

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir berjudul "Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong" dengan baik sebagai persyaratan gelar sarjana arsitektur di Universitas Pradita, Tangerang.
Penulisan laporan ini dapat diselesaikan dengan baik karena banyaknya bantuan, bimbingan, dukungan, dan doa yang penulis dapatkan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis sangat bersyukur dan ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Rachmat Taufick Hardi, MRP., selaku dosen pembimbing 1
2. Bapak Hanugrah Adhi Buwono, S.T., M.A., selaku dosen pembimbing 2
3. Ibu Imaniar Sofia Asharhani, S.Ars., M.T., selaku dosen penguji 1
4. BapakAdriyanKusuma,S.T.,M.Arch.,selakudosenpenguji2 dandosenpengampurangkaian mata kuliah tugas akhir
5. Kedua orang tua, saudara, dan keluarga besar, atas dukungan yang tak terhitung jumlahnya
6. Teman-teman perkuliahan, atas dukungan dan pertukaran pikiran selama rangkaian tugas akhir
7. Dosen-dosen dan pihak Universitas Pradita yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir dan laporan tugas akhir
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan tugas akhir jauh dari kesempurnaan. Penulis mohon
maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan laporan dan mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, bagi pembaca maupun pihak lain
Tangerang, Juli 2023
Penulis
Budisetya Kharisma
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading SerpongVII
ABSTRAK
Pengalamanruang merupakaninteraksimanusia(pengguna)denganarsitektur (ruang). Pengalaman ruang berupa konsepsi dan persepsi hadir karena adanya sensasi, dan pengalaman ruang berupa sensasi dijembatani oleh indra. Setiap pengalaman ruang yang dialami manusia bersifat multisensori, baik disadari maupun di bawah alam bawah sadar. Kendati demikian, perhatian akan indra penglihatan di dalam arsitektur sangat dominan dan seringkali mengabaikan indra lain (bias visual). Arsitektur multisensori merupakan pendekatan arsitektur yang memperhatikan keharmonisan berbagai indra (sensori). Studi dan perancangan ini memiliki tujuan yaitu menjadi kajian penerapan arsitektur multisensori pada ruang. Objek perancangan yang merupakan resor di Gading Serpong dipilih oleh penulis karena beberapa alasan yang berawal dari kebutuhan penulisan dengan tema pendekatan arsitektur multisensori. Studi pustaka dan preseden dilakukan dalam penulisan untuk mengetahui lebih banyak mengenai indra manusia dan elemen pengalaman ruang multisensori yang terdapat pada ruang (baik direncanakan maupun tidak). Darihasil perancangan, perhatian mengenaiberbagai elemen indrawi dapat menciptakan ruang-ruang yang unik atau tidak terpikirkan sebelumnya. Pendekatan arsitektur multisensori juga dapat membuat pengalaman akan suatu ruang lebih baik daripada ruang yang tidak memperhatikan berbagai indra. Pengalaman ruang multisensori mungkin dapat tidak disadari secara langsung, namun alam bawah sadar pengguna akan mengetahui mana pengalaman ruang yang baik dan tidak. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi di bidang arsitektur mengenai pengalaman ruang multisensori.
Katakunci:ruang,indra,multisensori,biasvisual,resor
ABSTRACT
Spatial experience is the interaction between human (user) and architecture (space). Spatial experiences in the form of conception and perception exist because of sensations, and spatial experiences in the form of sensations are mediated by the senses. Every spatial experience is multisensory experience, either consciously or subconsciously. Nevertheless, attention to the sense of sight in architecture is very dominant and often ignores other senses (ocularcentrism). Multisensory architecture is an architectural approach that pays attention to the harmony of various senses (sensory). This study and design has a goal, which is to study the application of multisensory architecture in space. The design object which is a resort in Gading Serpong was chosen by the author for several reasons which started with the need for writing with the theme ofamultisensoryarchitecturalapproach.Literatureandcasestudiesare done in this paper to find out more about the human senses and the elementof multisensory experiences found in space(whether it's planned or not). From the design results, attention to various sensory elements can create spaces that are unique or have not been thought of before. A multisensory architectural approach can also make the experience of a space better than one that doesn't pay attention to multiple senses. The multisensory space experience may not be perceived directly, but the user's subconscious will know which space experiences are good and which are not. This writing is expected to be a reference in the field of architecture regarding the multisensory experience of space.
Keywords:space,sense,multisensory,ocularcentrism,resort
DAFTAR
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
2.1
3.1
4.1
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading SerpongIXDAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 IlustrasiPengalamanRuang
Gambar1.2 IlustrasiElemenVisualArsitektur
Gambar1.3 IlustrasiPengalamanRuangArsitektur
Gambar1.2 IlustrasiVariasiStimulusTerhadapWaktu(Cuaca)
Gambar1.5 IlustrasiTujuanRisetDesain
Gambar3.1.1.1 AreaTaman(lanskap)HotelBumiSurabaya
Gambar3.1.1.2 AreaRespsionisdanAreaDrop-Off
Gambar3.1.1.3 SuasanaKamar,Restoran,danFasilitasKolamRenang
Gambar3.1.1.4 SiteplanHotelBumiSurabaya
Gambar3.1.1.5 SuasanaHotelBumiSurabaya
Gambar3.1.1.6 OffsetStrategyonHotel'sFacility
Gambar3.1.1.7 SuasanaAreaLobby(ReceptionArea)
Gambar2.1 MerasakanSensasiMelaluiSudutPandangBayi
Gambar2.2 IlusiOptikAkibatPemaknaan
Gambar2.3 GambarTabelIndraManusia
Gambar2.4 BayanganTerbentukAkibatKetiadaanCahaya
Gambar2.5 WarnaSebagaiElemenVisualDasar
Gambar2.6 PersepsiKedalamanyangTerbentukKarenaPerpedaan
SumberCahaya
Gambar2.7 PainThresholdManusia(Pendengaran)
Gambar2.8 WarnaNadaSebagaiIdentitasBunyi
Gambar2.9 ResonanceChamber
Gambar2.10 ArchitecturalAcoustics
Gambar2.11 IdentitasBunyiYangKuatTerhadapBudayadanTempat
Gambar2.12 TactileCompilation
Gambar2.12 Somatosensory
Gambar2.13 ThermeValsSpabyPeterZumthor
Gambar2.14 IlustrasiRumahSakit-MemilikiIdentitasBauyangKuat
Gambar2.15 IlustrasiKatedralTua-MemilikiIdentitasBauyangKuat
Gambar2.16 IlustrasiKiosSeafood
Gambar2.17 ScentandSmellofTheCity
Gambar2.18 KersenSebagaiPilihanVegetasiGustatory
Gambar2.19 JapaneseTeaRoom
Gambar3.1.1.8 SuasanaAreaLounge
Gambar3.1.1.9 AreaTaman(lGF)HotelBumiSurabaya
Gambar3.1.1.10 OutdoorSitiInggilRestaurant
Gambar3.1.1.11 SuasanaAreaKolamRenang
Gambar3.1.1.12 SuasanaAreaTamandiLantai3-4
Gambar3.1.1.13 SuasanaKamarHotelBumiCityResort
Gambar3.1.1.14 SuasanaKamarMandiHotel
Gambar3.1.2.1 TsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.2 AreaReceptionTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.3 AnalisisRuangTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.4 KoridorTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.5 KompilasiFotoTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.6 KompilasiFotoKoridorTsingpuYangzhouRetreat(Dalam danLuar)
Gambar3.1.2.7 AnalisisStrategiDesignTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.8 SuasanaLorongSirkulasiTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.2.9 SuasanaFlowerGardenTsingpuYangzhouRetreat
Gambar3.1.3.1 BirdViewTheKayonJungleResort
Gambar3.1.3.2 SuasanaChapeldanAreaYoga
Gambar3.1.3.3 PerspektifDesainTheKayonJungleResort
Gambar3.1.3.4 BirdeyeView(Kontur)
Gambar3.1.3.5 BuggyService
Gambar3.1.3.6 KolamRenangBerunndakTiga
Gambar3.1.3.7 SuasanaEntrancePadaResor
Gambar3.1.3.8 SuasanaRestoran
Gambar3.1.3.9 KayonResortEntrance
Gambar3.1.3.10 KayonResortLobby
Gambar3.1.4.1 LostLindenbergGuestHouseEntrance
Gambar3.1.4.2 SuasanaLoungerdanKamar
Gambar3.1.4.3 ElevatedGuestRooms
Gambar3.1.4.4 KonsepElevasiHotel
Gambar3.1.4.5 ElemenModernHotel
Gambar3.1.4.6 TampakLuarKamatHotel
Gambar3.1.5.1 SuasanaTebetEcoPark
Gambar3.1.5.2 AksenVegetasiPadaTengahTaman
Suropati
Gambar3.1.5.3 SuasanaTamanSuropati
Gambar3.1.5.4 PengalamanPenglihatan,Pendengaran, danPerabaanTebetEcoPark
Gambar3.1.5.5 PengalamanPenciumandanPengecapan
TebetEcoPark
Gambar3.2.1.1 PetaLahanPerancangan(SkalaNasional)
Gambar3.2.1.2 VisualisasiLanskapyangAkrabdengan
CalonPengguna
Gambar3.2.1.3 VisualisasiBudayayangAkrabdengan
CalonPengguna
Gambar3.2.1.4 PetaLahanPerancangan(BerbagaiSkala)
Gambar3.2.2.1 AnalisisMakro,GadingSerpongdan
Sekitar
Gambar3.2.3.1 RTRWKabupatenTangerang
Gambar3.2.4.1 AnalisisLahanPerancanganSkalaMeso
Gambar3.2.4.2 FasilitasKolamRenangTheSpringsClub
Gambar3.2.4.2 FasilitasKolamRenangTheSpringsClub
Gambar3.2.4.4 ViewAnalysis
Gambar3.2.4.5 KompilasiFotoLahanPerancangan
Gambar3.2.4.6 PetaFotoSuasanaLahanPerancangan
Gambar3.2.5.1 AnalisisMikro1
Gambar3.2.5.2 AnalisisMikro2
Gambar3.2.5.3 IsometriLahan
Gambar3.2.5.4 AnalisisMikro3
Gambar3.2.5.5 AnalisisMikro4
Gambar4.1.0.1 DesertResort
Gambar4.1.0.2 CaveBeachResort
Gambar4.1.0.3 HiltonMooreaLagoonResortandSpa
Gambar4.1.0.4 DiagramHirarkiBauRuang
Gambar4.2.0.1 DiagramPenerapanArsitektur
Multisensori
Gambar4.3.0.1 RuangDenganElemenIndrawiMinimal
Gambar4.3.1.1 IlustrasiRefreshSpace
Gambar4.3.2.1 NationalSeptember11Memorial
Gambar4.3.3.1 IlustrasiKegiatanYangDapatDilakukan
PadaTamanBuah
Gambar4.3.3.2 IlustrasiTamanBuah
Gambar4.3.4.1 IlustrasiResor
Gambar4.3.5.1 KompilasiPenggunaanCerminSebagai
IlusiRuang
Gambar4.3.7.1 WaterFeature:WaterFountain
Gambar4.3.7.2 SoundMaskingAlamiBerupaHujan
Gambar4.3.8.1 Kusari-toi
Gambar4.3.8.2 Suara"Hujan"DariPayung
Gambar4.3.9.1 WindChime
Gambar4.3.9.2 CélesteBoursier-Mougenot:Clinamen
Gambar4.3.9.3 KonversiElemenIndrawi
Gambar4.3.10.1 BungaArumdalu
Gambar4.3.10.2 BungaSedapMalam
Gambar4.3.11.1 PenyebaranElemenIndrawiMelalui
Perantara
Gambar4.3.12.1 IlustrasiDapurTerbuka
Gambar4.3.13.1 IndigoDyingWorkshopinWuzhen,China
Gambar4.3.13.2 CurtainDoorway
Gambar4.3.14.1 GravelFlooring
Gambar4.3.14.2 WoodDeckFlooring
Gambar4.3.15.1 PenggunaanHirarkiMaterial
Gambar4.3.16.1 PengalamanRuangTaktil
Gambar4.4.0.1 KonsepPrivateIslandParadise
Gambar4.4.0.2 (Kompilasi)GambaranUmumKonsep
Gambar4.5.1.1 KonsepProgramRuang
Gambar4.5.3.1 BubbleDiagram
Gambar4.5.4.1 DiagramPembentukanZonasiRuang
Gambar4.5.5.1 DiagramPembentukanMassa
Gambar4.6.0.1 ViewdariLobby,SirkulasiUtama
Gambar4.6.0.2 GroundFloorPlan
Gambar4.6.0.3 IsometriKawasandariTimur
Gambar4.6.0.4 GardenFloorPlan
Gambar4.6.0.5 IsometriKawasandariBarat
Gambar4.6.0.6 SuasanaEntranceResor
Gambar4.6.0.7 SuasanaFoyerResor
Gambar4.6.0.8 PotonganBangunanUtama
Gambar4.6.0.9 SuasanaSirkulasiUtamadariLobby
Gambar4.6.0.10 SuasanaGardenWalk
Gambar4.6.0.11 SuasanaSittingSpotpadaSirkulasi
Utama
Gambar4.6.0.12 MiniLoungedanUnitKamarTree
Guestroom
Gambar4.6.0.13 SuasanaCliffWalk
Gambar4.6.0.14 KarakteristikSirkulasiResor
Gambar4.6.0.15 EastLoungedenganPemandangan
TerbaikLahan(Timur)
Gambar4.6.0.16 SuasanaKamarTipeDeluxe
Gambar4.6.0.17 SuasanaJavaneseRestaurant
Gambar4.6.0.18 Ballroom,JavaneseRestaurant,Lobby
Gambar4.6.0.19 BangunanHotelAdariWestLounge
Gambar4.6.0.20 SuasanaCliffWalk#2
Gambar4.6.0.21 DenahElemenAudio
Gambar4.6.0.22 DenahElemenOlfaktori
Gambar4.6.0.23 DenahRencanaVegetasi
Gambar4.6.0.24 DenahService
Gambar4.6.0.25 KompilasiPotongan
Gambar4.6.0.26 RencanaParkirKendaraanDarurat
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading SerpongXIBAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
1.4 Tujuan Penulisan
1.5 Manfaat Penulisan
1.6 Metode Penulisan
1.1 Latar Belakang


SenseofPlace



















Jika berbicara mengenai arsitektur, tentu tidak bisa dipisahkan dengan manusia. Manusia dan arsitekturtelahmemilikihubungansejarahyangsangatpanjang.Arsitekturbermuladari upayamanusiamemenuhikebutuhanfisiknyauntukberlindungdarialam(Fletcher,1905).Hubunganinteraksimanusiadenganarsitekturdijembataniolehalatsensoriyangdisebutindra.Lagi pula, indra merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan dunia (Tuan, 2001)
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan di dalam arsitektur adalah pengalaman ruang. Pengalaman ruang dapat berupa sensasi, persepsi, maupun konsepsi (Tuan, 2001). Baik persepsi maupun konsepsi, membutuhkan sensasi (baik saat itu juga maupun berdasarkan memoriataupengalaman).Sensasijugatidakbisadidapatkantanpaadanyaalatberupaindra. Faktanya, menurut Barris dalam Melina (2010), orang yang buta warna dari lahir tidak bisa bermimpi atau membayangkan seperti apa warna yang mereka tidak bisa lihat.


Ocularcentrism


Dewasa ini arsitektur sangat berfokus terhadap elemen visual hingga mengabaikan elemen lain. Seperti halnya perkataan Pallasmaa pada An Architecture of the Seven Senses (1994), “The architecture of our time is turning into the retinal art of the eye. Architecture at large has become an art of the printed image fixed by the hurried eye of the camera.” Fenomena ini berawal dari dominasi indra penglihatan manusia. Menurut Heilig (1992), indra penglihatan memiliki kontribusi 70% dari perhatian manusia. Indra pendengaran sebanyak 20% dan tiga indra lainnya hanya 10%. Ditambah lagi apresiasi arsitektur dewasa ini semakin erat dengan penggunaan media sosial. Foto dan video merupakan media apresiasi arsitektur yang banyak ditemui di media sosial hanya menggunakan satu hingga dua indra saja.


Kendati demikian, bukan berarti indra lain tidak penting. (it is as important). Mengabaikan elemen-elemen lain selain elemen visualdapatmenimbulkandampaknegatif.SalahsatudaridampaknegatiftersebutadalahSBSatausickbuildingsyndromeakibat mengabaikan elemen yang diterima oleh indra penciuman yaitu polusi udara (Wargocki, 1999). Dampak negatif lainnya berupa gangguankesehatansepertigangguantidurakibatmengabaikanelemenyangditerimaolehindrapendengaranyaitupolusisuara
Selain untuk menghindari dampak negatif, penggunaan arsitektur multi sensori juga dapat menambah nilai lebih. Menurut Pallasma(2000)“Setiappengalamanarsitekturyangsignifikanbersifatmultisensori.Kualitasmateri,ruangdanskaladiukurdengan mata, telinga, hidung, kulit, lidah, rangka dan otot. Indra.” Pengalaman arsitektur tidak bergantung pada indra penglihatan saja. Bahkan pada beberapa tempat indra lainnya dapat lebih dominan dari indra penglihatan. Seperti pendapat Pallasma di dalam karyanya yang terkenal - the eyes of the skin (2005) - ” The most persistent memory of any space is often its smell”.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong3
Gambar1.3 IlustrasiPengalamanRuangArsitektur Sumber DenisEsakovonArchdaily Gambar1.2 IlustrasiElemenVisualArsitektur Sumber PhotobySergeiAonUnsplashArchitecture:SpaceandTime














Permasalahanarsitekturalyang juga terjadi padamasakiniadalah kurangnyavariasistimulus
terhadap perubahan waktu. Menurut Pallasma (2000), “Architecture's task to provide us with our domicile in space is recognized by most architects, but its second task in mediating our relation with the frighteningly ephemeral dimension of time is usually disregarded.” Pengalaman ruang yang dirasakan oleh manusia juga dipisahkan dengan waktu. Menurut Tuan (2001), pengalaman akan ruang dan waktu sebagian besar berada pada alam bawah sadar.
Permasalahan arsitektural ini dapat dilihat dari penggunaan material organik buatan yang tidak terdapat aspek penuaan (ageing). “Ageing of materials or products implies changes of the original state, but it does not necessarily only comprise deterioration or degradation.” Tulis Smidt, et al (2013). Penggunaan material yang cenderung statis ini dapat disebabkan oleh teknologi yang belum dapat mereplika sifat alami dari material organik alami tanpa mengurangi (atau hanya sedikit mengurangi) efisiensi dari segi kekuatan dan biaya. Penyebab lainnya (yang mengkhawatirkan) adalah kurangnya informasi atau kepekaan mengenai pentingnya kedinamisan suatu material, terutama dalam menghadirkan pengalaman ruang.
Permasalahan arsitektural ini juga dapat dilihat dari pengondisian cahaya dan HVAC yang diterapkan pada ruang tertutup, khususnya pada langgam Internasional Style. Ruang pada arsitektur ini tidak memiliki indentitas secara tempat/ lokasi maupun waktu. Waktu, dalam pengalamanruangtidakmelulusoalpagi,siang,ataumalamhari.Indentitasruangakanwaktu dapat dihasilkan dengan mengintegrasikan perubahan cuaca sebagai pengalaman ruang.










Foresight
Pada masa revolusi industri 4.0 ini, teknologi berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Bukan hanya pada bidang industri saja, namun kehidupan sosial manusia juga tidak bisa dipisahkan dengan teknologi. Pada masa pandemi covid-19, transisi penggunaan teknologi di berbagai bidang dipercepat. Salah satu fenomena yang terjadi yaitu banyaknya karyawan yang bekerja di rumah (work from home). Kegiatan work from home ini mengharuskan pemakaian teknologi sebagai perantara untuk berkomunikasi. Permasalahan arsitektural yang timbul akibat pemakaian teknologi (sekarang) sebagai satu-satunya alat komunikasi adalah terlalu dominannya penggunaan elemen audio-visual. Walaupun suasana ruang di rumah (WFH) dapat menyerupai suasana ruang di kantor pada segi visual maupun audio, namun pengalaman ruang multisensori tidak atau belum bisa didapatkan.
Dewasa ini konsep virtual reality dan metaverse sudah sangat sering dikemukakan. Ruang virtual pada teknologi dapat dirasakan manusia melalui perantara VR headset. Kendati demikian, teknologi VR headset yang dipakai dan umum di pasar hanya dapat direspon oleh dua indra saja, yaitu indra penglihatan dan indra pendengaran. Beberapa perusahaan sedang mengembangkan VR headset yang bisa menggunakan indra penciuman, namun hal tersebut mungkin belum dapat terlaksana karena beberapa hal.
Solusi untuk permasalahan di atas adalah dengan membuat pengalaman ruang virtual seperti aslinya. Untuk membuat suasana ruang virtual yang baik, dibutuhkan pengamatan terlebih dahulu terhadap suasana ruang yang dapat dirasakan manusia. Riset desain ini dilakukan untuk mengenal lebih dalam mengenai elemen-elemen indrawi (stimulus) yang telah membentuk identitas suatu ruang.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong5
Gambar1.5 IlustrasiTujuanRisetDesain Sumber PhotobyAmeerBasheeronUnsplash1.2 Perumusan Masalah
Kurangnyaperhatianterhadappancaindradansinerginya dalam menyajikan pengalaman ruang dalam dunia arsitektur menjadi isu utama pada proposal desain/riset desain Ini. Pengalaman ruang yang dirasakan manusia merupakan pengalaman multisensori. Pengalaman ruang sudah menjadi bagian dari alam bawah sadar seseorang. Pengabaian indra lain dalam perancangan dapat membawadampak-dampakburukyangmungkintidaklangsungdisadari. Sehingga sudah sepantasnya perancang menyajikan pengalaman ruang yang memperhatikan multi indra.
(Riset). Pembahasan mengenai arsitektur multisendori sudah mulai bermunculan. Walaupun demikian elemen-elemen indrawi yang dijelaskanseringkalikurangdijabarkansecararinci.Penerapanpada riset desain terdahulu seringkali tidak terintegrasi (hanya memperhatikan satu indra per waktu). Hal ini tentu tidak sejalan dengan prinsip arsitektur multisensori.
Pendekatan arsitektur multisensori tergolong pendekatan yang baru. Belum banyak yang membahas mengenai pendekatan ini. Dalam dunia arsitektur, pengalaman sensori yang sering di bahas adalah pengalaman visual. Pengabaian indra lain sebenarnya tidak hanyapadaduniaarsitektur(akandigalilebihdalampadastudipustaka). Sebagai tahap awal dalam riset desain dan proposal desain arsitektur tipologi fungsi bangunan hotel - resor merupakan pilihan yang sesuai dengan kondisi. Dengan tipologi bangunan hotel - resor, penulis yang merangkap sebagai perancang dapat lebih fokus pada penerapan arsitektur multisensori.
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Riset - proposal desain berfokus pada penerapan elemen-elemen indrawi yang dapat direspon oleh panca indra. Elemen-elemen indrawi yang disajikan berfokus terhadap fungsi hunian resort yang jugaberkaitandenganlokasilahandantargetpasar,baiksecarakawasan (Gading Serpong) maupun nasional (Indonesia). Selain fokus lingkup pembahasan, riset - proposal desain juga membahas dan merancang mengenai aspek arsitektur lain yang dapat menunjang dalam perancangan.
1.4 Tujuan Penulisan
ArsitekturKondisiSekarang
PengalamanRuang
Tujuandaririset-proposaldesaininiadalahmemberikankesadaran mengenaipentingnyapancaindraterutamadalammenyajikanpengalamanruangpadaarsitektur.Tujuanberikutnyaadalahmemberikan referensididalamberbagaibidang,terutamaarsitektur.
1.5 Manfaat Penulisan
LatarBelakang
TemaPerancangan: MultisensoryArhcitecture
Dalampenulisanrisetdanproposaldesainini,terdapatmanfaatsubjektifdanmanfaatobjektifyangdihasilkandanterterasebagaiberikut:





ManfaatSubjektif
• Memahamilebihdalammengenaipancaindra
• Memahamikeharmonisanantarapancaindradidalammembentukpengalamanruang
• Melatihkepekaanterhadappengalamanruangdidalamarsitektur
• Memahamilebihdalammengenaielemen-elemenindrawipada tipologibangunanresortdiIndonesia
ManfaatObjektif
• Dapatmenjadireferensidalamperancanganarsitektur
TipologiBangunan:Resort
• Dapatmenjadireferensipengembanganteknologimengenaimultisensori
• Membawakesadaranmengenaipentingnyasinergiantarakombinasipancaindradankedinamisanstimulusterhadappengalaman ruang
1.6 Metode Penulisan







BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang dan Pengalaman Ruang
2.2 Arsitektur Multisensori
2.2.1 Penglihatan
2.2.2 Pendengaran
2.2.3 Perabaan
2.2.4 Penciuman
2.2.5 Pengecapan
2.3 Klasifikasi Hotel
2.1 Ruang dan Pengalaman Ruang

Ruang
Istilah ruang mempunyai pemaknaan yang berbeda-beda sesuai dengan bidang kajian. Ruang dalam KBBI (n) memiliki arti sela-sela antara dua (deret) tiang atau antara empat tiang (di bawah kolong rumah). Ruang dalam KBBI menggambarkan istilah ruang yang umum dipakai di kehidupan sosial. Ruang dalam bidangkajianfisika-metafisikadapatdiartikansebagaicakupan tiga dimensional tak berbatas dimana objek atau peristiwa terjadi dan memiliki posisi dan arah relatif (Britannica, 2004). Ruang dalam bidang arsitektur menurut Tuan dalam Riska (2019) memiliki arti tempat terjadinya pembentukan persepsi manusia terhadaplingkungandisekitarnya.Pemaknaanruangdalamfisika - metafisika dan arsitektur memiliki kemiripan berupa adanya subjek (pengamat), objek pengamatan, dan batasan yang dibentuk oleh pengamat (abstrak).


PengalamanRuang
Di dalam buku Space and Place, Tuan (2001) memaknai pengalaman sebagai berbagai mode seseorang untuk mengetahui dan mengkonstruksikan suatu realita. Dalam mengetahui dan mengkonstruksikan suatu realita, seseorang menggunakan alat sensori atau yang lebih dikenal sebagai indra. Alat sensori ini beragam, dari yang bersifat pasif seperti indra penciuman, pengecapan,danperabaanhinggayangbersifataktifsepertiindra penglihatan. Pengalaman mencakup emosi (perasaan) dan pemikiran yang selanjutnya membentuk sensasi, persepsi, dan konsepsi (Tuan, 2001).
Menurut James dalam Stevens (1974), terdapat tiga tingkat pemahaman berdasarkan tingkat kesadarannya yaitu sensasi, persepsi, dan konsepsi. Tiga tingkat ini saling berhubungan dan
bertahap,sehinggasensasiyangmerupakanpengalamanruang paling dasar dapat diartikan sebagai presentasi pertama suatu objek tanpa adanya penekanan terhadap konteks tertentu. Adanya pemaknaan (melalui pengetahuan) terhadap sensasi merupakan persepsi. Dalam persepsi, memori dan pengalaman seseorangsudahterlibat.Konsepsimerupakanrasionalisasidari persepsi. Di dalam konsepsi, terdapat usaha untuk mengeneralisasi akan persamaan dan pola diantara kekacauan persepsi. Tuan (2001) menggambarkan perbedaan sifat dari sensasi, persepsi dan konsepsi dengan tingkat penggunaan perasaan dan pemikiran.
Seseorang dapat merasakan rangsangan atau stimulus bunyi darikondisisuaturuangmelaluialatsensoriyaituindrapendengaran. Peristiwa tersebut dapat digolongkan sebagai sensasi. Pada tahap sensasi tidak terdapat hasil pemikiran melainkan hanya perasaan. Setelah individu tersebut membuat pemaknaan terhadap rangsangan berupa sunyi, normal, atau ramai, peristiwa tersebut sudah digolongkan sebagai persepsi. Di sini memori dan pengalaman mengenai ruang tersebut terlibat. Selanjutnya adalah konsepsi, dimana individu menggunakan pemikiran dan bukan perasaan. Konsepsi individu tersebut terhadap ruang tersebut dapat berupa menggunakan data desibel untuk mengukur tingkat kebisingan tanpa adanya penafsiran. Kendati demikian konsepsi yang mutlak hanya bersifat teoritis.
2.1 Ruang dan Pengalaman Ruang
PengalamanRuangMultisensori

Seseorang mengalami ruang dengan kombinasi dari indra-indra yang individu tersebut punya (Pallasmaa, 2000). Pengalaman tersebut dapat bersifat dibawah kesadaran atau conscious namun sebagian besar adalah di luar kesadaran (alam bawah sadar) atau subconscious (Tuan, 2001). Indra penglihatan mengambil sebagian besar perhatian individu (Heilig 1992), sehingga stimulus yang diterima indra lainnya sering diabaikan dalam perancangan ruang. Walaupun telah disebutkan indra penglihatan memiliki kontribusi besar dalam mengambil perhatian individu, hal tersebut hanya pada taraf kesadaranseseorang. Pengaruh pengalaman ruang oleh kombinasiindra-indrainisangatbesarterutamadalamjangkapanjang.




Indra yang dimiliki manusia berbeda-beda menurut para ahli. Psikolog James J Gibson dalam Pallasma (2005),membaginyamenjadi lima sistem sensori yang meliputi sistem visual, sistem auditorial, sistem pengecapan-penciuman, sistem orientasi sederhana dan sistem haptik. Menurut Albert Soesman dalam Pallasmaa (2005), indra manusia setidaknya berjumlah 12. Secara neuroscience, indra manusia dapat mencapai 33 (Francis, 2020)(Dorothy, 2014). Di dalam karya tulisnya, An Architecture of The Seven Senses (1994), Pallasma berpendapat terdapat tujuh alat indra manusia meliputi mata,telinga,hidung,kulit,lidah,rangkadanotot.Pengklasifikasian yang umum dipakai mengenai jumlah indra pada manusia adalah lima indra. Lima indra tersebut meliputi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Pengklasifikasian ini sudah dipakai sejak sebelum masehi. Pengklasifikasian ini dikemukakan oleh Aristoteles dalam karyanya De Anima (Francis, 2020).
2.2 Arsitektur multisensori
Pengalaman akan ruang dan waktu yang dirasakan manusia merupakan pengalaman multisensori, sehingga sudah merupakan hal yang wajar jika arsitek menyajikan pengalaman mutlisensori tersebut. Walaupun demikian, dominasi elemen visual hingga mengabaikan elemen lain di dalam dunia arsitektur bukan merupakan fenomena yang jarang ditemui. Arsitektur multisensori merupakan pendekatan yang menentang akan fenomena yang tersebut. Arsitektur multisensori merupakan pendekatan arsitektur berbasis pengalaman ruang yang memperhatikan keharmonisan berbagai indra (sensori).
Kritik mengenai dominasi visual pada dunia arsitektur sudah mulai bermunculan. Akan tetapi, seperti pada buku Sensory Design karya Malnar and Vodvarka, pengalaman “multisensori” tersebut seringkalihanyamemperhatikanindratertentuperwaktu(Spence,2020). Arsitektur multisensori bukan hanya menggunakan berbagai indra dalam perancangannya, namun juga kombinasi (secarabersamaan) oleh indra-indra tersebut.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong11 Gambar2.3 GambarTabelIndraManusia Sumber NewScientist2.2.1 Penglihatan
Elemen (stimulus) visual yang terdapat pada ruang dapat diterima oleh manusia menggunakan indra penglihatan berupa mata. Individu yang tidak dapat menerima stimulus berupa elemen visual (tidak dapat melihat) disebut tunanetra (SPABK, 2019). Dalam klasifikasi lima indra, indra penglihatan merupakan indra yang paling dominan (70%) dalam mengambil perhatian seseorang (Heilig, 1992). Dalam kehidupan sehari-hari, individu (selain tunanetra) banyak menggunakan visual dalam berfikir, berpendapat, maupun berimajinasi.

(IndraPenglihatan). Mata (sebagai kesatuan) merupakan satu-satunya indra penglihatan manusia. Mata berfungsi menangkap cahaya dari dunia luar dan mengkonversinya menjadi impuls saraf(). Dengan demikian elemen visual yang paling mendasar adalah cahaya. Warna yang diterima manusia dapat dibilang sebagai turunan dari cahaya. Dalam klasifikasi 21 indra (Durie, 2005), elemen visual dapat dibagi menjadi dua komponen besar yaitu warna dan cahaya. Warna kemudian dapat dibagi menjadi tiga warna dasar. Pembagian tersebut menjadi dasar klasifikasi 33 indra, dengan elemen visual berupa cahaya, warna biru, warna merah, dan warna hijau.
MenurutKotlerdalamStefany(2017),elemenvisualterdiriataswarna,pencahayaan,ukuran,danbentuk. Di dalam seni visual, elemen visual dibagi menjadi tujuh elemen dasar meliputi garis, bentuk (2d), warna, nilai (value), bentuk (3d) , tekstur, and ruang (Galvan, 2021) (Esaak, 2019). Menurut Malnar dan Vodvarka dalam Stefany (2019), elemen visual terdiri atas warna, ornamen dan skala ruang, serta pencahayaan.
Elemenvisual selain cahaya dan warna dapat dikategorikan sebagai elemen visual tidak murni. Pengalaman ruang yang dirasakan oleh elemen visual ini adalah persepsi dan konsepsi, bukan sensasi. Elemen visual ini merupakan turunan dari elemen visual dasar.


Kedalaman(depth) sebagai elemen visualdapat terjadi karenaadanyahasilpemikiranindividudan perbedaan jarak pantulan (elemen visual) cahaya pada benda-benda yang diterima oleh mata. Persepsi mengenai kedalaman atau jarak juga diperkuat melalui sinergi oleh kedua mata. Perbedaan persepsi kedalaman dengan melihat benda secara langsung dan tidak berada pada sumber cahayanya. Perbedaanmengenaihalinimungkintidakdapatdisadari,namunpemikiranalambawahsadardapatberkata sebaliknya.
Elemen visual seperti ukuran dan bentuk merupakan turunan dari elemen visual cahaya dan memiliki keterlibatan hasil pemikiran individu tersebut. Persepsi mengenai bentuk secara tiga dimensi didapatkandari persepsikedalamanataujarak.Skalaruangsebagaielemenvisual,mengkombinasikanelemen visual cahaya dan elemen visual kedalaman.
Di dalam segi visual, terdapat prinsip-prinsip elemen visual yang dapat diterapkan para perancangan ruang. Menurut D.K. Ching dalam Stefany (2017), prinsip-prinsip tersebut meliputi proporsi, skala, keseimbangan, keserasian, kesatuan - keragaman, ritme, penekanan dan penegasan.
2.2.2 Pendengaran
Elemen(stimulus)audio yang terdapat pada ruang dapat diterima oleh manusia menggunakan indra pendengaran berupa telinga (sebagai kesatuan). Individu yang tidak dapat menerima stimulus berupa elemen audio (tidak dapat mendengar) disebut tunarungu (SPABK, 2019). Dalam klasifikasi lima indra, indra pendengaran merupakan indra paling dominan kedua (20%) setelah indra penglihatan dalam mengambil perhatian seseorang (Heilig, 1992).
Sama halnya dengan elemen visual, elemen audio dapat dialami seseorang sebagai sensasi, persepsi, maupun konsepsi. Elemen audio yang bersifat murni adalah bunyi. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi 21 dan 33 indra (Durie, 2008) yang tidak membagi indra pendengaran menjadi beberapa bagian.
Bunyi, dalam KBBI, memiliki arti sesuatu yang terdengar (didengar)atauditangkapolehtelinga.Dalamfisika,bunyi merupakangetaran yang merambat sebagai gelombang akustik, melalui media transmisi (wikipedia, 2022). Bunyi memiliki karakteristik. Beberapa dari karakteristik tersebut adalah frekuensi, amplitudo, kecepatan, pantulan dari bunyi, dan warna nada atau timbre (byjus.com, Tanpa Tahun).
Frekuensi dari bunyi berhubungan erat dengan nada. Nada yang tinggi memiliki frekuensi tinggi dan nada yang rendah memiliki frekuensi yang rendah (Mathias, Tanpa Tahun). Frekuensi (Hz) pada suara diukur dari jumlah getaran bunyi perdetik. Jangkauan normal pendengaranmanusiaadalah20Hzhingga20000 Hz(Gray,2000).
Amplitudo dari bunyi merupakan tinggi dari gelombang bunyi. Semakin tinggi amplitudo, maka semakin kuat bunyi tersebut (Mathias, Tanpa Tahun). Secara umum, intensitas bunyi diukur menggunakan desibel (Db) untuk memudahkan pengukuran intensitas bunyi (Markham, 2017).
(PainThreshold). Di dalam pendengaran manusia setiap frekuensi memerlukan amplitudo (intensitas) yang berbeda sebelum bunyi tersebutdapatterdengar.Didalamgrafikpendengarannormalmanusia, frekuensi yang sangat rendah dan sangat tinggi memerlukan intensitas bunyi yang lebih tinggi sebelum dapat didengar. Pain threshold pada grafik menggambarkan seberapa tinggi intensitas bunyi pada frekuensi tertentu sebelum rasa sakit mulai terasa.
(PanjangGelombang). Kecepatan dari bunyi bergantung padamedium atau media rambat gelombang. Pada udara, kecepatan bunyi
berkisar1120ft/satau341m/s(Markham,2017).Kecepatanbunyi menentukan panjang gelombang pada frekuensi tertentu. Panjang gelombang ditentukan dengan rumus kecepatan bunyi dibagi frekuensi.
(PantulanBunyi). Gelombang bunyi dapat memantul layaknya gelombang cahaya. Agar dapat dipantulkan, objek (pembatas) harus lebih besar daripada panjang gelombang. Jika objek (pembatas) lebih kecil daripada panjang gelombang, maka bunyi tersebut akan melewati objek tersebut. Bunyi dengan panjang gelombang yang pendek dapat dipantulkan bahkan dari objek yang sangat kecil (Institute of Acoustics, Chinese Academy of Sciences, 2014). Kelelawar dapat dengan tepat menemukan lokasi nyaman walaupun dalam kegelapan dengan bantuan refleksi bunyi berfrekuensi tinggi.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong13 Gambar2.7 PainThresholdManusia(Pendengaran) Sumber AcentechSifat refleksi dari bunyi dapat menyebabkan reverberasi atau gema (illuminated-integration.com. 2020). Pada umumnya, gema dihindari di dalam ruang karena dapat mengganggu beberapa aktivitas. Walaupun demikian, beberapa fungsi ruang seperti tempat ibadah menggunakan gema untuk menambah kesan sakral dari tempattersebut.Gemadapatmembantupersepsiseseorangmengenai skala ruang tersebut. “A space is understood and appreciated trough its echo as much as through its visual shape, but the acoustic perceptusuallyremainsasanunconsciousbackgroundexperience,”ungkap Pallasma (2005).

Jika panjang gelombang bunyi sama dengan dimensi objek (pembatas), maka bunyi akan dihamburkan (Markham, 2017). Setiap ruang memiliki frekuensi resonansi alami (acoustic frontier, 2015). Pada umumnya, ruang studio perekaman memiliki frekuensi resonansi pada frekuensi rendah. Hal ini dapat dicegah dengan penerapan akustik ruang yang baik.


(WarnaNada). Bunyi yang dihasilkan instrumen musik dapat berbeda-beda walaupun dimainkan pada nada yang sama. Warna nada atau timbre merupakan sifat suara yang dapat membedakan bunyi-bunyi tersebut. Bunyi yang didengar manusia dengan bukan terdiri dari satu frekuensi atau nada saja, melainkan rangkaian dari frekuensidanintensitasbunyiyangberbeda.Harmonikadalahnada yang tercipta pada saat suatu nada pada instrumen musik dimainkan (Mathias, Tanpa Tahun). Intensitas bunyi dari nada harmonik pada setiap instrumen musik berbeda sehingga menjadi karakteristik tersendiri dari instrumen musik tersebut.

Akustik, dalam arsitektur berarti meningkatkan kualitas suara di lingkungan (Souza, 2021). “However, more often than not, discussionaroundsoundandarchitecturaldesigntendstorevolvearound how best to avoid, or minimize, unwanted noise,” ungkap Spence (2020).Kualitasbunyididalamarsitekturtidakdapatdiukurdarikeberhasilan mereduksi atau menghilangkan bunyi yang tidak diinginkan saja, namun juga keberhasilan dalam menyajikan bunyi atau menekankan bunyi yang diinginkan. Sama halnya dengan stimulus lainnya, bunyi dapat memicu memori tertentu. Hal ini tentu spesifik terhadap kelompok maupun individu.


2.2.3 Perabaan
Berbeda dengan pengalaman sensori lainnya, perabaan (sebagai proses meraba) memiliki kompleksitas yang tinggi dalam pengelompokan indra. Dikutip dari Duffy (2015), “the sense of touch also has been taken for granted in neuroscience, where it's the sense scientists know the least about.” Perdebatan mengenai jumlah indra manusia dimulai dari indra peraba. Dalam buku An Architecture of The Seven Senses, Pallasma menambahkan dua indra berupa rangka (tulang) dan otot (Pallasmaa, 1994). Dua indra tersebut dapat dikategorikan sebagai turunan dari sistem somatosensory atau yang lebih dikenal dengan sense of touch. Dalam klasifikasi lima sistem indra menurut Gibson, dua sistem indra (sistem haptik dansistemorientasidasar)merupakanturunandariindraperabaan.

Dalam klasifikasi sembilan indra (Durie, 2008), satu-satunya indra (dari lima indra umum) yang dipisah merupakan indra perabaan.

Taktil merupakan elemenatau stimulus yang sering dibahas dalam perabaan. Taktil dalam KBBI, memiliki arti berkaitan dengan sentuhan atau rabaan. Perasaan akan taktil (tactile sense) berfokus pada perasaan akan tekanan, traksi, dan sentuhan, tidak termasuk suhu danrasasakit(biologyonline.com,2021).Halinisejalandenganklasifikasi sembilan indra yang membedakan sentuhan dengan suhu danrasasakit.Walaupundemikiankulit,sebagaiindrautamadalam perabaan,dapatjugamerasakantemperaturdanrasasakitsebagai stimulus selain taktil. “The skin reads the texture, weight, density and temperature of matter,” ungkap Pallasmaa (2005). Kondisi dimana seseorang tidak dapat merasakan sentuhan, getaran, suhu, maupun rasa sakit pada beberapa bagian tubuh disebut hypoesthesia atau mati rasa (Luo,2020).



Somatosensory sebagai sistem sensori merupakan versi lengkap dari indra perabaan. Indra perabaan pada umumnya membicarakan mengenai sentuhan terhadap taktil, getaran, suhu dan rasa sakit. Somatosensory sebagai sistem sensori mencakup mechanoreception dalam klasifikasi sembilan indra, dua indra tambahan oleh Pallasma dan dua sistem indra Gibson. Menurut Duffy (2015), somatosensation terkait dengan fungsi indra dalam merasakan pergerakan, posisi dan orientasi (kinaesthetic sense dan proprioception). Sistem ini diolah pada somatosensory cortex yang juga bertanggung jawab atas sensasi sentuhan, getaran, suhu dan rasa sakit. Otot,sendi danrangka(tulang) merupakan“indra peraba”sebagai somatosensory system atau sistem keseluruhan.


Didalamarsitektur, seseorang dapat membuat kontak fisik dengan pegangan pintu, lantai, susuran, tombol elevator, furnitur, dan lain-lain (Spence, 2020). Saat membuat kontak fisik tersebut kita dapat merasakan taktil dan suhu dari benda tersebut. Kontak fisik yang dirasakan tidak hanya dengan benda padat saja, zat cair seperti pada saat berenang, zat gas seperti udara pada saat berada di pegunungan, maupun kombinasi seperti cipratan air saat berada di dekat air terjun. Selain zat atau materi, kita dapat merasakan suhu dari cahaya seperti pada saat berlari di lapangan di hari yang panas terik.
Pengalaman sensori ini sering diabaikan dalam pemilihan material di arsitektur. Dalam pengalaman perabaan berupa persepsi maupun konsepsi, perabaan dapat melalui indra lain seperti indra penglihatan. “But the eye also touches; the gaze implies an unconscious bodily mimesis, identification”, ungkap Pallasma (1994). Pengalaman tersebut dapat diperkuat dengan penggunaan material alami yang memilikisifatpenuaan(walaupuntidakmenutupkemungkinanmaterial buatan dapat meniru sifat tersebut). Pengalaman perabaan berupasensasiharusmelibatkanindraperabaansebagaiperantara. Penggunaan material tiruan seperti kayu vinyl (walaupun terlihat seperti kayu asli) tidak dapat memberikan pengalaman perabaan yang sama dengan kayu asli.


2.2.4 Penciuman

Elemen (stimulus) olfaktori yang terdapat pada ruang dapat diterima oleh manusia menggunakan indra penciuman berupa hidung (sebagai kesatuan). Di dalam KBBI, keadaan dimana individu kehilangan daya penciumannya disebut asnomia. Tidak adanya istilah umum untuk individu yang memiliki keadaan asnomia menjadi salah satu indikator kurangnya perhatian pada indra lain (selain indra penglihatan dan indra pendengaran) bahkan pada bidang selain arsitektur. Dalam klasifikasi lima indra, indra penciuman merupakan indra paling dominan ketiga (5%) dalam mengambil perhatian seseorang (Heilig, 1992).
(ChemicalSense). Indra penciuman dan indra pengecapan merupakan indra yang merespon aspek kimia (zat) dari dunia luar (tidak seperti indra penglihatan, pendengaran dan perabaan yang merespon aspek fisika dari dunia luar). Tidak seperti indra lainnya, indra penciuman memiliki banyak tipe reseptor (sebagai dasar klasifikasi indra). Beberapa sumber menyebutkan lebih dari 2000 tipe reseptor (Durie, 2008), lainnya menyebutkan ratusan (Matsunami dalam Subbaraman 2013), dan yang paling umum dipakai adalah sekitar 400 tipe reseptor fungsional (Morrison, 2014)(Sherman, 2019).
Bau yang dirasakan manusia hampir setiap saat merupakan kombinasidaribau-baudasar.Senyawa(atauunsur)dapatmemilikibau seperti O3, tetapi senyawa seperti O2 tidak memiliki bau walaupun hanya berbeda sedikit susunan dan ikatannya. Kombinasi bau-bau iniyangmembentukidentitasbaudarisuatubuah,bunga,binatang, air hujan, dan sebagainya. Dengan banyaknya tipe reseptor ini, manusia mampu mendeteksi sekitar satu triliun bau (Morrison, 2014).


Penggunaanbau (aroma) di dalam ruang dapat melengkapi pengalaman ruang yang dirasakan pengguna. Kendati demikian, perhatian mengenai bau di dalam arsitektur seringkali hanya terkait menghilangkan atau mengurangi bau tidak diinginkan saja (Spence, 2020). Praktik yang tergolong eliminasi atau minimalisasi antara lain penghilangan bau material yang dapat menyebabkan SBS, pengisolasian ruang rokok, dan strategi perletakan area servis.
Menurut Pallasma (1994), “The strongest memory of a space is often its odor.” Memori kuat yang terkandung di dalam bau sebagian disebabkan oleh pengamat yang jarang menemukan kombinasi spesifik bau-bau tersebut di banyak lokasi dan waktu. Bau steril padarumahsakit,baudaundankayupadahutan,danbaubatudan marbel pada katedral tua (Riska, 2019).

Bau dapat memberikan identitas pada suatu ruang atau tempat. Dalam skala urban, Dr. Kate McLean memetakan bau pada Kota Amsterdam. Dalam pemetaannya, beberapa partisipan menggambarkan bau secara emosional, bukan objektif (Florian, 2022). Partisipan menceritakan pengalaman ruang yang mereka rasakan sebagai “bau dari mimpi yang hancur”, “brokoli / rahasia gelap”, dan “kehidupan yang susah.” Hal ini dapat teradi karena kompleksitas kombinasi dari bau-bau dalam menyusun suatu ruang, tempat, atau peristiwa. Seorang individu mungkin tidak dapat menggambarkan pengalaman ruang dengan satu bau spesifik saja namun dapat menggambarkannya sebagai suatu peristiwa utuh berdasarkan memori.
Dalam skala urban, sebagian besar bau tercipta dari aktivitas dari manusia. Aktivitas manusia di sini terkait erat dengan kultur, industri, perdagangan, kuliner, dan layanan yang tersedia di wilayah tersebut. “My individually designed smell maps reveal these; shisha (Singapore), brewery malt fumes (Edinburgh), herring carts and fresh fish (Amsterdam), roti part and curry (Singapore), and newly-cut grass (Edinburgh). These smells are ephemeral, tied to the laws and practices of changing populations,” ungkap McLean dalam Florian (2022).





Bau seafood dapat memberikan pengalaman ruang yang baik jika berada di foodcourt tepi sungai namun dapat menjadi pengalaman yang buruk jika bau tersebut berada di mall. Bau melati pada umumnya merupakan sesuatu yang baik, namun jika diletakan pada areasirkulasidapatmembawakesanburukkarenamunculseketika (berhubungan dengan mitos Indonesia).

2.2.5 Pengecapan
Elemen(stimulus) gustatory yang terdapat pada ruang dapat diterima oleh manusia menggunakan indra pengecapan berupa lidah. Di dalam KBBI, keadaan dimana individu kehilangan daya penciumannya disebut ageusia. Dalam klasifikasi lima indra, indra penciuman hanya mengambil kontribusi 1% dalam mengambil perhatian seseorang (Heilig, 1992).

Sama dengan indra penciuman, indra pengecapan juga merespon zatkimia.Indrapengecapanpadamanusiamemilikilimatipereseptor yang menjadi lima rasa dasar. Lima rasa dasar yang dapat dirasakan manusia adalah manis, asam, pahit, asin dan gurih (Gravina dll 2013). Hal ini sejalan dengan pembagian 33 indra, dimana rasa dapat dipisah menjadi lima rasa (Durie, 2008). Menurut Hummel dalam Baird (2012), terdapat tujuh rasa dasar, termasuk hot and cold. Walaupun rasa pedas (hot) dan mint (cold) dapat dirasakan oleh lidah, sensasi tersebut tidak didapatkan dari taste buds atau kuncup perasa, melainkan merupakan salah satu bagian dari somatosensory (Slack, 2016).
(KontribusiDalamRasa). Elemengustatoryyangditerimamanusia berupa rasa. Walaupun demikian rasa, sebagai keseluruhan, bukan berasaldariindrapengecapansaja.Indrapengecapanberkaitanerat dengan indra pengecapan (NIDCD, 2017). Ilmuwan memperkirakan sekitar 75 hingga 95 persen dari apa yang kita “rasakan” merupakan bau (Stuckey, 2012). Somatosensory yang dapat digolongkan sebagai indra perabaan berkontribusi dalam rasa pedas dan mint. Untuklebihmemudahkan,istilahrasayangdipakaidalamtulisanini merupakankeseluruhanyangdirasakanmanusiasaat makanmaupun minum (termasuk pedas dan mint).
Dalamarsitektur, penggunaan elemen rasa mungkin dapat dikatakan terlalu berlebihan. Walaupun demikian, penyajian elemen rasa tidak harus secara langsung. Di dalam arsitektur, elemen rasa yang disajikan seringkali berupa pengalaman persepsi. Penglihatan berpengaruh terhadap rasa melalui pemakaian warna ruang yang menciptakan sensasi tertentu (Pallasmaa, 2005). Walaupun demikian, usaha untuk menyajikan pengalaman sensori langsung tetap perlu diusahakan terutama pada riset-proposal desain.
Dalam usaha menyajikan elemen rasa di dalam arsitektur, arsitek dapat menyajikan konfigurasi ruang yang spesifik dengan rasa tertentu. Bagi beberapa kelompok orang, ruang dengan kondisi tertentu dapat mengandung makna spesifik terhadap rasa tertentu. Chashitsu merupakan ruang arsitektur yang dirancang untuk pertemuan upacara minum teh (Wikipedia, 2022). Pengalaman ruang seperti ruang teh bersifat spesifik terhadap pengguna.
Pengalaman pengecapan yang dirasakan seseorang tidak sebatas rasasaja.Pengalamanyangdialamidapatberupasebuahrangkaian proses,kegiatanmakandanminum.Penggunaanindrapengecapan di dalam arsitektur dapat dengan menyajikan makanan atau minuman yang dapat dirasakan langsung oleh pengguna. Contohnya public water faucet dan buah yang dapat langsung dimakan.

2.2 Klasifikasi Hotel
Hotel menurut KBBI adalah bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat untuk menginap dan tempat makan orang yang sedang dalam perjalanan; bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan, makan dan minum. Usaha hotel dalam Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif (2013) merupakan usaha penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburandan/ataufasilitaslainnyasecarahariandengantujuanmemperoleh keuntungan.
Resor merupakan salah satu istilah bagi hotel. Ciri-ciri resor dan yang membedakannya dengan hotel biasa tidak bersifat mutlak lain halnya klasifikasi hotel (bintang) yang diatur dalam peraturan tertulis
Klasifikasi hotelberbintangdiaturmelaluisistempoinuntukmendapatkan rumusan kualifikasi usaha hotel. Selain hotel berbintang, hotel perlu memenuhi kriteria mutlak yang diterapkan. Poin penilaian hotel diukur dari beberapa aspek, termasuk aspek yang di luar kendali arsitek sebagai perancang bangunan. Beberapa poin penting yang penulis rangkum dari Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif tentang Standar Usaha Hotel tahun 2013 adalah sebagai berikut (dalam tabel):
BAB 3. KAJIAN PERANCANGAN
3.1 Studi Preseden
3.1.1 Bumi Surabaya City Resort
3.1.2 Tsingpu Yangzhou Retreat
3.1.3 The Kayon Jungle Resort
3.1.4 Lost Lindenberg Guest House
3.1.5 Taman Jakarta
3.2 Studi Tapak
3.2.1 Gambaran Umum Lahan
3.2.2 Pertimbangan Pemilihan Site
3.2.3 Analisis RTRW
3.2.4 Analisis Skala Meso
3.2.4 Analisis Skala Mikro
3.1.1 Bumi Surabaya City Resort
BumiSurabayaCityResort merupakan Hotel - Resor yang terletak di tengah Kota Surabaya (Jalan Jenderal Basuki Rahmat). Di tengah keramaian dan kesibukan Kota Surabaya, Hotel Bumi menyajikan desain lanskap tropis seperti sedang berada`` di Bali sebagai CIty Resort.

Studi preseden** dilakukan pada Bumi Surabaya City Resort karena memiliki kemiripan dengan kasus perancangan tugas akhir penulis berupa luas, tipologi arsitektur resor, lingkungan, dan lokasi. Pengalaman ruang pada arsitektur multisensori berkaitan erat dengan memori pengguna, sehingga resor dengan lanskap tropis “Bali” merupakan studi kasus utama dalam perancangan lanskap resor.
**Disclaimer; data yang disajikan pada studi preseden tidak sepenuhnya akurat disebabkan kurangnya kelengkapan data yang beredar. Analisis tetap dilakukan karena hanya sebagai gambaran
3.1.1 Bumi Surabaya City Resort
Lokasi : Surabaya, Jawa Timur

Tahun : 16 Desember 1979
Arsitek Bangunan : Parama Loka Cons.
Arsitek Masterplan : Skidmore, Owings & Merrill
Area Tapak : ±34.000 sqm
Tipologi Fungsi : Hotel - Resor
Kelas Hotel : Bintang 5

Tinggi Bangunan Tower : 27 Lantai + 2 Basement

Space Program
Sebagai hotel - resor bintang lima semenjak tahun 80an, fasilitas dan akomodasi yang terdapat di Bumi Resort merupakan salah satu yang terbaik. Untuk mendapatkan klasifikasi hotel bintang lima pada tahun 80an, Bumi Resort memiliki 218 unit kamar standar, 8 unit kamar suite, 2 unit kamar suite eksekutif, 2 unit penthouse, 4 unit single apartment dan 8 unit double apartment (Cahyani, 2009). Dengan demikian, Bumi Resort dapat memenuhi standar hotel bintang lima.
Dengan banyaknya kamar yang disediakan, Bumi Resort memiliki banyak fasilitas. Bumi Resort memiliki 4 restoran dan juga 1 bakery dengan keunikannya masing-masing. Bumi Resort memiliki 2 macam lounge. Satu lounge merupakan lounge lobby, satu lagi terletak di lantai 23 khusus tamu yang menginap dengan tipe Classic Club Room ke atas. Fasilitas olahraga atau relaksasi yang terdapat pada Bumi Resort berupa gym, kolam renang, lapangan tennis, dan spa. Fasilitas lainnya seperti bussines center, parkir dengan kapasitas 400 mobil, dan masjid juga terdapat di Bumi Resort.
Selain kamar hotel dan fasilitas penunjangnya, Bumi Resort memiliki 13 ruang serbaguna atau function room. Isyana Ballroom, Isyana Room, Rajasa Room, Airlangga Room, Gajahmada Room, Wijaya Room, Primavera, The Tavern, Trowulan 1, Trowulan 2, Trowulan 3, dan Tamansari.
Studi* dilakukan untuk melihat perbandingan jumlah pengunjung terhadapfasilitasyangdisediakan.Fasilitasolahragadanrestaurant merupakanfasilitasuntukpengunjunghotel,sedangkanuntukfasilitas parkir perlu bergabung dengan pengunjung acara di function room. Perhitungan jumlah pengunjung hotel sebagai berikut:
1. Classic (Club) Room 42 sqm 218 x2
2. Classic Suite Room 84 sqm 8 x2
3. Classic Executive Suite 125 sqm 2 x2
4. Penthouse 250 sqm 2 x4
5. Single Apartment 65 sqm 4 x2
6. Double Apartment 140 8 x4
Jumlah maskimal pengunjung menginap berjumlah 504 orang.
*Studi yang dilakukan hanya bersifat gambaran besar dan dapat menyajikan perhitungan yang kurang akurat karena kurangnya data yang beredar
Restoran merupakan fasilitas yang wajib untuk suatu hotel berbintang. Restoran yang baik perlu mengakomodir tamu secara hampir bersamaan dikarenakan terdapat jam makan, terutama pada saat jam makan pagi (breakfast). Selain 4 restoran di Bumi Resort, Club Lounge juga dapat mengakomodir tamu untuk makan berat termasuk makan pagi (namun data mengenai kapasitas tidak ada sehingga penulis akan menggunakan perkiraan). Kapasitas tempat makan yang berada di Bumi Resort sebagai berikut:
1. Siti Inggil Restaurant Javanese (GF) 80


2. Arumanis Restaurant Chinese Indo (GF) 90
3. Cascades Restaurant Western (3rd) 60 + 48
4. Kizahashi Restaurant Japanese (GF) 125
5. Club Lounge - (27th) ±24
Total keseluruhan kapasitas tempat makan adalah 427 orang
Berbedadengantempatmakanyangsibukpadajamtertentu,fasilitasolahragadanrelaksasilebihfleksibel.Kapasitasfasilitaskategori olahraga dan relaksasi sebagi berikut:
1. Swimming Pool 3F 280 sqm ±30

2. Tennis 3F 2 Court ±12
3. Gym (Club Olympia) 3F ±6
4. Asia Spa 4F ±4
Total keseluruhan kapasitas olahraga dan relaksasi adalah 52 orang
Fasilitas ruang serbaguna selain dapat menunjang kebutuhan tamu hotel-resort, juga dapat digunakan untuk acara lainnya. Kapasitas fasilitasruang serbaguna(denganacuanroundtablesetup)sebagai berikut:
1. Isyana Ballroom 500
2. Isyana Room 250
3. Rajasa Room 100
4. Airlangga Room 120

5. Gajahmada Room 50
6. Wijaya Room 20

7. Primavera 40
8. The Tavern 100

9. Trowulan 1 20

10.Trowulan 2 20
11.Trowulan 3 50
12.Tamansari 200
Total keseluruhan kapasitas ruang serbaguna adalah 1470 orang. Dengan asumsi bahwa kemungkinan terpakainya semua ruang serbagunadalam waktuyang samasangat kecildandenganasumsi 1 mobil dapat memuat 2-5 orang, 400 slot parkir mobil merupakan angka yang wajar.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong29 Gambar3.1.1.3 SuasanaKamar,Restoran,danFasilitasKolamRenang Sumber TripadvisorOpen Space
Bumi Surabaya City Resort memiliki tiga bangunan (DBG, 2019) dengan tinggi setidaknya 7 lantai. BangunanUtama(A) merupakan bangunan yang pertama dibangun dan terletak pada bagian paling selatan tapak. Bangunan ini merupakan tempat resepsionis berada , toko butik, dan 13 ruang serbaguna (termasuk ballroom dengan kapasitas sebanyak 50 meja bundar). BangunanTower(B) merupakan ekstensi dari bangunan utama dan sekarang menjadi tempat unit kamar hotel. BangunanGrahaBumiModern(C) merupakan bangunan untuk office (tidak memiliki hubungan erat dengan hotel - resort di Bumi Surabaya City Resort).
Sebagai City Resort, ruangterbuka merupakan salah satu aspekyangsangatpenting untuk mendapatkan kesanalami dari pencahyaan alami. Ruang terbuka tidak harus terletak di GF, seperti halnya fasilitas kolam olahraga di Bumi Resort yang berada di lantai 3 Ratio ruang terbuka hijau dan fasilitas terbuka terhadap atap bangunan pada tapak Bumi Resort relatif lebih besar daripada bangunan hotel - resort pada umunya. Hal ini merupakan strategi untuk mendapatkan ruang terbuka yang cukup dan view yang bagus pada lahan yang sempit.
Untuk mempelajari bagaimana Bumi Resort memanfaatkan ruang terbuka (lantai paling atas), dibuatlah diagram siteplan memakai berbagai sumber*. Untuk lebih mengoptimalkan ratio di Bumi Resort dan menyesuaikannya dengan perancangan tugas akhir maka area-area yang sudah dikelompokan dengan nomor akan dikelompokan lagi menjadi 3 kelompok.
Sebagai City Resort, terdapat area yang penting (essensial) pada siteplan Bumi Resort. Area yang dikategorikan penting merupakan area hotel - resor, fasilitas, pemandangan (area terbuka hijau) yang dapat dilihat oleh pengunjung dan area servis hotel - resor. Area penunjang seperti ruang serbaguna dan ballroom termasuk karena menunjang fasilitas hotel - resor. Area (52,6%) yang dikategorikan meliputi:
• 6 Area Masuk 2421 sqm (GF) -7%
• 9 Taman - Restoran 2789 sqm (GF) -8,2%
• 13 Bangunan (B) HVAC 854 sqm (27th) -2,5%
• 8 Fasilitas Outdoor 4052 sqm (3rd) -12%
• 10 Ruang Hijau 1897 sqm (3rd) -5,4%
• 15 Area Servis 2305 sqm (-) -6,7%
• 16 Bangunan (A) HVAC 1639 sqm (11th) -4,8%
• 18 Ruang Hijau - Sirkulasi 2055 sqm (GF) -6%
Kategori berikutnya merupakan area yang opsional. Area ini menambah kesan baik pengunjung terhadap hotel - resor ini, namun bersifat spesifik (niche). Area (9,7%) yang dikategorikan meliputi:
• 7 2 Lapangan Tennis 2512 sqm (3rd) -7,3%
• 11 Gazebo Lapangan 805 sqm (3rd) -2,4%
Kategori terakhir merupakan area yang tidak atau hanya sedikit memberikan kesan baik pengunjung (unimportant) . Hal ini dikarenakan fungsi yang kurang sesuai, tidak dapat diakses dan dilihat, atau tidak beroperasional lagi. Area (37,3%) yang dikategorikan meliputi:
• 1 Atap Dorm 1638 sqm (4th) -4,8%
• 2 Ruang Hijau Utara 2742 sqm (GF) -8%
• 3 Parkir Terbuka 878 sqm (GF) -2,6%
• 4 Taman Bangunan (C) 951 sqm (GF) -2,8%
• 5 Bangunan (C) HVAC 1150 sqm (7th) -3,4%
• 14 Fasilitas Tidak Terpakai 3003 sqm (4th) -8,8%
• 17 Rooftop kosong 2363 sqm (4th) -6,9%
Catatan, dengan luas 34.000 sqm, area pada kategori 2 dan 3 (47%) dapat digunakan sebagai kompensasi jika ingin menggunakan bangunan yang lebih rendah.
*Youtube: (Hotel Series) Bumi Surabaya City Resort - Experience Guide ID
*Youtube: Menginap di Hotel Bumi Surabaya bersama keluarga - Haripram
*Youtube: Bumi Surabaya City Resort - Hotel Nuansa ALAM di Kota SURABAYA - Niko_ Channel
*Tugas Akhir: Cahyani, 2009
Design Strategy


Strategi yang dilakukan Bumi Resort agar memberikan kesan tropis bali antara lain

1. “Kontur” yang diterapkan pada taman (GF) dan fasilitas olahraga walaupun berada di lantai 3
2. Materialalami untuk menambah kesan aging (perubahan terhadap waktu) terutama bata merah
3. Vegetasiyangrindang hingga menutupi sebagian cahaya
4. Fasilitasprivat dan terbuka diletakkan pada lantai 3 dan belakang sehingga jauhdarikeramaiankota
5. PohonKamboja yang sering ditemukan di Bali untuk kesan visual dan aroma
6. Waterfeature berupa water fountain pada taman dan waterfall pada lantai 3.




