di Paris 8 University Vincennes-Saint-Denis (French: Université Paris 8 Vincennes-Saint-Denis) Paris, France.

Sebagai tugas tambahan dosen, pernah menjadi Sekretaris Jurusan Bahasa Prancis Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNJ, Ketua Jurusan Bahasa Prancis FBS UNJ, Kepala Pusat Pengembangan Standar Lembaga Penjaminan Mutu (LPjM) UNJ, Wakil Dekan II Bidang Kepegawaian, Keuangan, dan Perlengkapan FBS UNJ. Selanjutnya mengawali tugas tambahan di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta sebagai Sekretaris Program Studi Doktor Pendidikan Bahasa, Koordinator Program Studi Magister Pendidikan Bahasa, Ketua Gugus Penjaminan Mutu (GPjM) Pascasarjana UNJ. Saat ini sebagai Koordinator Program Studi Doktor Linguistik Terapan (LT). Alamat surat elektronik ninuk.lustyantie@unj.ac.id Untuk meningkatkan wawasan dan kualitas sebagai dosen, pelatihan yang pernah diikuti antara lain: Pelatihan Metodologi Pengajaran Bahasa Prancis di Université Franche Comté, Centre Linguistique Appliqué (CLA) Besançon, Prancis, Pelatihan Penggunaan E Learning Kelas Bahasa Prancis (TICE=Technologie de l’Information et de la Communication Educatives) di Sampoerna Strategic Square, Pelatihan Metodologi Pengajaran Budaya dan Sastra di Département Communication Français Langue Etrangère/ FLE, Université Paris 8, Paris, Prancis, Pelatihan Sistem Manajemen Mutu berbasis ISO 9001;2008, Pelatihan Artikel Ilmiah Terindeks DOAJ/Scopus/ Thomson, Bimbingan Teknis Sistem Penjaminan Mutu Internal, Pelatihan Reviewer Penelitian Perguruan Tinggi, dan Pelatihan Asesor Beban Kinerja Dosen (BKD).

Publikasi pada lima tahun terakhir antara lain: Contextual Approach Implementation in French Litterature Text (Research and Development of Teaching Material of Littérature Française Lecture, 2017, Studying the Indigo Child Types and How to Handle Them Based on the Novel Gerbang Dialog Danur Through Literary Psychology, 2018 , Integrating Character Education and Contextual Approach in French Literature, 2019,

| 95

Representation of French Culture as a Foreign Language through Textbooks, 2020, Environment and Habitus in Kalimantan folklore and Papuan folk stories (Ecocritical Study), 2020, Improving Reading Comprehension in EFL situation: A Correlation Analysis, 2021, The Effect of Cognitive Style, Critical Thinking and Digital Literature in Argumentative Writing Skilss, https:// jestp.com/index.php/estp/issue/view/43. 2022.

Secara lengkap seluruh artikelnya terdapat pada tautan berikut. https://scholar.google.co.id/citations?user=Kx4uMTAAAAAJ&hl=en https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=57193867762 https://orcid.org/0000-0002-7528-6846 http://sinta2.ristekdikti.go.id/authors/detail?id=6009482&view=overview Kegiatan Seminar Internasional sebagai pemakalah, antara lain: Exploitation Pédagoqique des Contes en Didactique dans La Classe du Franḉais Langue Etrangère (FLE), Taipe, Taiwan 2018, Le Modèle d’Apprentissage de la Production Orale à Travers Skype Basé sur la Culture, APFI 2018, Character Education Through A French Movie, Kuala Lumpur 2019, Virtual University Transformation For Distance Classroom, ICELS 2020, Keterampilan Berpikir Kritis dan Kompetensi Mahasiswa dalam Menulis Esai Argumentatif, ASBAM, 2021 https://www.atlantis-press.com/proceedings/asbam- 21/125973580 Bidang penelitian telah menghasilkan beberapa penelitian yang berfokus pada bidang keahlian pembelajaran bahasa dan sastra, antara lain: Model Pembelajaran Menulis Akademik berbasis Pendekatan Higher Order Thinking Skills (HOTS), 2017, Pengembangan Kurikulum Program Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Arab Pascasarjana UNJ 2018, Representasi Budaya Prancis dalam Buku Teks Prancis sebagai Bahasa Asing, 2019, Model Pembelajaran Inovatif Bahasa dan Sastra berbasis LMS, 2020, Pengaruh Gaya Kognitif, Literasi Digital, Berpikir Kritis, terhadap Kemampuan Menulis Argumentatif 2021, Brain Based Learning (BBL) for Indonesia-Australia Students (Colaborative Research Labschool Kebayoran and Williamstown High School) 2021, Pengembangan Model Brain-Based Microlearning Pada Pembelajaran Bahasa Prancis (Colaborative Research Carida Foundation French), 2022.

96 |

Untuk kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) lima (5) tahun terakhir berupa Pelatihan Pengajaran Bahasa berbasis Budaya bagi Guru Bahasa SMA Kab Karawang (Ketua, 2018), Penerjemahan ke dalam bahasa Prancis Teks Diorama di Museum Nasional (Anggota, 2019), Edukasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui Dongeng bagi para Ibu (Ketua, 2020), dan Pelatihan Project Based Learning berbasis Video Animasi bagi Guru Bahasa di Kabupaten Lebak Banten (Ketua, 2021), Pemberdayaan Tiga Pilar Budaya Ngaos, Mamaos, Maenpo berbasis Literasi Digital dan Literasi Budaya Bagi Siswa SMAN I Mande Desa Bobojong Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur (2022).

Karya buku referensi, (1) Simbol-simbol Dongeng Prancis, (2) Sosiolonguistik dan Pengajaran Bahasa, dan (3) Pembelajaran Inovatif Bahasa dan Sastra: Mengembalikan Prinsip-prinsip Bahasa dan Sastra sebagai Cara Berpikir Inovatif.

Mata kuliah yang diampunya yaitu, Telaah dan Pengajaran Sastra, Kajian Budaya dan Sastra, Metodologi Penelitian, Metodologi Pengajaran Bahasa dan Sastra, Kurikulum dan Pengembangan Materi Ajar dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra, Perkembangan Mutakhir Metodologi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Di sela kesibukan mengajar, membimbing mahasiswa Sarjana, Magister, Doktor sekaligus sebagai Koordinator Prodi juga sebagai Ketua Pengelola International Journal Language Education Culture Education Review IJLECR) terakreditasi Sinta. http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/ijlecr/issue/view/1246

| 97

TIGA PILAR BUDAYA Ngaos, Mamaos, Maenpo dan Internalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal