Legal Review ALSA LC Unud Volume 01 No. 14

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

LEGAL REVIEW Volume 01 No. 14 “Analisis Penjaminan HAM Bagi Penyandang Disabilitas Dalam Mengakses Fasilitas Publik (Studi Kasus: Kesulitan Penyandang Disabilitas dalam Berpergian Menggunakan Transportasi Umum Berbasis Rel di Indonesia)”

Author: Jesslyn Novena Sari Patricia Leilani Natalia

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

ANALISIS PENJAMINAN HAM BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM MENGAKSES FASILITAS PUBLIK (Studi Kasus: Kesulitan Penyandang Disabilitas dalam Berpergian Menggunakan Transportasi Umum Berbasis Rel di Indonesia) Jesslyn, Novena Sari, Patricia Leilani Natalia Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tidak semua orang dilahirkan dengan kondisi fisik dan mental yang sempurna. Di tengah perkembangan zaman yang sangat pesat, kehadiran Penyandang Disabilitas seringkali belum mendapat tempat di masyarakat dan masih dipandang sebelah mata.

Keterbatasan yang dimiliki seperti keterbatasan fisik,u intelektual,u mental,u dan/atau sensorik dan lain sebagainya dalam jangka waktu yang lama, membuat mereka dianggap sebagai kelompok yang lemah dan tidak berdaya. Seiringan dengan hal ini hak-hak para penyandang disabilitas sebagai manusia juga ikut diabaikan, terutama hak aksesibilitas terhadap transportasi umum bagi penyandang disabilitas.u Dalam konstitusi sebenarnya telah menjamin hak-hak kepada para penyandang disabilitas,u salah satuya adalah Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Jaminan pemenuhan terhadap hak-hak dalam UUD ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.u Pada tahun 2011,u Indonesia telah meratifikasi Convention On The Rights Of Persons With Disabilities yang tertuang dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Untuk menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas ini,u pemerintah kembali menerbitkan Undang-Undnag No. 18 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.1 Dengan adanya Undang-Undang penyandang disabilitas ini, tidak hanya dapat menjadi payung hukum bagi penyandang disabilitas, tapi jaminan agar kaum disabilitas dapat terhindar dari segala bentuk ketidakadilan, kekerasan dan diskriminasi di masyarakat umum.

1

Purnomosidi Arie, “Inklusi Penyandang Disabilitas Di Indonesia” Jurnal Refleksi Hukum 1 (2017): 1–6.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

Transportasi publik (dikenal pula dengan transportasi massal atau transportasi umum) adalah suatu layanan angkutan penumpang oleh sistem perjalanan kelompok yang disediakan agar dapat digunakan oleh masyarakat umum. Salah satu moda transportasi publik di Indonesia yang sering digunakan oleh masyarakat untuk bepergian baik within city maupun intercity adalah kereta api, kereta antarkota serta kereta berkecepatan tinggi.

Yuktiasih Proborini seorang pejuang kemanusiaan di semarang yang bergerak melalui Sejiwa Foundation. Beliau yang merupakan seorang penyandang disabilitas (pengguna kursi roda) mengalami peristiwa yang mengganggu ketika akan menggunakan transportasi umum kereta api, dimana beliau kesulitan untuk turun dari pintu keluar karena menggunakan kursi roda yang membuat dirinya harus digendong oleh petugas pria untuk keluar dari kereta api tersebut sedangkan dirinya adalah seorang perempuan.

Idealnya dalam pembangunan jasa transportasi umum juga harus memperhatikan aksesibilitas dari fasilitas yang disediakan untuk masyarakat umum, karena bukan tidak mungkin sebagian diantara masyarakat yang menggunakan transportasi ini adalah penyandang disabilitas. Namun pada kenyataannya di Indonesia sendiri fasilitas transportasi berbasis rel masih kurang ramah dengan para penyandang disabilitas.

(Audrian,https://inibaru.id/inspirasi-indonesia/yuktiasih-proborini-nggak-kenal-lelah-apal agi-nyerah-menyuarakan-hak-penyandang-disabilitas, 16 Desember 2021)

2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengaturan dalam Undang-Undang HAM terkait hak penyandang disabilitas pada fasilitas umum berbasis rel di Indonesia?

2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi terjadinya pelanggaran pada penerapan undang-undang terkait penyandang disabilitas?

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengaturan Dalam Undang-Undang HAM Terkait Hak Penyandang Disabilitas Pada Fasilitas Umum Berbasis Rel di Indonesia Penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya. Dapat disimpulkan bahwa, penyandang cacat atau penyandang disabilitas memiliki hambatan dan keterbatasan dalam penunjang pemenuhan hak-hak sehingga penyandang cacat memerlukan fasilitas-fasilitas khusus jika dibandingkan dengan lainnya. Penyandang disabilitas membutuhkan perlakuan khusus agar mereka dapat melakukan interaksi dan sosialisasi seperti orang normal pada umumnya. Dapat terlihat bahwa pada umunya bukan orang normal saja tetapi penyandang disabilitas juga mempunyai hak-hak yang sama. Dalam hak asasi manusia para penyandang disabilitas berhak mendapat perlakuan, perhatian serta perlindungan khusus demi terciptanya sebuah persamaan.

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menentukan bahwa: “Hak Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan Aksesibilitas

untuk

memanfaatkan

fasilitas

publik.”

Kementerian Perhubungan

(Kemenhub) meninjau sejumlah transportasi berbasis kereta secara bertahap agar menyesuaikan aturan terkait dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), khususnya pelayanan bagi penumpang disabilitas. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 48/2015 tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) Angkutan Orang dengan Kereta Api menetapkan enam aspek pelayanan yang harus dipenuhi yaitu, keselamatan, keamanan, kehandalan,

kenyamanan,

kemudahan

dan

kesetaraan.

(Anitana,https://ekonomi.bisnis.com/read/20200917/98/1293201/layanan-moda-kereta-di minta-akomodir-penyandang-disabilitas, 17 September 2020) Berdasarkan Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas Terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan Dari Bencana Bagi Penyandang Disabilitas menentukan bahwa “Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi Penyandang Disabilitas menuju

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

kehidupan yang sejahtera dan mandiri dalam bentuk kemudahan akses terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan perlindungan dari Bencana.” Di tengah-tengah masyarakat yang normal ini sangat sulit bagi penyandang disabilitas untuk beradaptasi karena keterbatasan fasilitas untuk penyandang disabilitas. Padahal aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup para penyandang disabilitas, dimana penyandang disabilitas juga sama seperti orang normal pada umumnya yang membutuhkan berbagai fasilitas umum untuk menjalankan aktivitas mereka.2 Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas Terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan Dari Bencana Bagi Penyandang Disabilitas menentukan bahwa “Penyelenggara Pelayanan Publik wajib menyediakan Pelayanan Publik yang mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Fasilitas publik untuk penyandang disabilitas dibuat dan didesain sedemikian rupa agar mudah untuk diakses penumpang penyandang disabilitas. Dengan demikian, penumpang disabilitas mendapatkan haknya untuk menikmati fasilitas publik layaknya masyarakat non disabilitas.

Dilihat dari Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian ditentukan fasilitas naik turun penumpang bagi penyandang cacat. Seorang pengamat transportasi mengatakan bahwa ditengah semakin tingginya kaum penyandang disabilitas yang menggunakan transportasi kereta api, tetapi pelayanan dan perhatian yang diberikan kepada kaum penyandang disabilitas masih diabaikan. Yang jika dilihat dari pasal 54 ayat (1) tersebut setiap transportasi kereta api harus melindungi dan melayani penumpang dalam hal keselamatan, keamanan, kenyamanan, naik turun penumpang, penyandang cacat dan kesehatan dan juga harus menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penumpang penyandang disabilitas.

Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa “hak yang didapatkan bagi penumpang penyandang disabilitas antara lain hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.”

Penumpang penyandang disabilitas berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Pelaksanaan memberikan melayani konsumen 2

Abdurrohman, muhammad, “Aksesibilitas dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas Fisik Pada Transportasi Publik”, 2020: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

secara kesetaraan yaitu dengan adanya fasilitas khusus bagi penyandang cacat sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Contoh pelaksanaan kewajiban ini terdapat pada lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang yaitu di stasiun terdapat ramp dengan kemiringan 100 dan akses jalan penyambung antar peron, tinggi peron dengan lantai kereta tidak lebih dari 20 (dua puluh) cm. Apabila tinggi peron dibawah lantai kereta yang dilayani, harus menyediakan bancik atau peron tidak permanen. Dan juga terdapat fasilitas di dalam perjalanan bagi penumpang penyandang disabilitas dengan adanya kursi khusus yang ditandai stiker khusus minimal 4 (empat) kursi di setiap gerbongnya.