7. Statue atau patung yang merupakan ciri di Bali


Gambar3.1.1.6 OffsetStrategyonHotel'sFacility Sumber Penulis+GoogleEarth




Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong31

PenglihatPendengarPerabaPenciumPengecap
Lobby• PencahayaanUtama: Lampu

Warm - Terang
• AksenCahaya: Spotlight
(Kuning) + Sunlight
• View: Taman
• Materal: Batu Alami IndoorTerang
• SkalaRuang: Normal
• Vegetasi: Tanaman Pot
Lounge• PencahayaanUtama: Lampu

Warm - Terang
• AksenCahaya: Spotlight
(Kuning) + Sunlight
• View: Taman
• Materal: Batu Alami IndoorTerang
• SkalaRuang: Normal
• Vegetasi: Tanaman Pot
• Susasana: Piano
• Isolasi: Indoor
• Suhu: Indoor - Dingin
• Kelembapan: Terkontrol
• (M) Meja Konter - Batu Alami Indoor
• (M) Sofa - Kain
• (M) Pintu - Polished Wood
• Suasana: Parfum Hotel


• Isolasi: Indoor
• AktivitasSpesial: Baking
• Suhu: Indoor - Dingin
• Kelembapan: Terkontrol
• (M) Meja - Kaca
• (M) Sofa - Kulit
• (M) Pintu - Polished Wood


• Suasana: Perfum Hotel
• Aksen: Bakery (Toast)
• Khas: Bakery
PenglihatPendengarPerabaPenciumPengecap
Garden • PencahayaanUtama: Outdoor Sunlight

• AksenCahaya: Tree Shading +
Lampu Taman (Kuning)
• AksenView: Water Feature
• Materal: Batu Outdoor
• Vegetasi: Kelapa, Kamboja

• Suasana: (Cukup Sunyi) Angin
+ Pepohonan + Binatang
• Aksen: Water Feature
• Outdoor
• Kelembapan: Water Feature
• Shading: Cukup Rindang
• (M) Bangku: Batu Outdoor
• Suasana: Alam + Water Feature
• Aksen: Kamboja
SitiInggilRestaurant• PencahayaanUtama: Outdoor Sunlight

• AksenCahaya: Tree Shading
+ Lampu Taman (Kuning) +
Lampu Natal
• Materal: Batu Outdoor
• Vegetasi: Bambu, Kamboja, Pohon Rindang
• Suasana: (Cukup Sunyi) Angin + Pepohonan + Binatang
+ Water Feature
• Aksen: Gantungan Bambu
• AktivitasSpesial: Bakar-bakar (Dapur Terbuka)
• Outdoor
• Kelembapan: Water Feature

• Shading: Rindang
• (M) Meja: Kain
• Suasana: Alam
• Aksen: Bakar-bakar Aroma Siti Inggil

• Umum: Berbagai makanan di restoran
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong33
Gambar3.1.1.9 AreaTaman(lGF)HotelBumiSurabaya Sumber Tripadvisor Gambar3.1.1.10 OutdoorSitiInggilRestaurant Sumber TripadvisorPoolArea (3rdFloor)

Garden OutdoorFacilities (3rdFloor)
PenglihatPendengarPerabaPenciumPengecap
• PencahayaanUtama: Outdoor Sunlight
• AksenCahaya: Tree Shading +
Lampu Taman (Kuning)
• AksenView: Taman dan
Sirkulasi
• Materal: Batu Outdoor
Terang Doff
• Vegetasi: Kamboja
• PencahayaanUtama: Outdoor Sunlight
• AksenCahaya: Tree Shading +
Lampu Taman (Kuning)
• AksenView: Material Bata
Merah, Waterfall
• Materal: Batu Outdoor Gelap


- Terang Doff
• Vegetasi: Kamboja
• Suasana: (Sunyi) Taman
• Isolasi: Jarak, Ketinggian
• Outdoor
• Kelembapan: Water Feature + Pool
• Shading: Cukup Rindang
• (M) Lantai: Batu - Flat, Rough
• Special: Kolam Renang
• Suasana: Alam
• Aksen: Kolam Renang (Perawatan)
• Khas: Kolam Renang (Perawatan)

• Suasana: (Sunyi) Angin +
Pepohonan
• Isolasi: Jarak, Ketinggian
• Aksen: Waterfall
• Outdoor
• Kelembapan: Water Feature + Pool

• Shading: Cukup Rindang
• (M) Lantai: Batu - Flat, Rough
• Special: Tangga
• Special: Cipratan Air
• Suasana: Alam + Kembang + Water Feature
• Aksen: Kamboja
PenglihatPendengarPerabaPenciumPengecap
HotelRoom• PencahayaanUtama: Lampu



Warm - Redup, Sunlight
• AksenCahaya: Spotlight
(Kuning)
• View: Kota
• Materal: Cat Krem
• SkalaRuang: Intim
• Vegetasi: -
• Suasana: (Sunyi)
• Isolasi: Indoor, Ketinggian

• Suhu: Indoor - Dingin
• (M) Lantai: Karpet - Hangat, Furry
• Suasana: Parfum Kamar + Pewangi Kasur
• Umum: Teh/Kopi
• Umum: Welcome Drink (Suite)
Garden OutdoorFacilities (3rdFloor)
• PencahayaanUtama: Lampu
Warm - Redup, Sunlight

• AksenCahaya: Spotlight
(Kuning)
• View: Kota
• Materal: Cat Krem
• SkalaRuang: Intim
• Vegetasi: -
• Suasana: (Sunyi) Angin + Pepohonan
• Isolasi: Jarak, Ketinggian
• Suhu: Indoor - Dingin
• Kelembapan: Exhaust Fan

• (M) Lantai: Batu - Tidak Licin
• (M) Wastafel: Batu Indoor
• Suasana: Parfum Kamar
• Suasana: Sabun, Sampo
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong35
Gambar3.1.1.13 SuasanaKamarHotelBumiCityResort Sumber Tripadvisor Gambar3.1.1.14 SuasanaKamarMandiHotel Sumber Tripadvisor3.1.2 Tsingpu Yangzhou Retreat


TsingpuYangzhouRetreat merupakan Hotel-Resor-Butik yang terletak di daerah pedesaan berdekatandengan danauSlender West Lake. TsingpuYangzhouRetreat merupakanprojekadaptivereusedaribeberapabangunanlamayangterpisah.Konsepdarikaryaarsitekturinimengambil inspirasi dari permukiman yang berada di sekitar, menjadikan projek ini sangat kontekstual.
Studi preseden dilakukan pada Tsingpu Yangzhou Retreat karena kepekaannya terhadap konteks sekitar, pengalaman ruang yang tidak umum, dan kemiripan luas tapak. Pengalaman ruang yang disajikan dapat berkaitan erat dengan memori potential customer sehingga perlunya perhatian terhadap konteks (dalam hal ini target customer).

3.1.1 Bumi Surabaya City Resort
Lokasi : Yangzhou, China

Tahun : 2017
Arsitek : Neri&Hu Design and Research Office. Area Tapak : ±31.500 sqm

Tipologi Fungsi : Hotel - Resort - Boutique

Kelas Hotel : Bintang 5
Tinggi Bangunan : 1 Lantai (Kontur)
Space Program
Kelas bintang suatu hotel tidak diukur dari jumlah kamar yang tersedia. Hal ini tercermin pada Hotel Tsingpu (bintang 4), yang berada di Yangzhou, China. Hotel ini hanya memiliki 19 kamar, namun memiliki kualitas yang baik. Kementrian Pariwisata Indonesia juga telah menetapkan kriteria baru untuk menentukan kelas hotel berbintang.
Hotelinimemilikibeberapabangunandanhanyamemilikisatulantai berkontur (kecuali library + library guestroom). Berada di dekat danau, terdapat banyak area kosong pada bagian timur. Hotel ini memiliki banyak variasi fasilitas. Untuk lebih memahami program ruang yang terdapat pada hotel Tsingpu, maka dibuatlah diagram, klasifikasi jenis area/ruang, dan ratio perbandingannya terhadap tapak
Kelompok pertama yaitu kamar - kamar hotel (termasuk taman pribadi) dengan total luas 2289 sqm (7,3%) dan rincian sebagai berikut:
• 8 Courtyard Guestroom(s) 960 sqm - 3%
• 9 Artist Guestroom (s) 292 sqm - 0,9%
• 15 Lakeview Guestroom (s) 408 sqm - 1,3%
• 5 Library Guestroom (s) 629 sqm - 2%
Gambar3.1.2.3 AnalisisRuangTsingpuYangzhouRetreat Sumber Penulis
Kelompokberikutnyaadalah fasilitaspenunjanghotel (tidakfasilitas terbuka hijau) dengan totalluas6.711sqm(21,3%) dan rincian sebagai berikut
• 1 Entrance 1.412 sqm - 4,5%
• 4 Amphitheater 265 sqm - 0,8%
• 5 Reception 381 sqm - 1,2%
• 6 Library 629 sqm - 2%
• 11 Event Plaza 258 sqm - 0,8
• 12 Restaurant 1.066 sqm - 3,4%
• 13 Theatre 338 sqm - 1,1%
• 16 Servis Area (All) 854 sqm - 2,7%
• 17 Parking Area 517 - 1,6%


• Walled Circulation 911 sqm - 2,9%

Kelompok ketiga merupakan fasilitasterbukahijau dengan total luas22.580sqm(71,7%) dan rincian sebagai berikut:
• 2 Water Garden 265 sqm - 0,8%
• 3 Bamboo Garden 910 sqm - 2,9%
• 7 Tea Garden 146 sqm - 0,4%
• 10 Flower Garden 238 sqm - 0,7%

• 14 Functional Lawn 2.070 sqm - 6,6%
• Other 18.951 sqm
Gambar3.1.2.4 KoridorTsingpuYangzhouRetreat Sumber Archdaily

Design Strategy 01 Courtyard






Dengankonsep walledresident nya,TsingpuYangzhouRetreat menggunakancourtyardsalahsatustrategidesainnya.Courtyard yangdigunakanbukanhanyasatu,namunsangatbanyakdanbervariasi.Courtyardyangterdapatdihoteliniadayangbersifatpublik,semipublikdan semi privat. Intensitas pencahayaan yang dipakai bervariasi,tempat yang lebih publikcenderung lebih terang (tanpa shading). Konsep yang dipakai dapat berbeda seperti Tea Garden. Jenis vegetasi yang dipakai dapat berbeda seperti bamboo, pohon kecil, maupunbunga). Dengan adanyavariasiinipengalamanruangyangdihasilkanakanberbedadantidakhanyamengandalkanperbedaanvisualsaja.Walaupunbanyak variasi courtyard yang terdapat pada hotel ini, benang merah yang dapat terlihat jelas adalah pemakaian material batu.









Gambar3.1.2.5


Design Strategy 02 Isolation

Untuk menggabungkan massa bagunan eksisting yang terpisah, Hotel Tsingpu menggunakan koridor yang terbuat dari material alam batu. Koridor atau lorong memiliki beberapa bukaan dengan dimensi yang berbeda untuk menjaga privasi ruang-ruang yang berada di sampingnya, namun tetap mendapatkan pencahyaan alami yang cukup. Pengalamanmultisensori (visual sense) di lorong ini selain berbeda dengan di luar dengan pemandangan yang luas dan asri, juga mengurangi intensitas dari stimulus visual (isolasi). Hal ini dapat digunakan sebagai strategi untuk membawa stimlus yang ditangkap indra lain menjadi lebih signifikan. Lorong ini memiliki dimensi yang sempit sehingga memberikan kesan intimate (kinesthetic sense) dan sedang berada di permukiman tradisional di Yangzhou, China. Selain kesan ruang intimate yang dihasilkan tersebut,lorong ini dapat menghasilkan kesan suarayang berbedadibandingkan dengan ruang padaumumnya(auditorialsense).Isolasistimulus-stimulusdominaninidapatmembuatpengunjunglebihpenasaranterhadapstimuluslain,sepertimenyentuh dinding batu yang berdekatan dengan mereka.


Design Strategy 03 Continous Level

Denganpermasalahanawal(desain)yaituterdapatbeberapabangunan eksisting, strategi desain yang salah akan membuat kekacauan (visual). Perancang Hotel Tsingpu mengatasinya dengan continous level yang diterapkan pada banyak bagian. Bangunan-bangunan yang berada pada klaster bertembok memiliki tinggi tidak lebih dari pada sirkulasi tembok batu itu sendiri. Hal ini diterapkan agar tidak ada kekacauan jika dilihat dari luar (jauh).

Pada bagian depan resepsionis juga demikian. Penggunaan water feature pada hotel ini memiliki tujuan utama sebagai elemen visual berupakolamrefleksi(dapatjugamembawaaromatertentusebagai elemen olfaktori). Untuk menunjang keindahan yang dihasilkan dari kolam refleksi tersebut, perletakan area duduk diturunkan. Selain itu, pengguna yang melihat dari tempat duduk akan mendapatkan refleksi dari bangunan atau pemandangan dengan sudut terbaik .



PenglihatPendengarPerabaPenciumPengecap
LorongSirkulasi• PencahayaanUtama: Alami, Redup
• AksenCahaya: Dari Pola Bukaan (Bervariasi)
• View: Dibatasi
• Materal: Batu Outdoor Gelap Doff
• SkalaRuang: Intim
• Vegetasi: -
FlowerGarden• PencahayaanUtama: Outdoor Sunlight

• AksenCahaya: Lampu Kuning (Malam)
• View: Dibatasi


• Materal: Batu Outdoor Gelap Doff
• SkalaRuang: Intim (Outdoor)
• Vegetasi: Pohon Kecil, Perdu
• Suasana: Sunyi, Langkah Kaki
• Aksen: Bervariasi terhadap ruang sekitar
• Isolasi: Ruang semi-tertutup
• Suhu: Dingin (Lingkungan)
• Kelembapan: -
• Shading: Pola Penyusunan Batu
• Material: Batu: Kasar, Rata

• Suasana: Bau Alami Material
• Aksen: Bervariasi terhadap ruang sekitar
• Umum: -
• Khas: -
• Suasana: (Sunyi) Angin + Pepohonan
• Aksen: -
• Isolasi: Batas Dinding
• Suhu: Dingin (Lingkungan)
• Kelembapan: -
• Shading: -
• (M) Lantai: Kasar, Rata
• Suasana: Taman
• Aksen: Bunga
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong41
Gambar3.1.2.8 SuasanaLorongSirkulasiTsingpuYangzhouRetreat Sumber Archdaily Gambar3.1.2.9 SuasanaFlowerGardenTsingpuYangzhouRetreat Sumber styleanddecormagz.com3.1.3 The Kayon Jungle Resort

TheKayonJungleResort merupakan Hotel-Resor yang terletak di Bali, Indonesia dengan



kontur yang cukup ekstrem. Kayon Jungle Resort merupakan resor ke-12 dari Pramana Boutique Resort (manajemen perhotelan di Bali). "The Kayon Jungle Resort has been created to take guests on a journey that stimulates the senses." - thekayonjungleresort.com

Studi preseden dilakukan pada The Kayon Jungle Resort untuk mempelajari pengalaman ruang yang disajikan berdasarkan lokasi - Bali (tropis) - yang merupakan pilihan banyak orang dalam berlibur. Selain itu, terdapat strategi-strategi yang dapat dimanfaatkan dalam perancangan hotel -


3.1.1 Bumi Surabaya City Resort

Lokasi : Ubud, Bali, Indonesia
Tahun : 2018
Arsitek : Nengah Sarjana
Tipologi Fungsi : Resort, Hotel (All Suite) - Villa
Kelas Hotel : Bintang 5
Tinggi Bangunan : 1 Lantai (Kontur)
Challenge and Potentiality: Contour
Terletak pada lahan yang memiliki kontur ekstrem, hotel-resor ini memiliki tantangan dan potensinya tersendiri. Potensi yang didapat dari lahan berkontur ekstrem antara lain:
1. View
Memiliki pemandangan lanskap yang indah, The Kayon Jungle Resort berhasil merancang desain resor yang merespon pemandangan alam dengan baik menggunakan kontur. Pemandangan dari fasilitas resor, kamar resor, hingga villa tidak terhalang oleh bangunan lainnya maupun alam


2. Kinestesia
Salah satu kekurangan arsitektur pada kebanyakan kota besar adalah kurangnya pengalaman ruang berupa naik-turun perjalanan. Pengalaman ruang ini dapat dirasakan bukan hanya melalui kelima indra dasar, namun juga indra lainnya
Tantangan yang terdapat pada lahan berkontur ekstrem antara lain:
3. Tidakramahdifabel
Salah satu kriteria hotel berbintang lima adalah perhatian terhadap difabel. Walaupun begitu, pada lingkungan berkontur hal ini cukup sulit untuk diterapkan. Hotel-resor ini merespon tantangan tersebut dengan menggunakan teknologi transportasi dan menyediakan jalur ramp

Gambar3.1.3.3 PerspektifDesainTheKayonJungleResort
Gambar3.1.3.4 BirdeyeView(Kontur)
Gambar3.1.3.5 BuggyService
Sumber Tripadvisor
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong43Design Strategy 01 Layered Pool






Salah satu keunikan dari resor ini adalah desain kolam renang bertingkat (tiga) yang terinspirasi dari lingkungan (terasering) di Bali. Penggunaan kolam bertingkat ini selain sebagai elemen visual dari eksterior atau lantai atas, juga memberikan elemen visual bagi ruang yang beradadi bawah kolam (lounge) yaitu waterfall. Waterfeature berupa waterfall ini juga memberikan elemen auditori berupa bunyi gemercik air. Berada di lahan yang memiliki kontur cukup ekstrem, kolam renang berundak ini juga memberikan kemudahan akses bagi tamu yang menginap

Design Strategy 02 Material Variation
The Kayon Jungle Resort menggunakan banyak variasi material. Mulai dari kayu, bambu, rotan, marmer, hingga berbagai jenis batu alam. Pengalaman ruang yang didapat dari penggunaan material ini juga bervariasi, seperti penggunaan wood deck yang menghasilkan suara saat seseorang melangkah.




