Legal Review ALSA LC Unud Volume 01 No. 13

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

LEGAL REVIEW Volume 01 No. 13 “Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara Pidana di Takalar”

Author: Juan Daud Putra Siahaan Luthfiyah Nur Halimah Natalia Clara Situmorang

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara Pidana di Takalar Juan Daud Putra Siahaan, Luthfiyah Nur Halimah, dan Natalia Clara Situmorang Universitas Udayana BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dengan demikian, Indonesia diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi. Dalam menegakan hukum pidana di Indonesia harus mengedepankan nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan dalam menanggulangi kejahatan yang dituangkan dalam bentuk sistem yaitu sistem peradilan pidana.

Namun, dalam pelaksanaannya, penegakan hukum pidana di Indonesia masih banyak yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut sehingga menimbulkan ketidakpuasan.1 Dengan demikian, diperlukannya suatu pendekatan yang lebih mementingkan keadilan retributive (pembalasan) dan restitutive (ganti rugi) yakni asas restorative justice. Asas Restorative Justice dapat didefinisikan sebagai upaya penyelesaian tindak pidana dengan memfokuskan pada pemulihan kembali pada keadaan semula dengan adil antara korban dan pelaku.2 Restorative justice memiliki prinsip dasar yaitu adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.3 Penerapan asas ini dilakukan melalui mediasi, yaitu kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersangkutan. Dalam penerapan asas restorative justice bisa terbentuk hukum yang adil, yang hanya berpihak pada kebenaran yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku yang mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.

Selain itu, hukum yang menggunakan penerapan asas restorative justice tidak memihak ataupun tidak berat sebelah dan tidak sewenang-wenang. Namun, penerapan asas restorative justice ini hanya digunakan untuk perkara tindak pidana ringan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000,00.

Dalam penulisan modul hukum ini akan dibahas penerapan asas restorative justice dalam 1

Yohana Simanullang. “Penerapan Asas Restorative Justice dalam Kasus Pencurian Ringan”. dalam Artikel Ilmu Hukum Universitas HKBP Nommensen. (2018). h.2.

2 Monica Pricilla. “Tinjauan Yuridis Penerapan Restorative Justice pada Tindak Pidana Penganiayaan”. (Medan: UMSU, 2021). h.10.

3 Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, 22 Desember 2020.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana penyelesaian perkara pidana di Takalar, yaitu seorang pria yang mencuri sebuah sepeda motor demi biaya istrinya melahirkan.

2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat ditemukan antara lain: 1. Apa urgensi dari penerapan asas restorative justice dalam upaya penyelesaian perkara tindak pidana ringan di Takalar?

2. Bagaimana

penyelesaian menggunakan pendekatan asas restorative justice

memberikan keadilan bagi kedua belah pihak yang bersangkutan di Takalar?

BAB II PEMBAHASAN Pembahasan I Suatu tindak pidana menimbulkan kerusakan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, suatu tindak pidana juga dapat menjadi pembelajaran untuk melihat keadilan yang sebenarnya bagi semua orang dalam kehidupan bermasyarakat itu sendiri.4 Dapat dikatakan demikian karena suatu tindak pidana tersebut juga perlu dilihat akar permasalahan dari pelaku itu sendiri, misalnya keadaan ekonomi dan keadaan sosial budayanya. Seiring berjalannya waktu, dapat kita lihat bahwa sistem peradilan pidana yang berlangsung di Indonesia saat ini tidak dapat memenuhi kepuasan masyarakat akan keadilan yang ingin dicapai. Hal tersebut dapat terjadi karena peradilan akan memakan waktu, biaya, dan hasil yang terkadang merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu, diperlukan upaya alternatif dengan menerapkan asas restorative justice untuk penyelesaian tindak pidana ringan dengan urgensi sebagai pembentukan rasa keadilan bagi kedua belah pihak.

Dalam kasus pencurian motor yang terjadi di Takalar, penerapan asas restorative justice diterapkan dengan disetujuinya permohonan penghentian tuntutan berdasarkan asas restorative justice oleh Jaksa Agung Muda di Kejaksaan Negeri Takalar. Penyetujuan penerapan asas ini dapat dilakukan karena tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku merupakan tindak pidana ringan. Urgensi penerapan asas restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan ini yakni karena alasan pelaku melakukan pencurian motor adalah untuk biaya melahirkan sang istri. Selain itu, pelaku baru pertama kali melakukan suatu tindak pidana dan ancaman pidana/denda penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Penerapan asas restorative justice difokuskan untuk pengembalian keadaan seperti semula.

Dalam kasus pencurian motor di Takalar ini, hal tersebut telah terlaksana berupa pengembalian motor oleh tersangka dan penggantian uang yang digunakan untuk pembiayaan persalinan istri pelaku 4 Zico Fernando.. “Pentingnya Restorative Justice dalam Konsep Ius Constituendum”. Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam. Vol. 5. No. 2. (2020). h. 260.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana sebesar Rp 1.500.000,00 kepada korban. Dengan demikian, urgensi penerapan asas restorative justice sebagai upaya penyelesaian perkara tindak pidana pencurian motor di Takalar efektif untuk dilaksanakan.

Pembahasan II Penyelesaian pidana di Takalar tersangka kasus pencurian motor oleh Muhammad Arham DG REWA ALS Arham bin Abdul Azis diselesaikan dengan keadilan restoratif atau restorative justice.

Restorative Justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.5 Berdasarkan keterangan kronologi kasus, tersangka melakukan pencurian motor dan menggadaikan motor tersebut kepada Sinofit Fery DG. SILA bin Jampuang DG.MAJJA sebesar Rp. 1.500.000,-. Hal ini terpaksa ia lakukan untuk biaya melahirkan sang istri dikarenakan upah penghasilannya sebagai buruh harian lepas tidak mencukupi biaya melahirkan sang istri. Pihak korban Mahaming DG. MANJENG bin Mama DG.GASING mengalami kerugian sebesar Rp.2.500.000,- motor tersebut digunakan korban untuk mencari nafkah sebagai pedagang sayur. Dengan ini MA menjadi tersangka pencurian motor dan dijerat pasal 362 KUHP tentang pencurian serta tersangka MA ditangkap kepolisian dan sempat ditahan selama 2 bulan.

Kemudian pada saat pelaksanaan RJ di Kejaksaan dan dipertemukan para pihak termasuk saksi yaitu Sinofit Fery DG. SILA bin Jampuang DG.MAJJA. Dengan alasan kemanusiaan Kepala Kejaksaan Negeri Takalar dan Jaksa Milik Takalar menggantikan uang yang telah dikeluarkan oleh saksi sejumlah Rp. 1.500.000,-

yang sebelumnya digunakan tersangka untuk biaya persalinan

istrinya. Serta pihak korban pun telah mendapat motornya kembali dan telah memaafkan pelaku.

Kejaksaan Negeri Takalar juga membantu pelaku dan korban memberi uang santunan kepada pelaku.

Kemudian, Jaksa Agung Muda menyetujui permohonan penghentian tuntutan berdasarkan keadilan restorative justice dengan alasan: 1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

3. Telah dilakukan perdamaian pada Senin tanggal 14 Februari 2022 bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Takalar yang dihadiri oleh Tersangka, korban, Penyidik Polsek Galesong Utara, Tokoh Masyarakat dan Fasilitator.

4. Tahap II dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2022 dihitung kalender 14 (empat belas) harinya berakhir pada tanggal 24 Februari 2022.

5

Indonesia (1), Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 11 Tahun 2012, LN No. 153 Tahun 2012 , TLN No. 5332, ps. 1

ALSA Local Chapter Universitas Udayana 5. Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan, dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya serta korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan.

6. Barang bukti telah dikembalikan kepada korban.

7. Tersangka melakukan perbuatannya karena alasan ekonomi dan tersangka merupakan tulang punggung keluarga dan bayi yang baru dilahirkan membutuhkan kasih sayang kedua orang tua.

8. Masyarakat merespon positif.6 Dalam penyelesaian kasus tindak pidana dengan pendekatan restorative justice tidak hanya adanya pemulihan keadaan sekedar untuk memenuhi syarat, tetapi terdapat peran dari tersangka maupun korban dalam menyelesaikan permasalahan kasus pidana tersebut. Pada penerapan restorative justice

dalam perkara tindak pidana ringan dilakukan dengan ketentuan, yaitu pelaksanaan

perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat yang terkait yang berperkara atau tanpa ganti rugi. Kemudian dilanjutkan hakim yang membuka persidangan dengan membaca catatan dakwaan dan menanyakan pendapat dari pihak pelaku dan korban serta hakim melakukan upaya perdamaian. Dalam hal proses perdamaian tercapai, para pihak membuat kesepakatan perdamaian, selanjutnya ditandatangani oleh terdakwa, korban dan pihak-pihak terkait dan kesepakatan perdamaian dimasukkan ke dalam pertimbangan putusan hakim.7 Selama persidangan masih berlanjut hakim tetap mengupayakan perdamaian dan mendahulukan restorative justice dalam putusannya. Dengan demikian, penyelesaian pidana yang menggunakan pendekatan asas restorative justice tersebut bagi pelapor maupun terlapor telah memberikan keadilan kepada kedua pihak tersebut yang di mana Hakim hanya menjadi penengah (mediator). Hal ini sesuai dengan definisi restorative justice yang merupakan alternatif dalam penyelesaian perkara pidana yang dalam penerapannya berfokus pada perubahan pemidanaan menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk menciptakan kesepakatan perdamaian dalam menyelesaikan perkara pidana yang adil dan seimbang bagi semua pihak yang mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Hal ini sesuai dengan prinsip dasar yang terdapat dalam restorative justice yang di mana adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban berupa pengembalian motor, perdamaian dan pelaku telah meminta maaf dan mengembalikan motor korban. Penerapan asas restorative justice pada kasus pidana ini juga telah sesuai dengan ketentuan, seperti hanya digunakan untuk perkara tindak pidana ringan dengan