Pemenuhan tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia terhadap fasilitas khusus bagi penyandang cacat diatur dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dimana PT Kereta Api Indonesia wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.3 Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan ini tidak dipungut biaya tambahan. Penggunaan fasilitas untuk penyandang disabilitas di stasiun kereta api sebagai penunjang dalam menggunakan transportasi kereta api. Fasilitas untuk melakukan ibadah untuk beragama islam yang terpadu dengan tempat wudhu. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tentang SPM Angkutan Orang Dengan Kereta Api menentukan bahwa kapasitas untuk mushola dengan jenis kelamin pria berjumlah 11 orang normal dan 2 penyandang disabilitas dan untuk wanita berjumlah 9 orang normal dan 2 penyandang disabilitas.

2. Upaya

Untuk

Menanggulangi

Terjadinya

Pelanggaran

Pada

Penerapan

Undang-Undang Terkait Penyandang Disabilitas.

Penyandang disabilitas atau difabel memiliki hak yang sama dalam mengakses penggunaan transportasi umum, terlebih untuk para penyandang disabilitas diberikan keistimewaan tersendiri seperti yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 41 ayat (2) bahwa, “setiap penyandang cacat/disabilitas, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.” Maka dari itu para penyandang disabilitas berhak atas kemudahan dan kenyamanan yang maksimal saat menggunakan transportasi umum. Oleh karena itu, 3

Riadi, ea, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Khusus Penyandang Disabilitas Yang Menggunakan Moda Transportasi Kereta Api”, 2016: Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang memperhatikan dan mewadahi tentang hak penyandang disabilitas dalam kegiatan kehidupannya dalam masyarakat.

Hal ini juga telah didukung dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas dan peraturan lainnya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bertujuan tidak hanya untuk melindungi, menjamin, dan memajukan kepentingan penyandang disabilitas di berbagai sektor. Seperti dalam bidang hak-hak politik, ketenagakerjaan, kehidupan sosial, pendidikan, ataupun tuntutan penyediaan fasilitas transportasi umum yang memadai. Tetapi juga agar penyandang disabilitas dapat memperoleh kehidupan yang mandiri dan sejahtera sepantasnya

sebagai hak warga negara pada umumnya. Sebab

seluruh peraturan terkait penyandang disabilitas pada dasarnya memiliki substansi yang sama yaitu untuk menciptakan persamaan hak serta kesempatan tanpa adanya diskriminasi.

Akan tetapi, realita yang berada di masyarakat memperlihatkan kenyataan yang berbeda. Akses sarana pelayanan publik khususnya transportasi umum untuk penyandang disabilitas masih sangat terbatas. Hal utama yang perlu diperbaiki yaitu mengenai hambatan arsitektural yang masih sulit diakses oleh penyandang disabilitas, sehingga penumpang berkebutuhan khusus kehilangan hak dalam mendapatkan pelayanan yang setara.4 Kendala dalam menciptakan transportasi umum yang proporsional untuk pengguna difabel, terletak pada karakteristik individual penyandang disabilitas dengan lingkungan kontekstual tempat para difabel berada. Dapat dikatakan kendala ini bersifat dinamis sehingga tiap penyandang disabilitas memiliki keadaan yang berbeda satu sama lain.

Faktor utama pembangunan transportasi umum untuk penyandang disabilitas tidak mendapat

perhatian khusus

disebabkan oleh interaksi lingkungan

yang tidak

mengakomodir kebutuhan para difabel.

Hal ini terlihat rendahnya tingkat keberdayaan penyandang disabilitas sehingga mempengaruhi partisipasi dalam pembangunan serta akses fasilitas publik terutama transportasi umum. Persoalan ini dikarenakan pola interaksi interpersonal (dengan keluarga, teman, penyedia kerja) dan masyarakat yang lebih luas, cenderung adanya

4

Wahyuni, Endang Sri. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas pada Layanan Transportasi Publik. Pekalongan: Penerbit NEM, 2021, hal. 3

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

stigma, norma, dan perilaku negatif terhadap penyandang disabilitas.5 Pemerintah sudah berupaya keras untuk menciptakan UU yang tidak melonggarkan hak yang dimiliki oleh penyandang disabilitas.