Design Strategy 03 Statue and Cloth
Penggunaan patung sebagai salah satu karakteristik Bali juga kembali lagi ditemukan (selain preseden 3.1.1) pada resor Tropis-Bali. Selain penggunaan patung, pada beberapa sumber juga terlihat penggunaan kain bermotif hitam putih kotak-kotak pada beberapa tempat. Penggunaan kain bermotif ini juga merupakan salah satu karakteristik dari Budaya Bali.
Gambar3.1.3.7 SuasanaEntrancePadaResor
Gambar3.1.3.8 SuasanaRestoran
Sumber Tripadvisor
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong45PenglihatPendengarPerabaPenciumPengecap
Entrance• PencahayaanUtama: Outdoor Sunlight


• AksenCahaya: Lampu Taman dan air (Kuning)
• Material: Kayu, Batu
• ElemenRuang: Waterfeature
• Special: Patung dan Kain
Lobby• PencahayaanUtama: Semi Outdoor + Lampu Warm

• AksenCahaya: Spotlight (Kuning) + Sunlight
• View: Lembah
• Materal: Variasi
• SkalaRuang: Monumental
• Vegetasi: Pot Bunga
• Suasana: Langkah Kaki (Kayu)
• Aksen: Waterfeature
• Suhu: Dingin (Lingkungan)
• Kelembapan: Waterfeature
• Shading: -
• Material: -
• Suasana: Alam + Waterfeature
• Aksen: Parfum Hotel + Bunga Lobby
• Suasana: Waterfeature

• Suhu: Dingin (Lingkungan)
• Kelembapan: Waterfeature
• (M) Sofa - Kain
• (M) Kolom - Batu alam, Kasar-Halus, Dingin, Rata
• Suasana: Alam + Waterfeature
• Aksen: Parfum Hotel + Bunga Lobby

3.1.4 Lost Lindenberg Guest House

LostLindenbergGuestHouse merupakan Hotel yang terletak di Bali, Indonesi. Lost Lindenberg Guest House memiliki konsep tidak biasa, menyajikan pengalaman seperti mimpi di tengah hutan mistis. Hotel ini juga mempunyai ruang dan jalan setapak yang ditinggikan dari permukaan.
Studi preseden dilakukan pada Lost Lindenberg Guest House untuk mempelajari pengalaman ruang yang tidak biasa ditemukan pada arsitektur, namun pernah dirasakan (baik langsung maupun tidak langsung) oleh pengguna. Selain itu, terdapat strategi-strategi yang dapat dimanfaatkan dalam
3.1.1 Bumi Surabaya City Resort
Lokasi : Pekutatan, Bali, Indonesia
Tahun : 2022
Luas Lahan : ± 4000 sqm
Arsitek : Alexis Dornier, Studio Jencquel
Tipologi Fungsi : Hotel - Guest House



Tinggi Bangunan : 4 Lantai (Kontur)

Design Strategy 01 Elevated

"Constructed beside tall coconut trees, the staggered towers provide a glimpse of the sea in front", Dornier, dalam Abdel (2022). "Melihat sekilas" menyajikan pengalaman ruang yang berbeda dari menyajikan pemandangan yang luas. Pengalaman tersebut dapat menimbulkan rasa penasaran dan menambah konsep "lost" atau tersesat di hotel ini. Walaupun alasan dibalik strategi desain ini mengarah kepada elemen visual, pegalaman ruang yang disajikansebenarnyaberpengaruhterhadapindralain.Atmosfer yang terdapat di sisi pohon dan di bawah pohon berbeda. Suhu, kelembapan, kecepatan angin, naungan, dan kualitas bunyi dapat berbeda.

Design Strategy 02 Clean Lines
Hotel, resor, maupun guesthouse yang memiliki konsep lush-greenery seringkali memberikankesantradisional(sepertiThe Kayon Jungle Resort). Penggunaan garisgaris yang bersih-tajam dan material alami dapat memberikan kesan modern, namun tetap pada taraf lush-greenery pada lingkungan tropis.






3.1.5 Taman Jakarta

Studipreseden dilakukan pada pada dua taman di Jakarta sebagai studi pengalaman ruang yang dilakukanpenulis.Dalamstudipresedensebelumnya(dilakukansecaraonline),penulistidakdapat melakukan studi mendalam untuk elemen olfaktori dan gustatory, sehingga perlu adanya studi langsung khususnya taman atau hutan. Studi dilakukan pada taman di Jakartakarena untukmencari bagaimana strategi taman di Jakarta dalam merespon kawasan urban.
3.1.1 Bumi Surabaya City
Lokasi1
Nama : Taman Suropati
Lokasi : Menteng, Jakarta Pusat
Luas Lahan : ± 16.500 sqm
Lokasi2
Nama : Tebet Eco Park



Lokasi : Tebet, Jakarta Selatan
Luas Lahan : ± 78.000 sqm
Pengalaman Multisensori: Taman Suropati
• Dalamsegivisual, taman ini memiliki keunggulan dibandingkan taman lain (di Indonesia) berupa kebersihan dan kerapihan. Berada di tengah-tengah jalan, taman ini mampu membatasi pemandangan jalan yang ramai dengan banyaknya vegetasi. Aksen utama pada taman ini terletak di tengah taman berupa rangkaian vegetasi yang memiliki variasi warna. Penggunaan vegetasi juga menjadi naungan dari taman ini, khususnya Pohon Khaya berjumlah 3 pohon.

• Dalamsegiaudio, taman ini berusaha membawa burung ke dalam taman. Walaupun demikian, suara dari burung-burung yang ada dapat dengan mudah dikalahkan oleh bunyi-bunyi lain. Taman ini memiiliki waterfeature berupa air mancur. Bunyi yang dihasilkan juga tidak terlalu signifikan. Bunyi berikutnya adalah bunyi alat penyiraman (pada saat observasi). Bunyi ini dapat dikatakan merupakan identitas taman, namun tidakdengansuasana"hutan".Walaupundikawasanurbandandihimpitjalan,kawasan sekitar taman ini relatif sepi, sehingga bukan menjadi tantangan.


• Dalamsegiperabaan, tamaninimenyajikanlorongvegetasi.Penggunaanlorongvegetasiinimengisolasiruang,sehinggapenungjungdapatdenganlebihintimberinteraksi dengan vegetasi yang ada. Strategi unik yang dapat diambil dalam taman ini adalah penggunaan jalananrefleksi memakai batu.Padatamanpublik, sangat jarang ditemukan pengunjung yang melepas alas kakinya, sehingga dengan memperjelas fungsi jalan ini mengajak pengunjung untuk melewatinya.
• Dalamsegipenciuman, tamaninitidakmemilikibauyangsignifikan(aksen).Bauyang dihasilkan pada Taman Suropati merupakan bau taman pada umunya. Bau tersebut merupakan kombinasi dari bau-bau vegetasi, tanah, material, dan elemen lainnya.
• Dalamsegipengecapan, tamaninitidakmenyajikanruangspesifikterhadapmakanan atau minuman tertentu, maupun menyajikan kuliner.
Gambar3.1.5.3 SuasanaTamanSuropati
Sumber penulis
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong53

Sumber penulis
Pengalaman Multisensori: Tebet Eco Park



• Dalamsegivisual, taman ini tidak seteduh Taman Suropati karena jenis yang dipakai, salah satunya adalah rainbow eucalyptu. Variasi warna pada vegetasi tidak terlalu terlihat. Hal ini dikarenakankondisivegetasi(bunga)yangkurangbaikdanskala yang relatif kecil dibandingkan besar taman ini. Selain vegetasi, terdapat saluranair yang melewati lahanini. Aliranair ditekankan dengan pemakaian jembatan. Selain elemen alam, terdapat infrastruktur mencolok berupa ramp untuk menyebrangi jalan. Infrastuktur ini menarik banyak perhatian media dengan pemakain warna yang mencolok.

• Dalamsegiaudio, taman ini sangat sunyi. Hal ini dikarenakan lahannya yang besar. Pada beberapa tempat, aliran air terdistrupsi oleh batu-batuan sehingga menimbulkan bunyi air. Pada saat observasi, bunyi dari burung maupun serangga tidak terdengar
• Dalamsegiperabaan, taman ini memiliki jembatan sebagai pengalaman kinestesia. Jembatan dapat diakses sebagai ramp, maupun tangga. Pada saat menaiki tangga, banyak pengunjung menggunakan susur tangga, karena tangga yang kurang nyaman. Hal ini dapat digunakan sebagai strategi untuk "memaksa" orang mengalami ruang menggunakan indra perabaan. Selain terhadap railing, penggunaan net pada pohon merupakan strategi yang cerdas dalam memberikan pengalaman ruang perabaan.Pemakaianbatu-batupadajalanbukanutamakurang dapat dikategorikan sebagai indra perabaan karena pengunjung tidak merasakannya langsung menggunakan kaki mereka.

• Dalamsegipenciuman, tamaninimemilikivariasivegetasiyangbanyak.Akan tetapi, hanya sedikit variasi vegetasi saja yang memiliki aroma yang cukup signifikan. Salah satunya adalah Bunga Kemuning. Diantara lima pengalaman indrawi yang terdapat pada taman ini. Pengalaman olfaktori merupakan pengalaman ruang yang paling buruk. Taman ini memiliki baubusuk pekat dari aliran air yang ada. Bau busuk tersebut hingga mencapai luar taman. Bau busuk ini sangat mendominasi, sehingga bau bunga dan vegetasi lain tidak berpengaruh
• Dalamsegipengecapan, taman ini berpotensi menyajikan pengalaman gustatory dengan penggunaan Bunga Asoka. Hanya saja, pada saat observasi, bungatidakdalamkondisiyangbaik,sehinggatidakterdapatgulapadabunga. Selain itu, taman ini tidak menyajikan ruang spesifik terhadap makanan atau minuman tertentu, maupun menyajikan kuliner.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong55 Gambar3.1.5.5 PengalamanPenciumandanPengecapanTebetEcoPark Sumber penulis3.2.1 Gambaran Umum Lahan
Site atau lahan terletak di Tangerang, Indonesia. Pengalaman ruang berupa persepsi maupun konsepsi melibatkan memori atau pengalaman seseorang. Pemilihansite (skalanegara) didasarkanpadapertimbanganpengalamanruang tersebut. Pengalaman ruang didasarkan oleh iklim, topografi, suasana, budaya, dan bahasa di Negara Indonesia.

3.1.1 Analisis Makro
Lokasi : Tangerang,Indonesia


Wilayah : Jabodetabek
Zona Interaksi : Sub-Urban
Iklim : Tropis
Gambar3.2.1.1 PetaLahanPerancangan(SkalaNasional)
Sumber penulis
Gambar3.2.1.2 VisualisasiLanskapyangAkrabdenganCalonPengguna
Gambar3.2.1.3 VisualisasiBudayayangAkrabdenganCalonPengguna
Sumber Unsplash







3.2.2 Pertimbangan Pemilihan Site

DaerahSub-Urban dipilih karena terdapat keseimbangan antara kelemahan (tantangan) dan kelebihan (potensi) pada lingkungan. Resort yang pada umumnya terletak di daerah pedesaan (rural) dianggap memiliki potensi lahan terlalu kuat, sehingga pendekatan arsitektur multisensori tidak terlalu signifikan. (dibahas lebih lanjut pada bab 4).
Pendekatan arsitektur multisensori sangat erat kaitannya dengan pengalaman ruang. Pertimbangan pemilihan lahan berikutnya didasari oleh kedekatan (hubungan) perancang dengan lahan beserta memorinya.
(Target Pasar) Sebagai hotel-resor, pengalaman ruang merupakan aspek yang sangat penting. Dalam penyajiannya, tipologi arsitektur ini memerlukan biaya yang cukup besar. Lokasi lahan dipilih karena mempertimbangkan target pasar. Tipologi fungsi bangunanhotel -resor jugatidakditemukan padajangkauan observasi
(Jarak).Salah satu kelebihan pemilihan lokasi di sub-urban adalah dekat dengan perkotaandan memiliki infrastruktur yang baik. Dengan waktu tempuh yang singkat, hotel-resor ini dapat menjadi tempat refreshing atau healing bahkan pada hari kerja.

(Transisi). Lahan berada di kawasan The Springs, Summarecon Serpong. Pemilihan lokasi didasari oleh pertimbangan adanya transisi dari jalan yang ramai, jalan yang sedikit ramai, hingga jalan yang sepi. Transisi ini seringkali merupakan bagian dari pengalaman berkunjung ke hotel-resor, sehingga dirasa sangat penting.
Legenda.
Tipologi Fungsi Komersial
Tipologi Fungsi Edukasi
Tipologi Fungsi Industri
Tipologi Fungsi Lainnya
RTH
Sungai, Danau Aliran Air
Lokasi Lahan

Resor Sekitar
AnalisisMakro,GadingSerpongdanSekitar Sumber penulis
Gambar3.2.2.1




3.2.3 Analisis RTRW
Site atau lahan terletak di Kelurahan Cihuni, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten. Menurut rencana tata ruang wilayahtahun2011-2031KabupatenTangerang,lokasi lahanterletak pada kawasan permukiman kepadatan sedang.
Lokasi lahan berdekatan dengan jalur pipa gas, saluran irigasi, dan Sungai Cisadane. Garis sempadan sungai maksimal (tak bertanggul dan daerah pengaliran sungai seluas 500 km2 atau lebih) adalah 100m.Garissempadanirigasimaksimal(debit>4m3/detik) adalah 5m. Garis sempadan pipa gas maksimal (tekanan 50 - 100 bar) 7,5 meter. Jalur irigasi yang terdapat pada peta RTRW berbeda dengan kondisi, sehingga menggunakanacuan kondisi pada saat observasi. Dalam hal ini, lahan tidak bersinggungan dengan garis sempadan sungai, aliran irigasi, maupun pipa gas
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong59

3.2.4 Analisis Skala Meso


Lokasi,Sirkulasi,danPotensi-Tantangan
Lokasi lahan berada dekat dengan Cluster Flamingo dan Cluster Pelican di Kawasan The Springs, Gading Serpong. Pemilihan lokasi The Springs dikaitkan dengan adanya proses transisi dari jalan ramai, sedikit ramai, sepi,hinggasangatsepi(ditunjukandenganpenggunaanwarna).Padaarea sekitarlahan,terdapatbeberapapotensi maupuntantangan.Potensi-tantangan tersebut adalah:

1. TheSpringsClub
TheSpringsClubmerupakanfasilitasolahragayangberadadikawasanThe Springs. Fasilitas olahraga yang disediakan sangat beragam. Berada pada satu kawasan, hotel - resor ini dapat bekerja sama dengan The springs Club, sehingga lahan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain

2. KawasanRukoKuliner
Sepanjang deret jalan menuju BSD terdapat banyak ruko (komersial) yang menyediakan berbagai kuliner. Kawasan ruko ini sudah dirancang sebagai pusatkuliner(dilihatdariprogramruangnya).Kawasanrukoiniberadapada radiun 400m dari lahan, sehingga pengunjung hotel - resor dapat berjalan kaki untuk mencari makan, khususnya pada malam hari.
3. MakamKeramatSyekhSangaJati
Pada bagian selatan lahan terdapat makam keramat. Secara makro (dlihat dari peta), fakta bahwa lahan berdekatan dengan makam tidak bisa dihilangkan. Kendati demikian, perlakuan di dalam lahan dapat menghilangkan presensi dari makam keramat (dari sudut pandang pengunjung.
3.2.4 Analisis Skala Meso
AnalisisView
Bangunan pada lokasi ini tidak dapat bertingkat banyak, sehingga analisis yang dilakukan berupa low and mid view saja. Rincian analisis view sebagai berikut:
1. (Best)LowView

Lahan berkontur, menurun menuju sungai (timur), sehingga jarak pandang luas.Viewyangdidapatberupapemandanganyangmasihnatural.Pemandanganberupapadangluas,SungaiCisadane,danderetanPohonTrembesi dari hunian seberang
2. (Great)LowView
Lahan berada di lingkungan yang masih alami, sehingga view merupakan vegetasi sekitar. Dalam masterplan Summarecon, bagian selatan lahan akandigunakansebagaihunian(cluster).Viewmenghadapkehunianmasih digolongkan great view.
3. (Best)MidView
Pemandangan yang didapat dengan ketinggian sedang dan menghadap sesuai nomor 3 adalah kawasan hunian elit BSD, Bukit Golf. Kawasan ini juga termasuk lapangan golf (Damai Indah Golf). Pemandangan ini akan relatif akan terus bagus dari tahun ke tahun
4. (Great)MidView
Pemandangan yang didapat merupakan kawasan Summarecon Serpong, Paramount Serpong, dan Bumi Serpong Damai. Pemandangan kurang memiliki keteraturan, namun masih memiliki benang merah.
5. (Bad)MidView
Pemandangan yang didapat kurang bagus. Pemandangan tidak memiliki keteraturan dan potensi alam. Pemandangan ini kerap ditemukan di kota besar Indonesia
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong61
Gambar3.2.4.4 ViewAnalysis Sumber Penulis







3.2.5 Analisis Skala Mikro
GambaranUmum
Lahan perancangan berada pada sisi utara lahan kosong. Luas lahan perancangan adalah 31.488 sqm. Mengacu pada data Summarecon, lahan bersebelahan dengan jalur pipa gas dan aliran airw. Garis sempadan jalur pipa dan aliran air memotong lima meter ke dalam lahan. Selain itu, lahan menduduki jalur inspeksi eksisting, sehingga perlu menyediakan jalur pengganti.
Peraturan

1. KDB 60%
2. GSB 5- 8m
3. KLB 3
Kontur
• Kemiringan Rata-rata 2.4%
• Jumlah Lantai Kontur yang terbentuk @4m adalah 2 Lantai termasuk
IsometriKonturdanPotonganKontur







