Warta Paulus 87 _ 5 April 2012 _ Edisi Paskah 2012

Page 25

GEREJA SANTO PAULUS SENDANGGUWO SEMARANG

(dari hlm. 13, mengenal sosok Romo Widi))

hatinya tersentuh, lalu timbullah niat dan tekad kuat untuk mengikuti jejak guru nya, ia ingin menjadi romo. Masuk Seminari. Romo Winkel, SJ menyambut gembira ketika mengetahui Wid mau masuk Seminari. Beliau merespon keinginan tersebut dengan mengusahakan dana dari donatur guna membiayai sekolah di Seminari. Th 1954 Wid kecil mulai belajar di Seminari Menengah Mertoyudan. Hidup ini memang tidak pernah lepas dari godaan dan hambatan serta tantangan. Begitu pula yang dialami oleh Wid waktu belajar di Seminari, misalnya ia pernah di hasut oleh teman-temannya diajak keluar, namun hasutan itu ditolaknya deng an tegas. Kemudian ketika ia duduk di kelas akhir, tahun 1957, Rm. Winkel, SJ meninggal dunia, akhirnya biaya pendidikan macet. Wid sangat sedih dan bi ngung karena Rm. Winkel-lah satu-satunya yang membiayai sekolahnya. Sampai pada suatu ketika pihak Seminari menagih biaya sekolah ke rumah orang tua Wid di Semarang. Namun karena situasi, pihak keluarga tidak bisa membiayai. Masalah ini dibawa ke Paroki Kebon Dalem, namun Romo Kepala Paroki Kebon Dalem Rm. Gunawan waktu itu tidak mau tahu, bahkan setuju kalau Wid keluar saja dari Seminari. Wid semakin sedih dan bingung dengan masalah yang dihadapinya. Untunglah dari pihak Seminari dapat memberikan solusinya, sehingga ia boleh melanjutkan sekolah. Tahun 1961 Wid masuk Novisiat MSF yang waktu itu di Jl. Supadi Yogyakarta. Selama 7 tahun hidup membiara, studi ilmu Filsafat dan Teologi. Menjelang akhir studinya muncul-lah hambatan baru lagi, gara-gara ulah “Dosen Killer�, ia bersama teman-teman mahasiswa yang lain dua kali gagal dalam menempuh ujian. Mereka protes pada lembaga, dan diterima, dosen killer pulang ke negeri Belanda dan diganti dosen lain, akhirnya mereka dapat lulus dalam menempuh ujian ulang. Dari 36 orang seangkatan Wid, hanya 6 orang yang akhirnya lulus dan ditahbiskan menjadi imam, salah satunya adalah Alm. Rm. Martowiryana, MSF yang waktu itu menjadi adik kelasnya. Berkarya di ladang Tuhan Cita-cita anak paroki Kebon Dalem untuk menjadi Romo itu akhirnya terwujud. Pada tanggal 30 November 1968 Frater Wid ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Yustinus Kardinal Darmoyuwono, Uskup Keuskupan Agung Semarang di Banteng, Yogyakarta. Mulailah Romo Fransiskus Asisi Widiantara, MSF, me napaki kehidupannya sebagai pastor. Beliau mengawali tugasnya sebagai pastor pembantu di Paroki Banteng tahun 1968. Kemudian selama 9 tahun berturut -turut bertugas sebagai pastor pembantu di paroki Pati, Rawamangun Jakarta dan Paroki St. Ignatius Magelang. Sebagai Pastor Kepala Paroki mulai tahun 1978 sampai tahun 1989 di Paroki Temanggung. Kemudian secara berturut-turut bertugas di Paroki Purwosari (bersambung ke hlm. 25) EDISI PASKAH - APRIL 2012

23


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.