Namun terdapat suatu hal yang belum diatur dalam UU tentang penyandang disabilitas yang mengakibatkan longgarnya dasar-dasar untuk melindungi hak penyandang disabilitas. Yaitu belum ada terbentuknya Komisi Nasional khusus bagi penyandang disabilitas di Indonesia, karena itu hingga saat ini belum ada yang mengawasi pelaksanaan undang-undang ini guna menjamin hak-hak kelompok ini. Untuk mewujudkan pelayanan transportasi umum terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk para penumpang difabel yaitu:6 a. Pihak pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, serta penyandang disabilitas meningkatkan kerja sama dalam penyebaran pengetahuan terkait hak-hak difabel melalui berbagai media digital ataupun non-digital seperti sosialisasi, workshop, diskusi, atau media massa. b. Peningkatan kuantitas dan kualitas dari pihak penyedia layanan transportasi umum untuk mengakomodir fasilitas yang dibutuhkan penumpang penyandang disabilitas.

Seperti tempat parkir motor dan mobil khusus bagi penyandang disabilitas, penyediaan taksi khusus bagi difabel, pemberian tiket gratis jika menggunakan bus bagi tunanetra dan penyandang kecacatan ganda seperti yang diterapkan di negara-negara maju. c. Untuk penyedia layanan transportasi berbasis rel dapat lebih banyak menyediakan sarana dan petugas yang terlatih untuk menangani konsumen berkebutuhan khusus.

Seperti menambah unit kursi roda di sediakan pada tempat parkir serta akses jalan dalam stasiun ditambahkan guiding block untuk penumpang tunanetra, menyediakan tanda-tanda dalam huruf Braille dan dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami di dalam gedung dan fasilitas lain. (https://difabel.tempo.co/read/1266099/saran-dari-disabilitas-untuk-perbaikan-layanandi-stasiun-kereta/full&view=ok, 21 Maret 2022) Maka dari itu pelaksanaan terkait perlindungan hak penyandang disabilitas masih sangat lemah sehingga sangat dibutuhkannya sosialisasi secara menyeluruh terkait hal ini dan juga perlunya kesadaran dari seluruh lapisan masyarakat untuk menghormati hak-hak yang dimiliki para penyandang disabilitas.

5

Hastuti, Rika Kumala Dewi, Rezanti Putri Pramana, and Hariyanti Sadaly. "Kendala Mewujudkan Pembangunan Inklusif Penyandang Disabilitas." Jakarta: Smeru Research Institute 2020, hal. 28-29.

6 Rahayu, Sugi, Utami Dewi, and Marita Ahdiyana. "Pelayanan publik bidang transportasi bagi difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta." SOCIA: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial 10, no. 2 (2013): 1-24.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Terdapat 4 (empat) peraturan terkait pemenuhan hak aksesibilitas penyandang disabilitas sebagai pengguna jasa berkebutuhan khusus di transportasi umum berbasis rel di Indonesia. Pertama diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mengatur mengenai hak aksesibilitas seperti apa yang harus difasilitasi dalam setiap stasiun. Seperti hak tidak didiskriminasi atau dihalang-halangi untuk memanfaatkan fasilitas publik yang layak; hak pelayanan seperti pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang dapat diakses secara mandiri; serta hak perlindungan dari bencana seperti mendapatkan informasi yang dapat diakses mandiri dan menjadi prioritas dalam proses evakuasi. Kedua dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik Bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus, yang memiliki fungsi sebagai syarat standar dalam penyediaan fasilitas, sarana serta prasarana yang mudah diakses bagi pengguna jasa berkebutuhan khusus penyandang disabilitas. Ketiga Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang Dengan Kereta Api, peraturan ini memiliki fungsi sebagai pedoman untuk penyelenggaran pelayanan minimum bagi pengguna jasa berkebutuhan khusus di stasiun dan dalam perjalanan. Keempat Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas Terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana Bagi Penyandang Disabilitas, yang menentukan bahwa “Penyelenggara Pelayanan Publik wajib menyediakan Pelayanan Publik yang mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Fasilitas publik untuk penyandang disabilitas harus dibuat dan didesain sedemikian rupa agar mudah untuk diakses penumpang penyandang disabilitas.