*Tinggi Pohon 9.3m
**Perbedaan warna adalah perbedaan ketinggian sebesar 0,5m











BatasLahan
Lahan bentuk persegi panjang dengan sisi terpanjangnya 283.5 m. Batas lahan sebelah Tenggara dan Barat Daya berupa vegetasi (bagian barat daya akan digunakan sebagai cluster.
AnalisisBunyi
Pada lahan ini, terdapat bunyi yang dapat menjadi keunggulan dan terdapat bunyi yang perlu dihindari
1. BunyiAlam
Suasana bunyi yang terdapat pada lahan ini masih natural dengan adanya binatang (Burung, Tonggeret, jangkrik) dan vegetasi
2. AliranSungai
Bunyidarialiransungairelatiifsunyidantidakdapat didengar dari lahan
3. Ibadah
Pada analisis meso, didapatkan informasi bahwa tidak adanya masjid di dekat lahan. Akan tetapi, waktu obeservasi dilakukan pada malam hari, terdapat acara ibadah. Kemungkinan besar berasal dari selatan lahan yaitu makam keramat
4. Jalan
Bunyi tidak diinginkan dari jalan relatif tidak ada. Hal ini dikarenakan jalan pada depan lahan hanya diperuntukan untuk dua cluster.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong67
Gambar3.2.5.5 AnalisisMikro4 Sumber PenulisBAB 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Problem Statement
4.2 Penerapan Arsitektur Multisensori
4.3 Strategi Desain
4.4 Konsep Perancangan
4.5 Program Perancangan
4.6 Detail Perancangan
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong69
4.1 Analisis Problem Statement
ArsitekturMultisensori
Pengalaman ruang yang dirasakan manusia adalah pengalaman multisensori. Permasalahnnya, seringkali arsitek hanya tidak sengaja menciptakan atau bahkan tidak memperhatikan pengalaman ruang multi indra. Pendekatan arsitektur multisensori memperhatikan elemen indrawi terhadap indra-indra manusia, beserta kordinasiantaraindra-indraterebut.Indrapenglihatanmerupakanindra yang paling dominan dalam mengambil perhatian seseorang. Akan tetapi, pengalaman ruang yang dirasakan seseorang kebanyakan berada pada kondisi alam bawah sadar, sehingga mengabaikan indra lain dapat memiliki dampak yang sangat besar.
Pengabaian pengalaman multisensori pada arsitektur dapat berdampak buruk mulai dari kehilangan identitas ruang, gangguan kosentrasi bagi pengguna, maupun turunnya keamanan pengguna dari wabah penyakit.
Dalam penerapannya, arsitektur multisensori tidak harus meningkatkan kualitas semua pengalaman indrawi. Penyajian pengalaman indrawi menyesuaikan pengalaman ruang yang ingin disajikan. Arsitektur multisensori dapat berkaitan erat dengan tipologi fungsi bangunan.Padatipologifungihotel-resor,fokuspengalamanruang yang disajikan adalahrelaksasi. Pada tipologi fungsi bangunan kantor,pengalamanruangharusseimbangantararelaksasidankondisi fokus bekerja.
Pengalaman ruang yang dirasakan manusia dapat berupa sensasi, persepsi, maupun konsepsi. Dalam persepsi maupun konsepsi terdapat keterlibatan pemikiran dan memori individu. Arsitektur multisensori, yang erat kaitannya dengan pengalaman ruang, bersifat kontekstual. Kontekstual terhadap lingkungan dan pengguna. Pengalaman ruang Hotel Tsingpu yang berada di China, dapat tidak memiliki kedekatan secara emosial untuk pengunjung Indonesia. Begitu juga sebaliknya.
Tidak ada salahnya menyajikan pengalaman baru bagi pengguna bangunan. Pengalaman ruang berupa sensasi dapat dikatakan sebagaipengalamanpertamadariindividu.Dalampenerapannyakonteks lingkungan dan pengguna juga tetap menjadi perhatian. Sepertihalnyaseleramakan,tidakmudahuntukmembuatpengalaman ruang (baru) yang berbanding 180 derajat terbalik dengan memori
(selera) pengguna. Kendati demikian, sebagai riset dan proposal desain perlu adanya trobosan pada dunia arsitektur multisensori untukmenyajikanpengalamanruangyangbaru.Pengalamanruang yang barudapat berarti barupadatipologi fungsi tertentu, baruuntuk kelompok pengguna, baru untuk lokasi, ataupun baru di dalam dunia arsitektur.
1. Menyajikan pengalaman ruang multisensori berupa persepsi dankonsepsidengankontekslokasidiIndonesia,kontekspenggunaorang Indonesia (mayoritas) dan konteks ruang beruparesor.
2. Konsep utama berasal dari persepsi dan konsepsi. Pilihan konsep resor antara lain resor pantai, resor hutan tropis, resor pegunungan, dan resor kota (urban resort). Konsep utama yang tidak dapat diterapkan antara lain resor gurun, resor musim dingin (salju), resor savanna, maupun resor dengan kondisi yang penduduk bumi belum pernah rasakan
3. Menyajikan pengalaman ruang multisensori berupa sensasi (baru) terhadap konteks (lokasi dan pengguna)
4. Pengalaman ruang sensasi (baru) tidak dapat digunakan sebagai konsep utama, namun beberapa ruang spesifik (konsep turunan)
Gambar4.1.0.1 DesertResort Sumber visasignaturehotels.com

Gambar4.1.0.2 CaveBeachResort Sumber trivago.ca


Gambar4.1.0.3 HiltonMooreaLagoonResortandSpa Sumber cntraveler.com



KonteksLahan


Berdasarkan analisis tapak, beberapa problem statement yang dapat diambil adalah:
1. View eksisting sebagai potensi terbesar berada pada bagian timur, sehingga fokus utama orientasi bangunan adalah menghadap Timur
2. Kontur pada lahan cenderung tidak ada (landai). Konsep bangunan single loaded menghadap ke kontur lebih rendah tidak memiliki efisiensi sebesar pada lahan berkontur cukup ekstrem
3. Jumlah lantai yang terbentuk akibat kontur hanya satu (@4m), sehingga difokuskan untuk fasilitas kolam renang dan lounge.
4. Penempatan sound barrier (vegetasi atau bangunan indoor) di antara ruang prioritas, yaitu ruang kamar dan outdoor area. Bunyi terbesar yang ingin di eliminasi berasal dari pemakaman (selatan)danbunyikeduaterbesarberasaldarijalan(baratlaut).
5. Terdapat sumber bunyi terbesar dari pemakaman. Walaupun demikian, bunyi tersebut bersifat sementara tidak seperti bunyi jalan. Penerapan sound masking (jika kualitas audio masih kurang) bersifat adaptif menyesuaikan kebutuhan
6. Arah gerak angin sangat dominan menuju selatan, dilanjut tenggara. Penempatan ruang kamar diletakan pada bagian paling utara, dilanjut ruang fasilitas, lalu ruang servis yang menimbulkan bau.
7. Restoran indoor diprioritaskan berada pada bagian lebih utara atau barat laut dibandingkan restoran outdoor dengan konsep open kitchen. Walaupun demikian, barrier yang cukup tidakmenutup kemungkianan adanya perubahan lokasi
PengeliminasianElemenIndrawi. ex.penggunaanmaterial absorber untuk menghilangkan refleksi bunyi
PenguranganElemenIndrawi ex. penghawaan yang baik untuk mengurangi zat kimia penyebab SBS
PembatasanElemenIndrawi ex. membuat frame pemandangan
1 1 2 2 * 3



PenambahanElemenIndrawi. ex. menyajikan aroma parfum ruangan
4.2 Penerapan Arsitektur Multisensori

Setelah melakukan studi pustaka dan studi preseden, perlakuan dalam arsitektur multisensori dapat menjadi dua kelompok besar. Kombinasi antara kedua perlakuan merupakan penerapan arsitektur multisensori yang baik
Kelompok pertama adalah menghilangkan, meminimalisir atau membatasi elemen indrawi yang tidak diinginkan. Dari studi pustaka maupun studi preseden, perhatian indra selain visual seringkali hanya sebatas taraf ini.






Kelompok kedua adalah penambagan, penekanan, maupun menyajikan elemen indrawi baru untuk menambah kualitas pengalaman ruang.
PenekananElemenIndrawi ex. penggunaan material atap membran untuk menekankan bunyi hujan
Eksperimen dalam menyajikan pengalaman ruang (sensasi) yang belum pernah dipakai
Gambar4.3.0.1 RuangDenganElemenIndrawiMinimal Sumber PhotobyAndrewSpenceronUnsplash
4.3 Strategi Umum*
Dalampenerapanarsitekturmultisensori,terdapatberbagai strategiyangdapatditerapkan.Strategi-strategidesaindigolongkanberdasarkanindradanskalamenjadidua.
Strategiumum merupakanmerupakanstrategidesainyang mempengaruhilebihdarisatuindra.Strategiumumcenderung memilikiskalaluasdanmenjadigambaranbesardesainyang berpengaruhdaritahapawaldesain.
*Strategi-strategidesainyangdisebutkandalamlaporanini hanyasebagian,yangdianggapmerupakanstrategiyangjarang digunakanataumenarikuntukdisebutkan
4.3.1 Restart Space
Only miss the sun when it starts to snow~. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang mungkin dapat memiliki pengalaman indrawi yang baik. Akan tetapi, karena individu tersebut sudah terbiasa, pengalaman ruang tersebut sudah tidak memiliki nilai lebih lagi. Sebagai penyambut pada bangunan, bagian entrance atau jalan masuk dapat berfungsi sebagai restart button
Pada penerapannya, jalan masuk dapat dibuat menyerupai goa. Inti dari strategi ini adalah mengurangi intesitas elemen indrawi sebelum masuk bagunan. Dengan penggunaan strategi ini, pengunjung akan lebih menghargai pengalaman ruang apa yang disajikan dibalik entrance tersebut.
Membatasidanbukanmenghilangkanelemenindrawi.Seperti pada studi preseden (4) yang "mengintip" pemandangan laut. Konsep dari ruang ini juga menggunakan strategi tersebut, sehingga tetap mengajak pengunjung untuk masuk ke dalam bangunan.
Salah satu kekurangan dari penerapan strategi ini adalah kurangnya eksposure terhadap jalan (aspek komersial). Walaupun demikian, penggunaan teknologi sebagai marketing sudah lebih maju. Jika dilihat dari kondisi perancangan tulisan ini, penerapan strategi ini lebih banyak kelebihan daripada kekurangannya
Gambar4.3.1.1 IlustrasiRefreshSpace




Sumber PhotobyVruyrMartirosyanonUnsplash

4.3.2 Waterfall (Feature)



Penggunaan fitur air dapat membawa berbagai macam elemen indrawi ke dalam ruang. Dengan dipadukan dengan kontur (atau memiliki ketinggian yang besar), penggunaan fitur air terjun sudah dapat menjadi nilai jual utama dari suatu karya arsitektur. Hal ini dapat dilihat dari The Kayon Jungle Resort maupun The Gaia Hotel Bandung.
Selain sebagai elemen visual, penggunaan fitur air terjun menghadirkan elemen audio pada ruang sekitar. Bunyi yang dihasilkan dapat menjadi penyambut pertama karena sifat pengalaman ruang audio yang pasif (tidak seperti visual). Dipadukan dengan strategi refresh space, bunyi yang dihasilkan memiliki peran yang sama pentingnyadengankeindahan (elemen visual) dari fitur air terjun.



Dibandingkan dengan fitur air lain, fitur air terjun seringkali dapat memberikan elemen taktil langsung terhadap pengguna. Fitur air dapat memberikan elemen taktil tidak langsung berupa kelembapan dan penurunan suhu yang dirasakan pengguna. Sedangkan elemen taktil langung yang dapat dirasakan pengunjung adalah percikan air. Sama seperti elemen taktil lain, kebersihan dari elemen taktil perlu dijaga terutama pada saat pandemi covid.
Walaupun sedikit, fitur air terjun sebagai elemen olfaktori dapat memberikan bau tergantung dari kualitas air yang digunakan. Fitur air tidak memiliki dampak langusung sebagai elemen gustatory. Fitur air yang berdampak kepada suhu dan kelembapan memiliki dampak tidak langsung sebagai elemen olfaktori dan gustatory

4.3.3 Instant Edible Fruit, or Flower


Dalam usaha melibatkan indra pengecapan secara langsung di dalam pengalaman ruang arsitektur, strategi yang dapat diterapkan adalah menyajikan vegetasi yang dapat langsung dimakan. Strategi ini dapat memberikan identitas ruang secara pasif (tidak melibatkan aktivitas langsung, seperti rumah makan). Pada studi preseden(5),ditemukanpemakaianBungaAsoka.Selainitu,BuahKersen,Strawberry, Anggur, Apel, Jeruk kupas, Jambu Air, bahkan Belimbing Wuluh yang lebih sering ditemukan di kawasan hunian.
Selain sebagai elemen gustatory, penggunaan taman buah dapat berkontribusi juga sebagai elemen oflaktor. Bau yang dihasilkan, walaupun tidak signifikan jika dicium secara individu, memiliki kontribusi yang besar dalam membuat suasana bau secara keseluruhan. Dari segi perabaan, pengunjung yang tertarik mengkonsumsi buah atau bunga yang disajikan perlu memegangnya terlebih dahulu. Bada kasus tertentu, pengunjung harus mencuci buah atau tangannya. Dalam hal itu maka strategi lain bisa digunakan sebagai sambungan dari strategi ini. Walaupun memiliki dampak pada pengalaman audio, namun pengalaman ruang yang dirasakan tergolong tidak signifikan




Penerapan taman dengan buah spesifik juga dapat menjadi nilai jual dari resor ini.
Gambar4.3.3.1 IlustrasiKegiatanYangDapatDilakukanPadaTamanBuah
Sumber PhotobyFidelFernandoonUnsplash
Gambar4.3.3.2 IlustrasiTamanBuah

Sumber PhotobyÁrpádCzapponUnsplash

4.3.4 Kontur



Resort, erat kaitannya dengan daerah rural,dimana pemandangan masih asri. Dari sisi selain pemandangan, daerah tersebut seringkali memiliki ciri yaitu berkontur. Kontur mempengaruhi banyak indra. Pengalaman sensori yang dihasilkan dapat meningkat maupun berkurang seperti indra penglihatan. Umumnya, semakin tinggi ruang, maka pengalaman sensori visual semakin meningkat. Pengalaman kinaesthesia, yang merupakan turunan indra perabaan mengalami peningkatan paling banyak.

4.3 Strategi Khusus*
Dalam penerapan arsitektur multisensori, terdapat berbagai strategi yang dapat diterapkan. Strategi-strategi desain digolongkan berdasarkanindradanskalamenjadidua.
Strategi khusus merupakan merupakan strategi desain yang berfokus pada satu indra.Strategikhususcenderungmemilikiskala lebih kecil dan dapat merupakan bagian interiorbangunan.
*Strategi-strategi desain yang disebutkan dalam laporan ini hanya sebagian, yang dianggap merupakan strategi yang jarang digunakanataumenarikuntukdisebutkan
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong79
4.3.5 Mirror As An Illusion Of Space
Dari studi pustaka mengenai penglihatan, elemen visual dua dimesi (seperti layar memilikiperbedaandenganbendatigadimensiyaitujaraksumbercahayayangditerima oleh mata atau kedalaman (depth). Jika dilihat dari kejauhan, mungkin pengamat tidak dapat membedakannya.Akantetapi padaskalaruang yanglebihintim,penggunaansepertilayarsebagai penyediaviewtidakdapatmemberikanpengalamanruang seperti view asli.
Pada hotel - resor yang memiliki lahan terbatas, ruang kamar yang disajikan seringkali berdampingan langsung dengan kamar lain. Penggunaan cermin merupakan alternatifuntukmemberikanviewataupandanganyangluas.Berbedadenganmenggunakanlayar,penggunaancerminmemberikankedalaman(berhubungandenganjarak fokus mata) yang bervariasi, tidak seperti layar - bahkan VR headset - ditangkap mata sebagai bidang yang datar (satu jarak fokus). Cermin sudah sering digunakan di dalam arsitektur untuk membawa kesan luas dari suatu ruang. Walaupun demikian, pengamat dapat membedakan atau hanya perlu sedikit waktu saja untuk membedakan apakah itu cermin atau ruang asli. Dikarenakan pengamat yang sudah memiliki asosiasi bahwa apa yang mereka lihat merupakan cermin, kesan luas yang dihasilkan tidak dapat maksimal.
Pengamat (dalam arti pengguna ruang) dapat mengidentifikasi cermin melalui beberapahal.Alasanmengapapengamatdapatmengidentifikasiadanyacerminantaralain
1. Adanya refleksi yang kentara seperti tanaman yang ada dua dan identik pada ruang dalam (gambar
2. Adanya refleksi pengamat di cermin

3. Adanya seam pada panel-panel cermin terutama pada bidang yang luas
4. Tidak adanya kemungkinan adanya ruang dibalik cermin tersebut (gambar
Perluadanyaperlakuankhususdalam menerapkancerminpadaruangsehinggapengamat dapat memiliki persepsi bahwa terdapat ruang lain dibalik cermin. Jika pengamat tidak dapat membedakan cermin maupun asli, maka ruang yang dirasakan akan menjadi luas dan nyata. Perlakuan yang diterapkan antara lain adalah:
1. Menggunakan sudut yang tidak perpendikular dengan ruang
2. Menghindari perletakan benda yang sangat dekat dengan cermin
3. Menggunakanframesepertijendelaataupintuuntukmemberikankesanterdapat "ruang" di balik frame tersebut
4. Menggunakan frame sebagai kamuflase seam cermin
5. Meletakan cermin pada daerah yang tidak sering atau tidak dapat diakses