6

https://www.instagram.com/p/CaHfaHgvVea/?utm_medium=copy_link diakses tanggal: 21 Februari

2022.

7 Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, 22 Desember 2020.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000,00.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana BAB III PENUTUP Kesimpulan Untuk memberikan keadilan hukum bagi semua pihak, Penegak hukum hendaknya berparadigma keadilan restoratif (restorative justice) dalam memutus perkara pidana (korban, pelaku kejahatan, masyarakat). Paradigma yang memandang pemidanaan sebagai bentuk pembalasan atau retributif, Paradigma ini tidak cocok lagi diterapkan pada perkembangan masyarakat saat ini. Secara teoritis tujuan pemidanaan telah berkembang ke arah yang lebih modern yang kini dikenal dengan keadilan restoratif (restorative justice) yang mengutamakan “pemulihan/perbaikan”. Paradigma restorative justice dapat memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan serta mewujudkan hukum yang progresif dan responsif. paradigma keadilan restoratif akan mempertimbangkan keadilan bagi semua pihak (korban, pelaku kejahatan, dan masyarakat). Tidak memutus berdasarkan tujuan pemidanaan yang retributif/pembalasan namun berpegangan pada nilai-nilai, konsep, prinsip, serta dasar-dasar dari keadilan restoratif yang mengutamakan pemulihan atau perbaikan para pihak, pemenuhan kebutuhan para pihak serta mengutamakan kemanfaatan. Putusan pengadilan hendaknya akan memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, serta memuat landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis sehingga sistematik dan komprehensif.

Saran Dalam realitanya penegak hukum hendaknya selalu memuat nilai-nilai keadilan restoratif.

Tidak hanya berdasarkan KUHAP secara yuridis (sistematika putusan), namun juga melihat komponen sosiologis, dan filosofis. Terkait dengan paradigma keadilan restoratif, hakim dalam pertimbangannya hendaknya selalu mempertimbangkan kemanfaatan, dengan mengutamakan kemanfaatan hukum yaitu berupa pemulihan atau perbaikan, menempatkan posisi korban lebih kuat dan memenuhi kebutuhan korban.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

DAFTAR PUSTAKA Buku Simanullang, Y. 2018. “Penerapan Asas Restorative Justice dalam Kasus Pencurian Ringan”. dalam Artikel Ilmu Hukum Universitas HKBP Nommensen. h. 2.

Jurnal/Artikel Fernando, Z. 2020. “Pentingnya Restorative Justice dalam Konsep Ius Constituendum” dalam Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam. Vol. 5. No. 2. h. 260.

Perdana, R. 2022. Mencuri Demi Biaya Istri Melahirkan, Pria Ini Dibebaskan Jaksa Lewat Restorative Justice. Prfmnews. dilihat 28 Februari 2022. <Mencuri Demi Biaya Istri Melahirkan, Pria Ini Dibebaskan Jaksa Lewat Restorative Justice - PRFM News (pikiran-rakyat.com)>.

Supriyanta, 2009. KUHAP dan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Neliti.com. dilihat 28 Februari 2022.

<Microsoft Word - WACANA HUKUM april 2009.doc

(neliti.com)> Poerana, Sigar Aji. 2020. Penyelesaian Perkara Pidana dengan Prinsip Keadilan Restoratif, hukumonline.com.

dilihat

27

Februari

2022.

<https://www.hukumonline.com/klinik/a/penyelesaian-perkara-pidana-dengan-prinsip-keadi lan-restoratif-lt5f5f3aeab63b8>

Skripsi Pricilla, M. 2021. “Tinjauan Yuridis Penerapan Restorative Justice pada Tindak Pidana Penganiayaan”. Skripsi. Medan: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Putusan Pengadilan Surat

Keputusan

Direktorat

Jenderal

Badan

Peradilan

Umum

1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tanggal 22 Desember 2020.

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Nomor.