Upaya pemerintah terhadap persoalan kesetaraan hak kepada penyandang disabilitas yang menggunakan moda transportasi umum berbasis rel dalam implementasi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian standar pelayanan bagi penyandang disabilitas terbagi menjadi 2 yaitu standar minimum pelayanan di stasiun dan standar minimum pelayanan di dalam perjalanan. Standar minimum pelayanan di stasiun mencakup fasilitas prasarana aksesibilitas bagi penyandang disabilitas baik fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik. Sedangkan Standar minimum pelayanan dalam perjalanan, dalam kenyataannya masih kurang sesuai dengan undang-undang yang sudah ada seperti alat bantu naik turun bagi penyandang disabilitas fisik.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

2. Saran Perlu adanya sinkronisasi dan pembenahan di segala aspek mutlak terutama mengenai penyeragaman standar fasilitas pada keseluruhan stasiun-stasiun yang ada, penyeragaman data jumlah penyandang disabilitas sesuai dengan persebarannya yang terintegrasi dengan data kependudukan di wilayah Indonesia. Setiap penyandang disabilitas tentu membutuhkan bantuan serta penanganan yang tepat baik berupa fasilitas-fasilitas layak yang menunjang serta pelayanan para petugas stasiun terutama oleh PT. KAI Kereta Api Indonesia.

Pembenahan ini dapat berupa menyediakan rangkaian gerbong khusus untuk para penumpang yang memiliki keterbatasan yang tujuannya agar penanganan dan pelayanan yang diberikan untuk para penyandang disabilitas pengguna moda transportasi umum berbasis rel dapat lebih terpusat dan tepat, selain itu juga akan menciptakan rasa nyaman dan aman bagi penyandang disabilitas selama perjalanan.

Selain pembenahan fasilitas, diperlukan juga adanya pelatihan dasar untuk seluruh petugas stasiun atau relawan yang ada di stasiun agar dapat menghadapi dan membantu penumpang penyandang disabilitas, baik seperti mengangkat kursi roda dengan benar atau membantu pengguna tongkat kruk agar tidak menyakiti penumpang yang dibantu, dan lain sebagainya. Serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih menghormati dan tidak diskriminatif terhadap para penumpang yang memiliki keterbatasan, pihak stasiun dapat menempelkan poster-poster di setiap sudut stasiun mengenai hak-hak para penyandang disabilitas dan penanganan dasar seperti apa yang harus dilakukan untuk membantu penumpang tersebut.

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

DAFTAR PUSTAKA Buku Hastuti, Rika Kumala Dewi, Rezanti Putri Pramana, and Hariyanti Sadaly. Kendala Mewujudkan Pembangunan Inklusif Penyandang Disabilitas. Jakarta: Smeru Research Institute, 2020.

Wahyuni, Endang Sri. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas pada Layanan Transportasi Publik. Pekalongan: Penerbit NEM, 2021.

Jurnal Rahayu, Sugi, Utami Dewi, and Marita Ahdiyana. "Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta." SOCIA: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial 10, no. 2 (2013).

Abdurrohman, Muhammad. “Aksesibilitas dan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas Fisik pada Transportasi Publik”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Arie, Purnomosidi. “Inklusi Penyandang Disabilitas Di Indonesia.” Jurnal Refleksi Hukum 1 (2017).

Riadi, ea, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Khusus Penyandang Disabilitas Yang Menggunakan Moda Transportasi Kereta Api”, 2016: Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2017 tentang Penyediaan Aksesibilitas pada Pelayanan Jasa Transportasi Publik Bagi Pengguna Jasa Berkebutuhan Khusus.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang Dengan Kereta Api. Internet

ALSA Local Chapter Universitas Udayana

Muh. Syaifullah. 2019. “Saran dari Disabilitas untuk Perbaikan Layanan di Stasiun Kereta.”

URL: https://difabel.tempo.co/read/1266099/saran-dari-disabilitas-untuk-perbaikan-layanandi-stasiun-kereta/full&view=ok diakses pada 21 Maret 2022.

Anitana Widya Puspa. 2020. “Layanan Moda Kereta Diminta Akomodir Penyandang Disabilitas.”URL: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200917/98/1293201/layanan-moda-kereta-dimintaakomodir-penyandang-disabilitas diakses pada 19 Maret 2022.