4.3.6 Reflected Artificial Light
Penggunaan lampu sebagai pencahayaan sudah umum digunakan di ruang dalam. Pencahyaan buatan berupa rangkaian lampu menggunakan intensitas dan white balance tertentu (penggunaan lampu warna pada umumnya hanya sebagai aksen) sesuai dengan kebutuhan. Walaupun demikian, pencahyaan buatan pada ruang seringkali tidak memiliki identitas akan waktu. Hampir semua pencahayaan buatan yang digunakan pada arsitektur hanya menyajikan satu kondisi saja (tidak termasuk pada saat lampu dimatikan). Hal ini tidak sesuai dengan kondisi sebelum adanyapencahyaanbuatandimanamanusiaseringkalimenggunakanpencahayaan alami.
Lampu yang dapat berubah sepanjang waktu baik dari intensitas maupun white balance sudah banyak ditemukan di pasar. Walaupun demikian penerapannya belum banyak di dalam arsitektur. Pada fungsi bangunan seperti kantor, alasan penggunaan pencahayaan yang tidak berubah sering dikatikan dengan tujuan untuk menjaga konsentrasi pengguna. Hal tersebut dapat diperdebatkan karena distraksi oleh aspek lain jauh lebih besar dan pengguna bangunan tidak mungkin dapat berkonsentrasi sepanjang waktu. Perubahan yang terjadi dengan pencahayaan juga dapat diatur sehingga tidak terlalu signifikan, namun tetap memiliki identitas akan waktu.
Pada fungsi bangunan resor penggunaan pencahayaan alami (selain pencahayaan buatan) sangat diprioritaskan. Akan tetapi, hal ini dapat menjadi tantangan, terutama pada lahan yang sempit. Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan menggunakan pencahayaan tidak langsung dari pencahayaan buatan yang dinamis.
Dengan memanfaatkan sifat pantulan dari cahaya, penggunaan lampu sebagai pencahayaan buatan dapat terlihat natural (tidak tajam). Selanjutnya teknologi lampu yang digunakan dapat menyajikan intensitas dan warna yang berbeda sesuai dengan kondisi di luar menggunakan sensor cahaya. Dikarenakan pengunjung tidak dapat melihat secara langsung sumber cahaya, cahaya yang halus, dan perubahan sesuai kondisi di luar menjadikan ilusi bahwa pencahyaan yang digunakan adalah pencahyaan alami
4.3.7 Adaptable Sound Masking




Sound masking berfungsi untuk memberikan suara background untuk menutupi suara yang tidak diinginkan. Sound masking sering digunakan pada fungsi bangunan kantor, terutama dengan konfigurasi denah terbuka. Sound masking yang baik tidak akan mengganggu pengguna. White noise, pink noise, dan brown noise merupakan contoh dari bunyi yang dapat dipakai sebagai sound masking. Pada fungsi bangunan kantor, bunyi yang ditutupi adalah suara obrolan manusia, sehingga frekuensi yang digunakan tidak tinggi seperti white noise Sound masking yang baik dapat menutupi bunyi yang tidak diinginkan tanpa atau dengan hanya sedikit menghilangkan bunyi yang lain.

Padafungsibangunansepertihoteldanhunian, penerapan sound masking pada frekuensi obrolan manusia seringkali tidak dibutuhkan karena tidak terdapat skenario seperti pada bangunan kantor. Bangunan (tidak melihat tipologi fungsi) memiliki berbagai bunyi yang tidak diinginkan. Bunyi tersebut tidak dapat dieliminasi karena bukan dalam jangkauan bangunan atau merupakan bunyi dari lingkungan. Pada kawasan urban, salah satu bunyi yang tidak diingikan adalah bunyi dari jalandan kendaraan. Walaupundemikian,jikabunyi yang tidakdiinginkan sudah teralu besar, maka penggunaan sound masking juga bukan merupakan langkah yang tepat
Spesifik. Pada studi yang dilakukan pada lahan perancangan, salah satu bunyi yang tidak diinginkan berasal dari makam keramat. Bunyi berupa kegiatan ibadah tidak bersifat permanen, sehingga sound masking menjadi langkah yang tepat selain strategi lain. Penggunaan bunyi sound masking menggunakan fitur air yang mirip sengan white noise (semua frekuensi). Dengan menggunakan fitur air, perubahan intensitas bunyi tidak memberikan kesan aneh.
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong83
Gambar4.3.7.1 WaterFeature:WaterFountain Sumber Unsplash Gambar4.3.7.2 SoundMaskingAlamiBerupaHujan Sumber PhotobyAnnaAtkinsonUnsplash4.3.8 Enhance Natural Element
Pada lingkungan alamiah manusia, identitas ruang memiliki hubungan yang erat dengan waktu. Salah satu hal yang hilang dari arsitektur modern adalah hubungan cuaca dengan ruang yang dirasakan pengguna, terutama pada indra selain visual.Penggunamasihdapatmelihatperubahanalamberupa cuaca dari ruang dalam bangunan, tetapi seringkali bangunan tidak memberikan hubungan sebagai elemen audio (terlebih elemen indra lain). Selain menjaga hubungan antar alam dengan ruang, penekanan terhadap elemen alam tersebut dapat digunakan untuk memberikan pengalaman ruang yang lebih.
Terdapat beberapa strategi penekanan elemen natural untuk menyajikan pengalaman ruang yang baik. Kusari-toi atau chain gutter telah diguanakan pada tradisi Jepang sejak lama. Selain berguna sebagai talang air vertikal untuk memandu jalannyaair, Kusari-toi jugaberfungsi sebagai fiturair.Kusaratoimenggunakanhujanuntukmembuatelemenvisualdanelemen audio.




Pada skala yang lebih besar, penggunaan material terpal atau kain polyester sebagai penutup atap juga dapat memberikan pengalaman ruang yang berkaitan erat dengan cuaca. Ruang tersebut dapat diasosiasikan dengan pengalaman berteduh untuk beristirahat sejenak sambil menikmati makanan dan minuman hangat. Tentu hal tersebut juga perlu mempertimbangkanpenggunadanpengalamanruangyangingindisajikan


4.3.9 Experience Other Element Through Sound
Dalam upaya menyajikan pengalaman ruang yang unik salah satunya adalah dengan menggunakan elemen dari indra lain dan mengkonversinya menjadi indra pendengaran. Elemen yang dikonversi akan lebih baik jikamenggunakan elemennaturalkarena memiliki hubungan dengan waktu. Salah satu contoh yang umum digunakan adalah windchime.Padaarsitekturmultisensori,arsiteksebagaiperancangdiharapkandapat menyajikan konsep pengalaman ruang walaupun dengan hal yang sederhana seperti penggunaan wind chime

Wind chime yang digunakan dapat menggunakan berbagai material untuk menyajikan bunyi yang berbeda. Hal ini akan menyesuaikan konteknya terhadap pengguna bangunan. Untuk perancangan yang dilakukan penulis, penulis memilih wind chime dengan material bambu yang menghadirkan kesan alami pada perancangan.
Selain wind chime yang sering ditemukan di pasar, penggunaan mangkok porselen pada fitur air yang dapat menghadirkan pengalaman ruang tersendiri. Pengalaman ruangyangdihasilkandapatdigunakanpadalobbyhotel(bukanresor)mewahdengan langit-langit yang tinggi (seperti Aman Tokyo).
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong85 Gambar4.3.9.1 WindChime Sumber PhotobyHelenPotteronUnsplash Gambar4.3.9.2 CélesteBoursier-Mougenot:Clinamen Sumber Sfmoma.orgElemen audio tidak harus berupa suara yang "menarik". Bahkan perpaduan antara kain dengan angin dapat memberikan elemen audio yang bersifat ambiens, namun menenangkan. Hal ini merupakan konversi elemen taktil (angin) ke elemen audio. Penggunaan vegetasi berdaun banyak juga dapat membawa kesan yang sama. Dalam Gambar 4.3.9.3, elemen taktil (angin) juga dikonversi menjadi elemen visual yang sangat menarik.
4.3.10 Natural Scent Identity
(LingkunganAlam). Seringkalikurangdiperhatikan, lingkungan alam selalu memberikan bau yang berbedadari waktukewaktu.Halinitidakmudahditiru dengan teknologi, sehingga salah satu langkah paling dasar dalam menghadirkan pengalaman ruang multisensori dan dinamis terhadap waktu adalah denganmembukaruangterhadaplingkunganalam.
Beberapa vegetasi memiliki identitas yang kuat terhadap waktu. Perubahan waktu dapat terjadi pada jangka musim-an atau bahkan hari-an. Night-blooming Jasmine (Arum Dalu), Moonflower, Nicotiana dan masih banyak lagi. Salah satu vegetasi yang sangat lekat dan diketahui identitasnya oleh khalayak umum adalah Tuberose atau Sedap Malam.






Gambar4.3.10.1 BungaArumdalu
Sumber easytogrowbulbs.com

Gambar4.3.10.2 BungaSedapMalam
Sumber PhotobyMohammadHosseinjamalyonUnsplash
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong874.3.11 Bubble As Transmitter

Penggunaan scent diffuser pada ruang memiliki beberapa tantangan.Samahalnya denganpenggunaanspeakerdan lampu, penggunaan scent diffuser perlu ditempatkan pada jarak tertentu, terutama pada ruang yang luas. Penempatan ini ditujukan agar aroma yang dihasilkan merata. Penggunaan scent diffuseryangbanyakpadabeberapatempatdapatmenimbulkan initial cost dan maintanance cost yang tinggi.
Padaruangoutdoor yang memiliki dimensi sangat besar dan memiliki aliran udara yang tinggi, penggunaan scent diffuser memerlukanperlakuankhusus.Penggunaanalatyangmengeluarkan scented bubble atau gelembung beraroma dapat mengatasi permasalahan di atas. Gelembung yang memiliki komponen zat cair, dapat tersebar pada beberapa tempat hanya menggunakan alat yang minimal dan dengan bantuan angin.




4.3.12 Open Kitchen
Bau merupakan bagian dari rasa. Berbeda dengan rasa yang terbatas jaraknya, bau seringkali digunakan untuk menarik perhatian seseorang yang melewati daerah tersebut.
Padacafemaupunbakery,halinisudahumumdilakukan.Pada restoran maupun rumah makan, dapur dapat disembunyikan untuk menyembunyikan bau tidak sedap. Namun, beberapa makanandancaramasaktidakmenghasilkanbautidaksedap, maupun sebaliknya. Dapur tetap dapat dibagi menjadi dua, dimana dapur terbuka dikhususkan untuk proses memasak yang menghasilkan bau sebagai aroma
Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong89 Gambar4.3.12.1IlustrasiDapurTerbuka Sumber Unsplash4.3.13 Fabric of Architecture
The door handle is the handshake of the building Akan tetapi, pada hotel - resor, peggunaan gagang pintu sangat jarang ditemui pada area masuk bangunan. Penggunaan pintu yang tertutup seakan menghalangi pengunjung masuk ke dalam bangunan. Penggunaan kain dapat mengurangi halangan tersebut, namun tetap menjaga intimasi dari sentuhan terhadap elemen bangunan.

Penggunaan kain yang ditelakan pada sirkulasi (termasuk sebagai pintu) dapat menjadi pengalaman ruang bawah sadar pengunjung,maupunpengalamanruangyangunikjikatekstur pada kain menarik perhatian pengunjung.
Selain sebagai elemen taktil, penggunaan kain juga dapat menjadi elemen visual.Salahsatukonsepruangyang menarik dapat dilihat dari tradisi menggantung kain pada tempat produksi kain. Mulai dari pola pada kain, hingga skala yang megah tidak banyak ditemukan pada kehidupan sehari-hari
Gambar4.3.13.1
IndigoDyingWorkshopinWuzhen,China

Sumber Myownchinesebrocade.com

Gambar4.3.13.2
CurtainDoorway

Sumber etsy.com

Gambar4.3.14.1GravelFlooring
Sumber PhotobyFarzanLelinwallaonUnsplash

Gambar4.3.14.2WoodDeckFlooring

Sumber PhotobySashaKaunasonUnsplash
4.3.14 Extreme Flooring Texture
Pengguna bersentuhan dengan bangunan melalui banyak bagian tubuhnya. Akan tetapi, telapak kaki merupakan bagian tubuh yang hampir setiap waktu berinteraksi dengan material pada bangunan. Pada bangunan komersial (bahkan bangunan hunian pada beberapa negara), pengguna menggunakan alas kaki. Dengan adanya alas kaki, pengguna tidak dapat merasakan langsung bangunan kecuali dengan tekstur ekstrem. Material lantai yang dingin seperti marmer, hangat seperti karpet, rata seperti beton, maupun sedikit bertekstur seperti kayu tidak memberikan pengalaman taktil yang berbeda bagi pengguna pada saat menggunakan alas kaki.
Pengalaman taktil yang berbeda dan dapat dirasakan oleh penggunasaatmenggunakanalaskakimelibatkantekturyang ekstrem. Contoh penerapannya adalah penggunaan stepping stone, gravel, atau wood deck



Arsitektur Multisensori: Perancangan Resor di Gading Serpong91

4.3.15 Material Hierarki





















Material bangunan yang dipakai sebagai dinding dapat menjadi elemen taktil bagi pengguna. Walaupun demikian, pengalaman taktil tersebut seringkali bergantung pada keberhasilan material dalam menarik perhatian dari pengguna. Strategi yang paling umum digunakan adalah pemilihan material yang menarik.
Strategi lainnya adalah dengan menggunakan hirarki pada material yang digunakan. Dibandingkan menggunakan material yang sedikit menarik pada semua permukaan dinding, penggunaan material yang kurang menarik dapat digunakan pada sebagian besar permukaan dan menyisakan beberapa bagian untuk material yang ingin diunggulkan. Strategi ini juga mempertimbangkan bahwa seringkali pengguna tidak menyentuh seluruh bagian permukaan dinding, namun hanya dengan beberapa sentuhansaja.Materialyanginginditekankanditelakanpadajangkauantanganmanusia.

Gambar4.3.15.1PenggunaanHirarkiMaterial
Sumber BerbagaiSumber

4.3.16 Activity Based Tactile Experience


Semenjak pandemi Covid-19, pengguna bangunan lebih menghindari berinteraksi dengan bangunan melalui elemen taktil. Akan tetapi, jika pengguna bangunan membutuhkan untuk menyentuh benda karena suatu aktivitas, tidak jarang orang akan tetap melakukannya. Pengalaman taktil yang dirasakan seseorang, seringkali terpicu karena adanyaaktivitasyang individutersebut lakukan.Membukapintu,menekan tombol, dll.
Salah satu hal yang strategi menarik yang penulis dapat dari studi preseden adalahjalanterapi.Penggunadapat dengan sukarelamelepas alas kaki mereka karena mereka tahu fungsi dari jalan ini, yaitu sebagai jalan terapi.

4.4. Konsep Utama (Private Island Paradise)
View*
Memiliki potensi menghadirkan dua macam view. Resort mengambil konsep Private Islandyang seringkali terdapat pemandangan "gunung" danpantai. Konsepini menyajikan pengalaman cerita yang baik dan menarik.
Paradise
Berada di lingkungan perkotaan, konsep paradise berusaha menyajikan kejutan seakan melalui pengalaman yang mistis
*Walaupun menggunakan pendekatan multisensori, namun tidak dapat dipungkiri bahwa visual adalah elemen dominan, sehingga digunakan sebagai titik awal konsep
Gambaran Umum Konsep


"Mountain"





• Jenis vegetasi berupa pohon tinggi dan besar. Terutama Conifers






• Memiliki kesan wilderness atau lush




















• Bunyi alami dari vegetasi, angin, burung, serangga, dan cuaca relatif lebih kuat



• Memiliki kelembapan relatif lebih tinggi karena permukaan tanah yang tertutup oleh bayangan
• Konsep sirkulasi ditinggikan, elevated, untuk memberikan pengalaman berjalan di antara pohon
• Bau alami berasal dari kelembapan yang tinggi, lumut, pohon, binatang dan serangga.
"RockFormation"










• Konsep dari formasi adalah mengintip ke arah pantai. Dari yang padat menjadi yang luas.


• Menggunakan bangunan utama sebagai analogi formasi bebatuan
"Beach"



• Jenis vegetasi utama berupa vegetasi sedang, tropis. Kelapa, Bird of Paradise, Kamboja





• Memiliki kesan tropis-Bali
• Bunyi alami yang ada tidak terlalu dominan, namun air merupakan salah satu elemen yang berkaitan erat
• Material yang digunakan mengarah pada batu-batuan
• Baualamirelatifkuatkarenabanyakjenisvegetasisedangyangmenghasilkan bau sebagai aroma
